Effectiveness of Scholarship Program to Improve Student Achievement.

EFEKTIVITAS PROGRAM BEASISWA DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI MAHASISWA

MARDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektivitas Program
Beasiswa dalam Meningkatkan Prestasi Mahasiswa adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Februari 2014
Mardiyanti
NIM I351090051

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN

MARDIYANTI. Efektivitas Program Beasiswa dalam Meningkatkan Prestasi
Mahasiswa. Dibimbing oleh NINUK PURNANINGSIH dan PRABOWO
TJITROPRANOTO
Beasiswa dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia memiliki
peran yang strategis. Khususnya pada upaya pemenuhan hak pendidikan bagi
seluruh warga negara. Hingga kini beasiswa masih menjadi program unggulan
dalam upaya pemerataan pendidikan. Hal tersebut terlihat pada banyaknya
beasiswa bermunculan, baik yang berasal dari pemerintah, swasta, maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Program beasiswa yang berasal dari
swasta dan LSM memiliki strategi pemberian beasiswa yang berbeda dengan

pemerintah. Program beasiswa dari swasta dan LSM tidak hanya memberikan
bantuan biaya, tetapi juga memberikan pembinaan.
Penelitian Utomo dan Sudji (2010) pada penerima beasiswa Program
Pengembangan Akademik di Universitas Negeri Yogyakarta menemukan bahwa
beasiswa yang diberikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Antoni
(2012) pada penelitian terhadap penerima Bidik Misi di Institut Pertanian Bogor
menemukan bahwa proporsi penyaluran Bidik Misi kepada mahasiswa yang
berprestasi (58.4%) hampir sama dengan proporsi penyaluran Bidik Misi kepada
mahasiswa yang tidak berprestasi (41.6%). Hasil penelitian Utomo dan Sudji
(2010) serta Antoni (2012) menggambarkan bahwa beasiswa dan bantuan
pendidikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan karakteristik individu
penerima beasiswa; (2) menganalisis efektivitas program beasiswa, (3) mengukur
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa. Penelitian
dilakukan pada mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos daerah Bogor dan
Jakarta sebagai responden. Pemilihan Beastudi Etos sebagai tempat penelitian
berdasar pada alasan bahwa Beastudi Etos telah sepuluh tahun memberikan
beasiswa dengan pembinaan dan pendampingan kepada mahasiswa penerima
beasiswa. Responden penelitian ini berjumlah 41 orang. Penelitian dilakukan pada
bulan November-Desember 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik individu responden
adalah : (1) berusia antara 18 – 22 tahun; (2) mayoritas anak sulung; (3) berasal
dari sembilan provinsi di Indonesia; (4) berkuliah di Institut Pertanian Bogor dan
Universitas Indonesia; (5) berkuliah di 29 program studi dengan mayoritas
berkuliah pada program studi bidang ilmu sosial; (6) memiliki motivasi yang
tinggi untuk kuliah; (6) memiliki interaksi yang baik dengan lingkungan
akademik, lingkungan kemahasiswaan, dan lingkungan asrama.
Karakteristik keluarga responden adalah : (1) jumlah anggota keluarga ratarata enam orang; (2) tingkat pendidikan ayah rata-rata adalah SMA; (3) tingkat
pendidikan ibu rata-rata adalah SMP; (3) jenis pekerjaan ayah sebagian besar
adalah wiraswasta (berpenghasilan tidak tetap tetapi tidak tergantung kepada
orang lain); (4) pekerjaan ibu mayoritas adalah ibu rumah tangga; (5) pendapatan

keluarga rata-rata Rp 1.474.000,00; (5) pengeluaran terbesar untuk makan; dan (6)
memiliki kemampuan pemenuhan kebutuhan primer yang tinggi.
Efektivitas program beasiswa memperlihatkan bahwa : (1) responden
memiliki tingkat kepastian penyelesaian studi yang baik, (2) prestasi akademik
responden berada pada kategori baik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
efektivitas program beasiswa adalah : (1) motivasi untuk kuliah; (2) lingkungan
asrama; dan (3) jumlah anggota keluarga. Efektivitas program beasiswa bisa
ditingkatkan dengan cara : (1) memperhatikan ketepatan sasaran penerima

beasiswa dengan tidak hanya mempertimbangkan kemiskinan keluarga tetapi
perlu melihat motivasi penerima beasiswa untuk kuliah; (2) pengelolaan beasiswa
perlu melakukan pendampingan intensif kepada penerima beasiswa.
Pendampingan pada kasus penelitian ini lebih efektif dibanding dengan
pembinaan karena pendampingan lebih bersifat partisipatif dibandingkan dengan
pembinaan yang bersifat top down.
Kata kunci : Efektivitas program beasiswa, prestasi mahasiswa

SUMMARY
MARDIYANTI. Effectiveness of Scholarship Program to Improve Student
Achievement. Supervised by NINUK PURNANINGSIH and PRABOWO
TJITROPRANOTO
Scholarship in the history of education in Indonesia has a strategic role.
Particularly in the effort to fullfil the right of education for all citizens. Until now,
the scholarship is still the flagship program in educational equity efforts. This is
evident in the number of scholarships, whether from government, private, and
Non Governmental Organization (NGO). Scholarship program that come from the
private sector and NGOs have different strategi from government. The scholarship
program of the private sector and NGO’s not only provide financial assistante, but
also provide guidance.

