Health Status of Eel (Anguilla sp.) from Natural and Temporary Rearing

STATUS KESEHATAN SIDAT (Anguilla sp.)
PADA PERAIRAN UMUM
DAN WADAH PEMELIHARAAN SEMENTARA

AGUNG CAHYO SETYAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Status Kesehatan Sidat
(Anguilla sp.) pada Perairan Umum dan Wadah Pemeliharaan Sementara adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Agung Cahyo Setyawan
NIM C151100041 

RINGKASAN
AGUNG CAHYO SETYAWAN. Status Kesehatan Sidat (Anguilla sp.) pada
Perairan Umum dan Wadah Pemeliharaan Sementara. Dibimbing oleh SUKENDA
dan SRI NURYATI.
Sidat (Anguilla sp.) merupakan sumberdaya perikanan yang memiliki nilai
ekonomis tinggi namun ketersediaannya terus menurun dalam dua dekade terakhir.
Keterbatasan penguasaan teknik pemijahan sebagai akibat belum diketahuinya jalur
migrasi dan karakteristik tempat pemijahan membuat kegiatan budidayanya
tergantung sepenuhnya pada benih hasil tangkapan. Kondisi ini menyebabkan
terjadi over fishing pada semua ukuran sidat baik benih yang bermigrasi ke hulu
sungai untuk berkembang menjadi dewasa, maupun ukuran dewasa yang beruaya
ke lautan dalam untuk memijah. Adanya pengaruh pencemaran lingkungan dan
infeksi patogen membuat stok sidat di alam semakin menurun. Oleh karena itu,
informasi status kesehatan organisme ini digunakan untuk menganalisis terjadinya

perubahan struktur populasi dan berbagai ancaman yang berkaitan dengan
pelestarian sumberdaya dan pengembangan budidayanya.
Status kesehatan merupakan informasi yang merangkum keadaan organisme
berkaitan dengan ancaman dari patogen, pencemaran lingkungan hingga
mekanisme interaksi antara mikroorganisme dengan organisme tersebut. Informasi
ini sangat bermanfaat terutama untuk mengetahui fitness individu dan populasi
untuk budidaya maupun di habitat aslinya. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan status kesehatan benih sidat yang baru ditangkap dan setelah
dipelihara selama 10 hari oleh pengepul dengan teknik sederhana sebelum
digunakan untuk budidaya. Informasi tersebut akan sangat berguna untuk
menentukan standar status kesehatan benih sidat yang dapat digunakan untuk
budidaya serta perbaikan metode pemeliharaan sementara agar kualitas benih tetap
terjaga.
Sampel diambil dari dua jalur migrasi utama sidat di Kabupaten Cilacap yaitu
sungai Donan dan sungai Serayu. Lokasi bendung gerak Serayu juga dipilih karena
bendungan ini telah menghambat migrasi sidat menuju ke daerah hulu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan sementara tidak secara nyata
mempengaruhi kondisi sidat secara umum (dilihat dari nilai faktor kondisi). Namun
terjadi beberapa perubahan pada kondisi eksternal sidat yaitu munculnya bercak
kemerahan pada kepala, badan, sirip dan ekor. Sebanyak empat jenis parasit dari

kelompok Nematoda dan Plathyhelminthes terdeteksi dalam penelitian ini yaitu:
Nematoda (Procamallanus sp. dan Anguillicola sp.) ditemukan menginfeksi organ
internal tubuh dan golongan Platyhelminthes (Dactylogyrus sp. dan Deropristis sp.)
ditemukan menginfeksi insang. Identifikasi Anguillicola sp. pada penelitian ini
merupakan laporan yang pertama kali dari perairan Indonesia.
Jenis bakteri yang teridentifikasi dari sampel sidat dalam penelitian ini adalah
Aeromonas hydrophylla, Pseudomonas luteola, Vibrio fluvialis, Aeromonas sobria
dan Aeromonas caviae. Bakteri dari genus Aeromonas merupakan jenis yang paling
banyak ditemukan dan mengindikasikan menjadi penyebab terjadinya perubahan
pada kondisi hematologi dan histologi. Menurunnya nilai hematokrit pada sampel
dari bendung gerak Serayu dari 38.27 ± 0.63 menjadi 37.54 ± 0.45 (%) dan total sel
darah merahnya turun dari 2.47±0.18 menjadi 2.36±0.11 (x106 sel/ml) setelah

