Berjudul Evaluasi Radiografi Pada Persembuhan Fraktur Delayed Union Dengan Terapi Kombinasi Estradiol Dan Insulin-Like Growth Factor I
EVALUASI RADIOGRAFI PADA PERSEMBUHAN FRAKTUR
DELAYED UNION DENGAN TERAPI KOMBINASI
ESTRADIOL DAN INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR I
BENLI KURNIAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Radiografi
pada Persembuhan Fraktur Delayed Union dengan Terapi Kombinasi Estradiol
dan Insulin-like Growth Factor I adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Benli Kurniawan
NIM B04110117
ABSTRAK
BENLI KURNIAWAN. berjudul Evaluasi Radiografi pada Persembuhan Fraktur
Delayed Union dengan Terapi Kombinasi Estradiol dan Insulin-like Growth
Factor I. Dibimbing oleh RIKI SISWANDI dan GUNANTI.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian kombinasi
estradiol dan Insulin-like growth factor I (IGF-I) pada proses persembuhan
fraktur delayed union. Penelitian ini dilakukan pada 6 ekor kelinci New Zealand
White yang dibagi menjadi dua kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan
pertama diterapi dengan kombinasi estradiol diinjeksi secara subkutan (SC) dan
Insulin-like growth factor I diinjeksi secara intramuskuler (IM). Kelompok
perlakuan kedua diterapi dengan
Water for injection diinjeksi secara
intramuskuler (IM) sebagai kontrol. Os tibia dipatahkan secara aseptik sehingga
terjadi fraktur. Fraktur direposisi, lalu difiksasi dengan Kirschner wire
intramedular ukuran 1.8. Proses pengambilan data radiograf dilakukan setelah
operasi pada minggu kedua, keempat, dan keenam. Berdasarkan hasil evaluasi,
diperoleh bahwa proses persembuhan fraktur yang diterapi dengan kombinasi
estradiol dan IGF-I lebih cepat dibandingkan dengan kontrol, yang ditandai
dengan cepatnya pertumbuhan kalus. Terapi kombinasi estradiol dan IGF-I tidak
terlalu berpengaruh terhadap densitas otot di sekitar fraktur.
Kata kunci: delayed union, estradiol, fraktur, IGF-I, radiograf.
ABSTRACT
BENLI KURNIAWAN. Entitled Radiographic Evaluation on Fracture Healing
Delayed Union with Combination Therapy Estradiol and Insulin-like Growth
Factor I. Supervised by RIKI SISWANDI and GUNANTI.
This study was aimed to determine the effectiveness of the combination
Estradiol and insulin-like growth factor I (IGF-I) on the delayed Union fracture
healing process. This research carried out on 6 male New Zealand White rabbits
which divided into two different treatments. The first group was treated with a
combination of estradiol inject in subcutant (SQ) and Insulin-like Growth Factor I
inject in intramuscular (IM). The second group was treated with Water for
injection inject in intramuscular (IM) as a control. Os tibia was broken
aseptically and causing fracture. Fractures repositioned and fixed with
intramedular kirschner wire size 1.8. Radiographs data collection made after
surgery at 2nd week , 4th week, and 6th week. Based on the evaluation, the fractures
healing process with combination of estradiol and IGF-I were faster than the
controls, which is marked by rapid growth and callus. Combination therapy of
estradiol and IGF-I were not significantly different in muscle density around the
fracture.
Keywords: delayed union, estradiol, fracture, IGF-I, radiograph.
EVALUASI RADIOGRAFI PADA PERSEMBUHAN FRAKTUR
DELAYED UNION DENGAN TERAPI KOMBINASI
ESTRADIOL DAN INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR I
BENLI KURNIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini yaitu evaluasi
radiografi pada persembuhan fraktur delayed union dengan terapi kombinasi
estradiol dan Insulin-like Growth Factor I. Penelitian ini merupakan penelitian
desertasi dengan peneliti utama dr. Aryadi Kurniawan, SpOT dibawah bimbingan
Dr Drh Gunanti, MS.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drh Riki Siswandi, MSi
selaku pembimbing I, Dr Drh Gunanti, MS selaku pembimbing II, Prof Dr Dra R
Iis Arifiantini, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada dr. Aryadi Kurniawan, SpOT yang telah
banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ayahanda Lili Sutarli, Ibunda Ating Kurniasuh, adik Alan
Kurniansah, Adit Kurnia, Ghaisani Daliilah Sharafina, kakek Suntano, nenek
Arkasih, teman-teman seperjuangan penelitian Pangda, Delin, Nia, Cindi, dan
Fatihatun, sahabatku Hengki Anggra Hermawan, Anizza, dan Arlita atas segala
doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan untuk penulisan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi
pembaca semua.
Bogor, Agustus 2015
Benli Kurniawan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Radiografi
2
Fraktur
3
Estradiol
4
Insulin-like Growth Factor I (IGF-I)
5
METODE
6
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Tahap Persiapan
7
Tahap Pelaksanaan
7
Perlakuan Post Operasi
8
Pengambilan Radiograf
8
Proses Pengambilan Data
9
Parameter Pengamatan
9
Analisis Data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skoring fraktur radiografi pada kelinci
Nilai Rasio densitas kalus (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas kalus (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rasio densitas korteks lesio (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas korteks lesio (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rasio densitas otot lesio (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas otot lesio (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rataan luas kalus (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rataan luas kalus (ventrodorsal) pada kelinci
12
12
13
13
13
14
14
15
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Skema radiografi
Proses persembuhan fraktur
Mekanisme kerja estradiol
Mekanisme kerja Insulin-like growth factor I (IGF-I)
Hewan model kelinci New Zealand White (A) mesin x-ray portable (B)
Ringkasan alur penelitian
Proses operasi
Skoring persembuhan fraktur
Pengambilan data rasio densitas kalus
Pengambilan data rasio densitas korteks lesio
Pengambilan data rasio densitas otot lesio
2
3
4
5
7
8
8
9
10
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran radiografi os tibia arah pandang mediolateral dan
ventrodorsal pada perlakuan
2 Gambaran radiografi os tibia arah pandang mediolateral dan
ventrodorsal pada kontrol
20
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang merupakan jaringan hidup serta sebagai jaringan penghubung
(connective tissue) yang memiliki fungsi sebagai fungsi mekanik yaitu untuk
gerakan dan melekatnya otot, melindungi organ vital, dan sebagai cadangan
kalsium dan fosfat (Sherwood 2004). Tulang memiliki struktur yang dinamik dan
menjalani proses regenerasi secara terus menerus yang dinamakan proses
remodeling (Monologas 2000). Tulang pada hakekatnya terdiri atas tiga
komponen utama yaitu senyawa organik, substansi dasar tulang, dan komponen
sel (osteoprogenitor cell, osteoblas, osteosit dan osteoklas) (Guyton dan Hall
2004). Setiap tahun, jutaan orang di dunia menderita berbagai penyakit tulang
yang diakibatkan oleh trauma, tumor, maupun patah tulang (Murugan dan
Ramakrishna 2004). Salah satu tindakan terapi pada kasus penyakit tulang
menurut Dendyningrat (2012) adalah dengan metode delayed union.
