Persepsi Pengusaha Lokal terhadap Pengusaha Pendatang (Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

PERSEPSI PENGUSAHA LOKAL TERHADAP
PENGUSAHA PENDATANG
(Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)

FAUZIAH ZURRIYATINA

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

2

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Pengusaha
Lokal terhadap Pengusaha Pendatang (Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa

Kotabatu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Dastar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Fauziah Zurriyatina
NIM I34100077

ii

iii

ABSTRAK
FAUZIAH ZURRIYATINA. Persepsi Pengusaha Lokal terhadap Pengusaha Pendatang
(Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat) Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.

Ciomas merupakan sentra pengrajin sepatu di wilayah Bogor. Semenjak industri
sepatu ini berkembang, kalangan pengusaha Tionghoa maupun Minang datang ke Desa
Kotabatu kemudian usaha mereka berkembang pesat. Beberapa tahun lalu terjadi
demonstrasi penolakan keberadaan pengusaha pendatang namun hal tersebut tidak terlalu
dihiraukan sehingga persaingan antar pengusaha semakin ketat. Munculnya pengusaha
pendatang tersebut dapat dipersepsikan positif atau negatif oleh pengusaha lokal. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik dan tingkat
pengalaman dengan persepsi terhadap pengusaha pendatang serta menganalisis hubungan
antara persepsi dengan respons pengusaha lokal terhadap keberadaan pengusaha
pendatang dalam Usaha Mikro sepatu/sandal. Responden pada penelitian ini berjumlah 50
orang pengusaha lokal Usaha Mikro sepatu di Desa Kotabatu. Pada umumnya responden
memiliki persepsi positif mengenai pengusaha pendatang yaitu menganggap bahwa
pengusaha pendatang memiliki jiwa entrepreneur. Karakteristik pengusaha lokal tidak
memiliki hubungan dengan persepsi sedangkan tingkat pengalaman memiliki hubungan
dengan persepsi terhadap pengusaha pendatang. Respons pengusaha lokal pada umumnya
menerima kehadiran pengusaha pendatang namun tidak ditemukan hubungan antara
persepsi dengan respon terhadap pengusaha pendatang.
Kata kunci: persepsi sosial, pengusaha pendatang, usaha mikro

ABSTRACT

FAUZIAH ZURRIYATINA. Perceptions of Local Entrepreneur to the Entrant
Entrepreneurs (in the case of Micro Entrepreneurs Shoes Kotabatu Village, Bogor
District, West Java Province). Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN.
Ciomas is a center of craftsmen shoes in Bogor. Since this industry develops, many
Chinese entrepreneurs and Minang entrepreneurs come to the Kotabatu village of their
work progresses. A couple years ago there was a demonstration of rejection of the
existence of the entrants entrepreneurs but it did not too anyone noticing it so that the
competitions among gets tougher. The emergence of entrant entrepreneurs can be
perceived as positive or negative by local entrepreneurs. The purpose of this research was
to analyze the relationship of the characteristics and level of experience with the
perception of the entrant entrepreneurs as well as analyzing the relationship between
perception and response to the existence of the entrant entrepreneurs in micro enterprises
shoes. Respondents in this research amounted to 50 local entrepreneurs of the micro
enterprises shoes/sandals in Kotabatu village. In general, the respondents have a positive
perception of assume that the entrant entrepreneur have entrepreneurial spirit. The
characteristics of local entrepreneurs did not have a relationship with the perception,
while the level of experience of having a relationship with the perception of entrant
entrepreneurs. The response of local entrepreneurs generally accept the presence of
entrant entrepreneur but not found the relationship between perception and response to
the entrant entrepreneurs.

Keywords: social perception, entrant enterpreneur, micro enterprises

iv

v

PERSEPSI PENGUSAHA LOKAL TERHADAP
PENGUSAHA PENDATANG
(Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)

FAUZIAH ZURRIYATINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

vi

i

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Persepsi Pengusaha Lokal terhadap Pengusaha Pendatang
(Kasus Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Fauziah Zurriyatina
I34100077

Disetujui oleh

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ______________

ii

iii


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Persepsi Pengusaha Lokal terhadap Pengusaha Pendatang (Kasus
Pengusaha UMKM Sepatu di Desa Kotabatu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Skripsi ini menjelaskan tentang
persepsi pengusaha lokal di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas terhadap
pengusaha pendatang dalam Usaha Mikro sepatu.
Penulis mengucapkan terima kasih dan hormat kepada Dr. Nurmala K.
Pandjaitan, MS. DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak
masukan, dukungan, dan telah sabar dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapakan pula terima kasih kepada
Ayahanda Saepuloh dan Ibunda Aah Thahirrah yang telah memberi dukungan
beserta doa yang tak pernah lepas dipanjatkan untuk kesuksesan penulis. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis yaitu
Atrina, Aulia, Anna, Kunti, dan Regina yang tidak pernah lelah memberikan
semangat kepada penulis terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Javanication (Anggi,
Anna, Ditha, Regina, dan Sadri) yang selalu memberikan keceriaan. Tidak lupa

penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman SKPM angkatan 47 yang
telah mengisi hidup penulis menjadi lebih bermakna dan belajar untuk semakin
dewasa. Terima kasih pula untuk seluruh aparat pemerintahan Desa Kotabatu
Kecamatan Ciomas, pengusaha lokal sepatu dan sandal Desa Kotabatu, serta
pengusaha pendatang sepatu dan sandal yang berada di Desa Kotabatu pula.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

iv

v

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran

Hipotesis
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Penentuan Responden dan Informan Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Profil Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor
Kondisi Masyarakat Desa Kotabatu
Karakteristik Usaha Industri Skala Kecil Sepatu/Sandal
KARAKTERISTIK RESPONDEN
PENGALAMAN DENGAN PENGUSAHA PENDATANG
Tingkat Pengalaman dengan Pengusaha Pendatang
Bentuk Kerjasama
PERSEPSI PENGUSAHA LOKAL TERHADAP PENGUSAHA
PENDATANG
Persepsi mengenai Cara Berdagang
Persepsi mengenai Kualitas Produk

