Aksesibilitas Informasi Dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa Di Kabupaten Karawang.

AKSESIBILITAS INFORMASI DAN KESENJANGAN
PENGETAHUAN PETANI KASUS PROGRAM LAYANAN
INFORMASI DESA DI KABUPATEN KARAWANG JAWA
BARAT

DIADJI KUNTORO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aksesibilitas Informasi
dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa di
Kabupaten Karawang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016

Diadji Kuntoro
NRP. I352130141

RINGKASAN
DIADJI KUNTORO. Aksesibilitas Informasi dan Kesenjangan
Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa di Kabupaten
Karawang. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan DWI SADONO.
Peranan informasi dalam sektor pertanian sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan produktivitas usahatani. Akan tetapi masalah yang sering
dihadapi oleh para pelaku usahatani di Indonesia adalah tidak meratanya
informasi yang diperoleh oleh para pelaku usahatani. Sebagian golongan petani
mampu mengakses informasi dalam jumlah yang besar (rich information), namun
sebagian lain hanya mampu mengakses informasi dalam jumlah yang sedikit
(poor information). Keberadaan kedua golongan itu dapat mendorong munculnya
sebuah fenomena sosial yang dinamakan kesenjangan pengetahuan. Berangkat
dari permasalahan tersebut, dibentuklah sebuah program yang bernama Layanan
Informasi Desa (LISA) yakni program penyedia informasi pertanian yang berbasis

pesan singkat atau sms, tujuannya adalah untuk memudahkan semua golongan
petani dalam mengakses informasi pertanian. Kemudahan akses terhadap
informasi adalah kunci dalam peningkatan pengetahuan. Dengan kata lain jika
seseorang yang memiliki informasi yang memadai maka hal itu akan berdampak
kepada tingkat pengetahuannya.
Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan karaktersitik individu,
aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang;
(2) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan aksesibilitas
informasi petani di Kabupaten Karawang; (3) menganalisis hubungan antara
faktor lingkungan petani dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten
Karawang (4) menganalisis hubungan antara aksesibilitas informasi dengan
tingkat pengetahuan petani dan (5) menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
kesenjangan pengetahuan antara petani.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karawang yang ditentukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Karawang
merupakan salah satu lokasi di mana program Layanan informasi desa (LISA)
diterapkan. Jumlah responden 100 orang petani pengguna LISA. Data yang telah
dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian kuesioner kemudian
dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Speaman dan uji t-test
menggunakan SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan nyata

dan positif antara karakteristik individu petani (pendidikan, luas lahan, dan
kepemilikan media TI) dengan aksesibilitas informasi. Sama halnya dengan faktor
lingkungan (ketersediaan infrastruktur) menunjukkan hubungan yang nyata
dengan aksesibilitas informasi. Sementara itu aksesibilitas informasi (sumber
informasi, ragam informasi dan frekuensi informasi) berhubungan nyata dengan
tingkat pengetahuan petani. Hasil lain yang diperoleh adalah terdapat kesenjangan
pengetahuan antara petani yang berlahan luas dan yang berlahan sempit.
Kata kunci: aksesibilitas informasi, kesenjangan pengetahuan, LISA.

SUMMARY

DIADJI KUNTORO. Information Accessibility and Farmers Knowledge
Gap Case Layanan Informasi Desa Program at District of Karawang. Supervised
by DJUARA P LUBIS and DWI SADONO.
The role of information in the agricultural sector is indispensable to
achieve success farm productivity. However the problem often faced by the
perpetrators of farming in Indonesia is uneven information obtained by the
perpetrators of farming. Most of the farmers groups are able to access large
amounts of information (rich information), however in the other side there are
only able to access the information in very small amounts (poor information). The

existence of both groups could encourage the emergence of a social phenomenon
called knowledge gap. Based on these problems, established a program called
Rural Information Services (LISA). The provider of information agriculture
program that based on short messages or sms. The purpose of the establishment of
LISA is to facilitated all categories of farmers to access agricultural information.
Ease of access to information is key in increasing knowledge. In other words, if a
person who has sufficient information it would have an impact on the level of
knowledge.
The purposes of the study were (1) to describe the individual
characteristics of the farmers, the accessibility of information and the level of
knowledge (2) to analyze the relationship between individual characteristics to the
accessibility of information farmers (3) to analyze the relationship between
external factors of farmers to the accessibility of information farmers and (4) to
analyzed the relationship between the accessibility of information farmers with
the level of knowledge (5) to analyzed the factors that cause the knowledge gap.
This study was carried out in District of Karawang which was decided
purposively considering that Karawang is one of the locations where the program
information service village (LISA) is applied. Number of respondents were 100
farmers LISA users. The data was collected using a questionnaire as research
instrument and then analyzed using by Rank Spearman correlation test and t-test

using SPSS 20. The results show there was a real and positive relationship
between individual characteristics of farmers (education, land area, and ownership
of IT media) with the accessibility of information. Similarly, environmental
factors (infrastructure) shows a real relationship with the accessibility of
information. While the accessibility of information (sources of information, type
of information and frequency of information) associated significantly with the
level of knowledge of farmers. Another result obtained is a gap of knowledge
between farmers large plots of land and the small plots of land.

