Pengendalian gulma pada tanaman padi sawah dengan menggunakan herbisida berbahan aktif Bentazon dan MCPA

PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN PADI SAWAH
DENGAN MENGGUNAKAN HERBISIDA BERBAHAN AKTIF
CAMPURAN BENTAZON DAN MCPA

SEKEN POLANSKY

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: Pengendalian Gulma
pada Tanaman Padi Sawah Menggunakan Herbisida Berbahan Aktif Campuran
Bentazon dan MCPA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Seken Polansky
NIM A24090110

ABSTRAK
SEKEN POLANSKY. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi Sawah
Menggunakan Herbisida Berbahan Aktif Campuran Bentazon dan MCPA. Dibimbing
oleh DWI GUNTORO.
Gulma merupakan salah satu kendala utama dalam produksi padi sawah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas herbisida berbahan aktif
campuran bentazon dan MCPA untuk mengendalikan gulma padi sawah. Percobaan
dilaksanakan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat dari September 2012 hingga Januari 2013. Percobaan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok satu faktor dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan. Percobaan
terdiri atas 5 perlakuan herbisida berbahan aktif bentazon dan MCPA yaitu dosis 1.00
L ha-1, 1.50 L ha-1, 2.00 L ha-1, 2.50 L ha-1, 3.00 L ha-1; pengendalian gulma manual
dan tanpa pengendalian gulma (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan aplikasi

herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA dapat mengendalikan gulma
dari golongan teki dan gulma daun lebar. Spesies gulma yang terkendalikan dari
golongan teki adalah Fimbristylis miliacea dan Cyperus iria, sedangkan dari
golongan daun lebar adalah Ludwigia octovalvis, Alternanthera philoxeroides, dan
Portulaca oleracea. Aplikasi herbisida pada semua dosis uji menunjukkan toksisitas
rendah pada tanaman padi. Aplikasi herbisida berbahan aktif Bentazon dan MCPA
pada semua dosis uji menurunkan persentase gabah hampa sebesar 6-10% serta dapat
meningkatkan produktivitas padi sebesar 48.6% yang tidak berbeda dengan perlakuan
pengendalian manual.
Kata Kunci :Bentazon dan MCPA, gulma padi sawah, pengendalian gulma

ABSTRACT
SEKEN POLANSKY. Weed Control in Rice with Bentazon and MCPA as Mixed
Herbicide. Supervised by DWI GUNTORO.
Weeds are one of major problem in rice intensification. The objective of this
research was to observe the effectiveness of bentazon and MCPA as mixed herbicide
to control weeds in rice. The experiment was conducted at Bojong Jengkol village,
Ciampea district, Bogor regency, West Java from September 2012 until January 2013.
This research was arranged in Randomized Block Design with single factor, seven
treatments and four replications. The treatments consist of seven treatments with five

dosages of herbicide (i.e.: 1.00 L ha-1, 1.50 L ha-1, 2.00 L ha-1, 2.50 L ha-1, and 3.00 L
ha-1), conventional weeding (at third and sixth week after transplanted) and no
weeding. The result showed that bentazon-MCPA application could control sedges
(Fimbristylis miliacea and Cyperus iria) and broadleaf (Ludwigia octovalvis,
Alternanthera philoxeroides, and Portulaca oleracea) weeds. Application of
bentazon-MCPA caused light-fair toxicity symptomps on rice plants until 2 weeks
after application and decreased empty grain percentage about 6-10 % compared with
no weeding treatment also increased rice yield productivity about 48.6% and that was
not significantly different compared with conventional weeding.
Keywords: Bentazon & MCPA, weed control, weed in rice

PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN PADI SAWAH
DENGAN MENGGUNAKAN HERBISIDA BERBAHAN AKTIF
CAMPURAN BENTAZON DAN MCPA

SEKEN POLANSKY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat
dan penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah
berjudul: Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi Sawah Menggunakan
Herbisida Berbahan Aktif Campuran Bentazon dan MCPA ini menguraikan
efektivitas penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma serta pengaruhnya
terhadap pertumbuhan maupun hasil padi sawah.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Dwi Guntoro SP, MSi. selaku
pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan selama
penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini serta Ir. Sofyan, MP dan Prof. Dr. Ir.
Memen Surahman, MSc.Agr yang telah memberikan koreksi dan saran pada

penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Sarwono SP selaku pendamping lapangan selama penelitian
berlangsung. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta, kawan kawan Laboratorium Ecotoxicology and BioAgents (Lab. Gulma),
teman dan sahabat Socrates 46, Estuwidi SP, Nursil Ocsanari SP, keluarga besar
UKM Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) atas segala doa, semangat, kasih
sayang dan gagasan yang diberikan dari awal penelitian hingga terselesaikannya
karya ilmiah ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Seken Polansky

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang


viii
ix
ix
1
1

Tujuan

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Padi

2
2


Pengendalian Gulma Padi

3

Mode of Action Herbisida Bentazon

4

Mode of Action Herbisida MCPA

4

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu

5
5

Bahan dan Alat


5

Metode Penelitian

5

Pelaksanaan Penelitian

6

Pengamatan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Bobot Kering Gulma Sasaran Total

8
8

9

Gulma Sasaran per Spesies

11

Vegetatif Tanaman Padi

18

Generatif dan Hasil Tanaman Padi

21

Pembahasan

25

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

27
27
28
28
36

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
biomassa gulma sasaran total
2 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
gulma spesies F. miliacea
3 Persentase pengendalian gulma spesies F. miliacea
4 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
gulma spesies P. oleracea
5 Persentase pengendalian gulma spesies P. oleracea
6 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap

gulma spesies A. philoxeroides
7 Persentase pengendalian gulma spesies A. philoxeroides
8 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
gulma spesies L. octovalvis
9 Persentase pengendalian gulma spesies L. octovalvis
10 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
gulma spesies C. iria
11 Persentase pengendalian gulma spesies C. iria
12 Toksisitas herbisida bentazon dan MCPA terhadap padi
13 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap tinggi
tanaman padi
14 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap jumlah
anakan padi
15 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap panjang
akar padi
16 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap bobot
tajuk padi
17 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap nisbah
tajuk dan akar
18 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap skor warna daun
dan indeks luas daun (ILD) padi
19 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap umur
heading padi
20 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap komponen
produksi tanaman padi
21 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap mutu
hasil padi
22 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap hasil
panen padi
23 Efisiensi biaya produksi padi sawah menggunakan
herbisida bentazon dan MCPA

