Makanan Ikan Baronang (Siganus Guttatus Bloch 1787) Di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta

MAKANAN IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787)
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

AMANAH HAQQUL AZLI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Makanan
Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) di Perairan Kepulauan Seribu,
Jakarta adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip
dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

.
Bogor, Januari 2016

Amanah Haqqul Azli
C24110053

ABSTRAK
AMANAH HAQQUL AZLI. Makanan Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch
1787) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh RIDWAN
AFFANDI dan ALI MASHAR.
Makanan merupakan faktor yang menentukan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang aspek makanan ikan baronang di perairan sekitar Kepulauan
Seribu, Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yaitu pada bulan
November dan Desember 2014, April dan Mei 2015. Total ikan contoh yang
diamati sebanyak 188 ekor ikan, dengan jumlah 148 ekor yang dapat teramati
jenis kelaminnya, terdiri atas 56 ekor ikan betina dan 92 ekor ikan jantan. Hasil
analisis biometrik dan analisis makanannya menunjukkan bahwa ikan baronang
termasuk ikan omnivora cenderung herbivora. Makanan utama ikan ini adalah
lamun, makroalga, dan mikroalga. Aktivitas makan ikan baronang semakin

menurun dengan bertambahnya ukuran panjang. Ikan baronang lebih aktif
mencari makan di bulan November dibandingkan dengan tiga bulan lainnya. Ikan
baronang memanfaatkan makanan yang beragam dan memiliki nilai tumpang
tindih yang besar.
Kata kunci: Makanan, Kepulauan Seribu, Siganus guttatus
ABSTRACT
AMANAH HAQQUL AZLI. Rabbitfish (Siganus guttatus Bloch 1787) food at
Seribu Island waters, Jakarta. Supervised by RIDWAN AFFANDI and ALI
MASHAR.
Food could determines the survival, growth, and reproduction of fish. This
research aims to get information about the food type of rabbitfish at around Seribu
Island waters, Jakarta. Research was conducted for four months, November and
December 2014, April and May 2015. The total number of observed fishes were
188 fishes, with 148 fishes had sex identification, consist of 56 females and 92 males.
The result of biometric and food composition analysis showed that rabbitfish was
omnivore tend to herbivore. Main feeds of rabbitfish are seagrass, macroalgae, and
microalgae. Feeding activity of rabbitfish are decrease along with size. Feeding
activity of rabbitfish was high at November than three other month. Rabbitfish
utilizes varying food and has a great overlapping value.


Keywords: Food, Seribu Islands, Siganus guttatus

MAKANAN IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787)
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

yang telah diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Makanan Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) di Perairan
Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian RISTEKDIKTI
atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi
Negeri (BOPTN) Tahun Anggaran 2014-2015.
3. Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku dosen pembimbing akademik atas
arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi.
4. Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing I dan Ali
Mashar, SPi MSi selaku pembimbing II, yang telah memberikan
arahan, saran, maupun kritik dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen penguji diluar komisi pembimbing
dan Taryono, SPi MSi selaku penguji dari program studi yang telah
memberikan arahan dan masukkan untuk menyempurnakan skripsi ini.
6. Abah, Umi, uda, teteh, adik serta seluruh keluarga yang senantiasa

memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.
7. Seluruh tim penelitian ikan baronang di Kepulauan Seribu, keluarga
Pak Somad, bang Miftah, dan bang Tejo yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman MSP 48, Kiki Amalia P, Dian Anggun K, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun
harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Amanah Haqqul Azli

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
1

2
2
2
3
4
7
7
16
19
19
20
22
28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6

Nilai kisaran pengukuran parameter biometrik
Sebaran frekuensi panjang ikan baronang
Hasil uji proksimat makanan yang dikonsumsi oleh ikan baronang
Luas relung makanan ikan baronang
Tumpang tindih relung makanan ikan baronang betina berdasarkan ukuran
panjang
Tumpang tindih relung makanan ikan baronang jantan berdasarkan ukuran
panjang

8
11
15
15
16
16

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Diagram kerangka pemmikiran makanan ikan baronang (Siganus guttatus) di
Kepulauan Seribu, Jakarta

2
Peta lokasi penelitian
3
Ikan baronang (Siganus guttatus)
3
Diagram alir pengamatan isi makanan ikan baronang
4
Struktur gigi ikan baronang
8
Saluran pencernaan makanan ikan baronang
8
Hubungan lebar bukaan mulut relatif dengan panjang tubuh ikan baronang 9
Hubungan panjang usus relatif dengan panjang tubuh ikan baronang
9
Indeks kepenuhan lambung berdasarkan panjang tubuh pada ikan baronang
betina
10
Indeks kepenuhan lambung berdasarkan panjang tubuh pada ikan baronang
jantan
10

Indeks kepenuhan lambung ikan baronang berdasarkan waktu pengamatan 11
Komposisi makanan ikan baronang betina
12
Komposisi makanan ikan baronang jantan
12
Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan selang ukuran
13
Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan selang ukuran
13
Komposisi makanan secara keseluruhan berdasarkan selang ukuran
13
Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan waktu pengamatan 14
Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan waktu pengamatan 14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Indeks kepenuhan lambung ikan baronang betina
Indeks kepenuhan lambung ikan baronang jantan
Indeks kepenuhan lambung ikan baronang berdasarkan waktu pengamatan
Makanan ikan baronang betina secara umum
Makanan ikan baronang jantan secara umum
Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan selang ukuran
Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan selang ukuran

22
22
23
23
23
23
24

8
9
10
11
12
13
14

Komposisi makanan ikan baronang secara keselurahan berdasarkan selang
ukuran
Makanan ikan baronang betina berdasarkan waktu pengamatan
Makanan ikan baronang jantan berdasarkan waktu pengamatan
Luas relung ikan baronang betina dan jantan
Contoh perhitungan tumpang tindih relung makanan ikan baronang
Struktur anatomis saluran pencernaan ikan baronang
Makanan ikan baronang secara umum

