Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produksi Beras Pandanwangi Cianjur

PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT)
PRODUKSI BERAS PANDANWANGI CIANJUR

ANNISA FITRIANA HADININGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Daur Hidup
(Life Cycle Assessment) Produksi Beras Pandanwangi Cianjur adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016
Annisa Fitriana Hadiningtyas
F351120161

RINGKASAN
ANNISA FITRIANA HADININGTYAS. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle
Assessment) Produksi Beras Pandanwangi Cianjur. Dibimbing oleh
SUPRIHATIN dan YANDRA ARKEMAN.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak lingkungan berupa emisi
yang dapat ditimbulkan dari sistem produksi beras pandanwangi dalam satu siklus
dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA). LCA adalah suatu
metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang
disebabkan oleh suatu produk selama proses produksi atau aktivitas selama siklus
hidupnya. Metode LCA terdiri atas 4 tahapan yaitu tujuan dan ruang lingkup,
analisis inventori, penghitungan dampak dan interpretasi hasil. Analisis LCA yang
dilakukan menggunakan metode IPCC dengan menghitung nilai emisi CO2 dan
emisi non CO2.
Analisis dilakukan untuk mendapatkan dampak lingkungan yang dapat
ditimbulkan dari 1 kg produk beras pandanwangi yang dihasilkan. Perhitungan
nilai emisi total menunjukan bahwa dari 1 kg beras pandanwangi yang produksi

menghasilkan emisi sebesar 1,71 kg CO2-eq dengan konsumsi energi sebesar
4.768,5 MJ/ton beras. Perhitungan net energi didapatkan nilai Net Energy Value
(NEV) sebesar 16,46 GJ dan nilai Net Energy Ratio (NER) sebesar 4,45.
Sedangkan emisi non-CO2 terbesar yang diperoleh dari kegiatan budidaya padi
berupa CH4. Besarnya nilai emisi CH4 dipengaruhi oleh tingginya penggunaan
pupuk sintetik pada lahan. Pengelolaan limbah produksi beras yang efektif mampu
mengurangi nilai emisi pada produksi beras pandanwangi.
Keyword : Life Cycle Assessment, beras pandanwangi, emisi CO2, emisi CH4

SUMMARY
ANNISA FITRIANA HADININGTYAS. Life Cycle Assessment (LCA) of
Cianjur Rice Pandanwangi Production System in Indonesia. Supervised by
SUPRIHATIN and YANDRA ARKEMAN.
This research goals are to establish and develop life cycle inventory (LCI)
database of Indonesia rice production systems particulary Pandanwangi rice. The
case study was conducted in Gekbrong and Warungkondang district, Cianjur,
West Java Province, Indonesia. Life Cycle Assessment (LCA) is one of the
systematic method and analysis of the environmental impact of products during its
entire life cycle. LCA method consists of four stages, namely goal and scope
definition, inventory analysis, impact assessment, and also interpretation and

process improvement. The assessment was carried out in order to provide
environmental impact and emission contribution produced from 1 ton
pandanwangi rice.
The environmental impact criteria were developed into a few impact
categories, kg CO2-eq/ kg rice, energy consumption for entire processes and
mass balance of material and resources that used in the process. The
environmental impact criteria were developed into a few impact categories
showed that production of 1 kg pandanwangi rice would generate 1.71 kg CO2-eq
with total energy consumption 4,768.5 MJ/ton rice. Energy efficiency of
pandanwangi production in Net Energy Value (NEV) was 16.46 GJ and Net
Energy Ratio (NER) was 4.45. The highest emission comes from rice plantation
processes in the form of CH4. The pandanwangi rice production systems also
generate by-products such as rice straws, the stalk and husk. Some of them could
reused in the process in order to reduce the emission in rice field.
Key words:

Life Cycle Assessment, pandanwangi rice, CO2 emission, CH4
emission

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT)
PRODUKSI BERAS PANDANWANGI CIANJUR

ANNISA FITRIANA HADININGTYAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Mohamad Yani, MEng

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah
analisis dampak lingkungan, dengan judul Penilaian Daur Hidup (Life Cycle
Assessment) Produksi Beras Pandanwangi Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir-Ing Suprihatin dan
Bapak Dr Ir Yandra Arkeman, MEng selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Mohamad Yani, MEng yang telah banyak memberi saran untuk penelitian ini. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yayat Duriat dari
BPBTPH kecamatan Gekbrong, Bapak Iwan S dan Bapak Cahya Hancuran
kecamatan Warungkondang beserta PPL Kecamatan Warungkondang dan
Kecamatan Gekbrong, yang telah membantu penulis selama pengumpulan data

dilapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda, ayahanda,
suamiku tersayang Prima Trie Wijaya serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada pengelola
Pascasarjana, seluruh Dosen dan staf Akademik Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Ibu Nurjanah, Bapak Candra Agustiyadi dan
teman-teman TIP angkatan 2012. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Annisa Fitriana Hadiningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
2
2
3
3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Beras Pandanwangi
Sistem Produksi Beras Pandanwangi
Life Cycle Assessment (LCA)

4
4
6
10

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Sampel
Jenis Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

13
14
15
16

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Pengembangan Pandanwangi
Sistem Produksi Pandanwangi
Penanganan Pasca Panen
Analisis LCA
Perhitungan Emisi
Keterbatasan Penelitian
Perbaikan (Improvement) Sistem Produksi

18
18
18
24
30
34
44
44


5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

50

RIWAYAT HIDUP

54


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Deskripsi padi varietas pandanwangi
Luas daerah sentra pandanwangi di Kabupaten Cianjur
Kandungan gizi beras pandanwangi
Penelitian terkait dengan LCA
Data yang dikumpulkan selama penelitian
Potensi Luas Lahan Kecamatan Warungkondang
Potensi Luas Lahan Kecamatan Gekbrong
Pemakaian pupuk dan zat tambahan pada budidaya pandanwangi (ha)
LCI (Life Cycle Inventory) beras pandanwangi
Nilai potensial pemanasan global emisi GRK
Nilai perhitungan emisi karbon produksi pandanwangi
Perbandingan nilai emisi GRK produksi beras
Kebutuhan energi sistem produksi beras pandanwangi
Jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia
Nilai emisi tiap tahapan proses produksi beras pandanwangi
Evaluasi dan perbaikan sistem produksi beras pandanwangi

