Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

i

NILAI EKONOMI PRODUKSI SUSU INDUK SAPI FRIESIAN
HOLSTEIN BERDASARKAN MOST PROBABLE
PRODUCING ABILITY (MPPA)

ISMAIL

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Ekonomi

Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable
Producing Ability (MPPA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016
Ismail
NIM D14144006

iv

v

ABSTRAK
ISMAIL. Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein
Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA). Dibimbing oleh LUCIA

CYRILLA ENSD dan IYEP KOMALA.
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan jenis sapi perah yang paling banyak
dikembangkan di Indonesia, akan tetapi rataan produksi susu yang rendah
merupakan masalah tersendiri bagi peternak terhadap pendapatan. MPPA (Most
Probable Producing Ability) merupakan salah satu metode seleksi untuk
mengetahui bibit unggul, yang diharapkan dapat meningkatkan produksi susu dan
meningkatkan pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung
nilai ekonomi produksi susu dengan menggunakan metode MPPA dari induk sapi
yang ada di CV Waluya Wijaya Farm. Data yang ada ditabulasikan untuk
distandardisasi dan dihitung nilai ripitabilitasnya untuk mendapatkan nilai MPPA.
Hasil pendugaan nilai MPPA dihitung berdasarkan biaya fariabel dan biaya tetap
untuk mengetahui harga pokok produk dan mengetahui pendapatan peternak.
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder
dari 18 ekor sapi FH dengan umur yang berbeda. Data yang digunakan meliputi
produksi susu harian dari sapi FH yang telah memiliki dua data laktasi, umur sapi,
dan lama lakatasi. Kemampuan produksi susu sapi dimasa mendatang berada pada
kategori rendah dengan nilai ripitabilitas sebesar 0.1. Rataan produksi susu harian
sebanyak 13.3 kg ekor-1. Harga pokok produksi (HPP) yang diperoleh sebesar Rp.
4 469, dengan harga jual Rp. 5 700 L-1, maka keuntungan per bulan adalah
sebesar Rp. 8 823 764. Sapi yang memiliki keuntungan diatas rataan sebesar 50%,

sedangkan sisanya 50% dibawah rataan dari keseluruhan sampel.
Kata kunci: Most Probable Producing Ability (MPPA), nilai ekonomi, Sapi perah.

ABSTRACT

ISMAIL. Economic Value of Friesian Holstein Milk Production Cows Based on
Most Probable Producing Ability (MPPA) Supervised by LUCIA CYRILLA
ENSD and IYEP KOMALA.
Friesian Holstein cow is a kind dairy cow of the most developed in
Indonesia, but the average low milk production is a problem for farmers against
revenue. Most Probable Producing Ability (MPPA) is one of selection method to
determine the superior breeds, which is expected to increase milk production and
increase the income of farmers. This research aimed to quantify the economic
value of milk production by using MPPA method of cows in CV Waluya Wijaya
Farm. Existing data were tabulated for standardized and calculated repeatibility
value to get value MPPA. The results of MPPA estimation were calculated based
on the variable cost and fixed cost to determine the cost of the product and know

vi


the farmer’s income. Materials used in this reaserch is the primary data and
secondary data from 18 lactating cows. Data used include daily milk production
of cows FH who has two lactation data, aged cows, and time lactation. The ability
of the milk production in the future are in the low category with a value
repeatibility equal 0.1. The average daily milk production is 13.3 kg cow-1. Cost
of production gained Rp. 4 469, with a selling price of Rp. 5 700 L-1, then the
profit per month is Rp. 8 823 764. Cows that have adventage over the average of
50%, while below the average 50% of the overall sample.
Key words : dairy cattles, economic value, Most Probable Producing Ability
(MPPA).

vii

NILAI EKONOMI PRODUKSI SUSU INDUK SAPI FRIESIAN
HOLSTEIN BERDASARKAN MOST PROBABLE
PRODUCING ABILITY (MPPA)

ISMAIL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
Pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

ix

Judul Skripsi

Nama
NIM


: Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian
Holstein Berdasarkan Most Probable Producing
Ability (MPPA)
: Ismail
: D14144006

Disetujui oleh

Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi
Pembimbing I

Iyep Komala, SPt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :


x

xi

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri
tauladan Rasulullah Shalallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat
beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini
dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia. Skripsi yang berjudul
Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most
Probable Producing Ability (MPPA) merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis kepada Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku
dosen pembimbing I, dan Iyep Komala, SPt MSi selaku dosen pembimbing II.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada M. Sriduresta Soenarno, SPt MSc
dan Dr Despal, SPt MScAgr sebagai penguji sidang serta Windi Al Zahra, SPt

MSi sebagai dosen pembahas seminar atas komentar dan masukannya sehingga
penulis dapat membuat hasil penelitian ini menjadi lebih baik.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua bapak
Mahfud Ismail Sungkar dan Ibu Chaeriyah Ali Baktir atas kemudahan yang
didapatkan semata karena doa dari kedua orang tua, yang selalu memberikan
motivasi, nasehat, kasih sayang, dan perhatian yang tak akan pernah bisa
terbalaskan. Serta tak lupa penulis berterimakasih kepada saudara Septian Jasiah
Wijaya, AMd selaku pemilik CV Waluya Wijaya Farm beserta rekan kerja yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Alih Jenis Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan atas doa, semangat, kehangatan dalam kebersamaan yang
selalu diberikan. Semoga kesuksesan untuk kita semua.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat serta inspirasi untuk para
pembaca.