24
24
24
25
25
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan baronang termasuk dalam famili Siganidae, merupakan ikan demersal
yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan (Ambo-Rappe 2011). Salah
satu jenis ikan baronang adalah ikan baronang tutul (Siganus guttatus) atau
disebut juga spotted rabbitfish. Ikan baronang mempunyai bentuk badan yang
pipih dengan bercak kuning cerah dekat ujung sirip punggung, dan tubuh yang
berbintik-bintik, serta mulut kecil yang posisinya terminal. Ikan baronang
memiliki peran ekologis penting, yaitu sebagai konsumen tingkat pertama
(herbivora) dalam tingkat trofik. Ikan baronang memiliki beberapa keunggulan,
di antaranya dapat tumbuh cepat dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap
lingkungan hidupnya. Ikan ini juga merupakan ikan yang sensitif terhadap
perubahan lingkungan yang drastis, misalkan perubahan suhu, salinitas, dan kadar
oksigen (Zainuri et al. 2011).
Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di padang lamun,
seperti yang banyak dijumpai di perairan Kepulauan Seribu (Ambo-Rappe 2010).
Perairan Kepulauan Seribu memiliki ekosistem yang sesuai untuk mendukung
kehidupan sumberdaya yang ada disekitarnya, salah satunya adalah ikan baronang.
Ikan baronang yang terdapat di perairan Kepulauan Seribu, terutama di Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang banyak diminati oleh masyarakat, sehingga
eksploitasinya cukup tinggi.
Ikan baronang memiliki nilai ekonomis tinggi, di pasaran dijual dengan
harga yang cukup mahal, berkisar antara Rp 45.000 sampai Rp 50.000 per
kilogram (Deny 2014). Peluang pasar ikan baronang juga semakin terbuka lebar,
terutama untuk pasar lokal dan tidak tertutup kemungkinan juga untuk pasar
ekspor (Kune 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengelolaan, melalui
pengurangan jumlah penangkapan dan melalui budidaya. Upaya pengelolaan ini
membutuhkan informasi tentang aspek bio ekologi ikan baronang. Salah satu
aspek biologi yang perlu dikaji adalah makanan dan kebiasaan makannya,
terutama yang berkaitan dengan relung makanan, dan tumpang tindih relung
makanan.
Kerangka Pemikiran
Ikan baronang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat, sehingga menyebabkan tingkat eksploitasi ikan ini makin meningkat.
Saat ini, informasi tentang aspek biologi ikan baronang di perairan Kepulauan
Seribu masih sangat terbatas, terutama terkait dengan aspek makanan. Informasi
mengenai aspek makanan diperlukan dalam upaya pengelolaan budidaya ikan
baronang, agar keberadaannya di alam tetap lestari. Informasi makanan yang
dibutuhkan terutama dalam kaitannya dengan ukuran panjang, relung makanan,
dan tumpang tindih relung makanan. Secara garis besar, kerangka pemikiran pada
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

2

Ikan baronang

Nilai ekonomis

Eksploitasi
meningkat

Kurangnya informasi
biologi di antaranya
aspek makanan

Penurunan populasi

Studi mengenai aspek
makanan
(luas relung makanan, dan
tumpang tindih relung
makanan)

Upaya
pengelolaan
sumberdaya
perikanan
baronang

Lestari

Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran makanan ikan baronang (Siganus
guttatus) di Kepulauan Seribu, Jakarta
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek makanan, meliputi kriteria
berdasarkan jenis makanan, luas relung, dan tumpang tindih relung makanan ikan
baronang (Siganus guttatus) yang terdapat di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan November dan Desember 2014 serta
April dan Mei 2015. Pengambilan contoh ikan baronang dilakukan di sekitar
perairan Pulau Karang Bongkok, Pulau Karang Congkak, dan Pulau Karang Beras
yang terdapat di Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 2). Analisis aspek makanan
ikan baronang (Siganus guttatus) dilakukan di Laboratorium Biologi Makro II
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Nutrisi
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

3

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan contoh ikan di lapang
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dari hasil tangkapan nelayan menggunakan bubu, pancing, dan speargun.
Selanjutnya ikan yang telah ditangkap dibawa ke laboratorium Biologi Makro II
untuk dianalisis. Berikut disajikan pada Gambar 3 ikan baronang (Siganus
guttatus).

5 cm

Gambar 3 Ikan baronang (Siganus guttatus)
Analisis contoh ikan di laboratorium
Analisis contoh yang dilakukan meliputi pengukuran panjang total, tinggi
badan, tinggi kepala, panjang rahang atas, lebar bukaan mulut, dan diameter mata

4
ikan menggunakan papan ukur atau penggaris. Lebar badan dan lebar kepala ikan
diamati menggunakan jangka sorong, serta bobot ikan ditimbang menggunakan
timbangan digital. Pengukuran panjang dan bobot digunakan untuk menentukan
selang kelas (Walpole 1995) pada komposisi makanan, luas relung dan tumpang
tindih relung makanan. Selanjutnya ikan dibedah dan diambil lambung serta
ususnya untuk dilakukan pengamatan anatomis alat pencernaan, isi makanan, dan
analisis proksimat. Lambung dan usus diukur panjang serta bobotnya, kemudian
difoto dengan menggunakan kamera digital untuk dilakukan pengamatan anatomis
alat pencernaan.
Semua isi makanan yang ada didalam lambung dan usus ikan dikeluarkan,
kemudian diukur volumenya dengan metode penambahan untuk diamati jenis
makanan, dan untuk analisis proksimat yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi.
Pengamatan jenis makanan dilakukan dengan cara diamati secara langsung
(visual) dan dengan menggunakan mikroskop monokuler dengan pembesaran
4x10 dan 10x10. Organisme jenis makanan yang telah teramati, kemudian
diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Gosner (1971) dan Yamaji
(1979). Pengamatan jenis makanan bertujuan untuk mengetahui komposisi
makanan yang dimakan oleh ikan baronang. Secara garis besar, analisis isi
makanan ikan baronang disajikan pada Gambar 4.
Lambung dan usus
ikan dibedah
(pembedahan)

Semua isi
makanan ikan
dikeluarkan

Makanan yang
berukuran mikro diamati
dengan menggunakan
mikroskop

Volume makanan
diukur menggunakan
gelas ukur dengan
metode penambahan

Makanan yang
berukuran makro
diamati dengan
pengamatan secara
visual

Gambar 4 Diagram alir pengamatan isi makanan ikan baronang
Analisis Data
Anatomi alat pencernaan
Ikan baronang sebagian besar memiliki struktur gigi yang terdiri atas gigi
seri pada masing-masing rahangnya dan gigi geraham yang berkembang sempurna
(alamikan.com). Ikan ini juga memiliki lambung serta usus, dan panjang usus
ikan baronang melebihi panjang tubuhnya.
Biometrik
Lebar bukaan mulut relatif
Lebar bukaan mulut relatif merupakan gambaran ukuran terbesar dari
makanan yang mampu dimakan oleh ikan Ward-Campbell & Beamish (2005 in

5
Saragih (2014). Rumus yang digunakan untuk menentukan lebar bukaan mulut
adalah sebagai berikut.
LBM = PRA × √2
LBMr =

LBM
× 100
TK

Keterangan :
LBM
: Lebar bukaan mulut (mm)
LBMr
: Lebar bukaan mulut relatif (mm)
PRA
: Panjang rahang atas (mm)
TK
: Tinggi Kepala (mm)
Panjang usus relatif
Menurut Rahardjo et al. (2011), panjang usus ikan seringkali berhubungan
dengan makanannya. Ikan herbivora umumnya memiliki usus yang lebih panjang
dari panjang tubuhnya. Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk
mengukur panjang usus relatif.
PUr =

PU
PT

Keterangan :
PUr
: Panjang usus relatif (mm)
PU
: Panjang usus (mm)
PT
: Panjang tubuh (mm)
Tinggi badan relatif
Tinggi badan relatif merupakan hasil dari perbandingan tinggi badan dengan
panjang tubuh ikan. Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk mengukur
tinggi badan relatif.
TBr =