Keywords: accessibility of information, knowledge gaps, LISA

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


AKSESIBILITAS INFORMASI DAN KESENJANGAN
PENGETAHUAN PETANI KASUS PROGRAM LAYANAN
INFORMASI DESA DI KABUPATEN KARAWANG JAWA
BARAT

DIADJI KUNTORO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS


PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
yang berjudul Aksesibilitas Informasi dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus
Program LISA di Kabupaten Karawang Jawa Barat. Shalawat serta salam juga
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penelitian ini dilakukan dalam
rangka penyelesaian program magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Djuara P Lubis, MS dan Dr Ir
Dwi Sadono, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran, dan
bimbingannya. Tidak lupa penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Andi
Ikhwan (Mercy Corp Indonesia) atas bantuan materi dan non materi yang diberikan
sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar, Bapak Latif (8villages) atas dukungan
dan bantuannnya selama peneliti di lapang, Penyuluh pertanian di Kecamatan Pedes (
Bapak Encum dan Bapak Ramdani), Kecamatan Jatisari (Neng Pipit), Kecamatan
pangkalan (Kang Ace) atas bantuan dan fasilitasnya selama penulis melaksanakan
penelitian, dan kepada Bapak Tatang dan Bapak Misna selaku Petani yang
mendampingi peneliti selama di lapang.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
keluarga tercinta, Ibu Azizah, Ayah Sunaryono, Kakak Ardian Prihadi, atas seluruh

do’a, dukungan, serta kesabarannya membantu penulis selama pendidikan di IPB.
Ucapan syukur dan rasa terimakasih juga mengalir pada teman satu
bimbingan Mr Haris Tri Wibowo dan Afnida atas dukungan, bantuan dan
kerjasamanya selama ini. Selanjutnya kepada sahabat-sahabat dan rekan-rakan dari
Green Tv IPB, teman-teman KMP 2013 dan Febri Palupi Muslikhah
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan penulis
sendiri khususnya.

Bogor, Mei 2016

Diadji Kuntoro

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komunikasi dan Informasi
Informasi dalam Dunia Pertanian
Aksesibilitas Informasi dalam Dunia Pertanian
Karakteristik Individu Petani
Faktor Lingkungan
Pengetahuan
Kesenjangan Pengetahuan
Layanan informasi Desa (LISA)
Penelitian Terdahulu

Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

5
5
9
10
13
14
15
16
18
21
27
28

3 METODE
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu
Populasi dan Sampel

Data dan Instrumentasi Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Definisi Operasional
Validitas dan Reliabilitas
Analisis dan Pengolahan Data

29
29
29
29
30
31
31
35
37

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum LISA
Karakteristik Individu Petani
Faktor Lingkungan
Aksesibilitas Informasi
Hubungan Antara Karakteristik Individu Petani dengan Aksesibilitas
Informasi Petani
Hubungan Antara Faktor Lingkungan dengan Aksesibilitas Informasi
Petani
Tingkat Pengetahuan Petani

38
38
39
41
46
47
62
66
68

Hubungan Antara Aksebiltas Informasi dengan Tingkat Pengetahuan
Petani
Kesenjangan Pengetahuan Petani
Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani
Berdasarkan Luas Lahan yang diusahakan
Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani
Berdasarkan Umur
Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani
Berdasarkan Kepemilikan Media teknologi Informasi

70
72
73
76
79
82

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

85
85
86

DAFTAR PUSTAKA

87

LAMPIRAN

91

RIWAYAT HIDUP

97

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12

13
14
15

16

17

18
19

Definisi operasional dan parameter karakteristik individu petani
Definisi operasional dan parameter faktor lingkungan
Definisi operasional dan parameter aksesibilitas informasi petani
Definisi operasional dan parameter tingkat pengetahuan petani
Luas wilayah dan luas lahan pada empat kecamatan lokasi penelitian
di Kabupaten Karawang Tahun 2014
Jumlah penduduk pada empat kecamatan lokasi penelitian di
Kabupaten Karawang berdasarkan jenis kelamin tahun 2014
Persentase responden berdasarkan katagori peubah karakteristik
individu di Kabupaten Karawang tahun 2015
Persentase responden berdasarkan katagori peubah aktor lingkungan
di Kabupaten Karawang tahun 2015
Persentase responden berdasarkan katagori peubah aksesibilitas
informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015
Persentase responden berdasarkan akses terhadap sumber informasi
dan ragam informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015
Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah karakteristik individu
dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi di Kabupaten
Karawang tahun 2015
Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah aktor lingkungan dengan
peubah tingkat aksesibilitas informasi di Kabupaten Karawang tahun
2015
Persentase responden berdasarkan peubah tingkat pengetahuan di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Persentase tingkat pengetahuan responden berdasarkan materi
informasi pertanian di Kabupaten Karawang tahun 2015
Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah tingkat aksesibilitas
informasi dengan peubah tingkat pengetahuan di Kabupaten
Karawang tahun 2015
Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani
berdasarkan luas lahan yang dikuasai dan hasil uji beda antar katagori
luas lahan
Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani
berdasarkan tingkat pendidikan dan hasil uji beda antar katagori
tingkat pendidikan
Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani
berdasarkan umur dan hasil uji beda antar katagori umur
Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani
berdasarkan kepemilikan media teknologi informasi dan hasil uji
beda antar katagori kepemilikan media teknologi informasi

32
33
34
35
38
38
43
46
48
56

63

67
68
69

71

73

77
80

83

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Proses komunikasi dalam penyuluhan
Layanan grup indosat pengguna LISA
Peran LISA dalam usaha tani
Kerangka pemikiran aksesibilitas informasi dan tingkat
pengetahuan petani.
Alur layanan Informasi Desa (LISA)
Diagram sumber informasi utama yang diakses oleh responden
di Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagram ragam informasi yang diakses oleh responden di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui LISA di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui televisi di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui internet di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui radio di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui majalah di
Kabupaten Karawang tahun 2015i.
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui koran di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui petani lain di
Kabupaten Karawang tahun 2015
Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui penyuluh di
Kabupaten Karawang tahun 2015