Persepsi mengenai Budaya Kerja
Persepsi mengenai Dampak Kehadiran
Persepsi mengenai Sifat dan Karakter
RESPONS TERHADAP PENGUSAHA PENDATANG
Tingkat Penerimaan terhadap Pengusaha Pendatang
Keterlibatan Pengusaha Lokal dalam Demonstrasi
HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN TINGKAT
PENGALAMAN DENGAN PERSEPSI
Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi
Hubungan Tingkat Pengalaman dengan Persepsi
HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN RESPONS TERHADAP
PENGUSAHA PENDATANG
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
1

2
3
3
5
5
9
11
11
15
15
15
15
16
17
19
19
21
23
25
29
29
31
33
33
36
39
42
45
49
49
51
53
53
56
59
61
61
61
63
65

vi

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Luas wilayah Desa Kotabatu menurut pemanfaatannya tahun 2010
Sebaran penduduk Desa Kotabatu menurut jenis mata pencaharian
tahun 2010
Sebaran jumlah penduduk Desa Kotabatu berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2010
Sebaran jumlah penduduk Desa Kotabatu menurut kualitas angkatan
kerja tahun 2010
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik individu
Sebaran jawaban responden berdasarkan tingkat pengalaman dengan
pengusaha pendatang
Sebaran jawaban responden berdasarkan pernyataan persepsi
mengenai cara berdagang
Sebaran jawaban responden berdasarkan pernyataan persepsi
mengenai kualitas produk
Sebaran jawaban responden berdasarkan pernyataan persepsi
mengenai budaya kerja
Sebaran jawaban responden berdasarkan pernyataan persepsi
mengenai dampak kehadiran
Sebaran jawaban responden berdasarkan pernyataan persepsi
mengenai sifat dan karakter
Sebaran jawaban responden berdasarkan tingkat penerimaan terhadap
pengusaha pendatang
Jumlah dan persentase responden berdasarkan respons terhadap
pengusaha pendatang
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan
persepsi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan persepsi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dan
persepsi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan lokalit/kosmopolit dan
persepsi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengalaman
dan persepsi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi dan respons

20
21
22
22
25
30
34
37
40
43
45
49
52
53
54
55
56
57
59

viii

ix

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

Kerangka pemikiran
Jumlah responden berdasarkan persepsi terhadap pengusaha
pendatang
Jumlah responden berdasarkan keterlibatannya pada demonstrasi

10
47
51

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Sketsa Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat
Dokumentasi Penelitian
Hasil Uji SPSS
Pedoman wawancara mendalam
Data Responden

65
67
69
71
73

x

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor yang
penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran
pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan
kerja, peningkatan devisa negara, dan pembangunan ekonomi daerah. Usaha
Mikro diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan
ekonomi nasional sehingga UMKM membutuhkan pelindung berupa kebijakan
pemerintahan seperti undang-undang dan peraturan pemerintah. (Setiyadi 2008).
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memberikan
kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2009 tercatat kontribusi
UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai sekitar 45%
atau senilai Rp 2 000 triliun, sedangkan tahun 2010 diperkirakan UMKM mampu
memberi kontribusi lebih besar lagi kepada PDB Indonesia yakni sekitar Rp3 000
triliun. Besarnya kontribusi juga terlihat dari tingginya penyerapan tenaga kerja
sektor UMKM ini, yaitu hingga tahun 2009 sebanyak 91,8 juta atau 97,3% dari
seluruh tenaga kerja di Indonesia (Departemen Koperasi 2010).
Pada tahun 2010, jumlah unit UMKM di Indonesia mencapai 53.8 juta unit
usaha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Besarnya jumlah UMKM
tersebut mencerminkan besarnya potensi yang dapat dikembangkan dan
ditingkatkan bagi UMKM untuk lebih berkontribusi bagi negeri ini. UMKM
mampu bertahan dari beberapa gelombang krisis yang pernah terjadi di negeri ini,
seperti krisis ekonomi tahun 1997-1998 dan krisis ekonomi global tahun 2008. Di
saat banyak perusahaan besar yang bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK), UKM mampu menyerap para pengangguran untuk dapat bekerja
kembali (Rizki dan Sylvia 2011dalam Devanti 2013).
Perkembangan sektor usaha mikro hingga saat ini jumlahnya telah
menggelembung sedemikian besar bahkan hampir menyamai jumlah mereka yang
bekerja di sektor formal lainnya. Di wilayah Jawa jumlah pelaku sektor usaha
kecil berkisar antara 37% sampai 43%, sementara di luar Jawa lebih banyak lagi
berkisar antara 40%-50%. Dengan begitu saat ini tidak bisa dikatakan lagi bahwa
sektor usaha kecil dan menengah hanya sebagai tempat penampungan sementara
bagi para pekerja yang belum bisa masuk ke sektor formal lainnya, namun
keberadaannya justru sebagai motor pertumbuhan ektivitas ekonomi (perkotaan)
karena jumlah penyerapan tenaga kerjanya yang demikian besar (sama dengan
jumlah tenaga kerja di sektor formal) (Sriyana 2010).
Ciomas merupakan sentra pengrajin sepatu dan sandal di wilayah Bogor.
Sebagian besar warga di wilayah tersebut bekerja di bengkel-bengkel sepatu yang
terletak di rumah masing-masing pengrajin. Sebagai usaha menengah dan kecil,
para pengrajin sepatu asal Ciomas mampu menghasilkan kualitas yang baik serta
tidak kalah dengan produk sepatu ternama. Desa Kotabatu merupakan salah satu
daerah di Ciomas yang memiliki pengrajin sepatu di dalamnya. Sebagaian besar
mata pencaharian warga Desa Kotabatu bergerak dalam bidang usaha mandiri
atau wirausaha yaitu sebesar 1 701 orang. Tercatat sebanyak 201 penduduk desa
ini merupakan pengusaha kecil dan menengah. Di Bogor, kawasan ini sejak lama

