Identifikasi Marka Sts Dan Snp Yang Berasosiasi Dengan Karakter Bronzing Daun Pada Populasi Padi Haploid Ganda
IDENTIFIKASI MARKA STS DAN SNP YANG BERASOSIASI
DENGAN KARAKTER BRONZING DAUN PADA POPULASI
PADI HAPLOID GANDA
LILI CHRISNAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Identifikasi marka
STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter Bronzing Daun pada Populasi
Padi Haploid Ganda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang dibiayai oleh dana DIPA
APBN BB Biogen, Bogor, dengan nomor kontrak 237221p62014. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Lili Chrisnawati
NIM G353130301
RINGKASAN
LILI CHRISNAWATI. Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan
Karakter Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda. Dibimbing oleh
MIFTAHUDIN dan DWINITA WIKAN UTAMI.
Keracunan Fe adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
produksi padi di lahan sawah. Penggunaan varietas toleran Fe merupakan salah
satu cara yang paling efisien untuk menyelesaikan masalah tersebut. Program
pemuliaan varietas toleran Fe dapat dikombinasikan dengan pendekatan kultur
antera untuk memproduksi galur padi haploid ganda agar lebih efisien. Untuk
membantu seleksi genotipe toleran dalam program pemuliaan tersebut, identifikasi
marka molekuler menjadi sangat penting. Identifikasi marka molekuler yang
berasosiasi dengan karakter toleran Fe penting dalam pengembangan marka untuk
kegiatan marker-assisted selection (MAS). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
pengujian fenotipe pada galur uji di lapang berkadar Fe tinggi serta
membandingkannya dengan analisis molekuler.
Pada penelitian ini analisis molekuler menggunakan marka STS dan SNP.
Marka STS digunakan untuk mengidentifikasi gen-gen target terkait karakter
toleran Fe dan marka SNP digunakan untuk mencari alel-alel potensial terkait
karakter toleran Fe yang tersebar di seluruh kromosom padi. Tingkat toleransi
tersebut dilihat dari skor bronzing daun. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
marka STS dan SNP yang berasosiasi dengan karakter bronzing daun pada
populasi padi haploid ganda.
Empat puluh lima galur haploid ganda yang berasal dari persilangan
resiprok antara IR54/Parekaligolara//Bio110/Markuti dianalisis menggunakan penanda gen; yaitu OsIRT1, OsIRT2, AtIRT1, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, dan
OsFRO2 menggunakan analisis PCR. Analisis SNP menggunakan 384 SNP yang
tersebar pada 12 kromosom padi. Evaluasi fenotip dilakukan dengan menanam
padi pada lahan berkadar Fe 750 ppm di KP Taman Bogo, Lampung.
Pengamatan respon fenotipe di lapangan menunjukkan bahwa baik galur
tetua maupun galur haploid ganda memiliki variasi dalam tingkat toleransi
keracunan Fe yang dilihat dari skor bronzing daun. Hasil evaluasi fenotipe pada
galur haploid ganda menunjukkan bahwa 12 galur toleran keracunan Fe dan 33
galur menunjukkan respon medium toleran.
Evaluasi genotipe menggunakan marka STS menunjukkan DNA yang
polimorfik. Amplifikasi DNA dengan PCR menunjukkan ukuran pita DNA yang
berbeda antara tanaman yang toleran (Mahsuri) dan tanaman sensitif (IR64).
Asosiasi antara marka STS dengan respon fenotipe menunjukkan ada 3 marka
berasosiasi dengan respon bronzing daun (P_value> 0.05). Marka tersebut adalah
OsIRT1, OsIRT2, dan OsFRO2. Evaluasi genotipe menggunakan Iscan pada 384
SNP menunjukkan bahwa masih terdapat alel heterozigot pada galur haploid
ganda. Marka SNP yang berasosiasi dengan bronzing daun adalah TBGI204006,
TBGI310247, id9006377, Dan id10000498.
Keywords: padi,MAS, Teleransi Fe, Marka Molekuler
SUMMARY
LILI CHRISNAWATI. Identification of STS and SNP Marker Associated with
Leaf Bronzing on Double Haploid Population. Supervised by MIFTAHUDIN and
DWINITA WIKAN UTAMI.
Iron (Fe) toxicity is one of the limiting factors for rice growth and
production in paddy fields. The use of Fe tolerant varieties is one of the most
efficient way to solve this problems. Breeding programs to obtain tolerant
varieties can be combined with anthera culture technique to produce double
haploid lines. To help the selection of tolerant genotypes in the breeding program,
identification of molecular markers associated with Fe tolerance is very important
to develop marker-assisted selection (MAS) to obtain tolerant lines. This can be
done by phenotypic testing of rice population in the field with high Fe levels and
then with molecular analysis.
In this study, molecular markers association analysis with leaf bronzing trait
in rice was carried out using STS and SNP markers. STS was used to identify the
target genes related to the Fe tolerance trait and SNP was used to identify the
potential alleles associated with Fe tolerance trait. Bronzing score was observed as
Fe tolerance parameters. This study aimed to identify STS and SNP markers
associated with leaf bronzing in double haploid rice population.
Forty-five double haploid lines derived from reciprocal crossing between
IR54/Parekaligolara//Bio110/Markuti were PCR based analyzed using gene
markers; i.e.OsIRT1, OsIRT2, AtIRT1, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, and OsFRO2.
SNP analysis used 384 SNP-plex markers distributed on 12 rice chromosomes.
Phenotypic evaluation was done by planting rice population at 750 ppm Fe levels
in Taman Bogo experimental station, Lampung.
The phenotypic response of double haploid rice lines in the field showed
that both parental and double haploid lines have variations in Fe toxicity
tolerance. There were 12 double haploid lines tolerant to Fe toxicity and 33 lines
showed medium tolerant.
Genotypic evaluation using STS markers showed polymorphic DNA
between Fe tolerant plant (Mahsuri) and sensitive plant (IR64). PCR amplification
showed different DNA band size between Mahsuri and IR64. The association
between STS markers with leaf bronzing shows that there are 3 markers
associated with leaf bronzing (p_value> 0.05), i.e. OsIRT1, OsIRT2, and OsFRO2.
Genotypic evaluation of 384 SNPs using Iscan showed that there are four SNP
markers associated with leaf bronzing, i.e.TBGI204006, TBGI310247,
id9006377, and id10000498.
Key words: rice, MAS, Fe tolerance, Molecular Marker.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI MARKA STSDAN SNP YANG BERASOSIASI
DENGAN KARAKTER BRONZING DAUN PADA POPULASI
PADI HAPLOID GANDA
LILI CHRISNAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji luar pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis : Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter
Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda
Nama
: Lili Chrisnawati
NIM
: G353130301
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Miftahudin, M.Si
Ketua
Dr Dwinita Wikan Utami
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr
Tanggal Ujian: 30 Desember 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
merupakan bagian dari penelitian besar yang bertajuk Pembentukan Galur Padi
Toleran Fe yang didanai oleh APBN BB Biogen dengan kode DIPA:
237221p62014. Penulis menjadi bagian dari penelitian tersebut dengan judul
penelitian Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter
Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kepada ayah, ibu (Alllahu yarham),
serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir Miftahudin, M.Si dan Dr. Dwinita Wikan
Utami atas bimbingannya dalam menyelesaikan tesis ini. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pemberian
beasiswa pendidikan BPPDN kepada penulis.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Siti Yuriyah S.Si, Ida
Rosdianti S.Si, Bapak Yana Suryana, Siti Nurani S.T.P, serta segenap keluarga
besar BB BIOGEN yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian. Terimakasih juga kepada teman-teman di program studi Biologi
Tumbuhan pascasarjana IPB atas semangat kebersamaan dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016
Lili Chrisnawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
3
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan Penelitian
Penanaman Galur Uji
Analisis Fenotipe
Analisis Genotipe
Analisis Data
8
8
8
9
10
11
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Fenotipe terhadap Keracunan Fe di Lapang
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka STS
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka SNP
Asosiasi Marka STS dengan Karakter Bronzing Daun
Asosiasi Marka SNP dengan Karakter Bronzing Daun
Pendugaan Mekanisme Toleransi Fe Pada Padi
14
14
16
19
19
21
26
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
1. Galur padi haploid ganda yang akan diidentifikasi toleransinya
terhadap keracunan Fe
2. Primer STS yang digunakan dalam analisis molekuler
3. Skor bronzing Fe yang digunakan dalam pengamatan fenotipe
4. Pengujian nilai tengah dengan tingkat kepercayaan 95%
5. Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur tetua
6. Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur
haploid ganda
7. Kelompok galur-galur uji berdasarkan skor bronzing daun pada
pengujian lapang
8. Nilai p value asosiasi marka STS dengan karakter bronzing daun
9. Marka SNP terpilih yang berada pada lokus gen yang berperan
dalam toleransi keracunan Fe
8
9
11
14
14
15
16
19
22
DAFTAR GAMBAR
1. Skema perakitan galur BMIP/IPBM sebagai galur toleran Fe
2. Skema penanaman galur uji di lapang menggunakan metode stripe
check
3. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT1 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
4. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT2 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
5. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT2 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
6. Perbandingan panjang akar Mahsuri (kontrol toleran), Markuti, dan
IR64 (kontrol sensitif).
7. Adaptasi tanaman bergantung ROS
8. Mekanisme detoksifikasi ROS akibat stres oksidatif Fe secara
enzimatik oleh SOD (Superoksida dismutase), Katalase dan POD
(Peroksidase)
9. Motif Zn-Finger pada domain DNA binding protein
10. Mekanisme ubiqunation dalam mengaktifkan degradasi oleh
proteosome
11. Mekanisme akuisisi, mobilisasi, dan transportasi Fe pada kondisi
tercekam Fe 26
12. Mekanisme regulasi sebagai respon dari kadar Fe berlebih
4
10
17
18
18
23
23
24
25
25
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil survei primer yang digunakan dalam analisis genotipe menggunakan marka STS
2. Nilai P value SNP terpilih
3. SNP dengan genotipe heterozigot
4. Posisi SNP pada lokus gen berdasarkan RAP dan TIGR
35
36
37
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keracunan Fe adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
produksi padi di lahan sawah. Gejala keracunan dapat diamati pada tahap perkembangan awal. Kehilangan hasil panen akibat keracunan Fe dapat berkisar antara
30-70%, namun apabila terjadi keracunan yang parah pada tahap pembibitan,
gagal panen tidak dapat dihindari (Becker & Asch 2005).
Keracunan Fe dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, yaitu perbedaan
landscape dan jenis tanah serta konsentrasi Fe yang tinggi pada lahan (Wu et al.
2014). Di Indonesia, keracunan Fe biasanya terjadi di daerah rawa pasang surut,
podsolik merah kuning, daerah rendah dengan drainase buruk, dan daerah bukaan
baru yang tersebar di kepulauan Indonesia (Ismunadji 1990).
Padi yang mengalami keracunan Fe pada umumnya memiliki gejala adanya
bercak coklat keunguan pada daun yang kemudian diikuti dengan pengeringan
(Peng & Yamauchi 1993). Menurut Sayam et al. (2007) gejala keracunan Fe pada
tanaman padi terlihat dari bercak-bercak kecil berwarna coklat (bronzing) pada
daun yang berkembang dari pinggir daun kemudian menyebar ke pangkal dan
berubah warna menjadi coklat, ungu, kuning atau oranye, lalu mati. Pertumbuhan
dan pembentukan anakan terhambat, sistem perakarannya jarang atau sedikit,
kasar, dan berwarna coklat gelap atau membusuk. Solusi yang berkelanjutan
diperlukan dalam menanggulangi masalah tersebut. Salah satu pendekatan untuk
mengurangi tingkat cekaman Fe adalah penggunaan genotipe toleran.
Varietas padi toleran Fe dapat dirakit melalui teknik kultur antera untuk
menghasilkan individu haploid ganda. Teknik tersebut dianggap efisien dalam
perakitan varietas unggul karena dapat mempercepat pembentukan galur murni
(Mandal et al. 2004). Galur BMIP merupakan galur murni hasil kultur antera generasi F1 pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti yang telah dirakit oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN). Tetua BMIP
tersebut memiliki beberapa sifat unggul, yaitu: Bio110 tahan terhadap penyakit
blas; IR54 toleran terhadap defisiensi fosfat dan tahan terhadap penyakit blas;
Parekaligolara tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri; dan Markuti tahan
terhadap keracunan Fe.
Mekanisme penyerapan Fe dari tanah diklasifikasikan dalam dua strategi:
Strategi I pada tanaman non-Graminae and Strategi II pada tanaman Graminae
(Ishimaru et al. 2006). Respon pada strategi I adalah reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
pada permukaan akar serta penyerapan Fe2+ melewati plasma membran. Gen yang
terlibat dalam strategi I adalah ferric-chelate reductase oxidase (FRO2) (Robinson
et al. 1999) dan iron-regulated transporter (IRT1) (Eide et al. 1996). Respon
strategi II bergantung pada biosintesis dan sekresi MA (Mugenic acid). MA
disintesis melalui jalur S-adenosyl-L-metionin. Jalur ini mencakup tiga reaksi
enzimatik berurutan yang dimediasi oleh nicotianamine synthase (NAS),
aminotransferase nicotianamine (NAAT), dan deoxymugineic acid synthase
(DMAS) (Bashir et al 2006; Higuchi et al. 1999; Takahashi et al. 1999). Padi,
2
meskipun merupakan tanaman Strategi II, memiliki transporter Fe, yaitu OsIRT1
dan OsFRO (Ishimaru et al. 2006)
Mekanisme tanaman toleran terhadap cekaman Fe melibatkan peranan
beberapa gen. Secara garis besar gen-gen ini berperan terutama dalam menjaga
homeostasis tanaman saat kondisi Fe berlebih. Gen-gen yang diduga terlibat
dalam homeostasis Fe berperan dalam proses: (1) akuisisi dan mobilisasi; (2)
transportasi; (3) mekanisme regulasi sebagai respon terhadap kadar Fe (Finatto et
al. 2015). Gen yang terlibat dalam proses akuisisi dan mobilisasi di antaranya
adalah OsFRO2 yang diup-regulasi ketika Fe berlebih (Finatto et al. 2015).
