Study of Phosphate Solubilizing Microbe to Reduce the Rate of Inorganic-P Fertilizer on ICM (Integrated Crop Management) and SRI (System of Rice Intensification) Cultivation System

STUDI MIKROB PELARUT FOSFAT UNTUK MENGURANGI
DOSIS PUPUK P ANORGANIK PADA SISTEM BUDIDAYA
PADI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DAN
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

MUTIARA DEWI PUSPITAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Mikrob Pelarut
Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Sistem Budidaya Padi
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan System of Rice Intensification (SRI)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Mutiara Dewi Puspitawati
A252100051

RINGKASAN
MUTIARA DEWI PUSPITAWATI. Studi Mikrob Pelarut Fosfat untuk
Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Sistem Budidaya Padi Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) dan System of Rice Intensification (SRI). Di bimbing
oleh: SUGIYANTA dan ISWANDI ANAS.
Pupuk fosfor (P) memiliki peranan penting dalam meningkatkan produksi
padi (Oryza sativa L.). Pemberian pupuk P dengan dosis tinggi tidak sejalan
dengan ketersediaan P dalam tanah karena sebagian besar P terikat oleh Al, Fe
dan Ca sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini menyebabkan penggunaan

pupuk P tidak efisien. Pemanfaatan mikrob pelarut P merupakan salah satu upaya
dalam meningkatkan ketersediaan P yang dapat diserap oleh tanaman, sehingga
dapat mengurangi penggunaan pupuk P anorganik. Tujuan dari penelitian ini
adalah (1) isolasi dan seleksi mikrob pelarut P untuk memperoleh isolat mikrob
yang unggul, (2) menguji efektivitas mikrob pelarut P unggul berdasarkan hasil
seleksi dalam meningkatkan ketersediaan P dan kemampuan melarutkan P pada
sistem budidaya padi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan system of rice
intensification (SRI), (3) menguji pengaruh mikrob pelarut P dalam mengurangi
dosis pupuk P anorganik pada pertumbuhan dan hasil padi sawah.
Penelitian ini terbagi atas dua percobaan. Percobaan I dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian IPB pada Bulan Oktober 2011 sampai April 2012.
Percobaan II dilakukan di Kebun Percobaan Sawah Baru, University Farm, IPB
pada Bulan Mei sampai Agustus 2012.
Tahapan pelaksanaan percobaan I adalah (1) mengisolasi dan menyeleksi
mikrob pelarut P (bakteri dan fungi) dari sumber pupuk hayati. (2) Uji indeks
pelarutan Patau Phosphate Solubilizing Index (PSI) dengan mengukur luas zona
bening disekitar koloni. (3) Uji kemampuan melarutkan P dari sumber P sukar
larut (Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4). (4) Uji antagonistik bertujuan mengetahui
kemampuan bakteri dan fungi pelarut P untuk hidup bersama dalam satu cawan,

serta identifikasi bakteri dan fungi pelarut P. Tahapan pelaksanaan percobaan II
menggunakan rancangan split plot dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor
pertama sebagai petak utama adalah sistem budidaya (PTT dan SRI) dan faktor
kedua sebagai anak petak adalah kombinasi dosis pupuk P anorganik dan mikrob
pelarut P, yaitu kontrol (100% pupuk P anorganik), 75% pupuk P anorganik, 75%
pupuk P anorganik + bakteri pelarut P, 75% pupuk P anorganik + fungi pelarut P,
50% pupuk P anorganik, 50% pupuk P anorganik + bakteri pelarut P, 50% pupuk
P anorganik + fungi pelarut P, bakteri pelarut P, fungi pelarut P dan bakteri +
fungi pelarut P (mix culture).
Hasil percobaan I diperoleh isolat bakteri pelarut P BPFA5 (Pseudomonas
aeruginosa)dan isolat fungi pelarut P FPFE1 (Aspergillus niger) memiliki indeks
pelarut P yang tinggi, dengan nilai zona bening 2.29 dan 1.22; kemampuan
pelarutan P tinggi dari sumber P Ca3(PO4)2 yaitu 259.86 dan 537.26 ppm-P yang
bersifat kompatibel (non antagonistik) dalam satu kultur. Isolat unggul tersebut
digunakan untuk diaplikasikan di lapangan.
Hasil percobaan II di lapangan menunjukkan bahwa pelakuan sistem
budidaya menghasilkan jumlah anakan produktif, bobot kering tanaman, jumlah

vi


gabah per malai, bobot 1000 butir gabah, hasil gabah per hektar, dan populasi
mikrob pelarut P yang lebih tinggi pada sistem budidaya SRI dibandingkan sistem
budidaya PTT. Kombinasi pupuk P anorganik 75% dosis pupuk P anorganik +
mikrob pelarut P pada sistem budidaya SRI menghasilkan jumlah anakan
produktif, hasil gabah per hektar, dan serapan hara P gabah yang lebih tinggi
dibandingkan lainnya. Aplikasi mikrob pelarut P (bakteri dan fungi pelarut P)
meningkatkan hasil gabah per hektar dan serapan hara P jerami dan gabah.
Kata kunci: bakteri pelarut fosfat, fungi pelarut fosfat pengelolaan tanaman
terpadu (PTT), system of rice intensification (SRI)

SUMMARY
MUTIARA DEWI PUSPITAWATI. Study of Phosphate Solubilizing Microbe to
Reduce the Rate of Inorganic-P Fertilizer on ICM (Integrated Crop Management)
and SRI (System of Rice Intensification) Cultivation System. Supervised by:
SUGIYANTA and ISWANDI ANAS.
Phosphorus (P) fertilizer has an important role in increasing the
production of paddy rice (Oryza sativa L.). Application of high rate P fertilizer is
not suitable with the availability of P in the soil because most P bounded by Al,
Fe and Ca so make it unavailable to plants. This leads to inefficient use of P
fertilizers. Utilization of phosphate solubilizing microbes (PSM) is one of the

means to increase the availability of P that can be absorbed by plants, thus
reducing the use of inorganic-P fertilizer. Therefore, the aims of the experiment
were (1) isolating and selecting some phosphate solubilizing microbes, (2 )to test
its effectiveness of PSM in increasing the availability P available on cultivation
system of ICM and SRI, (3) to know the effect of PSM to reducing rate inorganicP fertilizer on the growth and yield of rice.
The experiment was conducted of two experiment. First experiment was
conducted in Soil Biotechnology Laboratory, Department of Soil Science and
Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University in October
2011 - April 2012. Second experiment was conducted at Field Experiment Sawah
Baru, University Farm, Bogor Agricultural University in May to August 2012.
The first experiment was (1) isolating and selecting PSM (phosphate
solubilizing bacteria and fungi) from biofertilizers. (2) Phosphate solubilizing
index test (PSI) to measure the clear zone around the colony. (3) Test the ability
of solubilizing P from insoluble phosphate source (Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4). (4)
Antagonistic test to know ability of phosphate solubilizing bacteria and fungi and
compatibility both in the growing medium and identified of phosphate solubilizing
bacteria and fungi. The second experiment was conducted using a split block
design with two factors and three replications. First factor as main factor is
cultivations system (ICM and SRI) and second factor as sub plot is Combination
of rate inorganic-P fertilizer and PSM namely 100% inorganic-P; 75% inorgaicP; 75% inorganic-P + Phosphate solubilizing bacteria (PSB); 75% inorganic-P +

