Laju Pelepasan Urea dari Onggok-g-poliakrilat dan Biodegradasinya

LAJU PELEPASAN UREA DARI
ONGGOK-g-POLIAKRILAT DAN BIODEGRADASINYA

FAHMIY AYATILLAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Pelepasan Urea
dari Onggok-g-poliakrilat dan Biodegradasinya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Fahmiy Ayatillah
NIM G44090036

ABSTRAK
FAHMIY AYATILLAH. Laju Pelepasan Urea dari Onggok-g-poliakrilat dan
Biodegradasinya. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan MOHAMMAD
KHOTIB.
Onggok adalah hasil samping dari pembuatan tepung tapioka dari singkong.
Onggok mengandung pati sebanyak 73% yang berpotensi menjadi bahan baku
pembenah tanah, yaitu hidrogel untuk mengendalikan laju pelepasan urea.
Onggok dikopolimerisasi cangkok dengan Na-akrilat, inisiator amonium persulfat,
dan penaut-silang N,N-metilena-bis-akrilamida menghasilkan hidrogel onggok-gpoliakrilat. Pembengkakan hidrogel dalam air dan dalam larutan urea 1 M
berturut-turut adalah sebesar 250 dan 203 g/g. Banyaknya urea yang dapat
diisikan ke dalam hidrogel pada larutan urea 1 M adalah sebesar 99 %. Laju
pelepasan urea dari hidrogel pada air mengikuti pola sigmoid, yaitu model
Richards dengan koefisien korelasi sebesar 0.997. Hidrogel ini dapat menghambat
pelepasan urea dalam air sebesar 8.2 kali dibandingkan dengan penggunaan urea
secara konvensional. Biodegradasi 0.11 g hidrogel dalam 250 g tanah
menghasilkan CO2 sebanyak 754 mg selama 29 hari sehingga onggok-gpoliakrilat dapat digunakan di tanah selama lebih dari sebulan.

Kata kunci: biodegradasi, hidrogel, laju pelepasan urea, onggok-g-poliakrilat,
pembenah tanah

ABSTRACT
FAHMIY AYATILLAH. Urea Release Rate from Onggok-g-polyacrylate and Its
Biodegradation. Supervised by MUHAMAD FARID and MOHAMMAD
KHOTIB.
Onggok is a byproduct of tapioca production from cassava. Onggok
contains 73% of starch which is potential to be transformed into soil conditioner,
i.e. hydrogel to control urea release rate. Onggok was copolymerized by grafting
with Na-acrylate, ammonium persulfate as initiator, and N,N-methylene-bisacrylamide as cross-linker to produce onggok-g-polyacrylate hydrogel. Swelling
of the hydrogel in water and 1 M urea solution were 250 and 203 g/g, respectively.
The amount of urea that could be loaded into the hydrogel 1 M urea solution was
99%. Urea release rate from hydrogel in water followed a sigmoidal pattern, i.e.
Richards model with correlation coefficient of 0.997. This hydrogel could inhibit
the urea release in water 8.2 times higher compared with conventional urea
application. Biodegradation of 0.11 g of hydrogel in 250 g of soil produced 754
mg of CO2 in 29 days so that it can be used in soil for more than 1 month.
Keywords: biodegradation, hydrogel, onggok-g-polyacrylate, soil conditioner,
urea release rate


LAJU PELEPASAN UREA DARI
ONGGOK-g-POLIAKRILAT DAN BIODEGRADASINYA

FAHMIY AYATILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Laju Pelepasan Urea dari Onggok-g-poliakrilat dan
Biodegradasinya

Nama
: Fahmiy Ayatillah
NIM
: G44090036

Disetujui oleh

Drs Muhamad Farid, MSi
Pembimbing I

Mohammad Khotib, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tak lupa
shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wassalam yang telah banyak memberikan inspirasi di dalam hati penulis. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Mei sampai Desember
2013 ini ialah hidrogel, dengan judul Laju Pelepasan Urea dari Onggok-gpoliakrilat dan Biodegradasinya. Penelitian ini bertempat di Laboratorium
Terpadu Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhamad Farid dan Bapak
Mohammad Khotib selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh sivitas kimia IPB dan para staf Laboratorium Terpadu
IPB terutama Kak Sujono atas bantuannya selama penelitian. Penghargaan juga
penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Munfadlil (Ayah) dan Ibu Sahrul
Kulmiati (Ibu) yang selalu mendukung dan sabar, Syifa Asatyas (kakak) yang
selalu memotivasi, serta Kafi Kalam (adik) yang selalu menolong penulis. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh mahasiswa Kimia IPB
angkatan 46 terutama Rahmawati (rekan penelitian), Pebry, Ilham, Agy, Reza, dan
Muhali yang selalu menemani penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014

Fahmiy Ayatillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan
Langkah Kerja
Analisis dan Preparasi Tanah
Sintesis Onggok-g-poliakrilat
Pencirian Onggok-g-poliakrilat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kopolimerisasi Cangkok Poliakrilat pada Onggok
Pelepasan Urea dari Hidrogel Onggok-g-poliakrilat
Biodegradasi Onggok-g-poliakrilat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
3
3
3
3
4
5
6
6
8
10
12
12
13

13
35

DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia onggok tapioka
2 Pembengkakan dan pengisian urea pada onggok-g-poliakrilat
3 Perbandingan bobot CO2 teoretis dan hasil percobaan

1
8
12

DAFTAR GAMBAR
1 Spektrum tumpuk onggok dan onggok-g-poliakrilat
2 Keadaan fisik onggok dan onggok-g-poliakrilat
3 Ikatan hidrogen dan perbandingan volume ruang 3 dimensi hidrogel
dalam media air dan larutan urea
4 Reaksi kondensasi DMAB-urea
5 Kurva pelepasan urea dari hidrogel ke media air
6 Ikatan glikosidik pada amilosa dan amilopektin

7 Kurva pembentukan CO2 hasil degradasi tanah, tanah dan selulosa,
serta tanah dan hidrogel

7
8
8
9
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15

Bagan alir penelitian
Data pembengkakan hidrogel dalam air
Data pembengkakan hidrogel dalam larutan urea 1 M
Data jumlah urea awal saat pengisian urea ke dalam hidrogel
Data jumlah urea yang bersisa (tidak terisi ke hidrogel) saat pengisian
urea ke dalam hidrogel
Data jumlah urea yang terisi ke hidrogel
Data pelepasan urea dari hidrogel pada media air
Data kadar air tanah basah, kadar air tanah kering, dan pH tanah
Data kadar C tanah
Data kadar N tanah
Data biodegradasi blangko

Data biodegradasi selulosa
Data biodegradasi hidrogel
Data perhitungan kadar C hidrogel
Jumlah CO2 teoretis