Utomo and Sudji (2010) found that Program Pengembangan Akademik
(PPA) scholarships at Universitas Negeri Yogyakarta has not effect to student
achievement. Antoni (2012) in a research to Bidik Misi recipients in Bogor
Agricultural University found that the proportion of the distribution Bidik Misi
Program to excellent student (58.4%) is almost equal to the proportion of the
distribution Bidik Misi Program to students who do not perform (41.6%). Both of
Utomo and Sudji’s result (2010) dan Antoni result (2012) show that scholarships
and education assistance has no effect on student achievement.
The purposes of this study are: (1) descript the individual characteristic of
grantee; (2) analyze the effectiveness of the scholarship program; (3) measure the
factors that influence the effectiveness of the scholarship program. The study was
conducted on grantees Beastudi Etos Bogor and Jakarta as respondents. Selection
Beastudi Etos due the fact that Beastudi Etos has been ten years provided
scholarships with guidance and mentoring to grantees. Respondents of this study
amounted to 41 people. The study was conducted in November-December 2013.
The results showed that the individual characteristic of respondents are: (1)
aged between 18-22 years, (2) a majority of the eldest son, (3) derived from nine
provinces in Indonesia, (4) study at Bogor Agricultural University and the
University of Indonesia; (5 ) enrolled in 29 courses with the majority enrolled in
social science courses, (6) highly motivated to go to college, (6) have a good

interaction with the academic environment, student environment, and the halls of
residence.
Family characteristic of the respondents are: (1) the amount of the average
family of six persons, (2) the average of father's level education is senior high
school, (3) the average of mother's education level is junior high school, (3) the
type of work most of the fathers are self-employed (income is not fixed but is
independent of the others), (4) the majority of the work mothers are housewives;
(5) the average of family income Rp 1,474,000.00; (5) largest expenditures for
eating; (6) has the ability to fullfil the primary needs.
Effectiveness of the scholarship program in term of results show that: (1)
respondents have a degree of certainty either the completion of the study, (2)
academic performance of the respondents were in the good category. Factors that
influence the effectiveness of the scholarship program are: (1) the motivation for

the study, (2) boarding environment, and (3) the number of family members. The
effectiveness of the scholarship program could be improved by: (1) an accurate
portrayal of target recipients by not only considering the poverty of the family but
need to see the motivation for college, (2) management of scholarships need to do
intensive support to scholarship recipients. Mentoring in the case of this study is
more effective than guidance because mentoring is more participatory than the

top-down guidance.
Key words : effectiveness of scholarship program, student achievement

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

EFEKTIVITAS PROGRAM BEASISWA DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI MAHASISWA

MARDIYANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Basita Ginting Sugihen, M.Sc

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul
efektivitas program beasiswa dalam meningkatkan prestasi mahasiswa. Penelitian
dilaksanakan terhadap mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos daerah Bogor,
dan Jakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2013.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1.


2.

3.

4.
5.
6.

7.

8.

9.

Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si dan Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto,
M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan motivasi dan mencurahkan
banyak waktu dan perhatian kepada penulis untuk penyelesaian tesis ini.
Bapak Prof. Sumardjo selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, dan Dr. Siti Amanah, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Dr. Basita Ginting Sugihen, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Dr. Ana
Fatchiya, M.Si selaku penguji dari Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan.
Bapak Dr. Pudji Mulyono, dan Ibu Irma Febrianis yang telah membantu
penulis untuk mempublikasikan hasil penelitian di Jurnal Penyuluhan
Mahasiswa penerima Beastudi Etos daerah Bogor dan Jakarta yang telah
menjadi responden penelitian ini.
Penghargaan juga penulis sampakan kepada pengelola beasiswa Beastudi
Etos, dan segenap Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa yang telah banyak
membantu penulis selama penyusunan tesis ini.
Ibu Desiar (bagian administrasi prodi Ilmu Penyuluhan Pembangunan),
segenap bagian administrasi di Fakultas Ekologi Manusia, dan Sekolah
Pascasarjana IPB atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
Penghargaan dan terimakasih juga penulis haturkan kepada Ahmad Sumarta
(suami), anak-anak, serta segenap keluarga atas doa dan dukungan yang tidak
pernah henti.
Segenap pengurus dan rekan kerja di Koperasi Insan Sejahtera atas
kesempatan cuti yang diberikan.
Semoga tesis ini memberikan kemanfaatan bagi banyak pihak.


Bogor, Februari 2014

Mardiyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
2 TELAAH PUSTAKA
Pemberdayaan
Efektivitas Program Beasiswa
Proses Belajar
Perkembangan Remaja
Prestasi Belajar
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
4 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Jenis Data
Definisi Oprasional
Matrik Pengembangan Instrumen
Uji Instrumen
Analisis Data
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Program Beastudi Etos Bogor dan Jakarta
Bentuk-Bentuk Beasiswa yang Diberikan oleh Beasiswa
Beastudi Etos
Karakteristik Individu Mahasiswa Penerima Beasiswa
Karakteristik Keluarga Mahasiswa Penerima Beasiswa
Beastudi Etos
Motivasi Untuk Kuliah
Pengelolaan Program Beasiswa
Karakteristik Sosial Responden
Analisis Efektivitas Program Beasiswa
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas
Beasiswa

Halaman
xi
xii
xii
1
1
4
4
5
5
7
11
15
17
19
19
20
21
21
21
21
22
22
23
27
28
30
30
33
39
42
47
48
54
57
60

DAFTAR ISI (Lanjutan)
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepastian
Penyelesaian Studi
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Prestasi Akademik
Responden
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

60
66
72
72
72
73
78

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Contoh beasiswa dan jenis bantuan yang diberikan
Sub peubah, indikator, dan pengukuran, peubah karakteristik
individu
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah pengelolaan
beasiswa
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah karakteristik
sosial
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah efektivitas
program beasiswa
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
Pendidikan dan profesi utama koordinator dan pendamping
Beastudi Etos Bogor dan Jakarta
Jumlah dan persentase responden menurut umur
Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin
Jumlah dan persentase responden menurut program studi
Jumlah dan persentase responden menurut provinsi asal
Jumlah dan persentase responden menurut urutan kelahiran
Jumlah dan persentase responden menurut besar keluarga
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan
orang tua
Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan ayah
Jumlah dan persentase responden menurut pekerjaan ibu
Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pendapatan
keluarga
Jumlah dan persentase responden menurut jenis pengeluaran
keluarga
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemampuan
pemenuhan kebutuhan primer keluarga
Jumlah dan persentase responden menurut motivasi untuk
kuliah
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi
Jumlah dan persentase responden menurut sumber motivasi
Jumlah dan persentase responden menurut kemudahan
persyaratan beasiswa
Jumlah dan persentase responden menurut jenis bantuan
beasiswa
Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pengeluaran
untuk biaya hidup per bulan
Jumlah dan persentase responden menurut keteraturan
penerimaan beasiswa

Halaman
8
24
25
26
27
28
33
39
40
40
41
42
42
43
44
44
45
46
46
47
47
48
49
50
50
51

