Identifikasi dan Karakterisasi Fungi Endofit dari Akar Shorea leprosula Miq. dan Shorea selanica (DC) Blume.

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI FUNGI ENDOFIT
DARI AKAR Shorea leprosula Miq. DAN Shorea selanica (DC)
Blume.

SAFINAH SURYA HAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Identifikasi dan
Karakterisasi Fungi Endofit dari Akar Shorea leprosula Miq. dan Shorea selanica
(DC) Blume. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Safinah Surya Hakim
NRP E451110121

i

RINGKASAN
SAFINAH S HAKIM. Identifikasi dan Karakterisasi Fungi Endofit dari Akar
Shorea leprosula Miq. dan Shorea selanica (DC) Blume. Dibimbing oleh SRI
WILARSO BUDI dan MAMAN TURJAMAN.
Fungi endofit adalah fungi yang hidup di dalam tanaman inang tanpa
menimbulkan gejala penyakit, serta memiliki ikatan yang kuat dengan tanaman
dan memberikan beberapa manfaat bagi tanaman antara lain meningkatkan

pertumbuhan tanaman, menekan hama dan penyakit, serta memproduksi metabolit
sekunder. Penelitian tentang fungi endofit masih sangat minim dilakukan pada
tanaman kehutanan Indonesia termasuk pada jenis-jenis tanaman Dipterokarpa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi fungi endofit akar pada akar jenis
Dipterokarpa yakni S. leprosula dan S. selanica, menguji kemampuan fungi
endofit untuk melarutkan fosfat secara in vitro dan menguji antagonisme fungi
endofit tersebut terhadap patogen Fusarium sp.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, pengambilan
sampel anakan S. leprosula dan S. selanica yang terletak di hutan penelitian
Dramaga. Kedua, sterilisasi permukaan dan inkubasi hingga diperoleh isolat
tunggal. Ketiga, identifikasi secara morfologis dan molekular. Keempat, uji in
vitro kemampuan fungi endofit dalam melarutkan fosfat uji dan antagonisme
fungi endofit dalam melawan patogen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungi endofit berhasil diisolasi dari
akar anakan S. leprosula dan S. selanica dengan persentasi kolonisasi
masing-masing 5.8 % dan 7.1%. Identifikasi dengan menggunakan primer ITS1
dan ITS4 menunjukkan fungi endofit yang diisolasi adalah jenis Trichoderma
spirale, Velsaceae sp., Melanconiella ellisii, Chaetospaheria callimorpha, dan
Trichoderma asperellum. Uji in vitro kemampuan fungi endofit dalam melarutkan
fosfat dilakukan dengan media Pikovskaya (PVK) menunjukkan bahwa fungi

endofit T. spirale dan M. elisii memiliki potensi dalam melarutkan fosfat yang
diidentifikasi dengan produksi zona bening pada media. Uji antagonisme juga
menunjukkan bahwa fungi endofit T. spirale dan T. asperellum memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen Fusarium sp. sebesar
65% dan 100%.
Kata kunci: dipterokarpa, endofit, Fusarium sp., identifikasi, mikroorganisme
pelarut fosfat

ii

SUMMARY
SAFINAH S HAKIM. Identification and Characterization of Fungal Endophyte
from Root of Shorea leprosula Miq. and Shorea selanica (DC) Blume. Supervised
by SRI WILARSO BUDI and MAMAN TURJAMAN.
Fungal endophytes are fungi that lives within plant tissues without causing
apparent disease and it also suggested that fungal endophytes has ability to
enhance plant growth, enhance plant resistancy against pest and disease and also
producing various secondary metabolic. There are lack researches in fungal
endophytes in forest plant including dipterocarp species. Therefore, this research
is preliminary study of fungal endophytes in dipterocarps species. This study aims

to isolate fungal endophytes from root of S. leprosula. and S. selanica (DC)
Blume. Furthermore, we try to find out the fungal potential ability to solubilize
phosphate and suppress pathogen by in vitro assay.
This research was carried out with some following steps. First, sample
collection of seedling (height 20-50 cm) of S. leprosula and S. selanica in
Dramaga experimental forest. Second, root surface sterilization, isolation and
incubation until we obtained single culture fungi. Third, identification by
morphology and molecular method. Fourth, in vitro assay to measuring fungal
ability to solubilize phosphate and suppresses pathogen fungi.
Result of this study shown that endophyte fungi can be found in root of S.
leprosula and S. selanica with colonization percentage 5.8% and 7.1%,
respectively. Trichoderma spirale, Velsaceae sp., Melanconiella ellisii,
Chaetospaheria callimorpha, dan Trichoderma asperellum were identified with
primer ITS1 and ITS4. In vitro assay also shown that fungal endophytes T.
spirale and M. elisii has ability to produce clear zone on Pikovskaya Media. Dual
inoculation of fungal endophytes T. spirale and T. asperellum pathogen with
Fusarium sp., also reveal that fungal endophytes can suppressed fungal growth
65% and 100%.
Key words: dipterocarp, endophyte, Fusarium sp., identification,
solubilizing microorganism


phoshate

iii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

iv

i

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI FUNGI ENDOFIT

DARI AKAR Shorea leprosula Miq. DAN Shorea selanica (DC)
Blume.

SAFINAH SURYA HAKIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS


iii

Judul Tesis : Identifikasi dan Karakterisasi Fungi Endofit dari Akar Shorea
leprosula Miq. dan Shorea selanica (DC) Blume.
Nama
: Safinah Surya Hakim
NIM
: E451110121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi, MS
Ketua

Dr Ir Maman Turjaman, DEA
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Silvikultur Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 5 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

iv

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah
Identifikasi dan Karakterisasi Fungi Endofit dari Akar Shorea leprosula Miq. dan
Shorea selanica (DC) Blume.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Sri Wilarso Budi, MS dan Dr
Maman Turjaman, DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran
dan masukan dalam pengerjaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Konservasi dan Rehabilitasi, Balitbang
Kehutananan Bogor dan juga Tanoto Foundation yang memberikan bantuan teknis
dan finansial pada penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada suami, keluarga serta rekan-rekan
Silvikultur Tropika 2011.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Safinah Surya Hakim

vi


vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis


1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Dipterocarpaceae
Fungi Endofit

3
3
5

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian

9
9
9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Fungi Endofit Akar
Identifikasi Fungi
Analisis Filogenetik Fungi
Uji Kemampuan Fungi Endofit dalam Melarutkan Fosfat In-vitro
Uji Antagonisme Fungi Endofit terhadap Patogen In-vitro

13
13
14
17
19
20

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

31

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Klasifikasi fungi endofit
Perbandingan antara endofit, mikoriza, dan parasit
Komposisi media PVK
Hasil isolasi fungi endofit
Morfologi isolat fungi endofit dari akar S. leprosula dan S. selanica
Identifikasi isolat fungi endofit asal akar S. leprosula dan S. selanica
Data pertumbuhan miselia dan produksi zona bening oleh fungi
endofit yang diisolasi dari S. leprosula dan S. selanica pada media
PVK agar selama 3 hari
8 Hasil uji antagonisme fungi endofit dengan patogen Fusarium sp.
pada hari ke-3 dan ke-7 setalah inokulasi