phosphate solubilizing fungi (PSF); 50% inorgaic-P; 50% inorganic-P + PSB;
50% inorganic-P + PSF; PSB only; PSF only; and PSB + PSF.
The results of laboratory experiment obtained isolate of PSB BPFA5
(Pseudomonas aeruginosa) and the isolate of PSF FPFE1 (Aspergillus niger) has
high phosphate solubilizing index, with wide of clear zone is 2.29 and 1.22, ability
of phosphate solubilizing from P source Ca3(PO4)2 is 259.86 dan 537.26 ppm-P
and compatible (non antagonistic) in same medium. Both of these isolates used
for inoculation in the field.
The result of second experiment in the field showed that treatment of
cultivation system produced that number productive of tillers, weight of dry plant
,number of grain per panicle, weight of 1000 grain, yield, and population of
phosphate solubilizing microbes higher on SRI cultivation system than ICM
cultivation system. Combination of 75% inorganic-P fertilizer + PSM on SRI
cultivation system produced number of productive tillers, yield, and uptake P of

viii

grain higher than other treatments. PSM application (PSB and PSF) increase of
yield and nutrient-P uptake of straw and grain.
Keywords: integrated crop management (ICM), phosphate solubilizing bacteria,

phosphate solubilizing fungi, system of rice intensification (SRI)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI MIKROB PELARUT FOSFAT UNTUK MENGURANGI
DOSIS PUPUK P ANORGANIK PADA SISTEM BUDIDAYA
PADI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DAN
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

MUTIARA DEWI PUSPITAWATI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Miftahudin, M.Si

Judul : Studi Mikrob Pelarut Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik
pad a Sistem Budidaya Padi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan
System ofRice Intensification (SRI)
Nama : Mutiara Dewi Puspitawati
NIM : A252100051


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyanta, MSi
Ketua

Prof. Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Tanggal Ujian: 19 Juni 2013

Tanggal Lulus:

0 J SEP 2013


Judul : Studi Mikrob Pelarut Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik
pada Sistem Budidaya Padi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan
System of Rice Intensification (SRI)
Nama : Mutiara Dewi Puspitawati
NIM : A252100051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyanta, MSi
Ketua

Prof. Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

Tanggal Ujian : 19 Juni 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Agustus 2012 ialah Studi
Mikrob Pelarut Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Sistem
Budidaya Padi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan System of Rice
Intensification (SRI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing Dr. Ir.
Sugiyanta, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc atas koreksi dan nasehat
yang membangun, dosen penguji luar komisi Dr. Ir. Miftahudin, M.Si yang telah
memberikan banyak saran serta Dr.Ir. Maya Melati, M.S, M.Sc yang telah
menjadi wakil dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, M.Si sebagai
penasehat akademik penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada staf,
laboran, dan rekan-rekan Laboratorium Bioteknologi Tanah, ITSL, Kepala dan
Staf Kebun Percobaan Sawah Baru atas kerjasama dan bantuannya selama
penelitian.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada orangtua penulis Ayahanda
Kasman Ma’atin (Alm) dan Ibunda Ruhaina Kasman (Almh), kakak tercinta
(Intania dan Syachrully), keponakan serta keluarga besar yang telah memberikan
doa, kasih sayang, dan semangat. Ahmad Rifqi Fauzi yang telah sabar
memberikan dukungan, semangat, nasehat dan segala waktu dan kasih sayang.
Rekan seperjuangan Ida Widiyawati atas kerjasama dan semangat, Dian
Fahriyanty, Yulia Delsi, Engelbert Manaroingsong, Nope Gromikora, Nur
Maslahah, Ismail Maskromo, Aris Aksarah, Odit Ferry, Dewi Erika, Thamrin,
serta rekan–rekan mahasiswa pascasarjana Departemen Agronomi dan
Hortikultura 2010 (AGH, PBT, ITB) yang telah memberikan dukungan serta
kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
Rekan-rekan pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana AGH (FORSCA AGHIPB 2011-2012) atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Rekan-rekan W7Lv6 atas bantuan dan
kerjasamanya. Rekan-rekan Short Stay Program 70 Days Chiba University, terima
kasih atas pengalaman dan kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus2013

Mutiara Dewi Puspitawati

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Fosfor
Pupuk Hayati
Mikrob Pelarut Fosfat
System of Rice Intensification (SRI)
Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
3 BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat
Percobaan I. Isolasi dan Seleksi Mikrob Pelarut P
Alat dan Bahan
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
Percobaan II. Pemanfaatan Mikrob Pelarut P dalam Mengurangi Dosis Pupuk P
Anorganik pada Padi Sawah dengan Sistem Budidaya PTT dan SRI
Alat dan Bahan
Metoda Penelitian
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I.
Hasil isolasi, seleksi dan uji indeks pelarutan P bakteri dan fungi pelarut P

Uji kemampuan melarutkan P dari berbagai sumber P sukar larut
Uji Antagonistik
Percobaan II.
Kondisi Umum
Tinggi tanaman

Jumlah anakan
Jumlah anakan produktif
Bobot basah dan bobok kering tanaman
Komponen hasil
Persentase gabah hampa dan persentase gabah isi
Bobot 1000 butir gabah dan produksi gabah
Analisis serapan hara P
Populasi mikrob pelarut fosfat
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi

vii
1
2
2
3
4
4
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
13
14
14
15
16
17

17
17
18
20
21
21
23
24
25
26
28
28
28
33

vi

DAFTAR TABEL
1 Pelaksanaan sistem budidaya padi PTT dan SRI
2 Kemampuan tumbuh dan uji indeks pelarutan P oleh mikrob pelarut P
3 Kemampuan mikrob pelarut P dalam melarutkan P dari berbagai sumber
P sukar larut (Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4)
4 Hasil uji antagonistik antara bakteri pelarut P dan fungi pelarut P
5 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap tinggi
tanaman
6 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap jumlah
anakan
7 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap bobot
basah dan bobot kering tanaman
8 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap komponen
panen
9 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap populasi
mikrob pelarut P

