Urea lepas lambat dengan penyalutan poliakrilamida, poliakrilat, dan parafin
UREA LEPAS LAMBAT DENGAN PENYALUTAN
POLIAKRILAMIDA, POLIAKRILAT, DAN PARAFIN
SUJONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Urea Lepas Lambat dengan Penyalutan Poliakrilamida, Poliakrilat, dan Parafin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013 Sujono NIM G451110021
(4)
RINGKASAN
SUJONO. Urea Lepas Lambat dengan Penyalutan Poliakrilamida, Poliakrilat, dan Parafin. Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS’UD dan TETTY KEMALA.
Penggunaan pupuk urea secara konvensional kurang efisien, sekitar 20 sampai dengan 70% pupuk urea hilang ke lingkungan. Penyalutan pupuk urea merupakan salah satu cara pengendalian lepas lambat urea ke lingkungan. Bahan penyalut yang umum digunakan adalah polimer. Salah satu metode penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi radikal dalam reaktor sehingga polimer yang terbentuk langsung terdeposisi pada permukaan pupuk sebagai lapisan penyalut. Polimerisasi tersebut berlangsung secara tidak terkendali, demikian pula deposisi polimer pada permukaan perlu dikendalikan agar salutan yang terbentuk sempurna. Penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui penyalutan ganda menggunakan polimer hidrofilik dan parafin dalam rancangan sistem terkendali. Pupuk urea lepas lambat yang telah dibuat kemudian ditentukan pola dan kinetika pelepasan urea dalam air dan tanah melalui pendekatan model eksponensial dan model sigmoidal. Polimer hidrofilik yang digunakan adalah poliakrilamida bertaut silang N,N’-metilena-bis akrilamida (PAM-MBA) dan poliakrilat bertaut silang N,N’-metilena-bis akrilamida (PAA-MBA). Penyalutan urea granul dirancang dalam reaktor sistem terkendali. Proses reaksi dilakukan pada suhu 61 oC dalam 3 tahap pemberian pereaksi hingga satu jam dengan kontrol dari sistem elektronika terintegrasi mikrokontroler.
Selubung kosong terbentuk pada perendaman granul urea setelah polimerisasi, hal ini menunjukkan terjadinya penyalutan. Pencirian penyalut dengan spektroskopi inframerah menghasilkan profil spektrum yang menunjukkan telah terjadi polimerisasi dan taut-silang membentuk deposit penyalut. Pemayaran dengan SEM menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai serat atau susunan jarum yang saling menyangga, selain itu hasil SEM juga menunjukkan tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm, sedangkan pada granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin adalah 143 µm. Laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin, masing-masing adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit, 38,63 ppm/menit, dan 21,04 ppm/menit. Pola pelepasan urea pada pupuk tersalut dalam tanah menunjukkan pola sigmoidal. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Morgan–Mercer–Flodin (MMF) dan Logistic dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 0,999 dan 0,986. Pencocokan kurva ini menunjukkan bahwa penyalutan ganda dengan polimer dan parafin dapat memberikan pelepasan urea dengan pola sigmoidal yang baik, berbeda dengan urea tersalut parafin saja menunjukkan kecocokkan hanya dengan model Logistic saja, sedangkan urea tanpa penyalut tidak dapat didekati dengan model sigmoidal. Kata kunci: pelepasan pupuk, penyalutan, pola sigmoidal, polimer, urea
(5)
SUMMARY
SUJONO. Slow Release Urea by Coating with Poly(acrylamide), Poly(acrylic acid), and Paraffin. Supervised by ZAINAL ALIM MAS'UD and TETTY KEMALA .
The use of conventional urea is less efficient, about 20 to 70% urea fertilizer is lost to the environment. Coating urea fertilizer is one way to controlling slow-release urea to the environment. A common coating material used is polymer. One method of coating is carried out simultaneously with the process of radical polymerization in the reactor so that the polymer is formed directly deposited on the surface as a fertilizer coating layer. The polymerization takes in an uncontrolled manner, as well as the deposition of polymer on the surface needs to be controlled to form perfect coating. This research aimed to create slow-release urea fertilizers by using a double coating of hydrophilic polymer and paraffin in the designed controlled system. The release pattern and kinetics of slow-release urea fertilizers were determined through the exponential model approach and sigmoidal models. Hydrophilic polymers used were poly(acrylamide) crosslinked with N,N'-methylene-bis-acrylamide (PAM-MBA) and poly(acrylic acid) crosslinked with N,N'-methylene-bis-acrylamide (PAM-MBA). Coating urea granules are designed in a controlled system reactor. The process of reaction carried out at a temperature of 61 °C in three phase of supplying reagent until one hour through the control of an integrated electronics system of microcontroller.
Transparent empty sheaths which formed after the soaking of treated granular urea showed the coating on urea granules had been occurred. Characterization of coating material by infrared spectroscopy resulted spectra profiles showed a polymerization and crosslinking had been occurred to form a coating deposit. SEM imaging showed the morphology of coating layer looked like a fiber or needle arrangement which supporting each other, in addition SEM resulted also showed a coating layer thickness of coated urea granule urea coated with PAM-MBA and paraffin was 243 µm, whereas urea coated with PAA-MBA and paraffin MBA and paraffin was 143 µm. The rate of release of urea in water of the uncoated urea, urea coated with paraffin, urea coated with PAM-MBA and paraffin, and urea coated with PAM-MBA and paraffin, respectively were 234.25 ppm/min, 23.84 ppm/min, 38.63 ppm/min, and 21.04 ppm/min. The release pattern of coated urea fertilizer in the soil showed a sigmoidal pattern. The urea coated with PAM-MBA and paraffin showed a match with two sigmoidal models, namely the Richards and Gompertz relation with a correlation coefficient are 0.999. Similarly, the urea coated with PAA-MBA and paraffin showed a match with two sigmoidal models, namely the Morgan-Mercer-Flodin (MMF) and Logistic with each correlation coefficient are 0.999 and 0.986. The fitting curve showed that the double coating with polymer and paraffin can provide release urea with good sigmoidal pattern, unlike urea coated with paraffin alone showed a match with Logistic models only, whereas urea without coating could not be approximated by sigmoidal models.
(6)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(7)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Kimia
UREA LEPAS LAMBAT DENGAN PENYALUTAN
POLIAKRILAMIDA, POLIAKRILAT, DAN PARAFIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
(8)
Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis: Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS
(9)
Judul Tesis : Urea Lepas Lambat dengan Penyalutan Poliakrilamida, Poliakrilat, dan Parafin.
Nama : Sujono NIM : G451110021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA
Ketua
Dr. Tetty Kemala, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi S2 Kimia
Prof. Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini adalah pemupukkan, dengan judul Urea Lepas Lambat dengan Penyalutan Poliakrilamida, Poliakrilat, dan Parafin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA dan Dr. Tetty Kemala, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhammad Khatib, M.Si beserta staf Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor Baranangsiang yang telah mengarahkan teknis dan ide penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga dan Ustad Maulana Abdullah, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 Sujono
(11)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis Penelitian 2
2 METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Penyalutan 3
Pencirian 4
Uji Pelepasan Urea 5
Prosedur Analisis Data 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Penyalutan 7
Pencirian 13
Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya 16
4 SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 25
(12)
DAFTAR TABEL
1. Parameter kinetika pelepasan urea 19
2. Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah 21
DAFTAR GAMBAR
1. Radas uji pelepasan urea dalam air 6
2. Radas uji pelepasan urea dalam tanah tercuci 6
3. Deposit polimer tanpa urea 8
4. Struktur polimer penyalut 8
5. Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: (a) 15
menit, (b) 45 menit, (c) 60 menit 9
6. Rangkaian komponen reaktor polimerisasi-penyalutan 9 7. Rancangan sistem reaktor polimerisasi-penyalutan 10
8. Reaktor polimerisasi-penyalutan 11
9. Rancangan program reaksi polimerisasi-penyalutan 11 10. Deposit polimer pada labu reaksi: (a) Reaksi langsung, (b) Reaksi sistem
terkendali 12
11. Granul urea: (a) Tidak tersalut, (b) Tersalut PAM-MBA dan parafin, (c)
Tersalut PAA-MBA dan parafin 12
12. Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM-MBA dan
parafin 13
13. Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA-MBA dan
parafin 13
14. Spektrum IR: (a) akrilamida, (b) PAM-MBA, (c) asam akrilat, (d)
PAA-MBA, (e) PAA-MBA, (f) BPO 14
15. Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea 15 16. Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm-1: (a) akrilamida,
(b) poliakrilamida, (c) akrilat, (d) poliakrilat 16
17. Pelepasan urea dalam air 17
18. Pelepasan urea dalam tanah 18
19. Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air 19 20. Kurva: (a) Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan (b) pelepasan pupuk
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian 25
2. Hasil analisis urea dari pelepasan pupuk dalam air 26 3. Hasil analisis urea dari pelepasan pupuk dalam tanah 28
4. Pencocokan kurva rilis urea tanpa penyalut 31
5. Pencocokan kurva rilis urea tersalut parafin 32 6. Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAM-MBA dan parafin 33 7. Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAA-MBA dan parafin 34
(14)
(15)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pupuk urea banyak digunakan untuk pertanian karena kandungan urea yang cukup tinggi dibanding pupuk lain, yaitu sekitar 45%. Menurut Suherman et al. (2011), pemanfaatan pupuk urea secara konvensional belum efisien, sekitar 20 sampai dengan 70% pupuk urea hilang ke lingkungan. Masalah ini disebabkan tingginya kecepatan pelepasan urea dalam tanah dan pengaruh lain seperti dekomposisi urea, penguapan urea sebagai amonia, penanganan pupuk, dan juga penyimpanannya. Pelepasan urea yang tidak terkendali juga menyebabkan polusi lingkungan. Hasil dari dekomposisi urea berupa nitrat dan amonia menyebabkan pencemaran serius pada lingkungan. Menurut Savci (2012), tingginya kadar nitrat pada lingkungan dapat menyebabkan methemoglobinemia, efek karsinogenik, dan eutrofikasi perairan. Evaporasi amonia menyebabkan hujan asam yang merusak vegetasi.