6
7
12
15
16
18

21
24

DAFTAR GAMBAR
1 Tajuk dan daun S. leprosula (a dan b) serta Tajuk dan daun S. selanica
(c dan d)
2 Balance antagonism antara endofit dan tanaman inang
3 Skema potensi kontribusi fungi endofit akar terhadap tanaman inang
dalam interaksi simbiosis mutualiasme
4 Alat dan bahan yang digunakan untuk sterilisasi permukaan
5 Ilustrasi uji antagonisme fungi endofit dengan patogen Fusarium sp.
6 Hifa fungi endofit yang muncul dari ujung segmen akar yang telah
disterlisasi
7 Hasil elektroforesis (1 : Trichoderma spirale; 2: Velsalceae sp.; 3:
Melanconiela ellisii; 4: Chaetosphaeria callimorpha; 5 : Trichoderma
asperellum)
8 Identifikasi isolat fungi endofit asal akar S. leprosula dan S. selanica
9 Pohon filogenetik dari fungi endofit yang diisolasi dari akar S.
leprosula dan S. selanica
10 Zona bening pada media PVK Agar
11 Uji antagonisme antara fungi endofit T. spirale dan T. asperellum
dengan fungi pathogen Fusarium sp. Pada hari ke-3 dan ke-7
12 Mekanisme penghambatan fungi patogen oleh Trichoderma sp.

4
7
8
10
12
13

15
16
18
22
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh penggunaan software untuk analisis molekular
2 Data pengamatan uji kemampuan melarutkan fosfat

28
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara alami, hampir 90% tanaman berinteraksi dengan mikroorganisme
tanah (Das dan Varma 2009). Berdasarkan hasil berbagai penelitian, interaksi
antara tanaman dan mikroorganisme tanah memberikan beberapa keuntungan
pada tanaman antara lain meningkatkan kemampuan penyerapan unsur hara
tanaman, meningkatkan biomassa tanaman, meningkatkan kemampuan tanaman
di kondisi cekaman, dan lain-lain (Hrynkiewicz dan Baum 2011; Bonkowski et al.
2000).
Pada tanaman kehutanan Indonesia, penelitian tentang interaksi tanaman dan
mikroorganisme tanah telah banyak dilakukan, terutama tentang mikoriza
(Santoso et al. 2006). Saat ini, aplikasi mikoriza di skala industrial juga telah
diaplikasikan sebagai bio-fertilizer di kawasan hutan tanaman Industri. Lain
halnya dengan mikoriza, interaksi antara fungi endofit dengan tanaman kehutanan
Indonesia belum banyak dieksplorasi.
Fungi endofit adalah fungi yang hidup di dalam tanaman inang tanpa
menimbulkan gejala penyakit serta memiliki ikatan yang kuat dengan tanaman
dan menunjukkan efek terhadap fungsional tanaman serta kemampuan hidup
tanaman (Bayman 2007). Fungi endofit pada akar sangat berlimpah (Schulz dan
Boyle 2006), dan memberikan berbagai pengaruh terhadap tanaman antara lain
menghasilkan metabolit sekunder yang secara in vitro berfungsi sebagai
antibakteri, bio-fungisida, dan kandungan herbal yang bermanfaat bagi kesehatan
meningkatkan pertumbuhan tanaman, menekan penyakit pada tanaman, dan
meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap toleransi kondisi stress
lingkungan (Schulz 2006).
Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili pohon yang sangat terkenal di
kawasan tropis. Jenis-jenis Dipterokarpa memegang peranan penting dalam
perdagangan kayu dunia dan juga memainkan peran penting dalam perekonomian
beberapa negara di kawasan Asia Tenggara (Appanah dan Turnbull 1998).
Kontribusi tinggi jenis-jenis pohon Dipterokarpa ini terhadap perekonomian
berdampak pada kelestarian jenis ini di alam. Permintaan yang tinggi akan jenis
ini di pasaran perdagangan kayu dunia menyebabkan eksploitasi berlebihan pada
jenis ini (Lee 2000). Terancamnya keberlangsungan pohon jenis-jenis
Dipterokarpa tidak hanya mengancam keberlangsungan spesies ini sendiri, tetapi
juga mengancam seluruh ekosistem yang terdapat di hutan tersebut karena
pohon-pohon jenis Dipterokarpa berperan sebagai habitat dan sumber pakan bagi
satwa liar yang hidup di hutan. Kondisi jenis-jenis Dipterokarpa yang terdegradasi
mendorong studi yang berhubungan dengan upaya penanaman kembali dan teknik
silvikulturnya yang juga mendorong dilakukannya studi akan hubungan jenis ini
dengan berbagai jenis fungi.
Dari berbagai hasil penelitian, diketahui pohon jenis-jenis Dipterokarpa
banyak bersimbiosis dengan mikoriza, terutama tipe ektomikoriza (Lee 1998).
Selain interaksi phon jenis ini dengan fungi ektomikoriza, diketahui juga interaksi
antara dengan Plant Growth Promoting Bacteria (Sitepu et al. 2007). Interaksi
antara pohon jenis-jenis Dipterokarpa dengan fungi endofit masih sangat minim

2

diteliti. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong dilakukannya penelitian ini.
Selain bertujuan untuk mengeksplorasi lebih keanekaragaman fungi yang terdapat
di hutan tropis, penelitian ini juga diharapkan dapat mendukung upaya
pemanfaatan teknologi mikrobiologi dalam upaya melestarikan jenis-jenis pohon
Dipterokarpa.
Perumusan Masalah
Secara alami, tanaman berinteraksi dengan mikroorganisme tanah antara lain
dengan endofit. Berbagai hasil penelitian, interaksi endofit dengan inang
memberikan manfaat terhadap tanaman inang antara lain meningkatkan
pertumbuhan tanaman inang. Interaksi antara endofit dengan tanaman inang
sangat luas, dari yang sangat spesifik hingga yang sifatnya umum. Endofit pada
satu spesies yang berbeda lokasi bisa saja berebeda, dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan terutama curah hujan yang mempengaruhi persentase infeksi serta
struktur komunitas. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab
beberapa pertanyaan berikut:
1. Adakah fungi endofit akar yang bersimbiosis dengan S. leprosula dan S.
selanica ?
2. Bagaimana kemampuan fungi endofit tersebut dalam melarutkan fosfat secara
in vitro?
3. Bagaimana kemampuan fungi endofit tersebut dalam melawan patogen secara
in vitro?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengisolasi dan identifikasi fungi endofit akar pada tanaman S. leprosula dan S.
selanica
2. Mengkaji kemampuan fungi endofit akar untuk melarutkan fosfat secara in
vitro
3. Mengkaji kemampuan fungi endofit akar untuk melawan patogen secara in
vitro
Hipotesis
1. Terdapat fungi endofit akar yang bersimbiosis dengan S.leprosula dan S.
selanica
2. Fungi endofit yang diisolasi dapat meningkatkan melarutkan fosfat secara in
vitro
3. Fungi endofit yang diisolasi dapat melawan patogen secara in vitro