2

dikenal sebagai sentra penghasil sepatu dan sandal rumahan serta sentra cetakan
kayu sepatu. Adanya usaha sepatu ini mampu menyerap tenaga kerja di wilayah
ini bahkan sampai luar desa.
Semenjak usaha sepatu ini berkembang, kalangan pengusaha Cina maupun
Minang datang ke desa Kotabatu. Mereka pada awalnya hanya menjual kebutuhan
usaha sepatu, namun seiring berjalannya waktu mulai membuka bengkel sepatu.
Para pengusaha tersebut mempekerjakan warga sekitar di bengkelnya. Persaingan
di kawasan tersebut menjadi sangat ketat. Hal ini menjadi salah satu kendala yang
dihadapi Usaha Mikro sehingga mengakibatkan Usaha Mikro sulit bersaing di
pasar terutama pasar domestik.
Keberadaan pengusaha sepatu yang berasal dari Cina maupun Minang dapat
memperbesar jumlah pesaing Usaha Mikro. Hal ini dapat mengakibatkan jalannya
Usaha Mikro pengusaha lokal terhambat. Penghambatan ini terjadi karena
pengusaha pendatang memiliki modal yang cukup serta jaringan yang luas
sehingga memungkinkan untuk mendapatkan untung yang lebih besar. Tidak
dapat dipungkiri pengusaha lokal memiliki keterbatasan modal serta
menggunakan cara lama untuk memasarkan produknya. Hal ini memungkinkan
munculnya konflik antara pengusaha lokal dengan pengusaha pendatang di dalam
Usaha Mikro sepatu/sandal.
Beberapa tahun lalu terjadi demonstrasi di Desa Kotabaru yang menolak
adanya pengusaha sepatu yang berasal dari luar kawasan tersebut. Mereka
menyesalkan adanya izin pengusaha yang berasal dari Cina dan Minang tersebut
menjual kebutuhan usaha sepatu bahkan sampai membuka bengkel masingmasing di rumahnya. Namun demo tersebut tidak dihiraukan sehingga persaingan
antara pengrajin sepatu yang berasal dari Desa Kotabatu semakin ketat.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka akan timbul berbagai kondisi yang
berdampak pada pola interaksi diantara mereka. Hal ini dapat dilihat dari persepsi
yang timbul antar pengusaha mengenai pengusaha lainnya. Persepsi tersebut dapat
bernilai positif atau negatif tergantung cara mereka menganggap keberadaan
pengusaha lain sebagai ancaman atau malah pemicu usaha mereka sendiri agar
lebih baik lagi.

Rumusan Masalah
Persepsi sosial berperan penting dalam perilaku sosial dan pola pemikiran
sosial. Persepsi terhadap pengusaha pendatang yang dihasilkan dari pengusaha
lokal akan memengaruhi perilaku yang dimunculkan oleh pengusaha lokal dalam
menanggapi kedatangan pengusaha pendatang tersebut. Hal ini akan berdampak
pula pada interaksi antara kedua pihak terutama dalam persaingan usaha.
Berkembangnya Usaha Mikro sepatu memiliki dampak yang baik karena
mampu mengurangi tingkat pengangguran karena mampu menyerap tenaga kerja
yang cukup. Desa yang menjadi kawasan Usaha Mikro pun akan mempermudah
para pengusaha untuk mendapatkan produk sepatu.
Perkembangan Usaha Mikro di pedesaan ternyata mampu menarik perhatian
pengusaha-pengusaha luar untuk turut andil dalam usaha tersebut. Maka bukan
hal yang mustahil jika di kawasan yang telah berkembang dan masih berpotensi
perekonomiannya akan mendapat ancaman yaitu munculnya saingan dari kawasan

3

luar. Munculnya pengusaha pendatang tersebut dapat dipersepsikan positif atau
negatif oleh pengusaha lokal. Persepsi ini akan memengaruhi pola interaksi
diantara mereka. Persepsi negatif dapat menjadi akar konflik diantara mereka
sedangkan persepsi positif dapat menghasilkan kerja sama atau kemitraan diantara
mereka. Maka perlu diteliti bagaimana persepsi pengusaha lokal Usaha Mikro
sepatu.
Rumusan masalah yang diangkat dalam topik penelitian mengenai persepsi
pengusaha lokal terhadap pengusaha pendatang dalam Usaha Mikro sepatu, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik pengusaha lokal dan tingkat
pengalaman dengan persepsi terhadap pengusaha pendatang dalam Usaha
Mikro sepatu?
2. Bagaimana hubungan antara persepsi dengan respons pengusaha lokal
terhadap keberadaan pengusaha pendatang dalam Usaha Mikro sepatu?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah di atas, maka tujuan penulisan pada penelitian ini
adalah menganalisis persepsi pengusaha lokal Usaha Mikro sepatu Desa Kotabatu.
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan antara karakteristik pengusaha lokal dan tingkat
pengalaman dengan persepsi terhadap pengusaha pendatang dalam Usaha
Mikro sepatu.
2. Menganalisis hubungan antara persepsi dengan respons pengusaha lokal
terhadap keberadaan pengusaha pendatang dalam Usaha Mikro sepatu.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi
yang mucul antara pengusaha lokal terhadap adanya pengusaha pendatang dalam
Usaha Mikro sepatu. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:
1. Bagi masyarakat Desa Kotabatu
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai Desa
Kotabatu terutama mengenai Usaha Mikro (UM) sepatu yang ada di desa
tersebut. Selain itu penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi referensi
bagi desa-desa lain pada umumnya dan Desa Kotabatu pada khususnya untuk
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki terlebih mengenai usaha
sepatu.
Sementara bagi masyarakat umum penelitian ini diharapkan mampu
menambah wawasan masyarakat mengenai kehidupan masyarakat desa yang
memiliki mata pencaharian utama adalah sebagai pengusaha mikro.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil
kebijakan dalam menghadapi masalah interaksi antara pengusaha lokal
dengan pengusaha pendatang. Pemerintah diharapkan dapat membangun

4

3.

hubungan yang sinergis antara semua stakeholder. Selain itu diharapkan agar
pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam meningkatkan
kesejahteraan, dalam hal ini adalah kelancaran jalannya UMKM yang telah
menjadi salah satu bagian penting di masyarakat.
Bagi peneliti dan kalangan akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka dan
menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan topik persepsi, UMKM, serta
hubungan interaksi antara lokal dan pendatang.

