The agronomical performance of new plant type rice on conventional planting system, system of rice intensification and integrated crop management system

KERAGAAN AGRONOMI PADI TIPE BARU PADA SISTEM
BUDIDAYA KONVENSIONAL, SRI (SYSTEM OF RICE
INTENSIFICATION) DAN PENGELOLAAN
TANAMAN TERPADU

DIDI DARMADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Keragaan
Agronomi Padi Tipe Baru pada Sistem Budidaya Konvensional, SRI (System of
Rice Intensification) dan Pengelolaan Tanaman Terpadu” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor,

Agustus 2011

Didi Darmadi
NRP A252080131

ABSTRACT
DIDI DARMADI. The Agronomical Performance of New Plant Type Rice on
Conventional Planting System, System of Rice Intensification and Integrated
Crop Management System. Under supervision of BAMBANG SAPTA
PURWOKO as chairman, AHMAD JUNAEDI and ISWARI SARASWATI
DEWI as members of the advisory committee.
IPB and BB Biogen has developed rice lines with new plant type (NPT)
characters. The most appropriate cultivation technology for NPT genotypes need
to be examined. The objective of the research was to determine the
agromorphological response of NPT genotypes in different planting systems. The
experiment was arranged in split plot design, consisted of 2 factors. The first

factor (main plot) consisted of 3 planting system (conventional planting systems
(CPS), system of rice intensification (SRI), integrated crop management systems
(IMS)). The second factor (sub-plot) consisted genotypes (Fatmawati, Ciherang,
IPB 97F-15-1-1 and A219-3-1-1). There were 12 combinations of treatments with
3 replications. The experiment showed that there was interaction between planting
system and genotype in growth component (plant height, heading date, harvest
time), yield component and yield.. Ciherang showed to be more suitable in IMS
and SRI. Fatmawati showed to be more suitable in CPS, IPB 97F-15-1-1 line
showed to be more suitable in CPS and SRI. A219-3-1-1 line yielded lower than
other genotypes in the 3 planting systems. In general NPT genotypes were more
suitable in CPS.
Keywords:

rice, new plant type, conventional planting systems, integrated crop
management, system of rice intensification.

RINGKASAN
DIDI DARMADI. Keragaan Agronomi Padi Tipe Baru pada Sistem Budidaya
Konvensional, SRI (System of Rice Intensificaion) dan Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO, AHMAD JUNAEDI

dan ISWARI SARASWATI DEWI.
Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui penerapan inovasi
teknologi. Salah satu inovasi teknologi tanaman padi adalah varietas unggul. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian (BB Biogen) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menghasilkan
galur padi tipe baru (PTB). Ada tiga sistem budidaya yang saat ini digunakan pada
penanaman padi sawah yaitu sistem budidaya konvensional, SRI (system of rice
intensification) dan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Galur-galur tersebut
perlu diuji pada ketiga sistem budidaya. Percobaan bertujuan menguji kesesuaian
genotipe harapan PTB pada sistem budidaya konvensional, SRI dan PTT.
Percobaan ini mengunakan rancangan petak terbagi (split plot design),
terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama/petak induk (main plot) yaitu 3 sistem
budidaya (konvensional, SRI dan PTT). Faktor kedua/anak petak (sub plot) adalah
genotipe (Fatmawati, Ciherang, galur A219-3-1-1 dan galur IPB 97F-15-1-1).
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan, yang diulang 3 kali, sehingga
terdapat 36 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan adalah petak berukuran 5 m
x 3 m.
Hasil analisis tanah memperlihatkan tingkat kesuburan yang relatif baik
dengan kandungan bahan organik (C-organik) kategori sedang (2.2%). Tanah
memiliki kemasaman yang agak tinggi dengan pH 5.6 kategori agak masam. Nilai

tukar kation Ca-dd (me/100 g) kategori sedang (6.5), K-dd (me/100 g) kategori
sedang, Na-dd (me/100 g) kategori sedang dan nilai tukar kation Mg tergolong
sangat rendah. Kandungan N total kategori rendah (0.2%), P-tersedia (Bray-1)
kategori sangat rendah (9.1 ppm).
Perbedaan pada masing-masing sistem budidaya yaitu pada pemberian
pupuk organik dan anorganik, Sistem budidaya konvensional tanpa pemberian
pupuk organik sedangkan SRI dan PTT menggunakan pupuk organik. Selanjutnya
umur bibit pada sistem budidaya konvensional 24 hari setelah semai (HSS), SRI
10 HSS dan PTT 17 HSS. Jumlah bibit pada sistem budidaya konvensional 3 bibit
per titik tanam, SRI dan PTT 1 bibit per titik tanam. Jarak tanam pada sistem
budidaya konvensional 20 cm x 20 cm, SRI (30 cm x 30 cm) dan PTT (legowo 20
cm x 20 cm dan 40 cm). Dosis pemberian pupuk organik pada SRI dan PTT
didasarkan pada analisis kandungan bahan organik tanah. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah diatas 2.0% sehingga
pemberian pupuk organik dilakukan hanya untuk menambahkan bahan organik ke
dalam petakan. Dosis pupuk organik pada SRI 17.5 kg/petakan (1.2 ton/ha) dan
untuk dosis pupuk organik pada budidaya PTT 7.5 kg/petakan (0.5 ton/ha).
Hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dan hasil gabah
menunjukkan interaksi antara sistem budidaya dan genotipe (varietas/galur)
berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen

dan jumlah gabah total per malai dan hasil gabah dalam ton per hektar. Sidik
ragam menunjukkan terdapat interaksi yang nyata antara sistem budidaya dan

genotipe terhadap peubah tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah
gabah total per malai, dan hasil gabah dalam ton per hektar. Varietas Ciherang
sesuai pada sistem budidaya PTT atau SRI, varietas Fatmawati lebih sesuai pada
sistem budidaya konvensional, galur IPB 97F-15-1-1 sesuai pada sistem budidaya
konvensional atau SRI. Galur A219-3-1-1 memberikan hasil terendah pada ketiga
sistem budidaya dibanding genotipe lainnya dan memberikan hasil yang sama di
ketiga sistem budidaya. Secara umum genotipe PTB lebih sesuai ditanam pada
sistem budidaya konvensional.
Kata kunci: Padi Tipe Baru, Sistem budidaya konvensional, SRI (system of rice
intensification), Sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.