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dipterocarpaceae
Diterocarpaceae merupakan nama famili dari kurang lebih 500 spesies pohon
di hutan hujan tropis. Dipterocarpus berasal dari bahasa Yunan yakni “Di” yang
berarti dua, “pteron” yang berarti sayap dan “Karpos” yang bermakna buah. Oleh
karena itu, dapat diartikan Dipterocarpus berarti buah yang memiliki dua sayap.
Famili dipterocarpaceae memiliki beberapa kelompok genus antara lain Shorea
(196 spesies), Hopea (104 spesies), Dipterocarpus (70 spesies), dan Vatica (65
spesies) (Appanah dan Turnbull 1998). Keanekaragaman pohon famili
Dipterocarpaceae terdapat di Kalimantan. Pesebaran pohon famili
Dipterocarpaceae adalah di wilayah India, Indochina, India, dan Malaysia.
Pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae merupakan jenis yang penting dalam
perdagangan kayu dunia. Eksploitasi yang tinggi menyebabkan pohon dari famili
Dipterocarpaceae kini berstatus langka (endangered). Di Indonesia sendiri, pohon
jenis Dipterokarpa tersebar dengan tidak merata dengan jumlah keanekaragaman
semakin kecil ke arah timur.
Pada umumnya, jenis-jenis Dipterokarpa dapat dijumpai pada daerah tropis
basah dengan curah hujan lebih dari 1000 mm pertahunnya atau daerah dengan
musim kering kurang dari 6 bulan. Pohon ini juga tumbuh optimal pada
ketinggian kurang dari 1500 m dpl. (Appanah dan Turnbull 1998).
Deskripsi Botani
Pohon S. leprosula Miq. mudah dikenali karena tajuknya yang berwarna
merah tembaga, dan daunnya yang berwarna kuning kecoklatan di bagian
bawahnya. Tinggi pohon bisa mencapai 60 m dan diameter sekitar 175 cm serta
banirnya bisa mencapai tinggi 1.5 m yang menyebar serta berbentuk konkaf.
Tajuk pohon menyerupai payung dengan cabang horizontal. Kulit kayu berwarna
abu-abu terang hingga gelap (Lee 2000). Daun lonjong sampai bulat telur, panjang
8-14 cm, lebar 3.5-4.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim,
tangkai utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada pohon muda, sedang
urat daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat,
helai mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam
(Joker 2002). Buah S. leprosula berbentuk bulat telur, berukuran 12-14 x 7-9 mm,
berbulu, bersayap lima, tiga sayapnya besar dan dua sayap lainnya kecil.
S. selanica memiliki tinggi hingga 60 m, memiliki tajuk yang sedang hingga
rapat berwarna kuning pucat jika dilihat dari bawah, tajuk simetris, percabangan
melingkar, dan cenderung simetris. Batang utama lurus dengan diameter bisa
mencapai 100 cm serta memiliki tinggi bebas cabang yang bisa mencapai 40 m. S.
selanica memiliki banir yang besar. Kulit kayu beralur, berwarna keabuan hingga
coklat tua. Daun tersusun alternate, memiliki petiole serta buku daun yang
relative pendek (Rudjiman dan Adriyanti 2002). Hampir sama dengan jenis di atas,
S. selanica buahnya memiliki lima sayap dengan 3 sayap panjang dan dua sayap
yang lebih pendek dengan ukuran buah sekitar 12-20x4-8 cm.

4

Gambar 1 Tajuk dan daun S. leprosula (a dan b) serta Tajuk dan daun S. selanica
(c dan d) (sumber : Rudjiman dan Adriyanti 2002).
Reproduksi
Pembungaan dan pembuahan pada jenis-jenis Shorea umumnya tidak tentu
yakni sekitar 3 hingga 10 tahun. Pada saat musim berbunga, pohon yang telah
mencapai usia dewasa akan menghasilkan bunga yang sangat banyak. Setelah
pembungaan yang umumnya dibantu penyerbukannya oleh serangga nocturnal,
buah akan jatuh setelah kurang lebih 14 minggu.
Kegunaan
Berdasarkan sifat fisis kayunya, Shorea sp. termasuk jenis kayu yang unggul.
Kerapatan kayu adalah sebesar 300-865 kg/m3 dan kadar kelembaban sebesar 15.
Kayu Shorea sp. termasuk jenis kayu dengan kelas awet III-V dan kelas kuat II-IV,
mudah dikerjakan, tidak mudah pecah dan mengkerut. Kayu ini umumnya
digunakan sebagai bahan baku kayu lapis, vinir, bahan bangunan, bahan
pembuatan kapal, alat musik, peti mati, dan peti pengepak. Pohon ini juga
menghasilkan resin yang disebut damar (Lee 2000).
Status konservasi
Tingginya nilai kayu S. leprosula dan S. selanica menyebabkan eksploitasi
besar-besaran. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature
and Natural Resources) S. leprosura berstatus endangered, sedangkan S. selanica

5

berstatus critically endangered. Upaya konservasi baik insitu maupun eksitu telah
diinisiasi sebagai upaya melestarikan jenis ini.
Fungi Endofit
Endofit berasal dari kata "endo" yang berarti di dalam dan "phyto" yang
berarti tanaman (Schulze dan Boyle 2006). Endofit juga disebutkan mengkoloni
jaringan internal inang dan tidak menyebabkan gejala apapun, yang jumlahnya
sangat berlimpah (Schulz et al. 2006). Terdapat dua kelompok endofit yang sudah
dikenal berdasarkan kedekatan evolusinya, taksonomi, tanaman inang, dan fungsi
ekologinya yang dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi fungi endofit (Rodriguez et al. 2006)
Clavipitaceous
Nonclavipitaceous
Kriteria
Class 1
Class 2
Class 2
Class 3
Kisaran Inang
Sempit
Luas
Luas
Luas
Lokasi jaringan
Tunas dan
Tunas, akar, Tunas
Akar
inang yang
rhizoma
rhizoma
terinfeksi
Transmisi
Vertikal dan
Vertikal dan Horizontal Horizontal
Horizontal
Horizontal
Manfaat
NHA*
NHA dan
NHA*
NHA*
HA*
*NHA : manfaat Nonhabitat-Adapted seperti toleransi terhadap kekeringan dan pertumbuhan
*HA : manfaat Habitat-Adapted yang merupakan tekanan pada habitat seperti pH, temperatur
dan silinitas