Delayed union adalah proses persembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan lebih lambat dari normal. Penyebab paling umum dari delayed union
adalah proses fiksasi tulang yang tidak tepat, sehingga segmen fraktur tidak
berada pada posisi yang benar (Piermattei et al 2006). Delayed union sering
terjadi pada manusia, namun metode penatalaksanaannya belum didapatkan secara
mapan. Senyawa umum yang telah tersedia di pasaran dan digunakan untuk
proses persembuhan patah tulang adalah golongan growth factor, seperti Bhone
Morphogenetic Protein-2 (BMP-2) dan Bone Morphogenetic Protein-7 (BMP-7)
(Arianni et al. 2013). Telah diketahui bahwa terjadi sinergi antara insulin-like
growth factor I (IGF-I) dan estradiol pada metabolisme tulang dalam pencegahan
menopause (Gruber et al. 2002), namun belum dapat dibuktikan pada proses
persembuhan fraktur sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut .
Hewan model yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci New
Zealand White (NZW) berjenis kelamin jantan, umur enam bulan dengan bobot
badan 3-3.5 kg. Dipilih kelinci sebagai hewan model karena kelinci memiliki
fungsi anatomi yang sama dengan manusia dan seringkali dipilih sebagai hewan
coba karena sesuai untuk berbagai model penelitian. Alasan lain juga
membuktikan bahwa kelinci mudah untuk di handling dan persamaan dengan
tulang manusia berupa kepadatan mineral tulang dan kekuatan bagian pertengahan
diaphiseal tulang terhadap kepatahan (Wang et al. 1998).
Perumusan Masalah
Penelitian ini diperlukan untuk mengevaluasi profil radiografi pada
tindakan terapi kombinasi estradiol dan IGF-I, sehingga dapat diketahui
efektivitasnya terhadap pasien yang mengalami fraktur delayed union. Bila
terbukti ada sinergi antara IGF-I dan estradiol pada proses persembuhan fraktur,
maka dapat menjadi salah satu terapi pada proses persembuhan fraktur delayed
union.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian kombinasi
estradiol dan insulin-like growth factor I (IGF-I) pada kelinci New Zealand White
terhadap proses persembuhan fraktur delayed union.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
tatalaksana terapi persembuhan fraktur delayed union melalui radiograf kelinci
New Zealand White, terutama terhadap pengaruh pemberian kombinasi estradiol
dan IGF-I. Apabila terbukti adanya peningkatan kualitas persembuhan dengan
pemberian kombinasi estradiol dan IGF-I pada proses persembuhan fraktur, maka
metode ini dapat menjadi salah satu metode pelaksanaan delayed union fraktur
dan menyempurnakan metode-metode yang telah ada sebelumnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Radiografi
Radiologi adalah ilmu kedokteran untuk melihat bagian dalam tubuh baik
manusia maupun hewan menggunakan pancaran atau radiasi gelombang, baik
gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik. Teknik ini banyak
digunakan dalam mendiagnosis penyakit-penyakit dalam, salah satunya adalah
fraktur tulang (Thrall 2007).
Gambar 1 Skema radiografi (Thrall 2007)
Spektrum energi sinar-x yang diproduksi mesin x-ray sangat luas. Oleh
karena itu, filter sering kali digunakan pada mesin x-ray untuk mengurangi energi
yang dipancarkan. Energi radiasi yang tidak digunakan diserap oleh kolimator,
3
sedangkan energi yang diteruskan mempenetrasi pasien dan direkam oleh film xray (Gambar 1) (Thrall 2007). Teknik pengambilan gambar radiografi dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. memposisikan pasien sesuai dengan target citra yang akan diambil,
2. meletakan film pada lokasi yang akan di x-ray,
3. memposisikan arah pancaran sinar dari mesin sumber sinar-x, dan
4. mengatur faktor paparan sinar-x, dan melakukan paparan sinar-x.
Fraktur
Fraktur merupakan kerusakan dalam suatu jaringan ikat makhluk hidup dan
persembuhannya dapat dicapai melalui pertumbuhan sel. Kerusakan pada tulang
akibat trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya fraktur disertai dengan berbagai
tingkat cedera pada jaringan lunak sekitarnya, termasuk suplai darah, dan
terganggunya fungsi lokomosi.
Persembuhan fraktur diawali dengan memperbaiki jaringan yang
dipengaruhi berbagai faktor lokal dan sistemik. Persembuhan terjadi pada empat
fese atau lebih, diantaranya adalah 1) fase inflamasi awal; 2) fase poliferasi; 3)
fase perbaikan; dan 4) fase remodelling. Saat berada dalam fase inflamasi, terjadi
hematoma di daerah sekitar fraktur pada beberapa jam pertama hingga beberapa
hari. Sel inflamatori (makrofag, monosit, limfosit dan sel polimorfonuklear) dan
fibroblas menginfiltrasi tulang dengan mediasi prostaglandin (Kalfas 2001).
Remodeling tulang ditujukan untuk pengaturan homeostasis kalsium,
memperbaiki jaringan yang rusak akibat pergerakan fisik, kerusakan minor karena
faktor stres dan pembentukan kerangka pada masa pertumbuhan (Fernandez et al.
2006).
Gambar 2 Proses persembuhan fraktur (Liberman JR dan Friedlaender GE 2005).
Proses persembuhan fraktur yang disajikan pada (Gambar 1) bahwa fase
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri, dimana pada fase ini terjadi hematoma akibat trauma.
Fase poliferasi berlangsung kurang lebih 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fase pembentukan
merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Dengan aktifitas osteoklas dan
osteoblas yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah
menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga
osteoklas dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti
4
osteoblas yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup
kuat untuk menerima beban yang normal. Pada fase remodelling fraktur telah
dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda
dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla
akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula.
Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada hewan
muda. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
Proses penyempurnaan perbaikan tulang (bone remodelling) terjadi dalam
hitungan bulan hingga tahun. Proses ini terjadi melalui absorpsi jaringan tulang
dan deposisi simultan tulang baru. Pada tulang normal, kedua proses tersebut
berada dalam keseimbangan yang dinamis (McGavin dan Zachary 2007).
Estradiol
Estradiol merupakan hormon yang berasal dari kolesterol dan menargetkan
ke berbagai jaringan. Estradiol terdapat pada alat reproduksi jantan, alat
reproduksi betina, kelenjar susu, tulang dan sistem kardiovaskular (Hall dan
Couse 2001). Secara biologis, estradiol merupakan bentuk estrogen paling aktif
yang diproduksi oleh ovarium dan diperlukan untuk proses pematangan kelamin
pada wanita. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1),
dan estriol (E3). Perbandingan khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut
E2:E1:E3 adalah 10:5: 1. Potensi estradiol 12 kali potensi estron dan 8 kali
potensi estriol, sehingga estradiol dianggap sebagai estrogen utama. Estradiol
memainkan peranan penting dalam perkembangan lapisan dalam endometrium
(Cipta 2004). Estradiol ditemukan terikat dalam aliran darah dengan protein
pembawa (albumin 60%, globulin 38%, sisanya bebas dalam aliran darah).
