Karakteristik Ikan Baronang Dari Kepulauan Seribu Sebagai Bahan Pangan Dan Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia Dan Mikroskopis

KARAKTERISTIK IKAN BARONANG DARI KEPULAUAN SERIBU
SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN NON PANGAN MELALUI KAJIAN
MOLEKULER, KIMIA DAN MIKROSKOPIS

LITA AYU WAHYUNINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakteristik Ikan
Baronang dari Kepulauan Seribu Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui
Kajian Molekuler, Kimia dan Mikroskopis” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor

Bogor, Desember 2015

Lita Ayu Wahyuningtyas
NIM C351124041

RINGKASAN
LITA AYU WAHYUNINGTYAS. Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan
Seribu Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia
dan Mikroskopis. Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB, MALA
NURILMALA dan NURLISA A BUTET.
Ikan baronang termasuk ke dalam famili Siganidae dan merupakan salah
satu ikan ekonomis penting di Indonesia. Jenis ikan baronang yang banyak
ditemukan di Kepulauan Seribu adalah S. canaliculatus, S. fuscescens dan S.
virgatus. Ikan ini terdiri dari beberapa spesies dengan nama lokal yang berbedabeda. Perbedaan penamaan yang ada di daerah dengan nama ilmiah seringkali
menimbulkan kesalahan identifikasi spesies. Identifikasi spesies ikan baronang
secara molekuler perlu dilakukan untuk memastikan spesies ikan baronang dari
Kepulauan Seribu dengan akurat. Ikan baronang pada umumnya hanya
dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Kandungan gizi ikan baronang dari perairan

Kepulauan Seribu belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik kimia yang meliputi analisis proksimat, analisis asam amino, asam
lemak, vitamin dan mineral. Ikan baronang diketahui memiliki tekstur kulit yang
tebal dan lentur. Kulit tersebut memiliki potensi untuk dijadikan sumber kolagen.
Identifikasi molekuler berdasarkan DNA barcoding berhasil menunjukkan
bahwa ikan baronang dari Kepulauan Seribu teridentifikasi sebagai Siganus
canaliculatus, Siganus fuscescens dan Siganus virgatus dan memiliki berat
molekul protein 12,86-98,36 kDa. Hasil pemisahan protein menggunakan SDSPAGE menunjukkan pola pita yang diduga sebagai albumin, alergen dan
metaloprotease. Metaloprotease dapat mengurangi inflamasi sehingga dapat
dijadikan salah satu bahan non pangan yaitu antiinflamasi. Proporsi bagian tubuh
ikan baronang menunjukkan bahwa proporsi daging merupakan komposisi
terbesar (45,67%). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air ikan
baronang 77,95 %, kadar protein 15,94%, kadar abu 1,01%, kadar lemak 0,93%
dan kadar karbohidrat 4,33%.
Hasil identifikasi asam amino menunjukkan adanya 16 asam amino. Asam
amino esensial tertinggi adalah lisina yaitu 1,30% dan asam amino non esensial
tertinggi adalah glutamat yaitu 1,98%. Total asam lemak yang teridentifikasi
sebanyak 27 jenis yaitu 11 jenis saturated fatty acid (SFA), 7 jenis
monounsaturated fatty acid (MUFA), dan 9 jenis polyunsaturated fatty acid
(PUFA). Asam lemak tertinggi dari jenis PUFA adalah DHA yaitu 6,45%.

Kandungan vitamin A ikan baronang sebesar 187,27 IU/100g dan vitamin B12
sebesar 1,40 μg/100g. Kandungan mineral tertinggi adalah kalium yaitu sebesar
1050,95 mg/100g. Analisis mikroskopi menunjukkan adanya kolagen pada kulit
ikan baronang. Hasil karkateristik kimia dan analisis mikroskopi menunjukkan
bahwa ikan baronang dapat dijadikan bahan pangan.
Kata kunci: analisis mikroskopi, asam amino, asam lemak, identifikasi molekuler,
ikan baronang

SUMMARY
LITA AYU WAHYUNINGTYAS. The Characteristic of Baronang Fish From
Thousand Islands As Food And Non-Food Material Through The Study Of
Molecular, Chemical And Microscopic. Supervised by AGOES MARDIONO
JACOEB, MALA NURILMALA dan NURLISA A BUTET
Rabbitfish belong to the family Siganidae is an economically important
fish. Species of rabbitfish mainly found in the Seribu Islands are S. canaliculatus,
S. fuscescens and S. virgatus. The difference of their local name with its scientific
name of the species often lead to missidentification. Molecular identification of
rabbitfish species was required to ensure the fish species in the Thousand Islands
baronang accurately. Generally, rabbitfish is used as a food material. In addition
the nutritional content of rabbitfish in the Thousand Islands has not reported yet

so the research on the chemical characteristics including analysis of proximate,
amino acids, fatty acids, vitamins and minerals was required. Moreover, since
rabbitfish has a thick skin texture and elastic, the skin texture is potential to be
used as the source of collagen.
Molecular Identification based on DNA barcoding showed successfully
that rabbitfish from the Seribu Island detected as Siganus canaliculatus, Siganus
fuscescens and Siganus virgatus. Protein molecular weight of rabbitfish ranged
from 12.86-98.36 kDa. The separation of proteins using SDS-PAGE showed the
banding pattern is suspected as albumin, allergens and metalloprotease.
Metalloprotease may reduce inflammation that can be used as one of the non-food
material that is anti-inflammatory. The fish flesh was the highest composition
(45.67%). Proximate analysis result showed that the water content at 77.95%,
protein content at 15.94%, ash content at 1.01%, fat at 0.93% and carbohydrate
content at 4.33%.
Identification of amino acids in rabbitfish showed 16 amino acids. The
highest essential amino acid was lysine (1.30%) while the highest non essential
amino acids was glutamic acid (1.98%). Total fatty acids consisted of 11 of SFA
(saturated fatty acids), 7 of MUFA (monounsaturated fatty acid), and 9 of PUFA
(Poly Unsaturated fatty acids). The highest fatty acids of PUFA was DHA
(6.45%). Vitamin A content was 187.27 IU/100 g and vitamin B12 content was

1.40 μg/100 g. The highest mineral was kalium 1050.95 mg/100g. The collagen
was found in rabbitfish through histological observation. Chemical characteristics
and microscopic analysis showed that baronang can be used in food.
Keywords: amino acids, fatty acids, microscopy analysis, moleculer identification,
rabbitfish

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISTIK I IKAN BARONANG DARI KEPULAUAN SERIBU
SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN NON PANGAN MELALUI KAJIAN

MOLEKULER, KIMIA DAN MIKROSKOPIS

LITA AYU WAHYUNINGTYAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Asadatun Abdullah, SPi , MSM, MSi.