Fungi endofit dalam menginfeksi tanaman inang bisa menginfeksi melalui
stomata, dinding sel, atau luka pada jaringan tanaman (Bayman 2007). Endofit
pada tanaman kehutanan umumnya ditularkan secara horizontal. Pada beberapa
tanaman, endofit dapat diisolasi dari benih. Penyebaran endofit dapat melalui
udara, air, atau melalui hewan. Untuk berpropagasi dan menyebar pada inang
yang baru, fungi endofit pada umumnya bersporulasi pada permukaan inang, pada
jaringan yang telah mati, atau pada organ inang yang terbuka.
Pada beberapa literatur lama, disebutkan bahawa mikoriza merupakan bagian
dari fungi endofit, tetapi Brundrett (2006) menjelaskan perbedaan mikoriza dan
fungi endofit yang dirincikan pada Tabel 2.
Interaksi antara endofit dengan tanaman inang sangat luas, dari yang sangat
spesifik dan umum. Pada umumnya tanaman memiliki flora endofit yang sangat
beragam, dari jenis taxa dominan dan juga taxa yang sangat jarang ditemukan.
Beberapa taxa dominan umumnya dijumpai pada satu atau pada beberapa spesies
tanaman inang, dan interaksi seperti ini dapat diklasifikasikan sebagai
host-spesific endophyte. Saat komunitas endofit dari pohon yang berbeda pada
lokasi yang sama dibandingkan secara langsung umumnya akan berbeda. Pada
beberapa spesies pinus, komunitas endofit akan sama pada spesies yang
berdekatan (secara taxonomi) dibandingkan dengan spesies yang jauh
kekerabatannya. Untuk pohon di hutan tropis, sifat ini belum dapat dijelaskan
(Schulz dan Boyle 2006).

6

Tabel 2 Perbandingan antara endofit, mikoriza, dan parasit (Brundrett 2006)
Kriteria
Endofit
Mikoriza
Parasit
Morfologi
Hifa relatif belum
Hifa sudah
Hifa
terspesialisasi
terspesialisasi pada
terspesialisasi
organ tanaman
tertentu
Perkembangan

Tidak
tersinkronisasi

Tersinkronisasi

Umumnya
tersinkronisasi

Pengaruh pada
fungi

Sifat
ketergantungan
fungi pada inang
lemah hingga
sedang

Fungi bersifat
obligat untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
(VMA dan ECM)

Ketergantungan
fungi pada
tanaman
bersifat obligat
atau fakultatif

Pengaruh pada
tanaman

Menguntungkan
atau membahayakan
tetapi dalam kadar
yang rendah

Sangat
Membahayakan
menguntungkan atau tanaman (lemah
sedikit
atau kuat)
menguntungkan

Transfer nutrisi

Transfer pasif, fungi Terdapat transfer
bukan penyimpan
nutisi yang telah
nutrisi yang kuat
tersinkronisasi
dengan baik, fungi
merupakan
penyimpan nutrisi
yang baik

Transfer nutrisi
terjadi secara
aktif dan pasif,
fungi
merupakan
penyimpan
nutrisi (sink)
yang lemah
hingga kuat

Interaksi antara endofit dan tanaman tidak menyebabkan gejala penyakit
dimungkinkan karena hubungan antara endofit dan tanaman bersifat antagonisme
yang seimbang (balanced antagonism) antara tanaman inang dan endofit tersebut.
Endofit dan patogen berdasarkan hasil studi memiliki beberapa virulensi. Endofit
memproduksi exo-enzym yang diperlukan untuk menginfeksi dan mengkolonisasi
inang, sehingga endofit sebenarnya berpotensi sebagai patogen laten. Selain itu,
pada umumnya endofit juga memproduksi metabolit yang disebut phytotoxic.
Pada interaksi tanaman dan endofit, tanaman bereaksi seperti halnya pada saat
tanaman terinfeksi patogen yakni dengan memproduksi metabolit yang berfungsi
sebagai pertahanan serta beberapa respon pertahanan yang lain. Selama virulensi
dari endofit dan pertahanan tanaman seimbang, interaksi asymptomatic yang akan
muncul. Hipotesis balance antagonism dari interaksi antara endofit dengan
tanaman inang dijelaskan pada Gambar 2.

7

Gambar 2

Balance antagonism antara endofit dan tanaman inang (Schulz dan
Boyle 2006)

Spesifitas Fungi Endofit
Interaksi antara fungi endofit bersifat luas. Ada fungi endofit yang sangat
spesifik dan ada pula fungi endofit yang bersifat general dalam pemilihan
inangnya (Bayman 2007) . Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan spesies
endofit yang diisolasi dari tanaman yang berbeda pada sat lokasi yang sama.
Selain spesifitas di tingkat spesies, spesifitas endofit pada organ dan jaringan yang
berbeda juga diketahui. Jenis fungi endofit berbeda didapatkan dari satu jenis
tanaman pada bagian tanamna yang berbeda yakni pada akar, kulit pohon, dan
daun. Faktor lingkungan, selain mempengaruhi persentase fungi endofit juga
diketahui juga mempengaruhi spesifitas fungi endofit (Murali et al. 2007).
Manfaat fungi endofit bagi tanaman
Dalam interaksi dengan inangnya, berdasarkan banyak hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan mutualisme antara fungi endofit dengan tanaman.
Bagi tanaman inang, fungi endofit memberikan nutrisi yang konstan bagi tanaman
inang dan memberikan perlindungan stres biotik. Manfaat tersebut diperoleh dari
adanya metabolit sekunder, fitohormon, nutrisi, elicitin, dan formasi koloni yang
menguntungkan tanaman. Skema manfaat fungi endofit yang bisa diperoleh oleh
tanaman digambarkan melalui Gambar 3.

8

Gambar 3 Skema potensi kontribusi fungi endifit akar terhadap inang dalam
interaksi simbiosis mutualisme (Schulz 2006)
Beberapa penelitian tentang asosiasi tanaman dan fungi endofit menunjukkan
adanya peningkatan unsur hara dalam tanaman dibandingkan dengan tanaman
yang tidak diinokulasi dengan fungi endofit. Jumponen et al. (2001) dalam
risetnya membuktikan bahwa inokulasi fungi endofit terhadap European Alps
menunjukkan adanya peningkatan biomassa tanaman dan kadar phospor dalam
tanaman. Selain itu, Jumponnen et al. (2001) menunjukkan adanya peningakatan
penyerapan N dari tanah dan peningkatan biomassa pada jenis Pinus contorta.
Schulz et al. (2006) menyebutkan bahwa hampir 80% fungi endofit
memproduksi metabolit yang berfungsi sebagai bahan antibakteri, fungisida alami,
dan herbisida. Schulz et al. (1999), juga menduga bahwa metabolit sekunder
berperan dalam memberikan reaksi antagonis pada inang. Satu jenis fungi bisa
memproduksi beberapa jenis metabolit sekunder.