6
19
21
28
41
49
57
57
58
59
59
60
60
61
62

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Sketsa lokasi Kabupaten Karawang
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumentasi
Hasil uji korelasi karakteristik individu petani dengan aksesibilitas
informasi petani
Hasil uji korelasi faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi
petani pengetahuan petani.
Hasil uji korelasi aksesibilitas informasi petani dengan tingkat
pengetahuan petani
Hasil uji t perbedaan aksesibilitas informasi dan tingkat
pengetahuan petani berlahan luas dan berlahan sempit

91
92
95
95
96
96

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Informasi telah menjadi suatu kebutuhan dasar bagi manusia. Informasi
menjadi perangkat dasar yang digunakan seseorang untuk mengetahui segala sesuatu
dalam hal pengembangan potensi dirinya dalam segala aspek kehidupan. Kuswandi
(1996) mengatakan bahwa informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang
esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia dapat mengetahui
peristiwa yang terjadi disekitarnya memperluas cakrawala pengetahuannya,
sekaligus memahami kedudukan serta peranannya dalam masyarakat. Tidak heran
jika saat ini informasi dapat digolongkan sebagai salah satu jenis sumber daya atau
komoditas yang patut dimiliki oleh setiap individu (Severind dan Tankard 2008).
Undang-undang Republik Indonesia pasal 28 F UUD 45 menegaskan bahwa:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Retnowati, 2012)
Informasi memiliki peranan dalam pembangunan, khususnya dalam hal
pemerataan. Pembangunan yang ideal hanya dimungkinkan apabila dilakukan seiring
dengan pemerataan informasi. Upaya pemerataan apapun, apabila tidak disertai
dengan pemerataan informasi, justru akan mencapai hasil sebaliknya yang tidak
diinginkan (Dahlan 1997). Ketiadaan informasi akan berdampak negatif pada proses
pembangunan, informasi masih sering tidak dianggap penting seperti sumberdaya
lainnya, karena perencana pembangunan ada kalanya belum mengakui peran
informasi sebagai sumberdaya yang mendasar dan juga belum menyadari nilai
potensialnya (Meyer 2005).
Pada sektor pertanian, peran informasi sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan produktivitas usahatani. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pelaku
usahatani di Indonesia adalah tidak meratanya akses informasi oleh setiap golongan
petani. Minimnya informasi pasar dan informasi teknologi pertanian tepat guna
merupakan beberapa contoh informasi yang masih sulit tersedia (Mulyandari dan
Ananto 2005). Ironisnya, begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah
dilahirkan, namun kebanyakan hasil penelitian tersebut masih belum bisa dirasakan
manfaatnya oleh petani yang merupakan pihak yang seharusnya menjadi target utama
(Mulyandari dan Ananto 2005).
Berangkat dari permasalahan tersebut, munculah berbagai macam program
penyedia informasi yang memanfaatkan kemajuan teknologi (TI) sebagai metode
penyebarannya, baik yang dibentuk oleh pihak pemerintah maupun swasta.
Tujuannya adalah untuk memudahkan petani dalam mengakses informasi. Salah satu
di antaranya adalah Layanan Informasi desa (LISA) yakni program yang dibentuk
melalui kerjasama antara dua lembaga swadaya masyarakat yang bernama Mercy
Corp dan 8village. Melalui LISA, diharapkan para petani dapat mengakses berbagai

informasi pertanian dengan mudah. LISA menyediakan akses informasi tentang hasil
panen dan cuaca bagi para petani. Fasilitas tersebut ditujukan untuk memudahkan
para petani dalam memperoleh hasil panen secara maksimal dan meminimalisir
kerugian yang dapat terjadi. Mereka juga dapat menggunakan telepon genggam
mereka untuk mengirimkan berbagai pertanyaan mengenai info pertanian dan
berkomunikasi secara langsung dengan para ahli. Tips pertanian harian, informasi
pembelian peralatan secara terjangkau, dan akses untuk harga pasar secara real-time
juga merupakan beberapa fasilitas yang diberikan dari program ini.
Selama ini program penyedia informasi pertanian yang berbasis media TI
selalu dijadikan ujung tombak atau senjata pamungkas oleh pemerintah untuk
mengatasi permasalahan akses informasi petani. Ironisnya, masih banyak di antara
petani yang masih belum mampu memanfaatkan atau bahkan memahami media
tersebut (Mulyandari 2011). Kondisi itu dikhawatirkan dapat memicu permasalahan
baru yang lebih kompleks. Kekhawatiran seperti ini sebenarnya sudah muncul sejak
lama, di mana ketika ada fasilitas penyalur informasi (media) masuk ke dalam suatu
sistem sosial maka hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang mampu mengakses
informasi tersebut sementara kalangan lainnya tidak. Tichenor dalam Rogers (1976)
menyatakan bahwa ketika arus informasi media masa masuk ke suatu sistem sosial
meningkat, kelompok penduduk dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi
cenderung menerima informasi secara lebih cepat dibandingkan dengan kelompok
yang berstatus lebih rendah, karena itulah kesenjangan pengetahuan antara kelompokkelompok tersebut cenderung bertambah dari pada berkurang. Artinya keberadaan
media penyedia informasi hanya akan memperlebar kesenjangan yang ada bukan
mempersempitnya, padahal tujuan dari dibentuknya media penyedia informasi adalah
untuk mempersempit atau menghilangkan kesenjangan yang ada.
Kondisi tersebut dikhawatirkan akan menciptakan sebuah situasi di mana
terdapat sejumlah petani yang mampu mengakses dan memanfaatkan informasi dalam
jumlah yang banyak (rich information) namun di sisi lain terdapat juga sejumlah
petani yang hanya mampu mengakses dan memanfaatkan informasi dalam jumlah
yang sedikit bahkan tidak sama sekali (poor information). Keadaan tersebut
mendorong munculnya sebuah fenomena yang dinamakan sebagai knowledge gap
atau kesenjangan pengetahuan (Tichenor dalam Rogers 1976). Kemudahan akses
terhadap informasi adalah kunci dalam peningkatan pengetahuan. Slamet (2003)
menyatakan informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan karena
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu berasal dari proses pengolahan
informasi-informasi yang diperoleh sebelumnya. Dengan kata lain jika akses
informasi dari seorang individu tergolong baik maka hal itu akan berdampak kepada
peningkatan pengetahuannya.
Berdasarkan literatur ilmu komunikasi, kesenjangan pengetahuan memiliki
istilah yang beragam, ada yang menyebut sebagai information gap (kesenjangan
informasi), information inbalance (ketidakseimbangan informasi) meskipun dalam
istilah terlihat berbeda namun dalam pemaknaan sebenarnya ketiganya memiliki
makna yang sama yakni adanya ketidaksamaan atau ketidakmerataan yang terjadi
pada masyarakat baik itu di tingkat kelompok ataupun individu dalam hal pemilikan