Selanjutnya terdapat OsNAS yang berperan dalam transportasi jarak jauh (Inoue
et al. 2003), sedangkan mekanisme regulasi untuk menjaga homeostasis
ditunjukkan oleh OsIRT1 (Banerjee & Chandel 2011).
Sejak diketahui bahwa toleransi keracunan Fe merupakan sifat kompleks
yang dikendalikan oleh banyak gen, pemetaan Quantitative trait locus (QTL)
yang dikombinasikan dengan marker-assisted selection (MAS) muncul sebagai
pendekatan yang efektif dalam seleksi genotipe toleran (Mackill et al. 1999).
Identifikasi marka molekuler yang berasosiasi dengan sifat toleransi Fe penting
dalam pengembangan marka untuk kegiatan marker-assisted selection (MAS).
Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan data pengujian fenotipe pada
galur uji yang ditanam di lapang berkadar Fe tinggi dengan data hasil analisis
marka molekuler. Pada penelitian ini analisis molekuler diuji menggunakan marka
STS (Sequence Tagged Site) yang didisain berdasarkan gen target yang diketahui
berperan dalam toleransi Fe dan marka SNP (Single Nucleotide Polymorphism)
untuk mencari alel-alel potensial terkait sifat toleransi yang tersebar di seluruh
kromosom padi. Selain itu, dalam kegiatan MAS, identifikasi marka STS dan SNP
penting dalam seleksi genotipe berbasis Foreground dan Background. Marka STS
biasanya digunakan untuk mendapatkan lokus gen target yang berasal dari tetua
donor toleran Fe pada seleksi Foreground, sedangkan marka SNP sangat baik
digunakan untuk melihat latar belakang genetik yang sama dengan galur elit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi marka Sequence Tagged Site
(STS) dan Single Nucleotide Polymorphism (SNP) yang berasosiasi dengan
karakter toleransi keracunan Fe pada populasi padi haploid ganda.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi merupakan tanaman rumput annual dengan tinggi tanaman
beragam. Sebagian besar varietas komersial memiliki tinggi 1-2 m (Chang &
Bardenas 1965). Perakaran tergolong serabut dengan dua jenis akar. Akar seminal
berkembang dari akar primer (radikula). Apabila terjadi gangguan fisik terhadap
akar primer, maka pertumbuhan akar-akar seminal akan dipercepat. Akar seminal
selanjutnya digantikan oleh akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah
batang. (Maharim & Suhartatik 2009). Batang terdiri dari serangkaian nodus dan
internodus. Pada wilayah nodus muncul satu daun dan satu tunas (anakan). Daun
tumbuh pada batang dengan susunan berselang-seling. Tiap daun terdiri atas helai
daun, pelepah daun, telinga daun (auricle), dan lidah daun (ligule) (Chang &
Bardenas 1965). Daun teratas disebut daun bendera dengan posisi dan ukuran
yang tampak berbeda dengan daun yang lain. Bunga padi secara keseluruhan
disebut sebagai malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yang terdiri
dari tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa
organ lainnya yang bersifat inferior (Siregar 1981).
Perakitan Padi Haploid Ganda Toleran Fe
Salah satu usaha untuk mempercepat perakitan varietas unggul pada
pemuliaan tanaman padi adalah penerapan teknik kultur antera. Teknik tersebut
dianggap efisien dalam perakitan varietas unggul karena dapat mempercepat
pembentukan galur murni (Mandal et al. 2004). Kultur antera merupakan induksi
embriogenesis dari sel polen yang menghasilkan tanaman haploid. Kombinasi
karakter kedua tetua dimiliki oleh tanaman haploid, sehingga apabila terjadi
penggandaan kromosom selama kultur akan diperoleh tanaman-tanaman haploid
ganda yang bersifat homozigot. Pada populasi haploid ganda, jumlah individu
yang dibutuhkan sebagai bahan seleksi untuk mendapatkan rekombinasi gen yang
diinginkan akan jauh berkurang jika diperoleh dari populasi bersegregasi hasil
persilangan konvensional (Sasmita 2007).
Perakitan padi toleran Fe melalui teknik kultur antera telah dilakukan oleh
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB BIOGEN). Salah satu galur hasil kultur antera tersebut adalah galur
BMIP/IPMB. Galur BMIP/IPMB merupakan galur murni hasil kultur antera
generasi F1 pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti. Tetua BMIP tersebut memiliki beberapa sifat unggul, yaitu: Bio110
tahan terhadap penyakit blas; IR54 toleran terhadap defisiensi fosfat dan tahan
terhadap penyakit blas; Parekaligolara tahan terhadap penyakit hawar daun
bakteri; dan Markuti tahan terhadap keracunan Fe (Gambar 1).
4
Gambar 1
Skema perakitan galur BMIP/IPBM sebagai galur toleran Fe. Galur
BMIP/IPBM merupakan galur murni hasil kultur antera generasi F1
pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti. Markuti merupakan tetua donor toleran Fe.
Keracunan Fe
Fe merupakan unsur hara bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil, berfungsi sebagai aktivator sistem enzim, proses sintesis klorofil, dan
oksidasi-reduksi dalam respirasi. Kekurangan Fe dapat mengganggu mekanisme
sintesis khlorofil dan bahan penyusun enzim-enzim serta protein tertentu (Brady
1974). Konsentrasi Fe dalam jaringan tanaman dinyatakan normal pada kisaran
100-200 ppm. Tanaman akan memperlihatkan gejala keracunan Fe bila terdapat
konsentrasi Fe2+ pada jaringan melebihi 300 mg/liter (Tanaka & Yoshida 1972).
Pada padi, keracunan Fe dapat diakibatkan dari penyerapan Fe2+ secara
berlebih dari dalam tanah dan umumnya terjadi pada daerah tergenang (Becker &
Asch 2005). Pada kondisi tanah tergenang, terjadi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
sehingga meningkatkan kelarutan Fe yang diikuti oleh naiknya pH tanah. Kondisi
tersebut dapat menekan dan menurunkan produksi padi (Amnal 2009). Kondisi
tersebut banyak ditemukan pada lahan sulfat masam. Lahan sulfat masam adalah
lahan yang mempunyai lapisan pirit yang belum teroksidasi (bahan sufisidik) atau
sudah teroksidasi (horizon sulfurik) pada kedalaman 0-5 cm dari permukaan.
Lahan sulfat masam tergolong lahan rawa pasang surut (Sopandie 2014).
Ponnamperuma (1972) menyatakan bahwa reduksi pada tanah sulfat masam muda
yang kaya koloid Fe akan menghasilkan kadar Fe2+ yang tinggi sehingga dapat
meracuni tanaman. Kondisi yang lebih berat apabila terjadi oksidasi pirit
(Sopandie 2014). Pirit dibentuk waktu lahan digenangi air yang masuk pada
musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak
berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, apabila teroksidasi, pirit berubah menjadi
zat Fe dan asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Oksidasi pirit
menghasilkan Fe3+ yang sukar larut bagi tanaman. .Terjadinya oksidasi pirit juga
akan memasamkan tanah hingga pH tanah turun sampai dibawah 3.0. (Hadi
2004).
5
Pada tingkat sel, reaksi yang melibatkan Fe dalam konsentrasi tinggi di
dalam sel dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Reaksi ini dapat menghasilkan
Reactive Oxigen Species (ROS), khususnya radikal hidroksil (OH°), melalui
Reaksi Fenton. banyak sekali reaksi intraseluler menggunakan molekul oksigen
sebagai penerima elektron memproduksi superoksida (O2-) atau hidrogen peroksida (H2O2). Spesies ini tidak berbahaya, tetapi mereka memberikan kontribusi pada
pembentukan oksigen reaktif, radikal hidroksil (OH°). Pembentukannya dikatalisis oleh Fe melalui reaksi Fenton (Hell & Stephan 2003).
Keracunan Fe menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar
terhambat, biomassa tanaman rendah, serta umur panen terlambat (Amnal 2009).
Kelebihan Fe pada akar padi dapat mengganggu beberapa proses metabolisme
termasuk jalur asam glikolat. Penambahan Fe pada media pertumbuhan dapat
menurunkan aktivitas nitrat reduktase pada daun. Kelebihan Fe juga menurunkan
sintesis protein (Mandal et al. 2004).
Kandidat Gen Terkait Toleran Keracunan Fe
NAS (Nichotinamine syntase)
Nicotianamine (NA) merupakan molekul yang banyak ditemukan pada
tanaman dan berperan sebagai chelator Fe serta bertindak sebagai prekusor utama
dalam biosintesis phytosiderophore (Zhou et al. 2013). Phytosiderophore akan
dipompa ke rhizosfer untuk mengikat Fe dan membawanya kembali ke dalam sel
melalui transporter tertentu (Romheld & Marschner 1986). Phytosiderophore
disintesis dari prekursor nicotianamine (NA) melalui modifikasi oleh
aminotransferase nicotianamine (NAAT) dan deoxymugineic acid shyntase
(DMAS) (Bashir et al. 2006; Higuchi et al. 1999; Takahashi et al. 1999). Nicotianamine sendiri disintesis dari tiga molekul S-adenosyl metionin melalui
aktivitas enzim nicotianamine synthase (NAS) (Zhou et al. 2013). Pada tanaman
yang kekurangan NA menunjukkan adanya klorosis pada daun muda. Penelitian
yang dilakukan oleh Barwick et al. (2005) menjelaskan bahwa nicotianamine tidak hanya terlibat dalam transportasi zat Fe pada kondisi terbatas, tetapi juga
dalam perlindungan terhadap tingginya tingkat Fe dengan cara mengikat mereka
sehingga dapat mengurangi toxisitas. Untuk mencegah terjadinya keracunan, Fe
yang telah diikat harus segera ditransportasi (Curie et al. 2009).
FRO (Ferro Chelate Reductase)
Meskipun Fe berlimpah dalam tanah, dalam kondisi aerobik Fe ditemukan
dalam bentuk teroksidasi dan tidak larut, yaitu Fe3+ (Guerinot & Yi 1994). Fe3+
direduksi menjadi Fe2+ oleh Fe Chelate Reductase (FRO) yang terikat pada
membran (Robinson et al. 1999). Gen FRO secara diferensial dinyatakan pada
tingkat jaringan, misalnya, FRO2 khusus untuk akar, sedangkan FRO6 dan FRO7
adalah khusus untuk tunas (Mukherje et al. 2006). Protein FRO terbukti
melokalisasi ke berbagai subkompartemen selular (Heazlewood et al. 2004). Oleh
karena itu, masing-masing famili FRO memiliki peran tertentu dalam organ yang
berbeda atau kompartemen subselular, menandakan bahwa berdasarkan reduksi
transportasi Fe tidak terbatas pada membran plasma akar.
6
IRT (Iron Regulate Transporter)
Pada kondisi tergenang, Fe2+ lebih banyak ditemukan dibandingkan Fe3+.
Padi mengambil Fe2+ dari lingkungan menggunakan iron transporter yang
diregulasi oleh IRT (Iron Regulated Transporter) (Barberon et al. 2011). Gen
IRT1 diekspresikan pada lapisan sel perifer akar melalui faktor transkripsi bHLH
Fe-Transcriptional Factor (FIT) (Colangelo 2004). Kelebihan zat Fe memicu
penurunan protein IRT1 dalam akar (Connolly et al. 2002). Meskipun mekanisme
molekuler yang mendasari postranskripsi tersebut belum jelas, namun pengaturan
IRT1 dusulkan dalam penjagaan homeostasis tingkat kestabilan protein oleh zat
Fe (Colangelo et al. 2004; Connolly et al. 2002).
Marka Molekular Single Nucleutide Polymorphisms (SNP)
Pemuliaan tanaman konvensional yang didasarkan pada fenotip memiliki
banyak kekurangan, di antaranya memberikan hasil yang tidak konsisten, terutama
apabila karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan (heritabilitas
rendah) dibandingkan faktor genetik, serta membutuhkan waktu yang cukup lama
dalam pembentukan satu galur baru (Bennet 1993). Seleksi yang akurat terhadap
suatu karakter yang diinginkan dari tanaman dapat dilakukan dengan mengidentifikasi gen yang mengendalikan karakter tersebut (Nuraida 2012).
Pada penelitian ini marka molekular yang digunakan adalah SNP. Single
Nucleotide Polymorphisms (SNPs) adalah perbedaan satu basa pada urutan
nukleotida tertentu yang muncul secara signifikan (lebih dari 1%) pada populasi
(Ke et al. 2008). Polimorfisme tersebut dapat muncul pada daerah ekson maupun
intron dengan frekuensi 1/100 basa hingga 1/300 basa (Human Genome Project
Information 2011). SNPs yang muncul di daerah ekson dapat mempengaruhi
protein yang disandi oleh gen sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik
protein yang disandinya. Perubahan karakteristik ini dilaporkan berkaitan dengan
berbagai penyakit. Dalam pemetaan asosiasi, SNP telah banyak digunakan dalam
mengidentifikasi alel yang berasosiasi dengan suatu penyakit pada manusia dan
tanaman. (Kruglyak 2008).
SNP pada Padi
Penelitian mengenai SNP pada padi berkembang dengan sangat pesat
setelah sekuen genom padi diketahui. Informasi mengenai variasi SNP dalam
genom padi telah banyak tersedia dalam database genom padi yang dibangun oleh
konsorsium SNP padi international. Tujuan dari konsorsium tersebut, yaitu; a)
program penemuan SNP dan pengembangan database SNP; b) sebagai sarana
informasi untuk kebutuhan desain platform SNP genotyping dan sebagai alat
analisis; c) sebagai data koleksi genotype dari berbagai macam aksesi plasma
nutfah padi; d) pengembangan database yang dapat diakses oleh publik yang
berisi tentang keberagaman genom padi liar dan padi budi daya (www.ricesnp.
org)
Dua subspesies padi, yaitu indica dan japonica, banyak mendapat perhatian
dalam upaya penemuan SNP pada genom padi. Dua subspesies padi tersebut
7
diidentifikasi memiliki 408.898 kandidat variasi DNA berupa SNP/INDELs
(Small insertions and deletions) (Feltus et al. 2004). Saat ini, banyak proyek
sekunsing ulang genom padi yang dilakukan guna menemukan variasi SNP.