TB
PT

Keterangan :
TBr
: Tinggi badan relatif (mm)
TB
: Tinggi badan (mm)
PT
: Panjang tubuh (mm)
Hepatosomatik Indeks (HSI)
Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses
pencernaan. Rumus yang digunakan untuk menentukan HSI adalah sebagai
berikut:
HSI =

BH
× 100
BT

6
Keterangan :
HSI
: Hepatosomatik Indeks
BH
: Berat hati (gram)
BT
: Berat tubuh (gram)
Distribusi frekuensi panjang
Distribusi frekuensi panjang dan bobot digunakan untuk menentukan
banyaknya kelas panjang. Rumus yang digunakan untuk menentukan banyaknya
kelas mengacu pada Walpole (1995).
∑kelas = 1 + 3.32 log N
Rumus yang digunakan untuk menentukan selang kelas:
SK =

maks - min
∑ kelas

Indeks kepenuhan lambung
Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukkan
aktifitas makan dari ikan amatan. Rumus yang digunakan untuk menentukan
indeks kepenuhan lambung berdasarkan kepada Spataru et al. (1987).
ISC =

SCW
× 100
BW

Keterangan :
ISC
: Presentasi konsumsi pakan relatif, Index Stomach Content (%)
SCW
: Berat isi lambung, Stomach Content Weight (gram)
BW
: Berat individu ikan, Body Weight (gram)
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)
Evaluasi ragam jenis makanan ikan dengan indeks ini menggunakan
gabungan dari dua metode, yaitu frekuensi kejadian dan metode volumetrik yang
dikembangkan oleh Natarajan dan Jhingram (1961). Model rumusannya adalah:
Ii =

V ×O
∑ V ×O

× 100

Keterangan :
Ii
: Indeks bagian terbsesar (Index of Preponderance) (%)
Vi
: Persentase volume satu macam makanan (%)
Oi
: Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%)
∑(Vi×Oi) : Jumlah Vi × Oi dari semua macam makanan (%)
Luas relung
Luas relung makanan menunjukkan kemampuan ikan dalam menyesuaikan
diri terhadap fluktuasi ketersedian pakan yang ada dengan baik. Perhitungan luas

7
relung makanan menggunakan metode “Levin’s Measure” dari Hespenheide
(1975 in Byrkjedal & Thompson 1998).
1
B=
∑ P2
Keterangan:
B
: Luas relung makanan
Pi
: Proporsi satu jenis pakan yang dikonsumsi
∑ Pi2
: Jumlah Pi2 dari semua macam makanan yang dikonsumsi
Standarisasi nilai luas relung makanan agar bernilai 0 hingga 1, dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Colwell &
Futuyama (1971 in Rachman et al. 2012).
B−1
BA =
N−1
Keterangan:
BA
: Standarisasi luas relung Levins (kisaran 0-1)
B
: Luas relung makanan
N
: Jumlah sumberdaya yang dimanfaatkan

Tumpang tindih
Tumpang tindih relung makanan digunakan untuk melihat tingkat
persaingan ikan dalam memperoleh makanan. Rumus yang digunakan untuk
menentukan tumpang tindih relung makanan adalah Simplified Morisita Index
menurut Krebs (1989 in Rachman et al. 2012 ) sebagai berikut:
CH =

2 ∑ (P × P )

∑ (P

2

+P ²

Keterangan :
CH
: Indeks Morisita atau tumpang tindih relung makanan
pij
: Proporsi jenis organisme ke-i yang digunakan oleh kelompok ikan
ke-j
pik
: Proporsi jenis organisme ke-i yang digunakan oleh kelompok ikan
ke-k

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Struktur anatomis saluran pencernaan ikan baronang
Saluran pencernaan makanan secara anatomis dapat dilihat dari rongga
mulut dan saluran pencernaan. Salah satu bagian dari rongga mulut adalah gigi.
Berikut disajikan pada Gambar 5 gigi ikan baronang.

8
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa bentuk gigi ikan baronang adalah
incisor. Selain bentuk gigi, saluran pencernaan makanan juga merupakan bagian
dari alat pencernaan makanan. Berikut merupakan hasil dari rekonstruksi saluran
pencernaan ikan baronang yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Struktur gigi ikan baronang
A

C
B

Gambar 6 Saluran pencernaan makanan ikan baronang
A = esofagus; B = lambung; C = usus

Biometrik
Biometrik berpengaruh terhadap kebiasaan makanan ikan, seperti rasio
ukuran berat hati dan berat tubuh ikan, rasio diameter mata dan tinggi kepala ikan,
rasio lebar bukaan mulut dan tinggi kepala ikan, rasio panjang usus dan panjang
total ikan, serta rasio tinggi badan dan panjang total ikan (Tabel 1).
Tabel 1 Nilai kisaran pengukuran parameter biometrik
n
Morfologi ikan
Nilai kisaran
Rata-rata
Stdev
b
BH/BT
86
0,013 - 2,455
0,84
0,46
DM/TK
156
0,069 - 0,462
0,21
0,07
LBM/TK
156
9,723 - 54,393
28,15
7,84
PU/PT
188
1,290 - 4,750
3
0,66
TB/PT
180
0,211 - 0,795
0,37
0,06
b
BH = berat hati ikan (gram); BT = berat tubuh (gram); DM = diameter mata (mm); TK = tinggi
kepala (mm); LBM = lebar bukaan mulut (mm); PU = panjang usus (mm); PT = panjang total; TB =
tinggi badan (mm)

9
Data hasil pengukuran pada Tabel 1 menunjukkan nilai lebar bukaan mulut
ikan baronang memiliki bukaan mulut yang cukup besar, sehingga ikan baronang
dapat mengambil makanan sesuai dengan bukaan mulut. Komponen lain yang
berkaitan dengan makanan adalah diameter mata ikan, yang berfungsi untuk
membantu ikan melihat dalam mencari makanan di habitatnya.
Lebar bukaan mulut relatif ikan baronang
Ukuran bukaan mulut ikan berkaitan dengan kebiasaan makan. Lebar
bukaan mulut relatif ikan baronang dapat dilihat dari lebar bukaan mulut
berdasarkan panjang tubuh ikan yang disajikan pada Gambar 7. Data hasil
pengukuran menunjukkan lebar bukaan mulut relatif cenderung mengalami
penurunan dengan bertambahnya panjang tubuh ikan.
60

y = -0,1122x + 36,959
R² = 0,42
r = 0,65

LBMr

50
40
30
20
10

55
62
66
70
73
76
85
105
136
141
147
148
151
162
171
177
180
181
182
184
190
191
199
200
206
211
216
225
231
248
268
350

0

panjang tubuh (mm)

Gambar 7

Hubungan lebar bukaan mulut relatif dengan panjang tubuh ikan
baronang

5,00
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

y = 0,0126x + 1,7637
R² = 0,93
r = 0,96

55
63
67
72
75
85
112
138
145
148
151
166
175
179
181
182
185
190
197
200
206
210
215
225
231
240
250
260
268
270
280
350

