Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian

APLIKASI CHANGE POINT ANALYSIS (CPA) PADA DATA
CURAH HUJAN HARIAN

MARCO BONA TUA

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Change Point
Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Marco Bona Tua
NIM G14090061

ABSTRAK
MARCO BONA TUA. Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah
Hujan Harian. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan DIAN
KUSUMANINGRUM.
Perubahan rata-rata curah hujan yang tinggi dapat dianalisis dengan
menggunakan Change Point Analysis (CPA). Pada setiap titik perubahan, CPA
menganalisis secara rinci berdasarkan tingkat kepercayaan dan selang
kepercayaan yang diperoleh dengan metode bootstrap. CPA dilakukan pada data
curah hujan harian bulan basah yaitu pada bulan Oktober sampai Maret tahun
1996, 1999, 2002, 2007 dan 2008 di stasiun Pondok Betung Jakarta serta tahun
2007 dan 2008 di stasiun Darmaga Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
CPA dapat mendeteksi perubahan rata-rata saat curah hujan tinggi di stasiun
Pondok Betung Jakarta dan Darmaga Bogor pada bulan Januari dan Februari.
Selain menganalisis perubahan rata-rata curah hujan harian menggunakan CPA
berdasarkan data historis, peramalan menggunakan model ARIMA juga dilakukan
dan pola curah hujan hasil ramalan dianalisis menggunakan CPA. Namun model

ARIMA (0,1,1) tidak tepat dalam meramalkan curah hujan harian sehingga pola
perubahan tidak terdeteksi dengan baik.
Kata kunci: ARIMA, Bootstrap, CPA, Curah Hujan, CUSUM.

ABSTRACT
MARCO BONA TUA. Application Change Point Analysis (CPA) on the Daily
Rainfall Data. Supervised by AJI HAMIM WIGENA and DIAN
KUSUMANINGRUM.
The highly change on the rainfall average can be analyzed by using the
Change Point Analysis (CPA). At any change point, CPA analyzes it in detail
according to the confidence level dan confidence interval which is obtained by
bootstrap methods. CPA was done on daily rainfall data of wet months in October
to March 1996, 1999, 2002, 2007, and 2008 at Pondok Betung Jakarta station as
well as in 2007 and 2008 at Darmaga Bogor station. The results show that CPA
can detect the average changes when rainfall is high at Pondok Betung Jakarta and
Darmaga Bogor station in January and February. Besides to analyze the daily
average change of rainfall using CPA which is based on historical data,
forecasting using ARIMA model was also conducted and the pattern forecasted
rainfall was also analyzed using CPA. However, ARIMA model (0,1,1) did not
precisely forecast the daily rainfall so the pattern of change was not detected well.

Key words: ARIMA, Bootstrap, CPA, Rainfall, CUSUM.

APLIKASI CHANGE POINT ANALYSIS (CPA) PADA DATA
CURAH HUJAN HARIAN

MARCO BONA TUA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan

Harian
Nama
: Marco Bona Tua
NIM
: G14090061

Disetujui oleh

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Pembimbing I

Dian Kusumaningrum, SSi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Judu! Skripsi : Aplikasi Chunoe Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan
Harian
Nama
: Marco Bona T ua
NIM
: G14090061

Disetujui o!eh

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Pembimbing I

Tanggal Lulus: }

1 JAN Zui'J

Dian Kusumaningrum, SSi MSi
Pembimbing II


PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Klimatologi dengan Judul Aplikasi
Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
dan Ibu Dian Kusumaningrum SSi MSi selaku pembimbing serta Bapak Dr
Kusman Sadik MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu penulis
sampaikan terima kasih kepada Bapak Ir Satrio Wiseno Mphil MM yang telah
memberikan inspirasi sehingga penulis mengangkat topik Change Point Analysis
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada Mama
dan (alm) Papah serta kak Vero, bang Rico, dan Gettro yang senantiasa
memberikan doa dan kasih sayang selama penyelesaian karya ilmiah ini. Astuti,
Filza, Hafid, Imam sebagai teman seperjuangan skripsi atas kebersamaan selama
ini dan teruntuk teman-teman seperjuangan Statistika 46 atas motivasi dan
dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mohon
maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam pembuatan karya
ilmiah ini.


Bogor, Januari 2014
Marco Bona Tua

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

9


Latar Belakang

9

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Data

2


Metode

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Eksplorasi Data

7

Change Point Analysis

9

Model ARIMA
SIMPULAN DAN SARAN

12

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL


1 Titik perubahan curah hujan harian staisun klimatologi Darmaga
2 Verifikasi kejadian banjir besar Jakarta terhadap hasil analisis CPA
3 Estimasi parameter Model ARIMA
4 Nilai AIC dan SBC model ARIMA

11
11
14
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Plot deret waktu curah hujan stasiun klimatologi Pondok Betung
Plot deret waktu curah hujan harian bulan basah stasiun Darmaga
Plot deret waktu curah hujan harian Oktober sampai Desember 2007
Plot ACF dan PACF curah hujan harian yang telah stasioner
Plot data aktual dan ramalan curah hujan harian Januari sampai Maret