17
18
19
20
21
22
23
26
27
28
29
31
32
33
34

1

PENDAHULUAN
Singkong (Manihot utilissima) atau disebut juga ubi kayu atau ketela pohon
merupakan salah satu sumber karbohidrat yang melimpah di Indonesia. Singkong
digunakan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan tekstil.
Indonesia menghasilkan 2.4 juta ton singkong pada tahun 2011 (BPS 2012). Pada
industri pangan, umumnya pengolahan singkong digolongkan menjadi 3, yaitu
fermentasi singkong (tape atau peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), dan
tepung singkong atau tepung tapioka.
Industri tepung tapioka menghasilkan tepung, limbah padat, limbah cair,
dan ampas. Limbah padat kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan
pakan ternak, limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan dapat
diolah menjadi minuman nata de cassava, sedangkan ampas tapioka (onggok)
dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri saus, campuran kerupuk, obat
nyamuk bakar, dan pakan ternak (BI 2005). Limbah onggok yang dihasilkan dari
pengolahan tepung tapioka berkisar 5–15% (Haroen 1993).
Komponen terbanyak onggok adalah pati, yaitu sekitar 72.82% (Tabel 1).
Dilihat dari tingginya kadar pati, onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
hidrogel. Hidrogel dapat berfungsi sebagai pembenah tanah (soil conditioner).
Pembenah tanah ditambahkan untuk memperbaiki mutu fisis tanah dan
kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi bagi tanaman (SSSA 2013). Cara
penggunaannya adalah dengan mencampurkan hidrogel dalam tanah sebelum
tanah tersebut digunakan untuk menanam, atau dengan ditaburkan di atas tanah
yang telah ditanami.
Tabel 1 Komposisi kimia onggok tapioka (Sari 2011)
Komposisi
Air
Abu
Lemak
Protein
Serat kasar
Pati

Kadar (%)
11.30
0.55
0.21
4.56
9.88
72.82

Pembenah tanah biasanya digunakan untuk tanah yang telah rusak karena
pencemaran atau pengelolaan yang tidak tepat, atau untuk tanah yang tidak sesuai
dengan tanaman yang akan ditanam (Schulte dan Kelling 1998). Seiring
berjalannya waktu, tanah dapat mengalami pengompakan sehingga akar tanaman
sulit tumbuh. Akses air, udara, dan nutrisi juga akan terganggu. Penggunaan
pembenah tanah dapat membuat tanah menjadi lebih gembur dan halus sehingga
suplai kebutuhan tanaman dapat terpenuhi. Pembenah tanah juga berfungsi
menambah kemampuan tanah dalam menahan air (water holding capacity) dan
menukar kation (cation exchange capacity). Selain itu, pembenah tanah dapat
menyediakan nutrisi bagi tanaman melalui bantuan mikroorganisme tanah yang
akan mengurai pembenah tanah organik, atau dengan melepaskan muatan nutrisi
pada pembenah tanah tersebut (DeJong-Hughes et al. 2001; Anah 2010).

2
Menurut asalnya, pembenah tanah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu organik
dan anorganik. Contoh pembenah tanah organik adalah jerami, serbuk gergaji, dan
hidrogel, sedangkan contoh pembenah tanah anorganik adalah kapur, vermikulit,
perlit, dan pasir (Davis dan Whiting 2013).
Hidrogel lazim dijadikan pembenah tanah karena tidak saja dapat mengubah
sifat fisis tanah, tetapi juga dapat diisi dengan nutrisi bagi tanaman seperti urea.
Hidrogel adalah polimer bertaut-silang yang terbentuk dari monomer hidrofilik,
sehingga dapat menyerap air di dalam ruang tiga dimensinya melalui ikatan
hidrogen (Kabiri et al. 2003). Bahan organik yang dahulu sering digunakan
sebagai hidrogel adalah poliakrilamida, tetapi menurut hasil penelitian Woodrow
et al. (2008), poliakrilamida komersial biasanya mengandung akrilamida kurang
dari 0.05% (b/b). Selain itu, poliakrilamida dapat terdepolimerisasi menjadi
monomernya, yaitu akrilamida. Akrilamida bersifat karsinogen dan dapat
mencemari tanaman. Oleh karena itu, karbohidrat digunakan sebagai bahan baku
alternatif untuk hidrogel, salah satunya adalah pati dari onggok.
Hidrogel dapat dikembangkan untuk mengendalikan pelepasan pupuk di
dalam tanah. Penggunaan pupuk secara konvensional dinilai kurang efisien karena
sekitar 40–70% pupuk tidak diserap oleh tanaman, tetapi terbawa ke lingkungan
dan mencemarinya, salah satu dampaknya adalah terjadinya eutrofikasi (Sutedjo
1987). Umumnya petani juga memberikan pupuk secara berlebih dengan tujuan
meningkatkan produksi tanaman. Pemberian pupuk yang berlebihan dengan
kandungan N seperti urea pada padi dapat merusak tanaman (Wahid 2003).
Penelitian Lokhande dan Varadarajan (1992) menunjukkan bahwa penggunaan
hidrogel dapat mengurangi konsumsi air irigasi dan tingkat kematian tanaman,
serta meningkatkan pertumbuhan tanaman dan retensi pupuk di tanah.
Keuntungan lain dari penggunaan hidrogel berbasis-karbohidrat adalah
ramah lingkungan. Karbohidrat yang berperan sebagai tulang punggung dapat
terurai secara alami, dan akan menambah materi organik tanah (Zhang et al. 2013).
Nie et al. (2004), yang menyintesis hidrogel karboksimetilselulosa (CMCH),
melaporkan bahwa CMCH terdegradasi lebih dari 50% dalam 3 bulan pada
beberapa jenis tanah. Tanah terbaik untuk biodegradasi adalah tanah pasir.
Penambahan urea didapati mempercepat biodegradasi. Pada tahun 2013, Mittal et
al. meneliti biodegradasi dan flokulasi gum ghatti (getah pohon Anogeissus)
tercangkok poli(akrilamida-co-asam akrilat). Hidrogel tersebut didapati terurai
sebanyak 89.76% dalam waktu 60 hari. Di tahun yang sama, Zhang et al.
menyintesis hidrogel berbasis limbah benang rami-g-poli(asam akrilat-coakrilamida). Hidrogel tersebut terurai sebanyak 46.4% selama 90 hari, dan
menunjukkan efisiensi pelepasan urea yang lebih baik daripada cara pemupukan
konvensional. Zheng et al. (2009) berhasil menyintesis poli(natrium akrilat) serta
membuat model matematika pelepasan urea ke air (release) dan ke tanah
(leaching). Pemodelan tersebut bermanfaat untuk merancang hidrogel yang cocok
untuk jenis tanaman tertentu. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
penelitian ini membuat hidrogel dari kopolimerisasi cangkok Na-akrilat pada
onggok menjadi onggok-g-poliakrilat serta mempelajari model pelepasan urea
dari hidrogel tersebut dan biodegradasinya. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei–Desember 2013.

3

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, saringan 100 mesh,
penangas air, penyaring vakum, corong Büchner, pengaduk bermagnet, labu leher
tiga, mantel pemanas, radas penentuan kadar N cara Kjeldahl, vorteks, pH-meter,
wadah kedap udara bervolume 2 L, spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) Prestige-21 Shimadzu, perangkat lunak Curve Expert 1.4,
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) 1700 Pharmaspec dan Spectronic
20D+, indikator pH universal, radas uji pelepasan urea, dan alat-alat kaca. Bahanbahan yang digunakan adalah onggok (dari persediaan di Lab Terpadu IPB),
aseton, gas N2, asam akrilat (AA), NaOH 40%, amonium persulfat (APS), N,Nmetilena-bis-akrilamida (MBA), metanol, etanol, tanah organik komersial (Setia
Tani Group®), K2Cr2O7 1 N, H2SO4 pekat, campuran selen, larutan campuran
H3BO3 (10 mL hijau bromokresol (BCG) 0.1% dan 2 mL merah metil (MM) 0.1%
yang telah dilarutkan dalam alkohol 95%, kemudian 2 mL campuran ditambahkan
ke dalam 500 mL H3BO3 2% b/v), HCl 0.1 M, Ba(OH)2 0.05 M, Na2B4O7 0.05 M,
urea, dan larutan p-dimetilaminobenzaldehida (2 g DMAB dilarutkan dalam 100
mL etanol 99% kemudian dicampur 10 mL HCl pekat).