9

BAB III
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga Juli 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitan dan
Pengembangan Departemen Kehutanan, Gunung Batu Bogor. Pengambilan
sampel akar S. leprosula dan S. selanica dilakukan di Hutan Penelitian Dramaga.
Hutan penelitian Dramaga memiliki areal seluas 60 ha dan dibangun oleh
Balai Penyelidikan Kehutanan pada tahun 1956. Hutan Penelitian Dramaga
memiliki topograf yang relatif datar hingga bergelombang ringan dengan
ketinggian 244 m dpl. Curah hujan rata-rata adalah 3552 mm/tahun dari 187 hari
hujan. Temperatur maksimum rata-rata 30.1 derajat Celcius dan minimum
rata-rata 20.1 °C. Tanah di Hutan Penelitian Dramaga adalah latosol
kemerah-merahan dengan bahan induk tufvolkan intermedier dengan fisiografi
vulkan.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar dari anakan S.
leprosula dan S. selanica yang diambil dari Hutan Penelitian Dramaga.
Bahan
lain yang digunakan untuk analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah air
steril, ethyl alkohol, hidrogen peroksida, spirtus, parafilm, kertas saring, kertas
label, media Malt Agar.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Laminar Air Flow Cabinet,
mikroskop, autoklaf, timbangan analitik, hot plate dan stirer, oven, shaker,
inkubator, sentrifus, refrigerator, labu ukur, labu erlenmeyer, gelas piala, cawan
petri, bunsen, spatula, jarum inokulasi, pipet, pipet mikro, jarum suntik, botol film,
ependof, botol semprot, gunting, stopwatch, kamera digital.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel Akar dan Isolasi
Fungi diisolasi dari akar anakan S. leprosula dan S. selanica yang sehat
dengan tinggi anakan sekitar 30-50 cm. Anakan dengan seksama digali dari tanah,
dibungkus dengan tissue yang telah dibasahi, dan dimasukkan ke dalam plastik
untuk dilakukan proses selanjutnya, yakni isolasi.
Anakan kemudian di bawa ke laboratorium Mikrobiologi kehutanan,
Puslitbang Bogor dan selanjutnya dilakukan sterilisasi permukaan yang mengacu
pada metode yang digunakan oleh Ahlich dan Sieber (1996) dan telah
dimodifikasi untuk mendapatkan hasil maksimal (Hakim et al. 2014). Akar
dipotong dari batang anakan dan dicuci dengan air mengalir hingga seluruh tanah
yang menempel pada akar bersih. Setelah itu, akar dicuci dengan air steril dan
selanjutnya direndam dengan larutan Etanol 96 % (1 menit), H2O2 20% (3 menit),
dan etanol 96 % (0.5 menit) serta dibilas dnegan air steril selama 5 menit.
Semua cairan tersebut ditempatkan dalam gelas piala (Gambar 4). Akar yang
telah diberi perlakukan sterilisasi permukaan kemudian direndam di air steril
selama 5 menit, dan dipotong-potong menjadi segmen dengan panjang 0.5-1 cm.

10

Bagian segmen yang berdekatan dibuang untuk mendapatkan keragaman fungi
endofit yang lebih tinggi. Akar yang sudah dipotong dikeringkan. Proses
perendaman dan pemotongan ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow.
Segmen akar tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam media Malt Extract
Agar (MEA) 1 % yang merupakan media yang umum digunakan untuk isolasi
fungi endofit (Arnold 2001) dan diinkubasi selama 2-3 minggu, disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan fungi untuk mendapatkan isolat fungi. Pada
percobaan ini digunakan 120 segmen akar untuk S. leprosula dan 126 segmen
akar untuk S. selanica. Segmen akar yang menunjukkan kolonisasi dengan fungi
dipindahkan ke cawan petri lain sehingga diperoleh isolat murni. Selama proses
inkubasi, diamati pertumbuhan fungi, persentase kemunculan strain, dan
banyaknya segmen akar yang berkolonisasi dengan fungi endofit.

Gambar 4 Alat dan bahan yang digunakan untuk sterilisasi permukaan
Identifikasi Fungi
Fungi yang telah diisolasi diidentifikasi secara morfologi dan molekular.
Identifikasi morfologi dilakukan dengan mengukur dan mengamati laju
pertumbuhan serta warna fungi, pertumbuhan di atas media serta pengamatan di
bawah mikroskop. Spesies dengan morfologi yang berbeda selanjutnya diproses
lebih lanjut untuk analisis molekular.
Sebelum dilakukan ekstraksi DNA, fungi ditumbuhkan terlebih dahulu
selama 3-4 hari pada media cair Malt Extract 1%. Miselia yang tumbuh dipanen
dan digerus dengan mini-pestell sampai halus. Ekstraksi DNA genom fungi
dilakukan dengan Wizard Genomic (Promega, USA) sesuai dengan protokol yang
disarankan. Campuran PCR yang digunakan per reaksi (50µL) adalah 5 µL 5X Go
Taq Flexi buffer, 2 µL primer ITS1 (10µM), 2 µL primer ITS4 (10µM), 27.75 µL
milliQ steril dan 5 µL template hasil ekstraksi DNA. Siklus PCR yang digunakan
adalah sebagai berikut; denaturasi awal dilakukan pada suhu 94 ºC selama 5
menit, dilanjutkan dengan siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94 ºC selama 1
menit, annealing pada 55 ºC selama 1 menit, elongation pada 72 ºC selama 2
menit. Setelah 24 siklus, reaksi elongation lanjutan dilakukan pada suhu 72 ºC
selama 7 menit dan diakhiri pada suhu 4 ºC.

11

Visualisasi pita DNA dilakukan dengan elektroforesis gel pada 2% agarose
dalam TAE buffer pada 100V selama 32 menit. Produk PCR yang memunculkan
pita DNA kemudian disekuensing untuk dibaca urutan basa nitrogennya dengan
bantuan program FinchTV versi 14.0 dan program molbiol-tools.ca yang diakses
secara online. Urutan sekuen DNA yang didapatkan kemudian dicocokan dengan
database yang ada pada GeneBank dengan menggunakan program BLAST
Pohon
filogenetik
dibuat
dengan
(www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST).
membandingkan susunan basa pada data yang terdapat di Genebank dengan
menggunakan bantuan program ClustalX 1.83 dan MEGA 5.2.2.
Uji Kemampuan Fungi Melarutkan Fosfat
Isolat fungi yang berbentuk kepingan sebesar 0.6 cm ditumbuhkan
ditumbuhkan pada media Pikovskaya (PVK). Komposisi media untuk takaran satu
liter dijabarkan dalam Tabel 3 (Sharma et al. 2011). Untuk setiap isolat uji ini
dilakukan sebanyak tiga ulangan. Adanya zona bening pada media menunjukkan
kemampuan fungi dalam melarutkan fosfat. Pengamatan dilakukan dengan
mengukur zona bening secara radial yang tampak pada media.
Tabel 3 Komposisi Media PVK
Komposisi
Gram/L
Glukosa
10
Yeast Extract
0.5
(NH4)2SO4
0.5
Magnesium Sulfat (MgSO4.7H2O)
0.1
Kalsium Fosfat (Ca3(PO4)2)
5
NaCl
0.2
KCl
0.2
MnSO4.H2O
0.002
FeSO4.7H2O
0.002
Agar
15
Uji Patogenitas Fungi endofit terhadap Patogen Fusarium sp.
Uji patogenitas dilakukan untuk melihat daya hambat dari fungi endofit yang
diisolasi dari akar S. leprosula dan S. selanica terhadap fungi patogen Fusarium
sp. Isolat Fusarium diperoleh dari koleksi laboratorium penyakit hutan fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Uji antagonis dilakukan dengan metode
inokulasi ganda (dual inoculation) yakni dengan meletakkan dua isolat pada
cawan petri diameter 9 cm yang berisi media Potato Dextrose Agar (PDA).
Keping miselia berukuran 5x5 mm diletakkan pada bagian tengah media yang
sudah ditandai. Jarak antara fungi endofit dan fungi patogen adalah 3 cm (Gambar
5).