DAFTAR TABEL (Lanjutan)
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kompetensi
pendamping
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan
akademik
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan
kemahasiswaaan
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan asrama
Jumlah dan persentase responden menurut efektivitas program
beasiswa
Jumlah dan persentase responden menurut performa kuliah
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepastian
penyelesaian studi
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik
Jumlah dan persentase responden menurut manfaat pemberian
dana beasiswa

53
54
55
56
57
59
60
66
68

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Pandangan teori belajar sosial tentang interaksi
Model ego ideal bagi pendidikan remaja
Kerangka pemikiran penelitian
Rumus korelasi Product Moment

Halaman
11
13
20
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Hasil uji regresi untuk peubah terikat kepastian penyelesaian
studi
Hasil uji regresi untuk peubah terikat prestasi
akademik

Halaman
79
81

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beasiswa dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia memiliki
peran yang strategis. Khususnya pada upaya pemenuhan hak pendidikan bagi
seluruh warga negara. Pada masa orde baru, beasiswa telah mulai diberikan.
Pemerintah melalui Undang-Undang No 2 Tahun 1989 mengeluarkan kebijakankebijakan sebagai upaya memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya
kepada masyarakat. Kebijakan tersebut adalah: (1) membebaskan pembayaran
uang sekolah di tingkat Sekolah Dasar, (2) pemberian bantuan kepada siswa yang
miskin namun berprestasi cemerlang. Pemberian beasiswa sebagai strategi
pemerataan pendidikan sudah mulai muncul pada saat itu.
Hingga kini beasiswa masih menjadi program pilihan dalam upaya
pemerataan pendidikan. Hal tersebut terlihat pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun 2013 (Departemen Keuangan 2013). Salah satu alokasi
anggaran di bidang pendidikan adalah untuk menyediakan beasiswa terhadap
sekitar 9.4 juta siswa/mahasiswa miskin. Hariyanto (2004) menyatakan bahwa
tujuan utama beasiswa adalah membantu ketersediaan biaya pendidikan bagi
penerima beasiswa.
Bank Dunia (2006) dalam ikhtisar laporan tentang kemiskinan di Indonesia
menyebutkan bahwa salah satu masalah dan kendala utama pendidikan di
Indonesia adalah keterjangkauan. Uang sekolah dan biaya lain-lain yang harus
dibayarkan menjadi hambatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses
pendidikan. Tindakan khusus yang direkomendasikan oleh Bank Dunia adalah
melaksanakan program beasiswa yang terarah atau bantuan langsung tunai untuk
meningkatkan angka bersekolah.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2011) memberikan pembedaan
antara bantuan biaya pendidikan dan beasiswa. Bantuan biaya pendidikan adalah
dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang orang tua/walinya
tidak mampu membiayai pendidikan. Beasiswa adalah bantuan dana pendidikan
yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.
Contoh program
pemerintah yang termasuk bantuan biaya pendidikan adalah Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM), dan program Bidik Misi. Contoh beasiswa adalah beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Beasiswa PPA diberikan kepada
mahasiswa strata satu dari semua prodi dengan Indeks Prestasi minimal 3.0.
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) merupakan bantuan yang diberikan
kepada mahasiswa strata satu semua program studi dengan Indeks Prestasi
minimal 2.75 dari keluarga tidak mampu. Besar bantuan BBM adalah Rp
350.000,00 per bulan selama satu tahun, dan setelahnya bisa diperpanjang
kembali. Program Bidik Misi diperuntukkan bagi peserta didik berprestasi 30
persen terbaik di sekolah yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya. Harga satuan bantuan Bidik Misi adalah Rp 6.000.000,00 per
mahasiswa per semester.

2
Meningkatnya gagasan tentang modal sosial dan masyarakat madani
membuat tidak hanya pemerintah yang berperan aktif memberikan beasiswa.
Lembaga pemberi beasiswa yang dibiayai oleh organisasi non pemerintah banyak
bermunculan. Gagasan modal sosial adalah bahwa seseorang dapat melakukan
investasi secara sosial yang kemudian dapat dilihat sebagai perekat masyarakat.
Gagasan masyarakat madani ditandai dengan berdirinya badan-badan non
pemerintah untuk menolong memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga
dan masyarakat (Ife dan Tesoriero 2006).
Badan-badan non pemerintah yang memberikan beasiswa antara lain
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perusahaan swasta. LSM yang
memberikan beasiswa antara lain Dompet Dhuafa (Beastudi Etos, dan beasiswa
Aktivis), serta Yayasan Karya Salemba Empat. Perusahaan swasta yang
memberikan beasiswa antara lain PT. Djarum. Persamaan dalam pemberian
beasiswa Beastudi Etos, beasiswa regular Yayasan Karya Salemba Empat, dan
Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) yaitu adanya pelatihan softskill
(pembinaan) bagi penerima beasiswa selain pemberian bantuan dana.
Pemberian beasiswa bertujuan memberikan kesempatan pada mahasiswa
yang memiliki keterbatasan ekonomi agar bisa mendapatkan pendidikan, maka
beasiswa pada hakikatnya merupakan suatu upaya pemberdayaan di bidang
pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pada tujuan pemberdayaan yaitu
meningkatkan keberdayaan dari kelompok yang kurang beruntung (the
disadvantaged) (Ife dan Toseriero 2006).
Pemerintah dan lembaga non pemerintah memiliki tujuan yang sama dalam
pemberikan beasiswa, namun ada perbedaan strategi pengelolaan beasiswa.
Pemerintah cenderung memberikan beasiswa hanya dalam bentuk bantuan dana.
Hal tersebut bisa dipahami karena pemerintah sesuai amanat Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 30 (1), pemerintah perlu memberikan hak pendidikan kepada
seluruh warga negara. LSM/swasta memandang perlunya pembinaan bagi
penerima beasiswa untuk mengembangkan kemampuan softskill agar selaras
dengan kemampuan akademis.
Paradigma
pemberdayaan
memandang
bahwa
program-program
pembangunan seharusnya mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat sasaran.
Keberdayaan masyarakat sasaran dibentuk dengan menjadikan masyarakat
sasaran sebagai aktor utama yang aktif membangun dan mengembangkan potensi
dirinya. Beasiswa sebagai program pemberdayaan seharusnya juga mampu
meningkatkan keberdayaan penerima beasiswa.
Hasil penelitian terhadap 230 mahasiswa angkatan 2006 – 2009 Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta yang dilakukan oleh Utomo dan Sudji
(2010) menunjukkan bahwa secara umum beasiswa belum mampu meningkatkan
prestasi akademik mahasiswa penerima beasiswa. Penelitian yang dilakukan
kepada mahasiswa penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) ini
juga menemukan bahwa kontribusi pemberian beasiswa belum dimanfaatkan
secara optimal untuk menunjang kegiatan akademik.
Antoni (2012) yang melakukan penelitian terhadap mahasiswa penerima
program Bidik Misi di Institut Pertanian Bogor. Antoni (2012) menemukan
bahwa proporsi penyaluran beasiswa Bidik Misi kepada mahasiswa yang
berprestasi sebesar 58.4 persen. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan
proporsi pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang tidak berprestasi yaitu