dipelihara di Kebasen menujukkan bahwa kelompok bakteri ini sangat berpotensi
menyebabkan terjadinya anemia pada benih sidat. Selain itu adanya peningkatan
jumlah sel darah putih, penurunan persentase limfosit dan kenaikan persentase
monosit serta neutrofil pada semua sampel menunjukkan bahwa selama
pemeliharaan sementara sidat mengembangkan sistem pertahanan tubuh non
spesifik untuk menghadapi kondisi yang kurang menuntungkan.
Gangguan organisme patogen juga dapat dilihat dari gambaran histologi

dimana terjadi hiperplasia pada insang, nekrosis dan inflamasi pada hati serta
nekrosis dan lesi pada otot tubuh. Kondisi ini dapat diakibatkan oleh infeksi parasit
yang merusak jaringan tubuh maupun infeksi bakteri yang merusak sel-sel tubuh
dengan virulensinya. Adanya berbagai gangguan tersebut menunjukkan bahwa
pemeliharaan sementara oleh pengepul telah menurunkan status kesehatan benih
sidat sehingga diperlukan kewaspadaan bagi pembudidaya dalam menseleksi benih
sidat dan perlunya kerjasama dengan pengepul untuk perbaikan metode
pemeliharaan sementara agar kualitas benih sidat tetap terjaga.
Kata kunci: sidat (Anguilla sp.), status kesehatan, pemeliharaan sementara

SUMMARY
AGUNG CAHYO SETYAWAN. Health Status of Eel (Anguilla sp.) from Natural
and Temporary Rearing. Supervised by SUKENDA and SRI NURYATI.
Eel (Anguilla sp.) has been become a high economic valuable fisheries
resources which has decreasing stock for the last two decade. The dependence of
aquaculture from natural catching of juvenile, because of unknown breeding
technique, derived this organism into over fishing for juvenile which is migrate to
upstream or the adult which is migrate to deep sea to breed. Influence of pollution
and or pathogen infection has been supported the decrease of stock in nature. The
health status of this organism, therefore used to analysed population structure and

the change of individual and population in order to make some strategy to keep this
resources ever last and to develop the best aquaculture technique.
The health status are information comprised organism condition linked with
immunity of pathogen infection, interaction with other microorganism and
influence of nature condition. This information would be useful to know the fitness
of organism in their natural live or in artificial nature such as aquaculture. This
research has been held to compare the eel health status from natural and temporary
rearing during ten days of rearing in fish collector before use to aquaculture. This
information would be useful to develop some standard health status of juvenile eel
and to create the best temporary rearing method in order to keep the quality of
juvenile.
Sample were taken from two main rivers in Cilacap Residence (Donan River
and Serayu River) where the eel use it as migration route. Sample also taken from
bendung gerak Serayu, an artificial dam, which is obstructing the migration of eel.
The result shows that although no significant different in condition factor, the
temporary rearing has increasing reddish node in the head, body, fins and tail of eel.
There are four parasite founded in this research that are Nematode (Procamallanus
sp. and Anguillicola sp.) which are infected internal organ of eel and
Platyhelminthes (Dactylogyrus sp. and Deropristis sp.) which are infected the gills.
Identification of Anguillicola sp. is the first record from Indonesian waters.

The bacteria founded in this research are Aeromonas hydrophylla,
Pseudomonas luteola, Vibrio fluvialis, Aeromonas sobria and Aeromonas caviae.
The highly prevalence of infection coming from genus Aeromonas and has been
influenced the haematological condition and histopathology of eel. Decreasing of
haematocrit level from 38.27 ± 0.63 in sample from bendung gerak Serayu to 37.54
± 0.45 (%) and total erythrocyte from 2.47±0.18 to 2.36±0.11 (x106 cell/ml) after
ten days temporary rearing in Kebasen shows that this group of bacteria has a very
high potent causing anaemia in eel. In the other hand, increasing of total
erythrocyte, decreasing of lymphocyte percentage and increasing of monocyte and
neutrophil percentage for all observed sample indicated that eel had been
developing innate immunity to face of inappropriate condition in temporary rearing.
The pathogen disruption has also been detected from histopatologycal
disorder such as hyperplasia of gills, necrosis and inflammation of heart and
necrosis and lesion of muscle. Infestation of parasite with their hooks and or
infiltration bacteria with their virulent factor could damage the cell of eel organ.
This disruption shows that temporary rearing has been becoming some factor which

is decrease the health status of juvenile eel, and therefore the aquaculturist needs to
be more careful ini selecting the juvenile and needs to cooperate with the fisherman
and fish collector to make some better technique in temporary rearing.