Hormon ini bebas aktif dan mampu memasuki sel target (Gruber et al. 2002).
Gambar 3 Mekanisme kerja estradiol (Bader 2008)
Pemberian estradiol jangka pendek dan panjang dapat meningkatkan aliran
darah perifer. Secara eksperimental, terbukti pemberian estradiol jangka pendek
menunjukkan peningkatan aliran darah pada vascular bed. Penelitian lain
5
menunjukkan terdapat efek vasodilatasi pada aorta yang diberi estradiol. Estradiol
juga mempunyai efek menurunkan kontraktilitas otot polos aorta dengan
menurunkan densitas reseptor adrenergik-a1D di otot polos aorta (Nurdiana 2008).
Estradiol selain berperan dalam sistem reproduksi dan sistem sirkulasi,
berperan juga dalam pertumbuhan tulang. Estradiol dibutuhkan untuk membantu
pertumbuhan tulang dan menjaga kesehatan tulang dan sendi. Wanita menopause
yang mengalami defisiensi kadar estradiol akan lebih cepat kehilangan masa
tulang. Rendahnya kadar hormon ini juga dapat menyebabkan osteopenia dan
osteoporosis (Gruber et al. 2002).
Insulin-like growth factor I (IGF-I)
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-I), biasa disebut juga somatomedin C,
adalah protein pada manusia yang dikodekan oleh gen IGF. IGF-I adalah hormon
yang memiliki struktur molekul yang sama dengan insulin. Hormon ini berfungsi
sebagai perantara terhadap hormon pertumbuhan, memicu pengambilan asam
amino, sintesis protein, dan utilisasi penggunaan glukosa terutama dalam proses
pertumbuhan dan regulasi fungsi anabolik pada orang dewasa (Ronny 2013). IGFI terdiri dari 70 asam amino dalam rantai tunggal dengan tiga jembatan disulfida
intramolekul. Produksi hormon ini sebagian besar di hati sebagai hormon
endokrin (sistemik), namun juga diproduksi lokal secara parakrin atau autokrin.
Faktor yang merangsang sekresi IGF-I adalah Growth Hormone (GH). IGF-I
kemudian diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan hampir semua sel dalam
tubuh, seperti otot, tulang rawan, tulang, hati, dan ginjal (Ronny 2013).
Gambar 4 Mekanisme kerja IGF-I (Renehan et al. 2006)
Insulin-like growth factor I (IGF-I) yang merupakan susunan dalam sebuah
polipeptida yang memiliki peranan besar dalam meningkatkan dan memajukan
pertumbuhan tubuh ketika masa kanak-kanak dan tetap memiliki efek anabolik
pada orang dewasa. Mediasi protein anabolik dan pertumbuhan linear
mempromosikan efek hipofisis Growth Hormone (GH). GH memiliki efek
6
merangsang pertumbuhan independen GH, yang berkaitan dengan sel-sel tulang
rawan adalah mungkin dioptimalkan oleh aksi sinergis dengan GH (Laron 2001).
Hormon pertumbuhan (growth hormon, GH) bekerja secara langsung dan tidak
langsung terhadap osteoblas untuk meningkatkan remodelling tulang dan
pertumbuhan tulang endokondral. Defisiensi GH akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang. Efek GH langsung pada tulang adalah melalui interaksi
dengan reseptor GH pada permukaan osteoblas, sedangkan efek tidak
langsungnya melalui produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-I). IGF
merupakan growth hormone-dependent polypeptides. IGF-I memegang peranan
penting pada formasi tulang dan juga berperan mempertahankan massa tulang.
Berbagai faktor sistemik dan lokal turut berperan mengatur sintesis IGF-I oleh
osteoblast, antara lain estrogen, paratiroid hormon (PTH), prostaglandin E2
(PGE2) dan bone morphogenetic proteins-2 (BMP-2), sedangkan platelet-derived
growth factor (PDGF) dan glukokortikoid menghambat ekspresi IGF-I dan 1α,25dihydroxyvitamin D3 [1,25 (OH)2D3], transforming growth factor beta (TGFβ)
dan fibroblast growth factor-2 (FGF-2) memiliki efek stimulator dan inhibitor
ekspresi IGF-I. Di dalam sirkulasi, IGF akan terikat pada IGF binding proteins
(IGFBPs) (Setiyohadi 2007).
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2014 di Unit
Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Bedah Divisi Bedah
dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kandang lipat, spuit 1 ml,
spuit 3 ml, kassa, kapas, plester, 1 set alat bedah minor, timbangan, duk, kirschner
wire, bor, gergaji khusus tulang, masker, sarung tangan, topi penutup kepala,
mesin x-ray (Collimax® model R-120H, Collimax Corporation), film x-ray
(Carestream®, Rayo (Xiamen) Medical Products Company), stik kayu, alat
penyemprot desinfektan, pencukur rambut, box kelinci, gelang identitas kelinci,
dan spidol. Bahan yang digunakan adalah kelinci New Zealand White (jantan),
insulin-like growth factor I (IGF-I) 1% , estradiol 3%, water for injection, alkohol
70%, Iodine Providone 10% (OneMed), framisetin sulfat (Softlatule®),
enrofloksasin (Roxine®, Sanbe Farma), ivermectine (Ivomec®, Merck), xylazine
HCl (Ilium Xylazil®, Troy Laboratories), ketamine HCl (Ketamil®, Troy
Laboratories), ketoprofen (Ketoprofen®, Hexpharm Jaya), pakan (pelet) dan
desinfektan. Penggunaan kelinci pada penelitian ini telah disetujui oleh komisi
etik hewan IPB dengan nomor 15-2013.
7
Gambar 5 (A) Hewan model kelinci New Zealand White (B) mesin x-ray portable
Tahap Persiapan
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci New Zealand
White berjenis kelamin jantan, umur enam bulan dengan bobot badan 3-3.5 kg.
Kelinci yang telah disiapkan kemudian diperiksa kondisi kesehatannya. Setelah
itu, kelinci diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di dalam kandang
individual, diberi pakan yang cukup, dan diberi minum ad libitum. Selama proses
aklimatisasi, kelinci diberikan antibiotik enrofloksasin (5 mg/kg BB) secara
intramuskular (IM) sehari satu kali selama tiga hari, anti ektoparasit ivermectine
(0,3 mg/kg BB) secara subkutan (SC) sehari satu kali selama tiga hari, dan anti
endoparasit albendazole (15 mg/kg BB) secara PO sehari satu kali selama tiga hari
supaya terjaga kesehatannya dan dapat digunakan untuk penelitian. Kelinci dibagi
kedalam dua kelompok, yaitu kelompok A (perlakuan kombinasi estradiol dan
IGF-I) dan kelompok B (kontrol).
Tahap Pelaksanaan
Operasi dilakukan setelah proses aklimatisasi selesai, yaitu pada H0 pada
kedua kelompok perlakuan. Kelinci dianestesi terlebih dahulu dengan kombinasi
xylazine HCl (5 mg/kg BB) dan ketamine HCl (40 mg/kg BB) yang diberikan
secara intramuskular sebelum dioperasi. Tungkai belakang kanan dicukur,
dibersihkan, dan didesinfeksi dengan antiseptik (alkohol 70% dan iodine tincture).