Langkah Kerja
Tahap penelitian terdiri dari 4 garis besar, yaitu analisis tanah serta sintesis,
pencirian, dan biodegradasi onggok-g-poliakrilat (Lampiran 1).

Analisis dan Preparasi Tanah
Penentuan Kadar Air Tanah Basah (Balittan 2005)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 30 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Prosedur tersebut diulangi
hingga didapatkan bobot konstan. Sebanyak 5 g contoh tanah dimasukkan ke
dalam cawan porselen kering tersebut, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 °C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Prosedur
ini juga diulangi hingga didapatkan bobot konstan. Bobot yang hilang setelah
pemanasan adalah bobot air.
Kadar air (%) =

bobot awal-bobot akhir
×100%
bobot awal

Penentuan Kadar Air Tanah Kering (modifikasi Balittan 2005)
Prosedur ini sama seperti penentuan kadar air tanah basah, tetapi tanah yang
digunakan kering-udara dan waktu pengeringan dalam oven 24 jam.
Kadar air (%) =

bobot awal-bobot akhir
×100%
bobot awal

4
Penentuan Kadar C Tanah (Balittan 2005)
Sebanyak 0.1 g contoh tanah kering-udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan ditambahkan 10 mL K2Cr2O7 1 N, kemudian dikocok hingga tercampur rata.
Segera setelah itu, 20 mL H2SO4 pekat ditambahkan dan dikocok hingga
tercampur rata, kemudian didiamkan selama 30 menit pada ruang gelap agar
K2Cr2O7 mengoksidasi C organik pada tanah. Campuran lalu dipindahkan ke labu
takar 100 mL, ditera dengan akuades untuk menghentikan reaksi tersebut, dan
dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, campuran disaring dengan kertas saring, dan
filtrat ditentukan kadarnya dengan spektrometer 20D+ pada panjang gelombang
561 nm. Standar berupa larutan glukosa diperlakukan sama dengan sampel,
kemudian diencerkan hingga didapatkan konsentrasi 3, 30, 150, dan 300 ppm.
Penentuan Kadar Nitrogen Tanah (Kjeldahl)
Destruksi. Sebanyak 0.1 g contoh tanah kering-udara dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl, kemudian berturut-turut ditambahkan 2 g serbuk campuran selen
dan 10 mL H2SO4 pekat. Campuran lalu didestruksi dengan pemanasan
menggunakan api bunsen hingga larutan berubah warna menjadi jernih kehijauan
(sekitar 2 jam).
Distilasi. Larutan yang telah didestruksi dimasukkan ke dalam labu distilasi,
ditambahkan 150 mL akuades dan 50 mL NaOH 40 %, kemudian segera dipasang
pada radas distilasi. Pada erlenmeyer penampung ditambahkan 20 mL larutan
asam borat (yang telah mengandung MM dan BCG). Ujung pipa kondensor harus
selalu tercelup pada larutan asam borat. Larutan asam borat akan berubah warna
dari merah menjadi biru. Distilasi dihentikan saat volume distilat mencapai 100
mL atau terdengar letupan dalam labu (sekitar 10 menit).
Titrasi. Bagian dalam pipa kondensor dan ujung pipa kondensor dibilas
menggunakan sedikit akuades, bilasan tersebut dialirkan ke dalam erlenmeyer
penampung. Larutan dalam erlenmeyer lalu dititrasi menggunakan HCl 0.1 N.
Titik akhir tercapai saat larutan berubah warna dari biru ke merah, kemudian
dititrasi perlahan sampai didapat warna merah yang konstan. Analisis ini
dilakukan triplo. Penentuan kadar N organik blangko dilakukan tanpa tanah.
Kadar N (%) =

mLsampel -mLblangko × NHCl ×BEN
×100%
mgsampel

Penentuan pH Tanah (Balittan 2005)
Sebanyak 5 g contoh tanah dimasukkan ke dalam botol bertutup, kemudian
ditambahkan 50 mL akuades, dikocok selama 30 menit, dan didiamkan selama 30
menit. pH suspensi tanah diukur dengan pH-meter yang telah dikalibrasi dengan
larutan bufer pH 4.0, 7.0, dan 10.0. Pembacaan pH dianggap stabil apabila pH
tidak berubah 0.1 satuan per 30 detik (atau 0.02 satuan per 5 detik).

Sintesis Onggok-g-poliakrilat
Sebanyak 7.5 g onggok dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian
ditambahkan 75 mL akuades. Campuran diaduk dan dipanaskan hingga suhu 90
o
C kemudian dialirkan gas N2 selama 30 menit untuk mengusir O2. Setelah itu,

5
suhu diturunkan hingga 35 oC. Sebanyak 22.5 mL AA yang ditambahkan NaOH
40% hingga pH-nya menjadi 4.83, 0.03 g MBA yang dilarutkan dalam 4 mL
akuades, dan 0.3 g APS yang dilarutkan dalam 4 mL akuades, selanjutnya
berturut-turut dimasukkan ke dalam labu leher tiga, masing-masing diaduk selama
5 menit. Suhu reaksi lalu ditingkatkan menjadi 70–75 oC, dan campuran
didiamkan selama 3 jam. Gel yang terbentuk kemudian direndam dalam 200 mL
metanol selama 12 jam, disaring dengan saringan 100 mesh, lalu direndam
kembali dalam 200 mL etanol selama 30 menit, disaring dengan saringan 100
mesh, dan direfluks dalam 200 mL aseton selama 1 jam pada suhu 70 oC. Gel
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 1–2 hari atau sampai
mengeras, lalu dihaluskan hingga mencapai ukuran < 100 mesh.

Pencirian Onggok-g-poliakrilat
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Prosedur ini sama seperti penentuan kadar air tanah basah, tetapi contoh
yang digunakan adalah 2.5 g onggok-g-poliakrilat dan waktu pengeringan dalam
oven 5 jam.
Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FT-IR
Sebanyak 10 mg sampel ditambahkan 100 mg KBr, kemudian
dihomogenkan. Campuran tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC
selama 12 jam, kemudian dibuat pelet dan diletakkan dalam preparat sampel.
Contoh dipayar dengan spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 450–
4000 cm-1.
Penentuan Kadar C (Balittan 2005)
Prosedur ini sama dengan penentuan kadar C tanah, tetapi sampel yang
digunakan sebanyak 0.05 g.
Pengukuran Daya Serap Air (Swelling) (Hekmat et al. 2009; Wu et al. 2012)
Sebanyak 0.1 g sampel direndam dalam 100 mL akuades pada suhu kamar
selama 24 jam. Kemudian hidrogel yang telah menyerap air dipisahkan dari air
yang tidak terserap dengan saringan 100 mesh dan ditimbang bobotnya. Kapasitas
penyerapan air (Qeq) dihitung menggunakan persamaan berikut.
Qeq =

bobot akhir-bobot awal
bobot awal

Pengukuran Muatan (Loading) Urea (Modifikasi Zheng et al. 2009;
Modifikasi Anah 2010)
Sebanyak 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam 100 mL larutan urea 1 M
selama 24 jam. Kemudian hidrogel dipisahkan dari larutan urea dengan saringan
100 mesh, dan ditimbang untuk mengetahui Qeq-nya. Setelah itu, 3 mL larutan
urea yang tersisa direaksikan dengan 2 mL larutan DMAB, dikocok hingga
homogen, dan didiamkan selama 10 menit sebelum ditentukan absorbansnya pada
panjang gelombang 420 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Standar yang