Judul Tesis

Nama

NIM

: Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu
Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui Kajian
Molekuler, Kimia dan Mikroskopis
: Lita Ayu Wahyuningtyas
: C351124041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol
Ketua

Dr Mala Nurilmala, SPi,MSi
Anggota

Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 Oktober 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Mei 2015
ini ialah Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu sebagai Pangan dan

Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia dan Mikroskopis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku Ketua Program Studi THP yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian.
3. Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol, Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Dr
Ir Nurlisa A. Butet MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian
sampai pada tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Tati Nurhayati SPi, Msi selaku perwakilan program studi yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi, memberikan masukan dan saran
kepada penulis dalam penyelesaian tesis
5. Dr. Asadatun Abdullah, SPi, MSM, MSi selaku penguji tesis yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.
6. Penelitian Institusi (PI) Baronang yang telah memberikan dana penelitian
serta dukungan dan kesempatan untuk penelitian ini.
7. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua dan adik atas doa dan dukungan
yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
8. Seluruh rekan THP 2012, THP 2013 dan THP 2014 serta teman-teman

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah
diberikan.
9. Seluruh kolega laboratorium biologi molekular akuatik MSP IPB (Wahyu,
Panji, Findra, Agus, Yuyun, Syamsul, Dewi, Siska, Lela, Fajrin, Yustin,
Lusita, Febi, Dani), staf laboratorium terpadu FPIK IPB (Paqih).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

Lita ayu wahyuningtyas

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Kerja
Pengambilan Sampel
Isolasi dan Ekstraksi DNA
Amplifikasi DNA
Perunutan Basa-Basa Nukleotida (Sekuensing)
Analisis Data
Pemisahan Protein dengan SDS PAGE
Analisis Proksimat
Analisis Kandungan Asam Amino
Analisis Asam Lemak
Analisis Vitamin A
Analisis Vitamin B12
Mineral
Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan HE
Pengamatan Histolgi dengan Pewarnaan Masson's trichrome
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik Ikan Baronang
Proporsi Bagian Tubuh Ikan Baronang
Identifikasi Molekuler
Proksimat Ikan Baronang Siganus Fuscescens
Asam Amino Ikan Baronang Siganus Fuscescens
Asam Lemak Ikan Baronang Siganus Fuscescens
Vitamin dan Mineral Ikan Baronang Siganus Fuscescens
Struktur Jaringan Ikan Baronang
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
ix
1
1
2
3
3
3
4
4
4
5
7
8
8
8
8
9
9
10
11
12
12
13
13
14
15
15
16
17
20
23
25
27
27
32
32
32
33
38
44

DAFTAR TABEL
1 Morfometrik ikan baronang (Siganus fuscescens)
2 Identifikasi spesies dengan Basic Local Alignment Search Tool
nucleotide (BLAST)
3 Matriks jarak genetik fragmen gen cytochrome oxidase subunit 1 (COI)
Siganus sp. berdasarkan metode pairwise distance
4 Proksimat ikan baronang Siganus fuscescens
5 Asam amino ikan baronang Siganus fuscescens
6 Komposisi asam lemak ikan baronang Siganus fuscescens
7 Kandungan vitami A dan B12 ikan baronang Siganus fuscescens
8 Kandungan mineral ikan baronang Siganus fuscescens

15
18
18
21
24
26
28
29

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9

Diagram alir penelitian
a Tahap identifikasi molekuler
b Tahap karakterisasi kimia
c Tahap analisis mikroskopi
Ikan baronang (Siganus fuscescens)
Proporsi bagian tubuh ikan baronang
a Isolasi DNA total pada gel agarosa 1,2%.
b Elektroforesis DNA produk PCR
Hasil rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan ruas COI mtDNA
menggunakan metode maximum parsimony tree bootstrap 100X
Pola pita protein ikan baronang
Penampang melintang kulit ikan baronang
Penampang melintang daging ikan baronang
Irisan kulit baronang

6
6
6
7
15
16
17
17
19
20
30
30
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Sampel ikan baronang yang digunakan
Komposisi separating gel dan stacking gel SDS PAGE
Komposisi larutan elektroforesis
Perhitungan berat molekul protein larut air
Komposisi asam amino ikan baronang
Komposisi asam lemak ikan baronang
Komposisi vitamin ikan baronang
Komposisi mineral ikan baronang