KERAGAAN AGRONOMI PADI TIPE BARU PADA SISTEM
BUDIDAYA KONVENSIONAL, SRI (SYSTEM OF RICE
INTENSIFICATION) DAN PENGELOLAAN
TANAMAN TERPADU

DIDI DARMADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


Judul Tesis

Nama
NRP

: Keragaan Agronomi Padi Tipe Baru pada Sistem Budidaya
Konvensional, SRI (System of Rice Intensification) dan
Pengelolaan Tanaman Terpadu
: Didi Darmadi
: A252080131

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si.
Anggota


Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi
Anggota

Diketahui
Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Tanggal Ujian: 14 Juli 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sembahkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala

karena atas segala karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian hingga penulisan tesis dengan baik. Penelitian dilaksanakan dengan
tujuan untuk menguji kesesuaian galur-galur padi tipe baru (IPB 97 F-15-1-1 dan
A219-3-1-1) terhadap sistem budidaya yang berbeda yaitu sistem budidaya
konvensional, SRI dan PTT sehingga galur tersebut dapat optimal potensi
produksinya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada
Prof. Dr. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc., Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si. dan
Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi sebagai komisi pembimbing yang telah
membimbing penulis dan menyediakan biaya penelitian. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. selaku koordinator Mayor
Agronomi dan Hortikultura yang telah memberi arahan dan saran dan
Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Ungkapan
terima kasih disampaikan kepada Bapak Iman, Yeni dan Bapak Kholil yang telah
membantu pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga buat rekan-rekan AGH
2008, rekan-rekan FORSCA terutama Leo Mualim, rekan-rekan FORKUB, rekanrekan IKAMAPA dan rekan-rekan IMPACS atas semangat dan dukungannya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang diberikan
oleh Bapak Akmal Ibrahim, S.H., Bapak Ir. Syamsul Rizal, M.Si., Bapak Letkol.
Purnomo Lubis, dan Bapak Edi Darmawan S.Sos. Dalam penyelesaian studi S2
ini penulis juga menyampaikan rasa hormat, rindu, terima kasih dan penghargaan

kepada almarhum Bapak, almarhumah Mama dan Ibu yang telah menanamkan
dasar pendidikan yang baik dan sangat berguna bagi penulis. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada kak Siti, kak Nining, kak Elis, Sri, Neni, abang-abang
ipar juga adik-adik ipar. Kepada istri tercinta Andriani Lubis dan buah hati kami
Afifah Adzkiyah Darmadi, umak dan ayah disampaikan terima kasih atas
dukungan dan kesabarannya. Akhirnya ucapan terima kasih disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, pada tanggal 12
Mei 1981 sebagai anak keempat dari pasangan almarhum Karmidi bin Kariomejo
dan almarhumah Siti Djarmah binti Djar’an. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas dan lulus pada
tahun 2004. Penulis bekerja sebagai staf di Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura tahun 2006, dan terakhir bertugas sebagai staf lapangan Kantor
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Barat Daya sejak tahun 2008
sampai saat ini.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2008 di Mayor Agronomi
dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis ....................................................................................................

1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ................................................................ 5
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi ...................................... 7
Padi Tipe Baru (PTB) ................................................................................ 7
Sistem Budidaya Konvensional ................................................................. 8
Sistem Budidaya SRI (System of Rice Intensification) .............................. 9
Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) ........................... 10
Kriteria Agroekologi untuk Padi Tipe Baru .............................................. 12
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat .....................................................................................
Bahan .........................................................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Pelaksanaan Penelitian...............................................................................
Peubah dan Analisis Data ..........................................................................
Pengamatan Penelitian ..............................................................................

13
13
13
14
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum dan Agroekologi di Lokasi Penelitian ............................
Rekapitulasi Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Hasil ................
Peubah Pertumbuhan .................................................................................
Peubah Komponen Hasil ..........................................................................
Peubah Hasil .............................................................................................

19
22
22
27
29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................... 35
Saran .......................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 37
LAMPIRAN ........................................................................................................ 41

xii

DAFTAR TABEL
Halaman

1

Deskripsi masing-masing sistem budidaya (konvensional, SRI
dan PTT) pada beberapa genotipe harapan PTB.......... ................................ 15

2

Dosis urea yang diberikan sesuai dengan skala warna daun pada
penggunaan BWD berdasarkan waktu yang telah ditetapkan...................... 16

3

Hama dan penyakit padi di lokasi penelitian ............................................... 21

4

Rekapitulasi sidik ragam sistem budidaya dan genotipe terhadap
komponen pertumbuhan dan hasil ............................................................... 22

5

Pengaruh interaksi sistem budidaya dan genotipe terhadap tinggi
tanaman...… ...................................................................................……….. 23

6

Pengaruh sistem budidaya dan genotipe terhadap komponen
pertumbuhan.. .............................................................................................. 25

7

Pengaruh interaksi sistem budidaya dan genotipe terhadap umur
berbunga.. ..................................................................................................... 26

8

Pengaruh interaksi sistem budidaya dan genotipe terhadap umur
panen. ........................................................................................................... 26

9

Pengaruh sistem budidaya dan genotipe terhadap komponen hasil
padi. .............................................................................................................. 28

10 Pengaruh interaksi sistem budidaya dan genotipe terhadap jumlah
gabah total per malai. ................................................................................... 29
11 Pengaruh sistem budidaya dan genotipe terhadap bobot gabah. .................. 29
12 Pengaruh interaksi sistem budidaya dan genotipe terhadap hasil
gabah (t/ha) .................................................................................................. 31
13 Analisis usahatani tiga sistem budidaya (konvensional, SRI dan
PTT) ............................................................................................................. 32

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1

Keragaan petakan penelitian pada masing-masing perlakuan
sistem budidaya ........................................................................................... 20

2

Pemasangan jaring-jaring untuk mengatasi gangguan burung ................... 21

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1

Hasil analisis tanah di Laboratorium Lapangan Riset Padi IPB,
Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Bogor 2010.. .................................... 41

2

Curah hujan, suhu udara, jumlah hari hujan dan kelembaban (RH)
di lokasi penelitian... .................................................................................... 42

3

Hasil analisis pupuk pupuk organik merk Godang Tua Jaya (GTJ)
dan hasil analisis pupuk anorganik (urea, KCl, dan SP 18)... ...................... 43

4

Kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah berdasarkan CSRFAO.............................................................................................................. 44

5

Penghitungan analisis usahatani padi tipe baru pada tiga sistem
budidaya (konvensional, SRI dan PTT) ....................................................... 45