Insisi dilakukan pada posteriolateral tungkai atas, kemudian diseksi untuk
mencapai os tibia. Os tibia dipatahkan pada bagian tengah, kemudian dilakukan
stripping periosteum sejauh 0.5 cm dari garis tibia. Fraktur direposisi, lalu
difiksasi dengan Kirschner wire intramedular ukuran 1.8. Luka kemudian dijahit
dengan PDS 6.0. Setelah penjahitan selesai kemudian luka tersebut diberi iodine,
kemudian dibalut menggunakan framisetin sulfat, kapas dan kain kasa yang
difiksir oleh stik es supaya kaki yang dioperasi konstan, kemudian kelinci
dikembalikan ke kandang.
8
Gambar 6 Ringkasan alur penelitian
Gambar 7 Proses operasi
Perlakuan Post Operasi
Setelah operasi selesai, kelinci diberi Ketoprofen (2 mg/kg BB) (IM)
digunakan sebagai analgesik dan enrofloksasin (5 mg/kg BB) (IM) sebagai
antibiotik, masing-masing diberikan sehari satu kali selama tiga hari. Monitoring
tanda-tanda vital dan inflamasi pada daerah intervensi dilakukan secara teratur.
Kelinci kelompok A diinjeksi dengan kombinasi estradiol (3%) sebanyak 0.4 ml
(SC) dan IGF-I (1%) sebanyak 1 ml (IM) sebagai perlakuan, sedangkan kelinci
kelompok B diinjeksi dengan water for injection sebanyak 1 ml (IM) sebagai
kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan setiap tiga hari satu kali selama
empat puluh dua hari. Kelinci disimpan pada kandang individu serta diberi makan
pelet dan minum setiap 2 kali sehari, selain itu juga dilihat persembuhannya
apakah terdapat pus atau tidak. Apabila terdapat pus maka pus tersebut
dikeluarkan sehingga proses persembuhan tidak terhambat.
Pengambilan Radiograf
Pengambilan radiograf os tibia kelinci dilakukan dengan pengaturan focal
film distance (FFD) 100 cm atau 40 inci, 56 kVp dan 0.8 mAs. Digunakan 2 arah
9
pandang berbeda, yaitu ventrodorsal (VD) dan mediolateral (ML). Radiograf os
tibia kelinci diambil setelah operasi, yaitu pada H+14, H+28, dan H+42.
Proses Pengambilan Data
Nilai densitas radiografi didapat dengan menggunakan perangkat lunak
ImageJ®. Sebelum melakukan perhitungan densitas dan luas, radiograf terlebih
dahulu dipindai dengan Canon® Pixma MP258. Setelah itu, hasil pemindaian
diedit menggunakan perangkat lunak Adobe® Photoshop CS3 untuk menghasilkan
gambar hitam-putih. Nilai densitas radiografi diwakili oleh nilai rataan histogram,
karena nilai rataan histogram selaras dengan nilai densitas radiografi, yaitu
semakin besar nilai histogram suatu area, maka semakin besar pula nilai densitas
radiografinya. Selanjutnya, histogram lesio perlakuan atau kontrol dibandingkan
dengan histogram korteksnya. Hasil perbandingan tersebut mewakili rasio
densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol.
Rasio densitas radiografi = Histogram perlakuan/ kontrol
Histogram korteks
Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini digunakan 5 parameter pengamatan yaitu:
1. Skoring persembuhan fraktur
Skoring persembuhan fraktur didapat dengan cara mengevaluasi
hasil radiografi. Menurut Patel et al. (2014) penilaian persembuhan pada
fraktur dibagi menjadi empat kategori skoring yaitu skor 0 dimana fracture
line terlihat tanpa pertumbuhan kalus, skor 1 kalus sudah terbentuk tapi
fracture line masih terlihat, skor 2 fracture line tidak terlihat lagi karena
sudah tertutupi oleh kalus, dan skor 3 fracture line dan kalus tidak terlihat
lagi.
Gambar 8 Skoring persembuhan fraktur (A) skor 0 (B) skor 1 (C) skor 2
(D) skor 3
2. Rasio densitas kalus
Rasio densitas kalus didapat dari rataan densitas kalus dibagi dengan
rataan densitas korteks tulang yang sama dengan jarak 1-2 cm dari fraktur.
10
Parameter ini diambil untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan sel tulang
atau kalus.
Rasio densitas kalus = Rataan densitas kalus
Rataan densitas korteks
Gambar 9 Pengambilan data rasio densitas kalus ( ) titik pengambilan
data densitas kalus ( ) titik pengambilan data densitas korteks.
3. Rasio densitas korteks lesio
Rasio densitas korteks didapat dengan cara rataan densitas korteks
yang dekat dengan fraktur (korteks 1) dibagi dengan rataan densitas
korteks tulang yang sama dengan jarak 1-2 cm dari fraktur (korteks 2).
Parameter ini diambil untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
korteks terhadap persembuhan fraktur.
Rasio densitas korteks = Rataan densitas korteks 1
Rataan densitas korteks 2
Gambar 10 Pengambilan data rasio densitas korteks lesio ( ) titik
pengambilan data densitas korteks lesio ( ) titik pengambilan data
densitas korteks normal.
11
4. Rasio densitas otot lesio
Rasio densitas otot didapat dari rataan densitas otot yang dekat
dengan fraktur (otot 1) dibagi dengan rataan densitas otot yang sama
dengan jarak 2-3 cm dari fraktur (otot 2). Parameter ini diambil untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada otot terhadap persembuhan
fraktur.
Rasio densitas otot = Rataan densitas otot 1
Rataan densitas otot 2
Gambar 11 Pengambilan data rasio densitas otot lesio ( ) titik
pengambilan data densitas otot lesio ( ) titik pengambilan data densitas
otot normal.
5. Luas kalus
Luas kalus didapat dengan cara mengukur luas kalus. Parameter ini
diambil untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan kalus, selain itu juga
sebagai parameter waktu persembuhan fraktur.
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan sebagai rataan ± simpangan baku. Data
diolah menggunakan microsoft excel 2010 dilanjutkan dengan aplikasi SPSS 16.0
dengan metode One-Way Analyze of variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Skoring fraktur
Berdasarkan hasil yang didapat pada minggu kedua dan keempat baik
perlakuan maupun kontrol memiliki skor 1. Minggu keenam perlakuan memiliki
skor 2, sedangkan pada kontrol memiliki skor 1.33. Berdasarkan hasil yang
12
disajikan pada Tabel 1, pertumbuhan kalus pada kontrol lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan.