5
6
6
12
14
18
18
24
33
35
36
37
38
42
43
47

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Alur Penelitian
Batasan metode LCA
Kerangka LCA menurut ISO 14040
Tahapan penelitian
Penggunaan traktor pada pengolahan lahan
Proses pembuatan pola dan jarak tanam
Petakan lahan dan proses persemaian pandanwangi
Penanaman padi pandan wangi
Pestisida cair merek bionano
Proses pemanenan dan alat panen
Proses pengeringan gabah
Pabrik penggilingan beras (Bapak Mubarok)
Mesin Husker
Transportasi hasil penggilingan padi
Proses pengemasan
Penampungan hasil penggilingan
Tempat penampungan limbah sekam
Pemanfaatan jerami pada lahan persemaian
Life Cycle Pandanwangi
Nilai emisi tahap budidaya beras pandanwangi
Nilai emisi pada tahap produksi dan transportasi
Nilai emisi pembakaran biomasa jerami padi

3
10
11
14
20
21
22
23
24
25
26
26
27
28
28
29
30
30
31
44
44
45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Faktor Skala Berdasarkan Rejim Air
Jenis Tanah dan Nilai Koefisien
Faktor Skala Emisi CH4 untuk Rejim Air sebelum penanaman
Faktor Konversi untuk Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Organik
Faktor emisi N2O dari tanah yang dikelola
Faktor Konversi Energi
Faktor Volatisasi dan Pencucian untuk Emisi N2O
Faktor Konversi Emisi

50
50
51
51
52
52
53
53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok di Indonesia sehingga kebutuhan
beras akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Tingkat
pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,21% dan tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia mencapai 139,15 kg/kapita/tahun (BPS 2006). Sebagai
komoditas pertanian strategis, peningkatan produksi beras terus diupayakan untuk
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
Beras pandanwangi merupakan salah satu produk beras varietas unggul lokal
Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Pandanwangi merupakan
merek dagang beras lokal Indonesia yang telah dikenal dan dibudidayakan di
lumbung padi di Cianjur, Jawa Barat. Jenis padi varietas lokal Cianjur yang
menghasilkan beras pandanwangi asli termasuk dalam varietas Javonica. Beras ini
mempunyai keunggulan seperti rasa yang sangat enak, pulen, dan beraroma wangi
pandan. Rasanya yang sangat khas memberikan nilai tambah sehingga memiliki
harga yang lebih mahal dibandingkan beras varietas lain, yaitu dapat mencapai
dua kali lipat harga beras biasa.
Pengembangan dan pelestarian beras pandanwangi sebagai kearifan lokal
daerah Cianjur dapat mendorong peningkatan produksi beras secara nasional.
Peningkatan produksi tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan
sebagai akibat yang ditimbulkan dari keseluruhan rangkaian kegiatan produksi
beras pandanwangi. Produksi beras menghasilkan nilai emisi 4 x lebih besar
daripada budidaya tanaman pangan lainnya seperti jagung dan gandum (Linquist
et al. 2012). Penilaian siklus hidup beras pandanwangi mutlak diperlukan untuk
mengetahui besarnya nilai emisi yang dapat ditimbulkan dari proses produksi
beras pandanwangi.
LCA (Life Cycle Assessment) merupakan sebuah metode yang digunakan
untuk mengukur dan menganalisis suatu tahap daur hidup dimulai dari tahap
pengambilan material sampai dengan produk itu selesai digunakan oleh konsumen.
Metode LCA terdiri atas empat fase, yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup,
analisis persediaan, analisis dampak dan interpretasi (ISO 14040). Metode LCA
mampu memberikan gambaran terperinci mengenai dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari suatu industri yang hasilnya dapat dijadikan pertimbangan untuk
memilih penggunaan bahan baku maupun proses yang digunakan sehingga dapat
mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu proses
produksi.
Hatcho et al. (2012) membatasi ruang lingkup analisis dampak lingkungan
pada produksi beras di daerah Shiga Jepang pada tahap pembenihan hingga proses
produksi tanpa melihat tata guna lahan, pengolahan limbah dan pasca panen
seperti konsumsi. Shafie et al. (2011) menganalisis dampak lingkungan pada
proses penggilingan padi di Malaysia dengan membandingkan penggunaan energi

2
batubara dengan gas alam. Penelitian dampak lingkungan dari proses
penggilingan padi juga dilakukan oleh Kasmaprapruet et al. (2009).
Pengolahan padi menjadi beras yang siap dikonsumsi pada umumnya
melalui beberapa proses, dimulai dari budidaya yang meliputi input (benih,
pupuk, teknologi, irigasi) hingga pengolahan pasca panen, yaitu: perontokan,
pengangkutan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan, penyimpanan,
pengangkutan dan pengemasan. Setiap tahapan proses dalam pengolahan beras,
dimulai dengan penyediaan bahan baku hingga produk sampai ditangan konsumen
membutuhkan energi yang dapat dihitung dan dianalisis dampaknya terhadap
lingkungan dengan menggunakan metode LCA. Oleh karena itu analisis dampak
lingkungan produksi beras pandanwangi di Cianjur Jawa Barat dengan
menggunakan metode LCA sangat diperlukan untuk mengetahui informasi
pengembangan produk beras Indonesia khususnya beras pandanwangi secara
komprehensif dengan menghitung dan menganalisis nilai emisi yang dihasilkan
pada tiap tahapan proses produksi.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana menganalisis dampak lingkungan dengan
menerapkan metode LCA (Life Cycle Assessment) pada sistem produksi beras
pandanwangi di Cianjur sehingga dapat memberikan gambaran komprehensif
mengenai dampak lingkungan yang dapat dihasilkan dari sistem produksi beras,
khususnya varietas pandanwangi.

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi sistem produksi beras varietas pandanwangi dari budidaya
hingga pengemasan
2. Menganalisis tahapan proses, aliran bahan baku serta konsumsi energi di
dalam proses produksi beras varietas pandanwangi
3. Menganalisis dampak lingkungan berupa emisi GRK (Gas Rumah Kaca) yang
dapat ditimbulkan dari sistem produksi beras pandanwangi

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran sistem
produksi beras di Indonesia khususnya varietas pandanwangi dan emisi GRK yang
dapat dihasilkan dalam upaya mewujudkan sistem produksi yang ramah
lingkungan.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian terdiri atas sistem produksi beras Indonesia
varietas pandanwangi dalam satu siklus yang meliputi material, bahan baku,
energi yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Penelitian ini meliputi
analisis emisi karbon berupa CO2 dan non CO2 serta tidak menyertakan analisis
impact assessment lain seperti analisis acidifikasi dan eutrofikasi.

