Penciri Fisiologi Kecepatan Pertunasan Umbi Garut (Maranta Arundinacea L.)

PENCIRI FISIOLOGI KECEPATAN PERTUNASAN UMBI
GARUT (Maranta arundinaceae L.)

RENA UKHRAENAH

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penciri Fisiologi
Kecepatan Pertunasan Umbi Garut (Maranta arundinaceae L.) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Rena Ukhraenah
NIM G34110085

ABSTRAK
RENA UKHRAENAH. Penciri Fisiologi Kecepatan Pertunasan Umbi Garut
(Maranta arundinacea L.). Dibimbing oleh TRIADIATI dan RITA MEGIA.
Maranta arundinacea L. (garut, Marantaceae) adalah tanaman yang
berasal dari daerah Amerika tropis yang telah dibudidayakan secara luas
termasuk di Indonesia. Umbi garut yang berasal dari daerah berbeda mempunyai
kecepatan bertunas yang berbeda. Hal ini terjadi karena pertunasan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya faktor fisiologis. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis penciri fisiologi yang meliputi kadar ZPT internal dan enzim αamilase yang mempengaruhi kecepatan pertunasan umbi garut pada aksesi yang
berbeda. Umbi garut aksesi Bantul dan Krajan yang digunakan dalam penelitian
ini ditanam dengan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor perlakuan yang
digunakan yaitu kelembapan media tanam, penyinaran, dan aksesi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aksesi tidak mempengaruhi kecepatan pertunasan.
Kandungan α-amilase umbi garut aksesi Krajan lebih tinggi daripada aksesi
Bantul. Faktor fisiologi berupa hormon tidak mempengaruhi kecepatan pertunasan.

Kata kunci: α-amilase, gelap, GA3, IAA, pertunasan, umbi Garut.

ABSTRACT
RENA UKHRAENAH. Physiological Markers of Shoot Initiation Rate on
Arrowroot (Maranta arundinacea L.). Supervised by TRIADIATI and RITA
MEGIA.
Maranta arundinacea L. (arrowroot, Marantaceae) is a native of tropical
America and widely cultivated in many countries including Indonesia. Arrowroot
tubers from different region have different shoot initiation rate. It was influenced
by several factors, including physiological factors i.e. plant growth regulator
(PGR) content and amylase enzyme. The aim of this study was to analyze the
physiology markers i.e. PGR and α-amylase enzyme content that affect the shoot
initiation rate of arrowroot tubers from different accession. Arrowroot tubers from
Bantul and Krajan accessions this study were planted with a factorial randomized
block design. Treatments were used in this study i.e. humidity of planting
medium, light, and accessions. The results showed that the arrowroot accession
did not affect the shoot initiation rate. The level of α-amylase of arrowroot tubers
Krajan accession was higher than those of Bantul accession. Physiological factors
such as hormone did not affect the shoot initiation rate.
Keywords: α-amylase, dark condition, GA3, IAA, shoot initiation, arrowroot

tubers

PENCIRI FISIOLOGI KECEPATAN PERTUNASAN UMBI
GARUT (Maranta arundinaceae L.)

RENA UKHRAENAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Alhamduulillahirabbal’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Penciri Fisiologi Kecepatan Pertunasan Umbi Garut
(Maranta arundinaceae L.)
Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Triadiati MSi dan Ibu Dr Rita
Megia DEA selaku pembimbing atas pengarahan, teladan, kesabaran, waktu, serta
nasehat yang diberikan kepada penulis selama penelitian hingga penulisan karya
ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada penguji wakil Departemen Bapak Dr
Berry Juliandi MSi. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Suhaemi, Ayah
Busro, Kakak penulis Ukit Nuryakin dan Uhmayudin, serta Adik Dede Rina
Utariah atas segala doa dan dukungannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada Wiwi Uliyati SE, Shara Zen, Suci Wulandari, teman-teman Biologi 48
(khususnya Jeane Siswitasari Mulyana SSi, Rizky Dwi Satrio SSi, Miftahul Huda
Fendiyanto SSi, Suci Dwi Rahmawati SSi, Yulianingsih, Muhammad Fadhil
Amin, Rina Pangastuti), LBD Crew, keluarga Wisma QQ, keluarga Serum-G, dan
BEM KM 2014 atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya. Penulis juga
ucapkan kepada Bapak Asep, Kakak Laksmi, dan Kakak Pinta atas bantuan yang
diberikan selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
kita semua.