Tabel 1 Skoring fraktur radiografi pada kelinci
Minggu ke-
Kelinci
Perlakuan
2
4
6
1
1
2
1
Kontrol
Keterangan : Skor 0: fracture line (√); kalus (−)
Skor 1: fracture line (√); kalus (√)
1
1.33
Skor 2: fracture line (−); kalus (√)
Skor 3: fracture line (−); kalus (−)
Rasio densitas kalus
Rasio densitas radiografi kalus mediolateral pada minggu kedua, keempat,
dan keenam baik perlakuan maupun kontrol berbeda nyata (p
DELAYED UNION DENGAN TERAPI KOMBINASI
ESTRADIOL DAN INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR I
BENLI KURNIAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Radiografi
pada Persembuhan Fraktur Delayed Union dengan Terapi Kombinasi Estradiol
dan Insulin-like Growth Factor I adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Benli Kurniawan
NIM B04110117
ABSTRAK
BENLI KURNIAWAN. berjudul Evaluasi Radiografi pada Persembuhan Fraktur
Delayed Union dengan Terapi Kombinasi Estradiol dan Insulin-like Growth
Factor I. Dibimbing oleh RIKI SISWANDI dan GUNANTI.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian kombinasi
estradiol dan Insulin-like growth factor I (IGF-I) pada proses persembuhan
fraktur delayed union. Penelitian ini dilakukan pada 6 ekor kelinci New Zealand
White yang dibagi menjadi dua kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan
pertama diterapi dengan kombinasi estradiol diinjeksi secara subkutan (SC) dan
Insulin-like growth factor I diinjeksi secara intramuskuler (IM). Kelompok
perlakuan kedua diterapi dengan
Water for injection diinjeksi secara
intramuskuler (IM) sebagai kontrol. Os tibia dipatahkan secara aseptik sehingga
terjadi fraktur. Fraktur direposisi, lalu difiksasi dengan Kirschner wire
intramedular ukuran 1.8. Proses pengambilan data radiograf dilakukan setelah
operasi pada minggu kedua, keempat, dan keenam. Berdasarkan hasil evaluasi,
diperoleh bahwa proses persembuhan fraktur yang diterapi dengan kombinasi
estradiol dan IGF-I lebih cepat dibandingkan dengan kontrol, yang ditandai
dengan cepatnya pertumbuhan kalus. Terapi kombinasi estradiol dan IGF-I tidak
terlalu berpengaruh terhadap densitas otot di sekitar fraktur.
Kata kunci: delayed union, estradiol, fraktur, IGF-I, radiograf.
ABSTRACT
BENLI KURNIAWAN. Entitled Radiographic Evaluation on Fracture Healing
Delayed Union with Combination Therapy Estradiol and Insulin-like Growth
Factor I. Supervised by RIKI SISWANDI and GUNANTI.
This study was aimed to determine the effectiveness of the combination
Estradiol and insulin-like growth factor I (IGF-I) on the delayed Union fracture
healing process. This research carried out on 6 male New Zealand White rabbits
which divided into two different treatments. The first group was treated with a
combination of estradiol inject in subcutant (SQ) and Insulin-like Growth Factor I
inject in intramuscular (IM). The second group was treated with Water for
injection inject in intramuscular (IM) as a control. Os tibia was broken
aseptically and causing fracture. Fractures repositioned and fixed with
intramedular kirschner wire size 1.8. Radiographs data collection made after
surgery at 2nd week , 4th week, and 6th week. Based on the evaluation, the fractures
healing process with combination of estradiol and IGF-I were faster than the
controls, which is marked by rapid growth and callus. Combination therapy of
estradiol and IGF-I were not significantly different in muscle density around the
fracture.
Keywords: delayed union, estradiol, fracture, IGF-I, radiograph.
EVALUASI RADIOGRAFI PADA PERSEMBUHAN FRAKTUR
DELAYED UNION DENGAN TERAPI KOMBINASI
ESTRADIOL DAN INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR I
BENLI KURNIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini yaitu evaluasi
radiografi pada persembuhan fraktur delayed union dengan terapi kombinasi
estradiol dan Insulin-like Growth Factor I. Penelitian ini merupakan penelitian
desertasi dengan peneliti utama dr. Aryadi Kurniawan, SpOT dibawah bimbingan
Dr Drh Gunanti, MS.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drh Riki Siswandi, MSi
selaku pembimbing I, Dr Drh Gunanti, MS selaku pembimbing II, Prof Dr Dra R
Iis Arifiantini, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada dr. Aryadi Kurniawan, SpOT yang telah
banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ayahanda Lili Sutarli, Ibunda Ating Kurniasuh, adik Alan
Kurniansah, Adit Kurnia, Ghaisani Daliilah Sharafina, kakek Suntano, nenek
Arkasih, teman-teman seperjuangan penelitian Pangda, Delin, Nia, Cindi, dan
Fatihatun, sahabatku Hengki Anggra Hermawan, Anizza, dan Arlita atas segala
doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan untuk penulisan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi
pembaca semua.
Bogor, Agustus 2015
Benli Kurniawan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Radiografi
2
Fraktur
3
Estradiol
4
Insulin-like Growth Factor I (IGF-I)
5
METODE
6
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Tahap Persiapan
7
Tahap Pelaksanaan
7
Perlakuan Post Operasi
8
Pengambilan Radiograf
8
Proses Pengambilan Data
9
Parameter Pengamatan
9
Analisis Data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skoring fraktur radiografi pada kelinci
Nilai Rasio densitas kalus (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas kalus (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rasio densitas korteks lesio (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas korteks lesio (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rasio densitas otot lesio (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rasio densitas otot lesio (ventrodorsal) pada kelinci
Nilai Rataan luas kalus (mediolateral) pada kelinci
Nilai Rataan luas kalus (ventrodorsal) pada kelinci
12
12
13
13
13
14
14
15
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Skema radiografi
Proses persembuhan fraktur
Mekanisme kerja estradiol
Mekanisme kerja Insulin-like growth factor I (IGF-I)
Hewan model kelinci New Zealand White (A) mesin x-ray portable (B)
Ringkasan alur penelitian
Proses operasi
Skoring persembuhan fraktur
Pengambilan data rasio densitas kalus
Pengambilan data rasio densitas korteks lesio
Pengambilan data rasio densitas otot lesio
2
3
4
5
7
8
8
9
10
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran radiografi os tibia arah pandang mediolateral dan
ventrodorsal pada perlakuan
2 Gambaran radiografi os tibia arah pandang mediolateral dan
ventrodorsal pada kontrol
20
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang merupakan jaringan hidup serta sebagai jaringan penghubung
(connective tissue) yang memiliki fungsi sebagai fungsi mekanik yaitu untuk
gerakan dan melekatnya otot, melindungi organ vital, dan sebagai cadangan
kalsium dan fosfat (Sherwood 2004). Tulang memiliki struktur yang dinamik dan
menjalani proses regenerasi secara terus menerus yang dinamakan proses
remodeling (Monologas 2000). Tulang pada hakekatnya terdiri atas tiga
komponen utama yaitu senyawa organik, substansi dasar tulang, dan komponen
sel (osteoprogenitor cell, osteoblas, osteosit dan osteoklas) (Guyton dan Hall
2004). Setiap tahun, jutaan orang di dunia menderita berbagai penyakit tulang
yang diakibatkan oleh trauma, tumor, maupun patah tulang (Murugan dan
Ramakrishna 2004). Salah satu tindakan terapi pada kasus penyakit tulang
menurut Dendyningrat (2012) adalah dengan metode delayed union.