Masalah ketidakefisienan ini dapat ditangani melalui pengendalian pelepasan urea sehingga lebih lambat atau terkendali. Pupuk ini dalam aplikasinya dikenal dengan istilah pupuk lepas lambat (slow release fertilizer/SRF) atau pupuk lepas terkontrol (controlled release fertilizer/CRF). Istilah pupuk lepas lambat dan pupuk lepas terkontrol/terkendali secara definisi sama saja (Trenkel 2010). Umumnya istilah pupuk lepas lambat merujuk ke pupuk yang mempunyai mekanisme lepas lambat melalui proses dekomposisi secara mikrobial (contohnya urea-formaldehida), sedangkan pupuk lepas terkontrol merujuk kepada pupuk tersalut atau terenkapsulasi. Shaviv 2005 membuat definisi, pupuk lepas lambat adalah pupuk yang dapat lepas dibandingkan pupuk biasa tanpa perlakuan di pasaran, sedangkan pupuk lepas terkontrol adalah pupuk yang diketahui laju, pola, dan lama lepas pupuk, serta dapat dikontrol dalam proses pembuatannya.
Salah satu cara untuk membuat pupuk lepas lambat adalah dengan penyalutan terhadap pupuk. Bahan penyalut yang umum digunakan adalah polimer, contohnya polimer hidrofilik. Ciri utama polimer hidrofilik adalah tingginya daya pembengkakan polimer. Polimer hidrofilik yang banyak digunakan di bidang pertanian adalah poliakrilamida dan poliakrilat, terutama sebagai superabsorben melalui modifikasi kopolimerisasi cangkok dan taut-silang, seperti penelitian Hua et al. (2009) menggunakan komposit poliakrilat dan Mas’ud et al. (2013) menggunakan komposit poliakrilamida. Polimer dipilih sebagai bahan penyalut karena tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kondisi tanah seperti pH, salinitas, tekstur, aktivitas mikrobiologi, potensial redoks, kekuatan ionik air tanah, tetapi lebih bergantung pada suhu dan permeabilitas. Suhu aplikasi pupuk biasanya pada suhu kamar, sedangkan permeabilitas diatur oleh jumlah atau komposisi penyalut (Trenkel 2010).
Penelitian terkait pupuk lepas lambat umumnya terbagi menjadi dua tipe, tipe pertama yaitu pupuk sebagai inti tersalut polimer dan tipe kedua yaitu pupuk tersimpan dalam matriks polimer. Contoh tipe pertama ditemukan pada penelitian Abraham (1997) berupa urea granul tersalut polimer hidrofobik dan hidrofilik. Selain itu juga penelitian Subbarao et al. (2013) tentang pupuk kalium oksida
(16)
2
tersalut polimer hidrofilik. Contoh tipe kedua ditemukan pada penelitian Hekmat et al. (2009) tentang matriks poliakrilamida yang diperkaya pupuk amonium nitrat, penelitian Liang et al. (2009) tentang kopolimer jerami tercangkok poliakrilat sebagai matriks yang diperkaya urea, demikian pula Talaat et al. (2008) tentang hidrogel dari pati tercangkok akrilonitril yang dikompositkan dengan campuran pupuk.
Teknik yang digunakan untuk menghasilkan pupuk lepas lambat, diantaranya dengan menggunakan granulator panci miring, drum berputar, teknik lapik teralir. Penelitian terkait teknik pembuatan pupuk lepas lambat diantaranya penelitian Tzika et al. (2003) tentang penyalutan pupuk granul menggunakan teknik lapik teralir dan penelitian Hoeung et al.(2011) membuat campuran pupuk dan zeolit menggunakan granulator panci miring. Penelitian lain dari Abraham (1997) menggunakan teknik penyalutan pupuk simultan dengan polimerisasi radikal dalam reaktor sehingga polimer yang terbentuk langsung terdeposisi pada permukaan pupuk. Polimerisasi radikal tersebut tidak terkendali, demikian pula proses penyalutan dengan prinsip deposisi permukaan perlu dikendalikan agar salutan yang terbentuk sempurna. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui reaksi polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali.
Penyalut dua lapis digunakan pada urea lepas lambat ini. Lapisan dalam adalah polimer hidrofilik sebagai membran semipermeabel berfungsi mengendalikan pelepasan urea dan lapisan luar berupa penyalut hidrofobik berfungsi untuk mengurangi penetrasi air. Polimer hidrofilik yang digunakan yaitu poliakrilamida dan poliakrilat, masing-masing tertaut silang dengan N,N' -metilena-bis akrilamida (MBA). Parafin 20% digunakan sebagai penyalut kedua sehingga pupuk diharapkan lepas lambat. Menurut Trenkel (2010), pola pelepasan pupuk diharapkan berpola sigmoidal dan laju pelepasannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, pola dan kinetika pelepasan urea dari pupuk lepas lambat ditentukan dengan pendekatan model sigmoidal dan model eksponensial.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui penyalutan ganda dengan polimer hidrofilik dan parafin melalui reaksi polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali. Pupuk urea lepas lambat ditentukan pola dan kinetika pelepasan urea dalam air dan tanah.
Hipotesis Penelitian
Pupuk granul urea lepas lambat dalam tanah menunjukkan pola pelepasan sigmoidal.
(17)
3
2
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea granul, akrilamida, asam akrilat, parafin, N,N-metilena-bis akrilamida/MBA p.a (Merck), benzoil peroksida/BPO p.a (Merck), p-dimetilaminobenzaldehida/DMAB p.a (Merck), kloroform/ CHCl3 p.a (Merck), etanol 99% p.a (Merck), HCl p.a
(Merck), dan tanah berpasir (sandy loam).
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah reaktor polimerisasi yang dirancang dalam sistem kendali otomatis, penangas air, pengaduk magnet, kondensor, chiller, radas penguap putar, oven, neraca digital, termometer, ayakan 1,5 mm dan 2 mm, radas uji pelepasan pupuk urea, mikrokontroler ATtiny2313 AVR 8 bit, indikator-kontroler suhu Emko ESM-4410, sensor termokopel tipe K, spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) 1700 Shimadzu, instrumen spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR) IRPrestige-21 Shimadzu, Scanning Electron Microscope (SEM) Carl Zeiss EVO (Puslitbang Hutan Bogor), dan alat-alat gelas lain.
Metode penelitian ini terdiri atas penyalutan, pencirian, dan uji pelepasan urea sesuai dengan diagram alir pada Lampiran 1. Penyalutan urea terdiri atas penyalutan dengan polimer hidrofilik dan parafin. Pencirian terdiri atas pengukuran daya pembengkakkan, persen penyalutan, spektroskopi inframerah, dan pemayaran SEM. Pelepasan urea dilakukan dalam air dan tanah. Urea yang digunakan berbentuk granul dengan ukuran 1,5 – 2 mm dan telah dikeringkan di oven pada suhu 80 oC selama 2 jam.
Penyalutan Penyalutan Pupuk Urea Granul dengan Polimer
Percobaan pendahuluan yang dilakukan, yaitu polimerisasi monomer dalam pelarut kloroform (CHCl3). Metode polimerisasi adalah modifikasi metode
Abraham (1997) dengan penggunaan inisiator (azo-bis isobutironitril AIBN diganti dengan benzoil peroksida/BPO), jumlah resep bahan, dan proses reaksi dirancang dalam sistem yang lebih terkontrol. Sintesis polimerisasi dilakukan untuk penentuan suhu polimerisasi, waktu penyalutan-polimerisasi, dan observasi lain untuk perancangan sistem penyalutan terkontrol. Polimerisasi dilakukan dengan mencampurkan 1,06 g monomer (akrilamida atau asam akrilat), 0,1 g MBA (penaut silang), 0,05 g BPO (inisiator), dan 15 g pupuk urea granul ke dalam labu reaksi yang berisi 56 mL CHCl3. Labu tersebut dipasangkan
kondensor, lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 40 oC, 50 oC, 60 oC, dan suhu maksimal yaitu titik didih kloroform yaitu 61 oC. Setelah didapatkan
(18)
4
suhu polimerisasi, lalu dilakukan penyalutan dengan polimer pada granul urea pada suhu tersebut. Pengambilan contoh dilakukan pada beberapa butir granul urea pada beberapa titik dalam labu pada waktu reaksi 15, 30, 45 menit kemudian urea tersebut direndam air untuk melihat kelarutan dan salutan yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan reaksi penyalutan terkontrol, yang dimulai dengan pembuatan dua larutan terpisah dalam vial 10 mL, larutan pertama merupakan campuran 1,06 g monomer (akrilamida atau asam akrilat) dan 0,1 g MBA dalam 8 mL CHCl3 dan larutan kedua adalah 0,05 g BPO dalam 8 mL CHCl3. Kedua
larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu reaksi yang telah berisi 15 g pupuk urea dalam 40 mL CHCl3 secara terkontrol, kemudian dipasang pada sistem yang
terdiri atas penangas air, kondensor, dan pengaduk. Reaksi dikontrol selama waktu yang telah ditetapkan dari uji pendahuluan sebelumnya.