7
8
12
13
15

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Titik perubahan curah hujan harian stasiun Pondok Betung
Grafik pengendali individu curah hujan harian
Grafik CUSUM curah hujan harian
Uji Stasioneritas Ragam
Plot data curah hujan yang belum stasioner rata-rata
Plot korelasi diri data yang belum stasioner
Plot data curah hujan yang telah stasioner rata-rata
Uji ADF pembedaan ordo satu
Pemeriksaan sisaan dengan uji Ljung-Box
Uji kenormalan sisaan ARIMA (0,1,1)
Uji Signifikansi Parameter Overfitting Model ARIMA (0,1,1)
Pemeriksaan sisaan uji Ljung-Box ARIMA (0,1,2)

18
19
21
23
24
24
25
25
25
27
27
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Curah hujan yang tinggi di Indonesia sebagai salah satu faktor pemicu banjir
dipengaruhi oleh tiga hal yaitu penguapan, aktivitas di Samudra Pasifik, dan di
Samudra Hindia (BMKG 2013). Aktivitas Samudera Pasifik mempengaruhi
banyak wilayah di Indonesia, meliputi Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Bali, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera bagian selatan, serta Jakarta. Jakarta
sebagai pusat pemerintahan sering mengalami banjir disetiap tahunnya. Sampai
pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga
250-300 mm, melebihi kondisi Banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200 mm,
namun masih di bawah kondisi Banjir Jakarta 2007 yang mencapai 340 mm1).
Penyebab permasalahan banjir di Jakarta ada tiga yaitu kiriman air yang begitu
tinggi dari daerah sekitarnya, naiknya air laut hingga 2 meter, dan hujan lokal
yang semakin tinggi intensitasnya sekitar 125 mm/hari (BMKG 2013).
Seperti telah kita ketahui banjir di Jakarta tidak hanya disebabkan oleh
permasalahan di Jakarta saja. Curah hujan yang tinggi di wilayah yang berbatasan
langsung dengan Jakarta seperti Bogor menjadi salah satu penyebab banjir di
Jakarta. Bogor yang dikenal sebagai kota hujan memiliki curah hujan rata-rata
setiap tahun sekitar 3.500- 4.000 mm2) mengakibatkan Jakarta menerima banjir
kiriman dari Bogor disaat musim hujan tiba.
Perubahan pola intensitas curah hujan di Bogor dan Jakarta dapat dianalisis
dengan Change Point Analysis (CPA). CPA dapat digunakan untuk mendeteksi
perubahan rata-rata sehingga dapat melihat pola perubahan rata-rata curah hujan
saat mengalami penurunan, peningkatan, atau tidak ada perubahan selama periode
tertentu. Selain itu jika terjadi perubahan apakah lebih dari satu perubahan terjadi
dan kapan titik perubahan tersebut terjadi. Salah satu pendekatan pada CPA
adalah penggunaan grafik jumlah kumulatif atau Cumulative Sum (CUSUM).
Analisis titik perubahan pada grafik CUSUM berdasarkan tingkat kepercayaan
untuk setiap perubahan. CPA menganalisis secara rinci berdasarkan tingkat
kepercayaan yang menunjukkan kemungkinan bahwa perubahan itu terjadi dan
selang kepercayaan yang menunjukkan kapan perubahan itu terjadi. Tingkat
kepercayaan dihitung menggunakan bootstrap karena sebaran populasi data tidak
diketahui.
CPA telah digunakan dalam berbagai bidang. Rina (2010) menggunakan
CPA sebagai analisis pada pola pangsa pasar penjualan kartu perdana selular.
Selain di bidang bisnis dan ekonomi, Carley (2007) menggunakan CPA pada
bidang kedokteran untuk mengetahui perubahan rata-rata angka kematian
penderita penyakit HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan CPA pada bidang
klimatologi, khususnya pada data curah hujan harian periode bulan basah.
Pada penelitian ini selain mencari titik perubahan rata-rata curah hujan,
dilakukan pula peramalan curah hujan untuk periode mendatang. Salah satu teknik
1

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/18/214455243/Beda-Curah-Hujan-Jakarta-2007dengan-2013
2
http://www.kotabogor.go.id/investasi/potensi-kota

2
peramalan yang digunakan adalah metode deret waktu, yaitu model AutoRegressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau model gabungan autoregresi dengan rata-rata bergerak. Model ARIMA adalah model yang
menggunakan data masa lalu dan sekarang dari peubah respon untuk
menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat (Arsyad 2001). Penelitian ini
menggunakan model peramalan yang terbentuk dengan metode ARIMA, sehingga
dari hasil peramalan akan dicari titik perubahan rata-rata dengan menggunakan
CPA.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menerapkan pendekatan Mean Square Error
(MSE) CPA dalam mendeteksi perubahan rata-rata curah hujan harian di Jakarta
dan Bogor dalam periode banjir besar Jakarta dan memprediksi titik perubahan
rata-rata hasil peramalan curah hujan dengan model ARIMA.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai salah satu
cara mendeteksi perubahan rata-rata curah hujan sehingga dapat diperoleh
gambaran mengenai pola dan periode perubahan yang terjadi.