Hingga saat ini proyek tersebut berhasil menemukan jutaan variasi SNP (Chen et
al. 2014).
Teknologi high throughput genotyping juga berperan besar dalam upaya
penemuan SNP. Teknologi tersebut banyak digunakan dalam proyek Genome
Wide Association Selection (GWAS) serta pada studi asosiasi fenotipe dan
genotipe (McCouch et al. 2010; Tung et al. 2010). Guna mendukung studi
asosiasi fenotipe dan genotype, lebih dari 800 gen yang terkait dengan produksi,
kualitas bulir, ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik, serta terhadap
kekurangan nutrien, telah di klon (Chen et al. 2013). Database genom padi yang
lengkap menjadi keuntungan tersendiri bagi peneliti untuk memprediksi apakah
SNP berada dalam gen yang diharapkan dan apakah SNP tersebut menyebabkan
perubahan fungsional dalam produk protein sebagai hasil dari perubahan ekspresi
gen (Ondov et al. 2008).
8
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 hingga Februari 2015 di
Laboratorium Bioteknologi dan Molekuler, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor.
Bahan Penelitian
Material genetik yang digunakan adalah empat puluh lima galur padi
haploid ganda yang berasal dari persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara
dan Bio 110/Markuti, empat galur padi yang merupakan tetua persilangan, yaitu :
galur Bio 110, Markuti, IR54, dan Parekaligolara, serta dua tanaman kontrol, yaitu
Mahsuri sebagai kontrol tanaman toleran terhadap keracunan Fe dan IR64 sebagai
kontrol tanaman peka terhadap keracunan Fe (Tabel 1).
Identifikasi gen toleransi keracunan Fe pada galur-galur yang diuji di
lakukan dengan menggunakan marka molekuler. Identifikasi gen OsIRT1,
OsIRT2, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, dan OsFRO2 dengan menggunakan marka
molekuler STS (Sequence-Tagged Sites) (Tabel 2) . Selain itu, pada penelitian ini
juga digunakan 384 marka SNP (Single Nucleutide Polymorphisme) yang tersebar
pada dua belas kromosom padi.
Tabel 1 Galur padi haploid ganda yang akan diidentifikasi toleransinya terhadap keracunan Fe
Galur
BMIP1
BMIP2
BMIP3
BMIP4
BMIP5
BMIP6
BMIP7
BMIP8
BMIP9
BMIP10
BMIP11
BMIP12
BMIP13
BMIP14
BMIP15
BMIP16
BMIP17
BMIP18
BMIP19
BMIP20
BMIP21
BMIP22
BMIP23
BMIP24
BMIP25
BMIP26
ID
BMIP-46-4-1
IPBM-2-3-2
IPBM-32-1-2-1-1
IPBM-32-1-2-1-2
IPBM-32-1-2-1-3
IPBM-32-1-2-1-4
IPBM-32-1-2-2-1
IPBM-32-1-2-2-2
IPBM-32-1-2-2-3
IPBM-32-1-2-2-4
IPBM-32-1-2-3-1
IPBM-32-1-2-3-2
IPBM-32-1-2-3-3
IPBM-32-1-2-3-4
IPBM -32-1-2-3-5
IPBM -32-1-2-3-6
IPBM -32-1-3-1
IPBM -32-1-3-2
IPBM -32-1-3-3
BMIP -15-4-2-1
BMIP -17-1-4-1
BMIP -18-4-4-1
BMIP -18-4-4-2
BMIP -20-4-2-1
BMIP -24-4-3-1
BMIP -20-4-3-2
Galur
BMIP27
BMIP28
BMIP29
BMIP30
BMIP31
BMIP32
BMIP33
BMIP39
BMIP40
BMIP41
BMIP42
BMIP43
BMIP44
BMIP45
BMIP46
BMIP47
BMIP48
BMIP49
BMIP50
Bio 110
IR 54
Pare Kaligora
Markuti
IR 64
Mahsuri
ID
BMIP -24-1-2-1
BMIP -24-1-4-1
BMIP -24-1-4-2
BMIP -40-2-1-1
BMIP -40-2-1-2
BMIP -44-4-3-1
BMIP -44-4-3-2
IPBM-32-2-1-1-2
IPBM-32-2-1-1-3
IPBM-32-2-1-1-4
BMIP -24-1-1-1-1
BMIP -24-1-1-1-2
BMIP -24-1-1-1-3
BMIP -24-1-1-1-4
IPBM-30-1-3-1-1
IPBM-30-1-3-1-2
IPBM-30-1-3-1-3
IPBM-30-1-3-1-4
IPBM-30-1-3-1-5
-
9
Tabel 2 Primer STS yang digunakan dalam analisis molekuler
Gene
Forward
Reverse
5’CGTCTTCTTCTTCTCCACCACGAC 3’
5’GCAGCTGATGATCGAGTCTGACC 3’
5'ACGGATGGCAAAAGCTCTTT 3'
5'TGGGACACGAATTAGAAGATGC 3'
5'AGCATTGTCTAAGCATCCGA 3'
5'TCGGATGCTTAGACAATGCT 3'
5'TACAGGACCCTCACCCGTAT 3'
5'TTAATACGGGTGAGGGTCCT 3'
5’TCTTCCACCCTGAGCAGCTC 3’
5’AACCTTGGAGACCAGTGCAG 3’
5'CTGGACAGGGGTTATTGCCT 3'
5'GGATGATGGATGATACAGGTACA 3'
5'GTAGCAGACCAGAGAGCCTC 3'
5'GAGGCTCTCTGGTCTGCTAC 3'
5’GGGGTTAATGGTACTCGTGG 3’
5’AGACATGAAATGAAAAGAGCAGTT 3’
5'TCCCTTGCATCATATACTCCGT 3'
5'CGGAGTATATGATGCAAGGGA 3'
5'CTTCTTGGACGCCTGGAAC 3'
5'CCAAGAAGGCCTAGACACGA 3'
AtNAS2
5’ GCCAGATCGGACGGTAT 3’
5’CTCGATCAAATTCTTCTCCATAC 3’
OsNAS1
5’GTCTAACAGCCGGACGATCGAAAGG 3’
5’TTTCTCACTGTCATACACAGATGGC 3’
OsNAS2
5’TGAGTGCGTGCATAGTAATCCTGGC 3’
5’CAGACGGTCACAAACACCTCTTGC 3’
OsNAS3
5’GACTGCTTCCATCGCTTGCTACCTC 3’
5’CGCAACAGAGACAATGGTTGATTGT 3’
5'ACCTCGCAACAGTCAAAGTT 3'
5'AACTTTGACTGTTGCGAGGT 3'
5'CTTCATGCTCGATCGCTTCC 3'
5'ATGAGGCCGAGATGATGTCC 3'
5'TCTTCGTTCAGGTGAGGGAG 3'
5'CTCCCTCACCTGAACGAAGA 3'
5'TACGGGCATGAATCGCCATA 3'
5'TCAGTGATGATGCCCCTCAG 3'
5'TTGGTGATTTGGTGCCGATG 3'
5'CATCGGCACCAAATCACCAA 3'
OsIRT1
OsIRT2
AtIRT1
AtNAS1
OsFRO
Penanaman Galur Uji
Populasi padi ditanam di Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur
pada lahan sawah berkadar Fe 750 ppm (Suryadi 2012) sesuai dengan standar
pengujian lapang untuk pengujian sifat toleran keracunan Fe yang dilakukan oleh
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Metode seleksi dilakukan dengan
stripe check, yaitu menempatkan galur uji pada baris yang berdampingan dalam
satu petak lahan, varietas kontrol toleran dan peka ditanam di sekeliling petak
lahan (Gambar 2). Galur diuji menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan dua ulangan, ukuran plot 1 m x 3 m. Bibit berumur 21-25 hari sejak semai
ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, tiga bibit per lubang tanam, ditanam
dalam barisan memanjang petak percobaan. Pupuk urea dengan dosis sebanyak
120 kg/ha diberikan tiga kali, masing-masing sepertiga dosis pada saat tanam,
pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST), dan umur tanaman 7
MST, sedangkan pupuk fosfat (SP36) sebanyak 60 kg/ha diberikan pada saat
tanam. Pupuk KCl tidak diberikan karena dapat mengurangi keracunan Fe dengan
memperkuat kemampuan akar mengoksidasi ion fero berlebih (Utami & Hanarida
2014).
10
Gambar 2 Skema penanaman galur uji di lapang menggunakan metode stripe check
Analisis Fenotip
Evaluasi fenotipe dilakukan dengan penapisan populasi padi menggunakan
skala bronzing IRRI untuk menguji toleransi terhadap keracunan Fe. Daun yang
mengalami bronzing diberikan skor berdasarkan Sistem Evaluasi Standar IRRI
(IRRI 2002). Skoring bronzing daun dilakukan pada dua ulangan pada masingmasing galur uji. Data bronzing daun dari kedua ulangan selanjutnya diuji
homogenitasnya dengan pengujian nilai tengah independent t-test pada taraf
kepercayaan 95%. Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah sebagai
berikut:
H0 = Tidak ada perbedaan rata-rata skor bronzing daun kedua ulangan
H1 = Terdapat perbedaan rata-rata skor bronzing daun kedua ulangan
Kriteria pengambilan keputusan adalah terima H0 jika -ttabel< thitung < ttabel. Jika
kedua ulangan homogen, skor bronzing masing-masing galur dari kedua ulangan
selanjutnya dihitung rataannya sehingga didapatkan nilai rata-rata bronzing daun
untuk tiap galur uji.
11
Tabel 3 Skor bronzing Fe yang digunakan dalam pengamatan fenotipe
Skor
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Persen Rusak Daun (%)
0
1-9
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
70-79
80-89
90-99
Keterangan
Sangat toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Peka
Peka
Peka
Sangat peka
Sangat peka
Analisis Genotipe
Isolasi DNA Total
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Doyle and Doyle
(1987) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.5 gram daun padi digunting
kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf berukuran 2 ml. Sebanyak 2
butir beads dimasukkan kedalam eppendorf, kemudian direndam selama 5 menit
dalam Nitrogen cair. Eppendorf selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin
tissuelyser selama 2 menit dengan frekuensi 25/detik. Sampel ditambah buffer
750 µl CTAB yang telah ditambahkan Natrium Bisulfit (0.38 gr Natrium Bisulfit
dalam 100 ml CTAB) dan diinkubasi pada suhu 60 oC selama 20 menit
(eppendorf dibolak-balik setiap 5 menit), selanjutnya sampel ditambah 750 µl CI
(Clorofrom: Isoamil-alkohol). Sampel kemudian disentrifugasi pada kecepatan
12.000 rpm selama 10 menit dalam mesin Beckman Microfuge 12.0 Supernatan
diambil sebanyak 500 µl dan ditambahkan 100 µl Na Asetat 3 M pH 5.2 serta
500µl isopropanol. Setelah dipresipitasi dalam freezer semalam, sampel
disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya
supernatan dibuang kemudian endapan ditambahkan 200 µl etanol 70% dan
disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit . Setelah
dikeringkan pellet ditambah 100 µl TE (Tris-HCl 40 mM pH 8.3, EDTA 1 MM)
dan 1.5 µl RNAse, Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama semalam.
Inaktivasi RNAse dengan inkubasi pada suhu 65 oC selama 15 menit.
Uji kualitas dan kuantitas DNA
Kualitas DNA diuji dengan elektroferesis pada gel agarose 0.8% dalam
larutan penyangga TAE 1x pada tegangan 100 volt selama 60 menit, kemudian
divisualisasi dengan menggunakan sinar UV (Biorad, USA). Kuantitas DNA
dihitung menggunakan Nano Drop 2000 spectrophotometer (Thermo Fisher
Scientific, USA) berdasarkan absorbansi cahaya pada panjang
260 nm.
Kemurnian DNA diketahui melalui perbandingan nilai absorbansi cahaya pada
12
260 nm dengan nilai absorbansi cahaya pada 280 nm (Å260/Å280). DNA yang
murni memiliki nilai perbandingan berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah 2011).
Pengenceran konsentrasi DNA
Hasil konsentrasi DNA yang telah dihitung menggunakan Nano Drop
spectrophotometer kemudian diencerkan hingga konsentrasi akhir 10 ng/µL untuk
proses amplifikasi PCR dan 55 ng/µL untuk proses genotyping menggunakan
mesin iScan illumina Golden Gate.
Uji genotipe menggunakan marka Sequence Tagged Site (STS)
Genotipe polimorfisme diidentifikasi menggunakan PCR dengan primer
yang didesain berdasarkan posisi gen target pada sekuen peta genetik
menggunakan Primer3. Amplifikasi menggunakan mesin PCR Tetrad-2 MJ PTC
240 dengan kondisi sebagai berikut: denaturasi awal selama 5 menit pada suhu 95
o
C selanjutnya diikuti dengan 35 siklus (95 oC selama 45 detik untuk denaturasi,
57oC selama 1 menit untuk penempelan primer, 72 oC selama 1 menit untuk
elongasi); kemudian diakhiri 7 menit pada 72 oC. Produk PCR dipisahkan pada
elektroforesis gel agarosa 2% dalam TAE 1x pada tegangan 50 Volt selama 60
menit, kemudian divisualisasi dengan sinar UV.
Uji genotipe menggunakan marka Single Nucleutide Polimorphism (SNP)
SNP dideteksi menggunakan teknologi Illumina BeadChip GoldenGate
Assay. Desain primer/probe diletakkan pada BeadChip yang didalamnya terdapat
2 micron bead sehingga dapat berhibridisasi dengan sampel DNA tanaman pada
saat annealing PCR.