12

Gambar 5 Ilustrasi uji antagonis fungi endofit dengan patogen Fusarium sp.
Setiap perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Pengamatan dilakukan dari
hari ke-3 dan ke-7. Pengamatan dilakukan dengan mengamati daya hambat fungi
endofit terhadap miselia Fusarium sp. Daya hambat diukur dengan rumus yang
mengacu pada Sudantha et al. (2011) sebagai berikut :

P
r1
r2

: Persentase penghambatan
: Jari-jari miselia Fusarium sp. yang berlawanan dengan arah fungi
endofit
: Jari-jari miselia Fusarium sp. yang menuju ke arah cendawan antagonis

13

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Fungi Endofit Akar
Meranti merupakan tanaman kehutanan yang diketahui memiliki interaksi
yang kuat dengan mikoriza, terutama jenis ektomikoriza (Lee 1998). Penelitian
tentang endofit pada tanaman Dipterokarpa sudah dilakukan oleh Orachaipunlap
et al. (2009) dan Pragathi et al. (2013) pada daun. Pada akar, belum ditemukan
penelitian tentang asosiasi akar dengan fungi endofit. Studi tentang interaksi
tanaman Dipterokarpa dengan fungi selama ini banyak berfokus pada asosiasi
akar meranti dengan fungi ektomikoriza. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
menunjukkan bahwa selain berinteraksi dengan ektomikoriza, akar meranti juga
dapat berinterkasi dengan fungi endofit akar. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa fungi endofit jumlahnya sangat melimpah di alam (Schulz et
al. 2006).
Sterilisasi permukaan adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mengisolasi fungi endofit akar (Schulz et al. 1993 ; Bayman 2007; Silvani et al.
2008). Pada penelitian ini metode sterilisasi permukaan yang digunakan oleh
Achlich dan Sieber (1996) digunakan sebagai acuan dan dimodifikasi untuk
memperoleh hasil yang maksimal (Hakim et al. 2014). Alkohol berfungsi
sebagai larutan yang membasahi jaringan tanaman (Schulz et al. 1993). Hidrogen
peroksida (H2O2) merupakan larutan yang berfungsi untuk mengoksidasi
permukaan akar serta membunuh fungi maupun bakteri yang ada. Selanjutnya
digunakan lagi etanol dan air steril untuk menghilangkan sisa-sisa larutan yang
ada pada permukaan akar. Hidrogen peroksida dan etanol merupakan larutan yang
paling umum digunakan dalam sterilisasi permukaan. Namun, selain penggunaan
hidrogen peroksida, terdapat beberapa larutan yang lain yakni sodium hipoklorit
(Schulz et al. 1993; Silvani et al. 2008).

Gambar 6 Hifa fungi endofit yang muncul dari ujung segmen akar yang telah
disterlisasi
Adanya fungi endofit pada akar S. leprosula dan S. selanica ditunjukkan
dengan tumbuhnya fungi pada ujung segmen akar yang telah diberi perlakuan

14

sterilisasi permukaan (Gambar 6). Sebanyak 16 isolat fungi endofit akar berhasil
diisolasi dari akar S. leprosula dan S. selanica di hutan penelitian Dramaga,
masing-masing 7 isolat dan 9 isolat. Persentase kolonisasi yang muncul pada
segmen akar yang diinkubasi pada media MEA 1% menunjukkan persentase yang
relatif rendah yakni masing-masing 5.8% dan 7.1% (Tabel 4).

No
1
2
3

Tabel 4 Hasil Isolasi fungi endofit
Paramater
Asal Inang
S. leprosula
S. selanica
Jumlah segmen akar
120
126
Jumlah akar terkolonisasi
7
9
Persentase kolonisasi (%)
5.8
7.1

Persentase kolonisasi endofit pada tanaman kehutanan pada beberapa
penelitian cukup tinggi yakni sekitar 70-100% pada akar beberapa jenis tanaman
di daerah temperate (Achlich dan Sieber 1996), 59.3-75.5% pada daun tanaman
dipterokarpa (Orachaipunla et al. 2008), 48.5-65.6% pada tiga jenis pohon di
China (Sun et al. 2012), dan lebih dari 95% pada daun di hutan neotropical
(Arnold et al. 2001). Tingginya persentase kolonisasi dan keanekaragaman jenis
endofit tersebut dikaitkan dengan tingginya keanaekaragaman jenis tanaman yang
ada di hutan tropis (Arnold 2001). Namun asumsi tersebut tidak terus berlaku
dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini, persentase fungi endofit yang berhasil diisolasi dari akar S.
leprosula dan S. selanica relatif rendah yakni sebesar 5.8% dan 7.1%. Beberapa
asumsi rendahnya persentase infeksi endofit pada penelitian ini diduga disebabkan
kompetisi relung antara fungi endofit dengan fungi ektomikoriza yang umum
berasosiasi dengan berbagai jenis akar meranti. Kondisi ini diduga serupa dengan
hasil penelitian Soteras et al. (2013) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi
kolonisasi fungi endofit bersepta gelap, maka kolonisasi fungi mikoriza arbuskula
pada spesies Polyepis australis menurun dan hal ini diduga karena ada kompetisi
pada relung yang sama. Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tanaman yang terinfeksi ektomikoriza juga bisa terinfeksi oleh fungi endofit akar
(Wagg et al. 2008; Toju et al. 2013) serta berbegai relung. Namun, hubungan
kolonisasi ektomikoriza dan endofit belum diketahui.
Identifikasi Fungi
Berdasarkan pengamatan warna miselia dan pertumbuhan fungi di media
MEA 1%, diperoleh 5 morfospesies (Tabel 5). Gambar pertumbuhan fungi pada
media MA1% dapat dilihat pada Gambar 8. Isolat Fungi dengan kode SLA
memiliki pertumbuhan yang cepat; miselia berwarna kuning kehijauan, memiliki
aerial miselia dan sedikit berlendir. Isolat SLB merupakan isolat yang paling
banyak ditemui saat isolasi dengan ciri miselia berwarna putih yang sangat tipis di
atas media. Isolat SSC memiliki bentuk dan pertumbuhan yang mirip dengan SLB
yakni memiliki miselia putih dan tipis, setelah lebih dari sekitar lima hari bagian
tengah koloni fungi yang ada di tengah media kan berwarna kecoklatan. Isolat
SSD merupakan isolat yang paling gampang dibedakan dengan isolat yang lain
kerena memiliki warna yang jelas yakni coklat kehitaman, ujung koloni berbentuk