Penyalutan Lanjut dengan Parafin (Modifikasi Al-Zahrani 2000)
Modifikasi dilakukan pada tahap pelapisan. Pupuk urea tersalut polimer disalut parafin sebanyak 20% terhadap bobot pupuk. Penyalutan dengan parafin dilakukan dengan melarutkan 0,5 gram parafin padat dalam pelarut 4 mL CHCl3
hangat, kemudian dituangkan ke dalam pupuk 15 gram pupuk tersalut polimer. Pelarut kloroform tersebut diuapkan dengan radas penguap putarpada suhu 60 oC pada tekanan rendah, putaran tidak terlalu cepat (sekitar 40 rpm), kemudian dikeringkan di oven pada suhu 60 oC. Hal ini dilakukan berulang kali hingga komposisi parafin mencapai 20%.
Pencirian Kandungan Urea dan Persen Penyalutan
Pupuk urea tersalut ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh. Kasa tersebut ditimbang, kemudian direndam ke dalam akuades 1 L hingga kadar urea tetap. Kasa tersebut diangkat dan dikeringkan di dalam oven suhu 60 oC, kemudian kasa tersebut ditimbang. Kandungan urea dan persen penyalutan diperoleh dari perhitungan data timbangan kering sebelum dan sesudah perendaman.
Daya Pembengkakan Penyalut Polimer
Uji daya pembengkakan (swelling) dilakukan pada deposit polimer yang telah direndam dan dibilas dengan akuades. Sejumlah 0,05 gram deposit polimer tersebut dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh, kasa berisi deposit tersebut ditimbang, kemudian direndam dalam akuades 100 mL selama 24 jam. Kasa tersebut diangkat, ditiriskan, dan dilap hingga permukaan luar kering. Kasa tersebut ditimbang. Daya pembengkakan diperoleh dari hasil perhitungan data timbangan sebelum dan sesudah penyerapan air maksimal.
Pencirian dengan SEM
Pencirian morfologi penyalut menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Sejumlah tertentu urea tersalut dipotong melintang. Potongan contoh tersebut ditempelkan pada tempat contoh (specimen holder), contoh kemudian dimasukkan ke dalam specimen chamber dan dilakukan pemayaran.
(19)
5
Pencirian dengan Spektroskopi Inframerah
Analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR). Contoh yang akan dianalisis adalah bahan pereaksi polimerisasi dan polimer penyalut pupuk. Deposit polimer diperoleh dengan menghancurkan pupuk tersalut, kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh, lalu direndam dalam akuades, kemudian dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC. Metode analisis spektroskopi IR yang digunakan adalah metode Diffuse Reflectance Spectroscopy. Campuran 100 mg KBr dan 2 mg contoh tersebut digerus hingga tercampur homogen. Campuran tersebut kemudian dimasukkan pada mangkuk mikro dan ditekan hingga padat, kemudian ditempatkan pada holder contoh lalu dipayar pada kisaran bilangan
400−4000 cm-1
dengan fungsi apodisasi Happ-Genzel.
Uji Pelepasan Urea
Penentuan Kadar Urea dengan Metode DMAB (Abraham 1997)
Penentuan kadar urea dilakukan dengan membuat larutan standar urea dan pereaksi warna urea terlebih dahulu. Larutan standar urea dibuat dari 0,5 g urea yang dilarutkan dalam 100 mL akuades, kemudian dibuat menjadi deret konsentrasi 40, 120, 200, 280, 360, 400, dan 500 ppm. Pereaksi pewarna urea dibuat dari 2 g p-dimetilaminobenzaldehida (DMAB) dilarutkan dalam 100 mL etanol 99 % dan 10 mL HCl pekat. Penentuan kadar urea, masing-masing sebanyak 3 mL standar, contoh, dan blangko ditambahkan 2 mL pereaksi pewarna urea. Campuran dikocok sampai homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang (λ) 420 nm dengan spektrofotometer.
Pelepasan Urea yang Telah Tersalut Dalam Air (Modifikasi Suherman dan
Anggoro 2011)
Pelepasan urea dalam media air statis (rilis difusi) ditentukan dengan metode modifikasi Suherman (2011), modifikasi dilakukan pada kantong kasa untuk menahan urea tersalut sehingga mudah diangkat ketika dilakukan pengambilan contoh. Sebanyak 0,5 g pupuk urea yang telah disalut polimer ditempatkan dalam kantong kasa stainless steel berpori 100 mesh yang diikatkan dengan tali di ujungnya (Gambar 1). Kantong tersebut direndam dalam 1 L akuades dalam wadah plastik. Selang waktu tertentu, kantong diangkat dan akuades tersebut diambil 5 mL ke dalam tabung vial untuk ditentukan kadar urea dengan metode DMAB. Selang waktu pengambilan contoh akuades tersebut adalah 5 menit, 10 menit , 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 1 hari, hingga hari kadar urea telah mencapai kesetimbangan atau 100% lepas. Pengambilan contoh menit ke-5, 10, dan 15 didahului dengan pengadukkan magnet stirrer, selanjutnya contoh diambil langsung. Setelah kadar urea tidak naik lagi, kantong kasa tersebut diangkat dan digoyang keras, kemudian direndam kembali dalam akuades, dibiarkan 15 menit, lalu akuades tersebut diambil untuk penentuan persen salutan.
(20)
6
Gambar 1 Radas uji pelepasan urea dalam air
Pelepasan Urea Tersalut dalam Media Tanah (Modifikasi Zheng et al. 2009)
Pelepasan urea secara dinamis dalam media tanah melalui pencucian dengan air (leaching) dilakukan dengan metode modifikasi Zheng et al. (2009), modifikasi pada kolom tanah sehingga pembengkakan polimer tidak menghambat aliran air tanah. Modifikasi dilakukan pada posisi penempatan pupuk. Setting radas uji seperti ditunjukkan Gambar 2. Tanah dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 13 gram (setinggi 5 cm), kemudian dimasukkan tanah yang sudah dicampur 0,5 g pupuk. Setelah itu, diatasnya ditambahkan lagi sebanyak 13 gram tanah. Awalnya, air dari tangki penyimpanan ke kolom hingga seluruh tanah dalam kolom basah dan air menggenang setinggi 5 cm di atas permukaan tanah, kemudian air dialirkan 85 mL/jam atau 1 tetes tiap 3 detik. Larutan yang telah melewati tanah dalam tabung dikumpulkan pada waktu 0, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, hingga hari ketika konsentrasinya mencapai kesetimbangan maksimum. Sebanyak sebanyak 10 mL larutan tersebut ditimbang dan ditentukan kadar urea dengan metode DMAB.
Gambar 2 Radas uji pelepasan urea dalam tanah tercuci
Kasa berisi pupuk
Tangki penyimpanan air
Tampungan larutan leaching
(21)
7
Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea.
Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model sigmodal digunakan, diantaranya Morgan–Mercer–Flodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan (Growth exponential assosiation 2), sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. (2009) pada Persamaan 2.
(1)
(2) Keterangan:
C(t) = kadar nitrogen dalam waktu tertentu (t). C∞ = kadar nitrogen saat kesetimbangan r = laju pelepasan urea
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyalutan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida (MBA). Kloroform dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida (BPO pada suhu 40 oC, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO terdekomposisi pada suhu 38 – 80 oC (Moad et al. 2006). Oleh karena itu, polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40 oC sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61 oC. Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform yaitu suhu 61 oC (Gambar 3). Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit.
Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan membentuk rantai yang berinterkoneksi (Gambar 4). Modifikasi polimer dengan penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan (Abraham 1997).
(22)
8
Polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi radikal. Proses polimerisasi tersebut berlangsung secara acak atau tidak terkontrol sehingga dapat terjadi perbedaan nyata pada keterulangan polimer yang dihasilkan. Proses ini simultan dengan deposisi polimer pada permukaan granul urea. Proses deposisi ini perlu dikendalikan agar terbentuk penyalutan yang efektif dan sempurna. Proses pengendalian dilakukan pada pemberian bahan pereaksi dan pengadukkan.
Gambar 3 Deposit polimer tanpa urea
CH2 CH
COX
CO CH2 CH
COX
CH2 CH CO
NH
CH2
NH
CH2 CH COX
CH2 CH COX
CH2 HC
X C H2 CH C O N H C H 2 C H C O N H C H 2 C H C O C H 2 CH CH C H C CH CH C O O CH CH CH C CH CH C O O to Monomer M A PO
N 2 Monomer Akrilamida
O Monomer Asam akrilat
Gambar 4 Struktur polimer penyalut
Pembentukkan selubung diamati dengan pengambilan contoh granul dari labu reaksi pada menit ke–15 , 30, 45, dan 60. Granul tersebut direndam dalam air dan dibiarkan hingga larut. Granul yang larut meninggalkan deposit penyalut. Pembentukkan selubung ini menunjukkan penyalutan urea dengan polimer bertaut
(23)
9 silang dapat terjadi, baik pada poliakrilamida dan poliakrilat. Pembentukkan deposit pada menit ke-15 berupa serpihan. Selubung sempurna terbentuk pada menit ke 45, baik berbasis monomer akrilamida maupun asam akrilat, tetapi proses dilanjutkan hingga menit ke 60 untuk menyempurnakan reaksi polimerisasi (Gambar 5). Selubung kosong yang terbentuk dalam perendaman air terlihat transparan dan dipegang tidak berisi. Selubung berbasis akrilamida tampak sedikit mengembang dalam air, bila dibandingkan dengan selubung berbasis akrilat. Proses penyalutan untuk rancangan sistem penyalutan dilakukan dalam waktu 60 menit (1 jam) dengan pelarut kloroform.