38
38
38
39
40
41
43
43

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan baronang (Siganus sp.) merupakan ikan yang tersebar luas di wilayah
Indo-Pasifik dari pantai timur Afrika sampai Polynesia, selatan Jepang sampai
utara Australia. Ikan baronang atau "rabbitfish" termasuk ke dalam keluarga
Siganidae dan merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Filipina,
Hongkong, Singapura, Taiwan, China, Malaysia dan Indonesia. Ikan ini juga
dikenal dengan nama samadar (Sunda/ Banten), safy (Kuwait), dengkis
(Malaysia), pehtor (China) dan barangen (Filipina). Mayunar (1992) menyatakan
bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis yang dikumpulkan
dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis
ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalahS. guttatus, S.
canaliculatus, S. javus,S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus.
Oksuz et al. (2010) menyatakan bahwa ikan merupakan suatu bahan
pangan yang memiliki kandungan protein tinggi, lemak jenuh rendah dan juga
mengandung asam lemak omega yang berperan untuk menjaga kesehatan. Ikan
kaya akan gizi terutama protein, mineral dan lemak, serta penghasil terbesar asam
lemak omega khususnya eicosapentaenoic (EPA) dan docosahexaenoic (DHA)
yang bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Oksuz et al.
(2010) mengenai profil lemak, komposisi proksimat dan komposisi mineral pada
ikan baronang memberikan informasi bahwa ikan baronang kaya akan kandungan
EPA, DHA, potassium dan fosfor.
Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan.
Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan
kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, bahan perekat,serta sumber kolagen
untuk kosmetik. Selain kulit, kolagen pada ikan baronang banyak terkandung di
bagian sclera, hal ini dinyatakan pada penelitian Mansoori et al.(2012) yang
melakukan pengamatan histologi dari lapisan luar mata Siganus javus.
Ikan baronang merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Peningkatan
permintaan terhadap ikan baronang tidak dapat mengandalkan stok dari alam
sehingga budidaya ikan baronang mulai dikembangkan (Kune 2007). Ikan ini
termasuk ikan herbivora, namun bila dibudidayakan ikan ini mampu memakan
makanan apa saja yang diberikan misal pakan buatan. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Oksuz et al. (2010) mengenai elemen komposisi, asam lemak
profil,dan komposisi proksimat Siganus rivulatus dan Siganus luridus melaporkan
bahwa ikan baronang memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan dan non
pangan. Penelitian mengenai karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu
untuk mengeksplorasi potensinya belum dilaporkan. Penelitian mengenai
karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu melalui kajian molekuler,
kimia dan mikroskopis sebagai sumber bahan pangan dan non pangan perlu
dilakukan.
Penelitian ikan baronang yang sudah dilakukan antara lain mengenai
diversifikasi pola garis keturunan ikan baronang (Borsa et al. 2007), tahap invasi
awal secara genetik Siganus luridus (Azzuro et al. 2006), hubungan morfometrik
dengan kondisi lingkungan Siganidae (Wambiji et al. 2008), beberapa aspek ikan
baronang (Mayunar 1992), bioaktivitas dan aktivitas antimikroba dari

2

isolatprotein Siganus javus (Pritiviraj dan Annadurai 2014), level asam arakidonat
pada jaringan Siganus fuscecens (Osako et al. 2006). Lemer et al. (2007)
mengkaji tentang kekerabatan ikan baronang berdasarkan marka molekuler
cytochromeb (cyt b).
Salah satu kendala yang dihadapi pada pemanfaatan ikan baronang adalah
identifikasi spesies. Morfologi yang hampir sama pada ukuran juvenile
merupakan kendala yang dialami dalam identifikasi ikan baronang tersebut. Selain
itu, ikan baronang dalam bentuk fillet tidak dapat dibedakan dengan jenis ikan
lainnya. Metode yang akurat perlu diterapkan untuk mengidentifikasi ikan
baronang. DNA barcode merupakan sistemyang dirancang untuk
identifikasispesies dengan cepat, akurat, danautomatabledengan menggunakan
daerah gen pendeksebagai standar penanda spesies.
Menurut Clark LF (2015) DNA bercoding dianjurkan sebagai instrument
autentikasi spesies untuk mengatasi masalah substitusi dan mislabelling dari fillet
dan produk ikan. Teknologi DNA barcoding dianjurkan sebagai instrumen
kebijakan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas sistem kontrol makanan
secara efektif dan mengatur autentikasi spesies di pasar produk ikan.Food and
Agriculture Organization (FAO) mendukung sistem universal DNA barcoding
untuk identifikasi ikan karena dapat mencegah kesalahan identifikasi.
Pemahaman tentang karakteristik kimia dan mikroskopis ikan baronang
menjadi hal yang penting karena dengan mengetahui informasi mengenai
kandungan asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral ikan baronang maka
akan dapat dilakukan pemanfaatan yang optimal. Pengamatan histologisterhadap
kulit juga diperlukan untuk menentukan ada dan tidaknya kolagen pada jaringan
tersebut.
Rumusan Masalah
Ikan baronang merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia.
Ikan ini terdiri dari beberapa spesies dengan nama lokal yang berbeda-beda.
Perbedaan istilah yang ada di daerah dengan nama ilmiah seringkali menimbulkan
kesalahan identifikasi spesies. Identifikasi spesies ikan baronang secara molekuler
perlu dilakukan untuk memastikan spesies ikan baronang dari Kepulauan Seribu
dengan akurat. Ikan baronang pada umumnya hanya dimanfaatkan sebagai ikan
konsumsi. Ikan tersebut tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat sekitar, namun
juga sebagai salah satu menu di berbagai rumah makan besar. Kandungan gizi dan
nutrisi ikan baronang dari Kepulauan Seribu belum pernah dilaporkan sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik kimia yang meliputi analisis
proksimat, analisis asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Selain
memiliki potensi sebagai bahan pangan, ikan baronang diketahui memiliki tekstur
kulit yang tebal dan lentur. Tekstur kulit tersebut memiliki potensi untuk dijadikan
sumber kolagen. Informasi mengenai potensi kulit ikan baronang perlu diketahui
karakteristik fisiknya. Penelitian mengenai pengamatan histologi dari kulit ikan
baronang perlu dilakukan.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran morfometrik dan
proporsi bagian tubuh ikan, mengidentifikasi kepastian spesies ikan baronang
berdasarkan marka molekuler gen cytochrome oxidase subunit1(COI),
mempelajarikarakteristik kimia dananalisis mikroskopikulit ikan baronang dari
Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penciri
genetik ikan baronang dari Kepulauan Seribu, informasi mengenai karakteristik
kimia berupa kandungan proksimat, kandungan asam amino, asam lemak, vitamin
dan mineral, informasi tentang karakteristik mikroskopidaging dan khususnya
keberadaan kolagen dari kulit ikan baronang.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi penentuan morfometrik dan proporsi bagian tubuh
ikan, karakterisasi molekuler yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
molekuler ikan baronang dari Kepulauan Seribu menggunakan marka gen COI,
karakterisasi kimia meliputi analisis proksimat, asam amino, asam lemak, vitamin
dan mineral. Karakterisasi mikroskopis meliputi pengamatan jaringan kulit ikan
baronang.