Kerangka Pemikiran
Penyediaan beras sebagai komoditas pangan utama di Indonesia dilakukan
melalui dua cara yaitu memproduksi sendiri di dalam negeri dengan
memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang ada dan dengan mengimpor dari
negara lain. Sistem produksi berbagai komoditas pertanian khususnya beras terus
dikembangkan untuk mendapatkan produk terbaik baik dari segi kualitas,
kuantitas dan kontinuitas tanpa mengabaikan aspek ekologis yang ramah
lingkungan.
Gambar 1 menunjukan alur penelitian dimana dalam upaya pemenuhan
kebutuhan beras dalam negeri yang memiliki daya saing tinggi perlu
memperhatikan kualitas, kuantitas serta aspek ekologis dalam proses produksinya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode LCA (Life Cycle
Assessment). Metode LCA dapat membantu mengidentifikasi dan menganalisis
siklus produksi, tahapan proses, aliran bahan dan material serta energi yang terjadi
selama proses produksi beras berlangsung secara komprehensif. Lebih jauh,
metode LCA mampu memberikan gambaran dampak lingkungan yang dapat
ditimbulkan dari rangkaian proses produksi beras dimana dalam pelaksanaannya
menggunakan input bahan baku yang memiliki potensi merusak lingkungan
seperti penggunaan pupuk kimia.

Gambar 1 Alur Penelitian
Tahapan model LCA terdiri atas definisi dari tujuan dan ruang lingkup,
analisis inventori, impact assessment, dan interpretasi. Tahapan analisis inventori

4
meliputi kumpulan data dan prosedur kalkulasi untuk mengukur input-input dan
output-output yang relevan dari proses pembuatan suatu produk. Input dapat
berupa bahan mentah, bahan bakar, material pembantu dan energi, sedangkan
output dapat berupa produk, emisi, limbah, energi listrik, dan panas. Pada tahapan
impact assessment akan dievaluasi dampak potensial lingkungan yang signifikan
dengan menggunakan data pengelompokan LCI (life cycle inventory) yang
diperoleh dari tahapan identifikasi aliran proses dan bahan baku.

TINJAUAN PUSTAKA

Beras Pandanwangi
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54,3%, atau dengan kata lain
setengah dari pemenuhan kebutuhan kalori masyarakat Indonesia bersumber dari
beras (Harianto 2001). Beras diperoleh dari hasil pengolahan gabah. Gabah
sendiri terbentuk dari butir padi yang telah dipisahkan dari tanaman padi (Oryza
sativa L.). Beras merupakan tanaman Graminae yang termasuk ke dalam genus
Oryza Linn.
Salah satu varietas lokal yang menjadi unggulan dan merupakan produk asli
dari Indonesia adalah beras pandanwangi. Beras beraroma di wilayah Asia
menjadi suatu komoditi premium karena aroma, tekstur, dan flavor yang
dihasilkan. Pandanwangi merupakan varietas lokal yang menjadi ciri khas daerah
Cianjur, khususnya di Kecamatan Warungkondang. Komponen utama yang
membentuk aroma pandan pada beras pandanwangi adalah 2-acetyl-1-pyrolline.
Keunggulan beras yang dihasilkan dari padi pandanwangi adalah kepulenan
dan aroma khas (wangi pandan) yang dihasilkan ketika beras tersebut dimasak
menjadi nasi (Natalia 2007). Aroma pandan yang terdeteksi dari beras
Pandanwangi ini merupakan komponen 2-acetyl-1-pyrroline. Selain pada padi
Pandanwangi, aroma ini juga ditemukan pada berbagai padi beraroma yang
terdapat di seluruh Asia. Komponen 2-acetyl-1-pyrolline paling banyak
mengandung gugus alkohol, kemudian aldehid dan keton, serta asam dan
komponen lainnya.
Tanaman padi yang menghasilkan beras pandanwangi termasuk varietas
Javonica atau dikenal dengan padi bulu berumur 150-165 hari dengan tinggi
tanaman 150-170 cm, dengan gabah (endosperm) bulat/gemuk berperut, bermutu,
tahan rontok, berat 1.000 butir gabah 300 gram, kadar amylase 20 persen dan
potensi hasil 6-7 ton/ha malai kering pungut. Varietas unggulan lokal
Pandanwangi cocok ditanam di dataran sedang dengan ketinggian 700 m di atas
permukaan laut. Tabel 1 menunjukan deskripsi padi varietas pandanwangi
berdasarkan Keputusan Kementrian Pertanian No. 163/Kpts/LB.240/3/2004.

5
Tabel 1 Deskripsi padi varietas pandanwangi
Parameter
Asal
Nomor Aksesi Koleksi
Metode Seleksi
Golongan
Umur tanaman
Bentuk Tanaman
Tinggi tanaman
Anakan Produktif
Warna Kaki
Warna Batang
Warna Telinga daun
Warna Lidah daun
Warna Helai daun
Muka Daun
Posisi Daun
Daun Bendera
Bentuk Gabah
Warna Gabah
Kerontokan
Kerebahan
Tekstur nasi
Bobot 1000 butir
Kadar Amilosa
Potensi hasil
Rata-rata hasil
Ketahanan terhadap
penyakit

hama

Keterangan
: Populasi varietas lokal Pandanwangi
Cianjur
: Balitpa 1644
: Galur murni
: Berbulu
: 155 hari
: Kompak
: 168 cm
: 15-18 batang
: Hijau
: Hijau
: Tidak berwarna
: Tidak berwarna
: Hijau
: Kasar
: Tegak
: Tegak
: Bulat
: Kuning emas
: Tahan
: Kurang tahan
: Pulen
: 29,7 gram
: 24,96 %
: 7,4 ton Gabah Kering Giling/Ha
: 5,7 ton Gabah Kering Giling/Ha
dan  Rentan terhadap hama wereng coklat
biotipe 2 dan 3
 Rentan terhadap penyakit hawar daun
bakteri strain 4
 Rentan terhadap penyakit tungro

Keterangan
Sumber : Kementrian Pertanian (2004)

: Baik ditanam di Cianjur

Tabel 2 menunjukan daerah sentra produksi pengembangan padi
pandanwangi terdapat di delapan kecamatan yaitu Warungkondang, Cibeber,
Cugenang, Cilaku, Cianjur, Sukaresmi, Gekbrong dan Campaka.