Gambar 5 Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: (a) 15 menit, (b) 45 menit, (c) 60 menit
Metode penyalutan dilakukan secara terkendali dalam sistem reaktor yang dirancang untuk efektifitas polimerisasi simultan penyalutan. Kendali dilakukan oleh sistem elektronik (kontroler) yang mengatur komponen kompresor penyalur bahan pereaksi, pengaduk, penangas air, dan reaktor-kondensor (Gambar 6). Sistem elektronik kontroler terdiri atas mikrokontroler ATTiny 2313 AVR 8 bit dan kontroler suhu dengan termokopel tipe K. Sistem ini digunakan untuk mengatur waktu reaksi, pemberian pereaksi, pengadukkan, dan suhu reaksi.
Pengaduk
Kontroler suhu
Mikrokontroler Kompresor
Penangas cairan
Bahan Pereaksi
REAKTOR (sistem refluks)
Sensor suhu Komputer
(24)
10
Rancangan alat reaksi atau reaktor polimerisasi-penyalutan dibuat berintegrasi untuk mendukung program yang telah direncanakan (Gambar 7). Rancangan reaktor tersebut dikembangkan di laboratorium (Gambar 8). Reaktor disusun dari komponen yang tahan pelarut organik terutama menggunakan selang teflon. Reaktor berupa labu reaksi dipanaskan dengan penangas air sehingga diharapkan suhu lebih seragam dan stabil dibanding dengan pemanas kontak elemen langsung. Penangas air terhubung pada kontroler suhu melalui termokopel tipe K dengan kendali suhu melalui elemen pemanas. Penangas air juga tersusun atas pengaduk magnet dan pompa air yang berfungsi untuk konveksi sehingga suhu lebih merata. Pengaduk magnet yang sama juga digunakan untuk mengaduk bahan dalam reaktor menggunakan medan magnet yang menembus hingga ke reaktor. Pengaduk tidak hanya berputar rotasi tetapi mengalami revolusi sehingga pengadukkan lebih efektif. Penyalur bahan reaksi disusun dari aerator yang difungsikan sebagai kompresor untuk menekan pereaksi dalam vial menuju reaktor melalui selang teflon. Komponen selanjutnya adalah kondensor dihubungkan dengan mesin chiller. Sakelar pemicu reaksi dan komputer disiagakan untuk mengendalikan program atau merubah program bila terjadi kesalahan reaksi yang diakibatkan mikrokontroler.
(25)
11
Gambar 8 Reaktor polimerisasi-penyalutan
Kontrol dan tahapan reaksi mengikuti algoritma program yang merupakan fungsi waktu (Gambar 9). Program dimulai dari penyalaan berurutan semua komponen/alat yang terintegrasi dengan mikrokontroler. Setelah itu, dilanjutkan dengan menghidupkan kompresor untuk mendorong pereaksi berupa monomer, penaut silang, dan inisiator sebanyak 1/3 dari total bahan digunakan dalam reaksi (berdasarkan percobaan pendahuluan). Proses berlanjut dengan pengadukkan, namun tidak terus menerus, tetapi dipasang berputar dengan ritme tertentu, dengan waktu putar dan waktu henti yang sama yaitu dua detik. Dalam percobaan pendahuluan sebelumnya, selubung penyalut terbentuk sempurna pada waktu 3 x 15 menit. Oleh karena itu, tahap sub-reaksi polimerisasi dari 1/3 bahan pereaksi direncanakan dalam waktu 15 menit dengan perputaran pengaduk nyala-henti berulang. Reaksi ini berulang sebanyak 3 siklus, dengan tambahan satu siklus tanpa pereaksi sehingga total siklus ada empat. Siklus tanpa pereaksi ini untuk menyempurnakan reaksi dan pembilasan saluran pereaksi. Total waktu yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 60 menit atau 1 jam.
(26)
12
Pengadukkan dalam reaktor berlangsung dengan perputaran sesaat dan berhenti secara berulang. Hal ini memberikan gerak percepatan yang terbentuk tiap saat sehingga diharapkan dapat memberikan pengadukkan efektif dan waktu diam bagi polimer untuk terdeposisi pada urea granul. Pengadukkan menggunakan pengaduk magnet (magnetic stirrer), bukan pengaduk mesin, agar granul tidak rusak karena perputaran yang kuat (Abraham 1997). Pemberian semua bahan polimerisasi di awal menyebabkan pelarut menjadi kental dan akan terbentuk deposit dalam jumlah besar sehingga mengganggu perputaran stirrer dan deposit polimer yang menyelubungi urea tidak merata. Polimer yang terbentuk juga tidak efektif menyalut karena deposit polimer yang terbentuk juga menempel pada dinding labu reaksi membentuk agregat besar (Gambar 10). Oleh karena itu, pemberian bahan pereaksi dikendalikan secara bertahap.
a b
Gambar 10 Deposit polimer pada labu reaksi: (a) Reaksi langsung, (b) Reaksi sistem terkendali
Setelah proses sintesis penyalutan dengan polimer, granul urea selanjutnya dilapisi dengan parafin. Pupuk tersalut yang dihasilkan adalah pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilamida bertaut silang MBA (PAM-MBA) dan parafin dan juga pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilat bertaut silang MBA (PAA-MBA) dan parafin (Gambar 11). Selain itu, pupuk urea juga disalut dengan parafin saja untuk mempelajari pengaruh salutan parafin sendiri terhadap pelepasan urea. Parafin digunakan untuk menutup keretakkan atau lubang pada penyalut polimer yang tidak tertutup dengan sempurna (Abraham 1997). Parafin bersifat hidrofobik sehingga diharapkan juga mampu menghalangi penetrasi air. Parafin terlarut pada kloroform diuapkan dengan penguap radas putar pada tekanan rendah, sehingga kloroform menguap meninggalkan deposit parafin pada permukaan granul pupuk.
(a)
a(b)
b(c)
cGambar 11 Granul urea: (a) Tidak tersalut, (b) Tersalut PAM-MBA dan parafin, (c) Tersalut PAA-MBA dan parafin
(27)
13
Pencirian
Pemayaran SEM
Pemayaran dengan SEM terhadap potongan melintang urea tersalut polimer dan parafin menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai serat atau susunan jarum yang saling menyangga, baik pada lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin (Gambar 12) dan lapisan penyalut PAA-MBA dan parafin (Gambar 13). Rerata tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm, sedangkan pada penyalut granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin adalah 143 µm. Tebal lapisan ini berbanding terbalik dengan persen penyalutnya, walaupun tebal lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin lebih besar dibandingkan penyalut PAA-MBA dan parafin tetapi persen penyalutan PAM-MBA dan parafin lebih kecil dibandingkan dengan PAA-PAM-MBA dan parafin. Persen penyalutan PAM-MBA dan parafin yaitu 17,81%, sedangkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69%. Hal ini menunjukkan lapisan penyalut PAM-MBA lebih mengembang dibandingkan PAA-MBA.
L2
L1
Mag = 750 X
Gambar 12 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin
L1
Mag = 750 X
Gambar 13 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin
(28)
14
Analisis Spektroskopi Inframerah
Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mencirikan spektrum bahan dan deposit penyalut granul urea setelah polimerisasi. Spektrum inframerah pada Gambar 14 menunjukkan perbedaan antara bahan monomer (sebelah kiri) dan setelah dipolimerisasikan (sebelah kanan). Spektrum IR penyalut granul urea berbeda dengan spektrum monomer sebagai bahan pereaksi terbanyak dan juga berbeda dibandingkan dengan bahan pereaksi lainnya. Bahan penyalut ini terpisahkan dari bahan pereaksinya melalui perlakuan pencucian sebelum dianalisis spektroskopi IR. Oleh karena itu, spektrum IR yang tampak bukanlah spektrum hasil pencampuran secara fisik bahan pereaksi. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan struktur secara kimia.
a
c d
e f
ilangan gelom ang (cm-) ilangan gelom ang (cm-)
ilangan gelom ang (cm-) ilangan gelom ang (cm-)
ilangan gelom ang (cm-)
ilangan gelom ang (cm-)
Gambar 14 Spektrum IR: (a) akrilamida, (b) PAM-MBA, (c) asam akrilat, (d) PAA-MBA, (e) MBA, (f) BPO
Spektrum antara penyalut urea dibandingkan pada Gambar 15. Perbedaan struktur asam akrilat dan akrilamida hanya pada gugus fungsi yang mengikat atom C karbonil, pada asam akrilat atom C karbonil mengikat –OH, sedangkan akrilamida mengikat -NH2. Spektrum deposit PAA-MBA dicirikan dengan
(29)
15 gelombang 3400-2400 cm-1, sedangkan spektrum deposit PAM-MBA dicirikan secara dominan dengan serapan vibrasi ulur yang kuat dari gugus fungsi N-H pada bilangan gelombang 3500-3100 cm-1. Spektrum deposit penyalut PAM-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O amida pada bilangan gelombang 1662 cm-1 (vibrasi ulur), sedangkan pada spektrum deposit PAA-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O karboksilat pada bilangan gelombang 1708 cm-1. Spektrum deposit PAA-MBA memperlihatkan serapan kuat vibrasi ulur C-O karboksilat pada bilangan gelombang 1227 cm-1, serapan ini tidak terlihat pada spektrum deposit PAM-MBA. Spektrum deposit PAM-MBA memperlihatkan serapan medium vibrasi ulur C-N amida primer pada bilangan gelombang 1416 cm-1, PAA-MBA juga menunjukkan serapan tersebut pada bilangan gelombang 1400 cm-1 yang diduga berasal dari kontaminasi urea yang tidak tercuci bersih (Pavia 2001).
ilangan gelom ang (cm-)
N
-
O-
-O kar oksilat
O kar oksilat O amida
Keterangan: Spektrum deposit penyalut PAM-MBA
Spektrum deposit penyalut PAA-MBA
Gambar 15 Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea Spektrum pada Gambar 16 memperlihatkan terjadi berkurangnya serapan medium vibrasi ulur C=C dari spektrum akrilamida pada bilangan gelombang 1614 cm-1ke poliakrilamida pada bilangan gelombang 1601 cm-1. Demikian pula hilangnya serapan C=C pada bilangan gelombang 1636 cm-1dari spektrum akrilat ke poliakrilat. Kedua hal ini menunjukkan polimerisasi telah terjadi. Gugus ini akan berkurang atau hilang saat polimerisasi karena mengalami reaksi adisi. Spektrum ini juga menunjukkan muncul serapan baru pada bilangan gelombang 1532 cm-1 pada spektrum poliakrilamida dan 1532 cm-1 pada spektrum poliakrilat, spektrum ini menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida primer dan sekunder. Serapan
(30)
16
ini menunjukkan taut-silang dengan telah terjadi dengan masuknya N,N -metilena-bis akrilamida (MBA) yang mempunyai gugus fungsi N-H amida sekunder ke dalam rantai polimer. Vibrasi tekuk N-H amida primer sulit terlihat pada akrilamida karena saling menimpa dengan gugus C=O, sehingga serapan N-H amida sekunder dapat digunakan untuk mengidentifikasi masuknya MBA pada akrilamida yang mempunyai gugus N-H amida pula.