3
sebesar 41.6 persen. Kondisi ini diduga karena dalam proses seleksi penerimaan
beasiswa Bidik Misi, faktor penghasilan orang tua merupakan syarat yang lebih
diutamakan dibandingkan faktor kepemilikan prestasi.
Hasil penelitian Utomo dan Sudji (2010) serta Antoni (2012)
menggambarkan bahwa baik beasiswa maupun bantuan biaya pendidikan yang
diberikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Kedua hasil penelitian
tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang alasan yang mendasari beasiswa
tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa.
Bandura (1977) menyatakan hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi timbal
balik yang berkelanjutan antara personal, perilaku, dan lingkungan. Interaksi
individu dengan lingkungan sosial tempat belajar sangat menentukan hasil belajar
yang akan dicapai. Mahasiswa penerima beasiswa merupakan individu yang
memiliki karakteristik pribadi. Pada proses menuntut ilmu di perguruan tinggi,
mahasiswa penerima beasiswa berinteraksi dengan lingkungan sosial di kampus.
Lingkungan sosial tersebut antara lain dosen, tenaga kependidikan, sistem
pendidikan di kampus, teman kuliah, organisasi kemahasiswaan, maupun
kegiatan-kegiatan pengembangan keilmuan yang diselenggarakan di kampus.
Sejalan dengan proses menuntut ilmu, beasiswa diberikan sebagai stimulus agar
penerima beasiswa mampu berprestasi.
Kelompok masyarakat miskin menjadi salah satu kelompok yang perlu
ditingkatkan kekuaasannya (power) (Ife 1995). Kondisi kemiskinan keluarga
menjadi salah satu yang dipersyaratkan pada proses seleksi beasiswa. Lippit et al
(1958) menambahkan perlunya mempertimbangkan motivasi masyarakat sasaran
untuk melakukan perubahan berencana. Jenis motivasi yang paling kuat
mendorong perubahan menurut Lippit (1958) adalah kebutuhan internal atau
sering disebut sebagai dorongan alamiah yang berhubungan dengan
perkembangan biologis maupun psikologis manusia. Karakteristik individu
penerima beasiswa yang digunakan sebagai peubah bebas pada penelitian ini
adalah kondisi keluarga dan motivasi untuk kuliah.
Proses pemberdayaan mulai dijalankan oleh lembaga pemberi beasiswa.
Beasiswa yang menjadi lokasi penelitian ini adalah beasiswa Beastudi Etos.
Beasiswa Beastudi Etos merupakan beasiswa yang dikelola oleh LSM Dompet
Dhuafa. Alasan utama pemilihan beasiswa Beastudi Etos pada penelitian ini
adalah karena beasiswa Beastudi Etos sejak berdiri tahun 2003 telah menjalankan
program pembinaan dan pendampingan terhadap penerima beasiswa. Pembinaan
dijalankan melalui pembinaan rutin pekanan, sedangkan pendampingan dijalankan
di asrama yang diberikan oleh beasiswa Beastudi Etos kepada penerima beasiswa.
Peran dukungan kelembagaan pemberi beasiswa menjadi faktor penting
penentu efektivitas program. Dukungan kelembagaan beasiswa bisa dilihat dari
segi ketersediaan dana, dan sistem pengelolaan. Ketersediaan dana menjadi
jaminan ketercukupan beasiswa. Sistem pengelolaan khususnya yang berkaitan
dengan pembinaan dan pendampingan menggambarkan proses yang menentukan
tingkat efektivitas program beasiswa.
Ketika beasiswa memberikan bantuan biaya maupun pembinaan dan
pendampingan, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa penerima beasiswa
tidak hidup di ruang kaca. Penerima beasiswa juga berinteraksi dengan
lingkungan selain beasiswa. Lingkungan yang menjadi tempat interaksi
mahasiswa penerima beasiswa adalah : (1) lingkungan akademik; (2) lingkungan

4
kemahasiswaan; dan (3) lingkungan asrama. Lingkungan menjadi faktor eksternal
penerima beasiswa yang menurut Winkel (1996) dapat mempengaruhi prestasi
mahasiswa.
Efektivitas program beasiswa menjadi tema yang ingin dikaji pada
penelitian ini. Kajian tentang efektivitas program akan dilakukan dengan
melakukan analisis pada tiga hal yaitu : (1) ketepatan sasaran program beasiswa;
(2) pengelolaan program beasiswa yang efektif; (3) kemampuan penerima
beasiswa sebagai hasil dari proses yang dilaksanakan. Pengukuran efektivitas
program beasiswa pada penelitian ini mengacu pada Boyle (1981). Efektivitas
program pembangunan (developmental) diukur dari : (1) kualitas solusi atas
permasalahan yang dihadapi, dan (2) tingkat kemampuan individu, kelompok atau
masyarakat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah.

Perumusan Masalah

1.
2.
3.

Perumusan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana karakteristik individu penerima beasiswa?
Bagaimana efektivitas program beasiswa?
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa dalam
meningkatkan prestasi mahasiswa?

Tujuan

1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mendeskripsikan karakteristik individu penerima beasiswa.
Menganalisis tingkat efektivitas program beasiswa.
Mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa
dalam meningkatkan prestasi mahasiswa penerima beasiswa.