informasi yang sebenarnya diperuntukkan untuk umum yang pada akhirnya akan
menyebabkan ketidakmerataan tingkat pengetahuan.
Selama ini, penelitian terkait informasi jarang sekali mengkaji fenomena
kesenjangan pengetahuan yang diakibatkan oleh masuknya media informasi ke dalam
suatu sistem sosial Hal ini yang diungkapkan oleh Tichenor (Rogers 1976). Sebagian
besar hanya mengkaji aspek penggunaan dan pemanfaatan informasi, perilaku
pencarian informasi, kebutuhan informasi dan efektivitas penyebaran informasi.
Seperti penelitian Servaes (2007) mengkaji tentang bagaimana pengaruh akses
informasi terhadap kesejahteraan masyarakat dan Hapsari (2012) mengkaji tingkat
pemanfaatan informasi usahatani oleh petani sayuran. Selanjutnya penelitian
Ihsaniyati (2010) mengkaji tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi
petani gurem dan penelitian Tamba (2007) mengkaji tentang kebutuhan informasi
pertanian dan aksesnya bagi petani sayuran. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Mulyandari (2011) yang mengkaji mengenai efektivitas penyebaran dan pemanfaatan
informasi melalui media cyber extention. Berdasarkan hal tersebut penelitian
mengenai aksesibilitas infomasi dan kesenjangan pengetahuan petani perlu dilakukan
agar studi terkait informasi komunikasi dapat ditelaah dari sisi yang lain, sehingga
pada akhirnya studi informasi komunikasi menjadi semakin beragam.
Perumusan Masalah
Petani selalu dianggap sebagai kelompok yang sulit berubah, takut mengambil
resiko, dan hanya berorientasi pada kuantitas produksi. Dalam banyak segi, situasi
tersebut sangat tidak menguntungkan petani karena komoditas yang ditanam
cenderung homogen dan tidak mengindahkan sinyal pasar. Hal itu wajar, karena
mayoritas petani di Indonesia adalah petani kecil yang selalu terkendala dengan
masalah biaya produksi yang tinggi dan hasil penjualan yang tidak menguntungkan.
Oleh karenanya mereka sangat berhati-hati atau bahkan cenderung tidak berani dalam
mengambil keputusan. Akibatnya harga cenderung tertekan (rendah) dan tidak sesuai
dengan kebutuhan pasar (Mulyandari dan Ananto 2005). Namun demikian, faktor lain
penyebab petani enggan melakukan perubahan adalah ketidakmerataan akses
informasi pertanian, padahal informasi sangat penting untuk dijadikah bahan
pertimbangan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan bagi petani terkait
aktifitas usahatani mereka.
Para ahli telah menaruh perhatian perihal masalah ini yakni ketika arus
informasi media masa masuk ke suatu sistem sosial meningkat, kelompok penduduk
dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi cenderung menerima informasi secara
lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang berstatus lebih rendah. Artinya
ketidakmerataan informasi sangat terlihat jelas didalamnya. Petani yang sebelumnya
telah memiliki modal (materi atau non-materi) memiliki kesempatan yang lebih besar
dalam mengakses informasi dibandingkan petani yang tidak memiliki cukup modal
materi dan non-materi. Oleh sebab itu berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat
disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana karaktersitik individu petani, faktor lingkungan, aksesibilitas
informasi petani dan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang?