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama penduduk
Indonesia. Kebutuhan beras setiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk, sehingga diperkirakan kebutuhan beras mencapai
34 juta ton pa1da tahun 2015 dan 36 juta ton pada tahun 2020 (Deptan 2009).
Peningkatan kebutuhan beras yang besar tidak mungkin dapat dicapai tanpa
penerapan teknologi produktif. Program dalam peningkatan produktivitas padi
saat ini dengan mengandalkan penerapan inovasi teknologi. Salah satu inovasi
teknologi tanaman padi adalah varietas unggul (Badan Litbang Pertanian 2010).
Perakitan padi tipe baru (PTB) diinisiasi oleh IRRI sejak tahun 1989.
Perakitan PTB di Indonesia menggunakan materi genetik varietas introduksi,
varietas lokal Indonesia dan padi liar (Las et al. 2003). PTB yang cocok untuk
kondisi Indonesia yang beriklim tropis adalah padi dengan jumlah anakan sedang
tetapi semua produktif (12-18 batang), jumlah gabah per malai 150-250 butir,
persentase gabah isi 85-95%, bobot 1.000 gabah isi 25-26 g, batang kokoh dan
pendek (80-90 cm), umur genjah (110-120 hari), daun berwarna hijau sampai
hijau tua, 2-3 daun terakhir tidak cepat luruh, akar banyak dan menyebar dalam,
tahan hama dan penyakit utama, serta mutu beras dan nasi baik. Dengan sifatsifat tersebut, varietas PTB diharapkan mampu berproduksi 9-13 ton gabah
kering giling (GKG)/ha (Abdullah et al. 2008). PTB yang ada saat ini baru satu
varietas yaitu Fatmawati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan Institut Pertanian Bogor
(IPB) telah menghasilkan galur PTB yang perlu diuji dalam sistem budidaya yang
berbeda.
Sistem budidaya yang diterapkan oleh petani umumnya teknologi revolusi
hijau yang dikenal dengan sistem budidaya konvensional. Sistem budidaya
konvensional yang dilakukan oleh petani antara lain pengolahan tanah dengan
membajak, kedalaman olah tanah berkisar 15-20 cm, kebutuhan benih 30 kg/ha,
bibit dipindahtanamkan umur 21-30 hari setelah semai (HSS), bibit ditanam 3-5
bibit per titik tanam, dilakukan pengenangan air dalam petakan antara 5-10 cm,

2

pengendalian gulma 1-2 kali, dan pemupukan sesuai dosis anjuran Dinas
Pertanian setempat (Sato dan Uphoff 2007).
Budidaya konvensional dimulai dari bimbingan masyarakat (Bimas) pada
dekade 1960-1970an kemudian Inmas, Insus hingga Supra Insus (SI) pada dekade
1980-1990an yang disertai dengan introduksi varietas unggul. Laju pertumbuhan
produksi padi periode 1970-1995, meningkat rata-rata 3.85% per tahun (Badan
Litbang Pertanian 2008). Budidaya konvensional setelah periode tahun 1995
cenderung memusatkan pada sistem input luar yang tinggi dan tidak
memperhitungkan keberlanjutan, disebabkan beberapa hal yaitu : a) fokus pada
komoditas tunggal b) orientasi terutama pada pasar dan eksploitasi unsur hara c)
pengabaian dampak lingkungan, dimana dampak jangka panjang adalah pada
kesuburan tanah, kemampuan regenerasi vegetasi dan fauna alami dan kesehatan
manusia (Reijntjes et al. 2008).
Teknologi System of Rice Intensification (SRI) dimulai di Madagaskar
pertama

kali tahun 1983 oleh Fr. Henri de Laulani pada musim kemarau,

percobaan awal dengan menanam bibit padi yang sangat muda berumur 15 hari
(Anas dan Uphoff 2009; Uphoff 2009). Komponen teknologi dasar pada SRI
antara lain persemaian kering, pindah tanam bibit muda umur 8-15 hari dengan
menjaga perakaran tidak terganggu saat pindah tanam dan menanam dangkal
berkisar 1-2 cm, tanam tunggal, jarak tanam lebar 25 cm x 25 cm atau lebih lebar
pada tanah yang subur, pengendalian gulma sejak dini dan teratur, manajemen
pengaturan air dengan menjaga kondisi tanah tetap lembab bukan pengairan yang
terus menerus, dan aplikasi pengunaan bahan organik/pupuk organik (Sato dan
Uphoff

2007;

Anas

dan

Uphoff

2009;

Uphoff

2009).

SRI

tidak

mempermasalahkan penggunaan varietas unggul atau lokal. Hasil panen padi
budidaya SRI 52% (50-100%) lebih tinggi dibanding sistem budidaya
konvensional, efisiensi penggunaan air mencapai 44% (25-50%) dibandingkan
metode pengairan terus menerus (konvensional) (Sato dan Uphoff 2007; Uphoff
2009).
Sheehy et al. (2004) melaporkan hasil penelitian pada 3 lokasi di China
dan menyimpulkan bahwa SRI tidak mempunyai kelebihan dibandingkan cara
budidaya konvensional. Latif et al. (2005) membandingkan manajemen budidaya

3

terbaik (MBT), SRI dan cara budidaya petani (sistem budidaya konvensional).
Produktivitas masing-masing ialah MBT 6.9 t/ha, SRI 5.9 t/ha dan petani 5.0 t/ha.
SRI tidak meningkatkan hasil dibandingkan PTT. MBT di Indonesia dikenal
dengan pengelolaan tanaman terpadu. Selanjutnya McDonald et al. (2008)
menyatakan bahwa di luar Madagaskar, 24 dari 35 set data, produktivitas SRI
lebih rendah dibandingkan PTT. Sinclair (2004) secara tegas menyatakan hasil
panen padi SRI yang sangat tinggi mencapai 15-20 t/ha (peningkatan 100%) sulit
diterima secara ilmiah oleh berbagai ahli pertanian.
Pendekatan sistem budidaya untuk varietas unggul di Indonesia saat ini
menggunakan sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Komponen
teknologi dasar PTT adalah varietas unggul baru inbrida atau hibrida, benih
bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik dalam bentuk pupuk organik atau
pupuk kandang, pengaturan populasi, pemupukan berdasarkan status hara tanah,
dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan pengendalian
hama terpadu (PHT) (Badan Litbang Pertanian 2010). Demonstrasi PTT di 28
lokasi percobaan dengan menggunakan varietas unggul hibrida (Rokan dan Maro)
dan varietas PTB (Fatmawati) menunjukkan bahwa rata-rata hasil t/ha non PTT
(konvensional) varietas Fatmawati 6.8 t/ha, Rokan 7.9 t/ha dan Maro 7.8 t/ha,
sedangkan pada PTT varietas Fatmawati 8.3 t/ha, Rokan 9.0 t/ha dan Maro 8.9
t/ha (Satoto dan Suprihatno 2008).
Setiap genotipe memberikan respon yang berbeda terhadap suatu sistem
budidaya yang diterapkan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
respon genotipe PTB pada 3 sistem budidaya yang berbeda yaitu sistem budidaya
konvensional, sistem budidaya PTT, dan sistem budidaya SRI. Teknologi tersebut
diharapkan akan meningkatkan adopsi masyarakat terhadap salah satu sistem
budidaya pilihan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan petani serta
penggunaan varietas unggul PTB yang dapat meningkatkan produksi padi
nasional.