(cm-)
( ) (cm-)
(a)
(cm-)
(d) (cm-)
(c)
a b c d
Gambar 16 Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm-1: (a) akrilami-da, (b) poliakrilamiakrilami-da, (c) akrilat, (d) poliakrilat
Kandungan urea, persen penyalutan, dan daya pembengkakan polimer
Kandungan urea pada pupuk urea granul (urea tanpa penyalut) adalah 100%, sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 82,19% % atau persen penyalutan sebesar 17,81% b/b dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin sebesar 80,39% atau persen penyalutan sebesar 19,69% b/b. Komposisi penyalut ini termasuk besar. Secara umum, bahan penyalut antara 3 sampai dengan 16% terhadap total berat (Trenkel 2010). Daya pembengkakan (swelling) polimer penyalut poliakrilamida sebesar 6,61 kali, sedangkan pada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Daya pembengkakan ini merupakan ciri polimer hidrofilik bertaut silang sebagai hidrogel (Mahdavinia et al. 2009). Daya pembengkakan penyalut lebih kecil daripada pembengkakan polimer hidrogel pada umumnya yang rata-rata 30 kali karena jumlah silang yang tinggi. Semakin tinggi derajat penaut-silang, maka akan menurunkan pembengkakan hidrogel (Zheng et al. 2009).
Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya
Pelepasan urea ditentukan dalam media air yang statis untuk menentukan kinetika laju pelepasannya. Hasil analisis pelepasan urea air ditunjukkan pada Lampiran 2. Hasil uji pelepasan urea dalam air menunjukkan urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, urea tersalut PAA-MBA dan parafin mencapai kesetimbangan maksimum atau lepas-tercuci mendekati 100% dalam waktu 30 menit, sedangkan urea tanpa penyalut dalam 10 menit (Gambar 17). Urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan pelepasan yang paling lambat. Pelepasan urea yang telah tersalut juga dilakukan dalam media tanah berpasir
(31)
17 yang dicuci dengan air dan hasil analisis urea ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil uji pelepasan urea dalam tanah menunjukkan urea tanpa penyalut sudah lepas-tercuci mendekati 100% pada menit ke-30, urea tersalut parafin dalam satu hari, urea tersalut PAM-MBA dan parafin dalam waktu satu jam, sedangkan pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin dalam satu hari (Gambar 18). Laju pelepasan urea tersalut dengan parafin saja ternyata cukup untuk memberikan efek penghambatan laju pelepasan urea mendekati urea tersalut PAA-MBA dan parafin. Hal ini menunjukkan penghambatan pelepasan urea dipengaruhi terutama oleh salutan parafin karena sifat parafin yang hidrofobik, sedangkan penyalut polimer poliakrilamida dan poliakrilat merupakan polimer hidrofilik. Penyalut yang digunakan adalah polimer hidrofilik yang mempunyai karakteristik pembengkakan polimer. Penyalut pupuk lepas lambat umumnya menggunakan polimer hidrofobik, berbeda pupuk lepas lambat dengan prinsip matriks berbasis gel yang bersifat hidrofilik (Trenkel 2010).
Urea tanpa penyalut menunjukkan pelepasan cepat yang dikenal dengan istilah burst release. Urea tersalut PAM-MBA juga menunjukkan pelepasan urea lebih cepat mendekati urea tanpa penyalut. Hal ini karena polimer penyalut PAM-MBA mempunyai daya pembengkakan (swelling) besar yang dapat menyebabkan lapisan penyalut parafin retak karena tidak elastis dan juga pembesaran pori pada penyalut polimer. Pelepasan urea tersalut PAM-MBA dan parafin juga lebih cepat daripada urea tersalut PAA-MBA dan parafin walaupun mempunyai struktur yang mirip. Hal ini disebabkan daya pembengkakan pada penyalut poliakrilamida 6,61 kali lebih besar daripada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Sifat pembengkakan ini merupakan karakteristik utama bahan poliakrilamida dan poliakrilat yang memang digunakan sebagai hidrogel atau superabsorben (Mahdavinia et al. 2009). Selain itu, pelepasan cepat tersebut disebabkan persen penyalutan PAM-MBA yang lebih kecil, yaitu 17,81%, dibandingkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69%.
(32)
18
Gambar 18 Pelepasan urea dalam tanah
Pelepasan urea dalam air didekati dengan baik menggunakan model pertumbuhan ekponensial jenis asosiasi tipe dua pada perangkat lunak Curve Expert 1.4. Persamaan matematis ini untuk mempelajari kinetika laju pelepasan urea. Pendekatan model eksponensial ini yang diadaptasikan dari pertumbuhan populasi pada lingkungan dengan sumber daya terbatas. Model persamaannya adalah:
(1) Nilai y adalah interpretasi dari C(t), x interpretasi dari waktu (t), nilai koefisien a setara dengan nilai C∞ pada persamaan berikut.
(2) Nilai r (laju pelepasan) diperoleh melalui pendekatan nilai koefisien b, yaitu mengalikan koefisien a dan b dengan asumsi nilai laju pelepasan tetap. Berdasarkan model persamaan di atas, pencocokan kurva (curve fitting) dilakukan dengan model eksponensial pertumbuhan pada sumber daya terbatas (Lampiran 4
– 7) sehingga menghasilkan persamaan sesuai dengan Gambar 19. Pencocokan kurva dengan model pertumbuhan eksponensial dapat mendekati titik hubungan waktu-konsentrasi dengan baik, terlihat dari semua nilai koefisien korelasi yang di atas 0,99. Nilai koefisien persamaan ini disajikan dalam Tabel 2. Pengolahan nilai ini menghasilkan laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin berturut-turut adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit, 38,63 ppm/menit, 21,04 ppm/menit.
(33)
19
r = 0.99615511
Waktu (menit) K o n s e n tr a s i U re a ( p p m )
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.00 240.00 320.0
0 400.0
0
480.00 , r = 0.996
Urea tersalut parafin
r = 0.99955257
Waktu (menit) K o n s e n tr a s i U re a ( p p m )
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.0 0 240.0 0 320.0 0 400.0 0 480.0 0
, r = 0.999
Urea tanpa penyalut
r = 0.99742693
Waktu (menit) K o n s e n tr a s i U re a ( p p m )
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.0 0 240.0 0 320.0 0 400.0 0 480.0 0
, r = 0.997
Urea tersalut PAM-MBA dan parafin
r = 0.99771002
Waktu (menit) K o n s e n tr a s i U re a ( p p m )
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.00 240.00 320.00 400.00
480.00 , r = 0.998
Urea tersalut PAA-MBA dan parafin
Gambar 19 Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air Tabel 1 Parameter kinetika pelepasan urea
Koefisien
Urea Tanpa
Penyalut Salut Parafin
Salut PAM-MBA
Salut PAA-MBA
a = C∞ (ppm) 486 422 395 420
b 4,82.10-1 5,65.10-2 9,78.10-2 5,01.10-2
r (ppm/menit) 234,25 23,84 38,63 21,04
Berdasarkan data di atas, pengaruh penyalutan terhadap pelepasan difusi pupuk memberikan pelambatan 11 kali yaitu pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin, berbeda tipis dengan urea tersalut parafin saja, yaitu sebesar 10 kali. Penyalutan dengan polimer hidrofilik tidak berbeda signifikan dengan parafin pada penelitian ini. Hal ini sesuai kajian sebelumnya, salutan hidrofobik efektif digunakan pada pupuk lepas lambat (Trenkel 2010). Kecepatan lepas urea dalam air statis (pelepasan difusi) lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan urea tercuci dalam tanah (leaching). Hal ini terjadi karena ada interaksi pupuk dengan tanah, ada proses absorbsi dan deabsorbsi berulang antara urea dan tanah sehingga menyebabkan laju pelepasan yang lambat dalam tanah (Liang et al. 2009).
Uji pelepasan urea pada penelitian ini menunjukkan pelepasan paling lambat dalam air adalah 20 menit menurut hasil perhitungan, sedangkan dalam tanah selama satu hari. Hasil penelitian urea granul lepas lambat Abraham (1997) dengan penyalut ganda berupa PAM-MBA, polistirena 4%, dan parafin 4% mempunyai akumulasi persen urea lepas hingga hari ke-14 sebesar 80,43% dan urea tanpa penyalut sebesar 91,00%. Penelitian Jagadeeswaran et al. (2005) membuat urea lepas lambat berupa urea terabsorbsi dalam komposit hidrogel akrilat-carboxymethylcellulose dan montmorillonite. Pupuk tersebut mempunyai waktu lepas urea dalam air (rilis) lebih lama dibandingkan urea tersalut hasil penelitian ini, yaitu untuk mencapai konsentrasi kesetimbangan/maksimum dalam
(34)
20
72 menit, sedangkan dalam tanah, mencapai konsentrasi maksimum dalam 0,5 jam, dibandingkan dengan urea biasa tanpa perlakuan selama 0,17 jam.