METODE
Data
Penelitian ini merupakan studi kasus pada data curah hujan harian periode
banjir besar di stasiun klimatologi Pondok Betung dan di stasiun klimatologi
Darmaga pada saat bulan basah yaitu bulan Oktober sampai bulan Maret. Banjir
besar adalah intensitas curah hujan yang cukup tinggi, yaitu di atas 100 mm/hari
(BMKG 2013). Sedangkan kriteria yang digunakan untuk menentukan bulan
basah, bulan lembab dan bulan kering adalah sebagai berikut: Pada bulan basah
(BB) jumlah curah hujan lebih dari 100 mm/bulan, bulan lembab (BL) jumlah
curah hujan antara 60-100 mm/bulan, dan bulan kering (BK) jumlah curah hujan
kurang dari 60 mm/bulan. Data pada penelitian ini diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta dan Bogor. Data curah
hujan harian di Bogor dari bulan Oktober 2006 sampai dengan Maret 2007 dan
bulan Oktober 2007 sampai dengan Maret 2008 dan di stasiun klimatologi Pondok
Betung periode banjir besar pada tahun 1984, 1989, 1994, 1996, 1997, 1999,
2002, 2007, dan 2008.

3
Metode
Pada penelitian ini dilakukan analisis untuk mendeteksi titik perubahan ratarata dengan CPA. Prosedur yang digunakan untuk melakukan CPA menggunakan
kombinasi grafik CUSUM dan bootstrap dengan mengasumsikan bahwa sisaan
bersifat independen dan identik (Taylor 2000). Metode CPA menggunakan
algoritma rekursif dengan menggunakan perangkat lunak Change Point Analyzer
version 2.3 dengan masa percobaan selama 30 hari. Setelah itu dilakukan
peramalan data curah hujan harian bulan Januari sampai dengan Maret tahun 2008
di stasiun klimatologi Pondok Betung dengan menggunakan data bulan Oktober
sampai dengan Desember tahun 2007. Salah satu teknik peramalan yang
digunakan yaitu model ARIMA. Tahapan metode yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi eskplorasi data dengan membuat plot deret waktu untuk
melihat perubahan pola data curah hujan harian di Bogor dan Jakarta dan untuk
mengetahui intensitas curah hujan harian maksimum di setiap tahun.
Tahapan-tahapan Change Point Analysis (CPA) adalah:
A. Mengitung besarnya perubahan penduga (Sdiff) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata curah hujan harian
2. Menghitung nilai CUSUM sehingga didapatkan S0, S1, .., Sn.
didefinisikan
dan
̅ untuk
dimana:
Sk = Jumlah kumulatif simpangan sampai contoh ke-k
xk = nilai untuk contoh ke-k
̅ = nilai tengah
3. Menghitung besarnya perubahan penduga yang didefinisikan sebagai
Sdiff = Smax - Smin , dimana:
Smax =
i dan Smin =
i
dengan:
Sdiff = besarnya perubahan penduga
Smax = nilai maksimum jumlah kumulatif simpangan
Smin = nilai minimum jumlah kumulatif simpangan
B. Membuat plot grafik jumlah kumulatif untuk memperoleh gambaran
mengenai pola perubahan yang terjadi.
C. Pengujian hipotesis untuk menguji ada atau tidaknya titik perubahan dengan
metode bootstrap.
1. Hipotesis statistik:
Ho: Sdiff = 0 (tidak ada titik perubahan)
H1: Sdiff > 0 ( ada titik perubahan)
2. Menentukan α yang digunakan. Pada penelitian ini α yang digunakan
adalah 10%.
3. Lakukan proses sampling tanpa pengembalian menggunakan metode
bootstrap. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Ambil contoh acak (ns = n) ,
, ...,
dari n data asli.
b. Berdasarkan contoh acak bootstrap, hitung bootstrap CUSUM,

4
notasikan
c. Hitung

,
,

,..,
.
dan

berdasarkan bootstrap CUSUM.

d.Tentukan apakah besarnya perubahan penduga (
) lebih kecil
daripada besarnya perubahan penduga yang asli (Sdiff).
e. Ulangi langkah a sampai dengan d sebanyak ulangan bootstrap (B)
yaitu 1000 kali.
4. Menghitung tingkat kepercayaan bagi Sdiff :
Tingkat kepercayaan hitung =
× 100%
x adalah banyaknya contoh acak bootstrap yang memiliki
lebih
kecil daripada Sdiff dan B adalah banyaknya ulangan bootstrap (Taylor
2000). Jika tingkat kepercayaan hitung bagi Sdiff lebih besar sama
dengan (1-α)% maka lakukan pendeteksian titik perubahan.
D. Mendeteksi titik perubahan yang terjadi.
1. Ada dua pendekatan untuk mendeteksi titik perubahan yaitu: pendekatan
pertama menggunakan penduga CUSUM dan pendekatan kedua dengan
penduga Mean Square Error (MSE) dengan langkah - langkah sebagai
berikut:
a. Penduga CUSUM dengan menetapkan |Sm| =
Sm merupakan titik terjauh dari nol pada grafik CUSUM. Titik m
merupakan titik terakhir sebelum perubahan terjadi sedangkan titik m+1
merupakan titik pertama setelah perubahan.
b. Penduga MSE dengan menghitung besarnya Mean Square Error (MSE)
sebagai pendeteksian titik perubahan. MSE membagi data menjadi dua
bagian, 1 sampai m dan m+1 sampai n.
2
2
MSE(m) = ∑
i- ̅ )
i– ̅ ) + ∑
dimana:
̅1 =



dan ̅ 2 =



Menduga rataan setiap bagian dan menentukan rataan pada kedua bagian
tersebut yang mendekati nilai rata-rata aktual. Titik ke-m yang
menghasilkan MSE terkecil merupakan penduga terbaik yang menunjukkan
titik terakhir sebelum perubahan terjadi dan titik m+1 merupakan titik
pertama setelah perubahan.
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan untuk mendeteksi titik
perubahan menggunakan penduga Mean Square Error (MSE).
2. Menghitung selang kepercayaan bootstrap bagi titik perubahan yang
terjadi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung nilai MSE pada langkah C(3).
b. Mengurutkan penduga MSE dari yang terkecil sampai terbesar.