Keyword: eel (Anguilla sp.), health status, temporary rearing

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STATUS KESEHATAN SIDAT (Anguilla sp.)
PADA PERAIRAN UMUM
DAN WADAH PEMELIHARAAN SEMENTARA

AGUNG CAHYO SETYAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Munti Yuhana, SPi MSi

Judul Tesis : Status Kesehatan Sidat (Anguilla sp.) pada Perairan Umum dan
Wadah Pemeliharaan Sementara
Nama
: Agung Cahyo Setyawan
NIM
: C151100041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sukenda, MSc

Ketua

Dr Sri Nuryati, SPi MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
28 Januari 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sidat sebagai
komoditas perikanan unggul di Indonesia diangkat menjadi tema dalam penelitian
ini dengan judul karya ilmiah Status Kesehatan Sidat (Anguilla sp.) pada Perairan
Umum dan Wadah Pemeliharaan Sementara.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Sukenda, MSc dan Ibu
Dr Sri Nuryati, SPi MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr Munti Yuhana, SPi MSi
selaku dosen penguji luar komisi. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada tim peneliti dari mahasiswa biologi dan perikanan Unsoed, laboran di
laboratorium riset terpadu Unsoed, laboratorium mikrobiologi dan parasitologi
Fakultas Biologi serta laboratorium kesehatan ikan Jurusan Perikanan Unsoed.
Tidak lupa pula ucapan terimakasih disampaikan kepada nelayan dan pengepul
sidat di wilayah kabupaten Cilacap dan Banyumas atas segenap bantuan dan
fasilitasinya selama penelitian, tim riset kesehatan ikan JPK Unsoed untuk bantuan
moril dan materiil serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian
hingga penyusunan karya ilmiah.
Ungkapan terimakasih spesial disampaikan kepada Ibu dan Bapak (Alm), Ibu
dan Bapak mertua, istri tercinta (Lucyana Agustien) dan anak-anak (Fathi, Wafa

dan Alisha) serta semua keluarga besar atas segenap dukungan dan kasih
sayangnya. Semoga semua kebaikan akan berbalas ridho dan rahmat dari Allah
SWT. Akhirnya, hasil dalam karya ilmiah ini semoga dapat memberikan manfaat
terutama untuk pengembangan sumberdaya sidat di Indonesia dan ilmu
pengetahuan dalam bidang perikanan. Ketidaksempurnaan karya ilmiah ini adalah
perwujudan dari kebenaran relatif dalam ilmu pengetahuan yang selalu berkembang
setiap saat.
Bogor, April 2014
Agung Cahyo Setyawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sidat (Anguilla sp.)
Status Kesehatan Sidat (Anguilla sp.)

3
3
4

3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data

5
6
6
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang, Bobot dan Faktor Kondisi Sidat (Anguilla sp.)
Kondisi Eksternal Sidat (Anguilla sp.)
Pengamatan Parasit
Kondisi Hematologi
Pengamatan Bakteri
Gambaran Histologi

7
7
8
9
12
15
17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19
19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Waktu dan lokasi pengambilan sampel sidat (Anguilla sp.)
Jumlah sampel serta bobot dan panjang sidat (Anguilla sp.)
Hasil pengamatan parasit pada sampel sidat (Anguilla sp.)
Kondisi Hematologi Sidat (Anguilla sp.)
Hasil identifikasi bakteri pada sampel sidat (Anguilla sp.)