PU/PT

Panjang usus relatif ikan baronang
Panjang usus relatif secara umum berhubungan dengan makanan ikan,
apakah ikan termasuk kategori herbivora, karnivora, atau omnivora. Hubungan
tersebut dapat dilihat dari hasil pengukuran panjang total dan panjang usus yang
terdapat pada Gambar 8.

panjang tubuh (mm)

Gambar 8 Hubungan antara panjang usus relatif dengan panjang tubuh ikan
baronang

10
Gambar 8 menunjukkan bahwa ikan baronang termasuk ikan karnivora
ketika berukuran 55-67 mm, dan kemudian berubah menjadi omnivora pada
ukuran panjang 70-350 mm.
Gambar tersebut menunjukkan terjadinya
peningkatan panjang usus relatif dengan bertambahnya ukuran panjang.
Indeks kepenuhan lambung ikan baronang
Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukkan
aktivitas makan ikan. Aktivitas makan ikan merupakan gambaran dari intensitas
ikan dalam mengambil makanannya. Hasil perhitungan dari indeks kepenuhan
lambung berdasarkan jenis kelamin dan ukuran panjang tubuh ikan baronang
disajikan pada Gambar 9 dan 10 serta Lampiran 1 dan 2.
30

y = -0,3966x + 17,014
R² = 0,60
r = 0,77

25
20

ISC

15
10
5
0
-5

57 66 74 80 83 85 90 151160176180181185190190199200210231240260271330350

panjang tubuh (mm)

Gambar 9
25
20

Indeks kepenuhan lambung berdasarkan panjang tubuh pada ikan
baronang betina
y = -0,2346x + 12,926
R² = 0,53
r = 0,73

ISC

15
10
5
0
-5

70 75 141 147 148 150 170 176 181 183 188 199 210 215 220 228 231 240 250 265 270 310
panjang tubuh (mm)

Gambar 10 Indeks kepenuhan lambung berdasarkan panjang tubuh pada ikan
baronang jantan
Berdasarkan Gambar 9 dan 10 diketahui bahwa indeks kepenuhan lambung
ikan baronang mengalami penurunan, baik pada ikan betina ataupun ikan jantan.
Hal ini berarti bahwa aktivitas makan ikan baronang juga menurun dengan
bertambahnya panjang ikan. Hasil perhitungan indeks kepenuhan lambung
berdasarkan waktu pengamatan pada ikan baronang betina dan ikan baronang
jantan disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 3.
Gambar 11 menunjukkan nilai terbesar dari indeks kepenuhan lambung
berdasarkan waktu pengamatan, baik pada ikan betina ataupun ikan jantan
terdapat pada bulan November. Nilai indeks kepenuhan lambung terbesar pada

11
ikan betina adalah 12,09% sedangkan pada ikan jantan adalah 12,18%. Nilai
terendah pada ikan betina adalah 1,45% dan pada ikan jantan adalah 1,28%.
20,00
15,00

a

20,00
15,00

12,0906

10,00

b
12,1773

ISC

ISC

10,00

3,6870

5,00

1,4450

3,0082

0,00

5,00

1,2672

2,0075

1,3959

Des-14

Apr-15

Mei-15

N= 19

N= 12

N= 12

0,00
Nov-14

Des-14

Apr-15

Mei-15

Nov-14

N= 6

N= 14

N= 10

N= 4

N= 14

Gambar 11

waktu pengamatan

waktu pengamatan

Indeks kepenuhan lambung ikan baronang berdasarkan waktu
pengamatan
a = betina; b = jantan

Sebaran frekuensi panjang ikan baronang
Jumlah keseluruhan ikan baronang yang diamati selama pengamatan adalah
188 ekor ikan. Ikan yang tidak dapat teramati jenis kelaminnya berjumlah 40 ekor,
dan yang dapat teramati jenis kelaminnya berjumlah 148 ekor ikan, terdiri atas 56
ekor ikan betina dan 92 ekor ikan jantan. Kisaran panjang ikan yang paling
dominan tertangkap, baik pada ikan betina maupun ikan jantan adalah ukuran
187-219 mm. Tabel sebaran frekuensi panjang ikan baronang yang tertangkap di
sekitar perairan Kepulauan Seribu, Jakarta disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran frekuensi panjang ikan baronang
a

sk

55-87
88-120
121-153
154-186
187-219
220-252
253-285
286-318
319-351

skb
55
88
121
154
187
220
253
286
319

ska
87
120
153
186
219
252
285
318
351

bkb
54,5
87,5
120,5
153,5
186,5
219,5
252,5
285,5
318,5

bka
87,5
120,5
153,5
186,5
219,5
252,5
285,5
318,5
351,5

xi
71
104
137
170
203
236
269
302
335
Total

fi
Betina
0
2
5
15
17
7
6
1
3
56

Jantan
0
1
19
16
20
17
16
3
0
92

Komposisi makanan ikan baronang
Komposisi makanan ikan baronang berdasarkan jenis kelamin
Komposisi makanan ikan baronang diperoleh dari hasil perhitungan indeks
bagian terbesar (Index of Prepondarance). Indeks bagian terbesar pada ikan
baronang yang tertangkap, memiliki proporsi jumlah ikan dengan lambung berisi
makanan sebanyak 94 individu dan lambung kosong sebanyak 54 ekor.
Komposisi makanan ikan baronang berdasarkan jenis kelamin disajikan pada
Gambar 12 dan 13 serta Lampiran 4 dan 5.

12
Bivalvia
0,758%

Mikroalga
23,935%

Lamun
46,806%

Ciliata
0,124%

Gastropoda
(larva)
0,005%

Makroalga
28,372%

Gambar 12 Komposisi makanan ikan baronang betina
Gastropoda
(larva)
0,225%

Mikroalga
36,232%

Lamun
28,034%

Bivalvia
3,546%
Ciliata
0,046%

Makroalga
31,916%

Gambar 13 Komposisi makanan ikan baronang jantan
Lambung yang berisi makanan pada ikan betina berjumlah 35 individu,
sedangkan pada ikan jantan berjumlah 59 individu. Gambar 12 dan 13
menunjukkan bahwa komposisi makanan yang mendominasi pada ikan baronang
betina ataupun jantan adalah lamun, makroalga, dan mikroalga.
Komposisi makanan ikan baronang berdasarkan selang ukuran
Komposisi makanan ikan baronang berdasarkan selang ukuran
menunjukkan jenis makanan ikan baronang meningkat dengan bertambahnya
panjang ikan. Pertambahan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan baronang
berkaitan dengan lebar bukaan mulut ikan, nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan, dan
kemampuan ikan dalam mencari makanan. Komposisi makanan yang dikonsumsi
oleh ikan baronang berdasarkan selang ukuran, baik pada ikan baronang betina
ataupun jantan disajikan pada Gambar 14 dan 15 serta Lampiran 6 dan 7.
Hasil analisis pada Gambar 14 menunjukkan bahwa komposisi mikroalga
cenderung mengalami penurunan, sedangkan lamun dan makroalga cenderung
mengalami peningkatan dengan bertambahnya ukuran panjang ikan. Hasil
analisis pada Gambar 15 menunjukkan bahwa komposisi mikroalga dan