5
c. Menetapkan selang kepercayaan bagi 100(1-α)% yaitu batas bawah adalah
B(α/2) dan batas atas adalah B(1-α/2). B adalah ulangan bootstrap sebanyak
1000 kali. Karena α yang digunakan 10%, maka batas bawah selang
kepercayaan merupakan curah hujan pada MSE urutan ke-50 dan batas atas
merupakan curah hujan pada MSE urutan ke-950.
3. Pada penduga MSE jika perubahan pertama telah terdeteksi maka data
dibagi menjadi dua bagian dengan titik pusatnya adalah titik dengan MSE
terkecil. Kemudian analisis CPA diulang untuk setiap bagian pada rataan ̅ 1
dan ̅ 2 dengan melakukan kembali prosedur pada langkah A, C, dan D. Untuk
setiap tingkat kepercayaan hitung lebih besar sama dengan (1-α)% analisis
akan terus dilakukan dan akan berhenti ketika tingkat kepercayaan hitung
lebih kecil dari (1-α)%.
Tahapan dalam membentuk model ARIMA ialah:
1. Uji kestasioneran data
Data deret waktu dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada disuatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan ragam dari fluktuasi
tersebut (Makridakis 1995). Jika data tidak stasioner dalam ragam maka perlu
dilakukan proses transformasi sedangkan jika data tidak stasioner dalam rataan
dilakukan proses pembedaan. Untuk mengetahui apakah data deret waktu
stasioner atau non stasioner dalam ragam dan rataan dapat dilakukan secara
visual atau menggunakan uji kestasioneran, secara visual dengan menggunakan
plot data curah hujan harian yang berada disuatu nilai rata-rata yang konstan
dan plot ACF yang turun secara eksponensial menuju nol dengan cepat.
Sedangkan melalui uji kestasioneran menggunakan uji Augmented Dickey
Fuller Test (Uji ADF) menggunakan = 5%. Dengan hipotesis statistik sebagai
berikut:
H0: data tidak bersifat stasioner
H1: data bersifat stasioner
Jika nilai peluang yang dihasilkan lebih kecil dari α= 5% maka keputusannya
tolak H0, artinya data bersifat stasioner.
2. Identifikasi model
Menentukan model tentatif AR, MA atau ARMA yang terbentuk dengan
melihat dari plot korelasi diri (ACF) untuk menentukan nilai MA(q) dan plot
korelasi diri parsial (PACF) untuk menentukan nilai AR(p). Jika koefisien
korelasi ACF memotong garis setelah lag q dan PACF tails off (turun secara
eksponensial menuju nol dengan cepat) maka model yang terpilih adalah model
MA (q), jika ACF tails off dan PACF memotong garis setelah lag p maka
model yang terpilih adalah model AR (p), jika ACF memotong garis setelah
lag q dan PACF memotong garis setelah lag p pilih model yang terbaik antara
AR (p) atau MA (q), jika ACF dan PACF keduanya tails off maka model yang
terbentuk adalah ARMA(p,q) yang dicoba pada berbagai kombinasi p dan q
kemudian pilih model terbaik.

6
3. Estimasi Parameter Model
Setelah menetapkan model sementara, langkah selanjutnya adalah estimasi
parameter-parameter model AR dan MA yang nyata. Estimasi parameter
dilakukan dari kandidat-kandidat model yang terpilih pada tahap identifikasi
model. Pengujian parameter yang nyata dengan hipotesis statistik sebagai
berikut:
H0: = 0 (Parameter tidak nyata terhadap model)
H1: ≠ 0 (Parameter nyata terhadap model)
Jika nilai peluang lebih kecil dari = 5% maka keputusannya tolak H0, artinya
parameter nyata terhadap model (Bowerman dan O’Connell 1993).
4. Diagnostik model
Lakukan pengujian terhadap sisaan model yang diperoleh. Model yang baik
memiliki sisaan bersifat white noise, artinya sisaan saling bebas, identik dan
menyebar normal. Jika koefisien ACF dan PACF secara individual tidak nyata,
sisaan bersifat acak. Jika sisaan tidak acak, pilih model yang lain. Pengujian
lag ACF dan PACF nyata dapat dilakukan melalui Ljung-Box. Hipotesis
statistik sebagai berikut:
H0: 1 = 2 = ...= k = 0
H1: minimal ada satu j ≠ 0 untuk j=1,2,...,K
Statistik uji:
Uji Ljung-Box:
dimana:

Q = n(n+2) ∑

n = ukuran sampel
m = lag waktu maksimum
rk = autokorelasi untuk waktu lag 1,2,3,4,....,k
Kriteria pengujian:
Jika Q ≤
(α ,db), berarti nilai error bersifat acak (model dapat diterima)
Jika Q >
(α ,db), berarti nilai error tidak bersifat acak (model tidak dapat
diterima).
dengan derajat bebas (db) = (k-p-q) atau jika nilai peluang statistik Q* lebih
besar dari α=5% dapat dikatakan model layak (Bowerman dan O’Connell
1993).
Pengujian kenormalan sisaan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dengan hipotesis statistik:
H0: sisaan berdistribusi normal
H1: sisaan tidak berdistribusi normal
Jika nilai peluang yang dihasilkan lebih besar dari α=5% maka dapat dikatakan
bahwa sisaan berdistribusi normal.
5. Overfitting Model
Memilih orde AR atau orde MA lebih tinggi satu orde dari model sementara
yang telah ditetapkan (Makridakis 1999).
6. Peramalan dengan model ARIMA
Melakukan peramalan berdasarkan model terbaik yang terpilih.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini pembahasan mengenai hasil CPA dilakukan pada dua
stasiun klimatologi, yaitu stasiun klimatologi Pondok Betung Jakarta dan stasiun
klimatologi Darmaga Bogor. Setelah dilakukan pendeteksian titik perubahan ratarata dengan CPA kemudian dilakukan peramalan curah hujan harian dengan
model ARIMA pada stasiun klinatologi Pondok Betung untuk curah hujan harian
selama periode Januari 2008 sampai dengan Maret 2008. Berikut ini ditampilkan
hasil eksplorasi curah hujan harian dari stasiun klimatologi Pondok Betung dan
stasiun klimatologi Darmaga.

Eksplorasi Data
Stasiun Klimatologi Pondok Betung
Eksplorasi data curah hujan harian di stasiun klimatologi Pondok Betung
dilakukan untuk mengetahui banjir besar yang terjadi saat intensitas hujan harian
lebih besar dari 100 mm/hari pada bulan Oktober sampai dengan Maret pada
tahun 1984, 1989, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, dan 2008.
400
350
300
250
200
150
100
50
00
1-Oktober

1-Nopember 1-Desember

1-Januari

1-Februari

1-Maret

Gambar 1 Plot deret waktu curah hujan stasiun klimatologi Pondok Betung:

Plot deret waktu pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pola curah hujan
harian di stasiun klimatologi Pondok Betung fluktuatif. Intensitas curah hujan
harian yang lebih besar dari 100 mm/hari melewati garis putus-putus terdapat di
tahun 1996, 1999, 2002, 2007 dan 2008, sedangkan untuk tahun 1984, 1989, 1994,
dan 1997 memiliki intensitas curah hujan harian dibawah 100 mm/hari.

8
Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Eksplorasi data curah hujan harian di Bogor dilakukan pada bulan Oktober
2006 sampai Maret 2007 dan bulan Oktober 2007 sampai Maret 2008. Pemilihan
tahun tersebut untuk stasiun klimatologi Darmaga dikarenakan pada periode
tersebut terdapat peningkatan curah hujan dengan intensitas ekstrim (Bappenas
2010).
140
120
100
80
60
40
20
0
1-Oktober

1-Nopember 1-Desember

1-Januari

1-Februari

1-Maret

Gambar 2 Plot deret waktu curah hujan harian bulan basah stasiun Darmaga:
Tahun 2008
Tahun 2007
Plot deret waktu pada Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan harian
Bogor tidak banyak yang nilainya berada disekitar nol dibandingkan stasiun
klimatologi Pondok Betung pada tahun 2007 dan 2008. Rata-rata curah hujan tiap
bulan di Bogor pada tahun 2007 dan 2008 lebih tinggi dari pada di Jakarta. Ratarata curah hujan selama periode bulan basah di Jakarta sebesar 8.53 mm
sedangkan di Bogor sebesar 10.83 mm. Hal ini menunjukkan pada tahun tersebut
intensitas hujan di Bogor lebih tinggi dibandingkan di Jakarta. Curah hujan
maksimum yang terjadi di Bogor selama kurun waktu bulan basah pada tahun
2007 terjadi pada tanggal 30 Januari dengan intensitas curah hujan 114.3 mm/hari
dan di tahun 2008 pada tanggal 13 Maret dengan intensitas curah hujan 104.5
mm/hari.