12 
14 
16 
17 
18 
20 
22 
24 
27

DAFTAR GAMBAR
1 Isolat murni bakteri dan fungi pelarut P yang bersifat (a) antagonistik dan
(b) non antagonistik
2 Pengaruh interaksi antara sistem budidaya dan kombinasi pemupukan
terhadap jumlah anakan pada umur 3 dan 5 MST
3 Pengaruh interaksi antara sistem budidaya dan kombinasi pemupukan
terhadap jumlah anakan produktif
4 Pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan terhadap produksi
gabah per hektar
5 Serapan hara P jerami dan gabah pada perlakuan sistem budidaya dan
kombinasi pemupukan

17 
19 
21 
25 
26 

vii

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kandungan media Nutrient Agar, Nutient Broth, Picovskaya dan Potato
Dectrose Agar
2 Deskripsi padi sawah varietas Ciherang
3 Lay out penelitian
4 Lay out satuan unit percobaan
5 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah di lahan percobaan Sawah Baru
sebelum tanam
6 Suhu dan kelembapan relatif mingguan Rumah Plastik, Sawah Baru
7 Hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan
terhadap pertumbuhan
8 Hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan kombinasi pemupukan
terhadap komponen hasil
9 Total populasi mikrob pelarut P pada 7 dan 14 MST

33 
34 
35 
36 
37 
38 
38 
39 
39 

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pupuk fosfor (P) memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi
padi (Oryza sativa L.). Unsur P diserap tanaman melalui akar dalam bentuk ion
HPO42- atau ion H2PO4- (Havlin et al 1999). Unsur P berpengaruh terhadap
produksi padi karena memiliki peran sebagai penyimpang dan transfer energi,
kerja osmotik, reaksi fotosintesis dan glikolisis. Kebutuhan pupuk P pada tanaman
padi menurut Doberman dan Fairhurst (2000) adalah 2.6 kg P ha-1 dalam setiap
ton gabah dipanen. Tanaman memerlukan P pada semua fase pertumbuhan
terutama pada awal pertumbuhan. Tanaman memerlukan 0.3% sampai 0.5% P
dari berat kering tanaman untuk tumbuh optimal (Marschner 1995), sedangkan
jumlah P tersedia di dalam tanah tidak melebihi dari 0.1% dari total P.
Unsur P sulit melarut sehingga tanaman lambat menyerap P di dalam
tanah. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid tanah (Al, Fe, dan Ca).
Pengikatan ini menyebabkan unsur P tidak tersedia bagi tanaman, penggunaan
pupuk P tidak efisien, dan pemupukan pupuk P harus diberikan dalam dosis
tinggi. Tanaman hanya dapat menyerap unsur hara P dari pupuk, sebanyak 15%
sampai 20%, sebagian besar dijerap antara koloid tanah dan sebagian tinggal
sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady 1956; Jones et al. 2000).
Pemanfaatan mikrob pelarut P merupakan salah satu upaya dalam
meningkatkan ketersediaan P yang dapat diserap oleh tanaman, sehingga dapat
mengurangi penggunaan pupuk P anorganik. Mikrob pelarut fosfat terdiri dari
bakteri, fungi dan sedikit aktinomisetes (Subba-Rao 1982). Aktivitas mikrob
pelarut P banyak dikaitkan dengan kemampuan mikrob dalam menghasilkan
asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat,
glioksilat, fumarat, tartat, ketobutirat, suksinat dan sitrat yang bersifat dapat
melarutkan bentuk-bentuk P yang sukar larut, sehingga menjadi bentuk tersedia
bagi tanaman (Subba-Rao 1982; Whitelaw 2000). Menurut Subba-Rao (1982)
penambahan mikrob dapat meningkatkan kelarutan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman baik yang berasal dari pupuk maupun mineral tanah serta meningkatkan
kemampuan akar menyerap unsur hara dengan pembentukan akar rambut yang
lebih banyak. Penggunaan mikrob pelarut pterutama bakteri (Pseudomonas putida
dan Enterobacter gergoviae) mampu meningkatkan kelarutan P, serapan P dan
pertumbuhan tanaman jagung pada tanah ultisol sampai 65% (Buntan 1992).
Salah satu sumber mikrob pelarut P diperoleh dari pupuk hayati. Pupuk
hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup. Pupuk hayati
mengandung sel-sel dari strain-strain mikrob penambat nitrogen, pelarut fosfat
atau selulotik. Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) dan Subba-Rao (1982)
menyatakan bahwa penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan
jumlah mikrob, mempercepat proses fisiologis tanaman yang membantu tanaman
dalam menyediakan hara dalam tanah yang dapat diasimilasi oleh tanaman.
Aktivitas mikrob pada padi sawah salah satunya dipengaruhi oleh sistem
budidaya. Sistem budidaya yang dimodifikasikan ke petani adalah system of rice
intensification (SRI) dan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Komponen
teknologi dasar SRI menurut Sato dan Uphoff (2007) adalah menggunakan bibit

2

muda 8-15 hari, tanam tunggal dengan jarak tanam lebar 25 cm x 25 cm atau lebih
dan pengairan dengan menjaga kondisi tanah tetap lembab. Hutabarat (2011)
melaporkan bahwa populasi total mikrob, Azotobacter, Azospirillum dan mikrob
pelarut P pada budidaya SRI lebih tinggi masing-masing sebesar 105%, 83%,
129% dan 13% dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional. Peneliti lain
melaporkan sistem budidaya SRI dengan penggunaan pupuk kimia 50% +
biofertilizer, mampu meningkatkan populasi Azotobacter, mikrob pelarut P dan
total mikrob dibandingkan dengan konvensional (Bakrie 2011). Disamping SRI,
telah dikembangkan pula sistem budidaya PTT yang dikembangkan berdasarkan
potensi lahan dan status hara tanah (Balitbang Pertanian 2010). Aplikasi mikrob
pelarut P pada sistem budidaya padi bertujuan untuk menyeleksi mikrob pelarut P
unggul yang memiliki kemampuan melarutkan P tanah yang tinggi serta
efektifitasnya pada suatu sistem budidaya dalam mengurangi dosis penggunaan
pupuk P anorganik, sehingga perlu diteliti lebih lanjut.

Tujuan
1. Isolasi dan seleksi mikrob pelarut P dari sumber pupuk hayati yang beredar di
pasaran.
2. Menguji efektivitas mikrob pelarut P unggul dari hasil seleksi dalam
meningkatkan ketersediaan serta melarutkan P pada sistem budidaya SRI dan
PTT.
3. Menguji pengaruh mikrob pelarut P unggul dari hasil seleksi dalam
mengurangi dosis pupuk P anorganik pada pertumbuhan dan hasil padi sawah.