13
makroalga cenderung menurun, sedangkan lamun cenderung mengalami
peningkatan dengan bertambahnya ukuran panjang ikan.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

ip (%)

Mikroalga
Ciliata
Gastropoda
Bivalvia
Makroalga
Lamun
121-153 154-186 187-219 220-252 253-285 286-318 319-351
N= 3

N= 10

N= 11

N= 4

N= 3

N= 1

N=3

selang ukuran

Gambar 14 Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan selang ukuran
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Mikroalga

ip (%)

Ciliata
Gastropoda
Bivalvia
Makroalga
Lamun
121-153

154-186

187-219

220-252

253-285

286-318

N= 11

N= 13

N= 10

N= 14

N= 8

N= 3

selang ukuran

Gambar 15 Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan selang ukuran
Komposisi makanan yang dikonsumsi oleh ikan baronang berdasarkan
selang ukuran secara keseluruhan atau tidak dibedakan jenis kelaminnya,
disajikan pada Gambar 16 dan Lampiran 8.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

IP (%)

Krustase
Mikroalga
Ciliata
Gastropoda
Bivalvia
319-351

286-318

253-285

220-252

187-219

154-186

121-153

88-120

55-87

Makroalga
Lamun

N=17 N=1 N=14 N=23 N=23 N=18 N=11 N=4 N = 3

selang ukuran

Gambar 16 Komposisi makanan ikan baronang secara keseluruhan berdasarkan
selang ukuran

14
Hasil analisis komposisi makanan pada Gambar 16 menunjukkan bahwa
terjadi perubahan komposisi makanan. Komposisi mikroalga dan makroalga
cenderung mengalami penurunan, sedangkan lamun cenderung meningkat dengan
bertambahnya ukuran panjang ikan.
Komposisi makanan berdasarkan waktu pengamatan
Perubahan jenis makanan ikan baronang juga dapat dilihat berdasarkan
waktu pengamatan. Komposisi makanan ikan baronang berdasarkan waktu
pengamatan pada ikan betina dan jantan disajikan pada Gambar 17 dan 18 serta
Lampiran 9 dan 10.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Mikroalga

ip (%)

Ciliata
Gastropoda
Bivalvia
Makroalga
Lamun
Nov-14

Des-14

Apr-15

Mei-15

N=6

N = 14

N = 10

N=5

waktu pengamatan

Gambar 17 Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan waktu
pengamatan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Mikroalga

ip (%)

Ciliata
Gastropoda
Bivalvia
Makroalga
Lamun
Nov-14

Des-14

Apr-15

Mei-15

N = 13

N = 19

N = 12

N = 12

waktu pengamatan

Gambar 18 Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan waktu
pengamatan
Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa komposisi makanan dari ikan betina
ataupun jantan cenderung menurun, sedangkan makroalga dan lamun cenderung
meningkat dengan bertambahnya waktu pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut
juga dapat diketahui makanan yang mendominasi adalah lamun sebesar 78,95%
pada ikan betina dan 63,92% pada ikan jantan, yang terdapat di bulan November
2014.

15
Komposisi kimiawi makanan yang dikonsumsi
Komposisi kimiawi makanan dapat diperoleh dari analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan metode analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan nutrisi pada suatu bahan. Prosedur uji proksimat berdasarkan kepada
prosedur AOAC (2005 in Supartinah 2012). Hasil uji proksimat makanan yang
dikonsumsi oleh ikan baronang, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji proksimat makanan yang dikonsumsi oleh ikan baronang
Ulangan

Kadar Air
(%)

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-rata

Kadar Abu
(%)

79,94
81,43
80,41
80,59

Protein
(%)

4,71
4,57
3,91
4,40

Lemak
(%)

6,58
6,27
6,72
6,52

1,78
1,88
1,58
1,75

Karbohidrat (%)
Serat Kasar
BETN
1,34
5,65
0,92
4,93
1,21
6,17
1,16
5,58

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa bobot basah dari makanan yang
dikonsumsi oleh ikan baronang adalah 80,59% dan bobot keringnya adalah
19,41%. Kandungan protein pada makanan yang terdapat di dalam isi usus ikan
baronang adalah 80,59% (persentase berdasarkan bobot basah) atau 33,59%
(persentase berdasarkan bobot kering).
Kandungan lemak yaitu 1,75%
(persentase berdasarkan bobot basah) atau 9,02% (persentase berdasarkan bobot
kering), dan kandungan karbohidrat adalah 6,74% (persentase berdasarkan bobot
basah) atau 34,72% (persentase berdasarkan bobot kering).
Tingkat pemanfaatan sumberdaya makanan ikan baronang
Luas relung makanan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan dan keragaman sumberdaya makanan dari suatu kelompok ikan.
Data luas relung makanan ikan baronang berdasarkan jenis kelamin dan ukuran
panjang disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa ikan baronang memiliki nilai luas
relung yang besar (luas). Nilai luas relung yang diperoleh dari hasil perhitungan,
yaitu sebesar 2,87 pada ikan betina dan 2,86 pada ikan jantan (Lampiran 11).
Tabel 4 Luas relung makanan ikan baronang
Ukuran Kelas
55-87
88-120
121-153
154-186
187-219
220-252
253-285
286-318
319-351

n
0
0
3
10
11
4
3
1
3

Betina
0
0
1,48
2,56
2,12
2,68
2,32
1,11
1,24

Luas relung
Standarisasi
n
0
0
0
0
0,24
11
0,19
13
0,22
10
0,34
14
0,33
8
0,05
3
0,08
0

Jantan
0
0
2,49
3,31
2,18
2,28
2,97
2,38
0

Standarisasi
0
0
0,30
0,29
0,24
0,18
0,49
0,46
0

Tingkat persaingan ikan baronang dalam mendapatkan makanan
Tingkat persaingan terjadi karena adanya upaya pemanfaatan sumberdaya
makanan dalam satu ukuran yang sama atau spesies yang sama. Pemanfatan

16
sumberdaya yang sama dapat dilihat dari data tumpang tindih makanan ikan.
Mahyasopha (2007 in Saragih 2014) menyatakan jika tumpang tindih tinggi atau
berkisar 1, maka diketahui kedua kelompok yang dibandingkan mempunyai jenis
makanan yang sama, namun jika tumpang tindih sama dengan nol, maka tidak
didapatkan makanan yang sama antara kedua kelompok. Data tumpang tindih
ikan baronang berdasarkan kelompok ukuran panjang tubuh yang sama, disajikan
pada Tabel 5 dan 6 serta Lampiran 12 dan 13.
Tabel 5
Kelas
ukuran
55-87
88-120
121-153
154-186
187-219
220-252
253-285
286-318
319-351

Tabel 6
Kelas
ukuran
55-87
88-120
121-153
154-186
187-219
220-252
253-285
286-318
319-351

Tumpang tindih relung makanan ikan baronang betina berdasarkan
ukuran panjang
5587
1