Pelepasan urea dalam tanah diharapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pola kurva kebutuhan nutrisi tanaman terhadap waktu ditunjukkan Gambar 20 (a). Oleh karena itu, pola pelepasan urea yang sesuai adalah yang membentuk pola sigmoidal sesuai dengan Gambar 20 (b) (Trenkel 2010).
a
b
Gambar 20 Kurva: (a) Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan (b) pelepasan pupuk sigmoidal
(Sumber: Lammel 2005 dan Shaviv 2005 dalam Trenkel 2010)
Pencocokan pola kurva dilakukan pada kurva pelepasan urea tercuci dalam tanah dengan beberapa pendekatan model sigmoidal menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4 (Tabel 1). Model sigmoidal yang digunakan terdiri atas Morgan-Mercer-Flodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation dengan persamaan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Urea tanpa penyalut tidak dapat didekati sama sekali dengan menggunakan keempat model tersebut dengan model sigmoidal dalam perangkat lunak Curve Expert 1.4. Urea tersalut parafin menunjukkan kecocokkan dengan model Logistic dengan koefisien korelasi 0,991. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pendekatan model ini
(35)
21 menunjukkan bahwa penyalutan pupuk dapat memberikan pengaruh pelepasan urea berpola sigmoidal. Penyalutan ganda dengan polimer dan parafin memberikan pendekatan pola sigmoidal yang lebih baik dibandingkan dengan parafin saja.
Tabel 2 Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah
Urea Model
Tanpa penyalut
Tidak ada model sigmoidal yang cocok Tersalut
parafin
S = 4.84969802 r = 0.99085013
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.2
0.00 18.33 36.67 55.00 73.33 91.67 110.00
Logistic Persamaan
a =96,9 r = 0,991 b =10,6
c =3,68 Tersalut
PAM-MBA & parafin
S = 0.21709691 r = 0.99998163
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.2
0.00 18.33 36.67 55.00 73.33 91.67 110.00 Richards Persamaan
a = 99,9 r = 0,999 b = -2,47
c = 7,96 d =0,0124
S = 0.19997257 r = 0.99998219
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.2
0.00 18.33 36.67 55.00 73.33 91.67 110.00 Gompertz Relation Persamaan
a =99,9 r = 0,999 b =1,88
c =7,88
Tersalut PAA-MBA & parafin
S = 0.88783663 r = 0.99977222
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.2
0.00 18.33 36.67 55.00 73.33 91.67 110.00 Morgan-Mercer-Flodin (MMF) Persamaan
a = 22,2 r = 0,999 b = 1,21
c =101 d =1,6
S = 6.45376082 r = 0.98615025
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.2
0.00 18.33 36.67 55.00 73.33 91.67 110.00 Logistic Persamaan
a = 95,8 r = 0,986 b = 7,11
(36)
22
4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penyalutan polimer pada urea granul dirancang dengan reaktor sistem terkendali secara elektronik melalui mikrokontroler. Proses reaksi dilakukan pada suhu 61 oC dengan kendali utama pada pemberian pereaksi dan pengadukkan. Pencirian penyalut dengan FTIR menunjukkan telah terjadi polimerisasi dan penaut-silangan membentuk bahan penyalut. Pemayaran dengan SEM menunjukkan morfologi selubung tampak menyerupai serat atau susunan jarum yang saling menyangga, selain itu hasil SEM juga menunjukkan tebal selubung granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm sedangkan pada selubung granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin adalah 143 µm. Komposisi bahan penyalut pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin sebesar 19,69% (b/b), sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 17,81% (b/b). Laju pelepasan urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin, masing-masing adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit, 38,63 ppm/menit, dan 21,04 ppm/menit. Pola pelepasan urea tersalut di dalam tanah menunjukkan pola sigmoidal, dengan pendekatan beberapa model yaitu Morgan–Mercer–Flodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pencocokan kurva ini menunjukkan bahwa penyalutan ganda dengan polimer dan parafin dapat memberikan pelepasan urea dengan pola sigmoidal yang baik.
Saran
Penyalutan pada pupuk lepas lambat perlu menggunakan polimer hidrofobik sehingga tidak mudah terjadi penetrasi air ke dalam pupuk. Komposisi dan ketebalan penyalut perlu divariasikan untuk mengontrol laju pelepasan pupuk.
(37)
23
DAFTAR PUSTAKA
Abraham J. 1997. Controlled Release Fertilizer Formulation Based on Polymers. [tesis]. Kottayam: Mahatma Gandhi University.
Al-Zahrani SM. 2000. Utilization of polyethylene and paraffin waxes as controlled delivery systems for different fertilizers. Ind Eng Chem Res 39:367-371.
Hekmat A, Barati A, Frahani EV, Afraz A. 2009. Synthesis and analysis of swelling and controlled release behaviour of anionics sIPN acrylamide based hydrogel.Eng Technol 56:96-100.
Hoeung P, Bindari Y, Senda SP. 2011.Development of granular urea-zeolite slow release fertilizer using inclined pan granulator. Jurnal Teknik Kimia Indonesia 10 (2): 102-111.
Hua S, Wang A. 2009. Synthesis, characterization and swelling behaviors of sodium alginate-g-poly(acrylic acid)/sodium humate superabsorbent. Carbohydrate Polymers 75: 79-84.
Jagadeeswaran R, Murugappan V, Govindaswamy M. 2005. Effect of slow release NPK fertilizer sources on the nutrient use efficiency in turmeric (Curcuma longa L.). World Agric Sci 1:65-69.
Liang R, Yuan H, Xi G, Zhou Q. 2009. Synthesis of wheat straw-g-poly(acrylic acid) superabsorbent composites and release of urea from it. Carbohydr Polym 77:181-187.
Mahdavinia GR, Mousavi SB, Karimi F, Marandi GB, Garabaghi H. 2009. Synthesis of porous poly(acrylamide) hydrogels using calcium carbonate and its application for slow release of potassium nitrate. Express Polymer Letters 5: 279-285.
Mas’ud ZA, Khoti M, Sari N, Nur A. 20 3. Synthesis of cassava waste pulp-acrylamide super absorbent: effect of initiator and cross-linker concentration. Indo. J. Chem 13 (1): 66-71.
Moad G dan Solomon DH. 2006. The chemistry of radical polymerization. Ed ke-2. Amsterdam: Elsevier.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to spectroscopy. Ed ke-3. USA: Thomson Learning.
Savci S. 2012. An agricultural pollutant: chemical fertilizer. International Journal of Environmental Science and Development 3 (1): 77-80.
Shaviv A. 2005. Controlled Release Fertilizers, IFA International Workshop on Enhanced-Efficiency Fertilizers. Paris: International Fertilizer Industry Assosciation.
Subbarao CH, Kartheek G, Sirisha D. 2013. Slow release of potash fertilizer through polymer coating. International Journal of Applied Science and Engineering 11 (1): 25-30.
Suherman, Anggoro DD. 2011. Producing slow release urea by coating with starch/acrylic acid in fluid bed spraying. International Journal of Engineering & Technology 11(6): 77-80.
Talaat HA, Sorour MH, Aboulnour AG, Shaalan HF, Ahmed EM, Awad AM, Ahmed MA. 2008. Development of a multi-component fertilizing hydrogel
(38)
24
with relevant techno-economic indicators. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci 3 (5): 764-770.
Trenkel ME. 2010. Slow- and Controlled-Release and Stabilized Fertilizers: An Option for Enhancing Nutrient Use Efficiency in Agriculture. Paris: International Fertilizer Industry Association.
Tzika M, Alexandridou S, Kiparissides C. 2003. Evaluation of the morphological and release characteristics of coated fertilizer granules produced in a Wurster fluidized bed. Powder Technology 132: 16-24.
Zheng T, Liang Y, Ye S, He Z. 2009. Superabsorbent hydrogel as carriers for the controlled-release of urea: Experiments and a mathematical model describing the release rate. Biosyst Eng 102:44-50.
(39)
25 Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Uji leaching dalam tanah Uji release dalam air
Analisis urea (Metode DMAB, Spektrofotometri)
Pendekatan model rilis dan leaching serta penentuan kinetika rilis
Urea Granul (1,5 - 2 mm)
Penyalutan dengan polimer hidrogel dan parafin dalam reaktor terkendali
Spektroskopi IR, Pemayaran SEM Komposisi penyalut, pembengkakan hidrogel
(40)
26
(41)
27 Lanjutan Lampiran 2
Urea tanpa penyalut Urea tersalut parafin 20%
Waktu (menit)
Abs (terkoreksi)
[U] (mg/L)
Waktu (menit)
Abs (terkoreksi)
[U] (mg/L)
0 0.515 1 0 0.508 3
5 1.373 444 5 0.361 127
10 1.469 475 10 0.510 179
15 1.485 480 15 0.717 250
30 1.501 485 30 0.946 329
60 1.518 491 60 1.120 389
120 1.507 487 120 1.220 424
180 1.501 485 180 1.237 429
240 1.530 495 240 1.254 435
Final 1.490 497 Final 1.288 447
Urea tersalut poliakrilamida-MBA dan parafin 20%
Urea tersalut poliakrilat-MBA dan parafin 20%
Waktu (menit)
Abs (terkoreksi)
[U] (mg/L)
Waktu (menit)
Abs (terkoreksi)
[U] (mg/L)
0 0.515 6 0 0.515 6
5 0.371 133 5 0.249 91
10 0.711 251 10 0.431 154
15 0.914 321 15 0.591 209
30 1.046 366 30 1.001 351
60 1.138 398 60 1.148 401
120 1.127 394 120 1.184 414
180 1.138 398 180 1.191 416
240 1.116 390 240 1.204 421
Final 1.112 389 Final 1.188 415
Keterangan: [U] = konsentrasi urea
Standar urea > std-1 untuk pengukuran urea tanpa penyalut,
> std-2 untuk urea tersalut parafin 20%,
> std-3 untuk urea tersalut poliakrilamida-MBA & parafin 20% dan urea tersalut poliakrilat-MBA & parafin 20%.