5
8
10
13
16

DAFTAR GAMBAR
1. Bercak kemerahan pada bagian (a) kepala, (b) badan dan (c) sirip dan
(d) ekor sidat.
2. Parasit pada sidat. A: Procamallanus sp., B: Anguillicola sp.,
C: Dactylogyrus sp.dan D: Deropristis sp.
3. Histologi insang sidat (Anguilla sp.) yang mengalami
hiperplasia (a)
4. Histologi hati sidat (Anguilla sp.) yang mengalami nekrosis (a)
dan inflamasi (b)
5. Histologi otot sidat (Anguilla sp.) yang mengalami nekrosis (a)
dan lesi (b)

9
10
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel
2. Profil API 20 NE untuk identifikasi bakteri

23
24

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Status kesehatan ikan menurut Mitchell (2001) dalam Stephen and Thorburn
(2011) didefinisikan menjadi tiga pengertian yaitu informasi tentang efek penyakit
pada pertumbuhan dan kelulushidupan; respon fisiopatologis terhadap infeksi
patogen dan kondisi lingkungan serta sebuah kajian keberadaan suatu
mikroorganisme sebagai bagian dari ekosistem. Penggunaan informasi status
kesehatan ikan telah berkembang dari strategi penanggulangan penyakit, analisis
populasi hingga manajemen budidaya. Keberadaan parasit pada Anguilla anguilla
di perairan tawar dan payau pada beberapa daerah di Eropa telah dilaporkan oleh
Kristmundsson and Helgason (2007), sedangkan terjadinya perubahan struktur
populasi dan kondisi fisiomorfologis pada European Eel (Anguilla anguilla) akibat
infeksi berbagai jenis patogen telah dilaporkan oleh Esteve and Alcaide (2009).
Informasi status kesehatan pada budidaya Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss
Walbaum) selama periode tertentu pada budidaya di Denmark juga telah digunakan
sebagai acuan penerapan vaksinasi untuk pencegahan infeksi beberapa jenis bakteri
oleh Pedersen et al. (2008).
Pemanfaatan informasi status kesehatan pada ikan berkembang karena
informasi ini secara kontinyu dapat menjadi acuan bagi pengembangan komoditas
perikanan dalam bidang budidaya maupun pelestarian sumberdaya. Beberapa
spesies dengan nilai ekonomis tinggi seperti sidat (Anguilla sp.) sangat
membutuhkan informasi tentang status kesehatannya baik di lingkungan budidaya
maupun habitat aslinya. Sidat disebutkan oleh Aoyama (2009) adalah organisme
katadromus dengan jalur migrasi sangat panjang dari pemijahan di lautan dalam
hingga pembesaran di hulu sungai dan danau-danau. Organisme ini hanya dapat
naik ke perairan tawar ketika volume air di muara sungai sudah cukup banyak untuk
dapat dilalui. Perilaku dan jalur migrasi sidat yang masih misterius menyebabkan
teknik budidaya sidat hingga saat ini masih terbatas pada upaya pembesaran dengan
mengandalkan benih hasil tangkapan. Eksplorasi benih sidat secara terus menerus
akibat tingginya permintaan untuk budidaya menyebabkan ketersediaan benih di
alam menyusut dengan cepat. Selain itu kondisi benih hasil tangkapan juga sangat
bervariasi tergantung lokasi, metode penangkapan, transportasi dan pemeliharaan
sementara sebelum sampai ke pembudidaya. Informasi status kesehatan sidat dapat
merangkum semua kondisi tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan terbaik
untuk menjaga populasi di alam, mencegah penanganan yang tidak baik dan
menjaga kualitas benih untuk budidaya.
Sebagaimana organisme perairan lainnya, status kesehatan sidat juga
dipengaruhi oleh keberadaan patogen, kondisi lingkungan dan kondisi sidat itu
sendiri. Abdelmonem et al. (2010) dan Haenen et al. (2010) telah melaporkan
adanya hemorhagi, nekrosis, hiperplasia, hipertrofi dan kongesti akibat infeksi
bakteri dan parasit yang menyebabkan gangguan secara morfologis dan fisiologis
pada sidat. Sementara itu Palstra et al. (2007) meneliti terjadinya penurunan
kemampuan berenang silver eel akibat infeksi Anguillicola crassus pada gelembung
renangnya sehingga sidat tidak mampu berenang mencapai habitat ideal untuk
pertumbuhannya atau bahkan mati. Pengaruh lingkungan berupa fluktuasi