Delayed union adalah proses persembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan lebih lambat dari normal. Penyebab paling umum dari delayed union
adalah proses fiksasi tulang yang tidak tepat, sehingga segmen fraktur tidak
berada pada posisi yang benar (Piermattei et al 2006). Delayed union sering
terjadi pada manusia, namun metode penatalaksanaannya belum didapatkan secara
mapan. Senyawa umum yang telah tersedia di pasaran dan digunakan untuk
proses persembuhan patah tulang adalah golongan growth factor, seperti Bhone
Morphogenetic Protein-2 (BMP-2) dan Bone Morphogenetic Protein-7 (BMP-7)
(Arianni et al. 2013). Telah diketahui bahwa terjadi sinergi antara insulin-like
growth factor I (IGF-I) dan estradiol pada metabolisme tulang dalam pencegahan
menopause (Gruber et al. 2002), namun belum dapat dibuktikan pada proses
persembuhan fraktur sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut .
Hewan model yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci New
Zealand White (NZW) berjenis kelamin jantan, umur enam bulan dengan bobot
badan 3-3.5 kg. Dipilih kelinci sebagai hewan model karena kelinci memiliki
fungsi anatomi yang sama dengan manusia dan seringkali dipilih sebagai hewan
coba karena sesuai untuk berbagai model penelitian. Alasan lain juga
membuktikan bahwa kelinci mudah untuk di handling dan persamaan dengan
tulang manusia berupa kepadatan mineral tulang dan kekuatan bagian pertengahan
diaphiseal tulang terhadap kepatahan (Wang et al. 1998).
Perumusan Masalah
Penelitian ini diperlukan untuk mengevaluasi profil radiografi pada
tindakan terapi kombinasi estradiol dan IGF-I, sehingga dapat diketahui
efektivitasnya terhadap pasien yang mengalami fraktur delayed union. Bila
terbukti ada sinergi antara IGF-I dan estradiol pada proses persembuhan fraktur,
maka dapat menjadi salah satu terapi pada proses persembuhan fraktur delayed
union.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian kombinasi
estradiol dan insulin-like growth factor I (IGF-I) pada kelinci New Zealand White
terhadap proses persembuhan fraktur delayed union.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
tatalaksana terapi persembuhan fraktur delayed union melalui radiograf kelinci
New Zealand White, terutama terhadap pengaruh pemberian kombinasi estradiol
dan IGF-I. Apabila terbukti adanya peningkatan kualitas persembuhan dengan
pemberian kombinasi estradiol dan IGF-I pada proses persembuhan fraktur, maka
metode ini dapat menjadi salah satu metode pelaksanaan delayed union fraktur
dan menyempurnakan metode-metode yang telah ada sebelumnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Radiografi
Radiologi adalah ilmu kedokteran untuk melihat bagian dalam tubuh baik
manusia maupun hewan menggunakan pancaran atau radiasi gelombang, baik
gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik. Teknik ini banyak
digunakan dalam mendiagnosis penyakit-penyakit dalam, salah satunya adalah
fraktur tulang (Thrall 2007).
Gambar 1 Skema radiografi (Thrall 2007)
Spektrum energi sinar-x yang diproduksi mesin x-ray sangat luas. Oleh
karena itu, filter sering kali digunakan pada mesin x-ray untuk mengurangi energi
yang dipancarkan. Energi radiasi yang tidak digunakan diserap oleh kolimator,
3
sedangkan energi yang diteruskan mempenetrasi pasien dan direkam oleh film xray (Gambar 1) (Thrall 2007). Teknik pengambilan gambar radiografi dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. memposisikan pasien sesuai dengan target citra yang akan diambil,
2. meletakan film pada lokasi yang akan di x-ray,
3. memposisikan arah pancaran sinar dari mesin sumber sinar-x, dan
4. mengatur faktor paparan sinar-x, dan melakukan paparan sinar-x.
Fraktur
Fraktur merupakan kerusakan dalam suatu jaringan ikat makhluk hidup dan
persembuhannya dapat dicapai melalui pertumbuhan sel. Kerusakan pada tulang
akibat trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya fraktur disertai dengan berbagai
tingkat cedera pada jaringan lunak sekitarnya, termasuk suplai darah, dan
terganggunya fungsi lokomosi.
Persembuhan fraktur diawali dengan memperbaiki jaringan yang
dipengaruhi berbagai faktor lokal dan sistemik. Persembuhan terjadi pada empat
fese atau lebih, diantaranya adalah 1) fase inflamasi awal; 2) fase poliferasi; 3)
fase perbaikan; dan 4) fase remodelling. Saat berada dalam fase inflamasi, terjadi
hematoma di daerah sekitar fraktur pada beberapa jam pertama hingga beberapa
hari. Sel inflamatori (makrofag, monosit, limfosit dan sel polimorfonuklear) dan
fibroblas menginfiltrasi tulang dengan mediasi prostaglandin (Kalfas 2001).
Remodeling tulang ditujukan untuk pengaturan homeostasis kalsium,
memperbaiki jaringan yang rusak akibat pergerakan fisik, kerusakan minor karena
faktor stres dan pembentukan kerangka pada masa pertumbuhan (Fernandez et al.
2006).
Gambar 2 Proses persembuhan fraktur (Liberman JR dan Friedlaender GE 2005).
Proses persembuhan fraktur yang disajikan pada (Gambar 1) bahwa fase
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri, dimana pada fase ini terjadi hematoma akibat trauma.
Fase poliferasi berlangsung kurang lebih 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fase pembentukan
merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Dengan aktifitas osteoklas dan
osteoblas yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah
menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga
osteoklas dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti
4
osteoblas yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup
kuat untuk menerima beban yang normal. Pada fase remodelling fraktur telah
dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda
dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla
akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula.
Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada hewan
muda. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
Proses penyempurnaan perbaikan tulang (bone remodelling) terjadi dalam
hitungan bulan hingga tahun. Proses ini terjadi melalui absorpsi jaringan tulang
dan deposisi simultan tulang baru. Pada tulang normal, kedua proses tersebut
berada dalam keseimbangan yang dinamis (McGavin dan Zachary 2007).
Estradiol
Estradiol merupakan hormon yang berasal dari kolesterol dan menargetkan
ke berbagai jaringan. Estradiol terdapat pada alat reproduksi jantan, alat
reproduksi betina, kelenjar susu, tulang dan sistem kardiovaskular (Hall dan
Couse 2001). Secara biologis, estradiol merupakan bentuk estrogen paling aktif
yang diproduksi oleh ovarium dan diperlukan untuk proses pematangan kelamin
pada wanita. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1),
dan estriol (E3). Perbandingan khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut
E2:E1:E3 adalah 10:5: 1. Potensi estradiol 12 kali potensi estron dan 8 kali
potensi estriol, sehingga estradiol dianggap sebagai estrogen utama. Estradiol
memainkan peranan penting dalam perkembangan lapisan dalam endometrium
(Cipta 2004). Estradiol ditemukan terikat dalam aliran darah dengan protein
pembawa (albumin 60%, globulin 38%, sisanya bebas dalam aliran darah).
Hormon ini bebas aktif dan mampu memasuki sel target (Gruber et al. 2002).