9
Change Point Analysis
Stasiun Klimatologi Pondok Betung
Stasiun klimatologi Pondok Betung telah melakukan pengamatan curah
hujan sejak tahun 1976. Banjir besar yang terjadi di Jakarta setelah tahun 1976
terjadi pada tahun 1984, 1989, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, 2008 dan
terakhir 2013. Terkait dengan tujuan penelitian yang ingin menganalisis periode
banjir besar saja maka pembahasan selanjutnya hanya dilakukan untuk tahun yang
memiliki intensitas hujan maksimum lebih besar dari 100 mm/hari yang dibahas
dalam penelitian ini. Pada tahap eskplorasi data di stasiun klimatologi Pondok
Betung didapatkan tahun-tahun yang memiliki intensitas hujan harian maksimum
yang lebih besar dari 100 mm/hari selama bulan Januari sampai dengan Maret
yaitu tahun 1996, 1999, 2002, 2007, dan 2008. Tahun-tahun tersebut akan dicari
titik perubahan rata-ratanya dengan menggunakan CPA.
Dari hasil CPA diperoleh dua macam grafik, yaitu grafik pengendali
individu dan grafik CUSUM. Grafik pengendali individu (Lampiran 2) merupakan
plot data curah hujan aktual yang digunakan untuk mengetahui keberadaan titiktitik perubahan rata-rata curah hujan harian dimana terdapat dua buah garis merah
pada grafik pengendali individu yang merupakan batas kontrol atas dan batas
kontrol bawah untuk menentukan apakah proses data dalam keadaan terkontrol
atau tidak. Model umum grafik pengendali untuk perhitungan batas kontrol atas
dan batas kontrol bawah adalah ̅
√ . Titik yang berada diluar batas
kontrol menunjukkan kemungkinan telah terjadi perubahan rata-rata.
Grafik CUSUM (Lampiran 3) digunakan untuk memonitor rata-rata dari
proses. Bagan ini menghitung secara langsung semua informasi di dalam barisan
nilai-nilai sampel dengan menggambarkan jumlah kumulatif deviasi nilai sampel
dari nilai aktual. Interpretasi dari plot CUSUM menurut Taylor (2000) adalah: jika
slope turun menggambarkan nilai-nilai pada periode tersebut berada dibawah ratarata keseluruhan, slope naik menggambarkan nilai-nilai pada periode tersebut
berada di atas rata-rata keseluruhan, garis lurus menunjukkan pada periode
tersebut tidak terjadi perubahan atau nilai konstan, dan jika terjadi perubahan arah
yang tiba-tiba menunjukkan terjadi perubahan.
Pada periode banjir besar Jakarta, CPA mendeteksi titik perubahan rata-rata
terjadi di tahun 1999, 2002, 2007, dan 2008 sedangkan untuk tahun 1996 hasil
CPA mendeteksi tidak ada perubahan yang terdeteksi dikarenakan tingkat
kepercayaan hitung bagi Sdiff kurang dari 90% sehingga analisis tidak dilanjutkan
untuk mencari titik perubahan. Titik-titik perubahan yang terjadi pada tahun-tahun
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil CPA mendeteksi adanya pencilan pada tahun 1999. Pencilan
merupakan nilai dalam suatu set data yang lebih ekstrim daripada nilai lainnya.
Dengan adanya pencilan membuat lebih sulit dalam mendeteksi perubahan ratarata pada data karena pencilan cenderung meningkatkan variasi pada data dan
membuat perubahan titik yang terdeteksi menjadi palsu. Untuk memperkuat hasil
analisis dengan adanya pencilan maka dilakukan analisis peringkat, yaitu
membuat peringkat nilai pada data. Data aktual diurutkan dari yang terkecil
hingga terbesar kemudian diberi peringkat sesuai urutannya. Analisis CPA
kemudian akan dilakukan berdasarkan peringkat tersebut. Titik-titik perubahan
yang terjadi pada tahun 1999, 2002, 2007 dan 2008 pada Lampiran 1 didapatkan

10
dengan cara sebagai berikut: titik perubahan pertama terjadi pada tanggal 31
Desember 1998 pada tingkat kepercayaan bagi Sdiff 100%. Tingkat kepercayaan
100% memiliki makna bahwa dari 1000 ulangan bootstrap ada sebanyak 1000
contoh acak bootstrap yang memiliki perubahan penduga (
) lebih kecil
daripada besarnya perubahan penduga yang asli (Sdiff). Tanggal 31 Desember 1998
sebagai titik perubahan pertama diperoleh dengan cara membagi data pada tanggal
1 Oktober 1998 sampai tanggal 31 Maret 1999 menjadi dua bagian dan
menghitung MSE pada setiap bagian, titik yang menghasilkan MSE terkecil
merupakan penduga terbaik yang menunjukkan titik terakhir sebelum perubahan
terjadi. Setelah dilakukan analisis pada setiap bagian dengan menghitung rataan
pada kedua bagian kemudian menjumlahkannya didapatkan titik perubahan
dengan MSE terkecil adalah titik ke-92 yaitu tanggal 31 Desember 1998, sehingga
rataan pertama dimulai dari tanggal 1 Oktober 1998 sampai 31 Desember 1998
dan rataan kedua dimulai dari tanggal 1 Januari 1999 sampai 31 Maret 1999.
Nilai rataan curah hujan sebesar 5.13 mm/hari diperoleh dari hasil
perhitungan rata-rata data aktual tanggal 1 Oktober 1998 sampai 31 Desember
1998. Untuk mencari titik perubahan berikutnya dilakukan pada data bagian 1
Oktober 1998 sampai 31 Desember 1998 dan data bagian kedua tanggal 1 Januari
1999 sampai 31 Maret 1999 tetapi nilai rata-rata awal pada perhitungan CUSUM,
diganti dengan menggunakan nilai rata-rata data bagian pertama dan data bagian
kedua. Kemudian prosedur CPA dilakukan kembali pada masing-masing bagian.
Hal yang sama akan dilakukan juga untuk mencari titik-titk perubahan untuk
tahun 2002, 2007, dan 2008. Analisis akan berhenti ketika tingkat kepercayaan
hitung bagi Sdiff lebih kecil dari 90%.
Selang kepercayaan yang dihasilkan pada setiap titik perubahan
merupakan sebuah interval antara dua angka, dimana dipercaya nilai parameter
sebuah populasi terletak di dalam interval tersebut. Hasil analisis CPA pada
Lampiran 1 periode banjir tahun 1999 menunjukkan titik perubahan pertama
terjadi diantara tanggal 2 Desember 1998 dengan curah hujan sebesar 0 mm/hari
sampai 9 Januari 1999 dengan curah hujan sebesar 10 mm/hari. Perubahan ratarata curah hujan terjadi pada tanggal 31 Desember 1998 dengan rata-rata terakhir
sebelum perubahan sebesar 5.13 mm/hari.
Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Analisis titik perubahan di stasiun klimatologi Darmaga dilakukan untuk
melihat apakah CPA Bogor masuk dalam selang titik perubahan ketika periode
banjir besar pada tahun 2007 dan 2008 terjadi di Jakarta. Banjir di Jakarta terjadi
bukan hanya disebabkan curah hujan setempat yang tinggi tetapi dapat disebabkan
oleh tingginya curah hujan di wilayah yang berbatasan dengan Jakarta, salah
satunya Bogor. Titik-titik perubahan rata-rata curah hujan di Bogor dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut ini.