6
Tabel 2 Luas daerah sentra padi pandanwangi di Kabupaten Cianjur
Kecamatan
Warungkondang
Cibeber
Campaka
Gekbrong
Cugenang
Cianjur
Cilaku
Sukaresmi
Jumlah

Luas Sawah (ha)
1.649
3.203
1.432
1.229
2.083
1.090
2.565
2.542
15.793

Luas lahan yang biasa tanam
padi pandanwangi (ha)
780
620
461
545
540
225
140
105
3.416

Sumber : Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kecamatan Gekbrong (2013)
Pandanwangi mengandung berbagai zat gizi yang diperlukan oleh tubuh
seperti protein, lemak, gula pereduksi, zat besi, dan tembaga. Persentase kadar
gula yang dikandung dalam beras pandanwangi lebih besar dibandingkan kadar
protein dan lemak. Kandungan gizi beras ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan gizi beras pandanwangi
Parameter
Satuan
Jumlah
Kadar protein
%
8,97
Kadar lemak
%
0,32
Kadar gula pereduksi
%
63,39
Fe
ppm
4,65
Cu
ppm
6,42
Kalori
g/kg
14,81
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur (2001)

Sistem Produksi Beras Pandanwangi
Beras merupakan produk turunan utama yang dihasilkan dari padi. Beras
merupakan gabah yang telah dikupas kulit sekamnya dan telah mengalami proses
penyosohan hingga warna putih (Sa’id et al. 2002). Selain beras, padi juga
menghasilkan produk turunan berupa dedak, beras menir, sekam, dan lain-lain.
Sistem produksi beras pandanwangi tidak jauh berbeda dengan varietas padi
lainnya. Menurut Damardjati (2004), tahapan dalam budidaya padi secara umum
terdiri dari pembibitan; pengolahan lahan; penanaman; pemeliharaan tanaman
yang meliputi penyulaman padi, penyiangan, pengairan, dan pemupukan; dan
pengelolaan hama dan penyakit.

7

Pemilihan Benih
Benih pandanwangi yang digunakan adalah hasil seleksi atau roguing yang
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. Setelah dipanen
diperlakukan seperti pada benih padi pada umumnya, yaitu dijemur sampai
mencapai batas kadar air 12%, kemudian disimpan sampai mencapai umur
dormansi untuk benih.
Pemupukan
Pupuk dasar sebanyak 50-75 kg Urea/ha sebelum 14 hari setelah tanam
(HST) mulai 25-28 HST lakukan pengukuran dengan menggunakan bagan warna
daun (BWD) sampai umur 50 HST dengan selang waktu 7-10 hari sekali. Bila
pada fase antara keluar malai sampai 10% berbunga, pengukuran pada daun
kurang, diberikan 50 kg Urea/ha.
Pupuk susulan I : 33 % urea (40-80 kg/ha) + 50% KCl (50-75 kg/ha)
Pupuk susulan II : 33% urea (40-80 kg/ha) + 50 % KCl (50-75 kg/ha)
Pengairan
Pengairan merupakan suatu kegiatan mengalirkan air dari saluran irigasi ke
petakan sawah sesuai dengan kebutuhan. Tujuan pengairan adalah untuk
menjamin stabilitas keadaan air tanah sawah sesuai kebutuhan dan
mempertahankan keadaan iklim mikro pertanaman padi.
Pengairan dinyatakan efektif dan efisien saat memenuhi ketentuan berikut:
a) Pengeringan lahan sawah pada saat umur 2-3 HST, selanjutnya digenangi air
setinggi 2-3 cm.
b) Pengairan dilakukan secara rutin setiap 2 hari setelah tandur sampai tanaman
memasuki masa malai (berisi).
c) Pada waktu 10 hari menjelang panen, lahan sawah dikeringkan dan tidak
boleh diairi lagi.
Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
Pengendalian hama dan penyakit adalah tindakan untuk menekan serangan
atau hewan organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan menerapkan sistem
pengendalian hama terpadu (PHT). Tujuan pengendalian OPT adalah menghindari
gangguan atas pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi yang diakibatkan
oleh keberadaan hama dan penyakit tanaman.
Pada subsistem onfarm, petani mengalami kendala berupa serangan hama
keong dan hama tungro. Hama keong sawah jumlahnya sangat banyak terutama
pada musim hujan, dan sampai saat ini belum terdapat pestisida yang dapat
memberantas hama keong, oleh karena itu pemberantasan hama keong dilakukan
dengan melakukan pengamatan rutin setiap hari baik pada siang maupun malam
hari ke lahan sawah. Namun petani enggan melakukan hal tersebut sehingga
akhirnya baik benih yang sedang disemai maupun bibit yang sudah ditanam habis
dimakan keong. Oleh karena itu petani harus lebih banyak menggunakan
menyemai benih untuk mengganti benih yang dimakan keong.

8
Pengendalian hama padi yakni menyemprotkan pestisida sesuai dengan
kebutuhan, yakni ketika hama sudah terlihat menyerang tanaman padi.
Penyemprotan umumnya dilakukan 2-3 kali dalam satu musim tanam dengan
sprayer, sesuai dengan banyaknya hama. Obat yang digunakan sebagian besar
masih berupa obat-obatan kimiawi baik padat maupun cair. Petani yang
menggunakan obat organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti air tajin,
pelepah daun pisang, bawang merah dan diracik sendiri jumlahnya masih sedikit.
Pemanenan
Waktu (umur) panen dilakukan berdasarkan umur tanaman sesuai dengan
deskripsi varietas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim,
dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda berkisar antara 5-10 hari.
Berdasarkan kadar air, padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan
hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik (Damardjati et al.
2004).
Perontokan dan Pembersihan
Pengolahan gabah menjadi beras meliputi beberapa proses seperti
perontokkan, pemecahan kulit (sekam), dan penyosohan. Gabah pandanwangi
sangat melekat kuat pada malainya. Karena itu proses penggebotan tidak dapat
dilakukan sebagaimana padi jenis lainnya yang ada di Indonesia. Sebelum
dilakukan penggilingan dan penyosohan, gabah pandanwangi perlu dirontokkan
dari batangnya dengan mesin perontok padi.
Perontokan ini bertujuan membuang kotoran-kotoran dan benda-benda asing
dari gabah sehingga beras giling yang dihasilkan terbebas dari kotoran-kotoran
tersebut (Patiwiri 2006). Prinsip dasar perontokan ini hampir sama dengan proses
pembersihan, yakni memanfaatkan perbedaan ukuran dan berat antara gabah dan
benda asing. Benda asing yang berukuran besar antara lain jerami, gumpalan
tanah, dan butiran batu. Benda asing yang berukuran lebih kecil dari gabah antara
lain debu, pasir, serangga. Sedangkan benda asing yang berukuran hampir sama
dengan gabah antara lain butir hampa, batu dan logam. Pemisahan benda-benda
asing ini dilakukan dengan menggunakan aliran angin maupun ayakan.
Hasil dari pemecahan kulit merupakan beras pecah kulit yang berwarna
agak kecoklatan dan tidak bercahaya. Di samping tidak menarik secara visual,
bekatul membuat rasa nasi yang dihasilkan kurang enak dan beras menjadi cepat
tengik karena tingginya kandungan lemak di dalamnya. Oleh karena itu
diperlukan proses lebih lanjut untuk membuat beras menjadi lebih putih dan
bersih. Proses ini dinamakan penyosohan. Berkaitan dengan kualitas proses
penyosohan terdapat tiga besaran yang dipakai untuk mengukur yaitu derajat
sosoh, hasil sosoh dan susut sosoh. Derajat sosoh adalah tingkat pembuangan
lapisan bekatul dan lembaga pada beras pecah kulit. Semakin tinggi derajat sosoh
maka kualitas penyosohan semakin baik. Standar sosoh yang diterapkan di
Indonesia maupun negara-negara penghasil beras lainnya adalah derajat sosoh
90%, 95%, dan 100%. Hal ini didasarkan pada penghitungan bahwa bekatul yang