15

filiform, dan pertumbuhannya sangat lama. Isolat terakhir adalah Isolat SLE yang
memiliki pertumbuhan sangat cepat; miselia berwarna putih; dan memilki spora
berwarna hijau tua.
Tabel 5 Morfologi isolat fungi endofit dari akar S. leprosula dan S. selanica
No Isolat
Asal Inang
Karakter Fungi
1
SLA
S. leprosula
Miselia putih kehijauan, ada aerial
miselia
2
SLB
S. leprosula
Miselia putih seperti benang
3
SSC
S. selanica
Miselia putih kecoklatan
4
SSD
S. selanica
Miselia coklat kehitaman
5
SSE
S. selanica
Miselia putih dengan spora hijau
Setelah diperoleh morfospesies, tahapan lanjutan yang dilakukan adalah
identifikasi dengan analisis molekular. Deskripsi morfologi hanya dijabarkan
secara makroskopis sehingga untuk mengethaui jenis spesies relatif sulit. Oleh
karena itu, dilakukan identifikasi molekular untuk mengetahui hasil yang lebih
akurat.
Fungi yang telah diisolasi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS1
dan ITS4. Hasil PCR menunjukkan adanya pita DNA pada gel agarose 2%
panjang basa sekitar 450-550 bp (Gambar 7). Hasil sekuensing dianalisis
menggunakan software BLAST (Basic Alignment Searching Tools) dari NCBI
(Tabel 6). Contoh penggunaan software untuk analisis ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.

500 bp
600 bp

Gambar 7 Hasil elektroforesis fungi endofit dari akar S. leprosula dan S. selanica
dengan menggunakan ITS1 dan ITS4 (1 : Trichoderma spirale; 2 : Velsalceae sp.;
3: Melanconiela ellisii ; 4 : Chaetosphaeria callimorpha; 5 : Trichoderma
asperellum).

16

Gambar 8 Fungi endofit dari akar S. leprosula dan S. selanica
Terdapat lima isolat fungi yakni T. spirale, Valsaceae sp., M. elisii, C.
callimorpha, dan T. asperellum berhasil diidentifikasi pada penelitian ini. Seluruh
fungi yang berhasil diidentifikasi merupakan fungi anggota filum Asomycota.
Petrini (1991) menyebutkan bahwa mayoritas fungi endofit berasal dari fungi
Ascomycota. Fungi Ascomycota merupakan filum fungi yang terbesar diantara
filum fungi lainnya (Blackwell dan Spatafora 2004). Karakter utama dari fungi
Ascomycota adalah memiliki tempat spora yang mirip seperti kantong (sac-like
asci) dan miselianya memiliki septat (Alexopoulos 1961).
Tabel 6 Identifikasi isolat fungi endofit asal akar S. leprosula dan S. selanica
No Kode
Nama Spesies
Ordo
Identifikasi Accesion No
Isolat
(%)
1 SLA
Trichoderma
Hypocreales
100
KC581162.1
spirale
2 SLB
Velsalceae sp.
Diaporthales
89
AB334109.1
3 SSC
Melanconiela
Diaporthales
89
JQ926271.1
ellisii
4 SSD
Chaetosphaeria Chaetosphaeriales
86
AF178555.1
callimorpha
5 SSE
Trichoderma
Hypocreales
100
KF815050.1
asperellum
Orachaipunla et al. (2008) dalam penelitiannya berhasil mengisolasi
beberapa genus fungi dari daun jenis-jenis Dipterokarpa antara lain Phomopsis sp.,
Nigrospora sp., Fusarium sp., Pestalothiopsis sp. dan Xylaria sp. Sutjaritvoraku
(2010) juga melakukan isolasi pada daun tanaman Dipterokarpa dan berhasil
mengisolasi fungi genus Phyllosticta sp, Nodulisporium sp, dan Xylaria sp. Jika

17

hasil ini dibandingkan, maka diketahui tidak ada kemiripan genus dari fungi
endofit yang diisolasi di akar Shorea sp. dan daun pada jenis-jenis Dipterokarpa.
Perbedaan antara jenis fungi endofit akar dan daun diduga dipengaruhi
oleh dua hal. Pertama, perbedaan pola kolonisasi pada akar dan daun. Fungi
endofit daun memiliki pola kolonisasi intraselular dan terkolonisasi. Pada endofit
akar, pola kolonisasinya ekstensif dan bisa bersifat intraseluar maupun interselular.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh bentuk anatomi jaringan tanaman, jenis metabolit
yang dihasilkan oleh jaringan tanaman, dan suplai nutrisi yang tersedia (Schulz
dan Boyle 2005). Beberapa jenis spesies fungi endofit yang diisolasi pada organ
tanaman tertentu bisa diinokulasikan pada organ lain, tetapi juga ada fungi endofit
yang hanya spesifik pada akar saja (Mandyam dan Jumpponen 2005).
Spesifitas inang juga terlihat dari hasil identifikasi menunjukkan bahwa
pada tanaman S. leprosula dan S. selanica jenis isolat fungi yang didapatkan
berbeda. Hal ini diasumsikan sebagai sifat spesifitas fungi endofit yang memiliki
kecenderungan untuk menginfeksi inang tertentu. Asumsi ini sama dengan asumsi
yang dikemukakan oleh Schulz dan Boyle (2005) bahwa fungi endofit pada hutan
tropis bersifat spesifik terhadap inang tertentu. Sifat spesifik fungi endofit pada
tanaman dipengaruhi oleh kandungan zat metabolik yang dikandung oleh tanaman
(Bayman 2007). Namun, asumsi ini tidak dapat digeneralisasi karena terdapat pula
spesies endofit yang sifatnya tidak spesifik terhadap inang tertentu. Murali et al.
(2007) melalui penelitian menemukan bahwa pada dua jenis hutan yang berbeda
diketahui terdapat jenis-jenis fungi endofit daun yang bersifat umum pada
beberapa jenis spesies pohon di hutan tersebut.
Analisis Filogenetik Fungi
Analisis filogenetik menunjukkan hubungan antara 18 strain fungi yang
diambil dari GenBank dan juga isolat hasil sekuensing pada penelitian ini. Pohon
filogenetik mengindikasikan bahwa lima isolat yang berhasil diisolasi pada
penelitian ini terdiri dari tiga grup yakni kelompok fungi yakni grup I
(Diaporthales), Grup II (Hypocreales), dan grup III (Chaetosphaeriales) (Gambar
9). Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sieber
(2007) bahwa pada jenis-jenis tanaman Angiospermae, fungi endofit yang paling
umum dijumpai adalah jenis-jenis fungi Diaphortales, Sordariales, Xylariales, dan
Hypocreales.
Grup fungi I yakni fungi kelompok Diaporthales merupakan jenis fungi
yang memiliki peran yang sangat luas baik sebagai saprofit, patogen dan endofit
pada tanaman berkayu (Rossman et al. 2007). Beberapa penelitian lain juga
berhasil mengisolasi fungi ordo Diaporthales antara lain pada spesies tanaman
Quercus serrata. (Toju et al. 2013) dan jenis-jenis tanaman di habitat mangrove
(Souza Sebastianes et al. 2013). Data yang dirangkum oleh Sieber (2007) juga
menunjukkan bahwa mayoritas fungi endofit yang diisolasi pada tanaman
Angiospermae merupakan fungi ordo Diaporthales.