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesesuaian genotipe PTB pada
sistem budidaya konvensional, sistem budidaya PTT, dan sistem budidaya SRI.
Hipotesis
Penelitian ini menggunakan hipotesis yaitu terdapat sistem budidaya yang
sesuai untuk PTB.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Bagian tanaman padi meliputi daun, batang, akar, anakan, bunga, malai
dan gabah. Daun tanaman padi berselang-seling, satu daun pada setiap buku. Tiap
daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun
(auricle), lidah daun (ligule). Helaian daun terletak pada batang padi, bentuknya
memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung pada jenis
varietas. Pelepah daun (upih) merupakan bagian daun yang menyelubungi batang.
Lidah daun terletak berbatasan antara helaian daun dengan upih. Panjang lidah
daun berbeda-beda tergantung pada varietas. Fungsi lidah daun untuk mencegah
masuknya air hujan di antara batang dan upih (Hanum 2008). Adanya telinga dan
lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakan dengan rumputrumputan pada stadia bibit (seedling) karena daun rumput-rumputan hanya
memiliki lidah daun atau tidak ada sama sekali (Makarim dan Ikhwani 2008).
Daun teratas disebut dengan daun bendera. Satu daun pada awal fase
pertumbuhan memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan
pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama 8-9 hari. Jumlah
daun pada setiap tiap tanaman tergantung varietas. Varietas-varietas baru di
daerah tropika memiliki 14-18 daun pada batang utama (Yoshida 1981).
Bertambahnya luas daun pada komunitas tanaman disebabkan oleh 2 faktor yaitu
meningkatnya jumlah anakan dan meningkatnya luas daun. Peningkatan luas daun
bagi varietas beranak banyak didominasi oleh faktor yang pertama sedangkan
dalam varietas beranak sedikit disebabkan faktor kedua yang lebih dominan
(Murata dan Matsushima 1978).
Makarim dan Ikhwani (2008) menyatakan tanaman padi memilki pola
anakan berganda (anak-beranak). Dari batang utama akan tumbuh anakan primer
yang sifatnya heterotropik sampai anakan tersebut memiliki 6 daun. Kapasitas
anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas
unggul. Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak

6

tanam, karena dengan anakan yang banyak mampu menggantikan rumpunrumpun yang mati dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981).
Batang tanaman padi yang rebah menyebabkan pembuluh-pembuluh xylem
dan phloem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan
fotosintat. Selain itu susunan daun menjadi tidak beraturan dan saling menaungi
sehingga menghasilkan gabah hampa. Tingginya hasil pada padi varietas unggul
baru terutama disebabkan oleh ketahanannya terhadap kerebahan (Yoshida 1981).
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai
dinamakan spikelet. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang yang
terdiri atas cabang primer dan sekunder (Siregar 1981). Malai terdiri atas 8-10
buku yang menghasilkan cabang-cabang primer dan cabang primer selanjutnya
menghasilkan cabang sekunder. Tangkai butir padi (pedicel) tumbuh dari bukubuku cabang primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981).
Butir padi yang terbungkus kulit luar (sekam) disebut gabah. Bobot gabah
beragam dari 12-44 mg, sedangkan bobot kulit luar rata-rata adalah 20% bobot
gabah. Faktor konversi dari gabah ke beras adalah 0.6 dan dari beras pecah kulit
ke gabah adalah 1.25, dan faktor konversi tersebut tergantung varietas (Yoshida
1981).
Karakter padi bervariasi, salah satu karakter yang bervariasi adalah
karakter umur. Tanaman padi memiliki umur bervariasi yaitu antara kurang dari
90 sampai lebih dari 160 hari. Faktor dominan yang menentukan umur padi adalah
genetik tanaman, disamping faktor lain misalnya panjang hari, cekaman
kekeringan, dan lainnya. Berdasarkan umur, secara umum tanaman padi
dikategorikan: umur genjah (sekitar 110 hari) dan dalam (lebih dari 120 hari).
Padi varietas lokal pada umumnya berumur dalam, sedangkan padi varietas
unggul berumur genjah. Secara lebih rinci, umur tanaman padi tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: Dalam (> 151 hari setelah semai (HSS)), Sedang
(125 - 150 HSS), Genjah (105 - 124 HSS), Sangat Genjah (90 - 104 HSS), Ultra
Genjah (< 90 HSS) (BB Padi 2004).