Contoh perhitungan
Pada urea tanpa penyalut pada menit ke-5:
Persamaan linear sesuai dengan Std-1, yaitu y = 0.0031x + 0.0031
(42)
28
(43)
29 Lanjutan lampiran 3
Urea tanpa penyalut
Waktu Abs [U] (mg/L) P [U] X P V (mL) W urea (g) W kum % kum
0 0.517 5.276 0 0 0.0000 0 0.0000 0.00
30' 1.762 434.586 30 13038 38.2440 0.5167 0.4986 98.15
1 J 0.624 42.172 15 633 4.7337 0.0050 0.5016 98.74
2 J 0.752 86.310 1 86 50.4504 0.0095 0.5060 99.60
3 J 0.541 13.552 1 14 24.6267 0.0070 0.5063 99.66
4 J 0.515 4.586 1 5 38.2904 0.0042 0.5065 99.70
5 J 0.507 1.828 1 2 21.4543 0.0030 0.5065 99.70
6 J 0.509 2.517 1 3 29.9856 0.0043 0.5066 99.72
1 H 0.513 3.897 1 4 218.5904 0.0438 0.5074 99.89
2 H 0.51 2.862 1 3 151.5959 0.0002 0.5079 99.97
3 H 0.505 1.138 1 1 122.4605 0.0002 0.5080 100.00
Urea tersalut parafin 20%
Waktu Abs [U] (mg/L) P [U] X P V (mL) W urea (g) W kum % kum
0 0.508 2.897 0 0 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
30' 1.52 351.862 30 10556 18.3148 0.1933 0.1933 41.15
1 J 1.85 465.655 15 6985 21.6202 0.1510 0.3443 73.30
2 J 1.063 194.276 15 2914 25.2782 0.0737 0.4180 88.98
3 J 0.706 71.172 15 1068 25.8717 0.0276 0.4456 94.85
4 J 1.614 384.276 1 384 22.2650 0.0086 0.4542 96.68
5 J 1.089 203.241 1 203 22.0696 0.0045 0.4587 97.63
6 J 0.835 115.655 1 116 19.0573 0.0022 0.4609 98.10
1 H 0.596 33.241 1 33 185.3536 0.0062 0.4670 99.41
2 H 0.542 14.621 1 15 102.9255 0.0015 0.4685 99.73
3 H 0.549 17.034 1 17 74.1804 0.0013 0.4698 100.00
Urea tersalut poliakrilamida-MBA dan parafin 20%
Waktu Abs [U] (mg/L) P [U] X P V (mL) W urea (g) W kum % kum
0 0.542 0.000 0 0 0.0000 0 0.0000 0.00
30' 1.568 354.655 30 10640 35.1524 0.3740 0.3740 87.92
1 J 0.862 111.207 15 1668 28.5973 0.0477 0.4217 99.13
2 J 0.754 73.966 1 74 47.2962 0.0035 0.4252 99.96
3 J 0.536 -1.207 => 0 1 0 45.2162 0.0000 0.4252 99.96
4 J 0.522 -6.034 => 0 1 0 41.3390 0.0000 0.4252 99.96
5 J 0.522 -6.034 => 0 1 0 39.8996 0.0000 0.4252 99.96
6 J 0.522 -6.034 => 0 1 0 39.8100 0.0000 0.4252 99.96
1 H 0.525 -5.000 => 0 1 0 208.4218 0.0000 0.4252 99.96
2 H 0.538 -0.517 => 0 1 0 104.6250 0.0000 0.4252 99.96
3 H 0.546 2.241 1 2 83.3767 0.0002 0.4254 100.00
Urea tersalut poliakrilat-MBA dan parafin 20%
Waktu Abs [U] (mg/L) P [U] X P V (mL) W urea (g) W kum % kum
0 0.542 1.000 0 0 0.0000 0 0.0000 0.00
30' 0.787 85.345 30 2560 35.7472 0.0915 0.0915 22.14
1 J 0.878 116.724 30 3502 28.1930 0.0987 0.1902 46.02
2 J 0.753 73.621 30 2209 46.0415 0.1017 0.2919 70.62
3 J 0.795 88.103 15 1322 38.5807 0.0510 0.3429 82.95
(44)
30
5 J 1.054 177.414 3 532 28.3209 0.0151 0.3848 93.09
6 J 1.632 376.724 1 377 26.4644 0.0100 0.3948 95.50
1 H 0.827 99.138 1 99 186.9000 0.0185 0.4133 99.98
2 H 0.541 0.517 1 1 152.3344 0.0001 0.4134 100.00
3 H 0.534 < blk => 0 1 0 328.6541 0.0000 0.4134 100.00
Keterangan: ‘ = menit, P = pengenceran,
J = jam, V = volume,
H = hari, W = berat
Abs = Absorbansi
Standar urea > std-1 untuk pengukuran urea tanpa penyalut,
> std-2 untuk urea tersalut parafin 20%,
> std-3 untuk urea tersalut poliakrilamida-MBA & parafin 20% dan urea tersalut poliakrilat-MBA & parafin 20%.
Contoh perhitungan
Pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin menit ke-30:
Absorbans terkoreksi = absorbans – absorbans blangko
Absorban terkoreksi = 0.787 – 0.542 = 0.245
Persamaan linear sesuai dengan Std-3, yaitu y = 0.0029x - 0.0025
Jika y = absorbans maka x =
g
% kumulatif = W kumulatif/W kumulatif terakhir (hari ke-3)
(45)
31 Lampiran 4 Pencocokan kurva rilis urea tanpa penyalut
S = 5.12952931 r = 0.99955257
Waktu (menit) K o n s e n tr a s i U re a ( p p m )
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.00 240.00 320.0
0 400.0
0 480.00
Residuals
X Axis (units)
Y A x is ( u n it s )
0.0 66.0 132.0 198.0 264.0
-10.03 -5.01 0.00 5.01 10.03 Exponential Association: y=a(1-exp(-bx)
Coefficient Data:
a = 4.86E+02
b = 4.82E-01
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Chi Square History:
It 0: 580056
It 1: 549437
It 2: 34846.7
It 3: 3248.04
It 4: 361.798
It 5: 187.271
It 6: 184.194
It 7: 184.185
It 8: 184.184
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 4.95E+02
It 1: 2.98E+02
It 2: 4.61E+02
It 3: 4.83E+02
It 4: 4.86E+02
It 5: 4.86E+02
It 6: 4.86E+02
It 7: 4.86E+02
It 8: 4.86E+02
Parameter History: b
It 0: 1.67E-02
It 1: 5.99E-02
It 2: 1.99E-01
It 3: 3.30E-01
It 4: 4.30E-01
It 5: 4.74E-01
It 6: 4.81E-01
It 7: 4.82E-01
It 8: 4.82E-01
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Covariance Matrix:
0.151249 -0.00074
-0.00074 2.39E-05
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Residual Table:
0 1
5 1.469912
10 -7.38213
15 -5.80469
30 -0.9976
60 4.486016
120 0.937628
180 -0.99786
240 8.356983
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Standard Error: 5.1295293
(1)
31 Lampiran 4 Pencocokan kurva rilis urea tanpa penyalut
S = 5.12952931 r = 0.99955257
Waktu (menit)
K
o
n
s
e
n
tr
a
s
i
U
re
a
(
p
p
m
)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.00 240.00 320.0
0 400.0
0 480.00
Residuals
X Axis (units)
Y
A
x
is
(
u
n
it
s
)
0.0 66.0 132.0 198.0 264.0
-10.03 -5.01 0.00 5.01 10.03
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Coefficient Data:
a = 4.86E+02
b = 4.82E-01
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Chi Square History:
It 0: 580056
It 1: 549437
It 2: 34846.7
It 3: 3248.04
It 4: 361.798
It 5: 187.271
It 6: 184.194
It 7: 184.185
It 8: 184.184
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 4.95E+02
It 1: 2.98E+02
It 2: 4.61E+02
It 3: 4.83E+02
It 4: 4.86E+02
It 5: 4.86E+02
It 6: 4.86E+02
It 7: 4.86E+02
It 8: 4.86E+02
Parameter History: b
It 0: 1.67E-02
It 1: 5.99E-02
It 2: 1.99E-01
It 3: 3.30E-01
It 4: 4.30E-01
It 5: 4.74E-01
It 6: 4.81E-01
It 7: 4.82E-01
It 8: 4.82E-01
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Covariance Matrix:
0.151249 -0.00074
-0.00074 2.39E-05
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Residual Table:
0 1
5 1.469912
10 -7.38213
15 -5.80469
30 -0.9976
60 4.486016
120 0.937628
180 -0.99786
240 8.356983
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Standard Error: 5.1295293
(2)
32
Lampiran 5 Pencocokan kurva rilis urea tersalut parafin
S = 14.52332512 r = 0.99615511
Waktu (menit)
K
o
n
s
e
n
tr
a
s
i
U
re
a
(
p
p
m
)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.0 0 240.0
0 320.00 400.00 480.00
Residuals
X Axis (units)
Y
A
x
is
(
u
n
it
s
)
0.0 66.0 132.0 198.0 264.0
-28.12 -14.06 0.00 14.06 28.12
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Coefficient Data:
a = 4.22E+02
b = 5.65E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Chi Square History:
It 0: 85205.1
It 1: 40723
It 2: 1585.2
It 3: 1477.37
It 4: 1476.5
It 5: 1476.49
It 6: 1476.49
It 7: 1476.49
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 4.35E+02
It 1: 3.63E+02
It 2: 4.22E+02
It 3: 4.23E+02
It 4: 4.22E+02
It 5: 4.22E+02
It 6: 4.22E+02
It 7: 4.22E+02
Parameter History: b
It 0: 1.67E-02
It 1: 3.82E-02
It 2: 5.44E-02
It 3: 5.63E-02
It 4: 5.65E-02
It 5: 5.65E-02
It 6: 5.65E-02
It 7: 5.65E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Covariance Matrix:
0.274123 -7.25E-05
-7.25E-05 6.50E-08
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Residual Table:
0 2.896552
5 23.43479
10 -3.54629
15 8.759676
30 -15.6897
60 -18.9788
120 1.75446
180 7.153266
240 12.99973
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Standard Error: 14.5233251
(3)
33 Lampiran 6 Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAM-MBA dan parafin
S = 10.76042146 r = 0.99742693
Waktu (menit)
K
o
n
s
e
n
tr
a
s
i
U
re
a
(
p
p
m
)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.0
0 240.0
0 320.00 400.00 480.00
Residuals
0.0 66.0 132.0 198.0 264.0
-23.36 -11.68 0.00 11.68 23.36
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Coefficient Data:
a = 3.95E+02
b = 9.78E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Chi Square History:
It 0: 168760
It 1: 126207
It 2: 1166.92
It 3: 810.507
It 4: 810.507