11
Tabel 1 Titik perubahan curah hujan harian staisun klimatologi Darmaga
Periode
banjir
besar

Titik
perubahan

a)01/01/07
b)18/01/07
2007
c) 30/01/07
d)05/02/07
a)06/01/08
b)23/01/08
2008
c)07/01/08
d)19/01/08

Periode
terjadinya
perubahan
(03/10/07;
01/01/07)
(18/01/07;
29/01/07)
(25/01/07;
04/01/07)
(01/02/07;
06/02/07)
(02/10/07;
06/01/08)
(22/01/08;
06/03/08)
(04/03/08;
14/03/08)
(12/03/08;
20/03/08)

Selang
kepercayaan
titik
perubahan
(mm)

Tingkat
kepercayaan
bagi Sdiff

(0.00; 2.00)

Rata-rata curah hujan
Setelah

Sebelum
titik
perubahan

titik
perubahan

99%

9.45

0.27

(62.10; 9.20)

94%

0.27

18.76

(0.00; 83.00)

94%

18.76

56.22

(20.60;11.00)

97%

56.22

9.47

(0.00; 0.20)

95%

13.57

14.65

(0.00; 13.80)

98%

14.65

10.99

(6.60; 18.60)

100%

10.99

44.39

(23.60;10.70)

99%

44.39

88.31

Pendeteksian titik perubahan di stasiun klimatologi Darmaga dilakukan
dengan prosedur yang sama seperti di stasiun klimatologi Pondok Betung. Titik
perubahan rata-rata curah hujan di Bogor untuk tahun 2007 dan 2008 mendeteksi
empat titik perubahan rata-rata. Dari empat titik perubahan yang terjadi dapat
dilihat bahwa banjir besar Jakarta yang terjadi pada tanggal 2 Februari 2007
masuk dalam selang titik perubahan diantara tanggal 30 Januari dan 5 Februari.
Sedangkan untuk tahun 2008 puncak banjir besar Jakarta yang terjadi pada
tanggal 1 Februari 2008 masuk dalam selang titik perubahan diantara tanggal 23
Januari dan 7 Maret.
Ringkasan hasil titik perubahan rata-rata di stasiun klimatologi Pondok
Betung Jakarta dan stasiun klimatologi Darmaga Bogor dengan tanggal terjadinya
puncak banjir besar Jakarta pada tiap tahunnya disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 2 Verifikasi kejadian banjir besar Jakarta terhadap hasil analisis CPA
Tahun

a

Tanggal
terjadinya banjir

1996

10 Februaria

1999
2002
2007
2008

26 Januaria
29 Januaria
02 Februaria
01 Februaria

Analisis CPA Pondok
Betung
tidak ada perubahan yang
nyata
(31/12/88; 29/01/99)
(29/12/01; 23/02/02)
(31/01/07; 03/02/07)
(29/01/08; 20/02/08)

Analisis CPA
Darmaga
(30/01/06; 05/02/07)
(23/01/08; 07/03/08)

Sumber Informasi terjadi banjir besar Jakarta dari koran Kompas, Prospek Hujan
2013 Jabodetabek/30 Januari 2013.

12
Pada tahun 1999 puncak terjadinya banjir Jakarta terjadi pada tanggal 26
Januari, dari hasil CPA tanggal 26 Januari masuk dalam selang perubahan ratarata di antara tanggal 31 Desember 1998 sebagai titik terakhir sebelum terjadi
perubahan dan tanggal 29 Januari 1999 sebagai titik pertama setelah perubahan
terjadi. Pada tahun 2002 puncak terjadinya banjir besar Jakarta terjadi pada
tanggal 29 Januari, dari hasil CPA tanggal 29 Januari masuk dalam selang
perubahan rata-rata di antara tanggal 29 Desember 2001 dan tanggal 23 Februari.
Pada tahun 2007 puncak banjir besar Jakarta terjadi pada tanggal 2 Februari, dari
hasil CPA tanggal 2 Februari masuk dalam selang perubahan rata-rata di antara
tanggal 31 Januari dan 3 Februari. Pada tahun 2008 puncak banjir besar Jakarta
terjadi pada tanggal 1 Februari, dari hasil CPA tanggal 1 Februari masuk dalam
selang perubahan rata-rata di antara tanggal 29 Januari dan 20 Februari.