Bogor, Desember 2016
Ismail

xii


xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi
Prosedur
Analisis Data
Standardisasi Produksi Susu
Ripitabilitas
Most Probable Producing Ability (MPPA)
Pengelompokan Berdasarkan Grade MPPA
Perhitungan Harga Pokok Produk (Metode Full Costing)
Pendapatan

Satistik Deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Produksi Susu
Ripitabilitas
Most Probable Producing Ability
Biaya
Pendapatan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
xiv
1
1
2
2
2
2

2
2
3
3
4
4
5
5
5
5
6
6
7
8
9
10
11
12
13
15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Faktor koreksi penyesuaian ke arah umur dewasa
Faktor koreksi frekuensi pemerahan (setara dua kali pemerahan)
Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari
Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari
Komposisi ternak
Data produksi susu terstandar
Data pendugaan MPPA
Biaya tetap produksi susu
Biaya variabel produksi susu

3
3
3
4
6
7
9
10
11

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari
Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari
Faktor koreksi umur
Faktor koreksi frekuensi pemerahan
Data pendapatan produksi susu

15
15
16
17
18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan produk peternakan yang bernilai gizi tinggi, selain itu susu
juga merupakan sumber penghasilan utama bagi peternak sapi perah, oleh karena
itu produksi susu yang tinggi pada sapi akan meningkatkan keuntungan dari
peternak. Penampilan produksi susu dari seekor sapi dalam menghasilkan susu
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, faktor tersebut menyebabkan
keragaman produksi susu dari setiap individu. Upaya untuk mendapatkan sapi
yang memiliki produksi susu tinggi harus dilakukan seleksi.
Bangsa sapi perah yang umum dikembangkan di Indonesia adalah bangsa
Friesian Holstein (FH). Sapi FH berasal dari provinsi Friesland, Belanda. Bangsa
sapi ini adalah bangsa sapi perah yang tertua, terkenal, dan tersebar hampir di
seluruh dunia (Sudono et al. 2003). Menurut Hardjosubroto (1994), rata-rata
produksi susu sapi FH di Indonesia berkisar antara 2500-3500 kg laktasi-1. Jenis
sapi Friesian Holstein ini telah terbukti dapat menghasilkan susu yang cukup
banyak terbukti produksi susu sapi FH di Amerika serikat rata-rata 7 425 L-1, akan
tetapi rataan produksi susu sapi FH di Indonesia lebih rendah dibandingkan
dengan negara asalnya. Produksi rataan sapi perah di Indonesia hanya mencapai
10.7 L ekor-1 hari-1 (3 264 L laktasi-1) (Sudono et al. 2003). Rendahnya produksi
susu tersebut berpengaruh terhadap pendapatan peternak yang juga ikut turun
karena sumber penghasilan utama dari peternakan sapi perah adalah penjualan
susu. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi susu dan pendapatan
peternak adalah dengan melakukan seleksi.
Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan
menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan (Noor 2010). Seleksi sapi
perah berdasarkan produksi susu dapat dilakukan dengan menghitung Most
Probable Producing Ability (MPPA). Lasley (1972) menyatakan bahwa MPPA
adalah regresi dari pencatatan masa yang akan datang terhadap pencatatan saat ini,
atau derajat dimana suatu catatan berulang akan menghasilkan seleksi yang lebih
efektif untuk produksi yang berikutnya. Most Probable Producing Ability
(MPPA) digunakan untuk mengestimasi kemampuan produksi pada masa yang
akan datang, sehingga berdasarkan nilai MPPA yang tertinggi akan dapat
ditentukan induk-induk yang produktivitasnya tinggi sehingga dapat dipilih indukinduk yang akan dipertahankan untuk meningkatkan nilai ekonomi di peternakan
tersebut.
Penelitian MPPA pada sapi perah di Indonesia telah dilakukan, tetapi
penelitian tersebut belum mengkaji nilai ekonominya. Nilai ekonomi produksi
susu perlu dikaji berdasarkan produksi susu yang sudah terstandar yaitu
berdasarkan MPPA, sehingga diharapkan hasil kajian tersebut dapat memberikan
gambaran kondisi ekonomi peternakan sapi perah khususnya di wilayah
Kabupaten Bogor.

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai ekonomi induk sapi perah
Frieshian Holstein berdasarkan metode MPPA di CV Waluya Wijaya Farm
(WWF) Sentul Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menghitung nilai MPPA dari 56 hanya diambil 18 ekor sapi
FH karena memiliki 2 data laktasi yang sudah distandardisasi dengan faktor
koreksi lama laktasi 305 hari, frekuensi pemerahan, dan umur dewasa induk.
Kemudian data tersebut digunakan untuk menghitung nilai ripitabilitas yang
digunakan sebagai dasar pendugaan nilai MPPA. Nilai pendugaan MPPA sapi
betina tersebut kemudian diurutkan berdasarkan nilai yang terbesar untuk
dilakukan seleksi induk. Data MPPA yang sudah diurutkan kemudian
dikelompokkan berdasarkan produksi yang telah ditetapkan grade A : diatas 6 000
kg laktasi-1, grade B 5 000 kg laktasi-1–6 000 kg, grade C 4 000 kg–5 000 kg
laktasi-1, grade D < 4 000 kg laktasi-1. Setelah dikelompokan berdasarkan
produksi nilai pendugaan MPPA, maka data tersebut kemudian dihitung biaya,
penerimaan, dan pendapatan untuk diketahui nilai ekonomi peternakan tersebut.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan mulai pada bulan Juni sampai bulan
September 2016. Lokasi penelitian bertempat di CV Waluya Wijaya Farm Sentul
Kabupaten Bogor.

Materi
Materi yang digunakan berupa data primer dan data sekunder produksi
susu harian dari bulan Januari 2015 sampai bulan September 2016, data tersebut
berasal dari 18 ekor sapi Friesian Holstein yang sedang laktasi dengan umur yang
berbeda. Data primer dan sekunder tersebut juga dilengkapi dengan tanggal
kelahiran, umur, tanggal beranak, dan tanggal kering.

Prosedur
Data sekunder diambil dari hasil pencatatan bulan Januari 2015 sampai
Mei 2016, sedangkan data primer diambil dari bulan Juni sampai September 2016.
Data yang diambil yaitu produksi susu harian, tanggal kelahiran, tanggal beranak,
dan tanggal kering dari individu yang telah memiliki data dua laktasi. Data
tersebut selanjutnya ditabulasi berdasarkan masing-masing informasi dari setiap

3

individu seperti lama laktasi, produksi susu per laktasi, dan umur beranak yang
diketahui dari tanggal lahir dan tanggal beranak dari setiap individu tersebut.
Data produksi susu selanjutnya distandardisasi menggunakan faktor
koreksi terhadap lama laktasi 305 hari dan umur dewasa induk berdasarkan
DHIA-USDA. Setelah data produksi susu terstandarisasi, nilai ripitabilitas
dihitung. Nilai ripitabilitas ini kemudian digunakan sebagai dasar pendugaan nilai
MPPA, nilai MPPA pada setiap sapi betina yang sudah didapatkan nantinya
diurutkan berdasarkan nilai tertinggi hingga terendah untuk dilakukan
pengelompokan dan dihitung nilai ekonomi dari setiap ekor untuk mengetahui
pendapatan peternak.