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 3.98E+02
It 1: 2.85E+02
It 2: 3.88E+02
It 3: 3.95E+02
It 4: 3.95E+02
Parameter History: b
It 0: 1.67E-02
It 1: 5.00E-02
It 2: 9.79E-02
It 3: 9.78E-02
It 4: 9.78E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Covariance Matrix:
0.227596 -0.00012
-0.00012 2.30E-07
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Residual Table:
0 5.551724
5 -19.4667
10 3.991642
15 16.48737
30 -8.1312
60 3.697186
120 -1.20945
180 2.580505
240 -5.00571
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Standard Error: 10.7604215
(4)
34
Lampiran 7 Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAA-MBA dan parafin
S = 11.64151396 r = 0.99771002
Waktu (menit)
K
o
n
s
e
n
tr
a
s
i
U
re
a
(
p
p
m
)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.0
0.00 80.00 160.0 0 240.0
0 320.00 400.00 480.00
Residuals
X Axis (units)
Y
A
x
is
(
u
n
it
s
)
0.0 66.0 132.0 198.0 264.0
-28.83 -14.41 0.00 14.41 28.83
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Coefficient Data:
a = 4.20E+02
b = 5.01E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Chi Square History:
It 0: 80393
It 1: 37138.9
It 2: 997.434
It 3: 949.038
It 4: 948.678
It 5: 948.677
It 6: 948.677
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 4.21E+02
It 1: 3.52E+02
It 2: 4.18E+02
It 3: 4.20E+02
It 4: 4.20E+02
It 5: 4.20E+02
It 6: 4.20E+02
Parameter History: b
It 0: 1.67E-02
It 1: 3.91E-02
It 2: 5.16E-02
It 3: 4.99E-02
It 4: 5.01E-02
It 5: 5.01E-02
It 6: 5.01E-02
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Covariance Matrix:
0.287736 -6.74E-05
-6.74E-05 5.22E-08
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Residual Table:
0 5.551724
5 -1.66066
10 -11.3661
15 -12.6104
30 24.02342
60 1.953782
120 -5.44551
180 -4.01444
240 0.41958
Exponential Association: y=a(1-exp(-bx) Standard Error: 11.6415310
(5)
RINGKASAN
SUJONO. Urea Lepas Lambat dengan Penyalutan Poliakrilamida, Poliakrilat, dan Parafin. Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS’UD dan TETTY KEMALA.
Penggunaan pupuk urea secara konvensional kurang efisien, sekitar 20 sampai dengan 70% pupuk urea hilang ke lingkungan. Penyalutan pupuk urea merupakan salah satu cara pengendalian lepas lambat urea ke lingkungan. Bahan penyalut yang umum digunakan adalah polimer. Salah satu metode penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi radikal dalam reaktor sehingga polimer yang terbentuk langsung terdeposisi pada permukaan pupuk sebagai lapisan penyalut. Polimerisasi tersebut berlangsung secara tidak terkendali, demikian pula deposisi polimer pada permukaan perlu dikendalikan agar salutan yang terbentuk sempurna. Penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui penyalutan ganda menggunakan polimer hidrofilik dan parafin dalam rancangan sistem terkendali. Pupuk urea lepas lambat yang telah dibuat kemudian ditentukan pola dan kinetika pelepasan urea dalam air dan tanah melalui pendekatan model eksponensial dan model sigmoidal. Polimer hidrofilik yang digunakan adalah poliakrilamida bertaut silang N,N’-metilena-bis akrilamida (PAM-MBA) dan poliakrilat bertaut silang N,N’-metilena-bis akrilamida (PAA-MBA). Penyalutan urea granul dirancang dalam reaktor sistem terkendali. Proses reaksi dilakukan pada suhu 61 oC dalam 3 tahap pemberian pereaksi hingga satu jam dengan kontrol dari sistem elektronika terintegrasi mikrokontroler.
Selubung kosong terbentuk pada perendaman granul urea setelah polimerisasi, hal ini menunjukkan terjadinya penyalutan. Pencirian penyalut dengan spektroskopi inframerah menghasilkan profil spektrum yang menunjukkan telah terjadi polimerisasi dan taut-silang membentuk deposit penyalut. Pemayaran dengan SEM menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai serat atau susunan jarum yang saling menyangga, selain itu hasil SEM juga menunjukkan tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm, sedangkan pada granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin adalah 143 µm. Laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin, masing-masing adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit, 38,63 ppm/menit, dan 21,04 ppm/menit. Pola pelepasan urea pada pupuk tersalut dalam tanah menunjukkan pola sigmoidal. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Morgan–Mercer–Flodin (MMF) dan Logistic dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 0,999 dan 0,986. Pencocokan kurva ini menunjukkan bahwa penyalutan ganda dengan polimer dan parafin dapat memberikan pelepasan urea dengan pola sigmoidal yang baik, berbeda dengan urea tersalut parafin saja menunjukkan kecocokkan hanya dengan model Logistic saja, sedangkan urea tanpa penyalut tidak dapat didekati dengan model sigmoidal. Kata kunci: pelepasan pupuk, penyalutan, pola sigmoidal, polimer, urea
(6)
SUMMARY
SUJONO. Slow Release Urea by Coating with Poly(acrylamide), Poly(acrylic acid), and Paraffin. Supervised by ZAINAL ALIM MAS'UD and TETTY KEMALA .
The use of conventional urea is less efficient, about 20 to 70% urea fertilizer is lost to the environment. Coating urea fertilizer is one way to controlling slow-release urea to the environment. A common coating material used is polymer. One method of coating is carried out simultaneously with the process of radical polymerization in the reactor so that the polymer is formed directly deposited on the surface as a fertilizer coating layer. The polymerization takes in an uncontrolled manner, as well as the deposition of polymer on the surface needs to be controlled to form perfect coating. This research aimed to create slow-release urea fertilizers by using a double coating of hydrophilic polymer and paraffin in the designed controlled system. The release pattern and kinetics of slow-release urea fertilizers were determined through the exponential model approach and sigmoidal models. Hydrophilic polymers used were poly(acrylamide) crosslinked with N,N'-methylene-bis-acrylamide (PAM-MBA) and poly(acrylic acid) crosslinked with N,N'-methylene-bis-acrylamide (PAM-MBA). Coating urea granules are designed in a controlled system reactor. The process of reaction carried out at a temperature of 61 °C in three phase of supplying reagent until one hour through the control of an integrated electronics system of microcontroller.
Transparent empty sheaths which formed after the soaking of treated granular urea showed the coating on urea granules had been occurred. Characterization of coating material by infrared spectroscopy resulted spectra profiles showed a polymerization and crosslinking had been occurred to form a coating deposit. SEM imaging showed the morphology of coating layer looked like a fiber or needle arrangement which supporting each other, in addition SEM resulted also showed a coating layer thickness of coated urea granule urea coated with PAM-MBA and paraffin was 243 µm, whereas urea coated with PAA-MBA and paraffin MBA and paraffin was 143 µm. The rate of release of urea in water of the uncoated urea, urea coated with paraffin, urea coated with PAM-MBA and paraffin, and urea coated with PAM-MBA and paraffin, respectively were 234.25 ppm/min, 23.84 ppm/min, 38.63 ppm/min, and 21.04 ppm/min. The release pattern of coated urea fertilizer in the soil showed a sigmoidal pattern. The urea coated with PAM-MBA and paraffin showed a match with two sigmoidal models, namely the Richards and Gompertz relation with a correlation coefficient are 0.999. Similarly, the urea coated with PAA-MBA and paraffin showed a match with two sigmoidal models, namely the Morgan-Mercer-Flodin (MMF) and Logistic with each correlation coefficient are 0.999 and 0.986. The fitting curve showed that the double coating with polymer and paraffin can provide release urea with good sigmoidal pattern, unlike urea coated with paraffin alone showed a match with Logistic models only, whereas urea without coating could not be approximated by sigmoidal models.