Bogor, Maret 2016
Rena Ukhraenah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan

2

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2


Metode

2

HASIL

4

PEMBAHASAN

7

SIMPULAN

8

DAFTAR PUSTAKA

8


LAMPIRAN

11

RIWAYAT HIDUP

13

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata kandungan ZPT pada aksesi berbeda

6

DAFTAR GAMBAR
1 Rata-rata kecepatan pertunasan umbi garut (jumlah tunas) pada perlakuan
penyinaran dan kelembapan media 50%
4
2 Rata-rata kecepatan pertunasan umbi garut (jumlah tunas) pada perlakuan
penyinaran dan kelembapan media 90%
4

3 Rata-rata kecepatan pertunasan umbi garut (tinggi tunas) pada perlakuan yang
berbeda
5
4 Rata-rata pertambahan jumlah tunas minggu I dan minggu VIII pengamatan 5
5 Rata-rata tinggi tunas umbi garut pada minggu VIII
6
6 Rata-rata kandungan α-amilase pada perlakuan aksesi yang berbeda
6

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Hasil uji ANOVA jumlah tunas
Hasil uji ANOVA tinggi tunas

11
12

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Garut (Maranta arundinacea L.) termasuk anggota famili Marantaceae,
berasal dari daerah Amerika tropis yang telah dibudidayakan secara luas di
negara-negara seperti India, Srilanka, Australia, Indonesia, dan Filipina. Tanaman
ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 m dpl yang memiliki tanah lembap dan
terlindung dari sinar matahari langsung (Sastrapradja et al. 1977). Daerah
persebaran tanaman garut di Indonesia meliputi Sumatra, Madura, Jawa hingga
Ternate. Di daerah Jawa, tanaman ini tumbuh pada tempat yang memiliki
ketinggian tempat yang bervariasi, seperti di Bantul (60 m dpl), Krajan (320 m
dpl), Kendalsari (680 m dpl), dan Begawat (850 m dpl). Garut berpotensi sebagai
alternatif pangan fungsional dalam terapi diet bagi penderita diabetes. Marsono et
al. (2005) menyatakan bahwa umbi garut mengandung banyak pati dan senyawa
lainnya dengan jumlah serat yang tinggi. Selain itu, umbi garut juga dapat
dijadikan sebagai obat luka (Kay 1973). Tepung garut dapat digunakan sebagai
pemadat media kultur jaringan, dengan hasil pertumbuhan tanaman yang tidak
berbeda nyata dengan agar/gelrite yang biasa digunakan (Gonzales dan Sosa
2006).
Perbanyakan garut dilakukan dengan umbi yang mempunyai titik tumbuh