Model ARIMA
Peramalan yang dilakukan di stasiun klimatologi Pondok Betung
menggunakan data curah hujan harian bulan basah Oktober 2007 sampai
Desember 2007, data bulan Januari sampai Maret tahun 2008 sebagai data validasi.
Langkah-langkah dalam membuat ramalan menggunakan model ARIMA terdiri
dari uji kestasioneran, identifikasi model, estimasi parameter model, diagnostik
model, overfitting model dan terakhir peramalan.
Uji Kestasioneran
Langkah awal dalam membentuk model ARIMA adalah dengan memeriksa
kestasioneran dalam ragam dan rata-rata hitung. Transformasi ragam harus
dilakukan sebelum proses pembedaan, untuk itu terlebih dahulu akan diperiksa
kestasioneran dalam ragam. Secara visual untuk melihat hal tersebut dengan
menggunakan plot deret waktu curah hujan harian Oktober 2007 sampai dengan
Desember 2007 yaitu dengan melihat fluktuasi data dari waktu ke waktu yang
tetap konstan.

100

Curah Hujan

80

60

40

20

0
1

9

18

27

36

45

54

63

72

81

90

Index

Gambar 3 Plot deret waktu curah hujan harian Oktober 2007 sampai Desember
2007

13
Pada Gambar 3 data curah hujan harian Oktober 2007 sampai Desember
2007 belum stasioner dalam ragam karena fluktuasi data dari waktu ke waktu
berubah-ubah. Hal ini diperkuat dengan transformasi Box-Cox yang menghasilkan
nilai lambda sebesar nol (Lampiran 4) sehingga perlu dilakukan proses
transformasi Box-Cox. Dalam hal ini transformasi ragam yang digunakan adalah
transformasi logaritma natural sehingga nilai data aktual (Xt) akan
ditransformasikan menjadi Ln(Xt) supaya data asli memenuhi kondisi
stasioneritas dalam ragam (Lampiran 4) .
Tahap berikutnya memeriksa kestasioneran data dalam rata-rata dari data
yang sudah ditransformasi. Untuk memeriksa kestasioneran dalam rataan dapat
dilakukan dengan melihat plot data curah hujan harian Oktober 2007 sampai
Desember 2007 (Lampiran 5) dan plot korelasi diri (Lampiran 6) dari hasil
transformasi. Data curah hujan harian Oktober 2007 sampai Desember 2007 hasil
transformasi belum stasioner dalam rataan karena plot data curah hujan tidak
konstan pada nilai rata-ratanya dan nilai-nilai autokorelasi pada plot ACF belum
turun secara eksponensial menuju nol dengan cepat. Sehingga perlu dilakukan
proses pembedaan ordo satu agar data stasioner dalam rataan. Hasil plot deret
waktu pembedaan ordo satu (Lampiran 7) dan uji ADF (Lampiran 8)
menunjukkan data sudah stasioner dalam rataan.

1,0

1,0

0,8

0,8

0,6

0,6

0,4

0,4

korelasi diri parsial

korelasi diri

Identifikasi Model
Tahap selanjutnya setelah data curah hujan stasioner dalam rataan dan
ragam adalah mendapatkan dugaan model sementara pada model ARIMA dengan
melihat plot ACF dan PACF. Gambar 4 (a) dan Gambar 4 (b) dibawah ini
menunjukkan plot korelasi diri (ACF) dan plot korelasi diri parsial (PACF) data
curah hujan yang telah stasioner.

0,2
0,0
-0,2
-0,4

0,2
0,0
-0,2
-0,4

-0,6

-0,6

-0,8

-0,8

-1,0

-1,0

1

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1

5

10

15

20

Lag

(a)
Gambar 4

25

30

35

40

45

Lag

(b)

(a) Plot ACF curah hujan harian yang telah stasioner
(b) Plot PACF curah hujan harian yang telah stasioner

Pada Gambar 4 (a) berdasarkan karakteristik plot korelasi diri terlihat bahwa
ACF berbeda nyata dengan nol pada lag pertama sedangkan pada Gambar 4 (b)
PACF berbeda nyata dengan nol pada lag pertama, lag kedua, dan lag ketiga
karena ACF dan PACF keduanya cuts off (memotong garis) maka model

14
tentatifnya dengan memilih model MA (q) atau AR (p) yang terbaik yaitu ARIMA
(1,1,0), ARIMA (2,1,0) , ARIMA (3,1,0) dan ARIMA (0,1,1).
Estimasi Parameter
Tahapan berikutnya adalah mengestimasi parameter – parameter AR dan
MA model ARIMA pada tahap identifikasi model, parameter yang memiliki nilai
peluang lebih kecil dari taraf nyata 5% adalah parameter yang nyata (signifikan).
Tabel 3 Estimasi parameter
Model
ARIMA (1,1,0)
ARIMA (2,1,0)

ARIMA (3,1,0)
ARIMA (0,1,1)

Tipe

Koefisien

Galat baku

t-hitung

AR 1

-0.56884

0.08679

-6.55

Nilai
peluang