9
ada pada beras pecah kulit maksimal terdapat sebanyak 10%. Semakin tinggi
derajat sosoh, semakin putih beras yang dihasilkan.
Terdapat dua cara menggosok yang diterapkan pada mesin penyosoh untuk
mendapatkan hasil beras yang bebas dari bekatul yaitu menggerinda dengan
permukaan kasar dan menggesek dengan permukaan yang rata. Permukaan yang
kasar berfungsi untuk mengikis lapisan bekatul yang terdapat pada beras pecah
kulit sedangkan permukaan yang rata diperlukan untuk menghilangkan kulit ari
sehingga diperoleh permukaan yang lebih mengkilap dan bersih.
Penggilingan
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan
lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih
serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan
menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam
alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras.
Selama penyosohan terjadi penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir
patah.
Sebagian besar gabah yang masuk ke dalam alat ini ada yang sudah terkupas
kulitnya dan ada yang belum. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai
diperoleh gabah yang sekamnya benar-benar terbuang. Proses ini akan berjalan
dengan baik apabila gabah memiliki kadar air antara 13-15 % (Patiwiri 2006).
Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sukar
lepas dari gabahnya. Di samping itu bila kadar airnya lebih rendah maka butiran
padi yang dihasilkan akan mudah pecah. Hal ini akan berdampak pada tinggi
rendahnya rendemen beras patah dan menir yang dihasilkan.
Mekanisme kerja huller hampir sama dengan mekanisme kerja alu yang
digunakan oleh petani tradisional. Gerakan alu yang menumbuk butiran gabah
pada bagian dasarnya memberikan tegangan geser pada sisi gabah yang
menyebabkan sekam menjadi sobek dan terkupas. Prinsip ini digunakan untuk
menggembangkan mesin-mesin pemecah kulit modern. Beberapa jenis mesin
pemecah kulit ini antara lain engelberg husker, rubber roll husker, impeller
husker, vaccuum husker. Mesin pemecah kulit yang banyak digunakan saat ini
adalah tipe rol karet (rubber rollhusker) memecah sekam dengan dua buah rol
karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang
berbeda dan arah yang berlawanan (Patiwiri 2006).
Pada proses penggilingan, lapisan terluar gabah (sekam) terlepas, maka
dihasilkan beras pecah kulit. Beras pecah kulit sebagian besar tersusun dari
endosperm (89-94%), sisanya pericarp (1-2%), aleuron dan tegmen (4-6%), dan
lembaga (2-3%). Pada proses penyosohan, lapisan aleuron, lapisan pericarp,
tegmen dan embrio dihilangkan sehingga yang tersisa adalah endosperm. Lapisan
ini merupakan lapisan utama dari beras. Endosperm tersusun dari parenkima yang
berdinding tebal, berbentuk lonjong, berisi granula pati yang bersifat tidak larut
dalam air tapi akan terdispersi oleh pemanasan. Selain pati endosperm juga
mengandung selulosa, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah kecil. Ada
beberapa jenis mesin yang digunakan dalam penggilingan. Untuk pembersihan

10
digunakan mesin Open Double Sieve Preclener, Aspirator Precleaner, Drum
Precleaner, Stoner, serta Magnetic Separator. Untuk mengupas sekam digunakan
Engelberg, Disc Huller dan Rubber Roll. Untuk memisahkan beras pecah kulit
dan sekam digunakan Husk Aspirator with Sucktion Blower, Husk Aspirator with
Plansifter dan Closed Circuit Husk Separator (Tursina, 2013).
Pengeringan
Proses pengeringan perlu mendapat perhatian dalam rangka menghasilkan
beras berkualitas tinggi. Proses penjemuran gabah dapat menghasilkan beras
giling dengan mutu yang baik sepanjang tidak terganggu oleh hujan,
menggunakan alas, dan dilakukan pembalikan setiap 2 jam. Cara ini menghasilkan
rendemen beras 57-60 % dengan kandungan beras kepala 84 persen (Natalia
2007).

Life Cycle Assessment (LCA)
LCA merupakan suatu metode yang digunakan untuk meneliti dan
menganalisis aspek lingkungan dan dampak potensial keseluruhan suatu umur
produk dan siklus hidupnya dimulai dari perolehan bahan mentah lalu melewati
proses produksi, pemakaian dan pembuangan. Analisis dengan menggunakan
metode LCA akan memberikan alternatif yang dimunculkan didukung beberapa
kriteria sehingga dalam pengambilan keputusan akan diperoleh alternatif model
kebijakan yang optimal. Berdasarkan International Organization for
Standardization (ISO 2006), tahapan model LCA terdiri atas definisi dari tujuan
dan ruang lingkup, analisis inventori, impact assessment, dan interpretasi.
Prinsip kerja LCA adalah dimulai dari input berupa bahan baku dan energi
dan energi, dilanjutkan dengan pengambilan material dari alam, diproses menjadi
bahan jadi, digunakan, dipelihara, dibongkar sampai digunakan kembali atau
dibuang. Pada saat pengambilan bahan baku dialam, pengangkutan ke pabrik,
proses pengolahan di pabrik sampai menjadi bahan jadi, pengangkutan ke tempat
pemasangan akhir sampai pemanfaatannya, semuanya dilakukan dengan
mekanisasi yang membutuhkan bahan bakar sebagai tolak ukur polusi dan
kehijauan merupakan desain pembangunan yang memiliki metode yang paling
sesuai dengan desain ekologis (Khan 2002). Gambar 2 menunjukan batasan
metode LCA sederhana.
Ekstraksi Bahan baku

Disposal

Transportasi

Transportasi

Produksi

Recycle

Transportasi

User

Transportasi

Gambar 2 Batasan metode LCA sederhana (Khan 2002)

11
Analisis LCA ditujukan untuk mengatasi dampak lingkungan dari suatu
produk di seluruh siklus hidupnya dengan mengukur penggunaan dan konsumsi
sumber daya, energi serta emisi dari setiap tahap dari perolehan bahan baku,
kegiatan produksi hingga produk sampai ke tangan konsumen. Standar
Internasional, ISO 14040 mendefinisikan prinsip dan kerangka dari analisis LCA
sebagai salah satu teknik yang dikembangkan untuk mengidentifikasi dan
menangani dampak dari kegiatan produksi suatu industri. Gambar 3 menunjukan
kerangka dan tahapan yang dikembangkan ISO 14040 yang meliputi tujuan dan
definisi ruang lingkup, analisis persediaan, penilaian dampak dan interpretasi
(ISO 2006).