4

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Mei 2015 di
beberapa laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) IPB yang
meliputi Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK),
Laboratorium Biomolekuler Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) dan
Laboratorium Histologi Budidaya Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas
Peternakan, Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan
Laboratorium Kimia Terpadu Baranangsiang.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk preparasi dan penyimpanan sampel adalah
alkohol 70%. Bahan yang digunakan untuk analisis DNA barcoding adalah
alkohol PA 96%, kit isolasi DNA (Qiagen), EtOH absolut, reagen PCR dan
akuades. Bahan untuk analisis proksimat adalah standar glukosa, larutan fenol,
asam sulfat pekat, air destilasi, HCl 3%, selenium, bromocresol, asam borat,
H3BO3, asam klorida, natrium hidroksida dan NaOH. Bahan yang digunakan
dalan analisis asam amino adalah natrium hidroksida, asam borat, larutan brij, NaEDTA, metanol, THF, Na-asetat, 2-merkaptoetanol. Bahan untuk analisis asam
lemak adalah lemak sampel, larutan standar, larutan NaOH 0,5N. larutan BF3,
heksana dan Na2SO4 anhidrat dan NaCl jenuh. Bahan yang digunakan untuk uji
vitamin adalah akuabides, metanol 95%, etanol, KOH dan asam asetat glasial,
buffer asetat, kalium sianida, dan asam asetat 2%. Bahan yang digunakan untuk
analisis mineral adalah HNO3, HClO4, H2SO4, dan HCl. Bahan yang digunakan
untuk preparat histologi adalah Buffered Neutral Formalin (BNF), xylene, NaCl
fisiologis 9%, alkohol 70%, gliserin, parafin cair dan pewarna Masson trichrome.
Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi adalah pisau, penggaris, timbangan,
talenan dan plastik. Alat yang digunakan untuk melakukan DNA barcoding
adalah alat bedah, pinset, tube 1,5 mL (Axygen, USA), vortex (Corning, USA),
timbangan digital,mikro tip(Axygen,USA), mikro pipet ((Thermo Scientific
Vantaa, Finland), inkubator (Corning, USA), sentrifuse(J2-21 BECKMAN,
Germany), spin column (Axygen,USA), mesin visual ultraviolet (Daihan
Scientific, Korea) dan PCR (Biometra, German). Alat yang digunakan untuk
analisis proksimat adalah desikator, oven, neraca analitik, cawan porselen, tanur,
tabung reaksi, spektrofotometer, vorteks dan hot plate. Alat yang digunakan untuk
analisis asam amino adalah HPLC type ICI dan column ODS (Shimadzu, Jepang),
siringe 100 μL, vial 1 mL, neraca analitik, pipet 1 mL(Thermo Scientific Vantaa,
Finland), labu takar dan ampul. Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak
adalah GC-FID 17-A (Shimadzu,Jepang), jenis kolom kapiler, panjang kolom 60
m, diameter kolom 0,25 mm,suhu detektor 230°C, suhu awal injektor 190°C,
kenaikan suhu 10°C /menit (Shimadzu, Jepang), siringe 10 μL, penangas air,
tabung, neraca analitik dan pipet mikro(Thermo Scientific Vantaa, Finland). Alat

5

yang digunakan untuk uji vitamin A dan B12 serta mineral adalah pengujian
vitamin A dan B12 menggunakan adalah HPLC Varian 940-LC (Shimadzu,
Jepang). Analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) varian AA-6330 (Agilent,Australia) lampu katode, pipet mohr 5mL dan 10
mL, labu takar 50 mL, 100mL, 500 mL dan 1000 mL, corong, labu semprot dan
kertas tissue. Alat yang digunakan untuk preparasi histologi ikan adalah
mikroskop Olympus tipe CX41 dengan tipe kamera DP21, gelas objek dan pisau
mikrotom.
Prosedur Kerja
Tahapan penelitian ini meliputi penentuan morfometrik dan proporsi
bagian ubuh ikan,identifikasi molekuler, karakterisasi kimia, dan analisis
mikroskopi ikan baronang. Identifikasi molekuler meliputi identifikasi
menggunakan marka gen COI dan identifikasi berat molekul protein ikan
baronang. Karakterisasi kimia meliputi analisis proksimat, asam amino, asam
lemak, vitamin dan mineral. Analisis mikroskopi menggunakan metode paraffin
dan pewarnaan hematoxilin eosin dan masson trichrome untuk melihat
keberadaan kolagen pada kulit ikan baronang.Diagram alir penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1a-1c.

6

Sampel ikan baronang
Identifikasi morfologi spesies
Preparasi (pengambilan jaringan otot)

Isolasi dan ekstraksi DNA

Identifikasi profil protein
dengan SDS-PAGE

DNA sampel
Profil protein ikan
baronang

Amplifikasi DNA

Produk PCR
Sekuensing

electropherogram
Analisis hasil electropherogram

Gambar 1aTahap identifikasi molekuler

Sampel ikan baronang
Pengukuran morfometrik
Preparasi ikan menjadi fillet

Perhitungan proporsi bagian tubuh ikan

Fillet ikan
Karakterisasi kimia:
 Proksimat
 Asam amino
 Asam lemak
 Vitamin A dan B12
 Mineral

Gambar 1b Tahap karakterisasi kimia

7

Sampel ikan baronang

Preparasi sampel

Jaringan daging

Jaringan kulit

Pengawetan dalam larutan BNF
Fiksasi
Dehidrasi

Clearing

Embedding

Trimming
Pemotongan dengan mikrotom

Pewarnaan Hematoxilin-eosin

Pewarnaan Masson trichrome

Preparat awetan
Pengamatan dengan mikroskop

Gambar 1c Tahap analisis mikroskopi

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan baronang dilakukan diperairan Kepulauan
Seribu. Pengambilan sampel dilakukan oleh nelayan kemudian sampel
dikumpulkan didalam sebuah wadah berisi air.Sampel yang telah didapat
dipreparasi dan dimasukkan kedalam alkohol 96% untuk dilakukan identifikasi
molekuler. Sampel lain dipreparasi untuk dihitung proporsi bagian tubuh ikan dan
kandungan kimianya. Sampel histologi dipreparasi untuk pemeriksaan
mikroskopis dengan memasukkan jaringan daging beserta kulitnya ke dalam
larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk analisis mikroskopi dengan
pewarnaan hematoxilin eosin dan pewarnaan masson trichrome.