Analisis Data
Standardisasi Produksi Susu
Data produksi susu selama dua kali laktasi ditabulasikan dan dilakukan
standardisasi berdasarkan faktor koreksi terhadap lama laktasi 305 hari, umur
dewasa induk, dan frekuensi pemerahan. Faktor koreksi yang digunakan disajikan
pada Tabel 1, 2 dan 3, Tabel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3.
Tabel 1 Faktor koreksi penyesuaian ke arah umur dewasa
(Tahun-Bulan) FKU (Tahun-Bulan)
FKU
(Tahun-Bulan)
2-0
1.31
4-11
1.03
10-0
2-1
1.30
4-12
1.03
10-1
2-2
1.29
5-1
1.02
10-2

FKU
1.04
1.04
1.04

Sumber : Hardjosubroto (1994)

Tabel 2 Faktor koreksi frekuensi pemerahan (setara dua kali pemerahan)
3 X Diperah
4 X Diperah
Jumlah
Hari
2-3
3-4
4
2-3
3-4
4
Diperah
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
105-115
0.93
0.94
0.95
0.88
0.88
0.91
116-125
0.92
0.93
0.94
0.87
0.87
0.90
126-135
0.92
0.93
0.94
0.87
0.87
0.90
Sumber : Hardjosubroto (1994)

Tabel 3 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari
Jumlah Hari Laktasi
Umur ≤ 36 bulan
Umur > 36 bulan
40
6.24
5.57
50
4.99
4.47
60
4.16
3.74
Sumber : Hardjosubroto (1994)

4

Tabel 4 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari
Jumlah Hari Laktasi
Faktor Koreksi
305 – 308
1.00
309 – 312
0.99
313 – 316
0.98
Sumber : Hardjosubroto (1994)

Persamaan regresi untuk panjang laktasi lebih dari 305 hari menjadi
panjang laktasi 305 hari. Hoerl Model (DHIA 2012):
̂ = (0.00835972) (0.99381142X) (X(1.1678976))

Keterangan:
x = lama laktasi
ŷ = faktor koreksi

Ripitabilitas
Data dari produksi susu yang telah terstandardisasi kemudian dihitung
nilai ripitabilitasnya menggunakan metode korelasi antarkelas (Warwick et al.
1990) dengan rumus:

Keterangan :
r = ripitabilitas
x = produksi susu laktasi I
y = produksi susu laktasi II

√{ ∑





∑ ∑



}{∑

}

Most Probable Producing Ability (MPPA)
Pendugaan nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) dapat
dilakukan berdasarkan pendekatan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto
(1994):

MPPA =
Keterangan :
MPPA : Most Probable Producing Ability
n
: jumlah catatan produksi
r
: ripitabilitas
: rerata produksi susu sapi yang diukur
P
P
: rerata produksi susu sampel

(

̿)

̿

5

Pengelompokan Berdasarkan Grade MPPA
Sapi yang telah memiliki nilai MPPA kemudian dikelompokkan
berdasarkan produksi susu sesuai dengan grade: yaitu grade A ( > 6 000 kg
laktasi-1), grade B (5 000-6 000 kg laktasi-1), grade C (4 000-5 000 kg laktasi-1),
dan grade D (< 4 000 kg laktasi-1) (BBPTU 2009). Sapi yang masuk dalam 50%
nilai tertinggi dari 18 ekor sapi FH yang ada yang nantinya akan dijadikan induk
pengganti dengan harapan bisa meningkatkan kemampuan produksi susu pada
keturunannya sesuai dengan grade tersebut.
Perhitungan Harga Pokok Produk (Metode Full Costing)
Metode full costing digunakan untuk menghitung semua unsur biaya
produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead baik yang berperilaku tetap maupun
variabel. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full
costing adalah sebagai berikut (Mulyadi 2005):
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead Tetap
Biaya Overhead Variabel
Harga Pokok Produksi

xxx
xxx
xxx
xxx +
xxx

Pendapatan
Setelah didapatkan biaya produksi, selanjutnya
penerimaan dan pendapatan peternak (Boediono 1993):

dihitung

jumlah

Pendapatan Total = TR = P x Q
Keterangan :
TR
= Total Revenue (pendapatan total (Rp))
P
= Price (harga pokok per kg)
Q
= Quantities (jumlah produk yang dihasilkan)

Pendapatan bersih diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

TR
TC

= TR – TC
=PxQ
= TFC + TVC

Keterangan:
= Pendapatan bersih
TR
= Total Revenue
TC
= Total Cost
P
= Price
Q
= Quantities
TFC
= Total Fix Cost
TVC
= Total Variable Cost

Satistik Deskriptif
Penelitian ini juga menggunakan statistik deskriptif berupa rataan,
simpangan baku, presentase, dan koefisien keragaman menurut (Gaspersz 1992):

6

Rata-rata :
̅=

Keterangan :
̅
= Rata-rata

= Jumlah x ke i
N
= jumlah data



Simpangan baku :

=√

Keterangan :
s
= simpangan baku

= Jumlah x ke i
̅
= rata-rata
N
= jumlah data

̅̅̅̅



Koefisien variasi :
KV =
Keterangan :
KV
= Koefisien Variasi
s
= Standar deviasi
̅
= Rata-rata