2) Bagaimana hubungan antara karakteristik individu petani dengan aksesibilitas
informasi petani di Kabupaten Karawang?
3) Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi
petani di Kabupaten Karawang?
4) Bagaimana hubungan antara aksesibilitas informasi petani dengan tingkat
pengetahuan petani di Kabupaten Karawang?
5) Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pengetahuan di
antara petani?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan pada perumusan masalah maka tujuan penelitian ini
adalah :
1) Mendeskripsikan karaktersitik individu petani, faktor lingkungan, aksesibilitas
informasi petani dan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang.
2) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan aksesibilitas
informasi petani di Kabupaten Karawang.
3) Menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi
petani di Kabupaten Karawang.
4) Menganalisis hubungan antara aksesibilitas informasi dengan tingkat
pengetahuan.
5) Menganalisis faktor penyebab terjadinya kesenjangan pengetahuan
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan berguna dan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1) Penelitian ini untuk memperoleh gambaran umum mengenai aksesibilitas
informasi dan kesenjangan pengetahuan oleh petani. Penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam
usaha pembentukan program penyediaan informasi
2) Pengembangan dan pengayaan kajian dalam studi Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan.
3) Referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan aksesibilitas
informasi dan kesenjangan pengetahuan khususnya pada petani.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup wilayah kajian penelitian yang akan dilakukan meliputi petani di
Kabupaten Karawang yang yang terdaftar sebagai pengguna Layanan Informasi Desa
(LISA). Ruang lingkup peubah yang dibahas terbatas pada peubah bebas yang
merupakan karakteristik individu (umur, tingkat pendidikan, luas lahan, status
kepemilikan lahan, tingkat, kepemilikan media TI dan tingkat kekosmopolitan) dan
faktor lingkungan ( ketersediaan infrastruktur, ketersediaan fasilitas). Peubah terikat
dalam penelitian ini terdiri dari aksesibilitas informasi petani ( sumber informasi,
ragam informasi, dan frekuensi informasi) dan tingkat pengetahuan petani seputar
aktivitas usahatani dan faktor penyebab terjadinya kesenjangan pengetahuan petani.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komunikasi dan Informasi
Lionberger et al (1982), menyatakan proses komunikasi adalah proses
pembentukan nilai-nilai baru sehingga komunikasi pembangunan pada hakekatnya
merupakan penyebaran dari “nilai-nilai sosial” dan “nilai-nilai kesejahteraan” baru,
baik menyangkut aspek-aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik
(keterampilan) maupun afektif (mental, sikap). Mulyana (2005) mengkategorikan
definisi komunikasi dalam tiga konseptual, yaitu: komunikasi sebagai tindakan satu
arah, komunikasi sebagai interaksi, komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi
sebagai tindakan satu arah. adalah suatu pemahaman komunikasi sebagai
penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang
(sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui
media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman
komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada
komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi
publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam
konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan
komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk
menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks
ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan
demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada
orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.
Fledler (2007) menjelaskan komunikasi sebagai interaksi. Pandangan ini
menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang
arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal,
seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal,
kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari
orang kedua, dan begitu seterusnya. Mulyana (2005) menjelaskan komunikasi sebagai
transaksi. Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis
yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan
pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator
yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar
pesan verbal dan atau pesan nonverbal
Proses komunikasi oleh Schramm diartikan sebagai proses penggunaan pesan
oleh dua orang atau lebih, di mana semua pihak saling berganti peran sebagai
pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas pesan yang
disampaikan oleh semua pihak (Mardikanto 2010), seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pesan yang informatif dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang sehingga timbul perubahan perilaku. Selain itu, pesan yang
informatif dapat mempengaruhi keterampilan seseorang asalkan melewati suatu

latihan tertentu sehingga akan diikuti oleh perubahan perilaku. Pesan yang berupa
persuasif dan entertainment akan mempengaruhi sikap seseorang, berarti terjadi
perubahan perilaku.
Mardikanto (2010), menyatakan di dalam setiap proses komunikasi,
sedikitnya akan terkandung salah satu dari tiga macam tujuan komunikasi yaitu: (1)
informatif (memberikan informasi), (2) persuasif (membujuk), dan (3) entertainment
(memberikan hiburan). Dalam menyampaikan informasi kepada orang lain, informasi
tersebut haruslah informasi yang bermakna bagi orang bersangkutan dan dibutuhkan
klien. Jadi bukan informasi yang diketahui yang disampaikan. Makna ini penting bagi
keberhasilan penyebarluasan informasi yang dapat diserap dan dilaksanakan klien.
Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan,
bahkan prioritas informasi yang dibutuhkan perlu dipahami, maka komunikator perlu
bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik. Dengan demikian,
memungkinkan komunikasi dapat berlangsung dengan efektif (Asngari 2001).

Informasi

Latihan

Kognitif

Psikomotorik

Adopsi Inovasi
(Perubahan Prilaku)

Inovasi
(Pesan)

Persuasif dan
Entertaiment

Afektif

Gambar 1. Proses komunikasi dalam penyuluhan (Mardikanto 2010)
Studi komunikasi secara substansi sangat terikat dengan konsep informasi.
Konsep informasi yang populer sejak tahun 1950, merupakan inti dari setiap aktivitas
komunikasi serta memegang peranan penting dalam membuka wawasan berpikir
manusia terhadap dunia nyata yang dihadapinya. Sejumlah informasi yang
dibutuhkan, diharapkan dapat mengubah konsep–konsep yang ada dalam diri
individu. Semakin banyak informasi yang diterima atau dapat diakses, semakin
menimbulkan rasa tidak puas dengan kondisi saat ini, sehingga bisa saja
membutuhkan informasi lagi untuk memuaskan keingintahuannya. Istilah informasi