Gambar 3 Mekanisme kerja estradiol (Bader 2008)
Pemberian estradiol jangka pendek dan panjang dapat meningkatkan aliran
darah perifer. Secara eksperimental, terbukti pemberian estradiol jangka pendek
menunjukkan peningkatan aliran darah pada vascular bed. Penelitian lain
5
menunjukkan terdapat efek vasodilatasi pada aorta yang diberi estradiol. Estradiol
juga mempunyai efek menurunkan kontraktilitas otot polos aorta dengan
menurunkan densitas reseptor adrenergik-a1D di otot polos aorta (Nurdiana 2008).
Estradiol selain berperan dalam sistem reproduksi dan sistem sirkulasi,
berperan juga dalam pertumbuhan tulang. Estradiol dibutuhkan untuk membantu
pertumbuhan tulang dan menjaga kesehatan tulang dan sendi. Wanita menopause
yang mengalami defisiensi kadar estradiol akan lebih cepat kehilangan masa
tulang. Rendahnya kadar hormon ini juga dapat menyebabkan osteopenia dan
osteoporosis (Gruber et al. 2002).
Insulin-like growth factor I (IGF-I)
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-I), biasa disebut juga somatomedin C,
adalah protein pada manusia yang dikodekan oleh gen IGF. IGF-I adalah hormon
yang memiliki struktur molekul yang sama dengan insulin. Hormon ini berfungsi
sebagai perantara terhadap hormon pertumbuhan, memicu pengambilan asam
amino, sintesis protein, dan utilisasi penggunaan glukosa terutama dalam proses
pertumbuhan dan regulasi fungsi anabolik pada orang dewasa (Ronny 2013). IGFI terdiri dari 70 asam amino dalam rantai tunggal dengan tiga jembatan disulfida
intramolekul. Produksi hormon ini sebagian besar di hati sebagai hormon
endokrin (sistemik), namun juga diproduksi lokal secara parakrin atau autokrin.
Faktor yang merangsang sekresi IGF-I adalah Growth Hormone (GH). IGF-I
kemudian diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan hampir semua sel dalam
tubuh, seperti otot, tulang rawan, tulang, hati, dan ginjal (Ronny 2013).
Gambar 4 Mekanisme kerja IGF-I (Renehan et al. 2006)
Insulin-like growth factor I (IGF-I) yang merupakan susunan dalam sebuah
polipeptida yang memiliki peranan besar dalam meningkatkan dan memajukan
pertumbuhan tubuh ketika masa kanak-kanak dan tetap memiliki efek anabolik
pada orang dewasa. Mediasi protein anabolik dan pertumbuhan linear
mempromosikan efek hipofisis Growth Hormone (GH). GH memiliki efek
6
merangsang pertumbuhan independen GH, yang berkaitan dengan sel-sel tulang
rawan adalah mungkin dioptimalkan oleh aksi sinergis dengan GH (Laron 2001).
Hormon pertumbuhan (growth hormon, GH) bekerja secara langsung dan tidak
langsung terhadap osteoblas untuk meningkatkan remodelling tulang dan
pertumbuhan tulang endokondral. Defisiensi GH akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang. Efek GH langsung pada tulang adalah melalui interaksi
dengan reseptor GH pada permukaan osteoblas, sedangkan efek tidak
langsungnya melalui produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-I). IGF
merupakan growth hormone-dependent polypeptides. IGF-I memegang peranan
penting pada formasi tulang dan juga berperan mempertahankan massa tulang.
Berbagai faktor sistemik dan lokal turut berperan mengatur sintesis IGF-I oleh
osteoblast, antara lain estrogen, paratiroid hormon (PTH), prostaglandin E2
(PGE2) dan bone morphogenetic proteins-2 (BMP-2), sedangkan platelet-derived
growth factor (PDGF) dan glukokortikoid menghambat ekspresi IGF-I dan 1α,25dihydroxyvitamin D3 [1,25 (OH)2D3], transforming growth factor beta (TGFβ)
dan fibroblast growth factor-2 (FGF-2) memiliki efek stimulator dan inhibitor
ekspresi IGF-I. Di dalam sirkulasi, IGF akan terikat pada IGF binding proteins
(IGFBPs) (Setiyohadi 2007).
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2014 di Unit
Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Bedah Divisi Bedah
dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kandang lipat, spuit 1 ml,
spuit 3 ml, kassa, kapas, plester, 1 set alat bedah minor, timbangan, duk, kirschner
wire, bor, gergaji khusus tulang, masker, sarung tangan, topi penutup kepala,
mesin x-ray (Collimax® model R-120H, Collimax Corporation), film x-ray
(Carestream®, Rayo (Xiamen) Medical Products Company), stik kayu, alat
penyemprot desinfektan, pencukur rambut, box kelinci, gelang identitas kelinci,
dan spidol. Bahan yang digunakan adalah kelinci New Zealand White (jantan),
insulin-like growth factor I (IGF-I) 1% , estradiol 3%, water for injection, alkohol
70%, Iodine Providone 10% (OneMed), framisetin sulfat (Softlatule®),
enrofloksasin (Roxine®, Sanbe Farma), ivermectine (Ivomec®, Merck), xylazine
HCl (Ilium Xylazil®, Troy Laboratories), ketamine HCl (Ketamil®, Troy
Laboratories), ketoprofen (Ketoprofen®, Hexpharm Jaya), pakan (pelet) dan
desinfektan. Penggunaan kelinci pada penelitian ini telah disetujui oleh komisi
etik hewan IPB dengan nomor 15-2013.
7
Gambar 5 (A) Hewan model kelinci New Zealand White (B) mesin x-ray portable
Tahap Persiapan
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci New Zealand
White berjenis kelamin jantan, umur enam bulan dengan bobot badan 3-3.5 kg.
Kelinci yang telah disiapkan kemudian diperiksa kondisi kesehatannya. Setelah
itu, kelinci diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di dalam kandang
individual, diberi pakan yang cukup, dan diberi minum ad libitum. Selama proses
aklimatisasi, kelinci diberikan antibiotik enrofloksasin (5 mg/kg BB) secara
intramuskular (IM) sehari satu kali selama tiga hari, anti ektoparasit ivermectine
(0,3 mg/kg BB) secara subkutan (SC) sehari satu kali selama tiga hari, dan anti
endoparasit albendazole (15 mg/kg BB) secara PO sehari satu kali selama tiga hari
supaya terjaga kesehatannya dan dapat digunakan untuk penelitian. Kelinci dibagi
kedalam dua kelompok, yaitu kelompok A (perlakuan kombinasi estradiol dan
IGF-I) dan kelompok B (kontrol).
Tahap Pelaksanaan
Operasi dilakukan setelah proses aklimatisasi selesai, yaitu pada H0 pada
kedua kelompok perlakuan. Kelinci dianestesi terlebih dahulu dengan kombinasi
xylazine HCl (5 mg/kg BB) dan ketamine HCl (40 mg/kg BB) yang diberikan
secara intramuskular sebelum dioperasi. Tungkai belakang kanan dicukur,
dibersihkan, dan didesinfeksi dengan antiseptik (alkohol 70% dan iodine tincture).