8

Isolasi dan Ekstraksi DNA
Isolasi dan ekstraksi DNA menggunakan kit komersial Qiagen. Sampel
jaringan yang digunakan sebagai sumber DNA adalah jaringan otot daging ikan.
Proses pencucian alkohol dilakukan dengan cara merendam sekitar 0,05 mg
potongan otot dalam akuades steril, kemudian dihomogenasi menggunakan
vortex. Jaringan otot dihancurkan kemudian dilisis menggunakan buffer lisis dan
proteinase K 20 μL. Sampel ditambah 180 μL buffer ATL, kemudian divortex dan
diinkubasi selama 30 menit. Sampel ditambah200 μL buffer AL, kemudian
divortex sertadiinkubasi selama 20 menit. Ethanol 96% ditambah sebanyak 200
μLkemudian disimpan kedalam freezer selama 30 menit. Sampel dipipet dan
dipindahkan ke DNeasy, sampel disentrifuse dengan kecepatan 8000
rpm,kemudian ditambah buffer AW1 500 μL. Sampel disentrifuse kembali dengan
kecepatan 8000 rpm, kemudian ditambah buffer AW2 500 μL. Sampel
disentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm, kemudian ditambah 200 μL buffer AE.
DNA total kemudian dimigrasikan kedalam sumur electrophoresis chamber
menggunakan agarosa 1,2% pada tegangan 100V selama 30 menit. Kualitas DNA
dilihat menggunakan mesin UV.Hasil DNA yang baik akan diamplifikasi dengan
mesin PCR.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi ruas gen COI DNA mitokondria dilakukan menggunakan
primer gen COI yang didesain oleh Butet (unpublished data 2013). Reaksi PCR
dilakukan dalam volume 25 μL yang mengandung buffer PCR mix 12,5 μL Kapa,
1,5 µL primer forward; 1,5 µL primer reverse; 4,5 µL air dan 5 µL cetakan DNA.
Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi pradenaturasi pada suhu 94oC selama 5
menit, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas denaturasi suhu 94oC
selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 54oC selama 1,5 menit,
pemanjangan 72oC selama 2 menit, pemanjangan akhir suhu 72oC selama 5 menit
dan pendinginan pada suhu 15oC selama 10 menit. Kualitas produk PCR diamati
menggunakan agarosa 1,2% pada elektroforesis yang dijalankan pada tegangan
100 V selama 60 menit kemudian divisualisasi di bawah monitor UV.
Perunutan Basa-Basa Nukleotida (Sekuensing)
Pembacaan sekuens nukleotida dilakukan untuk mengetahui urutan
nukleotida dan asam amino suatu gen, juga menganalisis kekerabatan dan
jalur evolusinya (Albert et al. 1994). Sekuensing dilakukan oleh perusahaan
jasa sekuensing Integrate DNA Technology Singapore melalui Jasa di Indonesia
(PT. Genetika Science).
Analisis Data
Runutan nukleotida dianalisis dan dikoreksi menggunakan program
Bioedit. Hasil tersebut kemudian dimasukkan kedalam program BLASTn pada
GenBank untuk diketahui identitas runutan nukleotidanya. Runutan nukleotida
kemudian dianalisis menggunakan program MEGA 5 (Tamura et al. 2011).Jarak
genetik dan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan Neighbor joining (Saitoo
dan Nei 1987).

9

SDS- PAGE (Laemmli 1970)
Metode Deodesyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDSPAGE) yang dikerjakan dalam penelitian ini menggunakan 3% stacking gel dan
8%separating gel. Konsentrasi akrilamid yang digunakan adalah 30%. Pembuatan
separating gel dilakukan selama± 40 menit, sedangkan pembuatan stacking gel
dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Pemasukan sisirdilakukan saat proses
pembuatan stacking gel untuk membentuk sumur-sumur pada gel.
Sampel dicampurkan dengan bufer sampel 1:1 (v/v), selanjutnya
didenaturasi dengan cara dipanaskan dalam waterbath pada suhu 95 °C selama
kurang lebih 5 menit. Buffer running selanjutnya ditambahkan ke dalam alat
elektroforesis kemudian sampel sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam gel
poliakrilamid.Elektroforesis dijalankan secara konstan pada arus 10 mA dan
voltase 125 volt selama 5 jam. Deteksi SDS-PAGE dilakukan dengan melepaskan
gel hasil elektroforesis dari cetakan kemudian gel diwarnai dengan coomasie
brilliant blue. Gel diangkat dan direndam selama 1 jam didalam larutan pewarna
(0,1% Comassie blue R-250, 45% metanol dan 10% asam asetat glasial). Proses
destaining 10% methanol dan 10% asam asetat hingga pita protein dapat terlihat
jelas.
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Kadar Abu
Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
dengan suhu 105˚C, lalu dimasukkan dalam desikator hingga suhu ruang,
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam cawan dan dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600˚C selama 7
jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator sampai suhu ruang, kemudian cawan
beserta isinya ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu
x 100 %
Kadar Abu =
Berat sampel

Kadar Air
Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian mengeringkannya pada
oven bersuhu 105°C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang hasilnya. Kadar air ditentukan dengan rumus:
% kadar air =

W
W1

x 100 %

W = Berat sampel sebelum dikeringkan (gram)
W1 = Kehilangan berat sebelum dikeringkan (gram)
Kadar lemak
Sampel seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan kertas
saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan

10

refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang
ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,
selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C, setelah itu labu
dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak
ditentukan dengan rumus:
Kadar Lemak =

W3-W2
Wl

x 100 %

Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Kadar Protein
Sampel ditimbangseberat 0,5 gram dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl
100mL. Selenium sebanyak 2 gram dan H2SO4 pekat sebanyak 25 mL
ditambahkan ke dalam labu kjeldahl. Larutan dipanaskan sampai jernih kehijauan,
diencerkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Larutan sebanyak 5 mL
dimasukkan kedalam alat penyuling, kemudianditambah 5 mL NaOH 30%.
Larutan asam borat 2% sebanyak 10 mL digunakan untuk menyuling dan titrasi
dengan larutan HCl 0,01 N. Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus:
Kadar Protein =