Hipotesis
1. Kemampuan isolat mikrob pelarut P dari pupuk hayati dipasaran mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam melarutkan P pada budidaya padi sawah.
2. Penggunaan mikrob pelarut P dapat mengurangi dosis pupuk P anorganik.
3. Pengaruh mikrob pelarut fosfat lebih efektif pada sistem budidaya SRI
dibandingkan dengan sistem budidaya PTT.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman lahan basah, tetapi adaptasi tanaman ini telah
mampu menghasilkan varietas padi yang tumbuh di lahan kering (padi gogo). Dari
segi botani, terutama dari sistem perakarannya, tanaman padi sebenarnya bukan
merupakan tanaman air, tetapi tumbuh dengan baik dalam keadaan tergenang
sehingga padi juga mempunyai sifat semiakuatis (Hardjowigeno dan Rayes 2005).
Tanaman padi pada hakekatnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,

3

tergantung dari jenis padi itu sendiri. Kesuburan tanah merupakan syarat mutlak
yang dibutuhkan tanaman padi. Tanaman padi membutuhkan tanah yang subur,
dengan kandungan unsur hara yang cukup (Yandianto 2003).
Tanaman padi bersifat merumpun yang menghasilkan anakan yang
tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam, maka dalam
waktu yang sangat singkat dapat terbentuk suatu rumpun yang terdiri dari 20-30
atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1987). Tanaman padi mempunyai
sistem perakaran serabut (De Datta 1981). Penyebaran sistem akar dapat mencapai
kedalaman 20-30 cm. Pertumbuhan rambut akar sangat dipengaruhi lingkungan
akar. Kondisi tanah aerobik menguntungkan tanaman dalam pembentukan akar
rambut. Perakaran padi pada kondisi tergenang dengan perkolasi air terganggu,
jarang melebihi 40 cm. Kedalaman perakaran padi dipengaruhi oleh kondisi
genetik dan lingkungan. Salah satu ciri akar padi adalah adanya ruang udara besar
pada akar dewasa yang menghubungkan dari jerami ke akar. Kapasitas
penyerapan air dan hara pada tanaman padi berkaitan erat dengan panjang total
sistem perakaran.
Tahap pertumbuhan padi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fase vegetatif,
reproduktif dan pemasakan. Fase vegetatif (1) meliputi periode perkecambahan
sampai dengan primodia malai. Fase ini ditandai dengan pembentukan anakan
aktif yaitu pertambahan anakan yang cepat sampai dengan anakan maksimal,
bertambahnya tinggi tanaman dan pertumbuhan daun teratur. Fase reproduktif (2)
dimulai dari inisiasi primodia malai sampai dengan keluar malai (heading), fase
ini ditandai dengan memanjangnya ruas batang, pertumbuhan jumlah anakan
terhenti, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Pembungaan adalah
stadia keluarnya malai sedangkan anthesis dimulai bila benang sari bunga paling
ujung pada tiap cabang malai telah keluar. Fase terakhir adalah fase pemasakan
(3) dimulai dari berbunga sampai panen, pada fase pemasakan terdiri dari masak
susu (milky), masak adonan (dought), masak kuning (yellow-ripe), dan tua
(maturity). Fase pemasakan oleh senesen dan peningkatan pertumbuhan bulir
(ukuran dan berat) dan perubahan warna bulir. Menuju penuaan (maturity), berat
kering meningkat perlahan tetapi berat segar menurun sebagai akibat hilangnya
air. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan
(Yoshida 1981).

Fosfor
Pupuk fosfor (P) memiliki peranan penting dalam peningkat produksi padi.
Phosphor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang diserap oleh akar
dalam bentuk ion HPO42- atau ion H2PO4- yang berasal dari sisa-sisa organisme.
Sebenarnya, di alam terdapat banyak batuan fosfat berupa senyawa Ca3(PO4)2,
tetapi sukar larut dalam air sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Fosfor
berfungsi memacu pertumbuhan akar pada benih dan tumbuhan muda,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah atau biji, serta berguna pada
pembentuan asam nukleat (inti sel), fosfolopid (lemak), dan protein dan koenzim.
Kekurangan Phosphor menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun mudah rontok,
pembentukan buah dan biji jelek, dan terjadi nekrosis atau kematian sel
(Hardjowigeno 2007).

4

Menurut Buckman dan Brady (1956) terdapat tiga masalah dalam
penyerapan P: (1) jumlah total dalam tanah kecil; (2) tidak tersedianya fosfor; dan
(3) terjadi fiksasi fosfor dalam tanah dari sumber pupuk yang diberikan. Sebagian
besar fosfor dalam tanah umumnya tidak tersedia bagi tanaman meskipun keadaan
lapangan paling ideal. Sifat P dalam tanah tidak mobil karena tingkat
ketersediaannya dalan tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe
oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan. Fosfat
tanah dapat dalam bentuk P larutan, P labil, P difiksasi oleh Al, Fe atau Ca, dan P
organik. Fosfat dalam larutan dapat berbentuk H2PO4-atau HPO42- (Havlin et al.
1999), tergantung dari kemasaman larutan (pH). Fosfat tidak tersedia difiksasi
oleh Fe dan Al oksida pada tanah masam, difiksasi Ca pada tanah basa. Bentukbentuk tersebut saling terjadi keseimbangan, artinya apabila bentuk P tidak
tersedia dalam jumlah sedikit akan terjadi aliran hara P dari bentuk-bentuk yang
tidak tersedia.
Penyerapan unsur P oleh tanaman dilakukan oleh akar melalui pembuluh
xylem. Proses penyerapan tersebut berupa reaksi penukaran ion. Tanaman
menyerap ion PO43- dan melepaskan OH-. Reaksi pertukaran ion ini terjadi karena
adanya tekanan osmosis antara tanaman dan tanah dan dipengaruhi juga oleh gaya
kohesi antara molekul air yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan unsur hara yang
terlarut dalam tanah dapat terserap oleh tumbuhan. Setelah unsur hara berada
dalam tubuh tumbuhan, maka unsur hara tersebut disebarkan ke seluruh bagian
tumbuhan melalui pembuluh kapiler.

Pupuk Hayati
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai preparasi yang mengandung selsel dari strain-strain mikrob penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulotik
dengan tujuan meningkatkan jumlah mikrob dan mempercepat proses tertentu
sehingga dapat menyediakan hara yang dapat diasimilasi oleh tanaman
(Suriadikarta dan Simanungkalit 2006; Subba-Rao 1982). Pupuk hayati
merupakan substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, bila di
aplikasikan pada benih, permukaan tanah, atau tanah maka dapat memacu
pertumbuhan tanaman tersebut. Akar tanaman menjadi habitat yang paling cocok
untuk pertumbuhan berbagai mikroorganisme sehingga berbagai macam populasi
mikrob dapat ditemukan di sekitar akar tanaman tersebut. Interaksi antara mikrob
tanah dengan akar tanaman sangat penting bagi proses penyediaan nutrisi untuk
tanaman maupun mikrob itu sendiri. Hal tersebut ditunjukan dengan banyaknya
mikrob yang ditemukan didaerah rizosfir, yaitu lapisan tipis dari tanah yang
melekat pada sistem perakaran tanaman (Atlas dan Bortha 1998).