88120
0,0000
1

121153
0,0000
0,0000
1

154186
0,0000
0,0000
0,2985
1

187219
0,0000
0,0000
0,0974
0,8838
1

220252
0,0000
0,0000
0,3265
0,9131
0,9609
1

253285
0,0000
0,0000
0,4650
0,6789
0,8339
0,9084
1

286318
0,0000
0,0000
0,9814
0,2295
0,0534
0,2773
0,4382
1

319351
0,0000
0,0000
0,9864
0,2641
0,1055
0,3300
0,4988
0,9962
1

Tumpang tindih relung makanan ikan baronang jantan berdasarkan
ukuran panjang
5587
1

88120
0,0000
1

121153
0,0000
0,0000
1

154186
0,0000
0,0000
0,4180
1

187219
0,0000
0,0000
0,2128
0,9432
1

220252
0,0000
0,0000
0,2366
0,9299
0,8953
1

253285
0,0000
0,0000
0,6080
0,9277
0,7832
0,8915
1

286318
0,0000
0,0000
0,8808
0,6580
0,4441
0,5596
0,8588
1

319351
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
1

Berdasarkan Tabel 5 dan 6 diketahui bahwa ikan baronang betina dan jantan
memiliki nilai tumpang tindih yang tinggi atau berkisar 1. Hal ini menunjukkan
terjadinya tingkat persaingan yang tinggi pada ikan baronang dalam
memanfaatkan sumberdaya makanan yang sama.

Pembahasan
Makanan merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
ikan. Menurut Effendie (2002), besarnya populasi ikan di dalam suatu perairan
dapat ditentukan juga oleh makanan yang tersedia. Makanan ikan berkaitan
dengan anatomi alat pencernaan, salah satunya adalah mulut termasuk di
dalamnya gigi. Selain gigi saluran pencernaan juga mempengaruhi kebiasaan
makan ikan.

17
Bentuk gigi ikan baronang (Siganus guttatus) adalah incisor. Gigi incisor
merupakan gigi yang memiliki pinggiran tajam digunakan untuk memotong
(Rahardjo et al. 2011). Berdasarkan hasil pengukuran diameter mata dan posisi
mulut, ikan ini termasuk ikan dengan posisi mulut terminal. Ikan baronang ini
juga aktif mencari makan pada malam hari atau nokturnal menurut Ayson et al.
(2014). Ikan baronang termasuk ikan omnivora, dilihat dari hasil pengukuran
panjang usus relatif.
Hasil dari indeks kepenuhan lambung pada ikan baronang betina dan jantan
menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas makan dengan bertambahnya ukuran
panjang. Hal ini diduga pada saat ikan berukuran kecil ikan masih dalam masa
pertumbuhan, sehingga ikan akan lebih aktif mencari makanan untuk
penyempurnaan organ-organ tubuhnya. Sebaliknya pada saat ikan sudah dewasa
kelamin, maka aktivitas makan ikan akan berkurang karena makanan yang
dimakan oleh ikan akan dimanfaatkan untuk proses reproduksi. McConel (1987
in Saragih 2014) menyatakan bahwa ikan memiliki kemampuan yang besar dalam
merubah jenis makanannya, disesuaikan dengan kebutuhan ikan itu sendiri untuk
bertahan hidup di habitatnya.
Indeks kepenuhan lambung terbesar terdapat pada bulan November 2014,
dimana dilihat dari isi lambung yang penuh pada bulan tersebut. Hal ini diduga di
bulan November kondisi perairan terutama suhu dan DO pada kondisi optimal,
dilihat dari hasil pengukuran rata-rata suhu dan DO, yaitu 29,58°C dan 7,78 mg/L.
Sesuai dengan hasil penelitian Sachoemar (2008) bahwa kisaran suhu dan DO
perairan di Kepulauan Seribu adalah 21,6°C-32,3°C dengan suhu rata-rata 27°C,
dan DO berkisar antara 6,8 mg/L-7,2 mg/L dengan DO rata-rata 7 mg/L. Nilai
suhu dan DO yang diperoleh masih stabil, rata-rata suhunya masih berkisar antara
28-30°C dan DO>5 mg/L, sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut dari
KEPMENLH No 51 tahun 2004.
Ikan merupakan hewan yang poikilotermal sehingga ketika suhu meningkat
ikan akan cepat lapar, yang menyebabkan ikan akan lebih aktif untuk mencari
makan. Sesuai dengan Rahardjo et al. (2011), suhu yang optimum menyebabkan
enzim pencernaan menjadi meningkat sehingga metabolisme ikan juga meningkat
dan menyebabkan ikan menjadi cepat lapar. Umumnya aktivitas enzim menurun
pada suhu diatas atau dibawah suhu optimal, dan akan meningkat secara
proposional dengan meningkatnya suhu.
Berbedanya indeks kepenuhan lambung diduga dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti, waktu penangkapan ikan yang berbeda dengan waktu makan
ikan dan ketersediaan makanan yang ada di sekitar habitat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Effendie (2002), yaitu waktu makan ikan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tinggi rendahnya indeks isi lambung atau kepenuhan
lambung.
Hasil analisis komposisi makanan menunjukkan bahwa ikan baronang
termasuk ikan herbivora. Secara umum jenis makanan utama ikan ini adalah
makrofita (lamun, makroalga) dan mikroalga (Bacillariophyceae, Chlorophyceae,
Cyanophyceae, Dinophyceae), sedangkan makanan pelengkapnya yaitu ciliata,
bivalvia, gastropoda, dan krustase (Copepoda).
Nilai indeks bagian terbesar menunjukkan bahwa ikan betina dan jantan
memiliki jenis makanan yang sama, jenis makanannya adalah lamun, makroalga,
dan mikroalga. Hal ini sesuai dengan Paul et al. (1990) yang menyimpulkan