untuk tunas. Pertunasan pada umumnya dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh
yaitu auksin, giberelin, dan sitokinin. IAA merupakan hormon Auksin yang
mempunyai efek pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Zhao 2010).
Auksin diantaranya berperan pada pembentukan akar (Casimiro et al. 2001) dan
dominansi apikal tajuk (Booker et al. 2003). Giberelin merupakan salah satu
fitohormon penting yang mempunyai fungsi esensial dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Auzanneau et al. 2011; Liu et al. 2011), berperan dalam
pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pertumbuhan beberapa jenis tanaman
(Mahmoody dan Noori 2014). Giberelin juga diketahui berperan dalam memacu
perkecambahan (Grappin et al. 2000; Kaur et al. 2000) dan merupakan sinyal
untuk ekspresi gen enzim α-amilase (Jacobsen dan Chandler 1987; Nolan dan Ho
1988). Enzim ini mengkatalisis perombakan pati menjadi glukosa yang
menyediakan energi untuk pertumbuhan akar dan pertunasan (Akazawa dan HaraMishimura 1985; Beck dan Ziegler 1989). Sitokinin merupakan fitohormon yang
berperan dalam perbanyakan sel, morfogenesis tunas dan akar, pengambilan
nutrient, perkembangan vaskular, respon terhadap cahaya, dan senesensi (Taiz dan
Zeiger 2010).
Berdasarkan pengamatan di lapang umbi garut yang berasal dari daerah
yang berbeda mempunyai kecepatan bertunas yang berbeda. Hal ini terjadi karena
pertunasan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa
faktor fisiologis dari tanaman tersebut, sedangkan faktor eksternal berupa faktor
dari lingkungan. Perbedaan kecepatan pertumbuhan tunas umbi garut ini erat
kaitannya dengan faktor fisiologi yang mempengaruhinya. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Liao et al. (2005) terhadap gandum menunjukan bahwa benih

2

gandum yang diberi perlakuan GA3 memiliki kecepatan bertunas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan. Selain itu, telah
dilaporkan bahwa peningkatan aktifitas α-amilase meningkatkan pemanjangan
tunas pada tulip (Lambrechts et al. 1994; Komiyama et al. 1997). Pengaruh faktor
internal terhadap kecepatan pertunasan pada umbi garut belum pernah dilaporkan.
Untuk itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui faktor
fisiologi yang mempengaruhi kecepatan pertunasan umbi garut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis penciri fisiologi yang mempengaruhi
kecepatan pertunasan umbi garut (Maranta arundinacea L.) dari aksesi yang
berbeda.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekuler
dan Rumah kaca Departemen Biologi FMIPA, IPB Bogor dari Bulan Februari
hingga Juli 2015.
Alat dan Bahan
Bahan penelitian terdiri dari umbi garut aksesi Bantul dan aksesi Krajan,
Soluble starch (Merck), DNS (3,5 dinitro salicilic acid), buffer asetat, metanol,
kloroform, 2N ammonium hidroksida, akuades, HCL 7N, NaOH 7N, dan etilasetat.
Alat yang digunakan diantaranya: spektrofotometer UV-VIS Double Beam,
spektronic 20D+, centrifuge, dan Inkubator
Metode
Kecepatan Pertunasan
Umbi garut ditanam pada tanah biasa dalam polybag di rumah kaca. Perlakuan
gelap dilakukan dengan sungkup berwarna hitam. Rancangan penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
Faktor pertama adalah penyinaran dan terdiri dari dua taraf yaitu sinar matahari
(PI) dan gelap (PII). Faktor yang kedua adalah kelembapan media yang terdiri dari
dua taraf yaitu 50% (A1) dan 90% (A2). Faktor yang ketiga yaitu aksesi terdiri
dari dua taraf yaitu Bantul (B) dan Krajan (K). Setiap unit percobaan diulang
sebanyak 5 kali. Parameter yang yang diukur adalah kecepatan pertunasan (tinggi
dan jumlah tunas) diukur setiap minggu selama 8 minggu.
Analisis ZPT [IAA, GA3, dan Kinetin; Unyayar et al. (1996)]
Analisis ZPT dilakukan pada umbi segar yang belum bertunas. Sebanyak 5 g
umbi diekstrak dengan cara digerus, kemudian dilarutkan dengan metanol,
kloroform dan 2N ammonium hidroksida (12:5:3 v/v/v) sebanyak 100 ml. Ekstrak