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Persepsi Sosial
Berdasarkan pendapat Baron dan Byrne (2004) persepsi sosial adalah proses
yang digunakan untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Persepsi
sosial berperan penting dalam perilaku sosial dan pola pemikiran sosial. Persepsi
sosial ini tidak bisa lepas dari komunikasi nonverbal yaitu komunikasi
antarindividu tanpa melibatkan isi bahasa lisan, namun mengandalkan bahasabahasa nonlisan melalui ekspresi wajah, kontak mata, dan bahasa tubuh. Baron
dan Byrne pula menjelaskan bahwa dalam persepsi sosial terdapat atribusi yaitu
proses kompleks dimana manusia berusaha memahami alasan-alasan dibalik
perilaku orang lain.
Aronson et al. (2005) mengemukakan bahwa “social perception is the study
of how people form impressions and make inferences about other people. People
constantly form such impressions because doing so helps them understand and
predict their sosial worlds”. Hal ini berarti persepsi sosial merupakan cara
seseorang membentuk kesan mengenai orang lain kemudian menyimpulkannya
agar mempermudah orang tersebut mengenal orang lain. Selanjutnya Aronson et
al. (2005) juga mengutarakan bahwa “culture plays an important role in the
formation of attributons” sehingga persepsi sosial juga dipengaruhi oleh budaya
orang yang mempersepsikan.
Kemudian Taylor et al. (2009) berpendapat bahwa persepsi sosial adalah
bagaimana manusia membentuk kesan terhadap orang lain, jenis informasi apa
yang kita gunakan untuk mendapatkan kesan itu, seberapa akuratkah kesan kita,
dan bias apa yang memengaruhi kesan. Manusia menggunakan apapun informasi
yang tersedia untuk membentuk kesan kita tentang orang lain yaitu dengan
membuat penilaian tentang kepribadiannya atau menyusun hipotesis tentang jenis
orang itu. Menurut Taylor et al. (2009) dalam mengkaji bagaimana orang
membentuk kesan tentang orang lain, terdapat enam prinsip umum dan sederhana:
1. Orang membentuk kesan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan
informasi minimal dan kemudian menyebut ciri-ciri umum daari orang lain.
2. Orang memberi perhatian khusus pada ciri yang paling menonjol dari
seseorang, bukan memerhatikan seluruh ciri seseorang.
3. Dalam memproses informasi tentang orang lain kita akan memberi makna
yang koheren pada perilaku mereka.
4. Kita menata persepsi kita dengan mengorganisasikan atau mengelompokkan
stimuli.
5. Kita menggunakan struktur kognitif kita untuk memahami perilaku orang
lain.
6. Kebutuhan pihak yang memahami dan tujuan personal juga akan
memengaruhi bagaimana dia memandang orang lain.
Selanjutnya menurut Rahman (2013) persepsi sosial adalah suatu usaha
untuk memahami orang lain dan diri kita sendiri. Sebagai objek, banyak aspek
dari manusia yang bisa dipersepsi. Aspek-aspek tersebut bisa berupa:

6

1.

Aspek fisik: daya tahan fisik, daya tarik fisik, kecepatan, kekuatan, tinggi
badan, berat badan, kesehatan, kebugaran, kelenturan, warna kulit, kualitas
suara, warna rambut, bentuk muka, bentuk hidung, dan lain-lain.
2. Aspek psikologis: kepribadian, sikap, motivasi, stabilitas emosi, kecerdasan,
minat, kesabaran, dan lain-lain.
3. Aspek sosio-kultural: keterampilan sosial, keberanian, konformitas, integrasi
sosial, intensi prososial, kepekaan sosial, kemandirian, dan lain-lain.
4. Aspek spiritual: orientasi beragama, integritas moral, perilaku beribadah, dan
lain-lain.
Rahman (2013) pula menjelaskan bahwa persepsi sosial bersifat selektif.
Tidak semua aspek dari orang lain menjadi objek persepsi kita, adakalanya kita
lebih tertarik untuk memahami aspek fisiknya, psikologis, sosial, dan/atau
spiritualnya. Di dalam memahami orang lain, manusia kadang hanya
mengandalkan shortcut mental. Pada saat itu pemahaman sosial menjadi lebih
cepat, tetapi keakuratan dikorbankan.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Persepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Yuniarti (2000)
dalam Siregar (2008) proses terbentuknya persepsi tidak terlepas dari pengalaman
penginderaan dan pemikiran. Pengalaman masa lalu akan memberikan dasar pada
pemahaman penerimaan, pandangan atau tanggapan manusia terhadap sesuatu
yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan Krech & Cruchfield (1948) seperti yang dikutip oleh Rakhmat
(2004) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi persepsi yaitu perhatian,
faktor fungsional, dan faktor struktural. Perhatian adalah proses mental ketika
stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimuli lainnya melemah. Perbedaan perhatian di tiap-tiap manusia dipengaruhi
oleh faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Selanjutnya adalah faktor
fungsional yaitu faktor-faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu
dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor personal. Hal
yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons pada stimuli tersebut. Kemudian faktor struktural
adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efekefek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Walaupun stimuli
yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan intepretasi yang
konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
Suatu objek dapat dilihat secara berbeda oleh masing-masing individu
tergantung dari kesan yang muncul terhadap objek tersebut. Menurut Estiningsih
(1998) seperti yang dikutip oleh Siregar (2008) terdapat empat hal yang dapat
memengaruhi persepsi seseorang yaitu (1) lingkungan fisik dan sosialnya, (2)
struktur fisiologisnya, (3) kebutuhan dan cita-citanya, serta (4) pengalaman masa
lalunya. Dengan demikian persepsi bergantung pada empat hal tersebut sehingga
yang penting untuk diperhatikan adalah persepsi subyektif dari individu, bukan
lagi apa yang diamatinya secara obyektif.
Berdasarkan Gudykunst (2003), budaya dapat memengaruhi persepsi
seseorang. Beberapa studi menunjukkan bahwa kemiripan budaya akan
menghasilkan persepsi yang positif pada orang yang mempersepsi. Hal ini
dipengaruhi oleh kesamaan/kemiripan pandangan perasaan, intensitas/tingkat