dalam komunikasi adalah tingkat kebebasan yang nyata dalam situasi untuk memilih
yang diberikan di antara sinyal, simbol, pesan atau pola-pola yang ditransfer.
Informasi dapat diartikan sebagai pesan yang dikirimkan dari seseorang ke orang lain,
dengan tujuan agar orang lain tersebut mempunyai pandangan yang sama dengan si
pengirim. Setiap komunikasi manusia terdiri dari serangkaian sistem yang digabung.
Sistem yang meliputi sumber, saluran, penerima, di mana gabungan sistem berkaitan
satu dan yang lain. Jika gabungan ini putus, informasi tidak diterima atau tidak
sampai sesuai yang diinginkan (Severin dan Tankard 2008).
Shannon dan Weaver dalam Wiryanto (2004) mendefinisikan informasi
sebagai energi yang terpolakan, yang mempengaruhi individu dalam mengambil
keputusan dari kemungkinan pilihan-pilihan yang ada. Dari pengertian informasi
yang diberikan oleh Shannon dan Weaver tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengertian informasi dan pesan adalah sebagai berikut : “Informasi adalah hasil dari
proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah atau memproses
stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian
diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan,
pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami
pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa
diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu atau khalayak, maka akan
berubah menjadi pesan.
Menurut Estrabrook dalam Yusup (2009) menyatakan bahwa informasi
adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan
yang dibuat seseorang. Sebuah fenomena akan menjadi informasi jika ada orang yang
melihatnya atau menyaksikannya, atau bahkan kemudian mungkin merekamnya.
Hasil kesaksian atau rekaman dari orang yang melihat atau menyaksikan peristiwa
atau fenomena itu yang dimaksudkan dengan informasi. Dalam hal ini informasi lebih
bermakna berita. Berita adalah bentuk dari pesan-pesan komunikasi. Selain itu,
Yusup (2009) menyatakan bahwa dari sekian banyaknya informasi yang ada di alam
ini, hanya sebagian kecil yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh
manusia. Informasi yang dirasakan, didengar, dan dilihat itu susah diolah karena ia
akan menjurus kepada jenis informasi lisan. Informasi lisan ini lebih banyak
dikembangkan oleh studi komunikasi. Orang tahu bahwa jenis informasi lisan
jumlahnya sangat banyak, dan tentu saja lebih banyak dari jumlah manusia yang
pernah ada. Akan tetapi, informasi yang sempat direkam dalam berbagai bentuk alat
perekam inilah yang kelak bisa dikembangkan menjadi komoditas unggulan dalam
kinerja kehidupan manusia. Informasi terekam ini banyak dicari dan dimanfaatkan
oleh manusia sesuai kepentingannya. Pesan-pesan atau isi dari tulisan ini adalah salah
satu contoh jenis informasi terekam, lebih tepatnya tertulis. Meskipun telah dibatasi
hanya pada jenis informasi terekam, namun itupun ternyata jumlahnya sangat banyak
karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang semakin kompleks.
Menurut Fisher (1986) informasi dapat dijelaskan dalam tiga konsep sebagai
berikut :
1. Informasi menunjukkan fakta atau data yang diperoleh selama proses komunikasi.
Informasi dikonseptualisasikan sebagai kuantitas fisik yang dapat dipindahkan dari
satu titik ke titik yang lain, individu satu kepada individu lain, atau medium yang

satu ke medium lainnya. semakin banyak memperoleh fakta atau data, secara
kuantitats seseorang juga memiliki banyak informasi.
2. Informasi menunjukkan makna data. Informasi merupakan arti, maksud, atau
makna yang terkandung dalam data. Peranan seseorang sangat dominan di dalam
memberikan makna data. Suatu data akan mempunyai nilai informasi bila
bermakna bagi seseorang yang menafsirkannya. Kemampuan seseorang untuk
memberikan makna pada data akan menentukan kepemilikan informasi. Penafsiran
terhadap data atau stimulus yang diterima otak akan menentukan kualitas
informasi. Sebagai produk sebuah “pabrik” (otak kita), kualitas informasi sangat
ditentukan oleh berbagai unsur yang digunakan untuk mengolah setiap stimulus
yang masuk ke dalam diri seseorang melalui panca indera, kemudian diteruskan ke
otak untuk diolah berdasarkan pengetahuan (frame of reference), pengalaman
(field of experience), selera (frame of interest), dan keimanan (spiritual) seseorang.
Semakin luas pengetahuan, pengalaman, dan semakin baik selera dan moralitas,
maka informasi yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Proses di dalam otak
kita tersebut dikenal sebagai proses intelektual (intellectual process).
3. Informasi sebagai jumlah ketidakpastian yang diukur dengan cara mereduksi
sejumlah alternatif yang ada. Informasi berkaitan erat dengan situasi
ketidakpastian. Keadaan yang semakin tidak menentu akan menimbulkan banyak
alternatif informasi, yang dapat digunakan untuk mereduksi ketidakpastian itu.
Selain itu, informasi dan pesan bersifat subyektif. Hal itu dikarenakan
informasi dan pesan tidak pernah bebas nilai (free value). Wiryanto (2004) mengutip
pernyataan Hoveland (1953) bahwa pesan yang disampaikan kepada individu atau
khalayak mempunyai tujuan untuk mengubah sikap pendapat, dan perilaku individu
atau khalayak. Melalui pengungkapan sistematika terbentuknya informasi dan pesan.
dapat diketahui kekuatan informasi dan pesan di dalam mengubah sikap dan perilaku
orang lain.
Menurut Yang dan Maxwell (2013) lingkup penyebaran informasi atau pesan
terbagi menjadi tiga wilayah yakni : interpersonal (antar pribadi), intra-organizational
(dalam satu kelompok) dan inter-organizational (antar kelompok). Dalam lingkup
antar pribadi penyampaian informasi lebih terfokus pada perilaku individu seperti
motivasi, pendekatan dan hubungan kepada individu lain dalam aktivitas
penyampaian informasi.
Marshall and Bly (2004) menjelasakan tiga alasan seseorang merasa harus
menyampaikan suatu informasi kepada orang lain, yaitu : (1) untuk membangun
kesamaan rasa kepedulian antara pemberi dan penerima informasi (2) untuk melatih
dan meningkatkan kesadaran (3) untuk mengembangkan penilaian. Selanjutnya
Marshall and Bly (2004) memandang penyampaian informasi mencerminkan nilai
yang sangat penting bagi individu yang berbagi informasi, meskipun informasi
tersebut pada awalnya tidak diketahuai oleh penerima informasi. Penyaluran
informasi dapat mencerminkan kepentingan bersama dari individu yang menyalurkan
informasi dan individu yang menerima informasi. Dalam beberapa contoh aktifitas
penyaluran informasi digunakan sebagai pendekatan hubungan sosial antara pemberi
dan penerima.
Informasi dalam Dunia Pertanian