11
12
12
13
13
14
15
15
16
16
17
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Struktur kimia IUPAC dari Bentazon
Struktur kimia IUPAC dari MCPA
Penyakit hawar daun (a) dan hama yang menyerang:
(b) walang sangit, (c) keong.
4 Kondisi gulma pada pertanaman padi sawah dari berbagai perlakuan:
(P1) dosis 1.00 l ha-1, (P2) dosis 1.50 l ha-1, (P3) dosis 2.00 l ha-1 ,
(P4) dosis 2.50 l ha-1, (P5) dosis 3.00 l ha-1,
(P6) pengendalian manual, dan (P7) kontrol.
5 Spesies gulma sasaran: (a) Cyperus iria, (b) Fimbristylis miliacea,
(c) Ludwigia octovalvis, (d) Alternanthera philoxeroides, dan
(e) Portulaca oleracea.
6 Dugaan produktivitas padi per hektar pada tiap perlakuan

4
5
9

10

11
24

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Deskripsi varietas ciherang
Metode pengambilan contoh vegetasi gulma
Jenis gulma yang teridentifikasi
Data iklim bulan September 2012 hingga Januari 2013
Analisis usaha tani

31
32
33
34
35

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia tiap tahunnya
kebutuhan beras nasional akan ikut naik. Berdasarkan data BPS hingga tahun
2013 tentang produksi padi, kebutuhan beras nasional meningkat dari 139 kg per
kapita pada tahun 2011 menjadi 145 kg per kapita walaupun produksi beras pada
2013 surplus 5.4 juta ton. Menyikapi hal tersebut perlu adanya usaha peningkatan
produksi padi untuk mencapai ketahanan pangan nasional dan tidak terjadi impor.
Tingginya konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian menjadi
salah satu masalah peningkatan produksi pangan Indonesia (Agus 2011).
Menghadapi masalah ini perlu pengusahaan peningkatan hasil yang lebih efisien
dan efektif. Bintari (2006) dan Suhartini (2010) mengungkapkan peningkatan
produksi padi dapat dilakukan dengan penanaman padi hibrida yang memiliki
produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi inbrida.
Gulma merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang tumbuh
di lahan tanaman budidaya dan tidak diharapkan keberadaannya. Keberadaan
gulma di lahan pertanaman dapat mempengaruhi secara langsung dalam hal
persaingan menyerap hara maupun dominansi lingkungan tumbuh (Billman 2001).
Salah satu akibat dari persaingan penyerapan hara tersebut adalah kehilangan hasil
tanaman budidaya. Guntoro et al (2009) menyebutkan bahwa gangguan kompetisi
gulma Echinochloa crus-galli menekan pertumbuhan vegetatif tanaman padi dan
mampu menurunkan hasil hingga 48%.
Penurunan jumlah tenaga kerja pertanian juga menjadi kendala terkait
ketersediaan tenaga kerja pengendalian gulma secara manual. Menurut data BPS
tahun 2012, ketenagakerjaan di sektor pertanian mengalami penurunan jumlah
tenaga kerja yang cukup signifikan tiap tahunnya. Penurunan tenaga kerja terbesar
pada periode agustus 2010 hingga 2011 sebesar satu juta tenaga kerja. Hamid
(2004) melaporkan bahwa penggunaan pola tanam padi dengan populasi tinggi
mampu menekan keberadaan gulma. Namun penggunaan metode tersebut tidak
efisien. Penelitian Makarim dan Ikhwani (2010) menyatakan bahwa peningkatan
populasi pertanaman padi tidak menunjukkan hasil yang sebanding terhadap
produktivitas padi per hektar. Oleh karena itu perlu dilakukannya metode
pengendalian gulma yang lebih efisien.
Pengendalian gulma padi sawah menggunakan bahan aktif bentazon sudah
umum dilakukan di negara dengan tenaga kerja pertanian yang minim seperti
Australia dan Selandia baru. Penggunaan herbisida bentazon dilaporkan efektif
untuk mengendalikan gulma teki dan daun lebar apabila ditambahkan bahan aktif
MCPA/B (AGPRO 2013). Pengendalian gulma menggunakan herbisida di
Indonesia sendiri sudah umum dilakukan pada lahan perkebunan namun belum
umum digunakan untuk mengendalikan gulma padi sawah. Oleh karena itu perlu
dilakukannya penelitian untuk mengetahui pengaruh dan efektivitas aplikasi
herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA untuk mengendalikan
gulma pada tanaman padi sawah di Indonesia.

2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas herbisida berbahan aktif
campuran bentazon dan MCPA untuk mengendalikan gulma padi sawah.

Hipotesis
Hipotesis yang akan penulis uji dalam penelitian ini adalah:
1. Aplikasi bahan aktif Bentazon dan MCPA efektif mengendalikan gulma
padi sawah.
2. Pengendalian gulma menggunakan herbisida mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil padi sawah.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Padi
Padi merupakan tanaman pangan rumput berumpun yang termasuk
kedalam genus Oryza L. Budidaya tanaman padi sebagai sumber pangan sudah
dikenal sejak lama. Sejarah budidaya padi di Cina sudah dimulai pada 3,000 tahun
SM serta fosil gabah yang diperkirakan tumbuh pada 100 - 800 SM ditemukan
arkeolog India.
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi/sub-divisi
: Spermatophyta/Angiospermae
Kelas
: Monokotyledonae
Keluarga
: Graminae (Poaceae)
Marga
: Oryza
Spesies
: Oryza spp.
Oryza sativa adalah salah satu jenis padi yang paling umum
dibudidayakan.Secara genetis tetua padi yang umum diusahakan adalah Oryza
officinale dan Oryza sativa f spontania (DinTanHut Bantul 2005). O. Sativa
memiliki 2 jenis subspesies yaitu subspesies indica (padi bulu) yang biasa ditanam
di Indonesia dan sinica (padi cere).
Padi dapat tumbuh di berbagai kondisi iklim selama berada antara 45o LU
hingga 45o LS. Tanaman ini mampu hidup dan berproduksi pada kondisi suhu dan
radiasi tinggi dengan jumlah minimal bulan basah musim hujan 4 bulan. Padi
memerlukan penyinaran matahari penuh. Curah hujan optimum pada budidaya
padi berkisar pada 200 mm/bulan atau 1,500-2,000 mm/tahun. Budidaya padi
dapat dilakukan pada musim kering maupun penghujan selama air irigasi selalu
tersedia. Curah hujan yang terlalu tinggi pada musim hujan dapat menurunkan
hasil karena penyerbukan padi kurang intensif.
Padi memiliki toleransi lahan masam dimana tanaman ini dapat
dibudidayakan pada rentang pH 4.0 hingga 8.0. Berdasarkan ekologi budidaya,
umumnya padi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu padi lahan kering (gogo) dan padi

3
sawah yang memerlukan genangan. Padi gogo umumnya ditanam di dataran tinggi
dengan suhu harian 19-23 oC dan ketinggian 650 m hingga 1500 m di atas
permukaan laut (m dpl) dengan kondisi lahan yang berhumus. Sedangkan padi
sawah umumnya ditanam di dataran rendah di bawah 650 m dpl dengan suhu
harian 22-27 oC. Budidaya padi sawah memerlukan lahan berlumpur yang subur
dengan kedalaman 15-25 cm.