7

kedekatan, penggabungan antara intensitas ekspresi yang dirasakan dengan
kesimpulan tentang pengalaman subyektif, emosi terhadap persepsi yang
direspons, serta ekspresi yang dirasakan.
Selain itu terdapat perbedaan budaya yang dapat memengaruhi persepsi. Hal
tersebut diantaranya adalah adanya pengenalan emosi yang berbeda, perbedaan
pandangan mengenai dimensi budaya, atribusi personal berdasarkan sebuah
senyuman, intensitas atribusi, perbedaan etnis dalam tingkat intensitas, dan
kontribusi dimensi budaya dalam mempersepsi. Hal yang buktinya tersedia
sampai saat ini menunjukkan bahwa persepsi dapat memiliki elemen baik
universal dan budaya-spesifik. Di tempat lain Gudykunst (2003) mengusulkan
mekanisme mirip dengan teori ekspresi neurocultural Ekman dan Friensen untuk
menggambarkan bagaimana kesamaan budaya dan perbedaan persepsi emosi atau
penilaian dapat diperoleh. Mekanisme ini menyiratkan bahwa penilaian emosi
dipengaruhi oleh wajah.
Usaha Mikro
Sesuai dengan Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) Nomor 20 tahun 2008, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka
membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan. (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008).
Berdasarkan UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Nomor 20
tahun 2008 pada Bab IV pasal 16 menetapkan kriteria Usaha Mikro yaitu
memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak tiga
ratus juta rupiah.
Pengusaha Lokal dan Pengusaha Pendatang
Pengusaha lokal adalah pengusaha yang berasal dari lokasi Usaha Mikro
berdasarkan etnisitas lokal setempat sehingga pengusaha lokal adalah pengusaha
Sunda. Sedangkan pengusaha pendatang adalah pengusaha yang berasal dari luar
lokasi Usaha Mikro yang datang ke tempat tersebut akibat adanya peluang bisnis
yang telah terbuka. Pengusaha pendatang dilihat berasal dari etnis lain. Menurut
Nagel (2013) pengusaha pendatang biasanya merupakan etnis yang lebih siap
untuk menjalankan usaha seperti Tionghoa, Jawa, dan Minang.
Indrahti (2013) mengemukakan bahwa pengusaha yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan hidup akan cenderung mengutamakan kepemilikan materi.
Mereka akan melihat keberhasilan berdasarkan kepemilikan rumah yang bagus
dan besar, mobil pribadi, dan naik haji. Berdasarkan penemuan tersebut maka
orang-orang yang melihat keberhasilan berdasarkan kepemilikan materi akan
melakukan berbagai cara untuk dapat terlihat berhasil di mata orang lain. Hal ini
akan berdampak pada cara kerja yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
pemikiran seperti ini bahwa patokan keberhasilan adalah materi sehingga
bagaimanapun caranya harus mendapatkan keuntungan yang sebanyakbanyaknya.

8

Menurut Nagel (2013) secara umum baik pengusaha lokal maupun
pengusaha Tionghoa memiliki kesepakatan bahwa hal-hal berikut menjadi kunci
keberhasilan usaha: Pertama, adalah faktor kerja keras, dorongan, dan dedikasi.
Para pemilik bisnis kecil harus berkomitmen dalam mencapai keberhasilan dan
rela menghabiskan waktu dan usaha sebanyak mungkin untuk dapat
mewujudkannya. Kedua, permintaan pasar akan produk dan jasa yang disediakan.
Analisis yang cermat terhadap kondisi pasar dapat membantu para pemilik bisnis
kecil melihat kemungkinan penerimaan produk mereka di pasar. Ketiga,
kompetensi managerial. Para pemilik bisnis kecil yang berhasil mungkin
mendapatkan kompetensi melalui pelatihan atau penggalanan atau dengan belajar
dari keahlian orang lain. Hanya sedikit wirausahawan berhasil yang dapat sukses
sendiri atau langsung berhasil setelah lulus kuliah, sebagian besar bekerja dulu
diperusahaan besar atau bersekutu dengan teman-teman lain agar dapat memiliki
lebih banyak keahlian dalam suatu bisnis baru serta yang keempat adalah
keberuntungan.
Etnis Tionghoa mendominasi UMKM-UMKM di Indonesia. Sebutan
Tionghoa adalah orang-orang keturunan Cina di Indonesia yang termasuk Warga
Negara Indonesia. Etnis Tionghoa memiliki falsafah 3C kesuksesan dan
pantangan 3C pula. Adapun 3C untuk kesuksesan mereka adalah: Cengli yang
artinya kalau ingin sukses, cara kita bekerja mesti cengli atau adil yang berarti kita
harus jujur, tidak curang dan bisa dipercaya. Cincai artinya orang yang mudah
memberi, tidak terlalu banyak perhitungan dan bukan tipe orang yang sulit Coan
yang artinya orang kerja adalah wajar kalau mengharapkan keuntungan.
Sedangkan pantangan 3C adalah Ciok (hutang). Jika hutang mampu dibayar
hutang tidak akan menjadi masalah, tetapi terkadang akan menjadi C yang kedua
yaitu Ciak (dimakan saja). Dan semakin tidak bertanggung jawab jika kemudian
orang tersebut melakukan C yang ketiga yaitu Cao (lari). (Devanti 2013)
Terdapat sembilan rahasia sukses orang Tionghoa. Pertama adalah usaha
keras, berani mencoba, dan tidak takut gagal. Kedua adalah mengumpulkan
informasi dan belajar. Ketiga melakukan perencanaan, keempat membina relasi,
kelima memiliki kemampuan administratif dan inventory control. Keenam
memiliki kemampuan pemasaran, ketujuh mendelegasikan, kedelapan adalah
mendiversivikasi serta kesembilan adalah mengolah keuangan (Devanti 2013).
Berdasarkan sembilan rahasia ini, pengusaha Tionghoa mampu menjalankan
usahanya dengan baik karena pendidikan mengenai bisnis telah didapat dari kecil
serta telah ditanamkan oleh orang tua mereka untuk berwirausaha sejak kecil.
Berbeda dengan sebagian orang Indonesia yang telah ditanamkan oleh orang
tuanya untuk menjadi pegawai di instansi. Orang-orang Indonesia tidak
dibiasakan atau bahkan tidak disiapkan menjadi wirausaha sejak kecil.
Berdasarkan perspektif etnis seperti yang diutarakan Nagel (2013),
wirausaha Tionghoa lebih mengatribusikan keberhasilan bisnis mereka sebagai
faktor internal dibanding wirausahawan pribumi. Tidak ada perbedaan atribusi
kegagalan bisnis wirausahawan Tionghoa dan pribumi, keduanya cenderung
mengatribusikan kegagalan bisnis mereka sebagai faktor eksternal. Untuk faktor
keberhasilan bisnis, tidak terdapat perbedaan atribusi. Para wirausahawan, baik
Tionghoa-pribumi maupun perempuan-laki-laki, lebih cenderung mengatribusikan
keberhasilan bisnis mereka sebagai faktor yang tidak stabil. Hal yang sama juga
berlaku untuk kegagalan bisnis. Para wirausahawan lebih cenderung