(V1-V2) x Nx 0,014x fk x fp
W

x 100 %

Keterangan:
W = berat sampel (g)
V1 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan pada penitaran sampel (mL)
V2 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan pada penitaran blanko
N = Normalitas HCl
Fk = faktor konversi untuk protein secara umum = 6,25
Fp = faktor pengenceran
Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar
karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat
sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Kadar Karbohidrat = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein)
Analisis kandungan asam amino (AOAC 2005)
Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC.
Perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan
selama 2-3 jam. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri dari

11

empat tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap
derivatisasi dan tahap injeksi serta analisis asam amino.
a.Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah
hancur ditambah HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat
reaksi hidrolisis.
b.Tahap pengeringan
Sampel disaring dengan kertas saring milipore. Penyaringan bertujuan
agar larutan yang dihasilkan benar-benar bersih, terpisah dari padatan. Hasil
saringan diambil sebanyak 30 µL dan ditambah 30 µL larutan pengering.
Larutan pengering dibuat dari campuran metanol, pikotiosianat dan trietilamin
dengan perbandingan 4:4:3.
c.Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 µL ditambah pada hasil pengeringan,
larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin
dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah
untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, selanjutnya dilakukan
pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril 60% atau buffer
natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit.
d.Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 40 µL untuk diinjeksikan ke dalam
HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan
dengan pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino yang telah
siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan
asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:
% Asam amino =

luas area sampel x C x Fp x BM x 100%
luas area standar x bobot sampel

Keterangan:
C = Konsentrasi standar asam amino (µg/mL)
FP = Faktor pengenceran
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Analisis asam lemak (AOAC 2005)
a.Tahap ekstraksi
Asam lemak diperoleh dengan metode sokhlet, setelah itu ditimbang
sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.
b.Pembentukan lemak ester (metilasi)
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan
pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5N, BF3 dan iso-oktan. Sebanyak 0,02
g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL
NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada

12

suhu 80 °C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 ditambah ke
dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80
°C selama 20 menit dan didinginkan, kemudian ditambah 2 mL NaCl jenuh
dan dikocok serta ditambah 1 mL iso oktan, kemudian dikocok dengan baik.
Larutan iso-oktan bagian atas campuran dipindahkan dengan bantuan pipet tetes
ke dalam 20 tabung reaksi.
c.Identifikasi asam lemak
Sebanyak 1 μL sampel diinjeksi ke dalam gas kromatografi. Asam lemak
yang ada di dalam gas chromatography akan diidentifikasi oleh flame
ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada
akan tercatat melalui kromatogram (peak). Identifikasi asam lemak dilakukan
dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi
sebagai berikut: standar asam lemak yang digunakan adalah SupelcoTM 37
component FAME Mix. Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah
nitrogen dengan aliran bertekanan 20 mL/menit dan sebagai gas pembakar
adalah hidrogen dengan aliran 30 mL/menit. Kolom yag digunakan adalah
kolom kapiler silica yang panjangnya 60 m dengan diameter dalam 0,25 mm,
suhu detektor 230°C, suhu awal injektor 190°C, kenaikan suhu 10°C /menit.
Analisis Vitamin A (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 5 g ditimbang kemudian dimasukkan kedalam
erlenmeyer 100 mL, ditambah 3 mL akuabides dan 10 mL metanol 95%. Tahap
berikutnya yaitu ekstraksi dan penyabunan. KOH 50% sebanyak 2,5 mL dipipet
kedalam erlenmeyer. Larutan ini direfluks selama 30 menit, setelah itu erlenmeyer
diangkat dari penangas, didinginkan hingga suhu ruang, ditambah asam asetat
glasial 2,5 mL untuk menetralkan KOH, diaduk rata, dan dibiarkan dingin hingga
suhu ruang. Larutan ini lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditera
dengan larutan THF : etanol (1:1), setelah itu disaring lalu diendapkan. High
performance liquid chromatography (HPLC) Varian 940-LC diaktifkan, dibiarkan
stabil selama 30 menit dengan pengaliran fase gerak pada kecepatan 1 mL/menit.
Larutan standar vitamin A yang telah melalui proses penyabunan diinjeksi, lalu
diatur fase gerak untuk mendapatkan resolusi bentuk cis dan trans. Semua trans
retinol larut dan cis retinol akan larut sebagai sebuah peak kecil sebelum bentuk
trans. Deret standar dan contoh diinjeksikan ke dalam botol-botol kecil
autosampler lalu diletakkan di dalam HPLC. Ekstrak yang berisi vitamin A
dianalisis menggunakan HPLC. Sistem yang digunakan yaitu kolom C18, fase
gerak metanol 95%, panjang gelombang 272 nm, laju alir: 0,5 mL/menit, volume
injeksi 20 μL.
Analisis vitamin B12 (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Buffer
asetat sebanyak 20 mL dan 0,2 mL larutan kalium sianida ditambahkan pada
tabung. Tabung dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 30 menit,
lalu didinginkan dan diencerkan sampai 50 mL dengan air suling dan disaring
dengan kertas Whatman 42, selanjutnya dihomogenisasi selama 5 menit dengan