Pengendalian Gulma Padi
Menurut Hera (2011), gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh
di areal pertanaman budidaya yang berpotensi mengganggu pengusahaan tanaman
budidaya. Gangguan gulma pada tanaman budidaya dapat berupa gangguan fisik,
fisiologi, dan kompetisi. Gangguan fisik dapat berupa gangguan penutupan tajuk
gulma terhadap tanaman budidaya seperti Ficus sp. yang mengambil ruang hidup
tanaman kayu dan gangguan pertumbuhan tanaman budidaya karena pola
pertumbuhan gulma seperti membelit oleh Mikania micrantha. Pada pertanaman
padi gangguan fisik gulma dapat berupa belitan akar gulma pada perakaran padi
yang mengurangi lebar permukaan akar padi untuk menyerap hara.
Gangguan fisiologi oleh gulma biasanya disebabkan ekskresi senyawa
biotoxic oleh gulma untuk menekan pertumbuhan tanaman budidaya. Senyawa
biotoxic ini kemudian dikenal dengan istilah alelopati. Senyawa alelopati
berpengaruh negatif terhadap penyerapan unsur hara, pembelahan sel,
penghambatan pertumbuhan, penghambatan aktivitas fotosintesis, berpengaruh
terhadap respirasi, sintesis protein, perubahan ketegangan membran, serta
penghambatan aktivitas enzim (Duke 1985).
Gulma memperoleh dan memanfaatkan hara esensial yang tersedia bagi
tanaman budidaya. Kompetisi gulma pada tanaman budidaya cenderung lebih
agresif saat tumbuh. Guntoro et al (2009) menyebutkan bahwa gangguan
kompetisi gulma Echinochloacrus-galli menekan pertumbuhan vegetatif tanaman
padi dan mampu menurunkan hasil hingga 48%.
Penelitian Septrina (2008) menyebutkan ada 16 jenis gulma yang terdapat
pada lahan padi sawah dengan gulma dominan yaitu Fimbristylis miliacea dari
golongan teki (sedges) dan Ludwigia octovalvis serta Lindernia crustacea dari
golongan daun lebar (broad leaf). Gulma teki cenderung memiliki kemampuan
untuk menghasilkan senyawa alelopati karena memiliki akar yang menyerupai
umbi.Lain halnya dengan golongan daun lebar yang memiliki perakaran dalam
dan lebar. Dwianda (2008) mengungkapkan bahwa gulma teki dan gulma daun
lebar merupakan gulma umum dan dominan pada lahan padi sawah.Pola
perakaran seperti ini memungkinkan gulma mendapatkan hara jauh lebih banyak
dari padi.
Usaha pengendalian gulma (weed controling) berbeda dengan usaha
pemberantasan gulma (weed eradicating). Pengendalian gulma bertujuan untuk
menekan invasi gulma hingga pada batas tidak merugikan pengusahaan tanaman
budidaya secara ekonomik yang biasa disebut ambang ekonomi. Berbeda dengan
pemberantasan gulma yang bertujuan untuk memberantas keberadaan gulma di
lahan hingga titik nol.

4
Monaco et al. (2002) menjelaskan ada 6 cara pengendalian gulma pada
lahan pertanian yaitu: (1) evaluasi lahan melalui analisis vegetasi gulma, (2)
pencegahan invasive alien species (IAS) gulma di lahan, (3) pengendalian
mekanis, (4) pengendalian kultural, (5) pengendalian biologis, dan (6)
pengendalian kimiawi. Pengendalian kultural berupa penggunaan benih unggul
bersertifikat dengan kemurnian tinggi.kemurnian ini dimaksudkan dengan
rendahnya campuran benih off-type. Pengendalian secara mekanis berupa
penyiangan manual, pembabatan, pembenaman, penggenangan dan pencacahan
menggunakan alat. Pengendalian gulma secara biologi berupa pengendalian
populasi agen hayati yang mengurangi dominansi gulma tersebut.
Pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan senyawa-senyawa
beracun terhadap gulma. Herbisida merupakan senyawa phytotoxic sintetik
maupun alami yang mampu menekan hingga mematikan keberadaan tanaman
tertentu. Pengendalian gulma tahunan menggunakan herbisida cenderung lebih
efektif karena bahan aktif terserap ke dalam tanah dan mengendalikan bagian
reproduksi vegetatif gulma tahunan.

Mode of Action Herbisida Bentazon
Bentazon (3-isopropyl-1H-2,1,3 benzothiadiazin 4(3H)-one 2,2- dioxide)
merupakan bahan aktif yang termasuk kedalam golongan Benthiadiazinone.
Herbisida ini dimasukkan dalam grup herbisida Nitril yang menghambat
fotosintesis pada fotosistem II (Chandrasekaran et al 2010). Bentazon biasa
digunakan untuk mengendalikan gulma dari golongan teki (sedge) dan selektif
pada beberapa jenis gulma dari golongan gulma daun lebar (broadleaf) yang
bekerja sebagai herbisida kontak penghambat fotosintesis (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur kimia IUPAC dari Bentazon

Mode of Action Herbisida MCPA
MCPA atau Asam 4-kloro-2-metilfenoksi asetat termasuk golongan bahan
aktif Phenoxy-carbocylic-acid. Herbisida jenis ini diklasifikasikan kedalam grup
zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin sintetik seperti asam 2,4 Diklorofenoksiasetat
(2,4-D) dan asam 2,4,5-triklorofenoksi-asetat (Chandrasekaran et al 2010). Bahan
aktif ini cenderung aman digunakan untuk usaha pengendalian gulma pada lahan
pertanian karena mampu terdegradasi oleh tanah dalam waktu 14-29 hari dan
mudah terlarut dalam air namun tidak terdegradasi oleh akar tumbuhan.Prinsip
kerja senyawa ini menghambat pertumbuhan gulma daun lebar secara sistemik

5
selektif terserap ke dalam sistem fisiologi tumbuhan dan mudah di transportasikan
melalui xilem maupun floem (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur kimia IUPAC dari MCPA