5

Mikrob Pelarut P
Mikrob pelarut P terdiri dari bakteri, fungi dan sedikit aktinomiset (SubbaRao 1982; Chen et al. 2002). Kelompok bakteri pelarut P antara lain
Pseudomonas striata, P. diminuta, P. fluorescens, P. cerevisia, P. aeruginosa, P.
putida, P. denitrificans, P. rathonis, Bacillus polymyxa, B. laevolacticus, B.
megatherium, Thiobacillus sp., Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium,
Escheria, freundii, cunninghamella, Brebibacteruim spp., Serratia spp.,
Alcaligenes spp., Achrombacter spp., dan Thiobacillus sp. (Gunarno dan
Nurhayati 1994). Fungi pelarut P berasal dari kelompok Deutromycetes antara lain
Aspergillus niger, A. awamori, P. digitatum, P. bilaji, dan Sclerotium. Fungi
pelarut P yang dominan di tanah adalah Penicillium dan Aspergillus (Suh et al.
1995; Whitelaw et al. 1999). Mikrob pelarut P secara alami berada di tanah
berkisar 0.1-0.5% dari total populasi mikrob di dalam tanah. Mikrob pelarut P
hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah
sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah (Alexander 1977).
Pupuk P memiliki nilai efisiensi yang rendah, karena hanya 10% sampai
30% dari pupuk yang diberikan ke tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman
(Marschner 1995). Hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan atau fiksasi P
yang cukup tinggi oleh tanah. Pada tanah yang bersifat basa (pH tinggi), fiksasi P
dilakukan oleh kalsium (Ca) dan terbentuk ikatan Ca-P yang bersifat sukar larut,
sehingga bentuk P ini sukar atau tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang
bersifat masam (pH rendah), fiksasi P dilakukan oleh besi (Fe) atau aluminium
(Al) dan terbentuk ikatan Fe-P atau Al-P yang juga sukar larut dan tidak tersedia
bagi tanaman. Mikroorganisme tanah seperti bakteri Pseudomonas sp. dan
Bacillus sp. dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat,
dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut
tersebut sehingga menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Pemupukan P sering tidak efisien karena fosfat terikat menjadi bentuk
yang tidak tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk mikrob, yang kini beredar
dengan berbagai merek, ternyata cukup efektif mengatasi masalah tersebut.
Mikrob pelarut P merupakan mikrob tanah yang mempunyai kemampuan
melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini terjadi karena
bakteri tersebut mampu mensektresi asam-asam organik yang dapat membentuk
kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah dan asam-asam
organik tersebut akan menurunkan pH dan memecahkan ikatan pada beberapa
bentuk senyawa P sehingga akan meningkatkan ketersediaan P dalam larutan
tanah. Jenis asam organik yang dihasilkan Mikrob pelarut P adalah asam sitrat,
glutamat, suksinat, laktat, fumarat, asam formiat, asetat, glikolat, aksalat,
propionate, malat, tartat dan α-ketoburiat (Ilmer dan Schinner 1992) yang mampu
mengkhelat kation logam Al3+, Fe3+, Ca2+, dan Mg2+, sehingga akan
membebaskan P sukar larut menjadi tersedia bagi tanaman. Mikrob pelarut P
tersebut berasal dari golongan bakteri (Psedomonas, Bacillus, Escheria,
Brevibacterium dan Serratia). Populasi mikrob tersebut dalam tanah berkisar dari
ratusan sampai puluhan ribu sel g-1 tanah (Subba-Rao 1982).
Saat ini mulai dikembangkan kemampuan bakteri yang mampu
mengefektifkan ketersediaan unsur P. Menurut Subba-Rao (1982) dalam tanah
banyak bakteri yang mempunyai kemampuan melepas P dari ikatan Fe, Al, Ca

6

dan Mg sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, salah
satunya adalah Pseudomonas sp. Pelarutan P oleh Pseudomonas sp. didahului
dengan sekresi asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat,
laktat, oksalat, glikosilat, malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi
sebagai katalisator, pengkhelat dan memungkinkan asam-asam organik tersebut
membentuk senyawa kompleks dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan l3+
sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh
tanaman (Subba-Rao 1982). Menurut Gopi (2006) mikrob ini juga diketahui
memproduksi asam amino, vitamin dan hormon pemacu pertumbuhan seperti
indole acetic acid (IAA) dan giberelin yang dapat membantu pertumbuhan
tanaman.
Mikrob pelarut P dapat diisolasi dari tanah yang kandungan P rendah
terutama di sekitar perakaran tanaman, karena mikrob ini menggunakan fosfat
dalam jumlah sedikit untuk keperluan metabolismenya. Kemampuan bakteri dan
fungi pelarut P berbeda-beda tergantung jenis strain (Suriadikarta dan
Simanungkalit 2006). Bakteri yang dapat melarutkan P adalah Bacillus
megaterium, B. subtilis, Pseudomonas striata dan P. liquifaciens. Fungi yang
dapat melarutkan fosfat dalah Aspergillus awmor dan Penicillium digitatum.
Beberapa contoh bakteri pelarut P adalah Bacillus megaterium dan Pseudomonas
striata (Motsara et al. 1995).

System of Rice Intensification (SRI)
Sistem budidaya padi sawah mempengaruhi aktivitas mikrob pelarut
fosfat. Teknologi sistem budidaya SRI (system of rice intensification) dimulai di
Madagaskar pertama kali tahun 1983 oleh Fr. Hendri de Laulani. Komponen
teknogoli dasar SRI antara lain persemaian kering, pindah tanam bibit muda 8-15
hari dengan menjaga perakaran tidak terganggu saat pindah tanam dan menanam
dangkal berkisar 1-2 cm, tanam tunggal, jarak tanam lebar 25 cm x 25 cm atau
lebih lebar pada tanah subur, pengendalian gulma sejak dini dan teratur,
pengaturan air dengan menjaga kondisi tanah tetap lembab bukan pengairan yang
terus menerus (Sato dan Uphoff 2007; Anas dan Uphoff 2009; Uphoff 2009). SRI
tidak mempermasalahkan varietas unggul atau lokal. Hasil panen padi budidaya
SRI 52% lebih tinggi dibandingkan sistem budidaya konvensional, efisiensi
penggunaan air mencapai 44% dibandingkan metode pengairan terus menerus
(konvensional) (Sato dan Uphoff 2007; Uphoff 2009).
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari sebelas evaluasi yang dilakukan
didelapan negara menunjukan bahwa pada budidaya padi SRI terjadi peningkatan
produksi padi sekitar 52%, pengurangan air sekitar 44%, pengurangan
pengeluaran petani sekitar 25% jika dibandingkan dengan konvensional (Sato dan
Uphoff 2007). Penelitian SRI dilakukan oleh Tao et al. (2002) menunjukan bahwa
sistem budidaya SRI menghasilkan perakaran 10 cm sampai 15 cm lebih dalam
dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional, disebabkan karena
penanaman bibit diawal yaitu ditanam dangkal. Persemaian SRI dilakukan dengan
cara lembab.
Secara umum adopsi teknologi SRI berpegang pada tiga hal penting yang
menjadi dasar pemahaman dalam melakaukan praktek budidaya SRI yaitu