18

Gambar 9 Pohon filogenetik dari fungi endofit yang diisolasi dari akar S.
leprosula dan S. selanica
Pada penelitian ini diisolasi dua jenis fungi yang merupakan anggota ordo
Diaphorthales yakni Valsaceae sp. dan M. elissi. Dua jenis ini merupakan jenis
fungi endofit pada tanaman berkayu. Jenis M. elisii, selain diketahui berperan
sebagai fungi endofit pada jenis-jenis tanaman Betulaceae juga diketahui berperan
sebagai patogen yang lemah (Rossman et al. 2007).
Grup fungi II merupakan fungi kelompok ordo Hypocreales. Jenis fungi
hypocreales dicirikan dengan adanya konidia yang berwarna hijau dan dibagi
menjadi dua genus yakni Hypocrea dan Trichoderma (Chaverri et al. 2003). Dua
jenis fungi Hypocreales yang diisolasi pada penelitian ini adalah T. spirale dan T.
asperellum. Trichoderma sp. merupakan jenis fungi yang sudah banyak dipelajari.
Fungi ini bisa dijumpai pada lingkungan yang luas. Di dunia kehutanan Indonesia,
Trichoderma sp. sudah banyak diteliti antara lain sebagai pengendalian patogen
pada pinus, akasia, dan jati; dekomposer; dan biokontrol (Widyastusti 2007).
T. asperellum diduga merupakan jenis yang memiliki rentang habitat yang
luas karena bisa diisolasi dari jaringan tanaman serta lingkungannya.
Hoyos-Carvajal et al. (2009) berhasil mengisolasi T. asperellum di beberapa
kawasan neotropik pada berbagai habitat antara lain serasah, tanah di hutan hujan,
rizosfer pada berbagai jenis tanaman dan di tanah. Dari segi manfaat, diketahui T.
asperellum ini berpotensi sebagai biokontrol mencegah berkembangnya fungi
patogen pada buah mangga (Santos-Villalobos et al. 2013). Seperti halnya T.
asperellum, T. spirale juga memiliki kisaran habitat yang luas. T. spirale juga
diketahui bisa diisolasi pada tanaman Aquilaria sinensis (Li et al. 2012) dan pada
tanah hutan tropis di daerah Panama (Hoyos-Carvajal et al. 2009).

19

Selain dua grup fungi di atas, terdapat satu jenis fungi dengan karakteristik
mencolok karena memilki miselia hitam dengan pertumbuhan yang lambat yang
setelah diidentifikasi merupakan fungi C. callimorpha. Genus Chaetosphaeria
dicirikan dengan miselia berwarna gelap dan berseptat (Reblova dan Winka 2000).
Jenis-jenis Chaetosphaeria pada penelitian (Wright et al. 2009) diidentifikasi
merupakan jenis ektomikoriza yang terdapat pada hutan tropis.
Uji Kemampuan Fungi Endofit dalam Melarutkan Fosfat secara in vitro
Fosfor merupakan nutrisi makro yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman. Di alam, jumlah fosfor yang terseda untuk tanaman sangat terbatas yakni
hanya sekitar 0.12% saja (Barber 1984). Oleh karena itu, pemupukan secara kimia
seringkali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Mikroorganisme
memiliki kemampuan alami untuk mengikat fosfat dan merubahnya menjadi
bentuk yang bisa dimanfaaatkan oleh tanaman (Pradan dan Sukla 2005). Oleh
karena itu, penggunaan mikroorganisme sering disebut sebagai alternatif
pemupukan secara organik.
Tabel 7

Data pertumbuhan miselia dan produksi zona bening oleh fungi endofit
yang diisolasi dari S. leprosula dan S. selanica pada media PVK agar
selama 3 hari
No
Jenis
Pertumbuhan
Zona bening
miselia (cm)
(cm)
1 Trichoderma spirale
8±0
0.98±0.13
2 Velsalceae sp.
4.62±3
0
3 Melanconiela ellisii
7.93±0.13
5.1±1.05
4 Chaetosphaeria
0.65±0
0
callimorpha
5 Trichoderma
8±0
0
asperellum

Untuk menguji kemampuan organisme dalam melarutkan fosfat, uji in
vitro dengan menggunakan media agar Pikovskaya (PVK) merupakan metode
yang paling umum dilakukan (Nautiyal 1999). Hasil uji in vitro pada media PVK
agar terhadap 5 jenis fungi endofit akar yang diisolasi dari S. leprosula dan S.
selanica diuraikan pada Tabel 7 dan Lampiran 2. Contoh pengamatan zona bening
pada media PVK ditunjukkan pada Gambar 10.
Jenis fungi yang diasumsikan dapat melarutkan fosfat dengan baik adalah
fungi yang bisa memproduksi zona bening. Berdasarkan uji in vitro, dapat
diketahui bahwa dari kelima jenis tersebut, hanya dua jenis fungi yakni T. spirale
dan M. ellisii yang bisa memproduksi zona bening. Mikroorganisme pelarut fosfat
diketahui dapat melarutkan fosfat karena kemampuannya memproduksi asam
organik atau inorganik. Kalsium fosfat yang merupakan salah satu bahan penting
dalam media PVK tersebut dilarutkan oleh asam yang diproduksi oleh fungi dan
digunakan oleh fungi untuk proses-proses selularnya (Pradan dan Sukla 2005;
Yasser et al. 2014). Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa T.
spirale dan M. ellisii memproduksi jenis-jenis asam organik yang bisa melarutkan
fosfat.

20

Zona bening

Tanpa Zona bening

Gambar 10 Zona bening pada media PVK agar
Kemampuan fungi endofit dalam melarutkan fosfat sudah banyak
dipelajari. Newsham (2010) melakukan analisis terhadap penelitian-penelitian
tentang endofit pada berbagai jenis tanaman mendapat kesimpuan bahwa
inokulasi endofit bersepta gelap mampu meningkatkan konsentrasi P : N pada
pucuk tanaman sebesar 44-116%. Selain itu, penelitian Barrow & Osuna (2002)
juga menunjukkan bahwa penyerapan fosfat yang bersumber dari Tricalsium
Fosfat oleh endofit bersepta gelap Aspergilus ustus mampu meningkatkan kadar P
pada tanaman yang diinokulasi. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis fungi endofit
T. spirale dan M. ellisii memiliki potensi dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman inang.
Uji Antagonisme Fungi Endofit dengan Patogen
Fungi genus Trichoderma sudah banyak dipelajari sebagai fungi yang
dimanfaatkan untuk biokontrol, produksi enzim dan juga metabolit sekunder yang
dihasilkan (Hoyos-Carvajal et al. 2009; Verma et al. 2007; Widyastuti 2007). Oleh
karena itu, uji antagonisme a