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kp. Cikiray Rt. 01/07,
Desa Bojong Jengkol Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan
Laboratorium Ecotoxicology Waste and Bioagents, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan ini
dilakukan pada bulan September 2012 hingga Januari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih padi
varietas Ciherang (Lampiran 1), pupuk Urea, pupuk NPK Phonska, pupuk KCl ,
Furadan 3G, herbisida berbahan aktif Bentazon (400 g l-1) dan MCPA (60 g l-1),
insektisida berbahan aktif fipronil 50 g l-1 dengan merk dagang Regent 50 SC,
fungisida berbahan aktif Probineb 70 % dengan merk dagang Antracol 70 WP,
dan air. Alat yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah seperangkat alat
pertanian, tali, knapsack sprayer, nozzle T-jet biru, gelas ukur, ember, kantung
plastik, set alat tulis, timbangan analitik, oven, amplop spesimen, kertas buram,
alat bagan warna daun (BWD), dan set alat pengolahan lahan.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan tujuh perlakuan
dan empat kelompok ulangan. Pengelompokan perlakuan didasarkan pada
perbedaan jarak inlet satuan petak percobaan dari saluran irigasi utama. Jumlah
satuan percobaan sebanyak 28 petak dengan ukuran satuan petak percobaan 4 m x
5 m. Berikut ini adalah perincian 7 taraf perlakuan yang akan dilakukan:
P1: Aplikasi bentazon dan MCPA dosis 1.00 l ha-1
P2: Aplikasi bentazon dan MCPA dosis 1.50 l ha-1
P3: Aplikasi bentazon dan MCPA dosis 2.00 l ha-1
P4: Aplikasi bentazon dan MCPA dosis 2.50 l ha-1
P5: Aplikasi bentazon dan MCPA dosis 3.00 l ha-1

6
P6: pengendalian manual pada 21 HST dan 42 HST
P7: tanpa pengendalian (kontrol)
Model aditif linear yang digunakan berdasarkan model matematik adalah
dengan:

Yij

: Respon tanaman terhadap perlakuan-i dan
pengelompokan ulangan ke-j
µ
: Nilai tengah
αi
: Perlakuan ke-i (i=1,2,3,4,5,6,7)
βj
: Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2,3,4)
εij
: galat dalam percobaan.
Data yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam
(Uji F) dengan Software SAS 9.1.4 for Windows Portable Edition. Jika hasil
analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian
Lahan yang digunakan adalah sawah jenuh air seluas 745 m2 yang
dilakukan pengolahan lahan sebanyak satu kali. Lahan kemudian dibagi menjadi 4
kelompok ulangan dan 8 petak percobaan tiap kelompok ulangan. Satuan
percobaan berukuran 4 m x 5 m. Tiap kelompok ulangan digunakan 7 petak untuk
satuan percobaan. Jumlah satuan percobaan 28 satuan dengan luas total satuan
percobaan 560 m2. Penyemaian dilakukan dengan menebar benih yang telah
direndam selama 24 jam di lahan semai basah dan disusul dengan pemupukan
pada bibit semai sebanyak 1 kg Urea. Pindah tanam dilakukan saat bibit berumur
21 hari dengan jarak 30 cm x 15 cm. Pemeliharaan tanaman padi dilakukan
dengan pemupukan pada 1 dan 4 minggu setelah pindah tanam (MST) dengan
dosis 50 % untuk tiap aplikasi pemupukan. Dosis pupuk Urea, NPK Phonska
15-15-15 dan KCl berturut turut 200 Kg/ha, 400 kg ha-1, dan 100 kg ha-1.
Pemberian furadan diberikan segera setelah pemupukan pertama dengan dosis 20
Kg/ha. Pengendalian organisme pengganggu menggunakan penyemprotan
insektisida berbahan aktif Fipronil 50 g l-1 dengan merk dagang Regent 50 SC dan
fungisida berbahan aktif Probineb 70% dengan merk dagang Antracol 70 WP
pada umur 6 MST sebanyak 5 kali aplikasi dengan dosis berturut-turut 0.55 L ha-1
dan 1.25 kg ha-1 selama 3 minggu. Penggenangan 2 hari sekali apabila tidak hujan.
Aplikasi herbisida sesuai dosis perlakuan dilakukan saat bibit berumur 9 hari
setelah pindah tanam dengan volume semprot 400 liter per hektar menggunakan
sprayer punggung Solo dengan kapasitas 14 liter dan nozzle T-jet warna biru
buatan ICI. Panen dilakukan pada umur 96 hari setelah tanam (HST).

Pengamatan
Efektifitas Pengendalian Gulma
1. Bobot kering gulma sasaran dan bobot kering gulma per spesies
Bobot kering gulma hidup diukur dengan menimbang gulma per

7
spesies setelah dikeringkan pada suhu 105 oC selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan pada 2 minggu setelah aplikasi (MSA), 4 MSA, 6 MSA dan 8
MSA. Pengambilan contoh vegetasi gulma menggunakan kuadran
berukuran 0.5 m x 0.5 m sebanyak dua kuadran dengan metode
pengambilan diagonal (Lampiran 2).
2. Persentase penekanan herbisida terhadap spesies gulma
Persentase penekanan dihitung dengan membandingkan selisih antara
bobot dan jumlah gulma kontrol dan perlakuan dengan jumlah dan bobot
gulma pada petak kontrol.
3. Fitotoksisitas herbisida terhadap tanaman padi
Pengukuran terhadap gejala klorosis daun padi.pada umur 1 minggu
setelah aplikasi (MSA), 2 MSA, dan 3 MSA, dengan metode skoring
visual sebagai berikut:
0 = tidak ada keracunan ( < 5% bagian tajuk atau daun menguning);
1 = keracunan ringan (5-20 % bagian tajuk atau daun menguning);
2 = keracunan menengah (20-50% bagian tajuk atau daun menguning);
3 = keracunan berat (50-75% bagian tajuk atau daun menguning);
4 = keracunan sangat berat ( > 75% bagian tajuk atau daun menguning
atau tanaman mati).
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi
1. Tinggi tanaman padi
Tinggi padi diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi.
Pengamatan mulai dilakukan pada umur 3-7 MST.
2. Jumlah anakan padi
Peubah diukur dengan menghitung jumlah anakan padi rumpun contoh.
Pengamatan dilakukan pada umur 3-7 MST.
3. Bobot biomassa padi
Biomassa padi diukur dengan menimbang bobot kering tiga tanaman padi
yang telah di oven pada suhu 90oC selama 48 jam. Pengamatan dilakukan
empat kali yaitu umur 1 bulan setelah tanam (BST), 2 BST, 3 BST, dan
panen.
4. Nisbah tajuk dengan akar
Nisbah tajuk dan akar diukur dengan membandingkan bobot biomassa
tajuk padi dengan akarnya.
5. Panjang akar brangkasan
Akar brangkasan kering padi diukur dari pangkal batang hingga ujung akar
terpanjang menggunakan mistar.
6. Indeks Luas Daun dan Skor Warna Daun
Pengamatan dilakukan dengan mengukur luas daun tiga brangkasan
contoh rumpun padi saat berumur 8 MST menggunakan metode
Gravimetri. Skor warna daun diukur menggunakan alat Bagan Warna daun
terhadap tiga brangkasan untuk biomassa diluar tanaman contoh dan
ubinan tiap petak perlakuan pada umur 8 MST.