Informasi memiliki peran yang sangat penting pada berbagai kegiatan
manusia tanpa terkecuali petani. Peran informasi bagi diri petani terutama adalah
untuk membuka dan memperluas wawasan berpikir petani terhadap segala aktivitas
usahatani yang dihadapi. Sejumlah informasi yang diperoleh petani akan memiliki
pengaruh terhadap pola pikir petani sehingga petani akan menyesuaikan,
memperbaiki atau bahkan mengubah segala aktivitas usahatani yang dijalankan.
Semakin banyak informasi yang diperoleh petani kemungkinan besar akan
mengakibatkan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani akan semakin dinamis
baik dalam bentuk usaha-usaha yang diperbaiki atau disesuaikan dengan sejumlah
informasi yang telah diperoleh atau bahkan petani akan mengubah usahatani yang
selama ini dijalankan dengan bentuk usahatani yang baru (Subagio 2008).
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), informasi merupakan sumber
daya penting di dalam pertanian modern. Perkembangan komputer dan perbaikan
telekomunikasi memberikan petani kesempatan untuk memperoleh informasi teknis
dan ekonomis dengan cepat dan menggunakannya dengan efektif untuk pengambilan
keputusan. Diungkapkan, jumlah informasi yang dapat dan harus digunakan oleh
petani untuk mengambil keputusan semakin cepat bertambah. Informasi ini meliputi
laporan hasil penelitian, data pasar, data tentang pertumbuhan dan proses pengelolaan
lahan pertaniannya dan yang serupa sebagai pembanding. Informasi ini digunakan
untuk memilih teknologi produksi yang paling menguntungkan, menciptakan kondisi
pertumbuhan yang optimal untuk tanaman dan ternaknya, menentukan anggaran
pengeluaran dan melihat usaha yang paling menguntungkan serta memutuskan kapan
dan di mana menjual hasilnya.
Berdasarkan pendapat tersebut maka bagi petani, informasi memegang
peranan penting dalam membuka wawasan terhadap dunia nyata yang dihadapinya,
karena informasi yang diterimanya akan merubah kebiasaan-kebiasaan sikap
berusahatani, kemudian membentuk suatu sikap baru yang merupakan dampak
penyesuaian informasi lama dengan sejumlah informasi baru yang diterima. Semakin
banyak informasi yang diterima akan semakin banyak perubahan-perubahan untuk
memenuhi kebutuhan yang belum terpuaskan dalam diri petani tersebut. Informasi
tersebut akan semakin membangkitkan motivasi dan kinerja petani untuk mencari
ide-ide baru dalam praktek pertaniannya, yang akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan dan produktivitas kerja petani. Untuk mengenali permasalahan yang
sebenarnya yang sedang dihadapi dituntut memperoleh informasi yang lebih banyak
dan petani yang mempunyai akses terhadap sumber informasi cenderung memperoleh
informasi yang lebih banyak. Tetapi hal personal. Tersedianya sumber informasi,
menyebabkan petani dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya
dalam membangun pertaniannya tanpa harus kontak langsung dengan penyuluh
(Mardikanto 2010).
Sistem Informasi Petanian dapat mengacu pada AKIS (Agricultural
Knowledge and Information System) atau Sistem Pengetahuan dan Informasi
Pertanian. Sistem ini dapat diartikan: “orang-orang, jaringan-jaringan kerja, dan
lembaga-lembaga beserta penyatuan dan hubungan di antara mereka yang
mengikutsertakan/mengatur pembangkitan, transformasi, transmisi, penyimpanan,
pemanggilan, integrasi, difusi serta pemanfaatan pengetahuan dan informasi, dan

yang secara potensial bekerja sama secara sinergis untuk meningkatkan keserasian
antara pengetahuan dan lingkungan serta teknologi yng digunakan dalam pertanian”
(Mardikanto 2010).
Selanjutnya, Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa gagasan yang
melandasi AKIS adalah, bahwa petani menggunakan sumber-sumber informasi yang
berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan untuk
mengelola usahatani mereka. Pengetahuan dan informasi baru ini, dikembangkan
tidak hanya oleh lembaga penelitian tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda.
Berbagai sumber informasi dimanfaatkan oleh petani untuk mendapatkan
pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan, meliputi: petani-petani lain, penyuluh,
pedagang, agen pemerintah, organisasi petani dan swasta, media massa, dan peneliti.
Adapun jenis-jenis informasi yang dibutuhkan petani (Mardikanto 2010), antara lain
adalah: (1) informasi tentang hasil penelitian berbagai disiplin pengelolaan usahatani
dan teknologi produksi, (2) informasi mengenai pengalaman petani, (3) informasi
pasaran input dan output sesuai perkembangan terakhir, dan (4) informasi kebijakankebijakan pemerintah
Sistem informasi seharusnya berperan dalam pembangunan pertanian, baik
dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program termasuk dalam
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat petani yang berciri partisipatif.
Artinya, “peningkatan kualitas sumber daya manusia” petani menjadi prasyarat bagi
pembangunan pertanian sehingga dapat bangkit kesadaran kritisnya (akan
kebutuhannya) yang dapat menimbulkan motivasi untuk berkarya dan berprestasi di
bidang usahataninya dengan etos kerja dan metode yang tepat (Depari 2006).
Aksesibilitas Infomasi dalam Dunia Pertanian
Akses secara harfiah diartikan sebagai jalan masuk, sedang informasi
diartikan sebagai penerangan; pemberitahuan. Jadi akses informasi adalah jalan
masuknya penerangan atau pemberitahuan. Dalam konteks usahatani, akses informasi
adalah usaha petani untuk mencari informasi yang ada kaitannya dengan
usahataninya (Farid 2008). Masyarakat di banyak negara sedang berkembang
mempunyai akses yang terbatas terhadap media massa, karena sebagian besar
penduduknya terutama wanita, masih buta huruf, padahal informasi merupakan
sumberdaya penting di dalam pertanian modern. Informasi adalah hasil proses
intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/memroses stimulus, yang
masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke
otak/pusat syaraf untuk diolah/ diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera,
dan iman yang dimiliki seseorang (Farid 2008).
Akes informasi meruapakan bagian dari aktivitas pencarian informasi.
Seseorang mencari informasi karena ingin memuaskan kebutuhan atau karena masih
ada berbagai hal yang masih belum jelas. Seseorang yang membutuhkan informasi
akan menghubungi sumber atau saluran informasi baik formal maupun nonformal
atau suatu pusat pelayanan informasi. Seseorang akan memperlihatkan berhasil atau
tidaknya memperoleh informasi yang relevan. Bila berhasil ia akan menggunakan
informasi yang didapatkannya baik secara keseluruhan atau hanya sebagian untuk