9

mengatribusikan kegagalan bisnis mereka sebagai faktor yang tidak stabil.
Terdapat perbedaan atribusi keberhasilan bisnis berdasarkan prespektif etnis.
Wirausahawan Tionghoa lebih mengatribusikan keberhasilan bisnis mereka
sebagai faktor yang dapat dikontrol, sedangkan wirausahawan pribumi lebih
mengatribusikan keberhasilan bisnis mereka sebagai faktor yang tidak dapat
dikontrol. Para wirausahawan lebih cenderung mengatribusikan kegagalan bisnis
mereka sebagai faktor yang tidak dapat mereka kontrol.
Orang Tionghoa memiliki watak yang serius dalam bekerja. Watak ini yang
menjadi bekal orang Tionghoa untuk merantau sehingga menjadi etos kerja
mereka. Kerja keras ini didorong oleh anggapan bahwa bekerja keras merupakan
tanggung jawab orang Tionghoa terutama sebagai anak laki-laki yang harus
menghidupi keluarga. Hal ini dapat terjadi karena selalu ingat bahwa mereka
hidup dalam masyarakat yang kelangsungan hidup individunya sangat tergantung
pada dukungan keluarga sehingga bila tidak bekerja keras mereka akan mendapat
tekanan sosial. Mereka menjadi tidak punya pilihan lain selain bekerja keras untuk
bisa menjamin masa depan mereka dan keluarganya.
Pengusaha pendatang memiliki karakter yang khas karena mereka lebih
disiapkan untuk merantau dan membuka usaha sendiri. Tidak jarang pengusaha
pendatang memasuki kawasan industri kecil kemudian mendominasi industri
tersebut karena memiliki keunggulan dari segi kualitas, perhitungan usaha, dan
jaringan usaha yang luas. Mereka biasanya memiliki persatuan pengusaha asal
daerahnya. Kekuatan jaringan tersebut yang menjadi titik persaingan antara
pengusaha lokal dengan pengusaha pendatang.
Berdasarkan pemaparan di atas maka pengusaha adalah seseorang yang
memiliki Usaha Mikro sepatu (wirausahawan). Pada penelitian ini pengusaha
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
a. Pengusaha lokal adalah pemilik Usaha Mikro yang beretnis Sunda serta berasal
dari Desa Kotabatu.
b. Pengusaha pendatang adalah pemilik Usaha Mikro yang berasal dari luar Desa
Kotabatu baik yang menetap maupun yang hanya membuka usaha saja di
kawasan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari etnisitas pengusaha tersebut yang
berbeda dengan etnis setempat. Contohnya adalah pengusaha Tionghoa dan
pengusaha Minang.

Kerangka Pemikiran
Merebaknya Usaha Mikro di dalam suatu kawasan akan menjadi daya tarik
pengusaha lain untuk masuk ke dalam kawasan tersebut. Pengusaha yang mulai
merambah ke kawasan Usaha Mikro sepatu di Desa Kotabatu ini adalah
pengusaha Cina dan Minang. Terdapat berbagai persepsi pengusaha lokal dalam
melihat fenomena merambahnya pengusaha pendatang di kawasan industri kecil
mereka. Munculnnya persepsi pengusaha lokal terhadap pengusaha pendatang
disebabkan oleh ciri-ciri yang melekat pada masyarakat yang mencakup
karakteristik individu dan karakteristik lingkungan.
Pengalaman dengan pengusaha pendatang dapat diukur dengan tingkat
pengalaman pengusaha lokal memiliki hubungan dengan pengusaha pendatang

10

serta seperti apa saja bentuk kerja sama yang terjalin antara pengusaha lokal
dengan pengusaha pendatang.
Selanjutnya baik karakteristik pengusaha, pengalaman dengan pengusaha
pendatang, dan tingkat penerimaan tersebut diduga berhubungan dengan persepsi
pengusaha lokal terhadap pengusaha pendatang. Persepsi terhadap pengusaha
pendatang dilihat berdasarkan lima dimensi yaitu cara berdagang pengusaha
pendatang, kualitas produk, budaya kerja, dampak keberadaan pengusaha
pendatang, serta sifat dan karakter pengusaha pendatang. Persepsi tersebut dapat
bermakna positif atau negatif. Hasil dari proses persepsi tersebut diduga dapat
memengaruhi respons yang muncul terhadap pengusaha yang ada di Usaha Mikro
sepatu. Respons dapat dilihat berdasarkan tingkat penerimaan terhadap pengusaha
pendatang mengarah pada hubungan timbal balik antara pengusaha lokal dengan
pengusaha pendatang. Tingkatan ini menunjukkan sampai sejauh mana pengusaha
lokal menerima keberadaan pengusaha pendatang. Dimulai dari interaksi antara
dua pihak yang paling sederhana hingga hubungan interaksi yang lebih intensif.
Respons tersebut dapat tercermin pula pada munculnya demonstrasi penolakan
adanya pengusaha pendatang, kerja sama, hubungan kemitraan, bahkan sampai
konflik. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakteristik Pengusaha





Jenis Kelamin
Umur
Tingkat pendidikan
Lokalit/Kosmopolit

 Keterlibatan kelompok
 Empati

Pengalaman dengan
Pengusaha Pendatang

Persepsi terhadap
Pengusaha Pendatang






Cara berdagang
Kualitas produk
Budaya kerja
Dampak keberadaan
Sifat dan karakter

 Tingkat pengalaman
dengan pengusaha
pendatang
 Bentuk kerja sama

Keterangan

:

Berhubungan
Tidak diuji dengan persepsi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Respons
terhadap
Pengusaha
Pendatang

11

12

Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang
dapat ditarik adalah:
1. Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik pengusaha lokal dan
tingkat pengalaman dengan persepsi pengusaha lokal terhadap pengusaha
pendatang.
2. Diduga bahwa persepsi pengusaha lokal terhadap pengusaha pendatang
memiliki hubungan dengan respons terhadap pengusaha pendatang.