7

pengelolaan tanah sehat serta pengelolaan bahan organik, pengelolaan potensi
tanam secara optimal dan pengelolaaan air baik dan teratur. Gagasan SRI dalam
kegiatan budidaya padi ekologis sangat bisa diterima, sehingga berkembang
istilah SRI organik. Prinsip-prinsip utama metode SRI organik ada dua hal
penting merupakan salah satu model pengelolaan yang menerapkan asas
konservasi, yaitu menggunakan pupuk organik untuk menciptakan lingkungan
yang baik dan budidaya padi SRI merupakan budidaya padi hemat air dengan
mengoptimalkan pemberian air dengan sistem irigasi terputus (intermitten).

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Intergrated crop management system atau lebih dikenal dengan
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada padi sawah merupakan salah satu model
pendekatan pengelolaan usaha tani padi, dengan mengimplementasikan berbagai
komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis (Pramono et al.
2005). Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT dikelompokan ke dalam
teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk
diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan disesuaikan
dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Badan Litbang
Pertanian 2008). Komponen teknologi dasar yang diimplementasikan pada unit
hamparan pengkajian PTT meliputi (a) penggunaan varietas unggul adaptif dan
benih berkualitas, (b) perlakuan benih, (c) tanam tunggal bibit muda, (d)
penggunaan bahan organik (pupuk organik), (e) pemupukan N berdasarkan bagan
warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah melalui
uji tanah, (g) pengairan berselang (intermitten irrigation), (h) pengendalian gulma
dengan landak/gasrok, dan (i) pengendalian hama secara terpadu (PHT) (Badan
Litbang Pertanian 2010).
Efisiensi penggunaan benih dan penggunaan bibit muda, tanam bibit
kurang dari 3 bibit per lubang, efisiensi pupuk urea dan penghematan air irigasi
berselang 135 mm/ha/musim. Penggunaan bibit muda maksimal umur 21 hari
setelah semai (HSS) adalah bertujuan untuk mengurangi stres pada tanaman dan
bibit lebih cepat sehat (recovery) sehingga pembentukan anak menjadi lebih cepat
(Badan Litbang Pertanian 2008).
Pengairan berselang (Intermitten irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti ini
ditunjukan antara lain untuk menghemat air irigasi sehingga areal yang diairi
menjadi lebih luas, memberi kesempatan akar untuk mendapatkan udara sehingga
dapat berkembang lebih dalam, mengurangi kerebahan, memudahkan
pembenaman pupuk kedalam tanah, memudahkan pengendalian hama keong
emas, dan sebagainya (Badan Litbang Pertanian 2008). Teknik pengairan
berselang, air diareal tanaman diatur dengan kondisi tergenang dan kering secara
bergantian dalam periode tertentu. Saat tanaman dalam fase berbunga, ketinggian
air di areal pertanaman dipertahankan sekitar 2 cm sampai 3 cm (Badan Litbang
Pertanian 2010).

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan I
dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB dari bulan Oktober 2011 sampai
bulan Agustus 2012. Percobaan II dilaksanakan di rumah plastik di Kebun
Percobaan Sawah Baru (06o33’ LS, 106o45’ BT, altitude 250 mdpl), University
Farm IPB dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Analisis sifat fisik
dan kimia tanah telah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Percobaan I. Isolasi dan Seleksi Mikrob Pelarut P
Tujuan: Isolasi dan seleksi mikrob pelarut P untuk memperoleh isolat mikrob
pelarut Pyang unggul

Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Merk Shimadzu UV 1201.
Bahan yang digunakan lima sampel pupuk hayati sebagai sumber isolat (merk
dagang: Poin Dua Tani, Primanu, Biost, Bioekstrim, Azozo), media Picovskaya,
Nutrient Agar, Nutrient Broth, Potato Dectrose Agar (Lampiran 1), molasses,
serta sumber P sukar larut Ca3(PO4)2, AlPO4, dan FePO4.

Pelaksanaan penelitian
Tahapan pelaksanaan percobaan adalah sebagai berikut :
1. Isolasi mikrob pelarut P
Sampel pupuk hayati sebanyak 10 ml dilarutkan dengan 90 ml larutan
fisiologis steril (8,5 g NaCl/l aquadest). Sampel dikocok sampel menggunakan
shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit. Suspensi diencerkan
dengan seri pengenceran 10-1 sampai 10-7 dan setiap tahapan pengenceran
dihomogenisasi berulang menggunakan vortex. Suspensi sebanyak 1 ml dipipet
ke dalam cawan petri steril pada tingkat pengenceran 10-4, 10-5,10-6 dan 10-7,
kemudian tuangkan medium Picovskaya dengan metode tuang (pour plate).
Media di inkubasi dalam suhu ruangan selama 48-72 jam. Kegiatan ini
dilaksanakan di dalam laminar air flow cabinet.
2. Pemurnian
Koloni bakteri dan fungi yang tumbuh dimurnikan dengan teknik penggoresan
(streakplate) pada media Picovskaya baru untuk mendapatkan isolat murni.
Isolat bakteri dan fungi diseleksi berdasarkan morfologi (bentuk, warna,
ukuran, dan tepi). Koloni bakteri dan fungi pelarut P ditandai dengan

9

3.

4.

5.

6.

terbentuknya zona bening (clear zone) di sekitar koloni. Isolat murni bakteri
dan fungi disimpan dalam media miring Picovskaya.
Uji indeks pelarutan P
Isolat bakteri dan fungi ditumbuhkan dengan teknik gores pada media
Picovskaya (Anas 1989). Koloni diinkubasi selama 72 jam pada suhu ruangan.
Kemampuan isolat dalam melarutkan P secara kualitatif berdasarkan
besar/kecil zona bening yang dibentuk di sekitar koloni.
Uji kemampuan bakteri dan fungi dalam melarutkan P dari berbagai sumber P
sukar larut
Tiap-tiap sampel isolat bakteri dan fungi diinokulasi dalam larutan Picovskaya
cair (tanpa agar) dengan sumber P beragam yaitu Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4.
Sampel di kocok menggunakan shaker selama 48 jam. Sampel disaring dan
dipisahkan antara isolat dan larutan sampel. Sampel tersebut ditambahan
dengan larutan penyangga sampai tingkat kepekatan tertentu dan berubah
warna menjadi biru. Sampel di ukur menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 660 nanometer untuk mengetahui jumlah P yang dilarutkan
oleh isolat bateri dan fungi dari beberapa sumber P sukar larut.
Uji antagonistik
Isolat bakteri dan fungi pelarut fosfat terpilih ditumbuhkan bersama dalam satu
cawan berisi media Picovskaya (Lampiran 1) selama 3-7 hari. Kemampuan
bakteri dan fungi diamati.
Identifikasi bakteri dan fungi pelarut P
Isolat bakteri dan fungi pelarut P terpilih yang mampu hidup sinergis
diidentifikasi secara morfologi untuk mengetahui spesies bakteri dan fungi
yang digunakan.