Sebanyak 50 ng/ l DNA yang telah dinormalisasikan dengan 10 mM TrisHCl pH 8.0 dan 1 mMEDTA (TE) dimasukkan kedalam pelat SUD (Single-Use
DNA) yang telah ditambahkan 5 l MS1 reagent. Pelat SUD diinkubasi pada suhu
95 oC selama 30 menit untuk mengaktivasi sampel DNA. Selanjutnya ditambahkan 5 l PS1 reagent dan 15 l 2-propanol agar DNA mengendap dan
resuspensikan dengan RS1 (Retinoschisin 1) reagent. DNA sampel yang telah
terlabel biotin dimasukkan kedalam plat ASE (Allele-Specific Extension) yang
sebelumnya telah ditambahkan 10 l reagen OPA (Oligo Pool All) dan 30 l
reagen OB1 kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 2 jam. Pada proses ini
terjadi kombinasi antara sekuen target, reagen hibridisasi, dan partikel
paramagnetik yang ada pada pelat ASE sehingga siap dilakukan ligasi dan
ekstensi. Sisa oligonukleutida yang berlebih dicuci dengan 50 l reagen AM1 dan
50 l UB (Universal Wash Buffer) sehingga dihasilkan pellet murni. Selanjutnya
pellet ditambah 37 l reagen MEL (Mix for Extension and Ligation) untuk
diinkubasi pada suhu 45 oC selama 15 menit. Pada proses ini terjadi reaksi ligasi
dan ekstensi pada plat ASE.
Pellet yang terbentuk pada pelat ASE selanjutnya ditambahkan 50 l reagen
UB1 dan 35 l IP1 kemudian dipindahkan pada pelat PCR yang berisi reagen
MMP (Master Mix for PCR) illumina dan 64 l Taq DNA polimerase untuk
diamplifikasi. Reagen MMP illumina mengandung 3 primer universal; 2 primer
dilabel dengan fluorescent dye dan 1 primer dilabel biotinil. Primer dengan label
biotinil akan menangkap produk PCR dan mengelusi untai yang mengandung
sinyal fluorescent. Amplifikasi dilakukan dengan 34 siklus dengan tahapan;
13
denaturasi pada suhu 95 oC selama 3 menit, annealing pada suhu 56 oC selama 35
detik, ekstensi pada suhu 72 oC selama 10 menit, dan final ekstensi pada suhu 4 oC
selama 5 menit.
Produk PCR selanjutnya ditambahkan 20 l reagen MPB (3-(N-Maleimidopropionyil)-biocytin) dan dipindahkan pada pelat filter. Pelat filter diinkubasi
pada suhu ruang selama 1 jam agar untai yang terlabel biotinyl dapat terikat pada
partikel paramagnetic lalu merusak double strand. Untai DNA yang terlabel
fluorescent dye pada pelat filter yang telah ditambahkan 50 l reagen UB2 dan
30 l 0,1 N NaOH dielusikan pada pelat INT (Intermediate) yang sebelumnya
telah ditambahkan 30 l reagen MH1. 15 l DNA sampel pada pelat INT
selanjutnya akan dihibridisasikan dengan BeadChips di dalam sumur hibridisasi
yang berisi buffer CHB. Hibridisasi dilakukan dalam oven hibridisasi illumina
pada suhu 60 oC selama 30 menit selanjutnya dioven selama 16 jam pada suhu 45
o
C. BeadChips selanjutnya dikeluarkan dari sumur hibridisasi dan dicuci tiga kali
dengan reagen PB1 dan XC4. BeadChip selanjutnya akan dibaca oleh iScan
Illumina GoldenGate Assay (Illumina 2010)
Prinsip kerja yang digunakan oleh mesin ini adalah hibridisasi
oligonukleutida, ligasi, serta perpanjangan alel spesifik yang diikuti oleh
amplifikasi PCR universal. Beadchip selanjutnya dibaca oleh pembacaan neon
menggunakan pembaca iScan. GenomeStudio software dari Illumina digunakan
untuk mengelompokkan alel berdasarkan rasio intensitas sinyal cy3/cy5 yang
dihasilkan untuk menandai tiga kelas genotipe SNP.
Analisis Data
Tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Fe dikarakterisasi
berdasarkan tingkat bronzing daun (IRRI 1996). Pita tersebut selanjutnya dihitung
ukurannya dan dianalisis menggunakan program Tassel 2.0. Asosiasi antara
karakter toleransi keracunan Fe dengan marka STS dan SNP dianalisis
menggunakan program Tassel 2.0. Nilai p_value < 0.05 menunjukkan bahwa
terdapat asosiasi antara marka dan respon fenotipe (Bradburry et al. 2007).
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Fenotipe terhadap Keracunan Fe di Lapang
Hasil pengamatan respon tanaman padi terhadap cekaman Fe yang
dilakukan di lapang menunjukkan bahwa terdapat variasi tingkat toleransi
terhadap keracunan Fe. Tingkat toleransi tersebut dapat dilihat dari karakter
bronzing yang diperlihatkan melalui adanya kerusakan (bercak coklat) pada daun.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan keragaman dari kedua ulangan percobaan,
dilakukan pengujian nilai tengah terhadap rata-rata presentase kerusakan daun
(Tabel 4). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kedua ulangan tidak memiliki
perbedaan rata-rata skor bronzing daun yang signifikan (-ttabel (1.67303) < thitung (1.14) <
ttabel(1.67303)). Dengan demikian, skor bronzing daun dari kedua ulangan tersebut
selanjutnya diratakan sehingga diperoleh dataa rata-rata bronzing daun untuk tiap
galur uji (Tabel 6).
Tingkat toleransi berdasarkan skor bronzing daun biasa digunakan dalam
evaluasi fenotipik terhadap cekaman abiotik. Skor bronzing daun dinilai sebagai
fenotipik yang relevan pada kegiatan penapisan toleransi terhadap keracunan Fe
(Wu et al. 2014). Berdasarkan hasil pengamatan respon fenotipe tersebut
menunjukkan bahwa galur tetua memiliki variasi tingkat toleransi terhadap
keracunan Fe. Hasil menunjukkan bahwa gaur tetua yang toleran terhadap
keracunan Fe adalah galur Markuti dan IR54 (Tabel 5).
Tabel 4 Pengujian nilai tengah skor bronzing daun galur-galur padi yang diuji
dengan tingkat kepercayaan 95%
Keterangan
Jumlah
Rata-rata
St Dev
SE rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
51
51
36.4
33.6
12.8
11.5
1.8
1.6
Tabel 5 Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur tetua
Galur
Bio110
IR54
PareKaligora
Markuti
Rata-rata Persen Bronzing Daun
(%)
Skor
Bronzing
35
15
35
15
4
2
4
2
Keterangan
Moderat
Toleran
Moderat
Toleran
Variasi respon tanaman padi terhadap cekaman Fe juga ditunjukkan pada
pengujian lapang terhadap 45 galur haploid ganda (Tabel 6). Evaluasi fenotipe
menunjukkan 12 galur memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap keracunan
dan 33 galur medium toleran. Galur padi haploid ganda yang memiliki tingkat
toleransi cukup tinggi terhadap cekaman Fe adalah BMIP-46-4-1, IPBM-32-1-3-3,
BMIP-15-4-2-1, BMIP-20-4-2-1, BMIP-24-4-3-1, BMIP-20-4-3-2, BMIP-40-2-11, IPBM-30-1-3-1-1, IPBM-30-1-3-1-2, IPBM-30-1-3-1-3, IPBM-30-1-3-1-4,
IPBM-30-1-3-1-5.
15
Tabel 6 Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur haploid ganda
Galur
BMIP1
BMIP2
BMIP3
BMIP4
BMIP5
BMIP6
BMIP7
BMIP8
BMIP9
BMIP10
BMIP11
BMIP12
BMIP13
BMIP14
BMIP15
BMIP16
BMIP17
BMIP18
BMIP19
BMIP20
BMIP21
BMIP22
BMIP23
BMIP24
BMIP25
BMIP26
BMIP27
BMIP28
BMIP29
BMIP30
BMIP31
BMIP32
BMIP33
BMIP39
BMIP40
BMIP41
BMIP42
BMIP43
BMIP44
BMIP45
BMIP46
BMIP47
BMIP48
BMIP49
BMIP50
ID
BMIP-46-4-1
IPBM-2-3-2
IPBM-32-1-2-1-1
IPBM-32-1-2-1-2
IPBM-32-1-2-1-3
IPBM-32-1-2-1-4
IPBM-32-1-2-2-1
IPBM-32-1-2-2-2
IPBM-32-1-2-2-3
IPBM-32-1-2-2-4
IPBM-32-1-2-3-1
IPBM-32-1-2-3-2
IPBM-32-1-2-3-3
IPBM-32-1-2-3-4
IPBM -32-1-2-3-5
IPBM -32-1-2-3-6
IPBM -32-1-3-1
IPBM -32-1-3-2
IPBM -32-1-3-3
BMIP -15-4-2-1
BMIP -17-1-4-1
BMIP -18-4-4-1
BMIP -18-4-4-2
BMIP -20-4-2-1
BMIP -24-4-3-1
BMIP -20-4-3-2
BMIP -24-1-2-1
BMIP -24-1-4-1
BMIP -24-1-4-2
BMIP -40-2-1-1
BMIP -40-2-1-2
BMIP -44-4-3-1
BMIP -44-4-3-2
IPBM-32-2-1-1-2
IPBM-32-2-1-1-3
IPBM-32-2-1-1-4
BMIP -24-1-1-1-1
BMIP -24-1-1-1-2
BMIP -24-1-1-1-3
BMIP -24-1-1-1-4
IPBM-30-1-3-1-1
IPBM-30-1-3-1-2
IPBM-30-1-3-1-3
IPBM-30-1-3-1-4
IPBM-30-1-3-1-5
% Kerusakan
Ulangan 1
3
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
3
5
5
1
1
3
3
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Ulangan 2
3
3
3
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
3
3
5
5
5
3
3
5
5
5
3
3
3
5
5
5
3
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Skor
Bronzing
3
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
5
5
5
3
3
4
5
5
2
2
3
4
5
5
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Keterangan
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Galur haploid ganda diberi nama berdasarkan inisial varietas tetua yang
digunakan. BMIP memiliki arti F1 dari persilangan Bio110/Markuti yang
merupakan tetua betina dengan F1 dari persilangan IR54/Parekaligolara yang
16
merupakan tetua jantan. IPBM memiliki arti F1 dari persilangan IR54/
Parekaligolara yang merupakan tetua betina dengan F1 dari persilangan Bio110/
Markuti yang merupakan tetua jantan. Nomor kode setelah tanda hubung pertama
menunjukkan nomor kalus. Nomor kode setelah tanda hubung kedua
menunjukkan nomor seleksi pada tanaman hijau, dan nomor kode setelah tanda
hubung ketiga dan selanjutnya menunjukkan tahap seleksi tanaman yang telah
dilakukan berdasarkan penampilan agronomi.
Keragaman fenotip karakter bronzing daun pada galur-galur yang ditanam
dilapang ditunjukkan dengan adanya 6 kelompok (Tabel 7) yang terdiri dari: 1)
kelompok dengan skor 1 yang hanya terdiri dari mahsuri yang sangat toleran; 2)
kelompok dengan skor 2 (4 galur) yang bersifat toleran; 3) kelompok dengan skor
3 (10 galur) yang bersifat toleran; 4) kelompok dengan skor 4 (14 galur) yang
bersifat moderat; 5) kelompok dengan skor 5 (21 galur) yang bersifat moderat;
dan 6) kelompok dengan skor yang hanya terdiri dari IR64 yang bersifat sangat
peka.
Tabel 7 Kelompok galur-galur uji berdasarkan skor bronzing daun pada
pengujian lapang
Skor Rataan
Bronzing Daun
1
2
3
4
5
9
Nama Galur
Jumlah
Mahsuri
BMIP 24, BMIP 25, MARKUTI, IR54
BMIP 1, BMIP 19, BMIP 20, BMIP 26, BMIP 30, BMIP
46, BMIP 48, BMIP 4, BMIP 50
BMIP 2, BMIP 3, BMIP 14, BMIP 15, BMIP 21, BMIP
27, BMIP 31, BMIP 32, BMIP 33, BMIP 3, BMIP 40,
BMIP 41, BIO 110, Parekaligolara
BMIP 4, BMIP5, BMIP 6, BMIP 7, BMIP 8, BMIP 9,
BMIP 10, BMIP 11, BMIP 12, BMIP 13, BMIP 16,
BMIP 17, BMIP 18, BMIP 22, BMIP 23, BMIP 28,
BMIP 29, BMIP 42, BMIP 43, BMIP 44, BMIP 4
IR54
1
4
10
Jumlah
14
21
1
51
Variasi fenotipe karakter bronzing daun pada galur-galur yang diuji
dilapang disebabkan oleh perbedaan toleransi terhadap cekaman Fe. Keracunan Fe
menyebabkan daun tanaman memiliki bercak coklat, orange, ungu yang menyebar
dari pinggir hingga ke pangkal daun (Sayam et al. 2007). Pada galur dengan
toleransi yang tinggi, tingkat bronzing daun terlihat rendah. Daun tanaman toleran
memiliki mekanisme pengeluaran enzim detoksifikasi pada simplas saat kondisi
ion Fe2+ berlebih (Becker & Asch 2005), sedangkan tanaman yang sensitif
terhadap keracunan Fe tidak memiliki strategi detoksifikasi tersebut sehingga
tanaman akan terlihat bronzing saat kondisi Fe2+ melimpah pada jaringan daun
(Noor et al. 2012).
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka STS
Sifat toleransi terhadap cekaman Fe di lapang disebabkan oleh keberadaan
gen-gen yang berperan dalam pembentukan sifat tersebut. Gen tersebut antara lain
17
adalah OsIRT, OsFRO, dan OsNAS. Keberadaan gen-gen tersebut pada populasi
padi haploid ganda dapat dideteksi menggunakan marka STS.
Evaluasi genotipe menggunakan marka STS diawali dengan dilakukannya
survei primer. Pada penelitian ini 16 primer digunakan untuk mengamplifikasi
fragmen penanda gen pada populasi padi haploid ganda yang diuji. Hasil
amplifikasi PCR menunjukkan 7 primer dapat digunakan untuk amplifikasi
fragmen DNA, 2 primer menunjukkan hasil pita yang kurang spesifik, dan 10
primer lainnya tidak dapat digunakan (Lampiran 1). Ketujuh prim
DENGAN KARAKTER BRONZING DAUN PADA POPULASI
PADI HAPLOID GANDA
LILI CHRISNAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Identifikasi marka
STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter Bronzing Daun pada Populasi
Padi Haploid Ganda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang dibiayai oleh dana DIPA
APBN BB Biogen, Bogor, dengan nomor kontrak 237221p62014. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Lili Chrisnawati
NIM G353130301
RINGKASAN
LILI CHRISNAWATI. Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan
Karakter Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda. Dibimbing oleh
MIFTAHUDIN dan DWINITA WIKAN UTAMI.