8
Generatif dan Komponen Hasil Tanaman Padi
1. Umur heading
Penentuan saat heading dilakukan melalui pengamatan visual dimana 75%
populasi per petak perlakuan sudah mengeluarkan malai.
2. Jumlah anakan produktif per rumpun
Peubah diamati dengan menghitung jumlah anakan padi yang
menghasilkan malai.
3. Jumlah butir per malai
Peubah diamati dengan menghitung jumlah butir gabah satu malai per
rumpun tanaman contoh saat panen.
4. Persentase gabah isi dan gabah hampa per malai
Peubah diamati dengan memisahkan dan membandingkan jumlah gabah
hampa dan gabah isi satu malai dengan jumlah gabah per malainya.
5. Panjang malai
Peubah didapat dengan mengukur panjang satu malai pada setiap rumpun
tanaman contoh pada petak perlakuan. Malai diukur dari leher malai
hingga butir terujung pada malai. Pengamatan dilakukan setelah panen.
6. Bobot 1000 butir
Peubah diukur dari 1000 butir GKG. Pengambilan 1000 butir contoh
secara acak dari 10 tanaman contoh per petak percobaan. Pengamatan
dilakukan setelah panen.
7. Bobot gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG)
Bobot GKP di ukur dengan menimbang hasil panen ubinan 2.5 m x 2.5 m
pada masing - masing petak perlakuan. Bobot GKG diukur dengan
menimbang gabah panen ubinan yang telah dijemur hingga kadar air 14 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lahan penelitian berada pada ketinggian sekitar 280 meter di atas
permukaan laut (mdpl) dengan curah hujan dan intensitas cahaya bulan September
2012 hingga Januari 2013 berturut-turut sebesar 490.8 mm/bulan dan 342.0
Cal/cm2. Curah hujan tersebut sudah memenuhi salah satu syarat serta terbilang
sangat tinggi jika dibandingkan dengan kebutuhan air untuk budidaya padi sawah
yaitu 200 mm/bulan. Selama percobaan berlangsung rata-rata suhu harian berada
pada 25.7 oC dengan kelembaban udara rata-rata 83 %.
Persiapan percobaan dilakukan dengan kegiatan persiapan lahan dan
persiapan tanaman uji. Penyemaian dilakukan dengan menebar benih di lahan
semai dan diberikan nutrisi tambahan berupa Urea sebanyak 1 kg. Pindah tanam
bibit dilakukan pada umur 20 hari sejak semai sebanyak 3 bibit per lubang tanam.
Penyulaman dilakukan selama tiga minggu sejak pindah tanam.
Hama yang ditemui selama percobaan adalah keong sawah (Pomacea
canaliculata Lamarck) dan walang sangit (Leptocorisa acuta). Hama keong
menyerang tanaman padi selama fase vegetatif, yaitu pada pembibitan awal

9
hingga umur 3 MST di petak percobaan. Hama walang sangit pada lahan muncul
pada umur vegetatif 6 MST dan mulai menurun serangannya di umur 10 MST.
Penanggulangan hama keong dilakukan secara mekanis dan kultur teknis.
Penanggulangan mekanis dengan mengambil keong tersebut dari lahan percobaan,
sedangkan penanggulangan kultur teknis dengan mengatur pengairan sawah pada
kondisi macak-macak.

a

b

c

Gambar 3 Penyakit hawar daun (a) dan hama yang menyerang: (b) walang sangit,
(c) keong.
Penyakit kresek atau hawar daun padi disebabkan bakteri Xanthomonas
oryzae dan tungro yang disebabkan oleh virus yang terbawa oleh wereng terjadi
pada umur 6 MST pada seluruh petak percobaan. Penyakit hawar daun terlihat
berakibat pada matinya beberapa anakan tanaman padi pada seluruh satuan
percobaan. Lain halnya dengan tungro yang membuat seluruh daun muda tanaman
padi menguning. Penanggulangannya hama walang sangit dan penyakit padi
tersebut dengan penyemprotan insektisida Antracol 70 WP dan bakterisida dengan
merk dagang Regent 50 SC. Penyemprotan pestisida dilakukan selama dua
minggu sejak tanaman padi terlihat kembali menghijau dengan volume semprot
300 l ha-1.
Gulma pada lahan percobaan tumbuh menyebar pada seluruh petak
perlakuan. Berdasarkan kesamaan jenis gulma pada petak perlakuan dosis uji
herbisida dengan kontrol didapatkan 10 jenis gulma umum pada lahan percobaan.
Kesepuluh gulma umum tersebut terbagi menjadi 5 jenis gulma rumput, 2 jenis
gulma teki, dan 3 jenis gulma daun lebar (Lampiran 3). Berdasarkan prinsip kerja
bahan aktif bentazon dan MCPA ditetapkan gulma dari golongan teki dan daun
lebar pada lahan percobaan menjadi gulma sasaran.

Bobot Kering Gulma Sasaran Total
Bobot kering gulma sasaran total merupakan gabungan kelima jenis bobot
kering gulma sasaran dari bahan aktif bentazon dan MCPA (Gambar 5). Aplikasi
herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA berpengaruh terhadap
biomassa gulma total sasaran pada lahan percobaan sejak 2 MSA hingga umur 8
MSA pada semua dosis uji dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Aplikasi
herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA pada semua dosis uji
menunjukkan pengaruh pengendalian biomassa gulma yang tidak berbeda nyata
dibandingkan terhadap perlakuan pengendalian manual (Tabel 1).

10

Gambar 4 Kondisi gulma pada pertanaman padi sawah dari berbagai perlakuan :
(P1) dosis 1.00 l ha-1, (P2) dosis 1.50 l ha-1, (P3) dosis 2.00 l ha-1 ,
(P4) dosis 2.50 l ha-1, (P5) dosis 3.00 l ha-1,
(P6) pengendalian manual, dan (P7) kontrol.