Gambar 3 Kerangka LCA (ISO 14040)
Tahapan analisis inventori meliputi kumpulan data dan prosedur kalkulasi
untuk mengukur input-input dan output-output yang relevan dari proses
pembuatan suatu produk. Input dapat berupa bahan mentah, bahan bakar, material
pembantu dan energi, sedangkan output dapat berupa produk, emisi, limbah,
energi listrik, dan panas. Pada tahapan impact assessment akan dievaluasi dampak
potensial lingkungan yang signifikan dengan menggunakan hasil analisis life cycle
inventory (LCI).
Metode LCA mampu memberikan gambaran terperinci mengenai dampak
lingkungan yang dapat ditimbulkan dari suatu industri yang hasilnya dapat
dijadikan pertimbangan untuk memilih penggunaan bahan baku maupun proses
yang digunakan sehingga dapat mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan
dari pelaksanaan dan pembangunan industri tersebut. Penelitian yang
menganalisis dampak lingkungan dengan menggunakan pendekatan LCA telah
dilakukan untuk industri yang lebih umum seperti industri tebu dan industri gula.
Penelitian dan penilaian LCA untuk komoditas beras telah dilakukan diberbagai
negara di Asia, seperti Jepang, Thailand, Malaysia dan India dengan ruang
lingkup dan variabel pengamatan yang berbeda.
Hatcho et al. (2012) membatasi ruang lingkup analisis dampak lingkungan
pada produksi beras di daerah Shiga Jepang pada tahap pembenihan hingga proses
produksi tanpa melihat tata guna lahan, pengolahan limbah dan pasca panen
seperti konsumsi. Shafie et al. (2011) menganalisis dampak lingkungan pada
proses penggilingan padi di Malaysia dengan membandingkan penggunaan energi
batubara dengan gas alam. Penelitian dampak lingkungan dari proses
penggilingan padi juga dilakukan oleh Kasmaprapruet et al. (2009).

12
Beberapa penelitian terdahulu yang mempelajari dampak lingkungan dari
proses produksi industri ditujukan pada Tabel 4.
Tabel 4 Penelitian terkait dengan LCA
Penulis
Tema Penelitian
Kasmaprapruet et al.
Life Cycle Assessment of Milled Rice Production:
(2009)
Case Study in Thailand
Hokazono et al.
Potentialities of organic and sustainable rice
(2009)
production in Japan from a life cycle perspective
Shafie et al. (2011)
Life cycle assessment (LCA) of electricity generation
from rice husk in Malaysia
Yoshikawa et al.
Life-cycle assessment of ecologically cultivated rice
(2012)
applying DNDC-Rice model
Hatcho et al. (2012)
Assessment of Environment-friendly Rice Farming
Through Life CycleAssessment (LCA)
Frischknecht et al.
Assessment of Rice Cultivation with Ecological
(2012)
Scarcity Japan
Reddy et al. (2013)
A Life Cycle Assessment (LCA) of Greenhouse Gas
Emissions from SRI and Flooded Rice Production in
SE India
Thanawong et al.
The environmental impacts of lowland paddy rice:
(2013)
A case study comparison between rainfed and irrigated
rice in Thailand
Goal & Scope Definition
Merupakan petunjuk yang dapat membantu konsistensi dari penelitian Life
Cycle Asessment. Tujuan harus menunjukkan alasan dilakukannya penelitian dan
untuk apa penelitian tersebut. Ruang lingkup berupa penjelasan penelitian, metode
yang dipakai, asumsi dan batasan. Idealnya, fase ini akan menghasilkan definisi
dari prinsip alokasi, batasan sistem, asumsi sistem, unit fungsional dan kualitas
data (Sitepu 2010).
Life Cycle Inventory (LCI)
Tujuan dari pembangunan life cycle inventory adalah untuk menunjukkan
pengaruh lingkungan (bahasa umum untuk emisi dan semua input dan output dari
dan ke lingkungan) per bagian life cycle (IPCC 2006). Dengan kata lain, life
cycle inventory digunakan dalam pencarian area yang memiliki kesempatan besar
untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan melalui konservasi sumber daya
dan pengurangan emisi. Nilai utama dari produk akan berdampak pada life cycle
lain. Pada tahap inventori, model terbuat dari sistem teknik yang kompleks
terdiri dari produksi, transportasi, penggunaan dan pembuangan produk. Tahap ini
menghasilkan flow sheet atau process tree dengan semua proses yang relevan.
Proses pada semua input dan output yang relevan dikumpulkan.

13

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Warungkondang dan Kecamatan
Gekbrong di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Pertimbangan terhadap pemilihan
lokasi penelitian ini adalah : (i) daerah penghasil utama beras pandanwangi ; (ii)
dua kecamatan tersebut telah menjalankan kegiatan produksi berdasarkan SOP
(Standar Operasional Prosedur) sesuai anjuran pemerintah daerah. Kegiatan
penelitian lapang dilakukan selama rentang waktu November 2014 sampai
Februari 2015.

Metode Penentuan Sampel
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung terhadap
para petani pelaku budidaya pandanwangi dan penyuluh pertanian. Metode yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah purposive sampling atau pemilihan
secara sengaja.
Pertimbangan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah petani yang
benar-benar melakukan budidaya pandanwangi sepanjang tahun karena tidak
semua petani di Cianjur melakukan budidaya pandanwangi. Terdapat petani yang
tidak membudidayakan pandanwangi sama sekali dan terdapat pula petani yang
melakukan budidaya kombinasi antara varietas pandanwangi dan varietas padi
lainnya yang dianggap memberikan nilai keuntungan lebih. Sedangkan pemilihan
lokasi penggilingan beras dilakukan berdasarkan ketersediaan dan kelengkapan
sarana dan prasarana produksi yakni petani dan usaha perseorangan yang
memiliki penggilingan beras dengan fasilitas mesin perontok malai pandanwangi.
Jumlah responden pada proses pengumpulan data penelitian lapang adalah sebagai
berikut :
1) Petani yang membudidayakan padi pandanwangi sebanyak 6 petani terdiri dari
3 petani dari kecamatan Gekbrong dan 3 petani dari Kecamatan
Warungkondang.
2) Petani dan usaha perseorangan yang memiliki pabrik penggilingan beras
sebanyak 4 petani

Jenis Data
Data penelitian yang digunakan dalam analisis diperoleh dari proses
inventarisasi keseluruhan proses produksi dan input produksi beras pandanwangi
di Cianjur Jawa Barat. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di dua
kecamatan yang mewakili daerah penghasil utama beras pandanwangi di
Kabupaten Cianjur yaitu Kecamatan Gekbrong dan Kecamatan Warungkondang.