Keracunan Fe adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
produksi padi di lahan sawah. Penggunaan varietas toleran Fe merupakan salah
satu cara yang paling efisien untuk menyelesaikan masalah tersebut. Program
pemuliaan varietas toleran Fe dapat dikombinasikan dengan pendekatan kultur
antera untuk memproduksi galur padi haploid ganda agar lebih efisien. Untuk
membantu seleksi genotipe toleran dalam program pemuliaan tersebut, identifikasi
marka molekuler menjadi sangat penting. Identifikasi marka molekuler yang
berasosiasi dengan karakter toleran Fe penting dalam pengembangan marka untuk
kegiatan marker-assisted selection (MAS). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
pengujian fenotipe pada galur uji di lapang berkadar Fe tinggi serta
membandingkannya dengan analisis molekuler.
Pada penelitian ini analisis molekuler menggunakan marka STS dan SNP.
Marka STS digunakan untuk mengidentifikasi gen-gen target terkait karakter
toleran Fe dan marka SNP digunakan untuk mencari alel-alel potensial terkait
karakter toleran Fe yang tersebar di seluruh kromosom padi. Tingkat toleransi
tersebut dilihat dari skor bronzing daun. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
marka STS dan SNP yang berasosiasi dengan karakter bronzing daun pada
populasi padi haploid ganda.
Empat puluh lima galur haploid ganda yang berasal dari persilangan
resiprok antara IR54/Parekaligolara//Bio110/Markuti dianalisis menggunakan penanda gen; yaitu OsIRT1, OsIRT2, AtIRT1, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, dan
OsFRO2 menggunakan analisis PCR. Analisis SNP menggunakan 384 SNP yang
tersebar pada 12 kromosom padi. Evaluasi fenotip dilakukan dengan menanam
padi pada lahan berkadar Fe 750 ppm di KP Taman Bogo, Lampung.
Pengamatan respon fenotipe di lapangan menunjukkan bahwa baik galur
tetua maupun galur haploid ganda memiliki variasi dalam tingkat toleransi
keracunan Fe yang dilihat dari skor bronzing daun. Hasil evaluasi fenotipe pada
galur haploid ganda menunjukkan bahwa 12 galur toleran keracunan Fe dan 33
galur menunjukkan respon medium toleran.
Evaluasi genotipe menggunakan marka STS menunjukkan DNA yang
polimorfik. Amplifikasi DNA dengan PCR menunjukkan ukuran pita DNA yang
berbeda antara tanaman yang toleran (Mahsuri) dan tanaman sensitif (IR64).
Asosiasi antara marka STS dengan respon fenotipe menunjukkan ada 3 marka
berasosiasi dengan respon bronzing daun (P_value> 0.05). Marka tersebut adalah
OsIRT1, OsIRT2, dan OsFRO2. Evaluasi genotipe menggunakan Iscan pada 384
SNP menunjukkan bahwa masih terdapat alel heterozigot pada galur haploid
ganda. Marka SNP yang berasosiasi dengan bronzing daun adalah TBGI204006,
TBGI310247, id9006377, Dan id10000498.
Keywords: padi,MAS, Teleransi Fe, Marka Molekuler
SUMMARY
LILI CHRISNAWATI. Identification of STS and SNP Marker Associated with
Leaf Bronzing on Double Haploid Population. Supervised by MIFTAHUDIN and
DWINITA WIKAN UTAMI.
Iron (Fe) toxicity is one of the limiting factors for rice growth and
production in paddy fields. The use of Fe tolerant varieties is one of the most
efficient way to solve this problems. Breeding programs to obtain tolerant
varieties can be combined with anthera culture technique to produce double
haploid lines. To help the selection of tolerant genotypes in the breeding program,
identification of molecular markers associated with Fe tolerance is very important
to develop marker-assisted selection (MAS) to obtain tolerant lines. This can be
done by phenotypic testing of rice population in the field with high Fe levels and
then with molecular analysis.
In this study, molecular markers association analysis with leaf bronzing trait
in rice was carried out using STS and SNP markers. STS was used to identify the
target genes related to the Fe tolerance trait and SNP was used to identify the
potential alleles associated with Fe tolerance trait. Bronzing score was observed as
Fe tolerance parameters. This study aimed to identify STS and SNP markers
associated with leaf bronzing in double haploid rice population.
Forty-five double haploid lines derived from reciprocal crossing between
IR54/Parekaligolara//Bio110/Markuti were PCR based analyzed using gene
markers; i.e.OsIRT1, OsIRT2, AtIRT1, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, and OsFRO2.
SNP analysis used 384 SNP-plex markers distributed on 12 rice chromosomes.
Phenotypic evaluation was done by planting rice population at 750 ppm Fe levels
in Taman Bogo experimental station, Lampung.
The phenotypic response of double haploid rice lines in the field showed
that both parental and double haploid lines have variations in Fe toxicity
tolerance. There were 12 double haploid lines tolerant to Fe toxicity and 33 lines
showed medium tolerant.
Genotypic evaluation using STS markers showed polymorphic DNA
between Fe tolerant plant (Mahsuri) and sensitive plant (IR64). PCR amplification
showed different DNA band size between Mahsuri and IR64. The association
between STS markers with leaf bronzing shows that there are 3 markers
associated with leaf bronzing (p_value> 0.05), i.e. OsIRT1, OsIRT2, and OsFRO2.
Genotypic evaluation of 384 SNPs using Iscan showed that there are four SNP
markers associated with leaf bronzing, i.e.TBGI204006, TBGI310247,
id9006377, and id10000498.
Key words: rice, MAS, Fe tolerance, Molecular Marker.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI MARKA STSDAN SNP YANG BERASOSIASI
DENGAN KARAKTER BRONZING DAUN PADA POPULASI
PADI HAPLOID GANDA
LILI CHRISNAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji luar pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis : Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter
Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda
Nama
: Lili Chrisnawati
NIM
: G353130301
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Miftahudin, M.Si
Ketua
Dr Dwinita Wikan Utami
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr
Tanggal Ujian: 30 Desember 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
merupakan bagian dari penelitian besar yang bertajuk Pembentukan Galur Padi
Toleran Fe yang didanai oleh APBN BB Biogen dengan kode DIPA:
237221p62014. Penulis menjadi bagian dari penelitian tersebut dengan judul
penelitian Identifikasi marka STS dan SNP yang Berasosiasi dengan Karakter
Bronzing Daun pada Populasi Padi Haploid Ganda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kepada ayah, ibu (Alllahu yarham),
serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir Miftahudin, M.Si dan Dr. Dwinita Wikan
Utami atas bimbingannya dalam menyelesaikan tesis ini. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pemberian
beasiswa pendidikan BPPDN kepada penulis.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Siti Yuriyah S.Si, Ida
Rosdianti S.Si, Bapak Yana Suryana, Siti Nurani S.T.P, serta segenap keluarga
besar BB BIOGEN yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian. Terimakasih juga kepada teman-teman di program studi Biologi
Tumbuhan pascasarjana IPB atas semangat kebersamaan dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016
Lili Chrisnawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
3
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan Penelitian
Penanaman Galur Uji
Analisis Fenotipe
Analisis Genotipe
Analisis Data
8
8
8
9
10
11
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Fenotipe terhadap Keracunan Fe di Lapang
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka STS
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka SNP
Asosiasi Marka STS dengan Karakter Bronzing Daun
Asosiasi Marka SNP dengan Karakter Bronzing Daun
Pendugaan Mekanisme Toleransi Fe Pada Padi
14
14
16
19
19
21
26
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
1. Galur padi haploid ganda yang akan diidentifikasi toleransinya
terhadap keracunan Fe
2. Primer STS yang digunakan dalam analisis molekuler
3. Skor bronzing Fe yang digunakan dalam pengamatan fenotipe
4. Pengujian nilai tengah dengan tingkat kepercayaan 95%
5. Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur tetua
6. Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur
haploid ganda
7. Kelompok galur-galur uji berdasarkan skor bronzing daun pada
pengujian lapang
8. Nilai p value asosiasi marka STS dengan karakter bronzing daun
9. Marka SNP terpilih yang berada pada lokus gen yang berperan
dalam toleransi keracunan Fe
8
9
11
14
14
15
16
19
22
DAFTAR GAMBAR
1. Skema perakitan galur BMIP/IPBM sebagai galur toleran Fe
2. Skema penanaman galur uji di lapang menggunakan metode stripe
check
3. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT1 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
4. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT2 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
5. Hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer OsIRT2 pada
varietas padi Mahsuri (kontrol toleran), IR64 (kontrol peka), 4 galur
tetua (B=BIO110, M=Markuti, I=IR54, P=Parekaligolara), dan galur
haploid ganda
6. Perbandingan panjang akar Mahsuri (kontrol toleran), Markuti, dan
IR64 (kontrol sensitif).
7. Adaptasi tanaman bergantung ROS
8. Mekanisme detoksifikasi ROS akibat stres oksidatif Fe secara
enzimatik oleh SOD (Superoksida dismutase), Katalase dan POD
(Peroksidase)
9. Motif Zn-Finger pada domain DNA binding protein
10. Mekanisme ubiqunation dalam mengaktifkan degradasi oleh
proteosome
11. Mekanisme akuisisi, mobilisasi, dan transportasi Fe pada kondisi
tercekam Fe 26
12. Mekanisme regulasi sebagai respon dari kadar Fe berlebih
4
10
17
18
18
23
23
24
25
25
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil survei primer yang digunakan dalam analisis genotipe menggunakan marka STS
2. Nilai P value SNP terpilih
3. SNP dengan genotipe heterozigot
4. Posisi SNP pada lokus gen berdasarkan RAP dan TIGR
35
36
37
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keracunan Fe adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
produksi padi di lahan sawah. Gejala keracunan dapat diamati pada tahap perkembangan awal. Kehilangan hasil panen akibat keracunan Fe dapat berkisar antara
30-70%, namun apabila terjadi keracunan yang parah pada tahap pembibitan,
gagal panen tidak dapat dihindari (Becker & Asch 2005).
Keracunan Fe dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, yaitu perbedaan
landscape dan jenis tanah serta konsentrasi Fe yang tinggi pada lahan (Wu et al.
2014). Di Indonesia, keracunan Fe biasanya terjadi di daerah rawa pasang surut,
podsolik merah kuning, daerah rendah dengan drainase buruk, dan daerah bukaan
baru yang tersebar di kepulauan Indonesia (Ismunadji 1990).
Padi yang mengalami keracunan Fe pada umumnya memiliki gejala adanya
bercak coklat keunguan pada daun yang kemudian diikuti dengan pengeringan
(Peng & Yamauchi 1993). Menurut Sayam et al. (2007) gejala keracunan Fe pada
tanaman padi terlihat dari bercak-bercak kecil berwarna coklat (bronzing) pada
daun yang berkembang dari pinggir daun kemudian menyebar ke pangkal dan
berubah warna menjadi coklat, ungu, kuning atau oranye, lalu mati. Pertumbuhan
dan pembentukan anakan terhambat, sistem perakarannya jarang atau sedikit,
kasar, dan berwarna coklat gelap atau membusuk. Solusi yang berkelanjutan
diperlukan dalam menanggulangi masalah tersebut. Salah satu pendekatan untuk
mengurangi tingkat cekaman Fe adalah penggunaan genotipe toleran.
Varietas padi toleran Fe dapat dirakit melalui teknik kultur antera untuk
menghasilkan individu haploid ganda. Teknik tersebut dianggap efisien dalam
perakitan varietas unggul karena dapat mempercepat pembentukan galur murni
(Mandal et al. 2004). Galur BMIP merupakan galur murni hasil kultur antera generasi F1 pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti yang telah dirakit oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN). Tetua BMIP
tersebut memiliki beberapa sifat unggul, yaitu: Bio110 tahan terhadap penyakit
blas; IR54 toleran terhadap defisiensi fosfat dan tahan terhadap penyakit blas;
Parekaligolara tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri; dan Markuti tahan
terhadap keracunan Fe.
Mekanisme penyerapan Fe dari tanah diklasifikasikan dalam dua strategi:
Strategi I pada tanaman non-Graminae and Strategi II pada tanaman Graminae
(Ishimaru et al. 2006). Respon pada strategi I adalah reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
pada permukaan akar serta penyerapan Fe2+ melewati plasma membran. Gen yang
terlibat dalam strategi I adalah ferric-chelate reductase oxidase (FRO2) (Robinson
et al. 1999) dan iron-regulated transporter (IRT1) (Eide et al. 1996). Respon
strategi II bergantung pada biosintesis dan sekresi MA (Mugenic acid). MA
disintesis melalui jalur S-adenosyl-L-metionin. Jalur ini mencakup tiga reaksi
enzimatik berurutan yang dimediasi oleh nicotianamine synthase (NAS),
aminotransferase nicotianamine (NAAT), dan deoxymugineic acid synthase
(DMAS) (Bashir et al 2006; Higuchi et al. 1999; Takahashi et al. 1999). Padi,
2
meskipun merupakan tanaman Strategi II, memiliki transporter Fe, yaitu OsIRT1
dan OsFRO (Ishimaru et al. 2006)
Mekanisme tanaman toleran terhadap cekaman Fe melibatkan peranan
beberapa gen. Secara garis besar gen-gen ini berperan terutama dalam menjaga
homeostasis tanaman saat kondisi Fe berlebih. Gen-gen yang diduga terlibat
dalam homeostasis Fe berperan dalam proses: (1) akuisisi dan mobilisasi; (2)
transportasi; (3) mekanisme regulasi sebagai respon terhadap kadar Fe (Finatto et
al. 2015). Gen yang terlibat dalam proses akuisisi dan mobilisasi di antaranya
adalah OsFRO2 yang diup-regulasi ketika Fe berlebih (Finatto et al. 2015).