̅

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Waluya Wijaya Farm (WWF) terletak di Desa Pasir Ipis Kampung Bojong
Koneng RT 04/RW 01 Kecamatan Babakan Madang Sentul City, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha
peternakan sapi perah yang berdiri pada tahun 2004 dan memiliki lahan seluas 10
Ha di daerah tersebut. Tempeatur rata-rata daerah ini adalah 22.7–31.6 oC dengan
kelembaban berkisar antara 70%-80%. Suhu udara di CV WWF ini tergolong
tinggi, untuk sapi perah sendiri Suhu lingkungan yang ideal adalah 15.5 oC karena
pada kondisi ini produksi susu sapi perah akan mencapai optimal. Sedangkan suhu
kritis untuk sapi FH adalah 27oC dan tingkat kelembaban yang tinggi akan
menyebabkan penurunan produksi susu pada ternak sapi perah (Hadisutanto
2008). Total jumlah ternak yang ada di CV WWF adalah sebanyak 56 ekor
dengan komposisi yang berbeda. Komposisi ternak yang ada dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Komposisi ternak
Jenis Ternak
Pedet
Dara
Laktasi
Total

Jumlah
2
23
31
56

Satuan Ternak
0.5
11.5
31
43

%
1
27
72
100

7

Produksi Susu
Sapi betina yang diamati memiliki periode laktasi, umur, serta hari laktasi
yang berbeda-beda. Rataan produksi susu dan produksi susu yang telah
distandarisasi kedalam umur setara dewasa, dan lama laktasi 305 hari pada sapi
Friesian Holstein di CV WWF dapat dilihat pada Tabel 4.
Produksi susu dari setiap individu bervariasi dari 3 000 kg laktasi-1 hingga
5 700 kg laktasi-1. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh lama laktasi dan umur
beranak dari setiap individu sapi perah yang ada, pada lama laktasi 460 hari
menghasilkan produksi susu sebesar 5 752.3 kg laktasi-1, sedangkan pada lama
laktasi 46 hari menghasilkan produksi susu sebesar 748 kg. Data produksi ke-1
didapat rata-rata sebesar 4 277.7 ± 746.4 dan data produksi ke-2 memiliki ratarata 2 311.3 ± 1 038.4. Terkait dengan perbedaan yang sangat signifikan ini perlu
adanya penyeragaman data, hal ini diperkuat dengan pendapat Indrijani (2008),
bahwa pengaruh lingkungan terhadap produksi susu satu sama lain ternak tidak
sama, sehingga akan menimbulkan suatu ragam atau variasi lingkungan. Faktor
lingkungan sedapat mungkin dibuat seragam agar performans produksi susu sapi
yang diuji mencerminkan sebagian besar dari pengaruh genetik yang dimiliki.

Tabel 6 Data produksi susu terstandar
hari
laktasi

Umur
beranak

Data
terstandar

Produksi
Laktasi
Data 2

hari
laktasi

3 461.6

300

2.4

4 434.3

3 879.0

240

3.4

5 041.2

4

4 564.7

450

2.4

3 898.3

1 716.5

90

3.8

4 877.6

83

4 361.4

305

3.7

4 884.8

1 254.5

115

4.7

2 752.3

109

4 436.1

355

3.8

4 235.5

2 098.0

140

5

3 738.4

5

1013

3 629.8

295

4.9

3 850.9

2 236.0

147

6

3 666.2

6

1014

4 217.9

315

5.8

4 174.9

1 437.5

120

6.8

3 105.0

7

1028

4 692.0

336

4.9

4 494.5

1 236.5

87

6

3 165.4

8

1098

3 746.7

303

3.7

4 238.3

2 786.0

182

4.9

4 046.1

9

1100

5 425.5

370

3.7

4 982.8

2 405.5

147

5

4 063.4

10

1927

3 832.9

303

4.7

3 987.4

3 131.5

202

5.8

4 111.7

11

1928

5 090.4

430

3.7

4 047.9

1 445.5

87

5.2

3 774.5

12

1929

3 012.0

308

3.7

3 373.4

2 636.0

242

4.7

3 095.2

13

1942

4 557.5

341

4.7

4 271.7

4 254.5

235

5.7

5 070.5

14

1947

3 827.5

316

4.7

3 863.5

3 330.0

230

5.7

3 968.7

15

1949

4 113.5

304

3.7

4 653.2

3 798.5

237

4.7

4 460.2

16

1969

3 268.3

347

3.8

3 265.0

1 285.0

90

5.1

3 355.4

17

4214

5 008.8

422

3.7

4 054.5

1 925.5

115

5

4 224.4

18

118831

5 752.3

460

3.7

4 271.7

748.0

46

5.3

4 249.7

4 277.7

347.8

4.0

4 165.7

2 311.3

152,9

5.2

3 931.4

SB

746.4

55.6

0.8

446.8

1 038.4

64,5

0.8

676.4

KK

17.4

16.0

21.3

10.7

44.9

42,2

15.5

17.2

No

Kode
ternak

1

3

2
3
4

Rata-rata

Produksi
Laktasi
Data 1

Umur
beranak

Data
terstandar

8

Standardisasi merupakan salah satu cara untuk menyeragamkan faktor
lingkungan sehingga diharapkan tidak terjadi bias oleh faktor lingkungan.
Menurut Subandriyo (1994), bahwa untuk kondisi peternakan sapi perah di
Indonesia, koreksi minimum yang perlu dilakukan adalah terhadap umur induk
saat beranak, lama laktasi, serta frekuensi pemerahan dalam waktu satu hari.
Produksi susu yang ada pada data sekunder distandardisasi untuk
menghilangkan pengaruh non genetik. Laktasi data ke-1 yang telah distandarisasi
didapatkan nilai rata-rata sebesar 4 165.7 ± 446.8 kg laktasi-1, dan pada laktasi
data ke-2 yang telah distandardisasi didapatkan nilai rata-rata sebesar 3 931.4 ±
676.4 kg laktasi-1. Data laktasi sebelum distandardisasi menunjukan keragaman
sebesar 17.4% sedangkan data laktasi yang telah distandardisasi angka
keragamannya menjadi 10.7%. Pada laktasi data ke-2 keragaman data mencapai
44.9% dan setelah distandardisasi keragamannya menjadi 17.2%. Hal tersebut
menunjukan bahwa proses standardisasi terbukti mengurangi keragaman antar
individu.