memuaskan kebutuhannya. Apabila tidak berhasil memuaskan kebutuhannya dan
harus mendapatkan informasi lagi, maka seseorang akan mengulang lagi proses
mencari. Mencari informasi dapat melibatkan orang lain melalui pertukaran
informasi. Informasi yang dianggap berguna mungkin dapat diteruskan kepada orang
lain, supaya dapat digunakan seperti dirinya menggunakan informasi itu (Wilson
2005). Selanjutnya Wilson (2005) menjelaskan bahwa, mencari informasi sebagai
perilaku manusia adalah berhubungan dengan sumber informasi maupun saluran
komunikasi yang dapat memberikan informasi dan dapat terjadi secara aktif maupun
pasif. Termasuk dalam hal ini komunikasi tatap muka, menerima informasi secara
pasif seperti menonton iklan di televisi, mendengarkan radio, tanpa keinginan untuk
bertindak sesuai yang diberikan oleh materi informasi tersebut. Proses mencari
informasi dengan sengaja adalah konsekuensi dari kebutuhan untuk memuaskan suatu
tujuan. Pada saat aktif mencari untuk dapat akses pada informasi yang diinginkan,
individu mungkin saja berinteraksi dengan individu lain, melalui sistem informasi
manual seperti petunjuk di buklet, surat kabar, perpustakaan atau dengan computer
(Wilson 2005)
Sejak sepuluh tahun terakhir, dengan berkembangnya teknologi informasi dan
komunikasi, Indonesia sudah mulai mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi
dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengembangan
masyarakat, bahkan sudah pula beberapa program dilaksanakan khusus untuk
mendukung kegiatan pertanian. Dalam dunia pertanian, petani memperoleh informasi
pertanian dari berbagai sumber baik melalui media maupun non media yaitu
komunikasi tatap muka secara langsung (Mulyandari 2011). Petani yang akses
terhadap sumber informasi cenderung memperoleh informasi yang lebih banyak,
tetapi hal ini juga tergantung pada karakteristik sumber informasi dan kualitas sumber
informasi serta interaksi antara petani dengan sumber informasi tersebut. Akses
petani terhadap sumber informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, tingkat
kemampuan petani mengakses informasi pertanian dari berbagai sumber informasi,
baik melalui kontak personal maupun melalui media massa dengan indikator: (1)
kemampuan memperoleh informasi, (2) kemampuan memanfaatkan informasi, (3)
kemampuan memilih informasi, (4) jumlah informasi baru yang diperoleh, (5)
frekuensi memperoleh informasi dari kelompoktani, frekuensi kegiatan
pelatihan/penyuluhan yang diikuti, dan (6) kemampuan biaya memperoleh informasi,
Pada saat ini, selain pengusaha besar, petani sudah mulai akses informasi
pasar melalui telepon seluler (mobile phones) dengan biaya yang relatif lebih murah.
Website khusus untuk produk pertanian telah dioperasionalkan dengan menyediakan
direktori berbagai produk, papan penawaran produk, layanan untuk perdagangan,
pusat informasi produk pertanian, dan virtual office sehingga proses perdagangan
global yang melibatkan pedagang dan perusahaan besar dalam dan luar negeri untuk
produk dari Cina dapat berkembang dengan pesat (BBC News dalam Muyandari
2011).
Akses pada informasi membuat petani memiliki pilihan yang lebih banyak
bagi jenis informasi yang ingin mereka dapatkan. Kemajuan teknologi informasi
seolah-olah membuat semua orang dapat mengetahui apa saja yang ingin mereka
ketahui dengan segera. Meyer (2005) mengatakan bahwa kita telah menapaki zaman

baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi (information explosion). Jika
dikaitkan pembangunan pertanian, informasi memegang peranan penting dalam
memperkenalkan metode-metode baru, teknologi produksi baru, informasi pasar dan
lain-lain. Namun tumpukan informasi tersebut belum menjamin pemanfaatannya akan
lebih baik karena tergantung bagaimana mengorganisir informasi tersebut.
Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani memanfaatkan
berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka
perlukan untuk mengelola usahatani mereka dengan baik, yang meliputi :
1. Petani-petani lain ;
2. Organisasi penyuluhan milik pemerintah ;
3. Perusahaan yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli hasil pertanian ;
4. Agen pemerintah yang lain, lembaga pemasaran dan politisi ;
5. Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya ;
6. Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya ;
7. Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan.
Hanya sedikit saja petani yang bisa berhubungan langsung dengan peneliti,
khususnya di negara-negara berkembang yang jumlahnya petaninya tidak sebanding
dengan jumlah peneliti pertanian, sistem transportasi yang terbatas, dan kesenjangan
sosial antara petani dan peneliti. Penelitian hanya akan berdampak nyata pada
produksi pertanian apabila ada pihak lain yang berfungsi sebagai komunikator efektif
bagi peneliti dan petani (Van den Ban dan Hawkins 1999).
Agar informasi yang diperoleh dapat secara tepat sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan petani, Kaye dalam Agussabti (2002) menawarkan beberapa langkah
pengelolaan informasi. Faktor-faktor yang perlu dipertimbang