5

TELAAH PUSTAKA

Pemberdayaan

Suharto (2005) mengemukakan bahwa pemberdayaan menunjuk pada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuasaaan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang dan jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Dahl (Prijono dan Pranarka 1996), menyatakan pemberdayaan
sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi pelaku ke-2 untuk melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pelaku ke-2. Pemberdayaan
menurut Dahl berorientasi pada pemberdayaan individu. Konsep tersebut banyak
mendapatkan kritik. Freire (Prijono dan Pranarka 1996) menyatakan bahwa
pemberdayaan perlu dipikirkan dalam konteks sosial.
Hulme dan Thurner (Prijoko dan Pranarka 1996) berpendapat bahwa
pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.
Sasaran pemberdayaan bisa berupa individu maupun kolektif. Ife (1995)
menyatakan bahwa kelompok lemah yang perlu mendapat pemberdayaan adalah
mereka yang masuk dalam kelompok di bawah ini :
(1) Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender, maupun
etnis. Contoh yang masuk pada kategori lemah secara struktural adalah
kelompok miskin.
(2) Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja,
penyandang cacat, gay, lesbian, dan masyarakat terasing.
(3) Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah
pribadi dan/atau keluarga.
Sennet dan Cabb (Suharto 2005) dan Conway (Suharto 2005) menyatakan
bahwa ketidakberdayaan disebabkan beberapa faktor antara lain: ketiadaan
jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses
terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan,
dan adanya ketegangan fisik maupun emosional. Seligman dan Larner (Suharto
2005) meyakini bahwa ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok
masyarakat merupakan proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka
dengan masyarakat. Mereka menganggap diri mereka lemah dan tidak berdaya,
karena masyarakat menganggapnya demikian.
Menurut Ife (1995) pemberdayaan dapat dijalankan melalui tiga
jalur
yaitu : (1) pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan; (2) pemberdayaan

6
dengan jalan melakukan aksi sosial dan politis; (3) pemberdayaan melalui
pendidikan dan peningkatan kesadaran. Pemberdayaan melalui kebijakan dan
perencanaan dilakukan dengan cara mengembangkan atau mengubah struktur dan
kelembagaan yang memungkinkan kelompok lemah untuk mengakses
sumberdaya atau pelayanan, sehingga membuka kesempatan kepada kelompok
lemah untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Pemberdayaan melalui aksi sosial dan politis dijalankan dengan cara
membentuk kekuasaan yang efektif untuk memperjuangkan kelompok lemah.
Pemberdayaan melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran menekankan pada
perlunya proses edukasi sehingga kelompok lemah mampu meningkatkan
kekuasaannya. Peningkatan kesadaran dalam hal ini dimaksudkan untuk
membantu kelompok lemah untuk memahami masyarakat dan tekanan-tekanan
dalam struktur masyarakat, memberikan kosakata dan kemampuan untuk bekerja
lebih efektif di masa yang akan datang.
Rappaport (Lord dan Hutchison 1993) menjabarkan ada tiga tingkatan
pemberdayaan. Pertama, pemberdayaan pada tingkat individu. Pemberdayaan
pada tingkat individu yaitu kemampuan untuk meningkatkan kontrol pribadi
dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi pada komunitas yang
diikuti. Kedua adalah pemberdayaan di tingkat kelompok kecil. Pemberdayaan
pada tingkat ini ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, analisis
bersama, dan adanya pengaruh kelompok dalam menjalankan usaha bersama.
Ketiga, pemberdayaan di tingkat masyarakat yang ditandai dengan penggunaan
sumber daya dan strategi untuk mengatur sumber daya tersebut.
Program beasiswa merupakan suatu bentuk upaya pemberdayaan. Ciri
beasiswa sebagai pemberdayaan adalah : (1) sasaran program beasiswa adalah
kelompok lemah yaitu mahasiswa dari keluarga miskin; (2) program beasiswa
bertujuan meningkatkan kekuasaan (power) dengan cara memberikan bantuan
baik biaya, fasilitas, dan pembinaan kepada sasaran program beasiswa selama
kuliah ke pendidikan tinggi; (3) ada proses pembinaan dan pendampingan yang
diberikan dalam program beasiswa. Program beasiswa menjalankan
pemberdayaan di tingkat individu karena fokus pada peningkatan kemampuan
individu mahasiswa penerima beasiswa untuk menjalani kehidupan sehari-hari
dan berpartisipasi pada komunitas yang diikuti mahasiswa. Jalur pemberdayaan
program beasiswa adalah melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran
mahasiswa. Upaya peningkatan kesadaran mahasiswa penerima beasiswa
dilakukan melalui pembinaan dan pendampingan. Sasaran, tujuan, dan proses
beasiswa mencirikan adanya proses pemberdayaan.
Hasil yang diharapkan dari pemberdayaan adalah masyarakat sasaran
memiliki kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Program beasiswa
memberikan bantuan kepada penerima beasiswa agar dapat kuliah. Kualitas hasil
kuliah dilihat dari capaian indeks prestasi akademik yang menggambarkan
penilaian kemampuan mahasiswa dalam penguasaan aspek kognitif dan
keterampilan materi kuliah.
Mahasiswa penerima beasiswa selain perlu mendapatkan nilai indeks
prestasi yang baika juga perlu mempersiapkan biaya-biaya untuk menjalani
perkuliahan. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya pendidikan (SPP, biaya
praktikum, dan biaya untuk mengerjakan tugas kuliah), dan biaya hidup selama
kuliah (makan, sewa tempat tinggal, transportasi, komunikasi, dan pemenuhan

7
kebutuhan lain. Mahasiswa yang menerima bantuan beasiswa penuh tidak akan
mendapatkan masalah terkait ketersediaan biaya-biaya karena seluruh kebutuhan
biaya telah dipenuhi oleh program beasiswa. Kondisi yang berbeda terjadi pada
mahasiswa yang menerima beasiswa tidak penuh. Mahasiswa penerima beasiswa
tidak penuh perlu berusaha untuk memenuhi kekurangan biaya yang terjadi.
Kualitas hasil belajar melalui capaian prestasi akademik, dan kemampuan
memenuhi biaya selama kuliah merupakan dua hal yang menjadi indikator hasil
pemberdayaan sekaligus menjadi indikator efektivitas program beasiswa dalam
penelitian ini.