7

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi
tiga fase: i) fase vegetatif (vegetative stage), dimulai dari masa kecambah
(germination) hingga inisiasi malai (panicle initiation), ii) fase reproduktif
(reproductive stage), dimulai dari pembungaan hingga masak penuh, iii) fase
pemasakan/pematangan (ripening stage), dimulai dari periode pembungaan
hingga masak penuh (De Datta 1981).
IRRI (1996) secara rinci membagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman padi menjadi sembilan stadia: perkecambahan, bibit, anakan,
pemanjangan batang, bunting, pembungaan, fase matang susu, fase pengisian dan
pematangan. IRRI (1996) dan Hanum (2008) menyatakan stadia perkecambahan
mulai dari berkecambah sampai muncul daun pertama. Stadia bibit mulai dari
munculnya daun pertama hingga terbentuknya anakan pertama, lamanya sekitar
21-24 hari. Stadia anakan mulai dari anakan yang bertambah sampai anakan
maksimum, lamanya sekitar 40 hari. Stadia pemanjangan batang mulai saat
terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari setelah inisiasi malai. Stadia bunting
mulai dari perkembangan butir sampai butir tumbuh sempurna, lamanya sekitar 14
hari setelah stadia bunting.
Stadia pembungaan mulai muncul bunga, polinasi dan fertilisasi, lamanya
sekitar 10 hari setelah fase pembungaan. Fase matang susu dimulai dari biji berisi
cairan menyerupai susu, butir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 14 hari
setelah pembungaan. Fase pengisian dimulai butir yang lembek mulai mengeras
dan berwarna kuning sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan,
lamanya sekitar 14 hari setelah fase matang susu. Fase pematangan mulai dari
butir padi berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, malai padi mulai
merunduk disebabkan butir-butir padi yang sudah berisi penuh, lama fase ini
sekitar 14 hari (IRRI 1996; Hanum 2008).
Padi Tipe Baru (PTB)
International Rice Research Institute (IRRI) telah merumuskan idiotipe
tanaman PTB atau new plant type (NPT) untuk meningkatkan potensi hasil padi.
Pemuliaan PTB dimulai tahun 1989 di IRRI. Secara genetik, sifat PTB tidak
berbeda dengan varietas inbrida yang sudah biasa ditanam petani, tetapi potensi

8

produksinya lebih unggul karena dirakit dengan mengkombinasikan sifat khusus
yang mendukung fotosintesis, pertumbuhan dan produksi benih (Peng et al.
2008). Sifat-sifat penting yang dimiliki PTB diantaranya: anakan produktif sedang
(10-15), malai lebat (>200 butir gabah per malai), 80% gabah bernas, tinggi
tanaman sedang (80-100 cm), umur sedang (105-120 hari), daun tegak, tebal dan
berwarna hijau tua dan harus mampu mempertahankan kehijauannya atau lambat
menua (delayed senescence), perakaran dalam, dan tahan terhadap hama dan
penyakit utama (BB Padi 2004; Abdullah et al. 2008; Peng et al. 2008).
Penelitian ke arah perakitan PTB di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1995.
Varietas PTB yang sudah dilepas yaitu varietas perdana Fatmawati dilepas tahun
2003, sebelum pelepasan PTB sudah dilepas tiga varietas semi PTB yaitu Cimelati
(2001), Ciapus (2002) dan Gilirang (awal 2003) (Abdullah et al. 2008).
Karakter yang mendukung fotosintesis, metabolisme karbon dan
pertumbuhan varietas unggul padi tipe baru yaitu: daun tegak berfungsi dalam
intersepsi cahaya matahari tinggi; daun tebal dan berwarna hijau tua untuk
kemampuan fotosintesis tinggi; batang pendek, kuat dan tahan rebah walaupun
tanaman dipupuk berat dan malai berisi padat; akar dalam berfungsi mengambil
unsur hara dan air dalam lapisan tanah dalam (sub-soil); jumlah gabah berisi >
250 butir/malai, ukuran sink untuk menampung fotosintat besar (BB Padi 2004).
Kelemahan PTB Fatmawati diantaranya persentase gabah hampa yang tinggi
>25%, kerontokan gabah yang sulit dan tidak tahan terhadap penyakit blas dan
hawar daun bakteri. Permasalahan pada PTB adalah keseimbangan sink dan
source yang belum stabil sehingga tanaman tidak dapat mendukung sink yang
besar (> 250 butir per malai). Jumlah gabah hampa yang tinggi merupakan sifat
utama yang menyebabkan daya hasil PTB tidak seperti yang diharapkan.
Kehampaan dapat disebabkan faktor genetik maupun non genetik. Faktor genetik
dapat diperbaiki melalui pemuliaan, sedangkan faktor non genetik dengan
perbaikan lingkungan dan atau sistem budidaya (Abdullah et al. 2008).
Sistem Budidaya Konvensional
Sebagian besar petani di Indonesia masih menggunakan sistem budidaya
konvensional. Budidaya konvensional adalah sistem usaha tani yang sejak awal
Pelita I sampai dengan 1982 melalui program bimbingan masyarakat (Bimas)

9

telah meningkatkan produksi beras sejalan dengan penggunaan pupuk anorganik
yang terus meningkat (Adiningsih et al. 2000). Teknologi budidaya saat itu
dikenal dengan teknologi “Revolusi Hijau”, merupakan perubahan dalam
teknologi budidaya pertanian yang ditujukan agar sumber daya lahan dapat
berproduksi sebanyak-banyaknya dengan jalan mengoptimalkan ketersediaan hara
dan air dalam tanah, menanam varietas tanaman yang mempunyai potensi
produksi tinggi, serta melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit
(Sumarno 2007). Sistem budidaya konvensional yang dilakukan oleh petani antara
lain pengolahan tanah dengan membajak, kedalaman olah tanah berkisar 15-20
cm, kebutuhan benih 30 kg/ha, bibit dipindahtanamkan umur 21-30 HSS, bibit di
tanam 3-5 bibit per lubang tanam, dilakukan pengenangan air dalam petakan
antara 5-10 cm, penyiangan gulma 1-2 kali dengan menggunakan herbisida, dan
pemupukan sesuai dosis anjuran departemen pertanian setempat (Sato dan Uphoff
2007).
Sistem Budidaya SRI (System of Rice Intensification)
Sistem intensifikasi padi (SRI) dimulai di Madagaskar pertama kali tahun
1983 oleh Fr. Henri de Laulani pada musim kemarau. Percobaan awal dengan
menanam bibit padi yang sangat muda berumur 15 hari. Percobaan ini
mengurangi penggunaan air irigasi, dan tidak ada penggunaan pupuk anorganik
atau pupuk kimia lainnya. Unsur utama pada metode SRI antara lain persemaian
kering, transplanting bibit muda umur 8-12 hari, tanam bibit tunggal, jarak tanam
lebar, pengendalian gulma sejak dini dan teratur, pengaturan air dan menjaga air
tetap lembab, dan aplikasi penggunaan bahan organik/pupuk organik (Stoop et al.
2002; Uphoff 2004; Anas dan Uphoff 2009). SRI membentuk anakan tanaman
lebih banyak. Jarak tanam yang lebar menyebabkan kanopi daun pada SRI lebih
baik dibandingkan pola konvensional. Kerapatan tanaman dengan jarak tanam
lebar minimal 27 cm x 27 cm, sampai 50 cm x 50 cm berpengaruh pada populasi
per areal tanam. Jumlah populasi yang semakin banyak akan berpengaruh
terhadap perkembangan akar, persaingan dalam pengunaan nutrisi di dalam tanah,
juga pada bagian atas tanaman yaitu luas permukaan daun (leaf area index) untuk
penerimaan dan distribusi cahaya (Tao et al. 2002).