Pengamatan
1. Uji indeks pelarutan P
Menguji kemampuan isolat murni mikrob pelarut P secara kualitatif.
Kemampuan bakteri dan fungi dalam melarutkan P ditunjukkan dengan
menghitung luas zona bening (clearzone) di sekitar koloni. Perhitungan PSI
(phosphate solubilization index) berdasarkan metode Premono (1994):
PSI

Diameter zona bening
Diameter koloni bakteri/fungi

2. Uji kemampuan bakteri dan fungi dalam melarutkan P dari berbagai sumber P
sukar larut
Hasil pembacaan spektrofotometer, dihitung kemampuan melarutkan P dari
berbagai sumber P sukar larut berdasarkan nilai ppm P atau P murni
50
5
×
× nilai grafik × absorban
2.5 1
3. Uji Antagonistik
Uji antagonistik bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dan fungi
pelarut P untuk hidup secara bersama dalam satu cawan. Isolat bakteri dan

10

fungi yang mampu hidup sinergis ditandai dengan salah satu koloni bakteri
atau fungi menekan pertumbuhan koloni lain. Isolat bakteri dan fungi terpilih
memiliki kriteria bersifat non antagonistik dan mampu hidup sinergis, serta
memiliki kecepatan tumbuhyang tinggi.
4. Identifikasi bakteri dan fungi pelarut P
Isolat bakteri dan fungi terpilih diidentifiasi secara morfologis untuk
mengetahui spesies bakteri dan fungi yang digunakan.

Percobaan II. Pemanfaatan Mikrob Pelarut P dalam Mengurangi Dosis
Pupuk P Anorganik pada Padi Sawah dengan Sistem Budidaya PTT dan SRI
Tujuan : mengetahui pengaruh aplikasi mikrob pelarut P dalam mengurangi dosis
pupuk P anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya
SRI dan PTT.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah bak penanaman yang terbuat dari terpal
dengan ukuran 0.75 m x 1.25 m x 0.5 m (p x l x t) sebanyak 60 buah,
thermohigrometer, bor tanah, dan alat-alat pertanian lainnya. Bahan yang
digunakan yaitu benih padi varietas Ciherang (Lampiran 2) dari Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat, pupuk Urea dengan
dosis anjuran 250 kg urea/ha (N = 46.32%), pupuk SP36 100 kg/ha (P2O5 =
36.52%), pupuk KCl 100 kg/ha (K2O = 62.62%), isolatterpilih bakteri dan fungi
pelarut Pyang diperoleh dari percobaan I dan sumber tanah dari Sawah Baru,
Dramaga, Bogor.

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot
design) dengan dua faktor. Faktor pertama sebagai petak utama (main plot) adalah
sistem budidaya yang terdiri dari 2 taraf, faktor kedua sebagai anak petak (sub
plot) adalah kombinasi pemupukan antara dosis pupuk P anorganik dan mikrob
pelarut P yang terdiri dari 10 taraf. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3
kali sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Denah penempatan unit percobaan
tersaji pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Model linier aditif dari rancangan slit plot design :
Yijk
μ
αi
ik βj
αβ ij ωk
ijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan perlakuan sistem budidaya ke-i, kombinasi pemupukan
ke-j, dan blok ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh sistem budidaya ke-i
δik
= galat petak utama

11

j

= pengaruh kombinasi pemupukan ke-j
ij = interaksi perlakuan sistem budidaya ke-i dan kombinasi pemupukan ke-j
ωk
= pengaruh blok ke-k
ijk
= galat anak petak
Berikut adalah perlakuan yang dicobakan yaitu :

Faktor pertama sistem budidaya padi sawah (S)
Pengolahan tanaman terpadu (PTT)
System of rice intensification (SRI)
Faktor kedua kombinasi pemupukan (P) dan mikrob pelarut P
Kontrol ( 100% pupuk P anorganik)
Perlakuan 75% pupuk P anorganik
Perlakuan 75% pupuk P anorganik + bakteri pelarut P
Perlakuan 75% pupuk Panorganik + fungi pelarut P
Perlakuan 50% pupuk P anorganik
Perlakuan 50% pupuk P anorganik + bakteri pelarut P
Perlakuan 50% pupuk P anorganik + fungi pelarut P
Perlakuan bakteri pelarut P
Perlakuan fungi pelarut P
Perlakuan bakteri + fungi pelarut P (mix culture)

Pelaksanaan percobaan
Percobaan II akan dilaksanakan dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Persiapan lahan
Tahap persiapan meliputi analisis pupuk dan analisis tanah, persiapan
benih dan persiapan tanah. Sampel tanah yang digunakan diambil dari lokasi
Sawah Baru, Dramaga, Bogor. Cara pengambilan sampel tanah diambil secara
komposit dari kedalaman 0-20 cm dengan menggunakan bor tanah. Tanah
dikering anginkan dan diayak. Tanah tersebut kemudian dianalisis di
laboratorium. Analisis pupuk Urea, SP36, dan KCl dilakuan untuk mengetahui
kandungan N, P dan K dari pupuk yang digunakan.
2. Persiapan benih
Persemaian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu seleksi benih yang
bernas, dilakukan dengan cara merendam benih dengan larutan garam 20 g/l air
selama 15 menit. Seleksi benih yang mengapung dan buang. Benih di bilas dan
direndam dalam air selama 24 jam. Benih diperam dalam karung goni selama
48 jam sampai benih berkecambah. Benih yang telah berkecambah disemai di
bak persemaian dengan media tanah yang telah dilumpurkan sempurna.
Bibit ditanam di bak percobaan yang terdiri atas 60 buah bak plastik yang
terbuat dari terpal dengan ukuran 125 cm x 75 cm x 50 cm . Bak plastik
tersebut diisi tanah yang berasal dari Sawah Baru setinggi 30 cm dan
dilumpurkan sempurna. Pelaksanaan penelitian dijelaskan pada Tabel 1.