6
digunakan adalah larutan urea 0, 50, 100, 250, dan 500 ppm. Standar juga
direaksikan dengan DMAB dan diukur absorbansnya.
Pengukuran Pelepasan Urea pada Medium Air (Modifikasi Zheng et al.
2009)
Hidrogel yang telah terisi urea dimasukkan ke dalam 1 L akuades tanpa
pengadukan. Sebanyak 3 mL larutan dicuplik setelah 30 menit, 45 menit. 1, 2, 3, 6,
10, 12, 19, dan 24 jam. Setiap cuplikan direaksikan dengan DMAB dan diukur
konsentrasinya dengan metode spektroskopi seperti pada pengukuran muatan urea
dalam hidrogel.
Analisis Biodegradasi (ASTM 2003)
Hidrogel dimasukkan ke dalam 250 g tanah yang tidak dikeringudarakan,
kemudian diletakkan di dalam wadah kedap udara. Sebanyak 50 mL Ba(OH)2
0.05 M dalam gelas piala 150 mL dan 50 mL akuades dalam gelas piala 100 mL
diletakkan di dalam wadah kedap udara tersebut. Hidrogel yang dikubur akan
terurai membentuk CO2 yang akan ditangkap oleh Ba(OH)2 dan bereaksi
membentuk endapan BaCO3. Wadah digoyang perlahan untuk menghancurkan
endapan BaCO3 yang terbentuk pada permukaan Ba(OH)2 agar tidak menghalangi
penangkapan CO2 oleh Ba(OH)2. Sisa Ba(OH)2 dititrasi oleh HCl 0.05 M
menggunakan indikator fenolftalein untuk menentukan banyaknya CO2 yang
terbentuk. Setiap kali titrasi, Ba(OH)2 dan akuades diganti dengan yang segar.
Selama pergantian larutan tersebut, wadah dibiarkan terbuka 15 menit hingga 1
jam agar terjadi sirkulasi oksigen.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kopolimerisasi Cangkok Poliakrilat pada Onggok
Kopolimerisasi cangkok adalah pencangkokan suatu polimer pada polimer
tulang punggung yang berbeda (Odian 2004). Kopolimerisasi cangkok pada
penelitian ini dilakukan secara radikal. Polimer tulang punggung yang digunakan
adalah pati dari onggok, sedangkan polimer yang dicangkokkan adalah poliakrilat.
Umumnya, pati tergelatinisasi pada suhu 60–70 oC (OSU 2012), sehingga
untuk memastikan pati onggok tergelatinisasi, onggok dipanaskan pada suhu 90
o
C dalam air. Gelatinisasi adalah proses rusaknya ikatan antarmolekul pati seperti
ikatan hidrogen antargugus –OH pada molekul pati oleh air dan panas sehingga
air dapat memasuki ruang antarmolekul pati, berinteraksi dengan molekul pati,
dan melarutkannya (Belitz 2009). Dengan tergelatinisasinya pati ini, luas
permukaan pati yang akan bereaksi dengan akrilat akan lebih besar.
Sebelum direaksikan dengan onggok, AA terlebih dahulu direaksikan
dengan NaOH untuk melepaskan semua ion H+ dari –OH asam akrilat (pH akhir
kira-kira 4.83). Penggaraman ini bertujuan menambah kapasitas penyerapan air
setelah pencangkokan karena muatan negatif gugus –O– pada anion akrilat dapat
mengikat air lebih kuat daripada muatan negatif parsial gugus –OH pada asam
akrilat. Selain itu, tolakan yang terjadi di antara muatan negatif –O– memberikan

7
ruang 3 dimensi yang lebih besar pada hidrogel sehingga lebih banyak air dapat
masuk ke dalamnya.
Gas O2 yang berada dalam sistem akan membentuk peroksida jika terkena
radikal. Peroksida ini akan menghambat kopolimerisasi dan membentuk
homopolimer. Untuk mencegah hal tersebut, gas N2 dialirkan ke dalam sistem
untuk mengusir O2. Gas N2 bersifat lembam sehingga tidak akan mengganggu
kopolimerisasi (Kurniadi 2010). Berbeda dengan Amroni (2011) yang
memasukkan inisiator APS di tahap awal, penelitian ini memasukkan inisiator
pada tahap akhir. Penambahan APS di tahap awal bertujuan mencegah
terbentuknya homopolimer dari akrilamida. Penambahan APS di tahap akhir pada
penelitian ini dimaksudkan untuk menghomogenkan onggok, Na-akrilat, dan
penaut-silang MBA sebelum APS menginisiasi kopolimerisasi, sehingga
diharapkan pembentukan homopolimer dapat dicegah. Pada saat homogenisasi
tersebut, suhu sistem diturunkan menjadi 35 oC agar tidak terjadi reaksi di antara
molekul-molekul tersebut. Setelah APS dimasukkan ke dalam sistem, suhu
ditingkatkan kembali hingga 70 oC karena APS akan membentuk radikal pada
suhu 60–65 oC (Lanthong et al. 2006; An et al. 2007; Hua dan Wang 2008; Rui et
al. 2009). MBA dapat berperan sebagai penaut-silang karena memiliki 2 gugus
fungsi dan memiliki kemiripan struktur dengan monomer yang digunakan
(Fitriyanto 2013). Dengan adanya penaut-silang ini, kelunakan hidrogel dapat
dikurangi sehingga tidak mudah hancur atau larut dalam pelarutnya. Pencucian
dengan metanol dan etanol bertujuan mengikat air, sedangkan refluks dengan
aseton bertujuan menghilangkan homopolimer yang ada pada produk.
Pencangkokan mengubah gugus fungsi dan penampakan warna. Spektrum
onggok-g-poliakrilat memunculkan peningkatan serapan pada 3387 cm -1 yang
menunjukkan ulur –OH gugus karboksilat dari poliakrilat, dan pada 2924 cm-1
yang menunjukkan ulur −C−H dari poliakrilat. Selain itu, muncul serapan baru
pada 1670 dan 1558 cm-1, keduanya menunjukkan ulur –C=O karboksilat dari
poliakrilat, serta pada 1450 dan 1411 cm-1 yang keduanya menunjukkan ulur
−C−H alkana dari poliakrilat (Gambar 1) (Silverstein et al. 2005). Penampakan
onggok berwarna putih, sedangkan onggok-g-poliakrilat berwarna putih
kekuningan (Gambar 2).

Gambar 1 Spektrum tumpuk onggok (−) dan onggok-g-poliakrilat (−)

8

Gambar 2 Keadaan fisik onggok (a) dan onggok-g-poliakrilat (b)

Pelepasan Urea dari Hidrogel Onggok-g-poliakrilat
Onggok-g-poliakrilat memiliki ruang 3 dimensi yang dapat menampung
molekul cairan seperti air dan larutan urea. Gugus –C=O dan –NH pada urea
dapat berikatan hidrogen dengan hidrogel sehingga 1 molekul urea dapat
membentuk lebih banyak ikatan hidrogen dengan hidrogel daripada 1 molekul air.
Akibatnya, ruang 3 dimensi yang ditempati oleh larutan urea lebih kecil
dibandingkan dengan jika hanya air yang mengisi (Gambar 3). Hal ini
menyebabkan pengisian larutan urea pada hidrogel akan menghasilkan
pembengkakan yang lebih kecil daripada pengisian dengan air (Tabel 2, Lampiran
2−3).