18
bahwa preferensi makanan yang paling banyak dimakan oleh ikan baronang
dewasa maupun juvenil adalah lamun. Chitravadivelu dan Sivapalan (1984) juga
menunjukkan bahwa persentae komposisi makanan dari setiap jenisnya adalah
mikroalga dan alga.
Makanan utama ikan baronang adalah lamun dengan jenis Thalassia sp. dan
Enhalus sp. Hal ini dilihat berdasarkan kepada habitat lamun, serta persebaran
dan dominansi dari jenis lamun tersebut yang banyak dijumpai di Kepulauan
Seribu. Sesuai dengan Estradivari et al. (2009) yang menyatakan bahwa
Thalassia hemprichii memiliki persen penutupan tertinggi di Kepulauan Seribu
sebesar 49,6%. Hal ini karena Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang
sangat umum ditemukan dan tersebar luas di Kepulauan Seribu (Estradivari et al.
2009).
Hubungan jenis makanan dengan kelompok ukuran ikan baronang
menunjukkan terjadinya perubahan komposisi makanan. Jenis mikroalga
cenderung berkurang sedangkan makroalga dan lamun cenderung meningkat
dengan bertambahnya ukuran panjang ikan. Hal ini diduga berkaitan dengan
faktor internal, seperti selera makan ikan dan lebar bukaan mulut serta faktor
eksternalnya, seperti ketersediaan makanan. Sesuai dengan Nurnaningsih et al.
(2005) yang menyatakan bahwa perubahan makanan ikan selain dipengaruhi oleh
faktor selera ikan dengan ketersediaan makanan di perairan juga dipengaruhi oleh
lebar bukaan mulut.
Adanya perbedaan makanan diantara ikan yang berukuran kecil dengan ikan
yang berukuran besar diduga berkaitan dengan panjang ikan. Sesuai dengan
pernyataan Ridwan (1979) bahwa ukuran makanan akan meningkat dengan
meningkatnya panjang (umur) ikan. Setelah ukuran tubuh ikan semakin
meningkat dan organ-organ tubuh juga semakin sempurna, maka ikan akan
merubah makanan dan menyesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan
ketersediaan makanan di alam.
Kandungan protein yang terdapat pada ikan baronang memiliki kadar
protein yang tinggi, yaitu 33,59% dilihat dari hasil uji proksimat isi makanan yang
dimakan oleh ikan baronang. Sesuai dengan Watanabe (1986 in Rostika 1997)
yang menyatakan bahwa umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 25-50%.
Besarnya nilai luas relung makanan pada ikan baronang menunjukkan
bahwa ikan baronang tidak selektif dalam memilih makanan. Luas relung
makanan yang besar (luas) menggambarkan sifat yang generalis, yaitu
memanfaatkan sumberdaya makanan yang tersedia diperairan tersebut secara
merata. Hal ini sesuai dengan Purnamaningtyas dan Tjahjo (2013) yang
menyatakan bahwa kelompok ikan herbivora maupun omnivora relatif lebih
generalis dalam memaanfaatkan sumberdaya makanannya. Jenis ikan yang
bersifat generalis mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyesuaikan
fluktuasi kesediaan pakan yang ada.
Ketersediaan makanan yang terbatas dapat menyebabkan terjadinya
persaingan dalam memperoleh makanan yang ada di habitat ikan tersebut.
Tingkat persaingan dalam mendapatkan makanan dapat terjadi karena adanya
pemanfaatan sumberdaya makanan yang sama oleh spesies yang sama. Tumpang
tindih makanan menunjukkan terjadinya pemanfaatan sumberdaya yang sama oleh
dua atau lebih organisme secara intraspesifik.

19
Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa ikan jantan ataupun
betina memiliki nilai tumpang tindih yang tinggi. Nilai tumpang tindih yang
tinggi menunjukkan semakin besarnya tingkat persaingan ikan baronang dalam
memanfaatkan makanan yang sama. Hal tersebut dapat menyebabkan persediaan
makanan yang ada tidak mencukupi sehingga terjadinya penurunan kecepatan
pertumbuhan dan populasi, yang dapat menyebabkan kematian atau kepunahan
jenis ikan tertentu (Effendie 2002).
Ikan baronang termasuk ikan omnivora cenderung herbivora yang dilihat
dari hasil pengukuran panjang usus relatif, dimana panjang usus relatif ikan
baronang lebih panjang dibandingkan dengan panjang tubuh. Hal ini sesuai
dengan Effendie (2002) yang menyatakan bahwa panjang usus ikan omnivora
adalah sedang, yaitu 2 sampai 3 kali dari panjang tubuhnya, sedangkan ikan
herbivora memiliki panjang usus yang sangat panjang dibandingkan panjang
tubuhnya.
Berdasarkan komposisi makanan diketahui bahwa ikan baronang termasuk
herbivora, dilihat dari banyaknya jenis tumbuhan air terutama lamun dan alga
yang dimanfaatkan oleh ikan tersebut. Hal ini sesuai dengan Paul et al. (1990)
menyimpulkan bahwa preferensi makanan yang paling banyak dimakan oleh ikan
baronang dewasa maupun juvenil adalah lamun, dan Bryan (1975) yang
menyatakan alga merupakan jenis makanan yang paling banyak terdapat di dalam
perut ikan baronang. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat di peroleh informasi
tentang aspek makanan ikan baronang yang dapat digunakan dalam upaya
pengelolaan budidaya.

KESIMPULAN
Ikan baronang (Siganus guttatus) termasuk ikan omnivora cenderung
herbivora.
Aktivitas makan ikan baronang semakin menurun dengan
bertambahnya ukuran panjang. Ikan baronang lebih aktif mencari makan pada
bulan November dibandingkan dengan bulan lainnya. Makana utama ikan
baronang adalah berupa lamun (Thalassia sp. dan Enhalus sp.). Jenis makanan
dengan jumlah tertinggi pada ikan baronang didominasi oleh lamun, makroalga,
dan mikroalga. Ikan baronang bersifat generalis, dan memiliki tingkat persaingan
yang tinggi dalam memanfaatkan makanannya pada kelompok ukuran yang sama.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan preferensi jenis tumbuhan
air yang dimakan oleh masing-masing jenis ikan baronang yang terdapat di sekitar
perairan Kepulauan Seribu.

20

DAFTAR PUSTAKA
Alamikan. 2014. Deskripsi dan Taksonomi Ikan Baronang [internet]. [diunduh
2015 Februari 13]. Tersedia dari : www.alamikan.com.
Ambo-Rappe R. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda
di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
2(2): 62-73.
Ambo-Rappe R. 2011. Preferensi makanan dan daya ramban ikan baronang,
Siganus canaliculatus pada berbagai jenis lamun. [prosiding]. Makassar
(ID): Universitas Hasanuddin.
Ayson FG, Reyes OS, Ayson EGTJ. 2014. Seed production of rabbitfish Siganus
guttatus. Aquaculture Extension Manual. (59):1-9.
Bryan PG. 1975. Food habits, functional digestive morphology, and assimilation
efficiency of rabbitfish Siganus spinus (Pisces, Siganidae) on Guam.
Journal of Pacific Science. 29(3): 269-277.
Byrkjedal I, Thompson DBA. 1998. Tundra Plovers, The Eurasian, Pacific and
American Golden Plovers and Grey Plover. T&AD Poyser. London: 412 p.
Chitravadivelu K, Sivapalan A. 1984. Food and feeding of Siganus lineatus from
waters around Northern Sri Lanka. Journal National Science Country Sri
Lanka. (12): 1.
Deny S. 2014. Cuaca buruk bikin harga ikan melambung [internet]. [diunduh
2015 Februari 6]. Tersedia dari: m.liputan6.com.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan Edisi Revisi. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusantama. 163 hlm.
Estradivari, Edy S, dan Yusri S. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan
Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Jakarta:
Yayasan TERANGI. 102 hlm.
Gosner LK. 1971. Guide To Identification Of Marine And Estuarine Invertebrate.
John Wiley and Sons, Inc. New York, NY. 693 p.
[KEPMENLH] Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku mutu
air laut tahun 2004 [internet]. Tersedia dari: http://www.ppkkp3k.kkp.go.id.
Kune S. 2007. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya bersama ikan baronang.
Jurnal Agrisistem. 3 (1). ISSN:1858-4330.
Natarajan AV, Jhingran AG. 1961. Index of preponderance- a method of grading
the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian J. Fish.
8(1):54-59.
Nurnaningsih, Rahardjo MF, Sutrisno S. 2005. Pemanfaatan makanan oleh ikanikan dominan di Perairan Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 4 (2).
Paul VJ, Nelson SG, Sanger HR. 1990. Feeding preferences of adult and juvenile
rabbitfish Siganus argenteus in relation to chemical defense of tropical
seaweeds. Journal of Marine Ecology Progress Series. 60: 23-34.
Purnamaningtyas SE, Tjahjo DWH. 2013. Kebiasaan makan dan luas relung
beberapa jenis ikan di Waduk Djuanda, Jawa Barat. BAWAL. 5(3): 151157.