10

Penelitian SRI yang dilakukan oleh Tao et al. (2002) menunjukkan bahwa
sistem budidaya SRI menghasilkan perakaran 10-15 cm lebih dalam dibandingkan
dengan sistem budidaya konvensional disebabkan karena penanaman bibit diawal
yaitu tanam dangkal. Bobot kering akar per tanaman pada varietas padi Xieyou
9308 adalah 13.2 g pada sistem budidaya SRI dan 8.2 g dengan sistem budidaya
konvensional sedangkan bobot kering akar varietas padi Liangyou-peijiiu 9.8 g
pada metoda SRI dan 7.6 g dengan metoda konvensional. Persemaian SRI
dilakukan dengan cara kering/lembab sehingga dapat dilakukan pada besek atau
kotak, hal ini memudahkan untuk melakukan pengamatan yang terus menerus.
Kebutuhan kotak untuk persemaian berukuran 15 cm x 15 cm. Persemaian dapat
disimpan di halaman rumah.
Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Berbeda dengan SRI yang menganjurkan penerapan paket teknologi di
semua ekosistem, Badan Litbang Pertanian menggunakan pendekatan PTT yang
bersifat spesifik lokasi. PTT menganjurkan petani menerapkan teknologi yang
cocok untuk lokasi setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka (Syam 2006).
Integrated Crop Management Systems atau lebih dikenal PTT pada padi sawah
merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usaha tani padi, dengan
mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan
efek sinergis (Pramono et al. 2005).
Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT dikelompokkan ke
dalam teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan
untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan
disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Badan
Litbang Pertanian 2008). Komponen teknologi dasar yang diimplementasikan
pada unit hamparan pengkajian PTT meliputi; (a) penggunaan varietas unggul
adaptif dan benih berkualitas, (b) perlakuan benih, (c) tanam tunggal bibit muda,
(d) penggunaan bahan organik (pupuk organik), (e) pemupukan N berdasarkan
bagan warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah
melalui uji tanah, (g) pengairan berselang (intermittent irrigation), (h)
pengendalian gulma dengan landak/gosrok), dan (i) pengendalian hama secara
PHT (Badan Litbang Pertanian 2010).

11

Pendekatan model PTT pada padi sawah dengan menerapkan komponenkomponen teknologi budidaya sinergis mampu meningkatkan produktivitas
usahatani berupa peningkatan hasil panen gabah kering giling (GKG) yang ratarata lebih tinggi dibandingkan pola petani. Peningkatan hasil mencapai 10% atau
sekitar 0.68 t/ha GKG pada masa percobaan I (MPI) dan 0.59 t/ha GKG pada MP
II di Kabupaten Sragen, sedangkan untuk Kabupaten Grobogan terjadi
peningkatan rata-rata sebesar 5.3% atau 0.33 t/ha GKG pada MP I (Pramono et al.
2005). Penerapan PTT di tingkat petani telah teruji mampu meningkatkan rata-rata
hasil sekitar 16 –27% (rata-rata 0.3 – 2.3 ton GKP/ha). Efisiensi penggunaan
benih dan menanam bibit muda, tanam bibit kurang dari 3 bibit/lubang, efisiensi
pupuk urea (penggunaan bagan warna daun) dan penghematan air irigasi
berselang 135 mm/ha/musim. Penggunaan bibit muda maksimal kurang dari 21
hari setelah semai (HSS) adalah bertujuan untuk mengurangi stres tanaman dan
bibit lebih cepat kembali sehat (recovery) sehingga pembentukan anakan lebih
banyak (Badan Litbang Pertanian 2008).
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti ini
ditujukan antara lain untuk: menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi
menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar tanaman untuk
mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mengurangi
kerebahan, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah, memudahkan
pengendalian hama keong mas dan lainnya (Badan Litbang Pertanian 2008).
Teknik pengairan berselang, air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang
dan kering secara bergantian dalam periode tertentu. Saat tanaman dalam fase
berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar 2-3 cm (Badan
Litbang Pertanian 2010).
Komponen budidaya yang juga harus diperhatikan adalah pemberian
bahan organik. Bahan organik berupa sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau
dan pupuk organik (humus) merupakan

unsur utama pupuk organik dapat

berbentuk padat atau cair. Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki
kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah (Badan Litbang Pertanian 2010). PTT
merupakan suatu pendekatan yang ditempuh untuk meningkatkan produktivitas

12

padi sawah, khususnya padi sawah irigasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip
efisiensi. Adopsi sistem budidaya PTT diharapkan selain produktivitas naik, biaya
produksi optimal dan lingkungan terpelihara (Fagi 2008).
Kriteria Agroekologi untuk Padi Tipe Baru
PTB mempunyai kapasitas sink yang besar (jumlah gabah lebih dari 250
butir gabah per malai) maka lingkungan tumbuh harus mampu menunjang proses
fotosintesis yang optimal dan translokasi fotosintat dari daun ke malai yang
lancar. Dengan pengaturan lingkungan tumbuh yang ideal diharapkan jumlah
gabah isi bertambah atau kehampaan gabah berkurang. Padi tipe baru dikaitkan
dengan potensi hasilnya yang tinggi melalui fotosintesis dan metabolisme karbon.
Fotosintesis PTB akan maksimal pada intensitas cahaya tinggi (BB Padi 2004).
Metabolisme karbon pada proses respirasi menghasilkan energi bagi
perbanyakan sel-sel dan pembentukan jaringan. Respirasi ditentukan oleh suhu
udara tertentu pada berbagai stadia. Kalau stadia tumbuh tertentu suhu ideal
terlampaui maka fenomena kebocoran fotosintesis (photosynthetic leakage) dapat
terjadi. Hal ini akan mengakibatkan pengisian gabah terhambat. Intensitas cahaya
matahari harus optimum pada 30-40 hari sebelum panen yaitu pada periode
pengisian biji. Berdasarkan kriteria kesesuaian padi sawah menurut CSR-FAO
1983, PTB paling tepat ditanam di lokasi dengan dengan lingkungan sesuai (S1),
diikuti kesesuaian sedang (S2). Jumlah curah hujan tahunan diatas 1500 mm
berarti curah hujan bulanan diatas 142 mm. Curah hujan bulanan ideal berada
pada kisaran 200-400 mm agar intensitas cahaya matahari masih tinggi tetapi suhu
tidak terlalu panas. pH tanah pada keadaan kering 6.0-7.0, kandungan bahan
organik 2% (tetapi bukan tanah histosol), drainase tanah baik (air irigasi terjamin)
(BB Padi 2004).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2010. Percobaan
dilakukan di Laboratorium Lapangan Riset Padi IPB, Desa Babakan, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Proses pasca panen dilakukan
di Laboratorium Pasca Panen Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi yang terdiri
atas: galur harapan PTB hasil pengembangan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (A219-3-1-1),
galur harapan PTB hasil pengembangan Institut Pertanian Bogor (IPB 97F-15-11), genotipe Fatmawati dan genotipe Ciherang.
Metode Penelitian
Penelitian mengunakan rancangan petak terbagi (split plot design), terdiri
atas 2 faktor dengan 3 ulangan.
Faktor pertama (main plot) adalah sistem budidaya, terdiri atas
S1