11
Tabel 1 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap biomassa
gulma sasaran total
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

2 MSA

4 MSA

6 MSA

8 MSA

............................g/0.25 m2............................
0.322 b
1.023 b
0.276 b
1.166 b
0.226 b
0.800 b
0.282 b
0.497 b
0.397 b
0.872 b
0.562 b
0.770 b
0.410 b
0.593 b
0.150 b
0.187 b
0.038 b
0.240 b
0.277 b
0.097 b
0.253 b
0.270 b
0.120 b
0.000 b
1.617 a
5.753 a
10.678 a 14.440 a

* Data diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata
pada uji Duncan taraf 5 %

Aplikasi dosis 1.00 L ha-1 menunjukkan pengendalian gulma yang tidak
berbeda nyata dengan aplikasi dosis uji yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengendalian manual. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi herbisida berbahan
aktif campuran bentazon dan MCPA pada dosis uji 1.00 L ha-1 sudah efektif
mengendalikan gulma sasaran total di lahan percobaan.
Gulma Sasaran per Spesies
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan 5 spesies gulma sasaran dari
aplikasi formulasi herbisida berbahan aktif Bentazon dan MCPA yaitu 2 jenis dari
golongan teki-tekian (Fimbristylis miliacea dan Cyperus iria) dan 3 jenis dari
golongan gulma berdaun lebar (Alternanthera philoxeroides, Ludwigia octovalvis
dan Portulaca oleracea) pada lahan percobaan.

a

b

c

d

e

Gambar 5 Spesies gulma sasaran: (a) Cyperus iria, (b) Fimbristylis miliacea,
(c) Ludwigia octovalvis, (d) Alternanthera philoxeroides, dan
(e) Portulaca oleracea.
Fimbristylis miliacea (L.) Vahl
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA dapat
mengendalikan gulma spesies F. miliacea yang ditunjukkan dengan rendahnya
bobot kering biomassa tajuk, jumlah individu, dan tingginya persentase
pengendalian gulma pada semua dosis uji dibandingkan terhadap perlakuan tanpa
pengendalian gulma (kontrol). Pengaruh aplikasi herbisida terlihat menurunkan
biomassa dan jumlah individu gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
pengendalian manual sejak 2 MSA hingga 8 MSA (Tabel 2).

12
Tabel 2 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap gulma spesies
F. miliacea
Perlakuan

Dosis
(l ha-1)

2 MSA

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

0.223 b
0.046 b
0.247 b
0.079 b
0.038 b
0.235 b
0.912 a

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

8.3 cd
3.8 cd
18.5 bc
5.5 cd
1.3 d
52.7 b
107.7 a

4 MSA

6 MSA

Biomassa (g/0.25m2)
0.462 b
0.130 b
0.192 b
0.150 b
0.250 b
0.225 b
0.152 b
0.072 b
0.175 b
0.143 b
0.122 b
0.092 b
3.250 a
7.120 a
Jumlah individu
6.7 b
2.5 b
12.5 b
5.5 b
8.2 b
3.0 b
7.5 b
2.3 b
2.7 b
2.0 b
6.8 b
4.8 b
79.8 a
56.5 a

8 MSA
0.236 b
0.178 b
0.048 b
0.010 b
0.000 b
0.000 b
8.108 a
2.0 b
1.7 b
1.0 b
0.3 b
0.0 b
0.0 b
57.5 a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA pada
semua dosis uji menunjukkan pengaruh pengendalian bobot kering biomassa dan
jumlah individu gulma yang lebih rendah dibandingkan terhadap perlakuan tanpa
penyiangan. Aplikasi pada dosis rendah 1.00 l ha-1 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata dengan dosis uji yang lebih tinggi (Tabel 3).
Tabel 3 Persentase pengendalian gulma spesies F. miliacea
Perlakuan

Dosis
(l ha-1)

2 MSA

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

79.3 a
93.0 a
77.1 a
93.9 a
95.4 a
90.5 a
0.0 b

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

94.3 ab
94.0 ab
86.3 ab
95.3 ab
98.7 a
82.6 b
0.0 b

4 MSA

6 MSA

Biomassa (%)
85.7 a
98.1 a
95.0 a
97.7 a
92.1 a
97.1 a
86.1 a
99.0 a
96.6 a
97.9 a
96.0 a
98.9 a
0.0 b
0.0 b
Jumlah individu (%)
91.6 a
96.1 a
83.3 a
89.4 a
90.1 a
94.7 a
90.6 a
96.0 a
96.5 a
96.2 a
87.6 a
96.5 a
0.0 b
0.0 b

* Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

8 MSA
98.0 a
97.7 a
99.1 a
99.9 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b
97.1 a
97.5 a
97.8 a
99.5 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b

13
Aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA menunjukkan
persentase pengendalian yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengendalian
manual. Dosis aplikasi 1.00 l ha-1 sudah menunjukkan efektivitas pengendalian
yang tidak berbeda nyata dengan dosis yang lebih tinggi serta meningkat
persentasenya sejak 2 MSA. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi herbisida
berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA pada dosis 1.00 l ha-1 sudah efektif
untuk mengendalikan gulma spesies F. miliacea.
Portulaca oleracea L.
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA dapat
mengendalikan gulma spesies P. oleracea. Pengaruh pengendalian bentazon dan
MCPA terlihat menurunkan bobot kering biomassa tajuk dan jumlah individu
gulma dibandingkan terhadap perlakuan pengendalian manual dan kontrol
(Tabel 4).
Tabel 4 Pengaruh aplikasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap gulma spesies
P. oleracea
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Biomassa (g/0.25 m2)
2 MSA
4 MSA
0.077c
0.195bc
0.180bc
0.433ab
0.130c
0.522ab
0.320b
0.040c
0.000b
0.013c
0.017c
0.035c
0.572a
0.633a

Jumlah individu
2 MSA
4 MSA
1.8bc
3.0ab
4.7abc
6.7a
3.0ab
6.0a
3.7ab
1.0ab
0.0b
0.2b
4.5abc
2.5ab
10.0a
7.2a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA mampu mengendalikan
biomassa dan jumlah individu gulma yang berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol. Aplikasi dosis 2.50 - 3.00 l ha-1 menurunkan rata-rata bobot biomassa dan
jumlah gulma lebih tinggi dibandingkan dengan dosis uji lain sejak 2 MSA
dibandingkan terhadap perlakuan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan dosis
rendah 1.00 l ha-1 dan pengendalian gulma manual. Hasil ini menunjukkan dosis
aplikasi 1.00 l ha-1 sudah efektif untuk mengendalikan gulma P. oleracea.
Tabel 5 Persentase pengendalian gulma spesies P. oleracea
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Biomassa (%)
2 MSA
4 MSA
92.6 a
71.9 a
75.7 a
66.0 a
71.7 a
50.7 a
63.0 a
88.6 a
100.0 a
96.7 a
98.0 a
92.4 a
0.0 b
0.0 b