Ripitabilitas
Data produksi susu yang telah terstandardisasi kemudian dihitung nilai
ripitabilitasnya, menurut Pallawaruka (1999), Ripitabilitas adalah sebuah ukuran
kekuatan hubungan antara ukuran yang berulang-ulang (nilai fenotipik yang
berulang) suatu sifat dalam populasi. Ripitabilitas yang didapatkan menurut data
sekunder yang ada sebesar 0.1, nilai tersebut tergolong kedalam kategori rendah
sesuai dengan yang dikatakan oleh Noor (2010), ripitabilitas digolongkan ke dalam
rendah jika nilainya kurang dari 0.2, sedang jika nilainya berkisar antara 0.2 dan 0.4,
dan tinggi jika nilainya lebih besar dari 0.4.
Nilai ripitabilitas ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian
Anitasari (2011), sebesar 0.1865 dan juga penelitian Alfiyani (2011), sebesar 0.3.
Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukan bahwa kemampuan suatu ternak untuk
mengulang sifat produksi susu pada laktasi berikutnya akan tinggi, sedangkan
nilai ripitabilitas yang rendah kemampuan berproduksi pada laktasi selanjutnya
akan rendah. Nilai ripitabilitas akan semakin kecil (mendekati 0.0) apabila ragam
lingkungan temporer meningkat, sebaliknya semakin besar (mendekati 1.0)
apabila ragam suatu sifat sebagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan
lingkungan permanen (Pirchner 1969).
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik
di antara populasi-populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara
individu-individu dalam satu populasi (Indrawan 2007). Keragaman lingkungan
permanen merupakan keragaman yang bukan disebabkan oleh genetik tetapi
berpengaruh terhadap keragaman kinerja individu selama hidupnya. Keragaman
lingkungan temporer berasal dari nutrisi, iklim, dan manajemen pemeliharaan
(Warwick 1990).

9

Most Probable Producing Ability
MPPA adalah suatu pendugaan yang paling memungkinkan dari kemampuan
berproduksinya seekor hewan betina, yang dapat dihitung atau diduga atas dasar
performans yang telah ada. MPPA sangat erat kaitannya dengan nilai ripitabilitas,
rataan produksi susu, banyaknya catatan produksi dan rataan produksi populasi
(Lasley 1978). Untuk mengetahui lebih jelasnya semua data hasil perhitungan MPPA
dapat dilihat pada Tabel 5.
Rata-rata nilai MPPA yang didapatkan di CV WWF adalah sebesar 4 049
kg laktasi-1, dari nilai rataan tersebut menunjukan bahwa sebesar 50% atau 9 ekor
sapi dari 18 ekor berada diatas rataan produksi sedangkan 50% sisanya berada
dibawah rataan. Sapi yang memiliki nilai MPPA tertinggi didapat oleh sapi
dengan nomor identitas 3 dengan nilai 4 510 kg laktasi-1, sedangkan sapi dengan
nilai terendah adalah sapi dengan nomor identitas 1929 sebesar 3 503 kg laktasi-1.
Besarnya nilai MPPA produksi susu diduga karena tingginya rata-rata produksi
susu populasi dan nilai ripitabilitas. Semakin tinggi produksi susu individu dan
populasi serta nilai ripitabilitas maka semakin tinggi nilai MPPA yang diperoleh.
Individu dengan nilai MPPA produksi susu yang tinggi diprediksi akan
menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang tinggi pula (Warwick et al.
1990).

Tabel 7 Data pendugaan MPPA
No

Kode
Ternak

1
3
2
1942
3
1949
4
1100
5
4
6
118831
7
1098
8
4214
9
1927
10
109
11
1947
12
1928
13
1028
14
83
15
1013
16
1014
17
1969
18
1929
Rata-rata

Prod SD
Laktasi
data 1

Prod SD
Laktasi
data 2

Ratarata

4 434
4 272
4 653
4 983
3 898
4 272
4 238
4 055
3 987
4 236
3 864
4 048
4 495
4 885
3 851
4 175
3 265
3 373

5 041
5 071
4 460
4 063
4 878
4 250
4 046
4 224
4 112
3 738
3 969
3 775
3 165
2 752
3 666
3 105
3 355
3095

4 738
4 671
4 557
4 523
4 388
4 261
4 142
4 139
4 050
3 987
3 916
3 911
3 830
3 819
3 759
3 640
3 310
3 234

MPPA

Kg
hari-1

4 510
4 466
4 389
4 367
4 276
4 191
4 111
4 109
4 049
4 007
3 960
3 957
3 902
3 894
3 854
3 775
3 554
3 503
4 049

14.8
14.6
14.4
14.3
14.0
13.7
13.5
13.5
13.3
13.1
13.0
13.0
12.8
12.8
12.6
12.4
11.7
11.5
13.3

Grade
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
D
D
D
D
D
D
D
D

10

Sapi dengan nilai MPPA yang telah didapatkan kemudian diseleksi untuk
dipertahankan di peternakan berdasarkan produksi yang tinggi. Umumnya ternak
yang dipertahankan adalah sekitar 50% peringkat terbaik dari populasi (Direktorat
Pembibitan 2012). Jika mengikuti standar dari direktorat pembibitan, maka sapi
dengan nomor urut 1-9 masuk kedalam sapi yang dipertahankan oleh peternak.
Sapi dengan identitas 3 dengan produksi sebesar 4 510 kg laktasi-1 berada pada
urutan 1, dan sapi dengan nomor identitas 1927 dengan produksi 4 049 kg laktasi-1
masuk kedalam urutan 9, atau dengan kata lain sapi tersebut merupakan sapi
dengan produksi terendah diantara sapi yang lain yang dipertahankan oleh
peternak.
Sapi di CV WWF sendiri tergolong memiliki produksi yang cukup baik
yaitu sebesar 13.3 kg ekor-1 hari-1, meskipun tidak sebagus di negara asalnya, hasil
tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian Herminus et al. (2015)
yaitu 6.1 L hari-1. Menurut Sudono (2003), Produksi rataan sapi perah di
Indonesia hanya mencapai 10.7 L ekor-1 hari-1 (3 264 L laktasi-1). Rata-rata
produksi sapi di peternakan ini mencapai 4 049 kg laktasi-1.