Efektivitas Program Beasiswa

Beasiswa adalah tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa
sebagai bantuan biaya belajar. Bentuk bantuan yang diberikan inipun bisa
bermacam-macam, sehingga secara umum beasiswa dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
(1) Beasiswa Pendidikan, dapat berupa beasiswa penuh atau hanya sebagian
dari biaya pendidikan yang meliputi biaya SPP, alat tulis, fotokopi, dan
buku.
(2) Beasiswa biaya hidup, bantuan untuk kehidupan sehari-hari.
(3) Beasiswa perjalanan, adalah bantuan biaya untuk melakukan perjalanan,
misalkan perjalanan ke luar negeri.
(4) Beasiswa pelatihan, merupakan bantuan biaya yang diberikan untuk
pelatihan atau berupa pelatihan itu sendiri.
(5) Beasiswa penelitian, beasiswa yang digunakan untuk melakukan
riset/penelitian.
(6) Beasiswa magang, merupakan sarana untuk melatih keterampilan
siswa/mahasiswa dalam mempraktikkan ilmu yang didapat di
sekolah/kuliah.
(7) Beasiswa kerja, beasiswa yang diberikan kepada siswa/mahasiswa untuk
bekerja secara paruh waktu.
(8) Beasiswa pertukaran pelajar, biasa dilakukan antar negara yang bersahabat
(Hariyanto 2004).
Beberapa beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa tingkat strata satu
tidak memberikan bantuan secara penuh. Beberapa contoh beasiswa yang tidak
memberikan bantuan penuh adalah : beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik
(PPA) dari pemerintah, beasiswa regular dari Yayasan Karya Salemba Empat,
Beasiswa Djarum, dan Beastudi Etos.

8
Tabel 1 Contoh beasiswa dan jenis bantuan yang diberikan
Deskripsi
kegiatan

Beasiswa
PPA

Beswan
Djarum

Sumber dana
Besar Bantuan
Biaya per
Bulan
Lama
Beasiswa

Pemerintah
Rp
350.000,00

Swasta
Rp
750.000,00

Satu tahun
dan bisa
diperpanjang
Tidak ada

Satu tahun

Tidak ada

Penerima
beasiswa
menjadi
manusia
Indonesia
yang disiplin,
mandiri dan
berwawasan
masa depan
sebagai calon
pemimpin
bangsa

Tidak ada

Tidak ada

Adanya
pembinaan
Tujuan
pembinaan

Adanya agen
perubahan
(pendamping)
a

Ada

Beasiswa
Beastudi Etos
Karya Salemba
Empat
LSM
LSM
Rp 600.000,00 Rp
500.000,00
Satu tahun dan
dapat
diperpanjang
Ada

Tiga tahun

Mendorong
dan turut
mempersiapkan
penerima
beasiswa
menjadi
lulusan yang
memiliki
integritas,
berwawasan
kebangsaan,
cinta kepada
tanah air, nusa
dan bangsa
Tidak ada

Membentuk
generasi
unggul
dan mandiri

Ada

Ada

Beasiswa PPA adalah beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik

Beasiswa Djarum memberikan beasiswa sebesar Rp 750.000,00 per bulan
selama satu tahun. Beasiswa Beastudi Etos memberikan bantuan biaya sebesar Rp
500.000 per bulan selama tiga tahun. Beasiswa PPA memberikan bantuan biaya
Rp 350.000 per bulan selama satu tahun dan setelahnya dapat diperpanjang
kembali. Sedangkan beasiswa Karya Salemba Empat memberikan bantuan biaya
sebesar Rp 600.000,00 per bulan selama satu tahun dan beasiswa dapat
diperpanjang.
Kelemahan beasiswa tidak penuh jika dibandingkan dengan beasiswa penuh
adalah rasa tenang pada penerima beasiswa. Beasiswa penuh akan memberikan
rasa tenang yang lebih besar karena ada keterjaminan biaya sampai dengan lulus.
Lembaga pemberi beasiswa seperti Beswan Djarum, Yayasan Karya Salemba
Empat dan Beastudi Etos meskipun tidak memberikan bantuan biaya penuh, tetapi
memberikan pelatihan-pelatihan kepada penerima beasiswanya. Pelatihanpelatihan yang diberikan kepada penerima beasiswa baik Beswan Djarum,

9
beasiswa Karya Salemba Empat maupun Beastudi Etos disebut sebagai
pembinaan.
Tujuan pembinaan beasiswa Beswan Djarum adalah agar kelak penerima
beasiswa Beswan Jarum bisa menjadi manusia Indonesia yang disiplin, mandiri
dan berwawasan masa depan sebagai calon pemimpin bangsa. Sedangkan
pembinaan beasiswa Karya Salemba Empat bertujuan untuk mendorong dan turut
mempersiapkan penerima beasiswa menjadi lulusan yang memiliki integritas,
berwawasan kebangsaan, cinta kepada tanah air, nusa, dan bangsa. Tujuan
pembinaan Beastudi Etos bertujuan agar mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos menjadi generasi yang unggul dan mandiri.
Metode pembinaan yang dilakukan antara beasiswa Beswan Djarum dan
beasiswa Karya Salemba Empat hampir serupa yaitu melalui kegiatan pelatihan,
seminar, workshop. Pembinaan beasiswa Beastudi Etos menggunakan metode
yang hampir serupa dengan beasiswa Beswan Djarum dan beasiswa Karya
Salemba Empat. Perbedaan yang dimiliki oleh beasiswa Beastudi Etos adalah
adanya pendampingan di asrama. Pendampingan asrama dilakukan dengan
dibimbing oleh pendamping Beastudi Etos.
Pembinaan maupun pemdampingan pada hakekatnya sejalan dengan
paradigma pemberdayaan yaitu melibatkan penerima beasiswa untuk menjalankan
proses belajar dengan tujuan untuk merubah perilaku. Perubahan perilaku yang
diharapkan menjadi hasil proses belajar meliputi perubahan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Perbedaan antara pembinaan dan pendampingan adalah pada
pendekatan proses belajar. Pembinaan cenderung menggunakan pendekatan top
down. Penerima beasiswa hadir sebagai peserta pembinaan yang mendapatkan
materi dari narasumber. Pendampingan menggunakan pendekatan bottom up atau
disebut pendekatan partisipasi dengan cara penerima beasiswa merumuskan
bersama pendamping tentang program-program yang akan dijalankan di asrama.
FAO (Mikkelsen 2011) , partisipasi mengandung arti :
(1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut dalam pengambilan keputusan
(2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan unttuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan
(3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu
(4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, dan monitoring agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak
social
(5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri
(6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
Ciri utama partisipasi adalah masyarakat menjadi aktor utama yang aktif
menentukan proses belajar yang akan dilakukannya. Proses belajar dirancang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga bisa memberikan solusi atas
permasalahan hidup yang dihadapi.