Definisi Operasional
Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang
jelas sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional
dan pengukuran peubah dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik pengusaha adalah ciri yang melekat pada masing-masing
responden. Variabel yang diukur adalah ciri-ciri pengusaha yang diduga
berpengaruh langsung terhadap variabel terpengaruh. Variabel yang diteliti
dalam penelitian ini adalah:
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan struktur biologis responden, yaitu laki-laki dan
perempuan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala
nominal.
Perempuan (kode 1)
Laki-laki (kode 2)
b. Umur
Umur merupakan rentang waktu responden sejak dilahirkan hingga
penelitian dilakukan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan
skala ordinal. Umur dikategorikan menjadi dua berdasarkan data yang
didapatkan di lapang sebagai berikut:
Muda (Skor 1) : Umur dibawah 41 tahun
Tua (Skor 2) : Umur dari 41 tahun ke atas
c. Tingkat Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal tertinggi yang
pernah ditempuh responden dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran
data dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Tingkat pendidikan
dikategorikan sebagai berikut:
Pendidikan rendah (Skor 1) : Tidak sekolah, tidak lulus SD, lulus SD, dan
lulus SMP
Pendidikan tinggi (Skor 2) : Tidak lulus SMA, lulus SMA, Perguruan
Tinggi
d. Lokalit/Kosmopolit merupakan keterdedahan responden terhadap dunia
luar. Lokalit dapat dilihat berdasarkan kurangnya responden dalam
menggunakan media serta hanya bersumber pada hubungan interpersonal.
Kosmopolit adalah keragaman di dalam masyarakat yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari. Semakin kosmopolit responden maka semakin
terdedah oleh informasi yang didapatkan dari luar lingkungan sehingga
luas pengetahuannya mengenai hal-hal yang tidak ada di lingkungannya.

13

2.

3.

Masyarakat yang kosmopolit lebih terdedah informasi melalui media
massa serta masyarakat yang didalamnya terdapat keberagaman budaya.
Variabel diukur menggunakan skala ordinal dengan skoring sebagai
berikut:
Lokalit (kode 1)
: skor total 3-4
Kosmopolit (kode 2) : skor total 5-6
e. Keterlibatan Kelompok merupakan keanggotaan seseorang terhadap suatu
kelompok tertentu yang dapat memengaruhi pendapat atau pemikirannya
mengenai suatu obyek atau subyek. Keterlibatan responden di dalam
kelompok menunjukkan kekohesivitasan responden dengan sesama
pengusaha lokal lainnya.
f. Empati merupakan kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain yang
terkait dengan rasa iba dan kasih sayang. Rasa empati juga ditunjukkan
dengan bagaimana seseorang menempatkan diri sebagai orang lain.
Tingkat pengalaman dengan pengusaha pendatang adalah seberapa jauh
hubungan responden dengan pengusaha pendatang. Pengalaman kontak
diukur melalui kejadian-kejadian yang terhimpun berdasarkan pengalaman
responden dalam berinteraksi dengan pengusaha pendatang. Variabel ini
diukur berdasarkan sejauh mana responden pernah bergaul dengan pengusaha
pendatang menggunakan skala bogardus. Tingkatan diukur dari kontak yang
paling sederhana hingga yang lebih komplek dengan pilihan pernah (skor 2)
dan tidak pernah (skor 1) untuk setiap pertanyaan yang bermakna positif serta
skor akan dibalik untuk pertanyaan yang bermakna negatif. Tingkat
pengalaman ini dikategorikan sebagai berikut:
Tingkat 1: Responden bertemu pengusaha pendatang (skor 5)
Tingkat 2: Responden memiliki hubungan yang baik dengan pengusaha
(skor 6)
Tingkat 3: Responden memiliki pengalaman baik dengan pengusaha
pendatang (skor 7)
Tingkat 4: Responden memiliki hubungan kerja sama (skor 8)
Persepsi pengusaha lokal terhadap pengusaha pandatang adalah pandangan
responden sebagai pengusaha lokal yang dianggap dapat mewakili pengusaha
lokal lainnya dalam kawasan ini yang sama terhadap pengusaha pendatang
dengan menyimpulkan informasi. Persepsi dapat diukur berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman responden terhadap pengusaha pendatang.
Terdapat lima dimensi persepsi yang diukur dengan menggunakan skala likert
berskala empat terhadap sebuah pernyataan. Skala likert tersebut mencakup
pilihan sebagai berikut:
Sangat Setuju (SS)
(Skor 4)
Setuju (S)
(Skor 3)
Tidak Setuju (TS)
(Skor 2)
Sangat Tidak Setuju (STS)
(Skor 1)
Skor tersebut berlaku bagi pernyataan positif sedangkan bagi pernyataan
negatif skor akan dibalik. Setelah itu skor total akan digolongkan kembali
menjadi dua, yaitu pengusaha pendatang:
Entrepreneur
Bukan entrepreneur

: skor total 22-55 (kode 2)
: skor total 56-88 (kode 1)

14

4.