= sistem budidaya konvensional

S2

= SRI (system of rice intensification)

S3

= pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

Faktor kedua adalah genotipe, terdiri atas
V1

= varietas Ciherang

V2

= varietas Fatmawati

V3

= galur IPB 97 F-15-1-1

V4

= galur A219-3-1-1
Terdapat 12 kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 36

satuan percobaan. Tiap satuan percobaan menggunakan petakan lahan berukuran
5 m x 3 m. Adapun model linear rancangan petak terbagi (Mattjik & Sumertajaya
2002) adalah:
Yijk = µ +

i

+ αj +

ij

+ βk + (αβ)jk + Єijk

14

Dimana:
i

: Ulangan/kelompok (1, 2, 3)

j

: Sistem budidaya (1, 2, 3)

k

: Genotipe (1, 2, 3, 4)

Yijk

: Hasil pengamatan pengaruh sistem budidaya ke-j, genotipe ke-k dan
ulangan ke-i

µ
i

αj
ij

βk

: Nilai tengah
: Pengaruh ulangan/kelompok ke-i
: Pengaruh sistem budidaya ke-j
: Pengaruh galat sistem budidaya ke-j dan ulangan/kelompok ke-i
: Pengaruh genotipe ke-k

(αβ)jk : Pengaruh interaksi antara sistem budidaya ke-j dan genotipe ke-k
Єijk

: Pengaruh galat ulangan ke-i sistem budidaya ke-j dan genotipe ke-k

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian menggunakan 4 genotipe berbeda (genotipe
Ciherang, genotipe Fatmawati, galur IPB 97 F-15-1-1 dan galur A219-3-1-1) yang
ditanam pada 3 sistem budidaya yang berbeda (sistem budidaya konvensional,
SRI dan PTT). Penyemaian budidaya konvensional dan PTT dilakukan di
lapangan, sedangkan penyemaian budidaya SRI dilakukan pada tray (tempat
pembibitan). Sebelum tanam dilakukan analisis tanah di lokasi penelitian
(Lampiran 1), analisis pupuk organik (pupuk organik) dan analisis pupuk
anorganik (urea, SP-18 dan KCl) dicantumkan pada Lampiran 2. Deskripsi
masing-masing sistem budidaya (konvensional, SRI dan PTT) dapat dilihat pada
Tabel 1.

15

Tabel 1 Deskripsi masing-masing sistem budidaya (konvensional, SRI dan PTT)
pada beberapa genotipe harapan PTB.
Sistem Budidaya

Komponen budidaya
Konvensional
Menggunakan
cangkul dan bajak
singkal
kedalaman olah 15 20 cm.

SRI
Menggunakan
cangkul dan bajak
singkal
kedalaman olah 15 20 cm

PTT
Menggunakan
cangkul dan bajak
singkal
kedalaman olah 15 –
20 cm

Pupuk dasar

Tanpa pemberian
pupuk organik

Pemberian
pupuk
organik atau pupuk
organik
(dilakukan
analisis tanah). Hasil
analisis
tanah,
kandungan
bahan
organik
tanah
=
2.23%. Dosis pupuk
pupuk organik 17.5
kg/petak atau 1.2 t/ha.

Pemberian
pupuk
organik atau pupuk
organik
(dilakukan
analisis tanah). Hasil
analisis
tanah,
kandungan
bahan
organik
tanah
=
2.23%. Dosis pupuk
pupuk organik 7.5
kg/petak atau 0.5 t/ha.

Umur bibit

24 Hari setelah semai
(HSS)

10 HSS

17 HSS

Jumlah bibit
Jarak tanam

3 bibit per titik tanam
20 cm x 20 cm.

1 bibit per titik tanam
30 cm x 30 cm

Pupuk susulan

Pupuk diberikan
dengan dosis 300
kg/ha Urea, 200 kg/ha
SP18 dan 150 kg/ha
KCl (Badan Litbang
Pertanian 2008).

Pupuk diberikan
dengan dosis 150
kg/ha Urea, 100 kg/ha
SP18 dan 75 kg KCl/
ha (Uphoff 2009).

1 bibit per titik tanam
20 cm x 20 cm x 40
cm
Pupuk diberikan
dengan dosis 180
kg/ha urea, 100 kg/ha
SP18 dan 100 kg/ha
KCl (Berdasarkan
analisis tanah) (Badan
Litbang Pertanian
2008).

Pengelolaan air

Cara yang biasa
dilakukan petani.

Pengairan berselang
(kondisi tanah macakmacak).

Pengairan berselang
(intermittent
irrigation).

Pengendalian gulma

Menggunakan
herbisida

Kegiatan
pemeliharaan meliputi
pengendalian gulma
alat gasrok.

Kegiatan
pemeliharaan meliputi
pengendalian gulma
alat gasrok.