10
Proses belajar pada mahasiswa penerima beasiswa dilakukan melalui
pembinaan atau dengan pendidikan non formal. Pendidikan non formal
menekankan pada upaya menunjukkan arah perubahan, merangsang terjadinya
perubahan, dan mengembangkan perubahan yang diharapkan berdasarkan potensi
warga belajar. Pendidikan non formal pada pelaksanaanya perlu memperhatian
hal-hal sebagai berikut: (1) dilandasi oleh suasana demokratis, (2) komunikasi dan
interaksi yang akrab baik antar warga belajar maupun warga belajar dengan agen
perubahan.
Hasil yang didapat dari proses belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan
perilaku jangka pendek dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan, sikap
mental dan keterampilan. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
masyarakat sasaran tersebut kemudian diharapkan mampu meningkatkan
kemandirian pada masyarakat sasaran.
Perubahan perilaku yang diharapkan muncul pada penerima beasiswa
berbeda-beda, tergantung pada tujuan pembinaan yang dilakukan lembaga
pemberi beasiswa. Prijono dan Pranarka (1996) mengemukakan bahwa
pemberdayaan memandang perubahan perilaku yang terjadi diharapkan relevan
untuk memenuhi kebutuhan sasaran pemberdayaan. Kebutuhan mahasiswa
penerima beasiswa adalah dapat lulus dengan prestasi akademik yang baik. Syarat
kelulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai akademik, tetapi juga kemampuan
menyediakan dana pendidikan. Beasiswa yang diterima tidak memberikan
bantuan penuh, maka penerima beasiswa juga membutuhkan sumber pendapatan
selain beasiswa.
Rogers (2003) menyatakan bahwa efektivitas adalah tingkat kemampuan
suatu program mencapai tujuannya. Boyle (1981) telah menjabarkan beberapa
standar efektivitas berdasarkan jenis program. Efektivitas program pembangunan
(developmental) diukur dari : (1) kualitas solusi atas permasalahan yang dihadapi;
dan (2) tingkat kemampuan individu, kelompok atau masyarakat mengembangkan
kemampuan penyelesaian masalah. Efektivitas program yang bersifat institusional
diukur dari: (1) kompetensi yang dimiliki; dan (2) penilaian konsumen atau pihak
yang memanfaatkan lembaga tersebut. Efektivitas program yang bersifat
informatif diukur dari: (1) keterjangkauan program; dan (2) berapa banyak
informasi tersebar.
Beasiswa merupakan suatu program yang bertujuan memberikan bantuan
biaya bagi siswa/mahasiswa miskin agar dapat menikmati pendidikan. Oleh
karena itu pengukuran efektivitas program beasiswa pada penelitian ini akan
mengacu pada efektivitas program pembangunan. Efektivitas program beasiswa
pada penelitian ini dilihat dua indikator hal yaitu : (1) kepastian penyelesaian studi
yang berhubungan dengan kemampun mahasiswa penerima beasiswa
mengembangkan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan biaya-biaya selama kuliah,
(2) prestasi akademik sebagai indikator kualitas hasil perkuliahan.

11
Proses Belajar

Belajar adalah rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka merubah
perilakunya melalui pengalaman belajar. Setiap individu memiliki pengalaman
belajar yang didapat dari interaksi keseharian. Pengalaman belajar dimaknai
sebagai interaksi seseorang dengan materi belajar sehingga memiliki kesempatan
untuk bereaksi. Pengalaman belajar seseorang tidak selalu identik dengan isi
ajaran. Seorang individu dipenuhi oleh pengalaman belajar yang didapatkannya
dari interaksi sehari-hari.
Rogers (1969) menyampaikan ada 10 prinsip belajar yaitu (1) setiap
manusia memiliki potensi untuk belajar; (2) belajar menjadi bermakna jika selaras
dengan tujuan yang ingin dicapai warga belajar; (3) belajar melibatkan adanya
perubahan dalam diri individu; (4) belajar akan lebih mudah jika disesuaikan
dengan kondisi diri warga belajar; (5) kenyamanan belajar akan menentukan
keberlanjutan proses belajar; (6) belajar dengan praktek langsung akan
memberikan hasil yang lebih signifikan; (7) belajar pada hakikatnya adalah
memfasilitasi respon dari warga belajar; (8) belajar yang berdasarkan inisiatif
warga belajar akan lebih efekti;, (9) evaluasi hasil belajar dilakukan secara
mandiri, kreatif, dan berdasar pada kondisi warga belajar; dan (10) manfaat
terbesar belajar adalah keberlanjutan dari perubahan perilaku seseorang.
Hubungan antara individu dengan pengalaman belajar yang didapatkannya dari
kehidupan sangat erat, sehingga proses belajar tidak bisa mengabaikan peran
lingkungan belajar untuk mendukung capaian hasil belajar.
Salah satu teori belajar yang melihat belajar sebagai proses yang tidak bisa
dilepaskan dari keterkaitan antara subjek belajar dan lingkungan adalah Teori
Belajar Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial
melihat fungsi psikologis sebagai interaksi timbal balik yang berkelanjutan antara
personal, perilaku, dan lingkungan. Bandura (1977) menyatakan bahwa faktor
pribadi, perilaku, dan lingkungan beroperasi pada hubungan yang saling
mempengaruhi.