14
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari wawancara kepada petani, penyuluh dan pelaku beras
pandanwangi. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstuktur
dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun.
Data sekunder diperoleh dari penelusuran bahan pustaka terkait penelitian.
Data sekunder terdiri atas data luas lahan, data sarana dan proses dalam sistem
produksi pandanwangi yang diperoleh dari Dinas Pemerintahan terkait pada
tingkat kecamatan, kabupaten serta provinsi, seperti Balai Pengembangan
Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) Kecamatan Gekbrong
dan Kecamatan Warungkondang. Data penelitian dikelompokan berdasarkan
tahapan proses yang ada dalam sistem produksi beras pandanwangi. Tabel 5
menunjukan kelompok dan jenis data yang dikumpulkan selama penelitian
penelitian.
Tabel 5 Data yang dikumpulkan selama penelitian
Tahapan Proses
Budidaya Pandan Wangi

Transportasi
Produksi Beras

Jenis Data
Luas lahan
Alat & Mesin Operasional
Energi Listrik
Material bahan baku :
Benih
Pupuk
Pestisida
Air irigasi
Konsumsi Bahan bakar
Alat & Mesin Produksi
Energi Listrik
Bahan Tambahan

Unit (satuan)
hektar

kwh
kg
kg
liter
m3
liter
kwh
kg

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan penelitian dimulai dari menentukan tujuan dan ruang lingkup,
dilanjutkan dengan penentuan asumsi dan batasan penelitian. Pengumpulan data
dilapangan menghasilkan input berupa data aktivitas seperti luas lahan,
penggunaan bahan baku, bahan bakar dan input produksi lainnya. Alur dan
tahapan pelaksanaan penelitian dijelaskan pada Gambar 4.
Mulai

Menentukan Tujuan & Ruang
Lingkup

Studi Literatur

Menentukan Asumsi & Batasan

Selesai

Analisis & Interpretasi

Pengelompokan Data
Life Cycle Inventory

Menentukan Input (Resource) &
Output (Emisi)

Gambar 4 Tahapan penelitian

15
Studi Literatur
Pada tahap studi literatur penulis melakukan pemahaman materi dan mencari
referensi baik dari buku-buku, jurnal, web dan yang lainnya berkaitan dengan
studi LCA.
Penentuan Asumsi dan Batasan
Pada tahap ini menentukan tujuan analisis LCA beras varietas pandanwangi
meliputi ruang lingkup dan asumsi yang menjadi batasan dalam pengelolaan dan
pengolahan input data yang diperoleh berupa pohon proses. Tahap ini meliputi
batasan sistem, asumsi sistem serta unit fungsional. Batasan analisis dimulai dari
tahapan persiapan lahan yang dilakukan petani dan pelaku usaha pandanwangi
hingga proses produksi tanpa melihat tata guna lahan, pengolahan limbah dan
pasca panen seperti konsumsi.
Pengelompokan Data dan Pembangunan LCI (Life Cycle Inventory)
Pada tahap ini, inventori data dibangun dan dikembangkan yang terdiri dari
tiga kegiatan utama yaitu budidaya, produksi beras (proses penggilingan), dan
transportasi.
Analisis dan Interpretasi
Setelah keseluruhan tahap yang terjadi pada sistem produksi beras
pandanwangi diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, data aktivitas
dikelompokan berdasarkan tahapan produksi yang akan dianalisis. Berdasarkan
data tersebut kemudian dilakukan perhitungan dan analisis untuk memperoleh
nilai estimasi emisi yang dapat ditimbulkan dari tiap tahapan proses produksi.
Analisis emisi yang dilakukan difokuskan pada emisi gas rumah kaca (GRK)
berupa emisi CO2 dan emisi non CO2.
Perhitungan nilai emisi CO2 per ton hasil beras pandanwangi berdasarkan
metode IPCC dapat diperoleh melalui perkalian antara informasi aktivitas
manusia dalam jangka waktu tertentu (data aktivitas, DA) dengan emisi/serapan
per unit aktivitas (faktor emisi/serapan, FE). Secara umum, persamaan untuk
pendugaan emisi dan serapan GRK dapat ditulis dalam bentuk persamaan
sederhana berikut:
Emisi/Penyerapan GRK = AD x EF
(1)
Dimana :
AD :
EF :

data aktivitas yaitu data kegiatan pembangunan atau aktivitas manusia
yang menghasilkan emisi atau serapan GRK meliputi data luas lahan
faktor emisi atau serapan GRK yang menunjukkan besarnya
emisi/serapan per satuan unit kegiatan yang dilakukan.

Metode yang digunakan untuk estimasi net energi adalah dengan konversi
penggunaan energi kepada satuan energi standar (Joule). Untuk mendapatkan nilai
kebutuhan energi dalam setiap produksi 1 ton beras menggunakan persamaan:
En = n x CV
(2)

16
Dimana :
En = Energi
n = volume inventori
CV = nilai konversi energi
Emisi CH4 (Metan)
Emisi CH4 dihitung dengan mengalikan faktor emisi harian dengan lama
budidaya padi sawah dan luas panen dengan menggunakan persamaan berikut :
CH4 Rice = ∑

x 10-6

(3)

Dimana :
CH4Rice :
EFi,j,k
:
ti,j,k
:
Ai,j,k
:
i, j, dan k :

Emisi metan dari budidaya padi sawah (Gg CH4 per tahun)
Faktor emisi untuk kondisi i, j, dan k (kg CH4 per hari)
Lama budidaya padi sawah untuk kondisi i, j, dan k (hari)
Luas panen padi sawah untuk kondisi i, j, dan k (ha per tahun)
Mewakili ekosistem berbeda: ( i) rezim air, (j) jenis dan jumlah
pengembalian bahan organik tanah, dan (k) kondisi lain di mana
emisi CH4 dari padi sawah dapat bervariasi

Persamaan untuk mengoreksi faktor emisi baseline ditunjukkan pada
persamaan berikut:
EFi = (EFc x SFw x SFp x SFo x SFs,r)
Dimana :
EFi
:
Efc
Fw

:
:

SFp

:

SFo

:

SFs,r

:

(4)

faktor emisi harian yang terkoreksi untuk luas panen tertentu (kg CH4
per hari)
faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan irigasi terus-menerus
dan tanpa pengembalian bahan organik
Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air selama periode
budidaya
Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air sebelum periode
budidaya
Faktor skala yang menjelaskan jenis dan jumlah pengembalian bahan
organik yang diterapkan pada periode budidaya padi sawah
Faktor skala untuk jenis tanah, varietas padi sawah dan lain-lain, jika
tersedia

Emisi CO2
Emisi CO2 dari penggunaan pupuk urea dihitung dengan persamaan
berikut:
CO2-Emission = (MUrea x EFUrea)
(5)
Dimana :