Lima dimensi persepsi yang dikaji yaitu:
a. Persepsi mengenai cara berdagang merupakan pandangan responden
mengenai cara berdagang yang dilakukan oleh pengusaha pendatang.
Termasuk di dalamnya mengenai cara pengusaha pendatang menjalankan
usahanya sehingga usaha tersebut dapat tetap bertahan. Persepsi responden
dihitung berdasarkan frekuensi munculnya pilihan jawaban kemudian
dikalikan bobot jawaban lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan
responden. Setelah itu total skor rata-rata pada setiap pernyataan dijumlah
lalu dibagi empat sehingga didapatkan rata-rata jawaban responden untuk
dimensi persepsi mengenai cara berdagang.
b. Persepsi mengenai kualitas produk merupakan cara pandang responden
terhadap kualitas produk pengusaha pendatang. Persepsi responden
dihitung berdasarkan frekuensi munculnya pilihan jawaban kemudian
dikalikan bobot jawaban lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan
responden. Setelah itu total skor rata-rata pada setiap pernyataan dijumlah
lalu dibagi empat sehingga didapatkan rata-rata jawaban responden untuk
dimensi persepsi mengenai kualitas produk.
c. Persepsi mengenai budaya kerja pengusaha pendatang merupakan cara
pandang responden terhadap nilai-nilai yang dianut pengusaha pendatang
dalam menjalankan usahanya. Hal ini dilihat pula berdasarkan etnis
pengusaha pendatang yang dipersepsikan. Persepsi responden dihitung
berdasarkan frekuensi munculnya pilihan jawaban kemudian dikalikan
bobot jawaban lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan responden. Setelah
itu total skor rata-rata pada setiap pernyataan dijumlah lalu dibagi lima
sehingga didapatkan rata-rata jawaban responden untuk dimensi persepsi
mengenai budaya kerja.
d. Persepsi mengenai dampak kehadiran pengusaha pendatang adalah cara
pandang responden mengenai dampak kehadiran pengusaha pendatang
bagi kelangsungan industri kecil yang ada di kawasan responden. Persepsi
responden dihitung berdasarkan frekuensi munculnya pilihan jawaban
kemudian dikalikan bobot jawaban lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan
responden. Setelah itu total skor rata-rata pada setiap pernyataan dijumlah
lalu dibagi lima sehingga didapatkan rata-rata jawaban responden untuk
dimensi persepsi mengenai dampak keberadaan.
e. Persepsi mengenai sifat dan karakter pengusaha pendatang adalah cara
pandang responden mengenai ciri-ciri yang melekat pada pengusaha
pendatang. Persepsi responden dihitung berdasarkan frekuensi munculnya
pilihan jawaban kemudian dikalikan bobot jawaban lalu dibagi dengan
jumlah keseluruhan responden. Setelah itu total skor rata-rata pada setiap
pernyataan dijumlah lalu dibagi lima sehingga didapatkan rata-rata
jawaban responden untuk dimensi persepsi mengenai sifat dan karakter.
Respons diukur berdasarkan tingkat penerimaan responden serta
keikutsertaan responden dalam demonstrasi yang pernah dilakukan. Tingkat
penerimaan adalah seberapa sering interaksi responden dengan pengusaha
pendatang. diukur berdasarkan jenis interaksi serta substansi yang dibicarakan
dengan pengusaha pendatang. Pengukuran menggunakan skala Bogardus
yang dapat mengukur jarak sosial antara responden dengan pengusaha
pendatang. Tingkatan diukur dari interaksi yang sebentar hingga yang lebih

15

intensif dengan pilihan tidak pernah (skor 1) dan pernah (skor 2). Tingkat
penerimaan ini dikategorikan sebagai berikut:
Tingkat 1: Responden menyapa pengusaha pendatang setiap kali
berpapasan (skor 6)
Tingkat 2: Responden berbincang dengan pengusaha pendatang (skor 7)
Tingkat 3: Responden membuka obrolan mengenai usaha (skor 8)
Tingkat 4: Responden membagikan informasi mengenai usaha (skor 9)
Tingkat 5: Responden memiliki kegiatan bersama dalam masyarakat
(skor 10)
Selain itu responden pula diberikan pertanyaan terkait keterlibatan mereka
dalam demonstrasi. Responden yang terlibat dalam demonstrasi termasuk
yang memiliki respons kurang baik terhadap keberadaan pengusaha
pendatang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal
Tidak ikut demonstrasi (skor 2)
Ikut demonstrasi (skor 1)
Respons terhadap pengusaha pendatang diukur berdasarkan akumulasi dari
tingkat penerimaan dengan keterlibatan responden dalam demonstrasi.
Respons negatif: skor total 2-4 (kode 1)
Respons positif :skor total 5-7 (kode 2)

16

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey serta dengan didukung oleh
metode wawancara mendalam. Menggunakan data kuantitatif yang didukung oleh
data kualitatif. Hal ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami
fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey
yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang dipilih. Kuesioner ini
digunakan untuk menganalisis persepsi pengusaha lokal terhadap pengusaha
pendatang. Teknik survey ini mencakup penelitian deskriptif dan eksplanatoris.
Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatoris karena menjelaskan
hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

Lokasi dan Waktu
Lokasi yang dipilih untuk penelitan ini adalah desa yang memiliki industri
kecil di dalamnya yaitu Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan alasan pemilihan lokasi penelitian adalah:
1. Kawasan Desa Kotabatu dikenal sebagai desa yang menjadi sentral industri
sepatu di Bogor yang hampir sebagain besar warganya bergantung pada
industri sepatu tersebut.
2. Terdapat pengusaha industri kecil yang berasal dari luar daerah yang
membuka usaha sepatu baik dari Cina maupun Minang.
3. Sempat adanya konflik antara pengusaha lokal dengan pengusaha pendatang
terutama dalam perebutan order sepatu.
Unit usaha sepatu/sandal dijadikan sampel penelitian mewakili unit usaha
industri skala kecil karena kecenderungan banyaknya penduduk Kabupaten Bogor
yang bekerja di sektor tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari –
Juli 2014. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium,
perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang
skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Penentuan Responden dan Informan Penelitian
Populasi yang diteliti adalah pengusaha Usaha Mikro sepatu yang berada di
tiap-tiap bengkel sepatu miliknya di Desa Kotabatu, Ciomas. Unit analisis yang
diambil oleh peneliti adalah pengusaha sepatu yang memiliki bengkel di masingmasing rumahnya. Selanjutnya informasi dan data penelitian diperoleh melalui
responden dan informan. Responden adalah pihak yang memberikan keterangan
dan informasi mengenai situasi-situasi yang terjadi pada dirinya. Informan adalah

17

pihak yang melengkapi informasi serta memberikan pandangan lain dari sudut
pandang yang berbeda mengenai pengusaha pendatang maupun pengusaha lokal.
Penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling atau dilakukan secara
berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau
dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. Penentuan responden serta informan
menggunakan metode snowball. Melalui teknik snowball subjek atau sampel
dipilih berdasarkan rekomendasi orang ke orang yang sesuai dengan penelitian
untuk diwawancarai. Teknik ini melibatkan beberapa informan yang
menguhubungkan peneliti dengan orang-orang dalam jaringan sosialnya yang
cocok dijadikan sebagai narasumber penelitian. Prakiraan jumlah populasi adalah
304 orang pengusaha bila dilihat tanpa pembagian etnis asal mereka namun
perkiraan populasi sasaran adalah sebanyak 120 orang pengusaha lokal.
Responden yang ditentukan adalah pemilik Usaha Mikro sepatu yang beretnis
Sunda dan berasal dari Desa Kotabatu atau bisa dikatakan pengusaha lokal.
Sebelum pengambilan responden, terlebih dahulu dilakukan penjajagan lokasi
dengan tujuan mengetahui dimana titik untuk memulai menggulirkan informasi
terkait pihak mana saja yang dapat diambil data. Selanjutnya diambil sampel
sebanyak 50 responden. Seluruh informan adalah orang atau pihak yang
memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data di s