Gambar 3 Ikatan hidrogen dan perbandingan volume ruang 3 dimensi hidrogel
dalam media air (A) dan larutan urea (B)
Tabel 2 Pembengkakan dan pengisian urea pada onggok-g-poliakrilat
Pembengkakan
dalam larutan
dalam air
urea 1 M
249.8507
203.1939

Pengisian
urea pada
hidrogel
98.76%

Pembengkakan dalam air ini lebih kecil daripada hasil penelitian Amroni
(2011) yang mencapai 1040.08 g/g. Walaupun Amroni menggunakan akrilamida,
proses saponifikasi mengubah –NH2 pada poliakrilamida menjadi −OH sehingga
hasilnya dapat dibandingkan dengan penelitiaan ini. Perbedaan hasil
pembengkakan mungkin disebabkan oleh penambahan APS pada penelitian ini
yang dilakukan di akhir, sedangkan Amroni (2011) menambahkannya di awal.

9
Penambahan APS di akhir dapat membentuk lebih banyak homopolimer daripada
jika APS ditambahkan di awal. Adanya homopolimer dapat mengurangi
pembengkakan.
Efisiensi pengisian urea dalam hidrogel sangat tinggi: hampir semua urea
dalam larutan terserap (Lampiran 4−6). Pengisian urea dengan metode
perendaman dalam penelitian ini lebih besar daripada dengan metode
pencampuran urea saat kopolimerisasi berlangsung seperti yang dilakukan oleh
Varina (2012). Banyaknya urea yang berhasil diisikan ke dalam onggok-gpoliakrilat pada penelitian tersebut hanya sebesar 48.06%. Tidak seperti
pembengkakan dalam media garam, urea dapat dengan mudah memasuki hidrogel
karena tidak berkontribusi pada tonisitas (Silverthorn 2012). Tonisitas adalah
ukuran gradien tekanan osmosis 2 larutan yang dipisahkan oleh membran
semipermeabel (Sperelakis 2011). Garam seperti NaCl tidak dapat masuk ke
dalam hidrogel karena NaCl berkontribusi pada tonisitas. Jika hidrogel
dimasukkan ke dalam larutan garam hipertonik, maka air akan keluar dari ruang 3
dimensi hidrogel untuk menyamakan konsentrasi garam pada bagian luar dan
dalam hidrogel. Hasil penelitian Rui et al. (2009) menunjukkan bahwa pada
berbagai konsentrasi larutan urea, tingkat pembengkakan hidrogel hampir sama
karena urea tidak memiliki muatan sehingga tidak memengaruhi gaya tolak
elektrostatik dari –COO–.
Setelah hidrogel diisi urea, urea yang dilepaskan oleh hidrogel tersebut ke
media air diukur selama 1 hari. Urea yang keluar dari hidrogel direaksikan dengan
DMAB untuk membentuk produk kondensasi berwarna kuning yang dapat
dideteksi secara spektroskopi (Gambar 4).

Gambar 4 Reaksi kondensasi DMAB-urea
Gambar 5 menunjukkan kurva pelepasan urea terhadap waktu. Kurva
tersebut menunjukkan pola sigmoid. Model kurva sigmoid yang paling mendekati
kurva tersebut ialah model Richards. Persamaan tersebut dapat mendekati kurva
pelepasan urea dengan baik, dengan koefisien korelasi sebesar 0.9971.

Gambar 5 Kurva pelepasan urea dari hidrogel ke media air
Gambar 5 menunjukkan bahwa setelah 24 jam, pelepasan urea mendekati
datar. Banyaknya urea yang dilepaskan selama 24 jam pertama ialah 12.14%.

10
Berdasarkan pola tersebut, urea diprediksi akan keluar seluruhnya pada hari ke-35.
Banyaknya urea yang terlarut selama 24 jam pada penggunaan secara
konvensional tanpa pengadukan ialah 100%. Dengan demikian, kemampuan
hidrogel dalam menghambat pelepasan urea ialah sekitar 8.2 kali selama 24 jam,
dibandingkan dengan tanpa hidrogel (Lampiran 7). Dengan berkurangnya laju
pelepasan urea dalam air, dapat dipastikan bahwa laju pelepasan urea dalam tanah
(leaching) juga akan berkurang dibandingkan dengan tanpa hidrogel, karena laju
pelepasan urea dalam tanah lebih lambat daripada dalam air. Hal ini disebabkan
oleh adanya interaksi pupuk dengan tanah, yaitu proses absorpsi dan desorpsi
berulang urea oleh hidrogel dan tanah sehingga memperlambat laju pelepasan
dalam tanah (Rui et al. 2009).
Metode pengisian urea saat kopolimerisasi yang dilakukan oleh Varina
(2012) memberikan hasil yang lebih baik. Selama 24 jam pertama, hidrogel
melepaskan urea sebanyak 0.25%, atau dengan kata lain, pelepasan urea dapat
dihambat sebesar 392 kali selama 24 jam dibandingkan dengan tanpa hidrogel.

Biodegradasi Onggok-g-poliakrilat
Pada jejaring onggok-g-poliakrilat yang tertaut-silang, proses biodegradasi
dimulai pada rantai tulang punggung pati dari onggok, sebab polisakarida ini
mudah diurai di alam (Wolfenden et al. 1998). Pati atau amilum adalah
karbohidrat yang mengandung banyak glukosa, yang terhubung dengan ikatan
glikosidik. Pada amilosa maupun amilopektin, glukosa dihubungkan oleh ikatan
α-(1,4)-glikosidik, sedangkan pada amilopektin, ikatan α-(1,6)-glikosidik
membentuk titik percabangan (Gambar 6).
Ikatan α-glikosidik dapat terhidrolisis secara spontan dengan laju 2×10-15
detik-1 pada suhu ruang (Wolfenden et al. 1998). Hidrolisis ini dapat dipercepat
oleh enzim α-amilase, yang dihasilkan oleh mikrob. Kapang yang dapat
menghasilkan α-amilase antara lain Aspergillus niger, A. oryzae, Thermomyces
lanuginosus, dan Penicillium expansum (Aunstrup 1979; Arnesen et al. 1998;
Doyle et al. 1998). Bakteri yang dapat menghasilkan α-amilase antara lain
Bacillus cereus, B. circulans, B. subtilis, B. licheniformis, dan Clostridium
thermosulfurogenes (Siggens 1987; El-Banna et al. 2007; Hyun dan Zeikus 1985).