17
CO2-Emission
Murea
EFUrea

: emisi C tahunan dari aplikasi urea (ton CO2 per tahun)
: jumlah pupuk Urea yang diaplikasikan (ton per tahun)
:faktor emisi (ton C per urea). Default IPCC (Tier 1) untuk
faktor emisi urea adalah 0,20 atau setara dengan
kandungan karbon pada pupuk urea berdasarkan berat atom
(20% dari CO(NH2)2)

Emisi N2O dari Pengelolaan Tanah
Persamaan untuk menduga emisi N2O tidak langsung dari tanah yang dikelola
ditunjukan pada persamaan (6) yang menggambarkan proses volatisasi N ke
atmosfer (N2OATD)
N2O(ATD)-N = [(FSN x FracGASF)+((FON +FPRP) x FracGASM)] x EF4
(6)
Dimana :
N2O(ATD)–N
: jumlah tahunan N2O–N yang dihasilkan volatisasi N ke
atmosfer dari tanah yang dikelola (kg N2O–N per tahun)
FracGASF
: fraksi pupuk N sintetis yang bervolatisasi sebagai NH3 dan
NOx (kg N tervolatisasi per kg N yang digunakan)
FracGASM
: fraksi pupuk organik N (FON) dan urin dan kotoran ternak
yang dideposit ternak (FPRP) yang tervolatisasi sebagai NH3
dan NOx (kg emisi Non CO2 dari pembakaran biomasa N
tervolatisasi per kg of N yang diaplikasikan atau dideposit)
EF4

: faktor emisi N2O dari deposit N pada tanah dan permukaan air
[kg N–N2O per (kg NH3–N + NOx–N tervolatisasi)]

Emisi Non CO2 dari Pembakaran Biomasa
Persamaan yang digunakan untuk menghitung emisi non-CO2 dari
biomasa yang dibakar adalah:
Lfire= A x MB x Cf x Gef x103

(7)

Dimana :
Lfire
A
MB
Cf
Gef

: Jumlah emisi GRK dari pembakaran (ton CH4, N2O, CO dan NOx)
: Luas area yang dibakar (ha)
: Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha)
(termasuk biomasa, serasah, dan kayu mati)
: Faktor pembakaran
: Faktor emisi (g/kg bahan kering yang dibakar)

Emisi Penggunaan Bahan Bakar
Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari
pembakaran bahan bakar adalah sebagai berikut :
Emisi GRK(kg/tahun)=Konsumsi Energi (TJ/ tahun) x Faktor Emisi (kg/TJ) (8)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Pengembangan Pandanwangi
Prospek pengembangan usaha dan budidaya padi pandanwangi memiliki
harapan yang cukup cerah untuk masa-masa yang akan datang karena kebutuhan
akan beras masih cukup tinggi, lebih lanjut varietas lokal unggulan Cianjur ini
memiliki kualitas dan karakteristik unik dibandingkan dengan varietas nasional
lainnya, tekstur nasi pulen dan rasa nasi yang enak. Potensi pengembangan padi
pandanwangi tidak dapat berjalan tanpa didukung oleh ketersediaan lahan. Tabel
6 menunjukan potensi luas lahan Kecamatan Warungkondang.
Tabel 6 Potensi Luas Lahan Kecamatan Warungkondang
Desa
Irigasi Teknis dan setengah teknis (Ha)
Bunikasih
181,39
Bunisari
194,03
Cieundeur
132,57
Cikaroya
190,65
Cisarandi
130,66
Ciwalen
336,61
Jambudipa
113,99
Mekar wangi
110,05
Sukamulya
117,61
Sukawangi
229,44
Tegallega
122,72
Total
1.859,72
Sumber : Hasil Interpretasi Peta Citra PUSDATIN (2010)
Sedangkan Tabel 7 menunjukan potensi dan ketersediaan lahan di
Kecamatan Gekbrong
Tabel 7 Potensi Luas Lahan Kecamatan Gekbrong
Jenis Tanah Sawah
Irigasi Teknis
Irigasi ½ Teknis
Irigasi sederhana
Irigasi Non PU
Tadah Hujan
Total
Sumber : www.cianjurkab.go.id

Luas (Ha)
274
33
565
19
891

19
Sistem Produksi Pandanwangi
Pandanwangi merupakan varietas lokal unggul daerah Cianjur yang
memiliki karakteristik mutu spesifik yaitu beras dengan aroma pandan, rasa nasi
yang enak dan tekstur nasi pulen. Budidaya padi pandanwangi hingga
menghasilkan beras yang siap dikonsumsi oleh masyarakat membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan varietas padi nasional lainnya yaitu sekitar 155 hari
sampai 160 hari, sehingga dalam 1 tahun hanya dilakukan maksimal 2 kali masa
tanam yaitu :
- Masa Tanam 1 (MT1) : Desember/Januari
- Masa Kering (MK)
: April/Mei
- Masa Tanam 2 (MT 2) : Agustus/September
Persiapan Lahan
Tahapan persiapan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan sejak
setelah didiamkan pasca panen sampai siap ditanam. Tahapan persiapan lahan
terdiri dari beberapa aktivitas, yaitu menetan, mengawurkan jerami, membajak
lahan menggunakan traktor, meratakan tanah, menggenangi sawah dengan air,
mengeringkan sawah, dan membuat garis untuk jarak tanam benih padi.
Pengolahan tanah diperlukan untuk memanipulasi mekanisme biologi tanah
dan memodifikasi kondisi tanah agar menjadi media yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah juga dapat digunakan untuk
memberantas gulma dan mengolah sisa-sisa tanaman. Pada tahap pengolahan
tanah, alat dan mesin pertanian yang biasa digunakan adalah cangkul, traktor,
tenaga kerbau, garu, bajak parang dan caplak. Pengolahan tanah dilakukan
sebanyak tiga kali.
Pengolahan tanah pertama dilakukan setelah proses pembersihan gulma dan
sisa-sisa tanaman setelah panen selesai dilakukan. Petani menyebarkan jerami
yang merupakan limbah buangan dari panen padi ke lahan sawah. Jerami yang
sudah menyebar di seluruh permukaan sawah kemudian didiamkan selama satu
hari satu malam sampai membusuk. Jerami yang dibusukkan di lahan ini
berfungsi sebagai pupuk organik sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah
dan membuat daun padi lebih berwarna hijau. Sekitar 15 hari setelah jerami
disebar, lahan sawah dibajak menggunakan traktor yang dilengkapi dengan papan
untuk perataan tanah. Proses pembajakan tanah ditunjukan pada Gambar 5.

20

Gambar 5 Penggunaan traktor pada pengolahan lahan
Saat ini petani pandanwangi di kecamatan Gekbr