13

ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Metanol sebanyak 25
mL ditambahkan dan ditepatkan sampai volume 50 mL dengan asam asetat 2%.
Sampel disentrifuse selama 30 menit pada 4.000 rpm. Supernatan dipisahkan
untuk disuntikkan ke high performance liquid chromatography (HPLC). Sistem
yang digunakan yaitu kolom C18, fase gerak metanol 350 mL,hexan sulfonik 1 g,
asam asetat 10 mL, panjang gelombang 280 nm, laju alir 0,5 mL/menit, volume
injeksi 20 μL, dan detektor flouresensi.
Analisis Mineral (AOAC 2005)
Proses pengabuan basah pada pengujian mineral Ca, K, Na, Fe, Zn, dan Se
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dengan ukuran 125 mL. Sebanyak 5 mL HNO3 ditambahkan ke
dalam labu dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Labu
dipanaskan diatas hotplate selama 4 - 6 jam dengan temperatur rendah dan
dibiarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup dalam ruang asam.
H2SO4 pekat sebanyak 0,4 mL ditambahkan dan dipanaskan di atas hotplate
sampai larutan lebih pekat selama ± 1 jam. HClO4 dan HNO3 ditambahkan (2:1)
sebanyak 2-3 tetes, sampel tetap berada di atas hotplate hingga terjadi perubahan
warna dari coklat, kuning tua ke kuning muda selama ± 1 jam. Setelah terdapat
perubahan warna, pemanasan dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan,
didinginkan dan ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan
dipanaskan kembali agar sampel larut (± 15 menit) kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL. Apabila terdapat endapan, larutan disaring dalam glass
wool. Hasil pengabuan basah dianalisis menggunakanAtomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA-7000 untuk analisis berbagai
mineral.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke AAS, kemudian diukur
absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan
spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 589,0 nm (Na), 766,5
nm (K), 422,7 nm (Ca), 248,3 nm (Fe), dan 213,9 nm (Ze). Setelah diperoleh
absorbansi standar, antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dihubungkan
dengan absorban standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar
mineral dengan persamaan garis linier y=ax+b yang digunakan untuk perhitungan
konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan
mengalikan dengan absorbansi contoh.

Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan HE(Gunarso 1989)
Daging beserta kulitnya diambil untuk dibuat preparat dengan cara
sampel yang akan diamati struktur jaringanya dipotong kecil dan difiksasi
dalam larutan BNF untuk mengawetkan jaringan. Tahap dehidrasi meliputi
perendaman sampel dalam alkohol 70% selama 24 jam, perendaman dalam
alkohol 80%, 90%, 95% (1), 95% (2) dan 100% (1) masing- masing selama 2 jam,
kemudian perendaman alkohol 100% tahap 2 selama 1 jam. Sampel dipindahkan
ke larutan alkohol dan xylol dilakukan selama 30 menit, kemudian sampel

14

dipindahkan ke larutan xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 30 menit,
dilanjutkan dengan pemindahan sampel ke larutan xylol dan paraffin selama 45
menit pada suhu 55 °C. Tahap embedding dilakukan dengan cara memasukkan
sampel ke dalam paraffin 1,2,dan 3 masing-masing selama 45 menit. Paraffin
dicetak dalam kotak yang terbuat dari kertas dan sampel diletakkan di
dalamnya dengan posisi yang sesuai. Penyayatan dengan mikrotom dilakukan
dengan ketebalan irisan 7-9 µm dan sayatan diletakkan diatas gelas objek yang
telah diberi perekat. Proses pewarnaan jaringan dilakukan dengan menggunakan
pewarna hemotoxilin dan eosin.
Pengamatan Histologi dengan PewarnaanMasson's trichrome
(Suvik dan Effendy 2012)
Irisan jaringan kulit ditempatkan dengan merendam ke dalam xylene
selama 4 menit. Irisan kulit kemudian direndam dalam larutan Bouin 60°C selama
45 menit. Irisan kulit dicuci dengan air mengalir sampai warna kuning dalam
sampel menghilang. Irisan direndam dalam hematoksilin selama 8 menit, setelah
itu dicuci dalam air mengalir selama 2 menit. Irisan dimasukkan kedalam larutan
asam phosphomolybidic selama 10 menit sebagai larutan mordant dan irisan
direndam selama 5 menit pada methyl blue untuk melihat fibroblast dan kolagen.
Irisan kulit dicuci dalam air yang mengalir selama 2 menit dan diberi 1% larutan
asam asetat selama 1 menit. Sebelum pengamatan, irisan atau slide dicelupkan ke
dalam xylene selama 1 menit.

15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Ikan Baronang
Ikan Baronang memiliki ciri tubuh dengan jari-jari sirip keras pada
punggung (dorsal), anal dan perut (ventral) serta mempunyai kelenjar racun.
Sampel ikan Baronang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan Baronang (Siganus fuscescens)
Sumber: dokumentasi pribadi
Menurut Burhanudin et al. (2014) famili Siganidae memiliki ciri-ciri
antara lain badan pipih dengan bentuk mulut yang kecil. Sirip punggung
mempunyai 13 duri keras dan 10 duri lunak, sedangkan sirip-sirip dubur terdiri
dan 7 duri keras dan 9 duri lunak. Duri-duri pada ikan baronang mengandung
kelenjar bisa sehingga orang akan merasa sakit bila tersengat oleh duri-duri
tersebut. Siganidae juga disebut rabbitfish yang berarti ikan kelinci karena
moncongnyamenyerupai kepala kelinci. Golongan ikan ini menyenangi hidup
mengelompok di daerah sekitar karang dan terumbu karang serta memakan algae
yang menempel. Data morfometrik ikan baronang dapat dilihat pada Tabel 1.
Siganus virgatus dan Siganus canaliculatus sebagai perbandingan memiliki
panjang tubuh berkisar 20 cm-30 cm.
Tabel 1 Morfometrik ikan baronang (Siganus fuscescens)
Parameter
Satuan
Nilai
Berat total
g
200,67±10,21
Panjang total
cm
23,1± 0,66
Panjang cagak
cm
22,00±0,20
Panjang baku
cm
19,10±0,17
Tinggi badan
cm
9,23±0,25
Panjang LL
cm
13,50±0,00
Lebar
cm
2,40±0,10
Hubungan panjang-berat berbeda antar spesies berkaitan dengan bentuk
tubuh secara genetis. Hubungan panjang-berat suatu spesies dipengaruhi oleh
kondisi individu. Kondisi lingkungan menunjukkan ketersediaan pakan dan
pertumbuhan awal ikan, bersifat dinamis dan bervariasi. Perbedaan kondisi