Pengolahan tanah

Pemupukan nitrogen (N) susulan dilakukan pengamatan warna daun
menggunakan bagan warna daun (BWD) hanya pada sistem budidaya PTT.
Penggunaan BWD berdasarkan waktu yang telah ditetapkan: a) memberikan

16

pupuk dasar 30 kg/ha pada petakan PTT atau pemupukan N pertama sebelum
tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST). Pada saat ini BWD belum
digunakan. b) Pemupukan kedua dan ketiga, dengan cara membandingkan warna
daun dengan skala BWD, dilakukan pada saat tanaman padi berumur 21 HST
(pemupukan N kedua) dosis 75 kg/ha dan umur 42 HST (pemupukan N ketiga)
dosis 75 kg/ha. Nilai BWD pada saat pengamatan warna daun menunjukkan pada
skor > 4 yaitu skor 5 dan 6 dan respon tanaman PTB terhadap pupuk N pada
kolom sangat tinggi, maka dosis pupuk N (urea) untuk nilai BWD > 4 adalah 75
kg/ha. Penggunaan pupuk N yang diberikan sesuai dengan skala warna daun pada
penggunaan BWD berdasarkan waktu yang telah ditetapkan Tabel 2.
Tabel 2

Dosis urea yang diberikan sesuai dengan skala warna daun pada
penggunaan BWD berdasarkan waktu yang telah ditetapkan.
rendah

Pembacaan BWD
< 5.0
BWD < 3
BWD = 3.5
BWD > 4

75
50
0

Respon terhadap pupuk N
sedang
tinggi
sangat tinggi
target hasil (t/ha (GKG)
= 6.0
= 7.0
>8
takaran urea yang digunakan (kg/ha)
100
125
150
75
100
125
0 - 50
50
75

Sumber : Badan Litbang Pertanian 2009.

Peubah dan Analisis Data
Pengamatan meliputi peubah komponen pertumbuhan, komponen hasil
dan hasil. Peubah-peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan
total, jumlah anakan produktif, panjang daun bendera, umur berbunga, umur
panen, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai,
persentase gabah isi per malai, jumlah gabah total per malai, bobot gabah per
rumpun dan hasil gabah (t/ha). Hasil gabah dihitung dari data bobot gabah per
petak dikonversikan ke t/ha. Data hasil pengamatan dianalisis statistik dengan uji
F (sidik ragam) pada taraf 5% dengan menggunakan program SAS versi 9.0 dan
jika uji F nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%. Sebagai data pendukung dilakukan analisis tanah dan data kondisi iklim
selama penelitian berlangsung.

17

Pengamatan Penelitian
Pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan, komponen
hasil dan hasil:
Komponen Pertumbuhan
-

Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung batang.

-

Jumlah anakan total, dihitung jumlah anakan total yang tumbuh pada masa
vegetatif hingga menjelang masa inisiasi malai.

-

Jumlah anakan produktif, dihitung dari jumlah anakan yang menghasilkan
malai.

-

Umur berbunga, dihitung dari saat semai benih sampai 50% malai (bunga)
dalam satu rumpun keluar.

-

Umur panen, dihitung dari saat semai sampai 85%-95% malai telah
matang.

-

Panjang daun bendera, diukur dari pangkal helai daun sampai ujung helai
daun pada daun bendera.

Komponen Hasil
-

Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai.

-

Jumlah gabah isi per malai, dihitung dari jumlah gabah yang berisi penuh
pada tiap malai.

-

Jumlah gabah hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah yang hampa
(tidak berisi) tiap malai.

-

Persentase gabah isi per malai, dihitung dari persentase jumlah gabah yang
berisi penuh pada tiap malai.

-

Jumlah gabah total per malai, dihitung dari jumlah gabah total (gabah
berisi + gabah hampa) tiap malai.

-

Bobot 1000 butir gabah isi, dihitung bobot 1000 butir gabah berisi
menggunakan timbangan digital.

18

Hasil
-

Bobot gabah per rumpun, dihitung dari bobot gabah kering pada kadar air
14% gabah berisi yang berasal dari satu rumpun.

-

Bobot gabah per petak, dihitung dari bobot gabah kering pada kadar air
14% gabah berisi yang berasal dari satu petakan.

-

Hasil gabah, dihitung dari konversi bobot gabah per petak (kg) menjadi
dalam nilai bobot gabah dalam ton per hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum dan Agroekologi di Lokasi Penelitian
Hasil analisis tanah memperlihatkan tingkat kesuburan yang relatif baik
dengan kandungan bahan organik (C-organik) kategori sedang (2.2%). Tanah
memiliki kemasaman yang agak tinggi dengan pH 5.6 kategori agak masam. Nilai
tukar kation Ca-dd (me/100 g) kategori sedang (6.5), K-dd (me/100 g) kategori
sedang, Na-dd (me/100 g) kategori sedang dan nilai tukar kation Mg tergolong
sangat rendah. Kandungan N total kategori rendah (0.2%), P-tersedia (Bray-1)
kategori sangat rendah (9.1 ppm). Hasil analisis tanah di lokasi penelitian
dicantumkan pada Lampiran 1.
Masa penelitian selama empat bulan dilaksanakan awal April sampai
dengan akhir Juli 2010. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Dramaga, Bogor menunjukkan selama penelitian rata-rata curah hujan
per bulan adalah 236.9 mm, curah hujan terendah pada bulan April 42.9 mm.
Lokasi penelitian didukung saluran irigasi teknis yang baik sehingga keadaan
kekeringan diantisipasi dengan baik. Rata-rata suhu udara maksimum 32.30 C dan
rata-rata temperatur minimum selama penelitian 23.20C. Curah hujan, suhu udara,
jumlah hari hujan dan kelembaban (RH)

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Farmer Innovations Improving the System of Rice Intensification (SRI)

0 4 12

Learning about positive plant-microbial interactions from the System of Rice Intensification (SRI)

0 5 26

Optimizing Non-flooded Irrigation Regime under System of Rice Intensification Crop Management using Genetic Algorithms

0 5 1

Study of Phosphate Solubilizing Microbe to Reduce the Rate of Inorganic-P Fertilizer on ICM (Integrated Crop Management) and SRI (System of Rice Intensification) Cultivation System

0 5 61

The agronomical performance of new plant type rice on conventional planting system, system of rice intensification and integrated crop management system

0 19 62

Crop Coefficient and Water Productivity in Conventional and System of Rice Intensification (SRI) Irrigation Regimes of Terrace Rice Fields in Indonesia

0 5 1

Crop Coefficient and Water Productivity in Conventional and System of Rice Intensification (SRI) Irrigation Regimes of Terrace Rice Fields in Indonesia

0 5 3

Liquid Organic Fertilizer and Planting Space Influencing the Growth and Yield of Rice (Oryza sativa L.) in System of Rice Intensification (SRI) Methods.

0 0 8

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11