21
Rachman A, Herawati T, Hamdani H. 2012. Kebiasaan makanan dan luas relung
ikan di Cilalawi Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa
Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(2): 79-87. ISSN: 2088-3137.
Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Hutabarat J. 2011. Iktiology. Bandung:
Lubuk Agung. 394 hlm.
Ridwan. 1979. Makanan Ikan Keprek, Mystacoleucus marginatus (C.V) dan
Beberapa Jenis Ikan Puntius sp. di Waduk Lahor, Malang Jawa Timur.
Karya Ilmiah. Bogor (ID): Fakultas Perikanan IPB. 92 hlm.
Rostika, R. 1997, Performan Juwanan Ikan Mas yang Dipengaruhi Berbagai
imbangan protein-energi pada pakan. [Tesis]. Jatinangor, Bandung (ID):
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran.
Sachoemar SI. 2008. Karakteristik lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 4(2).
Saragih N. 2014. Makanan ikan totot Johnius belangerii (Cuvier 1830) di Delta
Cimanuk Pabean Ilir Pasekan, Indramayu, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Spataru P, Viveen WJAR, Gophen M. 1987. Food composition of Clarias
gariepinus (=C. Lazera) (Cypriniformes, Clariidae) in Lake Kinneret
(Israel). Hydrobiologia. 144(1):77-82.
Supartinah. 2012. Analisis deskriptif kemunduran mutu jeroan (usus, hati, ginjal)
ikan bandeng (Chanos chanos) selama penyimpanan suhu chilling melalui
pengamatan histologis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika, Edisi ke-3 [Terjemahan Dari
Introduction To Statistic 3rd Generation]. Sumatri B, penerjemah, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm.
Yamaji I. 1979. Illustration Of The Marine Plankton Of Japan. Hoikusha
publishing CO.LTD. Japan. 561 p.
Zainuri M, Sudrajat, Siboro ES. 2011. Kadar logam berat pada ikan baronang
(Siganus sp.), lamun, sedimen, dan air di wilayah pesisir Kota BontangKalimantan Timur. Jurnal Kelautan. 4(2). ISSN: 1907-9931.

22

LAMPIRAN
Lampiran 1 Indeks kepenuhan lambung ikan baronang betina
L (mm)
ISC
L (mm)
ISC
145 11,2994
200 1,73539
151 13,5708
200 1,52672
153 15,5183
202 0,75884
160 16,9086
210 4,7619
162 2,4667
211 8,77193
176 12,7796
231 1,44928
178 0,93853
235 0,63694
180 0,96172
240 1,83333
180 1,30526
250 4,6729
181 1,80164
260 3,4375
181 1,90367
270
2
185 1,2728
271 3,65535
188 2,11506
298 3,64583
190 1,68223
330 5,2349
190 1,61708
350 2,63158
190 0,86036
350 4,64481
197 1,84829
199 1,42847
Lampiran 2 Indeks kepenuhan lambung ikan baronang jantan
L (mm)
ISC
L (mm)
ISC
L (mm)
ISC
134
8,3218
183 1,7632
231 2,9412
141 11,6171
184 1,2847
240 5,0218
142 11,7426
188 1,1244
240 2,8000
146 13,7018
190 1,1935
240 2,0000
147
9,3067
191 1,4337
241 1,9417
147
7,2398
199 0,9555
248 0,9901
148 13,4228
200 1,3356
250 1,7241
148
8,7245
205 1,3792
255 0,8621
149
5,0277
210 0,8899
260 1,2903
149 10,6101
210 0,7500
265 1,8237
150 22,2167
212 1,1194
270 1,5000
161 12,8516
215 1,3605
270 0,8889
169 19,1767
218 0,6759
270 0,8333
171 16,5231
220 1,6854
280 1,0000
179
1,3426
220 0,7299
290 1,2222
180
2,3180
225 0,8918
310 1,8333
181
0,8894
225 0,6009
310 0,9091
181
1,3405
228 1,0256
182
1,7852
230 1,7751
183
1,7539
230 3,9326

23
Lampiran 3 Indeks kepenuhan lambung ikan baronang berdasarkan waktu
pengamatan
Betina
Jantan
Bulan
ISC
STDEV
Bulan
ISC
STDEV
Nov-14
12,0906
5,1161 Nov-14
12,1773
4,6944
Des-14
1,4450
0,4360 Des-14
1,2672
0,4266
Apr-15
3,6870
2,3626 Apr-15
2,0075
1,3219
Mei-15
3,0082
1,3731 Mei-15
1,3959
0,6084
Lampiran 4 Makanan ikan baronang betina secara umum
No
Kategori
Jenis organisme
1 Tumbuhan
Makrofita
Lamun
Makroalga
Mikroalga
Bacillariophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Dinophyceae
2 Hewan
Bivalvia
Ciliata
Gastropoda (larva)
Total
Lampiran 5 Makanan ikan baronang jantan secara umum
No
Kategori
Jenis organisme
1
Tumbuhan Makrofita
Lamun
Makroalga
Mikroalga
Bacillariophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Dinophyceae
2
Hewan
Bivalvia
Ciliata
Gastropoda (larva)
Total

ip (%)
46,8056
28,3723
21,6980
2,1547
0,0723
0,0098
0,7583
0,1240
0,0049
100

ip (%)
28,0343
31,9162
32,6213
3,5883
0,0172
0,0019
3,5461
0,0461
0,2254
100

Lampiran 6 Komposisi makanan ikan baronang betina berdasarkan selang ukuran
N= 3
N= 10
N= 11
N= 4
N= 3
N= 1
N=3
Organisme
121154187220253286319153
186
219
252
285
318
351
Lamun
81,2335 12,9709 1,9161 16,9324 30,1980
95 89,3880
Makroalga
0 30,9534 56,9074 47,9750 57,0406
0 5,7300
Bivalvia
0 0,7370
0
0
0
0 4,5713
Ciliata
0 0,1336 0,0192 0,5487
0 0,1667
0
Gastropoda
0 0,0344
0
0
0
0
0
Mikroalga 18,7665 55,1707 41,1574 34,5439 12,7614 4,8333 0,3107

24
Lampiran 7 Komposisi makanan ikan baronang jantan berdasarkan selang ukuran
N= 11
N= 13
N= 10
N= 14
N= 8
N= 3
Orga