Biaya
Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi,
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Soekardono (2009), biaya produksi secara
teori terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya
dalam keadaan terbatas tidak berubah mengikuti perubahan aktivitas produksinya.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah kira-kira
sebanding dengan besarnya produksi. Sebelum mengetahui pendapatan peternak,
maka besarnya biaya produksi harus diketahui untuk kemudian dikurangi dengan
besarnya penerimaan. Total biaya variabel dan biaya tetap dapat dilihat pada
Tabel 6.

No
1
2
3
5
6

Tabel 8 Biaya tetap produksi susu
Jumlah
Harga
Persentase
Jenis Biaya
Satuan
1
(Rp)
liter (Rp)
(%)
-1
Penyusutan Peralatan
Hari
131 767
550
12.3
Penyusutan Bangunan Hari-1
33 781
141
3.2
-1
Penyusutan Kendaraan Hari
27 397
114
2.6
Biaya (listrik, telepon) Ekor-1 hari-1
2 083
157
3.5
-1
-1
Gaji Pegawai
Ekor hari
11 111
835
18.7
Total Biaya Tetap
1 798

11

No

Jenis Biaya

1 Biaya Pakan
2 Biaya Medis
3 Biaya IB
Total Biaya
Variabel
Total HPP

Tabel 9 Biaya variabel produksi susu
Jumlah harga liter-1
Satuan
(Rp)
(Rp)
Ekor-1 hari-1
Ekor-1 hari-1
Ekor-1 hari-1

33 700
1 000
822

Persentase (%)

2 534
75
62

56.7
1.7
1.4

2 671
4 469

100.0

Data pada Tabel 6 menunjukkan biaya tetap dan Tabel 7 menunjukkan
biaya variabel, jumlah dari biaya tetap liter-1 adalah sebesar Rp 1 798 dan biaya
variabel sebesar Rp 2 671. lebih besarnya biaya variabel dipengaruhi oleh biaya
pakan sebesar 56.7% dari total biaya yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Yusdja et al. (1995) bahwa biaya pakan usaha sapi perah dapat mencapai 62.5%
dari total biaya produksi. Dari biaya tersebut selanjutnya dapat dihitung Harga
Pokok Produk (HPP). Samryn (2001), mengatakan bahwa HPP merupakan nilai
investasi yang dikorbankan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi
yang komponennya terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik. Salah satu tujuan penetuan HPP suatu produk adalah untuk
menentapkan harga jual pasar.
Harga Pokok Produk (HPP) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
HPP full costing yang merupakan salah satu metode yang memperhitungkan
semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik, baik yang
berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi 2005). HPP yang didapatkan dari
hasil perhitungan sebesar Rp 4 469.

Pendapatan
Data MPPA yang didapatkan dari produksi susu yang telah distandardisasi
kemudian dihitung nilai ekonomisnya untuk mengetahui keuntungan dari setiap
ekor sapi selama satu laktasi. untuk mendapatkan keuntungan maka harus
diketahui HPP dari setiap liter susu, dan diketahui juga jumlah total penerimaan
yang didapatkan dari penjualan susu. Berdasarkan data MPPA yang didapat,
pendapatan per ekor sapi yang ada dapat dilihat pada Lampiran 5.
Rata-rata produksi susu di CV WWF adalah sebesar 4 049 kg laktasi-1
dengan rataan produksi per hari mencapai 13.3 kg ekor-1 hari-1. Dengan HPP
sebesar Rp. 4 469 dan harga jual susu mencapai Rp. 5 700 L-1, maka didapatkan
keuntungan rata-rata ekor-1 laktasi-1 sebesar Rp. 4 983 792 jika dikonversikan
pada keuntungan per hari maka didapatkan keuntungan sebesar Rp. 16 340 ekor-1
hari-1. Angka keuntungan tersebut cukup baik mengingat arti dari pedapatan
sendiri merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total. Dan untuk
memperoleh laba atau keuntungan maka jumlah penerimaan harus lebih besar dari
total biaya.

12

Sapi yang memiliki produksi tinggi juga akan mendapatkan keuntungan
yang tinggi, sapi dengan produksi tertinggi dengan rataan produksi harian
mencapai 14.8 kg ekor-1 hari-1 mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 18 204,
sedangkan sapi dengan produksi terendah dengan rataan produksi susu harian
sebesar 11.5 kg ekor-1 hari-1 mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 16 340.
Persentase sapi perah di CV WWF yang memiliki keuntungan diatas rata-rata
sebesar 50% atau 9 ekor dari 18 ekor, sedangkan 50% sisanya berada dibawah
rata-rata. Semua sapi yang ada di CV WWF mendapatkan keuntungan dengan
jumlah yang berbeda-beda, namun masih banyaknya sapi yang berada dibawah
nilai rata-rata perlu adanya peningkatan melalui manajemen yang lebih baik untuk
mendapatkan kulitas dan kuantitas yang lebih baik sehingga keuntungan yang bisa
didapat akan lebih besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Rataan produksi susu terstandar data ke-1 sebesar 4 165.7 kg Laktasi-1
sedangkan rataan produksi susu terstandar data ke-2 sebesar 3 931.4 kg Laktasi-1.
Kemampuan sapi perah di CV WWF untuk mengulang produksi susu pada
periode laktasi dimasa yang akan datang berada pada kategori rendah dengan nilai
ripitabilitas 0.1.
Rataan nilai pendugaan MPPA di CV WWF sebesar 4 049 kg Laktasi-1
dengan rataan produksi per hari mencapai 13.3 kg. Sapi yang dipertahankan untuk
dijadikan replacement stock adalah sapi dengan urutan 50% terbaik, dari populasi
18 ekor di perusahaan ini adalah sapi dengan nomor urut 1 sampai 9 dengan
rataan produksi urutan 1 kode ternak 3 sebesar 14.8 kg dan urutan 9 kode ternak
1927 dengan rataan produksi susu sebsesar 13.3 kg.
Rataan keuntungan harian yang didapatkan dari setiap ekor sebesar Rp. 16
340 dengan HPP yang didapat sebesar Rp. 4 469 Liter -1 dan rata-rata harga jual
Rp. 5 700 Liter-1.