Insisi dilakukan pada posteriolateral tungkai atas, kemudian diseksi untuk
mencapai os tibia. Os tibia dipatahkan pada bagian tengah, kemudian dilakukan
stripping periosteum sejauh 0.5 cm dari garis tibia. Fraktur direposisi, lalu
difiksasi dengan Kirschner wire intramedular ukuran 1.8. Luka kemudian dijahit
dengan PDS 6.0. Setelah penjahitan selesai kemudian luka tersebut diberi iodine,
kemudian dibalut menggunakan framisetin sulfat, kapas dan kain kasa yang
difiksir oleh stik es supaya kaki yang dioperasi konstan, kemudian kelinci
dikembalikan ke kandang.
8
Gambar 6 Ringkasan alur penelitian
Gambar 7 Proses operasi
Perlakuan Post Operasi
Setelah operasi selesai, kelinci diberi Ketoprofen (2 mg/kg BB) (IM)
digunakan sebagai analgesik dan enrofloksasin (5 mg/kg BB) (IM) sebagai
antibiotik, masing-masing diberikan sehari satu kali selama tiga hari. Monitoring
tanda-tanda vital dan inflamasi pada daerah intervensi dilakukan secara teratur.
Kelinci kelompok A diinjeksi dengan kombinasi estradiol (3%) sebanyak 0.4 ml
(SC) dan IGF-I (1%) sebanyak 1 ml (IM) sebagai perlakuan, sedangkan kelinci
kelompok B diinjeksi dengan water for injection sebanyak 1 ml (IM) sebagai
kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan setiap tiga hari satu kali selama
empat puluh dua hari. Kelinci disimpan pada kandang individu serta diberi makan
pelet dan minum setiap 2 kali sehari, selain itu juga dilihat persembuhannya
apakah terdapat pus atau tidak. Apabila terdapat pus maka pus tersebut
dikeluarkan sehingga proses persembuhan tidak terhambat.
Pengambilan Radiograf
Pengambilan radiograf os tibia kelinci dilakukan dengan pengaturan focal
film distance (FFD) 100 cm atau 40 inci, 56 kVp dan 0.8 mAs. Digunakan 2 arah
9
pandang berbeda, yaitu ventrodorsal (VD) dan mediolateral (ML). Radiograf os
tibia kelinci diambil setelah operasi, yaitu pada H+14, H+28, dan H+42.
Proses Pengambilan Data
Nilai densitas radiografi didapat dengan menggunakan perangkat lunak
ImageJ®. Sebelum melakukan perhitungan densitas dan luas, radiograf terlebih
dahulu dipindai dengan Canon® Pixma MP258. Setelah itu, hasil pemindaian
diedit menggunakan perangkat lunak Adobe® Photoshop CS3 untuk menghasilkan
gambar hitam-putih. Nilai densitas radiografi diwakili oleh nilai rataan histogram,
karena nilai rataan histogram selaras dengan nilai densitas radiografi, yaitu
semakin besar nilai histogram suatu area, maka semakin besar pula nilai densitas
radiografinya. Selanjutnya, histogram lesio perlakuan atau kontrol dibandingkan
dengan histogram korteksnya. Hasil perbandingan tersebut mewakili rasio
densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol.
Rasio densitas radiografi = Histogram perlakuan/ kontrol
Histogram korteks
Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini digunakan 5 parameter pengamatan yaitu:
1. Skoring persembuhan fraktur
Skoring persembuhan fraktur didapat dengan cara mengevaluasi
hasil radiografi. Menurut Patel et al. (2014) penilaian persembuhan pada
fraktur dibagi menjadi empat kategori skoring yaitu skor 0 dimana fracture
line terlihat tanpa pertumbuhan kalus, skor 1 kalus sudah terbentuk tapi
fracture line masih terlihat, skor 2 fracture line tidak terlihat lagi karena
sudah tertutupi oleh kalus, dan skor 3 fracture line dan kalus tidak terlihat
lagi.
Gambar 8 Skoring persembuhan fraktur (A) skor 0 (B) skor 1 (C) skor 2
(D) skor 3
2. Rasio densitas kalus
Rasio densitas kalus didapat dari rataan densitas kalus dibagi dengan
rataan densitas korteks tulang yang sama dengan jarak 1-2 cm dari fraktur.
10
Parameter ini diambil untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan sel tulang
atau kalus.
Rasio densitas kalus = Rataan densitas kalus
Rataan densitas korteks
Gambar 9 Pengambilan data rasio densitas kalus ( ) titik pengambilan
data densitas kalus ( ) titik pengambilan data densitas korteks.
3. Rasio densitas korteks lesio
Rasio densitas korteks didapat dengan cara rataan densitas korteks
yang dekat dengan fraktur (korteks 1) dibagi dengan rataan densitas
korteks tulang yang sama dengan jarak 1-2 cm dari fraktur (korteks 2).
Parameter ini diambil untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
korteks terhadap persembuhan fraktur.
Rasio densitas korteks = Rataan densitas korteks 1
Rataan densitas korteks 2
Gambar 10 Pengambilan data rasio densitas korteks lesio ( ) titik
pengambilan data densitas korteks lesio ( ) titik pengambilan data
densitas korteks normal.
11
4. Rasio densitas otot lesio
Rasio densitas otot didapat dari rataan densitas otot yang dekat
dengan fraktur (otot 1) dibagi dengan rataan densitas otot yang sama
dengan jarak 2-3 cm dari fraktur (otot 2). Parameter ini diambil untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada otot terhadap persembuhan
fraktur.
Rasio densitas otot = Rataan densitas otot 1
Rataan densitas otot 2
Gambar 11 Pengambilan data rasio densitas otot lesio ( ) titik
pengambilan data densitas otot lesio ( ) titik pengambilan data densitas
otot normal.
5. Luas kalus
Luas kalus didapat dengan cara mengukur luas kalus. Parameter ini
diambil untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan kalus, selain itu juga
sebagai parameter waktu persembuhan fraktur.
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan sebagai rataan ± simpangan baku. Data
diolah menggunakan microsoft excel 2010 dilanjutkan dengan aplikasi SPSS 16.0
dengan metode One-Way Analyze of variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Skoring fraktur
Berdasarkan hasil yang didapat pada minggu kedua dan keempat baik
perlakuan maupun kontrol memiliki skor 1. Minggu keenam perlakuan memiliki
skor 2, sedangkan pada kontrol memiliki skor 1.33. Berdasarkan hasil yang
12
disajikan pada Tabel 1, pertumbuhan kalus pada kontrol lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan.
Tabel 1 Skoring fraktur radiografi pada kelinci
Minggu ke-
Kelinci
Perlakuan
2
4
6
1
1
2
1
Kontrol
Keterangan : Skor 0: fracture line (√); kalus (−)
Skor 1: fracture line (√); kalus (√)
1
1.33
Skor 2: fracture line (−); kalus (√)
Skor 3: fracture line (−); kalus (−)
Rasio densitas kalus
Rasio densitas radiografi kalus mediolateral pada minggu kedua, keempat,
dan keenam baik perlakuan maupun kontrol berbeda nyata (p