Selanjutnya terdapat OsNAS yang berperan dalam transportasi jarak jauh (Inoue
et al. 2003), sedangkan mekanisme regulasi untuk menjaga homeostasis
ditunjukkan oleh OsIRT1 (Banerjee & Chandel 2011).
Sejak diketahui bahwa toleransi keracunan Fe merupakan sifat kompleks
yang dikendalikan oleh banyak gen, pemetaan Quantitative trait locus (QTL)
yang dikombinasikan dengan marker-assisted selection (MAS) muncul sebagai
pendekatan yang efektif dalam seleksi genotipe toleran (Mackill et al. 1999).
Identifikasi marka molekuler yang berasosiasi dengan sifat toleransi Fe penting
dalam pengembangan marka untuk kegiatan marker-assisted selection (MAS).
Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan data pengujian fenotipe pada
galur uji yang ditanam di lapang berkadar Fe tinggi dengan data hasil analisis
marka molekuler. Pada penelitian ini analisis molekuler diuji menggunakan marka
STS (Sequence Tagged Site) yang didisain berdasarkan gen target yang diketahui
berperan dalam toleransi Fe dan marka SNP (Single Nucleotide Polymorphism)
untuk mencari alel-alel potensial terkait sifat toleransi yang tersebar di seluruh
kromosom padi. Selain itu, dalam kegiatan MAS, identifikasi marka STS dan SNP
penting dalam seleksi genotipe berbasis Foreground dan Background. Marka STS
biasanya digunakan untuk mendapatkan lokus gen target yang berasal dari tetua
donor toleran Fe pada seleksi Foreground, sedangkan marka SNP sangat baik
digunakan untuk melihat latar belakang genetik yang sama dengan galur elit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi marka Sequence Tagged Site
(STS) dan Single Nucleotide Polymorphism (SNP) yang berasosiasi dengan
karakter toleransi keracunan Fe pada populasi padi haploid ganda.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi merupakan tanaman rumput annual dengan tinggi tanaman
beragam. Sebagian besar varietas komersial memiliki tinggi 1-2 m (Chang &
Bardenas 1965). Perakaran tergolong serabut dengan dua jenis akar. Akar seminal
berkembang dari akar primer (radikula). Apabila terjadi gangguan fisik terhadap
akar primer, maka pertumbuhan akar-akar seminal akan dipercepat. Akar seminal
selanjutnya digantikan oleh akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah
batang. (Maharim & Suhartatik 2009). Batang terdiri dari serangkaian nodus dan
internodus. Pada wilayah nodus muncul satu daun dan satu tunas (anakan). Daun
tumbuh pada batang dengan susunan berselang-seling. Tiap daun terdiri atas helai
daun, pelepah daun, telinga daun (auricle), dan lidah daun (ligule) (Chang &
Bardenas 1965). Daun teratas disebut daun bendera dengan posisi dan ukuran
yang tampak berbeda dengan daun yang lain. Bunga padi secara keseluruhan
disebut sebagai malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yang terdiri
dari tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa
organ lainnya yang bersifat inferior (Siregar 1981).
Perakitan Padi Haploid Ganda Toleran Fe
Salah satu usaha untuk mempercepat perakitan varietas unggul pada
pemuliaan tanaman padi adalah penerapan teknik kultur antera. Teknik tersebut
dianggap efisien dalam perakitan varietas unggul karena dapat mempercepat
pembentukan galur murni (Mandal et al. 2004). Kultur antera merupakan induksi
embriogenesis dari sel polen yang menghasilkan tanaman haploid. Kombinasi
karakter kedua tetua dimiliki oleh tanaman haploid, sehingga apabila terjadi
penggandaan kromosom selama kultur akan diperoleh tanaman-tanaman haploid
ganda yang bersifat homozigot. Pada populasi haploid ganda, jumlah individu
yang dibutuhkan sebagai bahan seleksi untuk mendapatkan rekombinasi gen yang
diinginkan akan jauh berkurang jika diperoleh dari populasi bersegregasi hasil
persilangan konvensional (Sasmita 2007).
Perakitan padi toleran Fe melalui teknik kultur antera telah dilakukan oleh
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB BIOGEN). Salah satu galur hasil kultur antera tersebut adalah galur
BMIP/IPMB. Galur BMIP/IPMB merupakan galur murni hasil kultur antera
generasi F1 pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti. Tetua BMIP tersebut memiliki beberapa sifat unggul, yaitu: Bio110
tahan terhadap penyakit blas; IR54 toleran terhadap defisiensi fosfat dan tahan
terhadap penyakit blas; Parekaligolara tahan terhadap penyakit hawar daun
bakteri; dan Markuti tahan terhadap keracunan Fe (Gambar 1).
4
Gambar 1
Skema perakitan galur BMIP/IPBM sebagai galur toleran Fe. Galur
BMIP/IPBM merupakan galur murni hasil kultur antera generasi F1
pada persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara dan Bio110/
Markuti. Markuti merupakan tetua donor toleran Fe.
Keracunan Fe
Fe merupakan unsur hara bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil, berfungsi sebagai aktivator sistem enzim, proses sintesis klorofil, dan
oksidasi-reduksi dalam respirasi. Kekurangan Fe dapat mengganggu mekanisme
sintesis khlorofil dan bahan penyusun enzim-enzim serta protein tertentu (Brady
1974). Konsentrasi Fe dalam jaringan tanaman dinyatakan normal pada kisaran
100-200 ppm. Tanaman akan memperlihatkan gejala keracunan Fe bila terdapat
konsentrasi Fe2+ pada jaringan melebihi 300 mg/liter (Tanaka & Yoshida 1972).
Pada padi, keracunan Fe dapat diakibatkan dari penyerapan Fe2+ secara
berlebih dari dalam tanah dan umumnya terjadi pada daerah tergenang (Becker &
Asch 2005). Pada kondisi tanah tergenang, terjadi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
sehingga meningkatkan kelarutan Fe yang diikuti oleh naiknya pH tanah. Kondisi
tersebut dapat menekan dan menurunkan produksi padi (Amnal 2009). Kondisi
tersebut banyak ditemukan pada lahan sulfat masam. Lahan sulfat masam adalah
lahan yang mempunyai lapisan pirit yang belum teroksidasi (bahan sufisidik) atau
sudah teroksidasi (horizon sulfurik) pada kedalaman 0-5 cm dari permukaan.
Lahan sulfat masam tergolong lahan rawa pasang surut (Sopandie 2014).
Ponnamperuma (1972) menyatakan bahwa reduksi pada tanah sulfat masam muda
yang kaya koloid Fe akan menghasilkan kadar Fe2+ yang tinggi sehingga dapat
meracuni tanaman. Kondisi yang lebih berat apabila terjadi oksidasi pirit
(Sopandie 2014). Pirit dibentuk waktu lahan digenangi air yang masuk pada
musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak
berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, apabila teroksidasi, pirit berubah menjadi
zat Fe dan asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Oksidasi pirit
menghasilkan Fe3+ yang sukar larut bagi tanaman. .Terjadinya oksidasi pirit juga
akan memasamkan tanah hingga pH tanah turun sampai dibawah 3.0. (Hadi
2004).
5
Pada tingkat sel, reaksi yang melibatkan Fe dalam konsentrasi tinggi di
dalam sel dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Reaksi ini dapat menghasilkan
Reactive Oxigen Species (ROS), khususnya radikal hidroksil (OH°), melalui
Reaksi Fenton. banyak sekali reaksi intraseluler menggunakan molekul oksigen
sebagai penerima elektron memproduksi superoksida (O2-) atau hidrogen peroksida (H2O2). Spesies ini tidak berbahaya, tetapi mereka memberikan kontribusi pada
pembentukan oksigen reaktif, radikal hidroksil (OH°). Pembentukannya dikatalisis oleh Fe melalui reaksi Fenton (Hell & Stephan 2003).
Keracunan Fe menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar
terhambat, biomassa tanaman rendah, serta umur panen terlambat (Amnal 2009).
Kelebihan Fe pada akar padi dapat mengganggu beberapa proses metabolisme
termasuk jalur asam glikolat. Penambahan Fe pada media pertumbuhan dapat
menurunkan aktivitas nitrat reduktase pada daun. Kelebihan Fe juga menurunkan
sintesis protein (Mandal et al. 2004).
Kandidat Gen Terkait Toleran Keracunan Fe
NAS (Nichotinamine syntase)
Nicotianamine (NA) merupakan molekul yang banyak ditemukan pada
tanaman dan berperan sebagai chelator Fe serta bertindak sebagai prekusor utama
dalam biosintesis phytosiderophore (Zhou et al. 2013). Phytosiderophore akan
dipompa ke rhizosfer untuk mengikat Fe dan membawanya kembali ke dalam sel
melalui transporter tertentu (Romheld & Marschner 1986). Phytosiderophore
disintesis dari prekursor nicotianamine (NA) melalui modifikasi oleh
aminotransferase nicotianamine (NAAT) dan deoxymugineic acid shyntase
(DMAS) (Bashir et al. 2006; Higuchi et al. 1999; Takahashi et al. 1999). Nicotianamine sendiri disintesis dari tiga molekul S-adenosyl metionin melalui
aktivitas enzim nicotianamine synthase (NAS) (Zhou et al. 2013). Pada tanaman
yang kekurangan NA menunjukkan adanya klorosis pada daun muda. Penelitian
yang dilakukan oleh Barwick et al. (2005) menjelaskan bahwa nicotianamine tidak hanya terlibat dalam transportasi zat Fe pada kondisi terbatas, tetapi juga
dalam perlindungan terhadap tingginya tingkat Fe dengan cara mengikat mereka
sehingga dapat mengurangi toxisitas. Untuk mencegah terjadinya keracunan, Fe
yang telah diikat harus segera ditransportasi (Curie et al. 2009).
FRO (Ferro Chelate Reductase)
Meskipun Fe berlimpah dalam tanah, dalam kondisi aerobik Fe ditemukan
dalam bentuk teroksidasi dan tidak larut, yaitu Fe3+ (Guerinot & Yi 1994). Fe3+
direduksi menjadi Fe2+ oleh Fe Chelate Reductase (FRO) yang terikat pada
membran (Robinson et al. 1999). Gen FRO secara diferensial dinyatakan pada
tingkat jaringan, misalnya, FRO2 khusus untuk akar, sedangkan FRO6 dan FRO7
adalah khusus untuk tunas (Mukherje et al. 2006). Protein FRO terbukti
melokalisasi ke berbagai subkompartemen selular (Heazlewood et al. 2004). Oleh
karena itu, masing-masing famili FRO memiliki peran tertentu dalam organ yang
berbeda atau kompartemen subselular, menandakan bahwa berdasarkan reduksi
transportasi Fe tidak terbatas pada membran plasma akar.
6
IRT (Iron Regulate Transporter)
Pada kondisi tergenang, Fe2+ lebih banyak ditemukan dibandingkan Fe3+.
Padi mengambil Fe2+ dari lingkungan menggunakan iron transporter yang
diregulasi oleh IRT (Iron Regulated Transporter) (Barberon et al. 2011). Gen
IRT1 diekspresikan pada lapisan sel perifer akar melalui faktor transkripsi bHLH
Fe-Transcriptional Factor (FIT) (Colangelo 2004). Kelebihan zat Fe memicu
penurunan protein IRT1 dalam akar (Connolly et al. 2002). Meskipun mekanisme
molekuler yang mendasari postranskripsi tersebut belum jelas, namun pengaturan
IRT1 dusulkan dalam penjagaan homeostasis tingkat kestabilan protein oleh zat
Fe (Colangelo et al. 2004; Connolly et al. 2002).
Marka Molekular Single Nucleutide Polymorphisms (SNP)
Pemuliaan tanaman konvensional yang didasarkan pada fenotip memiliki
banyak kekurangan, di antaranya memberikan hasil yang tidak konsisten, terutama
apabila karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan (heritabilitas
rendah) dibandingkan faktor genetik, serta membutuhkan waktu yang cukup lama
dalam pembentukan satu galur baru (Bennet 1993). Seleksi yang akurat terhadap
suatu karakter yang diinginkan dari tanaman dapat dilakukan dengan mengidentifikasi gen yang mengendalikan karakter tersebut (Nuraida 2012).
Pada penelitian ini marka molekular yang digunakan adalah SNP. Single
Nucleotide Polymorphisms (SNPs) adalah perbedaan satu basa pada urutan
nukleotida tertentu yang muncul secara signifikan (lebih dari 1%) pada populasi
(Ke et al. 2008). Polimorfisme tersebut dapat muncul pada daerah ekson maupun
intron dengan frekuensi 1/100 basa hingga 1/300 basa (Human Genome Project
Information 2011). SNPs yang muncul di daerah ekson dapat mempengaruhi
protein yang disandi oleh gen sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik
protein yang disandinya. Perubahan karakteristik ini dilaporkan berkaitan dengan
berbagai penyakit. Dalam pemetaan asosiasi, SNP telah banyak digunakan dalam
mengidentifikasi alel yang berasosiasi dengan suatu penyakit pada manusia dan
tanaman. (Kruglyak 2008).
SNP pada Padi
Penelitian mengenai SNP pada padi berkembang dengan sangat pesat
setelah sekuen genom padi diketahui. Informasi mengenai variasi SNP dalam
genom padi telah banyak tersedia dalam database genom padi yang dibangun oleh
konsorsium SNP padi international. Tujuan dari konsorsium tersebut, yaitu; a)
program penemuan SNP dan pengembangan database SNP; b) sebagai sarana
informasi untuk kebutuhan desain platform SNP genotyping dan sebagai alat
analisis; c) sebagai data koleksi genotype dari berbagai macam aksesi plasma
nutfah padi; d) pengembangan database yang dapat diakses oleh publik yang
berisi tentang keberagaman genom padi liar dan padi budi daya (www.ricesnp.
org)
Dua subspesies padi, yaitu indica dan japonica, banyak mendapat perhatian
dalam upaya penemuan SNP pada genom padi. Dua subspesies padi tersebut
7
diidentifikasi memiliki 408.898 kandidat variasi DNA berupa SNP/INDELs
(Small insertions and deletions) (Feltus et al. 2004). Saat ini, banyak proyek
sekunsing ulang genom padi yang dilakukan guna menemukan variasi SNP.