3

yang diperoleh kemudian disaring dan ditambahkan akuades sebanyak 22.4 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan selama 24 jam.
Fase cair diambil, sedangkan fase kloroform dibuang. Selanjutnya pH pada fase
cair diatur menjadi 2.5 dengan menambahkan HCl 7N, kemudian diekstraksi
sebanyak 3 kali dengan menggunakan 15 ml etilasetat, kemudian didiamkan. Fase
etilasetat dipisahkan dari fase cair. Fase etilasetat yang didapat diharapkan
mengandung IAA dan GA3. Fase cair yang telah dipisahkan diatur pHnya menjadi
7 dengan menambahkan 7 N NaOH kemudian diekstraksi kembali sebanyak 3 kali
dengan menggunakan 15 ml etilasetat. Ekstrak IAA, GA3, dan Kinetin yang
diperoleh selanjutnya dievaporasi. Ekstrak kering yang diperoleh kemudian
dilarutkan menggunakan 10 ml metanol. Kemudian diukur menggunakan
spektroforometri UV-VIS pada panjang gelombang masing-masing 253 nm untuk
GA3, 280 nm untuk IAA, dan 269 nm untuk kinetin. Percobaan diulang sebanyak
3 kali.
Analisis α-amilase (AOAC 1995)
Analisis α-amilase dilakukan pada umbi segar yang belum bertunas. Sebanyak
1 g umbi ditambahkan 5 mL buffer asetat 0,2 M pH 5. Umbi yang sudah hancur
disimpan selama 10 menit sambil sekali-sekali dikocok kemudian dilakukan
penyaringan dengan kapas. Filtrat yang dihasilkan disentrifugasi selama 20 menit
dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu 5 ºC. Supernatan (ekstrak enzim) yang
dihasilkan diukur volumenya. Selanjutnya, sebanyak 1 mL filtrat enzim hasil
ekstraksi ditambahkan dengan 1 mL larutan substrat (soluble starch), kemudian
diinkubasi selama 3 menit pada suhu optimum 30 ºC. Reaksi enzim dilanjutkan
dengan penambahan 2 mL DNS (3,5 dinitro salicilic acid) kemudian ditambahkan
20 mL akuades dan serapan diukur dengan Spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm. Percobaan diulang sebanyak 3 kali.
Analisis Statistik
Analisis data dilakukan dengan ANOVA dilakukan pada data hasil kecepatan
pertunasan (tinggi dan jumlah tunas per-umbi). Bila ada uji nyata dilakukan uji
Duncan pada p

Dokumen yang terkait

Analisis keragaman genetik dan tanggap tanaman garut (Maranta arundinacea L.) terhadap intensitas cahaya matahari

0 17 143

Analisis keragaman genetik dan tanggap tanaman garut (Maranta arundinacea L) terhadap intensitas cahaya matahari

0 2 133

Pengaruh Hidroksipropilasi pati garut (Maranta arundinacea L) dan jenis pemlastis terhadap karakteristik film edibel

0 3 115

PERSEPSI PETANI TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT (Maranta arundinacea L) DI KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

1 6 92

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG PATI GARUT (Maranta Arundinacea L) PADA DAYA KEMBANG DAN DAYA Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dan Tepung Pati Garut (Maranta Arundinacea L) Pada Daya Kembang Dan Daya Terima Donat.

0 4 13

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG PATI GARUT (Maranta Arundinacea L) PADA DAYA KEMBANG DAN DAYA Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dan Tepung Pati Garut (Maranta Arundinacea L) Pada Daya Kembang Dan Daya Terima Donat.

0 2 12

UJI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN GARUT ( Maranta arundinacea L ) PLANTING DISTANCE AND COMPOSE FERTILIZER DOSSAGE EFFECT TO WARD THE GROWTH OF GARUT(Maranta arundinacea L)

0 0 8

STRATEGI PENGEMBANGAN SENTRA INDUSTRI KECIL EMPING GARUT ( Maranta arundinacea L )

1 3 111

Penelitian tentang perbanyakan garut (Maranta arundinacea L) dari bibit cabutan sisa panen

0 0 9

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA PATI GARUT (Maranta arundinacea L.) INSTAN EFFECT OF DRYING TEMPERATURES TO THE PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF INSTAN ARROWROOT (Maranta arundinacea L.) STARCH

0 0 13