12

3. Persiapan aplikasi bakteri dan fungi pelarut P
Aplikasi perlakuan mikrob pelarut P menggunakan suspensi bakteri dan
fungi pelarut P yang diperbanyak dengan menumbuhkan isolat bakteri pada
media Picovskaya dan fungi di media PDA. Inokulan diinkubasi selama 4-7
hari pada suhu ruangan. Biakan bakteri dan fungi tersebut dilarutkan
menggunakan aquadest ke dalam molasses steril (10 ml molasses/L aquadest).
Tabel 1Pelaksanaan sistem budidaya padi PTT dan SRI
Komponen
Budidaya
Pengolahan
tanah
Umur bibit
Jumlah bibit
Jarak tanam

Sistem budidaya
PTT (Darmadi 2011)
SRI (Sato dan Uphoff 2007)
Kedalaman olah tanah 15 - 20
Kedalaman olah tanah 15 - 20
cm
cm
17 HSS
10 HSS
2 bibit per lubang tanam
1 bibit per lubang tanam
25 cm x 12.5 cm x 50 cm
25 cm x 25 cm
(jajar legowo)
24 tanaman per petak
15 tanaman per petak

Populasi
tanaman
Takaran
1. Urea
250
kg/ha
yang1. Urea
250
kg/ha
yang
diberikan tiga kali yaitu 1/3 (1, diberikan tiga kali yaitu 1/3
pupuk sesuai
4, 6 MST), SP36 100 kg/ha (1, 4, 6 MST), SP36 100 kg/ha
perlakuan
diberikan
tergantung diberikan
tergantung
perlakuan, dan KCl 100 kg/ha perlakuan, dan KCl 100 kg/ha
diberikan pada 1 MST. diberikan pada 1 MST.
Aplikasi pemupukan dengan Aplikasi pemupukan dengan
cara disebar (top dressing).
cara disebar (top dressing).
2. Pemberian perlakuan bakteri 2. Pemberian perlakuan bakteri
dan fungi pelarut P pada saat dan fungi pelarut P pada saat
pindah tanam, akar bibit padi pindah tanam, akar bibit padi
dicelupkan kedalam suspensi dicelupkan kedalam suspensi
bakteri dan fungi pelarut P bakteri dan fungi pelarut P
(tergantung perlakuan) selama (tergantung perlakuan) selama
lima menit.
lima menit
Pengelolaan
Pengairan berselang
Kondisi macak-macak
air
(intermittent irrigation)
Pemeliharaan
Penyulaman sampai umur 4
Penyulaman sampai umur 4
MST
MST
Penyiangan umur 5 dan 10
Penyiangan umur 5 dan 10
MST
MST
Pengendalian
hama
dan Pengendalian
hama
dan
penyakit
menggunakan penyakit
menggunakan
insektisida dan fungisida.
insektisida dan fungisida.
Panen
85% gabah menguning, daun
85% gabah menguning, daun
bendera sudah menguning
bendera sudah menguning
(IRRI 2002)
(IRRI 2002)

13

Pengamatan
Parameter pengamatan pada percobaan rumah plastik :
1. Populasi Mikrob Pelarut P
Perhitungan mikrob pelarut P ditetapkan dengan melakukan analisis di
laboratorium. Sampel tanah diambil pada kedalaman 20 cm diambil dari tiap
perlakuan menggunakan pipa berdiameter 2.5 cm pada lima titik. Pengambilan
sampel tanah dilakukan tiga kali yaitu sebelum tanam (0 MST), umur 7 MST
dan pada 13 MST. Jumlah populasi tanah dihitung dalam satuan pembentuk
koloni gram-1 tanah bobot kering mutlak atau disingkat SPK g-1 tanah BKM.
2. Pertumbuhan tanaman dan komponen hasil
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali pada tiap tanaman sampel,
dimulai pada umur 3 MST, tinggi tanaman diukur dari pangkal batang tanaman
yang berbatasan dengan tanah (permukaan tanah) sampai dengan ujung malai
paling panjang. Jika belum keluar malai maka sampai pada pucuk daun
tertinggi sampai 9 MST.
b. Jumlah anakan per rumpun (batang rumpun-1)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan per rumpun pada
tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada setiap 2 minggu sekali sejak 3
MST sampai 9 MST.
c. Jumlah anakan produktif per rumpun (batang rumpun-1)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang menghasilkan
malai pada setiap rumpun untuk semua rumpun sampel, yang dilakukan pada
saat panen.
d. Bobot basah dan bobot kering tanaman (g)
Dilakukan dengan cara mengambil bobot basah dan kering sampel tanaman
pada saat panen. Menimbang bobot segar tanaman (jerami, gabah, akar) yang
dilakukan setelah panen kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 48
jam dengan suhu 80°C.
e. Panjang malai (cm)
Pengamatan dilakukan setelah panen dengan cara mengukur panjang malai dari
batas buku daun sampai ujung malai.
f. Jumlah gabah per malai (butir malai-1)
Pengamatan diperoleh dengan menghitung seluruh jumlah gabah dalam satu
malai.
g. Bobot 1000 butir (g)
Pengamatan diperoleh dengan menimbang 1000 butir gabah bernas yang
dihasilkan tanaman setelah panen pada kadar air gabah 14%.
h. Persentase gabah hampa (%)
Pengamatan diperoleh dengan menghitung banyak gabah yang hampa dibagi
seluruh gabah dalam satu rumpun dikali 100%.
i. Hasil gabah per hektar (kg ha-1)
Dihitung dengan mengkonversikan bobot gabah dari seluruh rumpun dalam
satu luasan pertanaman menjadi bobot gabah dalam kg per hektar.
j. Analisis Serapan P tanaman (gabah dan jerami)
Dihitung dengan mengalikan kandungan P tanaman (gabah dan jerami) dengan
bobot kering ta

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Farmer Innovations Improving the System of Rice Intensification (SRI)

0 4 12

Water saving for paddy cultivation under the System of Rice Intensification (SRI) in Eastern Indonesia

0 12 6

The agronomical performance of new plant type rice on conventional planting system, system of rice intensification and integrated crop management system

0 5 110

The Role of Azotobacter like and Azospirillum like to Reduce the Rate of Inorganic Nitrogen Fertilizer on Lowland Rice

0 14 64

The agronomical performance of new plant type rice on conventional planting system, system of rice intensification and integrated crop management system

0 19 62

Crop Coefficient and Water Productivity in Conventional and System of Rice Intensification (SRI) Irrigation Regimes of Terrace Rice Fields in Indonesia

0 5 1

Liquid Organic Fertilizer and Planting Space Influencing the Growth and Yield of Rice (Oryza sativa L.) in System of Rice Intensification (SRI) Methods.

0 0 8

Pemanfaatan Mikrob Pelarut Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Padi Sawah Utilization of Phosphate Solubilizing Microbe in Reducing the Inorganic-P Fertilizer Rate on Lowland Rice

0 0 8

View of Model Of Nitrogen Distribution In Rice Cultivation (Oryza Sativa) By Using Sri (System Of Rice Intensification) Method

0 0 7