Saran
Sapi perah betina yang memiliki nilai MPPA yang tinggi dianjurkan untuk
dipertahankan sebagai ternak pengganti untuk meningkatkan produksi susu
dimasa mendatang yang dengan meningkatnya produksi susu maka perusahaan
akan menerima keuntungan yang lebih banyak.

13

DAFTAR PUSTAKA
Agus PA. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah
Tahun 2003-2009 [skripsi]. Semarang (ID): Univesitas Diponegoro.
Alfiyani I. 2011. Nilai Ripitabilitas Lama Laktasi Dan Produksi Susu Sapi Perah
Peternakan Fries Holland (PFH) di PT. Susu Sehat Alami Jember [skripsi].
Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Anitasari S. 2011. Estimasi Nilai Ripitabilitas Produksi Susu Sapi Perah
Peranakan Fries Holland (PFH) di PT. Karunia-Kediri [skripsi]. Malang
(ID): Universitas Brawijaya.
Boediono. 1993. Ekonomi Makro Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi.
Yogyakarta (ID): Ed ke-2. BPFE
[DHIA] Australian Dairy Herd Improvement Report. 2012. National Herd
Recording Statistics 2012- 2013. Melbourne Victoria (AU): National
Improvement Association of Australia INC.
Gaspersz V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung (ID):
Tarsito.
Hadisutanto. 2008. Studi Tentang Beberapa Performan Reproduksi pada Berbagai
Paritas Induk dalam Formulasi Masa Kosong (Days Open) Sapi FH.
[Disertasi]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta
(ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.
Herminus Wu, Veronika YB, Agustinus AD. 2015. Estimasi nilai ripitabilitas dan
MPPA (Most Probable Producing Ability) produksi susu sapi FH di
peternakan Noviciat Claretian Benlutu kabupaten Timor Tengah Selatan. J
Anim Sci. 1(1):4-5.
Indrijani H, Anang A. 2009. Fixed regression test day model sebagai solusi pada
pendugaan nilai pemuliaan sapi perah. Ilmu Ternak & Veteriner (JITV). 4
(3) : 216-221.
Indrawan M, Richard BP, Jatna S. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta (ID):
Yayasan Obor Indonesia.
Lasley JF. 1972. Genetics of Livestock Improvement. New Delhi (IN): Ed ke-3
Printice-Hall of India Private Limited.
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Ed Ke-5. Yogyakarta (ID): Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Noor RR. 2010. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Pallawaruka. 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Bogor (ID): Diktat Kuliah
Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pirchner F. 1969. Population Genetics in Animals Breeding. San Francisco (US):
WH Freeman and Co.
Subandriyo. 1994. Seleksi pada induk sapi perah berdasarkan nilai pemuliaan.
Wartazoa. 3 (2) : 9-12
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Samryn. 2001. Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar. Cetakan Pertama. Jakarta
(ID): Raja Grafindo Persada.

14

Yusdja Y, Sayaka B, Reithmuller P. 1995. A study of cost structures of dairy
cooperatives and farmer incomes in East Java [Paper]. Australia (AU):
Research Institute for Animal Production and Departement of Economics.
The University of Quensland.

15

Lampiran 1 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari
Jumlah Hari Laktasi
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300

Umur ≤ 36 bulan
8.32
6.24
4.99
4.16
3.58
3.15
2.82
2.55
2.34
2.16
2.01
1.88
1.77
1.67
1.58
1.51
1.44
1.38
1.32
1.27
1.23
1.19
1.15
1.12
1.08
1.06
1.03
1.01

Umur > 36 bulan
7.42
5.57
4.47
3.74
3.23
2.85
2.56
2.32
2.13
1.98
1.85
1.73
1.64
1.55
1.48
1.41
1.35
1.30
1.26
1.22
1.18
1.14
1.11
1.09
1.06
1.04
1.03
1.01

Lampiran 2 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari
Hari
Faktor
Hari
305 – 308
1.00
337 – 340
309 – 312
0.99
341 – 344
313 – 316
0.98
345 – 348
317 – 320
0.97
349 – 352
321 – 324
0.96
353 – 356
325 – 328
0.95
357 – 360
329 – 332
0.94
361 – 364
333 – 336
0.93
365

Faktor
0.92
0.91
0.90
0.89
0.88
0.87
0.86
0.85

16

Lampiran 3 Faktor koreksi umur
Umur
(tahun - bulan)
1–9
1 – 10
1 – 11
2–0
2–1
2–2
2–3
2–4
2–6
2–7
2–8
2–9
2 – 10
2 – 11
3–0
3–1
3–3
3–4
3–5
3–6
3–7
3–8
3–9
3 – 10
3 – 11
4–0
4–1
4–2
4–3
4–4
4–5
4–6
4–7
4–8
4–9
4 – 10
4 – 11
5–0
5–1
5–2
5–3

FKU
1.37
1.35
1.33
1.31
1.30
1.29
1.28
1.26
1.24
1.23
1.22
1.21
1.20
1.19
1.18
1.17
1.15
1.14
1.13
1.12
1.12
1.11
1.10
1.10
1.09
1.08
1.07
1.06
1.05
1.05
1.04
1.04
1.03
1.03
1.03
1.03
1.03
1.03
1.02
1.02
1.02

Umur
(tahun - bulan)
5–4
5–5
5–6
5–7
5–9
5 – 10
5 – 11
6–0
6–1
6–2
6–3
6–4
6–5
6–6
6–7
6–8
6–9
6 – 10
6 – 11
7– 0
7– 1
7– 2
7– 3
7– 4
7– 5
7– 6
7– 8
7– 9
7 – 10
7 – 11
8–0
8–1
8–2
8–3
8–4
8–5
8–6
8–7
8–8
8–9
8 – 10

FKU
1.02
1.02
1.02
1.01
1.01
1.01
1.01
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1.01
1.01
1.01
1.02
1.02