Gambar 6 Ikatan glikosidik pada amilosa (a) dan amilopektin (b)
Media degradasi adalah tanah karena pada aplikasinya nanti, hidrogel ini
akan digunakan di tanah. Tanah yang digunakan memiliki kadar air basah 57.97%,

11

Jumlah CO2 yang terbentuk (mg)

nisbah C:N 19.48, dan pH 7.45 (Lampiran 8−10). Kadar air tanah berpengaruh
pada biodegradasi karena air dapat berperan sebagai media pertumbuhan mikrob
di tanah. Semakin lembap (kadar air tinggi), semakin banyak mikrob yang akan
terkandung dalam tanah. Tanah yang digunakan memiliki kelembapan yang tinggi
sehingga mikrob diperkirakan dapat tumbuh dengan baik di tanah ini.
Karbon berperan sebagai sumber energi dan untuk pembentukan sel mikrob,
sedangkan nitrogen berperan dalam pembentukan sel dan produksi enzim untuk
degradasi. Nisbah C:N pada tanah yang optimum untuk biodegradasi berkisar
antara 15:1 dan 30:1 (Haug 1993). Jika nisbah C:N terlalu kecil (N terlalu banyak),
maka akan terbentuk banyak NH3 yang bersifat racun bagi mikrob. Pembentukan
NH4+ yang bersifat asam juga akan menurunkan pH sehingga berada di bawah pH
optimum untuk pertumbuhan bakteri. Sebaliknya, jika nisbah C:N terlalu besar (N
terlalu sedikit), maka pertumbuhan mikrob dan produksi enzim pendegradasi akan
terhambat. Tanah yang digunakan pada penelitian ini cocok sebagai media
pendegradasi karena memiliki nisbah C:N pada rentang optimum.
Keasaman tanah juga berpengaruh pada biodegradasi karena mikrob
pendegradasi memiliki pH optimum untuk pertumbuhan. Umumnya, pH optimum
mikrob berada di sekitar 7. Berdasarkan keasamannya, tanah ini juga cocok untuk
dijadikan media biodegradasi karena memiliki pH di sekitar 7.
Gambar 7 menunjukkan pembentukan CO2 yang merupakan hasil degradasi
masih terus meningkat selama 29 hari. Belum seluruh sampel terdegradasi atau
belum seluruh karbon teroksidasi menjadi CO2 (Tabel 3). Waktu yang dibutuhkan
agar seluruh selulosa dan onggok-g-poliakrilat terdegradasi belum dapat
ditentukan karena bobot CO2 hasil percobaan adalah campuran hasil oksidasi C
tanah, C selulosa, dan C onggok-g-poliakrilat sehingga masih perlu dikurangi CO2
dari blangko. Selisih CO2 sampel nomor 2 dan 3 dengan sampel nomor 1
(blangko) bernilai negatif sehingga hasil degradasi selulosa dan onggok-gpoliakrilat belum dapat ditentukan dalam 29 hari. Belum semua C terdegradasi
sehingga onggok-g-poliakrilat berpotensi untuk digunakan lebih dari 29 hari.
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu (hari)
Gambar 7

Kurva pembentukan CO2 hasil degradasi tanah (−), tanah dan
selulosa (−), serta tanah dan hidrogel (−)

12
Tabel 3 Perbandingan bobot CO2 teoretis dan hasil percobaan
No.

Sampel

Bobot
(g)

1
2

Tanah
Tanah
selulosa
Tanah
hidrogel

250
250
1.0019
250
0.1140

3

terpisah

total

95.1×104
95.1×104
89.8×10
95.1×104
14.4×10

95082

Bobot CO2
percobaan
(mg)
780.38

95979

755.69

95225

754.06

Bobot CO2 teoretis (mg)

Bobot CO2 yang dihasilkan blangko paling besar, sedangkan tanah +
hidrogel menghasilkan CO2 paling kecil, padahal jumlah karbon terbanyak
dimiliki oleh sampel tanah + selulosa. Hal ini mungkin dijelaskan sebagai berikut.
Saat awal inkubasi, selulosa dan hidrogel terdegradasi dan menghasilkan CO2
lebih banyak daripada blangko (Lampiran 11−13). Sebelum menjadi CO2,
selulosa dan hidrogel terdegradasi menjadi bentuk yang lebih kompleks daripada
CO2, misalnya glukosa. Hasil degradasi ini kemudian bercampur dengan tanah
dan meningkatkan nisbah C:N tanah (Zhang et al. 2013). Nisbah C:N yang terlalu
tinggi ini akan menghambat pertumbuhan mikrob dan pembentukan enzim karena
kekurangan N sehingga pada hari-hari berikutnya, sampel tanah yang
mengandung selulosa dan hidrogel berbalik menghasilkan CO2 yang jumlahnya
lebih sedikit daripada blangko.
Tabel 3 menunjukkan bahwa CO2 yang terbentuk selama 29 hari dari
sampel tanah yang mengandung selulosa dan hidrogel hampir sama, padahal
jumlah selulosa 10 kali lebih banyak (Lampiran 14−15). Kemungkinan hal ini
disebabkan hidrogel mengandung penaut-silang MBA yang mengandung nitrogen.
Saat terdegradasi, nitrogen dari MBA menambah kadar N pada tanah sehingga
nisbah C:N tanah menurun. Dengan demikian, mikrob pada sampel tanah +
hidrogel dapat bekerja lebih baik daripada mikrob pada sampel tanah + selulosa.
Selain itu, hidrogel (onggok-g-poliakrilat yang telah diisi akuades) memiliki kadar
air yang tinggi sehingga meningkatkan kelembapan tanah dan menyebabkan
mikrob dapat hidup dengan lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Onggok-g-poliakrilat telah berhasil dibuat melalui kopolimerisasi cangkok
Na-akrilat pada onggok dengan inisiator APS dan penaut-silang MBA. Hidrogel
ini dapat membengkak dalam air dan larutan urea 1 M berturut-turut sebesar 250
dan 203 g/g. Penambahan APS di akhir menghasilkan pembengkakan yang lebih
kecil daripada penambahan APS di awal. Penambahan APS di akhir juga
menghasilkan pelepasan urea yang lebih cepat. Penambahan urea saat
kopolimerisasi juga dapat memperlambat pelepasan urea dibandingkan dengan
pengisian urea dengan cara perendaman. Pada larutan urea 1 M, pengisian urea

13
pada hidrogel mencapai 99%. Jumlah urea yang dapat diisi ke hidrogel dengan
metode perendaman ini lebih banyak daripada dengan metode penambahan urea
saat kopolimerisasi. Laju pelepasan urea dari hidrogel dalam air dapat didekati
menggunakan kurva sigmoid model Richards dengan koefisien korelasi sebesar
0.997. Banyaknya urea yang dilepaskan selama 24 jam adalah 12%. Pengisian
urea pada hidrogel dapat menghambat pelepasan urea dalam air sebesar 8.2 kali.
Banyaknya CO2 yang terbentuk dari 0.11 g hidrogel pada 250 g tanah adalah 754
mg, tetapi nilai itu masih merupakan total CO2 hasil degradasi hidrogel dan
senyawa C organik dalam tanah.

Saran
Untuk mendapatkan hasil pelepasan urea yang lebih lambat, penambahan
urea saat kopolimerisasi lebih baik digunakan untuk aplikasi di pertanian. Uji
pelepasan urea dari hidrogel dalam tanah (leaching) perlu dilakukan untuk
mendapatkan pola pelepasan urea yang lebih sesuai untuk aplikasi. Waktu untuk
uji biodegradasi sebaiknya diperpanjang untuk menentukan kapan onggok-gpoliakrilat akan terdegradasi sempurna, sehingga dapat ditentukan pola
degradasinya.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC Intrnational. Rev ke-2. Vol ke-1. Maryland (US): AOAC Int.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2003. ASTM D5988-03:
Standard test method for determining aerobic biodegradation in soil of
plastic materials or residual plastic materials after composting. Annual Book
of ASTM Standards. Philadelphia (US): ASTM.
Amroni M. 2011. Sintesis superabsorben melalui kopolimerisasi pencangkokan
dan penautan-silang onggok dengan akrilamida [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
An L, Zhang J, Wang A. 2007. Utilization of starch and clay for preparation of
superabsorbent composite. J Res Tech. 98(2):327−332. doi: 10.1016/j.
biortech.2005.12.026.
Anah L. 2010. Proses pembuatan material komposit hidrogel dengan pupuk
organik secara sistem pelepasan terkendali (controlled release). Laporan
Akhir Kegiatan Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun 2010.
Bogor (ID): LIPI.
Arnesen S, Eriksen SH, Olsen J, Jensen B. 1998. Increased production of alpha
amylase from Thermomyces lanuginosus by the addition of Tween-80.
Enzyme Microb Technol. 23(3-4):249-252. doi: 10.1016/S0141-0229.
Aunstrup K. 1979. Production, isolation and economics of extracellular enzymes.
Di dalam: Wingard J, Katchalski-Katzir L, Golstein L, editor. Applied
Biochemistry and Bioengineering. New York (US): Academic Pr.