Jumlah individu (%)
2 MSA 4 MSA
89.7 a 75.4 a
84.3 a 42.9 a
68.3 a 42.9 a
76.8 a 85.7 a
100.0 a 75.0 ab
70.7 a 88.5 a
0.0 b
0.0 b

* Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

14
Persentase pengendalian gulma menggunakan herbisida berbahan aktif
campuran bentazon dan MCPA terhadap gulma P. oleracea terlihat lebih tinggi
pada 2 MSA (Tabel 5). Aplikasi dosis rendah 1.00 l ha-1 menunjukkan persen
pengendalian gulma yang tidak berbeda nyata dengan dosis yang lebih tinggi
maupun dengan pengendalian manual. Persentase pengendalian gulma terlihat
menurun pada 4 MSA dibandingkan dengan persentase pengendalian pada 2 MSA.
Alternanthera philoxeroides (Mart.) Griseb.
A. philoxeroides merupakan salah satu gulma menahun yang umumnya
tumbuh pada lahan sawah irigasi maupun tadah hujan serta dilaporkan tidak
memiliki resistensi terhadap aplikasi herbisida, namun memiliki daya saing
penyerapan hara dan pertumbuhan yang tinggi serta mudah memperbanyak diri
(Caton et al 2004).
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA dapat
mengendalikan gulma spesies A. philoxeroides ditandai dengan rendahnya
biomassa tajuk, jumlah individu, dan tingginya persentase pengendalian gulma
dibandingkan terhadap perlakuan kontrol. Pengaruh aplikasi bentazon dan MCPA
pada semua dosis uji menunjukkan pengendalian biomassa dan jumlah individu
gulma yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penyiangan namun tidak
berbeda nyata dibandingkan terhadap perlakuan pengendalian manual. Aplikasi
herbisida sudah menunjukkan pengaruh pengendalian sejak 6 MSA namun baru
berbeda nyata signifikan pada 8 MSA dibandingkan terhadap perlakuan kontrol
(Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA terhadap
gulma A. philoxeroides
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Biomassa (g/0.25 m2)
Jumlah individu
6 MSA
8 MSA
6 MSA
8 MSA
0.016 b
0.130 b
0.3 a
1.2 b
0.067 ab
0.318 b
1.2 a
1.2 b
0.007 b
0.688 b
0.3 a
1.0 b
0.042 ab
0.168 b
0.5 a
0.7 b
0.000 b
0.097 b
0.0 a
0.7 b
0.002 b
0.000 b
0.5 a
0.0 b
0.240 a
1.875 a
1.0 a
7.7 a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Dosis 1.00 l ha-1 menunjukkan pengaruh pengendalian gulma yang tidak
berbeda nyata dengan dosis uji yang lebih tinggi (1.50 - 3.00 l ha-1) maupun
dibandingkan terhadap pengendalian manual. Pengaruh pengendalian herbisida
campuran bentazon dan MCPA ditunjukkan dengan rendahnya bobot biomassa
tajuk dan jumlah individu gulma pada seluruh dosis uji dibandingkan terhadap
perlakuan kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis aplikasi 1.00 l ha-1
sudah efektif untuk mengendalikan gulma A. philoxeroides.

15
Tabel 7 Persentase pengendalian gulma spesies A. philoxeroides
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Biomassa (%) Jumlah individu (%)
8 MSA
8 MSA
67.3 a
70.8 a
78.7 a
83.4 a
56.5 a
88.2 a
83.4 a
75.0 a
95.8 a
92.2 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b
0.0 b

* Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Persentase pengendalian gulma menggunakan herbisida pada semua dosis
uji menunjukkan efektivitas pengendalian yang tidak berbeda nyata dengan
pengendalian manual (Tabel 7). Aplikasi dosis 1.00 l ha-1 menunjukkan
pengendalian yang tidak berbeda nyata dengan dosis yang lebih tinggi. Persentase
pengendalian gulma menggunakan bahan aktif bentazon dan MCPA lebih efektif
mengendalikan jumlah individu yang ditunjukkan dengan lebih meratanya
persentase pengendalian jumlah individu gulma.
Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven
L. octovalvis merupakan salah satu gulma dari golongan daun lebar yang
invasif di lahan sawah irigasi serta memiliki masa hidup menahun. Space (2004)
melaporkan bahwa gulma ini menunjukkan sifat agresif dalam pertumbuhannya
dimana Francis (2000) yang menyebutkan bahwa bijinya mampu berkecambah
dalam waktu 7 hari.
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA dapat
mengendalikan gulma spesies L. octovalvis yang ditunjukkan dengan penurunan
bobot biomassa, jumlah individu, dan persentase pengendalian gulma
dibandingkan terhadap kontrol pada 4 MSA. Menurut Santosa (2009) kondisi
naungan mampu menurunkan kerapatan gulma akibat kematian propagul gulma
itu sendiri. Gulma ini tidak ditemukan pada 6 MSA dan 8 MSA pada saat tajuk
tanaman padi mulai merapat (Tabel 8).
Tabel 8 Pengaruh aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA terhadap
gulma L. octovalvis
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Biomassa (g/0.25 m2) Jumlah individu
4 MSA
4 MSA
0.017 b
0.5 b
0.032 b
0.5 b
0.033 b
0.2 b
0.017 b
0.3 b
0.000 b
0.2 b
0.032 b
0.0 b
0.337 a
2.8 a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

16
Pengaruh pengendalian gulma aplikasi herbisida berbahan aktif campuran
bentazon dan MCPA ditunjukkan dengan rendahnya bobot kering biomassa dan
jumlah gulma pada semua dosis uji dibandingkan terhadap perlakuan kontrol.
Aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA dosis rendah 1.00 l ha-1
menunjukkan hasil pengendalian gulma yang tidak berbeda nyata dibandingkan
dengan dosis yang lebih tinggi maupun perlakuan pengendalian manual.
Berdasarkan hasil tersebut aplikasi dosis 1.00 l ha-1 sudah efektif mengendalikan
gulma L. octovalvis (Tabel 9).
Tabel 9 Persentase pengendalian gulma spesies L. octovalvis
Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Biomassa (%) Jumlah individu (%)
4 MSA
4 MSA
93.7a
100.0a
91.6a
100.0a
87.4a
93.4a
93.7a
100.0a
100.0a
97.77a
100.0a
100.0a
0.0b
0.0b

* Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA
menunjukkan persentase pengendalian yang tidak berbeda nyata dengan
pengendalian manual. Persentase pengendalian aplikasi dosis 1.00 l ha-1 tidak
berbeda nyata dengan dosis yang lebih tinggi.
Cyperus iria L.
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA mampu
mengendalikan gulma spesies C. iria yang ditunjukkan dengan penurunan bobot
biomassa dan jumlah individu gulma dibandingkan terhadap perlakuan tanpa
pengendalian gulma (kontrol). Pengaruh aplikasi terlihat dari rendahnya bobot
kering biomassa dan jumlah individu gulma pada semua dosis uji dibandingkan
terhadap perlakuan kontrol (Tabel 10).
Tabel 10 Pengaruh aplikasi formulasi herbisida bentazon dan MCPA terhadap
gulma C. iria
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