16

masing-masing populasi bervariasi bergntung pada musim. Jenis kelamin dan
perkembangan gonad juga memberikan variasi hubungan panjang-berat
(Schneider et al. 2000).
Proporsi Bagian Tubuh Ikan
Sumarto dan Rengi (2014) menyatakan bahwa proporsi bagian tubuh ikan
merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan.Proporsi bagian tubuh ikan
juga merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai
ekonomis dan efektivitas suatu produk bahan atau bahan. Proporsi bagian tubuh
ikan digunakan untuk memperkirakan berapa bagian tubuh ikan yang dapat
digunakan. Besarnya nilai proporsi bagian tubuh ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah keadaan perairan atau habitatnya, jenis ikan, ukuran
dan kondisi fisiologis ikan, serta rantai penanganan sejak penangkapan
hingga preparasi. Proporsi bagian daging pada ikan dapat dipengaruhi oleh
perbedaan cara atau kebiasaan makan ikan, serta tingkat kematangan gonad
ikan. Ikan jantan dan betina mempunyai kebiasaan makan yang berbeda.
Perbedaan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah jenis kelamin, umur, faktor keturunan, dan ketersediaan makanan.
Rostini (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai proporsi bagian
tubuh ikan yang dihasilkan maka semakin tinggi bahan pangan yang dapat
dimanfaatkan. Perhitungan proporsi bagian tubuh ikan didapatkan dengan
membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan berat ikan baronang
utuh. Ikan baronang ditimbang berat utuhnya, kemudian dipreparasi dengan
membagi menjadi jeroan, kulit, kepala, dan dagingnya untuk ditimbang. Hasil
proporsi bagian tubuh ikan yang didapatkan pada penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.
6,19%±1,86
daging

20,09%±3,79

kulit
45,67%±1,89

kepala
tulang
jeroan

20,78%±1,85
7,27%±0,59

Gambar 3 Proporsi bagian tubuh ikan baronang
Nilai persentase daging ikan baronang yang terbesar menunjukkan bahwa
ikan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut.
Kulit dan tulang ikan dapat digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan
gelatin. Pada umumnya kolagen diolah dari tulang dan kulit binatang ternak,
terutama sapi dan babi, sehingga produk gelatin yang ada di pasaran diragukan
kehalalannya. Penggunaan tulang dan kulit ikan sebagai bahan mentah
merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

17

Identifikasi Molekuler
DNA Barcoding
Isolasi DNA total otot ikan baronang dari tiga spesies (Siganussp.) yang
diteliti menunjukkan hasil yang baik (Gambar 4a). Sampel DNA total dengan
kualitas yang baik dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen COI
menggunakan teknik PCR. Pita produk PCR berukuran 650 bp menghasilkan
kualitas yang baik (Gambar 4b).
1

2

3

M112 23 43
M

650 bp

a

b

Gambar 4a) Isolasi DNA total pada gel agarosa 1,2%. 4b) Elektroforesis DNA
produk PCR. 1) S.fuscescens, 2) S.canaliculatus, 3) S.virgatus
Amplifikasi fragmen DNA gen COI dilakukan dengan penempelan primer
pada suhu optimum sebesar 54ºC untuk S.virgatusdanS.canaliculatus.
Penempelan primerS.fuscescens dilakukan pada suhu optimum 55ºC. Tiga sampel
DNA dimurnikan dan disekuensing sehingga diperoleh kualitas sekuen
nukleotida yang baik. Berdasarkan hasil sekuensing gen COI, S. virgatus
memiliki nukleotida sepanjang 680 bp, S. canaliculatus memiliki nukleotida
sepanjang 681 bp dan S. fuscescens memiliki nukleotida sepanjang 656 bp.
Sekuen nukleotida gen COIS. virgatus, dan S. fuscescens diunggah pada
BLASTn (BasicLocal Alignment Search Tool- nucleotide) pada situs NCBI
(National Center for Biotechnology Information) untuk memastikan
kebenarannya dan mengetahui kedekatannya dengan spesies Siganidae yang
bukan berasal dari Kepulauan Seribu.
Hasil perunutan nukleotida diedit secara manual berdasarkan
kromatogram.Tahapan untuk mengedit hasil sekeunsing dilakukan dengan
software bioedit. Hasil sekuensing yang baik ditunjukkan oleh gambar
kromatogram yang memiliki puncak tinggi dan terpisah satu sama lain. Hasil
sekuensing yang kurang baik ditunjukkan oleh gambar kromatogram dengan
puncak landai atau tidak terpisah satu sama lain. Kromatogram yang
menunjukkan puncak landai dan tidak terpisah satu dengan lainnya dihapus. Hasil
kromatogram yang telah diedit selanjutnya disimpan dalam format FASTA.
Software bioedit digunakan untuk melakukan reverse complement sebelum
sekuen di sejajarkan (alignment). Consensus sequence merupakan penggabungan
kedua hasil sekuensing dengan arah yang berbeda. Sekuen inilah yang digunakan
untuk proses kerja lanjutan. Hasil pensejajaran akan dijadikan input dalam
pencarian kesamaan runutan nukleotida berdasarkan marka genetika COI
menggunakan BLAST. Hasil BLAST dapat dilihat pada Tabel 2.

18

Tabel 2 Identifikasi spesies dengan Basic Local
nucleotide (BLAST)
Kode Spesies pada label Hasil analisis
SV
S virgatus
Siganus virgatus
SC
S canaliculatus
Siganus canaliculatus
SF
S fuscescens
Siganus fuscescens

Alignment Search ToolHomologi
99%
97%
98%

Kode akses
EU620483.1
KJ872545.1
EU620493.1

Tabel 2 menunjukkan nilai homologi 3 spesies dari Kepulauan Seribu.
Sekuen S. virgatus dari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 99%
jika dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank (615/621). Sekuen
S. canaliculatus dari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 97% jika
dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank (656/675). Sekuen S.
fuscescensdari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 98% jika
dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank ((604/618). Matriks jarak
genetik dapat dilihat pada Tabel 3.
Data dari matriks (Tabel 3) digunakan untuk analisis hubungan
kekerabatan berdasarkan pohon filogeni. Konstruksi pohon filogeni ini
menunjukkan bahwa famili Siganidae dari Kepulauan Seribu terpisah dari famili
Siganidae yang memiliki sekuen berasal dari database (Genbank). Kekerabatan
antar spesies dianalisis dengan konstruksi pohon filogeni menggunakan metode
neighbor joining tree dengan bootstrap 1000X (Gambar 5).
Tabel 3 Matriks jarak genetik fragmen gen cytochrome oxidase subunit 1
(COI)Siganus sp. berdasarkan metode pairwise distance
1
2
3
4
5