Hingga saat ini proyek tersebut berhasil menemukan jutaan variasi SNP (Chen et
al. 2014).
Teknologi high throughput genotyping juga berperan besar dalam upaya
penemuan SNP. Teknologi tersebut banyak digunakan dalam proyek Genome
Wide Association Selection (GWAS) serta pada studi asosiasi fenotipe dan
genotipe (McCouch et al. 2010; Tung et al. 2010). Guna mendukung studi
asosiasi fenotipe dan genotype, lebih dari 800 gen yang terkait dengan produksi,
kualitas bulir, ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik, serta terhadap
kekurangan nutrien, telah di klon (Chen et al. 2013). Database genom padi yang
lengkap menjadi keuntungan tersendiri bagi peneliti untuk memprediksi apakah
SNP berada dalam gen yang diharapkan dan apakah SNP tersebut menyebabkan
perubahan fungsional dalam produk protein sebagai hasil dari perubahan ekspresi
gen (Ondov et al. 2008).
8
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 hingga Februari 2015 di
Laboratorium Bioteknologi dan Molekuler, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor.
Bahan Penelitian
Material genetik yang digunakan adalah empat puluh lima galur padi
haploid ganda yang berasal dari persilangan resiprok antara IR54/Parekaligolara
dan Bio 110/Markuti, empat galur padi yang merupakan tetua persilangan, yaitu :
galur Bio 110, Markuti, IR54, dan Parekaligolara, serta dua tanaman kontrol, yaitu
Mahsuri sebagai kontrol tanaman toleran terhadap keracunan Fe dan IR64 sebagai
kontrol tanaman peka terhadap keracunan Fe (Tabel 1).
Identifikasi gen toleransi keracunan Fe pada galur-galur yang diuji di
lakukan dengan menggunakan marka molekuler. Identifikasi gen OsIRT1,
OsIRT2, OsNAS1, OsNAS2, OsNAS3, dan OsFRO2 dengan menggunakan marka
molekuler STS (Sequence-Tagged Sites) (Tabel 2) . Selain itu, pada penelitian ini
juga digunakan 384 marka SNP (Single Nucleutide Polymorphisme) yang tersebar
pada dua belas kromosom padi.
Tabel 1 Galur padi haploid ganda yang akan diidentifikasi toleransinya terhadap keracunan Fe
Galur
BMIP1
BMIP2
BMIP3
BMIP4
BMIP5
BMIP6
BMIP7
BMIP8
BMIP9
BMIP10
BMIP11
BMIP12
BMIP13
BMIP14
BMIP15
BMIP16
BMIP17
BMIP18
BMIP19
BMIP20
BMIP21
BMIP22
BMIP23
BMIP24
BMIP25
BMIP26
ID
BMIP-46-4-1
IPBM-2-3-2
IPBM-32-1-2-1-1
IPBM-32-1-2-1-2
IPBM-32-1-2-1-3
IPBM-32-1-2-1-4
IPBM-32-1-2-2-1
IPBM-32-1-2-2-2
IPBM-32-1-2-2-3
IPBM-32-1-2-2-4
IPBM-32-1-2-3-1
IPBM-32-1-2-3-2
IPBM-32-1-2-3-3
IPBM-32-1-2-3-4
IPBM -32-1-2-3-5
IPBM -32-1-2-3-6
IPBM -32-1-3-1
IPBM -32-1-3-2
IPBM -32-1-3-3
BMIP -15-4-2-1
BMIP -17-1-4-1
BMIP -18-4-4-1
BMIP -18-4-4-2
BMIP -20-4-2-1
BMIP -24-4-3-1
BMIP -20-4-3-2
Galur
BMIP27
BMIP28
BMIP29
BMIP30
BMIP31
BMIP32
BMIP33
BMIP39
BMIP40
BMIP41
BMIP42
BMIP43
BMIP44
BMIP45
BMIP46
BMIP47
BMIP48
BMIP49
BMIP50
Bio 110
IR 54
Pare Kaligora
Markuti
IR 64
Mahsuri
ID
BMIP -24-1-2-1
BMIP -24-1-4-1
BMIP -24-1-4-2
BMIP -40-2-1-1
BMIP -40-2-1-2
BMIP -44-4-3-1
BMIP -44-4-3-2
IPBM-32-2-1-1-2
IPBM-32-2-1-1-3
IPBM-32-2-1-1-4
BMIP -24-1-1-1-1
BMIP -24-1-1-1-2
BMIP -24-1-1-1-3
BMIP -24-1-1-1-4
IPBM-30-1-3-1-1
IPBM-30-1-3-1-2
IPBM-30-1-3-1-3
IPBM-30-1-3-1-4
IPBM-30-1-3-1-5
-
9
Tabel 2 Primer STS yang digunakan dalam analisis molekuler
Gene
Forward
Reverse
5’CGTCTTCTTCTTCTCCACCACGAC 3’
5’GCAGCTGATGATCGAGTCTGACC 3’
5'ACGGATGGCAAAAGCTCTTT 3'
5'TGGGACACGAATTAGAAGATGC 3'
5'AGCATTGTCTAAGCATCCGA 3'
5'TCGGATGCTTAGACAATGCT 3'
5'TACAGGACCCTCACCCGTAT 3'
5'TTAATACGGGTGAGGGTCCT 3'
5’TCTTCCACCCTGAGCAGCTC 3’
5’AACCTTGGAGACCAGTGCAG 3’
5'CTGGACAGGGGTTATTGCCT 3'
5'GGATGATGGATGATACAGGTACA 3'
5'GTAGCAGACCAGAGAGCCTC 3'
5'GAGGCTCTCTGGTCTGCTAC 3'
5’GGGGTTAATGGTACTCGTGG 3’
5’AGACATGAAATGAAAAGAGCAGTT 3’
5'TCCCTTGCATCATATACTCCGT 3'
5'CGGAGTATATGATGCAAGGGA 3'
5'CTTCTTGGACGCCTGGAAC 3'
5'CCAAGAAGGCCTAGACACGA 3'
AtNAS2
5’ GCCAGATCGGACGGTAT 3’
5’CTCGATCAAATTCTTCTCCATAC 3’
OsNAS1
5’GTCTAACAGCCGGACGATCGAAAGG 3’
5’TTTCTCACTGTCATACACAGATGGC 3’
OsNAS2
5’TGAGTGCGTGCATAGTAATCCTGGC 3’
5’CAGACGGTCACAAACACCTCTTGC 3’
OsNAS3
5’GACTGCTTCCATCGCTTGCTACCTC 3’
5’CGCAACAGAGACAATGGTTGATTGT 3’
5'ACCTCGCAACAGTCAAAGTT 3'
5'AACTTTGACTGTTGCGAGGT 3'
5'CTTCATGCTCGATCGCTTCC 3'
5'ATGAGGCCGAGATGATGTCC 3'
5'TCTTCGTTCAGGTGAGGGAG 3'
5'CTCCCTCACCTGAACGAAGA 3'
5'TACGGGCATGAATCGCCATA 3'
5'TCAGTGATGATGCCCCTCAG 3'
5'TTGGTGATTTGGTGCCGATG 3'
5'CATCGGCACCAAATCACCAA 3'
OsIRT1
OsIRT2
AtIRT1
AtNAS1
OsFRO
Penanaman Galur Uji
Populasi padi ditanam di Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur
pada lahan sawah berkadar Fe 750 ppm (Suryadi 2012) sesuai dengan standar
pengujian lapang untuk pengujian sifat toleran keracunan Fe yang dilakukan oleh
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Metode seleksi dilakukan dengan
stripe check, yaitu menempatkan galur uji pada baris yang berdampingan dalam
satu petak lahan, varietas kontrol toleran dan peka ditanam di sekeliling petak
lahan (Gambar 2). Galur diuji menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan dua ulangan, ukuran plot 1 m x 3 m. Bibit berumur 21-25 hari sejak semai
ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, tiga bibit per lubang tanam, ditanam
dalam barisan memanjang petak percobaan. Pupuk urea dengan dosis sebanyak
120 kg/ha diberikan tiga kali, masing-masing sepertiga dosis pada saat tanam,
pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST), dan umur tanaman 7
MST, sedangkan pupuk fosfat (SP36) sebanyak 60 kg/ha diberikan pada saat
tanam. Pupuk KCl tidak diberikan karena dapat mengurangi keracunan Fe dengan
memperkuat kemampuan akar mengoksidasi ion fero berlebih (Utami & Hanarida
2014).
10
Gambar 2 Skema penanaman galur uji di lapang menggunakan metode stripe check
Analisis Fenotip
Evaluasi fenotipe dilakukan dengan penapisan populasi padi menggunakan
skala bronzing IRRI untuk menguji toleransi terhadap keracunan Fe. Daun yang
mengalami bronzing diberikan skor berdasarkan Sistem Evaluasi Standar IRRI
(IRRI 2002). Skoring bronzing daun dilakukan pada dua ulangan pada masingmasing galur uji. Data bronzing daun dari kedua ulangan selanjutnya diuji
homogenitasnya dengan pengujian nilai tengah independent t-test pada taraf
kepercayaan 95%. Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah sebagai
berikut:
H0 = Tidak ada perbedaan rata-rata skor bronzing daun kedua ulangan
H1 = Terdapat perbedaan rata-rata skor bronzing daun kedua ulangan
Kriteria pengambilan keputusan adalah terima H0 jika -ttabel< thitung < ttabel. Jika
kedua ulangan homogen, skor bronzing masing-masing galur dari kedua ulangan
selanjutnya dihitung rataannya sehingga didapatkan nilai rata-rata bronzing daun
untuk tiap galur uji.
11
Tabel 3 Skor bronzing Fe yang digunakan dalam pengamatan fenotipe
Skor
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Persen Rusak Daun (%)
0
1-9
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
70-79
80-89
90-99
Keterangan
Sangat toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Peka
Peka
Peka
Sangat peka
Sangat peka
Analisis Genotipe
Isolasi DNA Total
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Doyle and Doyle
(1987) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.5 gram daun padi digunting
kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf berukuran 2 ml. Sebanyak 2
butir beads dimasukkan kedalam eppendorf, kemudian direndam selama 5 menit
dalam Nitrogen cair. Eppendorf selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin
tissuelyser selama 2 menit dengan frekuensi 25/detik. Sampel ditambah buffer
750 µl CTAB yang telah ditambahkan Natrium Bisulfit (0.38 gr Natrium Bisulfit
dalam 100 ml CTAB) dan diinkubasi pada suhu 60 oC selama 20 menit
(eppendorf dibolak-balik setiap 5 menit), selanjutnya sampel ditambah 750 µl CI
(Clorofrom: Isoamil-alkohol). Sampel kemudian disentrifugasi pada kecepatan
12.000 rpm selama 10 menit dalam mesin Beckman Microfuge 12.0 Supernatan
diambil sebanyak 500 µl dan ditambahkan 100 µl Na Asetat 3 M pH 5.2 serta
500µl isopropanol. Setelah dipresipitasi dalam freezer semalam, sampel
disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya
supernatan dibuang kemudian endapan ditambahkan 200 µl etanol 70% dan
disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit . Setelah
dikeringkan pellet ditambah 100 µl TE (Tris-HCl 40 mM pH 8.3, EDTA 1 MM)
dan 1.5 µl RNAse, Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama semalam.
Inaktivasi RNAse dengan inkubasi pada suhu 65 oC selama 15 menit.
Uji kualitas dan kuantitas DNA
Kualitas DNA diuji dengan elektroferesis pada gel agarose 0.8% dalam
larutan penyangga TAE 1x pada tegangan 100 volt selama 60 menit, kemudian
divisualisasi dengan menggunakan sinar UV (Biorad, USA). Kuantitas DNA
dihitung menggunakan Nano Drop 2000 spectrophotometer (Thermo Fisher
Scientific, USA) berdasarkan absorbansi cahaya pada panjang
260 nm.
Kemurnian DNA diketahui melalui perbandingan nilai absorbansi cahaya pada
12
260 nm dengan nilai absorbansi cahaya pada 280 nm (Å260/Å280). DNA yang
murni memiliki nilai perbandingan berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah 2011).
Pengenceran konsentrasi DNA
Hasil konsentrasi DNA yang telah dihitung menggunakan Nano Drop
spectrophotometer kemudian diencerkan hingga konsentrasi akhir 10 ng/µL untuk
proses amplifikasi PCR dan 55 ng/µL untuk proses genotyping menggunakan
mesin iScan illumina Golden Gate.
Uji genotipe menggunakan marka Sequence Tagged Site (STS)
Genotipe polimorfisme diidentifikasi menggunakan PCR dengan primer
yang didesain berdasarkan posisi gen target pada sekuen peta genetik
menggunakan Primer3. Amplifikasi menggunakan mesin PCR Tetrad-2 MJ PTC
240 dengan kondisi sebagai berikut: denaturasi awal selama 5 menit pada suhu 95
o
C selanjutnya diikuti dengan 35 siklus (95 oC selama 45 detik untuk denaturasi,
57oC selama 1 menit untuk penempelan primer, 72 oC selama 1 menit untuk
elongasi); kemudian diakhiri 7 menit pada 72 oC. Produk PCR dipisahkan pada
elektroforesis gel agarosa 2% dalam TAE 1x pada tegangan 50 Volt selama 60
menit, kemudian divisualisasi dengan sinar UV.
Uji genotipe menggunakan marka Single Nucleutide Polimorphism (SNP)
SNP dideteksi menggunakan teknologi Illumina BeadChip GoldenGate
Assay. Desain primer/probe diletakkan pada BeadChip yang didalamnya terdapat
2 micron bead sehingga dapat berhibridisasi dengan sampel DNA tanaman pada
saat annealing PCR.