14
[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
Pupuk. Bogor (ID): Balittan.
[BI] Bank Indonesia. 2005. Pengolahan Tepung Tapioka. Pola Pembiayaan
Usaha Kecil (PPUK). Jakarta (ID): BI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh 2013
Sep 11]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed ke-4. New York
(US): Springer.
Davis JG, Whiting D. 2013. Choosing a Soil Amendment. Fact Sheet No. 7.235.
Colorado State University Extension [internet]. [diunduh 2013 Sep 11].
Tersedia pada: http://www.ext.colostate.edu/ pubs/garden/07235.html.
DeJong-Hughes J, Moncrief JF, Voorhees WB, Swan JB. 2001. Soil Compaction:
Causes, Effects and Control. WW-03115. University of Minnesota Extension
[Internet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia pada: http://www.
extension.umn.edu/distribution/cropsystems/components/3115s01.html#sect
ion1.
Doyle EM, Noone AM, Kelly CT, Quigley TA, Fogarty WM. 1998. Mechanisms
of action of the maltogenic α-amylase of Byssochlamys fulva. Enzyme
Microb Technol. 22(7):612-616. doi: 10.1016/S0141-0229(97)00267-6.
El-Banna TE, Abd-Aziz AA, Abou-Dobara MI, Ibrahim RI. 2007. Production and
immobilization of α-amylase from Bacillus subtilis. Pak J Biol Sci.
10(12):2039-2047. doi: 10.3923/pjbs.2007.2039.2047.
Fitriyanto E. 2013. Sintesis dan pencirian superabsorben onggok-g-asam akrilat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haroen U. 1993. Pemanfaatan onggok dalam ransum dan pengaruhnya terhadap
performa ayam broiler [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haug RT. 1993. The Practical Handbook of Compost Engineering. Boca Raton
(US): Lewis.
Hekmat A, Barati A, Frahani EV, Afraz A. 2009. Synthesis and analysis of
swelling and controlled release behaviour of anionic sIPN acrylamide based
hydrogels. World Aca Sci, Eng & Technol. 56:96-100. doi: 10.1.1.193.4184.
Hua S, Wang A. 2008. Synthesis, characterization and swelling behaviors of
sodium alginate-g-poly(acrylic acid)/sodium humate superabsorbent.
Carbohydr Polym. 75:79-84. doi: 10.1016/j.carbpol.2008.06.013.
Hyun HH, Zeikus JG. 1985. General biochemical characterization of thermostable
extracellular β-amylase from Clostridium thermosulfurogenes. Appl Environ
Microbiol. 49(5):1162-1167. doi: 0099-2240/85/051162-06$02.00/0
Kabiri K, Omidian H, Hashemi SA, Zohuriaan-Mehr MJ. 2003. Synthesis of fastswelling superabsorbent hydrogels: effect of crosslinker type and
concentration on porosity and absorption rate. European Polym J.
39(7):1341-1348. doi: 10.1016/S0014-3057(02)00391-9.
Kurniadi T. 2010. Kopolimerisasi grafting monomer asam akrilat pada onggok
singkong dan karakterisasinya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lanthong P, Nuisin R, Kiatkamjornwong S. 2006. Graft copolymerization,
characterization and degradation of cassava starch-g-acrylamide/itaconic
acid super-absorbents. Carbohydr Polym. 66(2):229-245. doi: 10.1016/j.
carbpol.2006.03.006.

15
Lokhande HT, Varadarajan PV. 1992. A new guargum-based superabsorbent
polymer synthesized using gamma radiation as a soil additive. Biores
Technol. 42(2):119-122. doi: 10.1016/0960-8524(92)90070-E.
Mittal H, Mishra SB, Mishra AK, Kaith BS, Jindal R, Kalia S. 2013. Preparation
of poly(acrylamide-co-acrylic acid)-grafted gum and its flocculation and
biodegradation studies. Carbohydr Polym. 98:397-404. doi: 10.1016/j.
carbpol.2013.06.026.
Nie H, Liu M, Zhan F, Guo M. 2004. Factors on the preparation of
carboxymethylcellulose hydrogel and its degradation behavior in soil.
Carbohydr Polym 58:185-189. doi:10.1016/j.carbpol.2004.06.035.
[OSU] Oregon State University. 2012. Starch. Oregon State University [Internet].
[diunduh 2013 Des 15]. Tersedia pada: http://food.oregonstate.edu/learn/
starch.html.
Odian G. 2004. Principles of Polymerization. Ed ke-4. Toronto (US): Wiley.
Rui L, Yuan H, Xi G, Zhou Q. 2009. Synthesis of wheat straw-g-poly(acrylic
acid) superabsorbent composites and release of urea from it. Carbohydr
Polym. 77(2):181-187. doi: 10.1016/j.carbpol.2008.12.018.
[SSSA] Soil Science Society of America. 2013. Glossary of Soil Science Terms.
Soil Science Society of America [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia
pada: https://www.soils.org/ publications/soils-glossary#.
Sari N. 2011. Sintesis polimer superabsorben onggok tapioka-akrilamida:
pengaruh konsentrasi inisiator dan penaut-silang. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Schulte EE, Kelling KA. 1998. Organic Soil Conditioners. A2305. University of
Winconsin Extension [Internet]. [diunduh 2013 Sep 11]. Tersedia pada:
http://www.soils.wisc.edu/ extension/pubs/A2305.pdf.
Siggens K. 1987. Molecular cloning and characterization of the β-amylase gene
from Bacillus circulans. Mol Microbiol. 1(3):86-91. doi: 10.1111/j.13652958.1987.tb00531.x.
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometric Identification of
Organic Compounds. Ed ke-7. Toronto (US): Wiley.
Silverthorn DU. 2012. Human Physiology: An Integrated Approach. Ed ke-6.
New Jersey (US): Pearson Education.
Sperelakis N. 2011. Cell Physiology Source Book. Ed ke-4. Massachusetts (US):
Academic Pr.
Sutedjo MM. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Varina DR. 2012. Sintesis superabsorben onggok-poliakrilat yang diperkaya
dengan urea [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahid AS. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan
metode bagan warna daun. J Litbang Pertanian. 22(4):156-161.
Wolfenden R, Lu X, Young G. 1998. Spontaneous hydrolysis of glycosides. J Am
Chem Soc. 120(27):6814-6815. doi: S0002-7863(98)01305-5.
Woodrow JE, Seiber JN, Miller GN. 2008. Acrylamide release resulting from
sunlight irradiation of aqueous polyacrylamide/iron mixtures. J Agric Food
Chem. 56(8):2773-2779. doi: 10.1021/jf703677v.
Wu F, Zhang Y, Liu L, Yao J. 2012. Synthesis and characterization of a novel
cellulose-g-poly(acrylic acid-co-acrylamide) superabsorbent composite

16
based on flax yarn waste. Carbohydr Polym. 87(4):2519-2525. doi: 10.
1016/j.carbpol.2011.11.028.
Zhang Y, Wu F, Liu L, Yao J. 2013. Synthesis and urea sustained-release
behavior of an eco-friendly superabsorbent based on flax yarn wastes.
Carbohydr Polym. 91(1):277-283. doi: 10.1016/j.carbpol.2012.08.041.
Zheng T, Liang Y, Ye S, He Z. 2009. Superabsorbent hydrogels as carriers for the
controlled release of urea: experiments and a mathematical model
describing the release rate. Biosyst Eng. 102(1):44-50. doi: 10.1016/j.
biosystemseng.2008.09.027.