P
B

E

Gambar 1 Pandangan Teori Belajar Sosial tentang Interaksi

Implikasi dari teori ini adalah memandang perubahan perilaku dalam proses
belajar tidak hanya terjadi dengan menunjukkan respon dan pengalaman terhadap
efek respon tersebut. Perubahan perilaku terjadi sebagai sesuatu hal yang
kompleks yaitu: (1) belajar pada fenomena yang merupakan hasil pengalaman
pribadi; (2) belajar dengan mengamati pengalaman perilaku orang lain dan
konsekuensi yang ditimbulkan kepada orang tersebut.

12
Kemampuan belajar dengan pengamatan akan memungkinkan seseorang
untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak, menghubungkan pola
perilaku tanpa perlu mencoba benar dan salah yang membosankan. Bahkan
beberapa perilaku yang komplek bisa dihasilkan hanya melalui peniruan. Salah
satu sumbangan teori belajar sosial terhadap pendidikan adalah perlunya
penyusunan dorongan lingkungan, memberikan dukungan kognitif secara umum,
dan menghasilkan konsekuensi dari setiap tindakan sehingga setiap orang
memiliki kemampuan untuk melatih beberapa ukuran kontrol dari perilaku
mereka.
Bandura (Yusuf 2001) mengungkapkan bahwa proses kognitif yang
mengantarkan perubah perilaku dipengaruhi oleh pengalaman yang mengarahkan
untuk menuntaskan keterampilan. Mekanisme sosial yang memfasilitasi harapanharapan pribadi remaja dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu :
(1) Pengembangan keterampilan yang kondusif bagi perubahan tingkah laku,
yaitu remaja diberi kesempatan berperilaku, mengobservasi orang lain yang
menampilkan perilaku yang layak secara berhasil, atau diberikan
pengalaman instruksi/mengajar sendiri.
(2) Pengalaman yang beragam, yang mana remaja mendapat kesempatan untuk
memandang model-model simbolis yang memberikan sumber informasi
penting yang dapat meningkatkan harapan-harapan dirinya.
(3) Persuasi verbal, seperti sugesti, dan teguran.
(4) Penciptaan situasi yang dapat mengurangi dorongan emosional yang
mempunyai nilai-nilai informatis bagi kompetensi pribadi.
Pengamatan terhadap model, akan memberikan dampak berupa:
(1) Pola-pola respon baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat.
(2) Memperkuat atau memperlemah respon-respon yang tidak diharapkan.
(3) Mengamati tingkah laku orang lain dapat mendorong remaja untuk
melakukan kegiatan yang sama.
Sumbangan teori belajar sosial terhadap pendidikan adalah menyatakan
perlunya penyusunan dorongan lingkungan dalam pendidikan. Ketika lingkungan
disusun untuk memberikan dorongan positif, maka akan memberikan hasil belajar
yang positif. Sebaliknya jika lingkungan tidak memberikan dorongan positif,
maka akan memberikan hasil belajar yang negatif pula.
Senada dengan Bandura yang menyatakan perlunya model simbolis yang
memungkinkan terjadinya belajar dengan peniruan, Boyd (tahun tidak diketahui)
memaparkan lebih rinci tentang metode belajar yang bisa dikembangkan bagi
warga belajar pada usia remaja. Boyd (tahun tidak diketahui) menyebutnya
sebagai model ego – ideal. Model ego-ideal adalah metode belajar dengan terlebih
dulu memaparkan profil yang ingin dicapai dari suatu proses belajar. Profil
tersebut memiliki standar performa yang diinginkan sebagai hasil belajar.
Keberadaan profil model akan memudahkan remaja untuk membayangkan tujuan
yang ingin dicapai dari proses belajar. Jika guru atau fasilitator mampu
menampilkan diri sebagai sosok profil model ideal bagi warga belajar remaja,
maka proses belajar akan menjadi lebih mudah.
Perlunya profil model (contoh) pada pendidikan remaja didasari pada
perkembangan kondisi psikologis remaja. Khususnya pada semakin meningkatnya
ego-ideal pada usia remaja. Remaja akan mengidentifikasi siapa dirinya
berdasarkan sosok model yang diidolakannya. Proses belajar bisa dilakukan

13
dengan terlebih dahulu menghadirkan persepsi visual tentang seperti apa profil
yang akan dicapai dari proses belajar yang dijalani. Setelah itu barulah materimateri belajar disampaikan. Gambar model ego-ideal dapat dilihat pada gambar
berikut :

Youth
Identifies with

a model provides
standar of performance

Subject matter

Teacher amploys and
encourages the use of model

Gambar 2 Model Ego-Ideal Bagi Pendidikan Remaja

Remaja mulai melepaskan ketergantungan kepada orang tua. Kedekatan
remaja akan beralih kepada teman sebaya ataupun orang dewasa yang berada di
lingkungan tempat dia berada. Teman sebaya bagi mahasiswa antara lain teman
mahasiswa di kampus, teman dalam organisasi, maupun teman di tempat tinggal
baik berupa asrama, kos, ataupun rumah sewa. Orang dewasa yang berada di
lingkungan kampus antara lain dosen, asisten dosen, petugas laboratorium, dan
petugas di layanan akademik.
Mahasiswa penerima beasiswa juga berinteraksi dengan teman sebaya.
Mahasiswa penerima beasiswa akan mengamati perilaku teman sebaya secara
langsung. Pengamatan akan diikuti dengan pemilahan, perilaku apa yang baik atau
buruk, cocok atau tidak cocok dengan dirinya. Pada akhirnya akan ada proses
peniruan terhadap perilaku yang sesuai dengan individu mahasiswa penerima
beasiswa.
Interaksi mahasiswa penerima beasiswa dengan orang dewasa di kampus
diantaranya dengan dosen, asisten dosen, ataupun petugas-petugas di lingkungan
kampus. Orang dewasa berperan penting dalam pengembangan keterampilan dan
pengembangan pengalaman belajar mahasiswa penerima beasiswa. Selain itu,
orang dewasa juga dapat melakukan kontrol terhadap perilaku mahasiswa
penerima beasiswa. Bentuk kontrol dapat melalui pendekatan persuasif ataupun
teguran apabila terjadi perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di
kampus.
Lembaga pemberi beasiswa merupakan salah satu lingkungan bagi
mahasiswa penerima beasiswa. Pemberian beasiswa dijalankan menurut prosedur
yang ditetapkan oleh lembaga pemberi beasiswa. Termasuk di dalamn