-

2 MSA
0.022 b
0.000 b
0.020 b
0.011 b
0.000 b
0.001 b
0.133 a

4 MSA

6 MSA

8 MSA

... Biomassa (g/0.25 m2) ...
0.350 b
0.130 b
0.800 b
0.143 b
0.065 b
0.000 b
0.067 b
0.330 b
0.033 b
0.067 b
0.037 b
0.008 b
0.110 b
0.133 b
0.000 b
0.117 b
0.027 b
0.000 b
1.533 a
3.318 a
4.457 a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

17
Tabel 10 (Lanjutan)
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

-

2 MSA
0.2 b
0.0 b
0.8 b
0.3 b
0.0 b
0.3 b
3.0 a

4 MSA

6 MSA

...Jumlah individu...
2.3 b
1.2 b
2.2 b
0.8 b
0.8 b
2.0 b
0.5 b
0.8 b
1.2 b
1.3 b
1.2 b
0.5 b
9.7 a
9.7 b

8 MSA
0.5 b
0.0 b
0.7 b
0.2 b
0.0 b
0.0 b
8.3 a

* Data biomassa diolah dengan transformasi (X+1)1/2; Data jumlah individu diolah dengan transformasi
log(X+3); Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA
berpengaruh nyata menurunkan bobot kering biomassa dan jumlah gulma
dibandingkan terhadap perlakuan kontrol. Aplikasi dosis rendah 1.00 l ha-1
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan dosis yang
lebih tinggi maupun pengendalian gulma secara manual. Berdasarkan hasil
tersebut didapatkan bahwa aplikasi herbisida dosis 1.00 l ha-1 sudah efektif
mengendalikan gulma C. iria (Tabel 11).
Tabel 11 Persentase pengendalian gulma spesies C. iria
Perlakuan

Dosis
(l ha-1)

2 MSA

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

84.9 a
100.0 a
93.3 a
94.0 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b

Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

93.3 a
100.0 a
92.3 a
88.3 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b

4 MSA

6 MSA

Biomassa (%)
87.5 a
89.2 a
92.4 a
97.8 a
95.2 a
93.4 a
100.0 a
99.3 a
95.9 a
97.0 a
100.0 a
99.8 a
0.0 b
0.0 b
Jumlah individu (%)
96.3 a
100.0 a
84.4 a
100.0 a
89.0 a
82.0 a
100.0 a
93.4 a
88.7 a
100.0 a
100.0 a
96.7 a
0.0 b
0.0 b

8 MSA
100.0 a
95.1 a
97.1 a
100.0 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b
100.0 a
100.0 a
89.7 a
100.0 a
100.0 a
100.0 a
0.0 b

* Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Efisiensi aplikasi dosis rendah 1.00 l ha-1 bentazon dan MCPA ditunjukkan
dengan tidak berbedanya persen pengendalian gulma dibandingkan dengan dosis
yang lebih tinggi maupun dengan perlakuan pengendalian manual. Berdasarkan
hasil percobaan didapatkan aplikasi herbisida ini sangat efektif mengendalikan
gulma C. iria.

18
Fitotoksisitas
Aplikasi herbisida campuran bentazon dan MCPA menunjukkan adanya
fitotoksisitas pada tanaman padi. Gejala keracunan berupa menguningnya tajuk
padi yang terjadi pada minggu pertama dan minggu kedua dibandingkan dengan
kontrol. Pengamatan visual minggu ketiga tidak menunjukkan adanya indikasi
fitotoksisitas pada tanaman padi (Tabel 12).
Tabel 12 Toksisitas herbisida bentazon dan MCPA terhadap tanaman padi
Dosis
(l ha-1)
Bentazon/MCPA
1.00
Bentazon/MCPA
1.50
Bentazon/MCPA
2.00
Bentazon/MCPA
2.50
Bentazon/MCPA
3.00
Pengandalian manual
Kontrol
Perlakuan

1 MSA
Skor Persen
1.1 a 10.0 ab
1.0 a
8.3 ab
1.3 a 20.3 a
1.2 a 13.3 a
1.2 a 16.0 a
0.0 b
0.0 b
0.0 b
0.0 b

2 MSA
Skor Persen
0.6 a 5.7 ab
0.7 a 7.7 ab
0.7 a 7.0 ab
0.8 a 11.3 a
0.8 a 9.0 a
0.0 b 0.0 b
0.0 b 0.0 b

3 MSA
Skor Persen
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a
0.0 a

* Data skor diolah dengan transformasi (X+0.5)1/2; Angka pada kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Fitotoksisitas aplikasi bentazon dan MCPA nyata terjadi yang ditunjukkan
dengan berbeda nyata skor toksisitas dan persen menguningnya tajuk padi
dibandingkan terhadap perlakuan pengendalian manual dan kontrol. Aplikasi pada
dosis 1.00 l ha-1 menunjukkan gejala fitotoksisitas yang tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan dosis yang lebih tinggi. Tingkat keracunan pada minggu
kedua terlihat menurun yang ditunjukkan persentase toksisitas tajuk padi yang
lebih rendah dibandingkan dengan minggu pertama. Fitotoksisitas aplikasi dosis
1.00 l ha-1 memiliki nilai toksisitas terendah, sedangkan dosis uji 3.00 l ha-1
memiliki nilai toksisitas tertinggi.

Vegetatif Tanaman Padi
Tinggi tanaman padi
Aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi padi pada
3 - 5 MST dan 7 MST namun menunjukkan adanya pengaruh pada 6 MST.
Pengaruh aplikasi pada 6 MST ini terlihat pada dosis 1.50 l ha-1 dan 2.50 l ha-1
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan terhadap kontrol.
Berdasarkan nilai rataan tinggi pada tabel diatas didapatkan bahwa tinggi padi
pada perlakuan semua dosis uji formulasi herbisida meningkat pada kisaran
5-10 cm (Tabel 13).

19

Tabel 13 Pengaruh herbisida bentazon dan MCPA terhadap tinggi tanaman padi
Perlakuan
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Bentazon/MCPA
Pengendalian manual
Kontrol

Dosis
(l ha-1)
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-

3 MST
44.91 a
46.73 a
45.44 a
46.36 a
46.57 a
48.36 a
44.19 a

Tinggi tanaman (cm)
4 MST 5 MST 6 MST
52.47 a 66.75 a 79.39 ab
54.99 a 69.48 a 84.