17
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Sintesis onggok-g-poliakrilat

Kadar air
Gugus fungsi
Pencirian
onggok-g-poliakrilat

Kadar C
Pembengkakan di air
Pembengkakan di larutan urea
Kapasitas pengisian urea

Kadar C
Kadar N
Analisis
tanah

pH
Kadar air
(basah)

Biodegradasi
onggok-g-poliakrilat

Kadar air
(kering)
Biodegradasi

18
Lampiran 2 Data pembengkakan hidrogel dalam air
Bobot
hidrogel0
(g)
0.1126
0.1064
0.1063

Bobot
saringan
(g)
3.9180
3.5186
3.9644

Bobot
saringan +
hidrogelt (g)
30.6704
31.5077
30.7423

Bobot
hidrogelt
(g)
26.7524
27.9891
26.7779

Pembengkakan
terpisah

236.5879
262.0555 249.8507
250.9087

Perhitungan bobot hidrogelt (setelah membengkak):
Whidrogelt = Wsaringan+hidrogelt − Wsaringan
= 30.6704 g − 3.9180 g
= 26.7524 g
Perhitungan pembengkakan:
Whidrogelt – Whidrogel0
Pembengkakan =
Whidrogel0
26.7524 g – 0.1126 g
=
0.1126 g
= 236.5879
236.5879 + 262.0555 + 250.9087
Rerata pembengkakan =
3
= 249.8507

rerata

Lampiran 3 Data pembengkakan hidrogel dalam larutan urea 1 M
Bobot
urea (g)
6.0272
6.0307
6.0766

Volume
[Urea(aq)]
urea(aq)
(M)
(mL)
100
1.0037
100
1.0042
100
1.0119

Bobot
Bobot
hidrogel0 saringan
(g)
(g)
0.1062
3.8501
0.1008
3.9715
0.1028
3.9144

Perhitungan konsentrasi urea:
W
1000
[urea] =
×
Mr
V

6.0272 g
1000
×
g
60.052 mol 100 mL
= 1.0037 M

=

Perhitungan bobot hidrogelt:
Whidrogelt = Wsaringan + hidrogelt – Wsaringan
= 25.0468 g – 3.8501 g
= 21.1967 g

Bobot
saringan +
hidrogelt (g)
25.0468
25.7043
24.2057

Pembengkakan di
Bobot
larutan urea
hidrogelt
(g)
terpisah
rerata
21.1967 198.5923
21.7328 214.6032 203.1939
20.2913 196.3862

Perhitungan pembengkakan hidrogel di larutan urea:
Whidrogelt – Whidrogel0
Pembengkakan =
Whidrogel0
21.1967 g – 0.1062 g
=
0.1062 g
= 198.5923
198.5923 + 214.6032 + 198.5923
Rerata pembengkakan =
3
= 203.1939

19

20
Lampiran 4 Data jumlah urea awal saat pengisian urea ke dalam hidrogel
Standar & sampel
A (blangko)
B
C
D
E
Urea(aq) awal (Pengenceran 1000×)

[Urea(aq)]
(ppm)
0.0
50.0
100.0
250.0
500.0
98.8

A

A terkoreksi

0.549
0.701
0.827
1.209
1.829
0.772

0.152
0.278
0.660
1.280
0.223

1.4
y = 0.0025x + 0.0283
R=1

Absorbans

1.2
1
0.8
0.6

0.4
0.2
0
0

100

200

300

400

[Urea] (mg/L)
Perhitungan konsentrasi urea(aq) awal (pengenceran 1000×):
Aterkoreksi = Aurea – Ablangko
= 0.772 – 0.549
= 0.223
Aterkoreksi = 0.0025 × [urea aq ] + 0.0283
Aterkoreksi – 0.0283
[urea aq ] =
0.0025
0.223 – 0.0283
=
0.0025
mg
= 98.8
L
Perhitungan konsentrasi urea(aq) awal:
[urea aq awal] sebenarnya = [urea aq ] × fp
mg
= 98.8
L × 1000
mg
= 98760.7
L

500

600

21
Lampiran 5 Data jumlah urea yang bersisa (tidak terisi ke hidrogel) saat pengisian
urea ke dalam hidrogel
[Urea(aq)]
(ppm)
0.0
50.0
100.0
250.0
500.0
96.2

Standar & sampel
A (blangko)
B
C
D
E
Sisa urea(aq) (pengenceran 10×)

A

A terkoreksi

0.532
0.645
0.755
1.141
1.668
0.758

0.113
0.223
0.609
1.136
0.226

1.4

Absorbans

1.2

y = 0.0023x + 0.0060
R = 0.9989

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

100

200

300

400

[Urea] (mg/L)
Perhitungan konsentrasi sisa urea(aq) (pengenceran 10×):
Aterkoreksi = Aurea – Ablangko
= 0.759 – 0.532
= 0.226
Aterkoreksi = 0.0023 × sisa urea aq
Aterkoreksi – 0.0060
urea aq =
0.0023
0.226 – 0.0060
=
0.0023
mg
= 96.2
L

+ 0.0060

Perhitungan konsentrasi sisa urea(aq):
sisa urea aq sebenarnya = sisa urea aq × fp
mg
= 96.2
L × 10
mg
= 962.1
L

500

600

22
Lampiran 6 Data jumlah urea yang terisi ke hidrogel
urea aq yang terisi ke hidrogel = urea aq awal - sisa urea aq
mg
= 98760.7 - 962.144
L
mg
= 76671.0
L
%Urea yang terisi ke hidrogel =

urea aq yang terisi ke hidrogel

urea aq awal
mg
76671.0
L
=
mg × 100%
98760.7
L
= 98.76%

× 100%

23
Lampiran 7 Data pelepasan urea dari hidrogel pada media air
Standar
A (blangko)
B
C
D
E

ppm
0
50
100
250
500

A
0.532
0.645
0.755
1.141
1.668

A terkoreksi
0.113
0.223
0.609
1.136

1.4

Absorbans

1.2

y = 0.0023x + 0.0060
R = 0.9989

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

100

200

300

400

500

600

[Urea] (mg/L)

Waktu (menit)

A

A
terkoreksi

30
45
60
120
180

1.375
1.414
1.416
1.461
1.595
0.660
0.685
0.691
0.696
0.703

0.843
0.882
0.884
0.929
1.063
0.128
0.153
0.159
0.164
0.171

360 (pengenceran 10×)
600 (pengenceran 10×)
720 (pengenceran 10×)
1140 (pengenceran 10×)
1440 (pengenceran 10×)

[Urea(aq)]
(ppm)
366.2
383.3
384.2
403.8
462.5
53.6
64.5
66.7
69.3
72.2

[Urea(aq)]
sebenarnya
(ppm)
366.2
383.3
384.2
403.8
462.5
535.5
6