Umur
(tahun - bulan)
8 – 11
9–0
9–1
9–2
9–3
9–4
9–5
9–6
9–7
9–8
9–9
9 – 10
9 – 11
10 – 0
10 – 1
10 – 2
10 – 3
10 – 8
10 – 9
10 – 10
10 – 11
11 – 0
11 – 1
11 – 2
11 – 3
11 – 6
11 – 7
11 – 10
11 – 11
12 – 2
12 – 3
12 – 6
12 – 7
12 – 10
12 – 11
13 – 2
13 – 3
13 – 6
13 – 7
13 – 11
14 - 0

FKU
1.02
1.02
1.02
1.02
1.03
1.03
1.03
1.03
1.03
1.03
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.05
1.05
1.06
1.06
1.06
1.06
1.06
1.06
1.07
1.07
1.08
1.08
1.09
1.09
1.10
1.10
1.11
1.11
1.12
1.12
1.13
1.13
1.14
1.14
1.15

17

Lampiran 4 Faktor koreksi frekuensi pemerahan
3x Diperah

4 X Diperah

2-3

Umur (tahun)
3-4

4

2-3

Umur (tahun)
3-4

105 – 115

0.93

0.94

0.95

0.88

0.88

0.91

116 – 125

0.92

0.93

0.94

0.87

0.87

0.90

126 – 135

0.92

0.93

0.94

0.87

0.87

0.90

136 – 145

0.91

0.93

0.93

0.86

0.86

0.89

146 – 155

0.91

0.92

0.93

0.85

0.85

0.88

156 – 165

0.90

0.92

0.93

0.84

0.84

0.88

166 – 175

0.90

0.91

0.92

0.83

0.83

0.87

176 – 185

0.89

0.91

0.92

0.82

0.82

0.86

186 – 195

0.89

0.90

0.91

0.82

0.82

0.86

196 – 205

0.88

0.90

0.91

0.81

0.81

0.85

206 – 215

0.88

0.89

0.90

0.80

0.80

0.85

216 – 225

0.87

0.89

0.90

0.79

0.79

0.84

226 – 235

0.87

0.88

0.90

0.79

0.79

0.83

236 – 245

0.86

0.88

0.89

0.78

0.78

0.83

246 – 255

0.86

0.87

0.89

0.77

0.77

0.82

256 – 265

0.85

0.87

0.88

0.77

0.77

0.82

266 – 275

0.85

0.86

0.88

0.76

0.76

0.81

276 – 285

0.84

0.86

0.88

0.75

0.75

0.80

286 – 295

0.84

0.85

0.87

0.75

0.75

0.80

296 – 305

0.83

0.85

0.87

0.74

0.74

0.79

Jumlah hari
diperah

4

18

Lampiran 5 Data pendapatan produksi susu
Kode
No
Ternak

Prod SD
Laktasi data
1

Ratarata

5 041
5 071
4 460
4 063
4 878
4 250
4 046
4 224
4 112
3 738
3 969
3 775
3 165
2 752
3 666
3 105
3 355
3 095

4 738
4 671
4 557
4 523
4 388
4 261
4 142
4 139
4 050
3 987
3 916
3 911
3 830
3 819
3 759
3 640
3 310
3 234

MPPA

Kg
hari-1

4 510
4 466
4 389
4 367
4 276
4 191
4 111
4 109
4 049
4 007
3 960
3 957
3 902
3 894
3 854
3 775
3 554
3 503
4 049
287
7

14.8
14.6
14.4
14.3
14.0
13.7
13.5
13.5
13.3
13.1
13.0
13.0
12.8
12.8
12.6
12.4
11.7
11.5
13.3
1
7

Grade

HPP
(Rp)

Penerimaan
(Rp)

Biaya (Rp)

C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
D
D
D
D
D
D
D
D

4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469
4 469

25 708 641
25 454 295
25 017 402
24 889 465
24 372 373
23 886 978
23 434 426
23 423 924
23 080 596
22 842 290
22 570 950
22 552 237
22 241 943
22 198 216
21 969 267
21 516 333
20 257 018
19 967 156
23 076 862

20 156 476
19 957 061
19 614 521
19 514 214
19 108 795
18 728 229
18 373 412
18 365 178
18 095 997
17 909 157
17 696 417
17 681 745
17 438 464
17 404 180
17 224 676
16 869 560
15 882 213
15 654 951
18 093 069

Keuntungan
Laktasi-1 (Rp)
5 552 164
5 497 235
5 402 881
5 375 251
5 263 577
5 158 749
5 061 014
5 058 746
4 984 599
4 933 133
4 874 533
4 870 492
4 803 479
4 794 036
4 744 591
4 646 773
4 374 805
4 312 205
4 983 792

Keuntungan
Hari-1 (Rp)
18 204
18 024
17 714
17 624
17 258
16 914
16 593
16 586
16 343
16 174
15 982
15 969
15 749
15 718
15 556
15 235
14 344
14 138
16 340

8 823 764

18

1
3
4 434
2 1942
4 272
3 1949
4 653
4 1100
4 983
5
4
3 898
6 118831
4 272
7 1098
4 238
8 4214
4 055
9 1927
3 987
10
109
4 236
11 1947
3 864
12 1928
4 048
13 1028
4 495
14
83
4 885
15 1013
3 851
16 1014
4 175
17 1969
3 265
18 1929
3 373
Rata-rata
SB
KK(%)
Keuntungan Bulan -1

Prod SD
Laktasi data
2

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10
Desember 1992 merupakan anak tunggal dari pasangan bapak Mahfud dan ibu
Chaeriyah. Pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Ciledug Kulon dan lulus pada
tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di
SMPN 1 Ciledug dan lulus pada tahun 2008 dan Tahun 2011 lulus dari MAN
Ciledug. Pendidikan penulis dilanjutkan di Program Keahlian Teknologi dan
Manajemen Ternak Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan lulus pada tahun 2014. Penulis
berkesempatan untuk melanjutkan ke program sarjana pada tahun 2014 di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi anggota Gabungan
Mahasiswa Pertanian (GAMAPERTA) dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan
Indonesia (ISMAPETI). Penulis pernah melaksanakan praktik kerja lapangan di
Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm, Bogor Jawa Barat dan PT Rejo
Sari Bumi Unit Tapos yang merupakan Peternakan Sapi Perah di wilayah Ciawi
Kabupaten Bogor Jawa Barat.