Sebanyak 50 ng/ l DNA yang telah dinormalisasikan dengan 10 mM TrisHCl pH 8.0 dan 1 mMEDTA (TE) dimasukkan kedalam pelat SUD (Single-Use
DNA) yang telah ditambahkan 5 l MS1 reagent. Pelat SUD diinkubasi pada suhu
95 oC selama 30 menit untuk mengaktivasi sampel DNA. Selanjutnya ditambahkan 5 l PS1 reagent dan 15 l 2-propanol agar DNA mengendap dan
resuspensikan dengan RS1 (Retinoschisin 1) reagent. DNA sampel yang telah
terlabel biotin dimasukkan kedalam plat ASE (Allele-Specific Extension) yang
sebelumnya telah ditambahkan 10 l reagen OPA (Oligo Pool All) dan 30 l
reagen OB1 kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 2 jam. Pada proses ini
terjadi kombinasi antara sekuen target, reagen hibridisasi, dan partikel
paramagnetik yang ada pada pelat ASE sehingga siap dilakukan ligasi dan
ekstensi. Sisa oligonukleutida yang berlebih dicuci dengan 50 l reagen AM1 dan
50 l UB (Universal Wash Buffer) sehingga dihasilkan pellet murni. Selanjutnya
pellet ditambah 37 l reagen MEL (Mix for Extension and Ligation) untuk
diinkubasi pada suhu 45 oC selama 15 menit. Pada proses ini terjadi reaksi ligasi
dan ekstensi pada plat ASE.
Pellet yang terbentuk pada pelat ASE selanjutnya ditambahkan 50 l reagen
UB1 dan 35 l IP1 kemudian dipindahkan pada pelat PCR yang berisi reagen
MMP (Master Mix for PCR) illumina dan 64 l Taq DNA polimerase untuk
diamplifikasi. Reagen MMP illumina mengandung 3 primer universal; 2 primer
dilabel dengan fluorescent dye dan 1 primer dilabel biotinil. Primer dengan label
biotinil akan menangkap produk PCR dan mengelusi untai yang mengandung
sinyal fluorescent. Amplifikasi dilakukan dengan 34 siklus dengan tahapan;
13
denaturasi pada suhu 95 oC selama 3 menit, annealing pada suhu 56 oC selama 35
detik, ekstensi pada suhu 72 oC selama 10 menit, dan final ekstensi pada suhu 4 oC
selama 5 menit.
Produk PCR selanjutnya ditambahkan 20 l reagen MPB (3-(N-Maleimidopropionyil)-biocytin) dan dipindahkan pada pelat filter. Pelat filter diinkubasi
pada suhu ruang selama 1 jam agar untai yang terlabel biotinyl dapat terikat pada
partikel paramagnetic lalu merusak double strand. Untai DNA yang terlabel
fluorescent dye pada pelat filter yang telah ditambahkan 50 l reagen UB2 dan
30 l 0,1 N NaOH dielusikan pada pelat INT (Intermediate) yang sebelumnya
telah ditambahkan 30 l reagen MH1. 15 l DNA sampel pada pelat INT
selanjutnya akan dihibridisasikan dengan BeadChips di dalam sumur hibridisasi
yang berisi buffer CHB. Hibridisasi dilakukan dalam oven hibridisasi illumina
pada suhu 60 oC selama 30 menit selanjutnya dioven selama 16 jam pada suhu 45
o
C. BeadChips selanjutnya dikeluarkan dari sumur hibridisasi dan dicuci tiga kali
dengan reagen PB1 dan XC4. BeadChip selanjutnya akan dibaca oleh iScan
Illumina GoldenGate Assay (Illumina 2010)
Prinsip kerja yang digunakan oleh mesin ini adalah hibridisasi
oligonukleutida, ligasi, serta perpanjangan alel spesifik yang diikuti oleh
amplifikasi PCR universal. Beadchip selanjutnya dibaca oleh pembacaan neon
menggunakan pembaca iScan. GenomeStudio software dari Illumina digunakan
untuk mengelompokkan alel berdasarkan rasio intensitas sinyal cy3/cy5 yang
dihasilkan untuk menandai tiga kelas genotipe SNP.
Analisis Data
Tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Fe dikarakterisasi
berdasarkan tingkat bronzing daun (IRRI 1996). Pita tersebut selanjutnya dihitung
ukurannya dan dianalisis menggunakan program Tassel 2.0. Asosiasi antara
karakter toleransi keracunan Fe dengan marka STS dan SNP dianalisis
menggunakan program Tassel 2.0. Nilai p_value < 0.05 menunjukkan bahwa
terdapat asosiasi antara marka dan respon fenotipe (Bradburry et al. 2007).
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Fenotipe terhadap Keracunan Fe di Lapang
Hasil pengamatan respon tanaman padi terhadap cekaman Fe yang
dilakukan di lapang menunjukkan bahwa terdapat variasi tingkat toleransi
terhadap keracunan Fe. Tingkat toleransi tersebut dapat dilihat dari karakter
bronzing yang diperlihatkan melalui adanya kerusakan (bercak coklat) pada daun.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan keragaman dari kedua ulangan percobaan,
dilakukan pengujian nilai tengah terhadap rata-rata presentase kerusakan daun
(Tabel 4). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kedua ulangan tidak memiliki
perbedaan rata-rata skor bronzing daun yang signifikan (-ttabel (1.67303) < thitung (1.14) <
ttabel(1.67303)). Dengan demikian, skor bronzing daun dari kedua ulangan tersebut
selanjutnya diratakan sehingga diperoleh dataa rata-rata bronzing daun untuk tiap
galur uji (Tabel 6).
Tingkat toleransi berdasarkan skor bronzing daun biasa digunakan dalam
evaluasi fenotipik terhadap cekaman abiotik. Skor bronzing daun dinilai sebagai
fenotipik yang relevan pada kegiatan penapisan toleransi terhadap keracunan Fe
(Wu et al. 2014). Berdasarkan hasil pengamatan respon fenotipe tersebut
menunjukkan bahwa galur tetua memiliki variasi tingkat toleransi terhadap
keracunan Fe. Hasil menunjukkan bahwa gaur tetua yang toleran terhadap
keracunan Fe adalah galur Markuti dan IR54 (Tabel 5).
Tabel 4 Pengujian nilai tengah skor bronzing daun galur-galur padi yang diuji
dengan tingkat kepercayaan 95%
Keterangan
Jumlah
Rata-rata
St Dev
SE rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
51
51
36.4
33.6
12.8
11.5
1.8
1.6
Tabel 5 Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur tetua
Galur
Bio110
IR54
PareKaligora
Markuti
Rata-rata Persen Bronzing Daun
(%)
Skor
Bronzing
35
15
35
15
4
2
4
2
Keterangan
Moderat
Toleran
Moderat
Toleran
Variasi respon tanaman padi terhadap cekaman Fe juga ditunjukkan pada
pengujian lapang terhadap 45 galur haploid ganda (Tabel 6). Evaluasi fenotipe
menunjukkan 12 galur memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap keracunan
dan 33 galur medium toleran. Galur padi haploid ganda yang memiliki tingkat
toleransi cukup tinggi terhadap cekaman Fe adalah BMIP-46-4-1, IPBM-32-1-3-3,
BMIP-15-4-2-1, BMIP-20-4-2-1, BMIP-24-4-3-1, BMIP-20-4-3-2, BMIP-40-2-11, IPBM-30-1-3-1-1, IPBM-30-1-3-1-2, IPBM-30-1-3-1-3, IPBM-30-1-3-1-4,
IPBM-30-1-3-1-5.
15
Tabel 6 Skor bronzing daun pada pengujian lapang untuk galur-galur haploid ganda
Galur
BMIP1
BMIP2
BMIP3
BMIP4
BMIP5
BMIP6
BMIP7
BMIP8
BMIP9
BMIP10
BMIP11
BMIP12
BMIP13
BMIP14
BMIP15
BMIP16
BMIP17
BMIP18
BMIP19
BMIP20
BMIP21
BMIP22
BMIP23
BMIP24
BMIP25
BMIP26
BMIP27
BMIP28
BMIP29
BMIP30
BMIP31
BMIP32
BMIP33
BMIP39
BMIP40
BMIP41
BMIP42
BMIP43
BMIP44
BMIP45
BMIP46
BMIP47
BMIP48
BMIP49
BMIP50
ID
BMIP-46-4-1
IPBM-2-3-2
IPBM-32-1-2-1-1
IPBM-32-1-2-1-2
IPBM-32-1-2-1-3
IPBM-32-1-2-1-4
IPBM-32-1-2-2-1
IPBM-32-1-2-2-2
IPBM-32-1-2-2-3
IPBM-32-1-2-2-4
IPBM-32-1-2-3-1
IPBM-32-1-2-3-2
IPBM-32-1-2-3-3
IPBM-32-1-2-3-4
IPBM -32-1-2-3-5
IPBM -32-1-2-3-6
IPBM -32-1-3-1
IPBM -32-1-3-2
IPBM -32-1-3-3
BMIP -15-4-2-1
BMIP -17-1-4-1
BMIP -18-4-4-1
BMIP -18-4-4-2
BMIP -20-4-2-1
BMIP -24-4-3-1
BMIP -20-4-3-2
BMIP -24-1-2-1
BMIP -24-1-4-1
BMIP -24-1-4-2
BMIP -40-2-1-1
BMIP -40-2-1-2
BMIP -44-4-3-1
BMIP -44-4-3-2
IPBM-32-2-1-1-2
IPBM-32-2-1-1-3
IPBM-32-2-1-1-4
BMIP -24-1-1-1-1
BMIP -24-1-1-1-2
BMIP -24-1-1-1-3
BMIP -24-1-1-1-4
IPBM-30-1-3-1-1
IPBM-30-1-3-1-2
IPBM-30-1-3-1-3
IPBM-30-1-3-1-4
IPBM-30-1-3-1-5
% Kerusakan
Ulangan 1
3
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
3
5
5
1
1
3
3
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Ulangan 2
3
3
3
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
3
3
5
5
5
3
3
5
5
5
3
3
3
5
5
5
3
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Skor
Bronzing
3
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
5
5
5
3
3
4
5
5
2
2
3
4
5
5
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
3
3
3
3
3
Keterangan
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Galur haploid ganda diberi nama berdasarkan inisial varietas tetua yang
digunakan. BMIP memiliki arti F1 dari persilangan Bio110/Markuti yang
merupakan tetua betina dengan F1 dari persilangan IR54/Parekaligolara yang
16
merupakan tetua jantan. IPBM memiliki arti F1 dari persilangan IR54/
Parekaligolara yang merupakan tetua betina dengan F1 dari persilangan Bio110/
Markuti yang merupakan tetua jantan. Nomor kode setelah tanda hubung pertama
menunjukkan nomor kalus. Nomor kode setelah tanda hubung kedua
menunjukkan nomor seleksi pada tanaman hijau, dan nomor kode setelah tanda
hubung ketiga dan selanjutnya menunjukkan tahap seleksi tanaman yang telah
dilakukan berdasarkan penampilan agronomi.
Keragaman fenotip karakter bronzing daun pada galur-galur yang ditanam
dilapang ditunjukkan dengan adanya 6 kelompok (Tabel 7) yang terdiri dari: 1)
kelompok dengan skor 1 yang hanya terdiri dari mahsuri yang sangat toleran; 2)
kelompok dengan skor 2 (4 galur) yang bersifat toleran; 3) kelompok dengan skor
3 (10 galur) yang bersifat toleran; 4) kelompok dengan skor 4 (14 galur) yang
bersifat moderat; 5) kelompok dengan skor 5 (21 galur) yang bersifat moderat;
dan 6) kelompok dengan skor yang hanya terdiri dari IR64 yang bersifat sangat
peka.
Tabel 7 Kelompok galur-galur uji berdasarkan skor bronzing daun pada
pengujian lapang
Skor Rataan
Bronzing Daun
1
2
3
4
5
9
Nama Galur
Jumlah
Mahsuri
BMIP 24, BMIP 25, MARKUTI, IR54
BMIP 1, BMIP 19, BMIP 20, BMIP 26, BMIP 30, BMIP
46, BMIP 48, BMIP 4, BMIP 50
BMIP 2, BMIP 3, BMIP 14, BMIP 15, BMIP 21, BMIP
27, BMIP 31, BMIP 32, BMIP 33, BMIP 3, BMIP 40,
BMIP 41, BIO 110, Parekaligolara
BMIP 4, BMIP5, BMIP 6, BMIP 7, BMIP 8, BMIP 9,
BMIP 10, BMIP 11, BMIP 12, BMIP 13, BMIP 16,
BMIP 17, BMIP 18, BMIP 22, BMIP 23, BMIP 28,
BMIP 29, BMIP 42, BMIP 43, BMIP 44, BMIP 4
IR54
1
4
10
Jumlah
14
21
1
51
Variasi fenotipe karakter bronzing daun pada galur-galur yang diuji
dilapang disebabkan oleh perbedaan toleransi terhadap cekaman Fe. Keracunan Fe
menyebabkan daun tanaman memiliki bercak coklat, orange, ungu yang menyebar
dari pinggir hingga ke pangkal daun (Sayam et al. 2007). Pada galur dengan
toleransi yang tinggi, tingkat bronzing daun terlihat rendah. Daun tanaman toleran
memiliki mekanisme pengeluaran enzim detoksifikasi pada simplas saat kondisi
ion Fe2+ berlebih (Becker & Asch 2005), sedangkan tanaman yang sensitif
terhadap keracunan Fe tidak memiliki strategi detoksifikasi tersebut sehingga
tanaman akan terlihat bronzing saat kondisi Fe2+ melimpah pada jaringan daun
(Noor et al. 2012).
Evaluasi Genotipe Menggunakan Marka STS
Sifat toleransi terhadap cekaman Fe di lapang disebabkan oleh keberadaan
gen-gen yang berperan dalam pembentukan sifat tersebut. Gen tersebut antara lain
17
adalah OsIRT, OsFRO, dan OsNAS. Keberadaan gen-gen tersebut pada populasi
padi haploid ganda dapat dideteksi menggunakan marka STS.
Evaluasi genotipe menggunakan marka STS diawali dengan dilakukannya
survei primer. Pada penelitian ini 16 primer digunakan untuk mengamplifikasi
fragmen penanda gen pada populasi padi haploid ganda yang diuji. Hasil
amplifikasi PCR menunjukkan 7 primer dapat digunakan untuk amplifikasi
fragmen DNA, 2 primer menunjukkan hasil pita yang kurang spesifik, dan 10
primer lainnya tidak dapat digunakan (Lampiran 1). Ketujuh prim