2
temperatur selama migrasi juga telah dilaporkan oleh Haenen et al. (2010)
menyebabkan peningkatan prevalensi patogen pada sidat, sedangkan perbedaan
cara pemeliharaan dengan perlakuan jenis pakan dan salinitas dinyatakan oleh
Rodriguez et al. (2005) menyebabkan perbedaan kondisi histologi sehingga terjadi
perbedaan status kesehatan pada sidat yang dipelihara.
Penelitian ini dilakukan pada tahapan pasca penangkapan hingga
pemeliharaan sementara sebelum benih sidat dibudidayakan. Hal ini didasari bahwa
di Indonesia sebagai negara dengan potensi sidat terbesar di dunia hingga saat ini
belum memiliki standar metode penangkapan dan pemeliharaan pra-budidaya
sehingga dapat ditemukan berbagai metode penangkapan dan pemeliharaan yang
sangat beresiko menurunkan kualitas benih sidat. Pada umumnya metode
penangkapan dilakukan secara tradisional dengan perangkap dan pemeliharaan
dilakukan dengan wadah dari terpal tanpa adanya perlakuan tertentu. Ketiadaan
pergantian air dan pemberian pakan serta kepadatan tinggi merupakan kondisi
umum dalam tahap pemeliharaan yang biasanya berlangsung antara 1-2 minggu
hingga benih dibeli oleh pembudidaya. Paparan kondisi yang kurang
menguntungkan ini sangat berpotensi menyebabkan benih sidat mengalami stress
dan menurunkan status kesehatannya. Survei awal yang menunjukkan adanya
kematian hingga mencapai 30% dalam tahap ini merupakan indikasi kuat bahwa
benih sidat untuk budidaya telah mengalami penurunan kualitas secara umum.

Perumusan Masalah
Ketergantungan budidaya sidat pada benih yang ditangkap dari alam
menyebabkan kuantitas dan kualitas produksinya sulit dijaga. Penangkapan secara
terus menerus telah mengakibatkan stok sidat di alam semakin berkurang yang
ditunjukkan dengan menurunnya stok benih sidat di Eropa, Amerika dan Jepang.
Kondisi ini diperparah dengan adanya pengaruh lingkungan, predasi, gangguan
terhadap stocking benih sidat oleh infeksi patogen dan buruknya penanganan pasca
penangkapan. Dekker (2005) menyebutkan bahwa kegiatan penangkapan, predasi
oleh burung dan pencemaran kimiawi telah mengakibatkan stok benih sidat di alam
menjadi berkurang secara kuantitas dan kualitas. Lebih lanjut disebutkan juga
bahwa kualitas dari calon induk yang bermigrasi ke lokasi pemijahan di lautan
dalam dan silver ell yang bermigrasi sebaliknya sangat mempengaruhi kedua hal
tersebut. Adanya infeksi patogen sebagaimana dilaporkan oleh Haenen et al. (2010)
telah menurunkan kemampuan induk dan benih sidat untuk bermigrasi mencapai
habitatnya sehingga produksi benih secara alami menjadi sangat terganggu.
Pemeliharaan pasca penangkapan yang tidak baik juga sangat berpotensi
menurunkan kualitas benih sidat, terutama berkaitan dengan salinitas air, jenis
pakan dan media pemeliharaan (Rodriguez et al. 2005).
Permasalahan umum nelayan penangkap sidat adalah ketersediaan benih
untuk ditangkap yang berhubungan dengan musim. Benih sidat (glass ell dan silver
ell) hanya dapat bergerak menuju sungai apabila volume air di muara meningkat
signifikan dan biasanya terjadi pada musim hujan. Pada saat itu benih sidat dapat
ditangkap menggunakan perangkap sederhana di sepanjang sungai, namun dalam
jumlah terbatas untuk memenuhi permintaan pembudidaya. Akibatnya benih sidat
harus ditampung terlebih dahulu dalam wadah pemeliharaan yang telah

3
dipersiapkan. Kondisi wadah pemeliharaan tersebut umumnya terbuat dari terpal,
menggunakan sumber air dari sumur dan tidak ada manipulasi lingkungan. Benih
sidat dikumpulkan dalam kolam tersebut dalam waktu 1-2 minggu untuk memenuhi
jumlah yang diminta pembudidaya. Kondisi pemeliharaan ini berpotensi
menurunkan status kesehatan sidat karena terjadi perbedaan salinitas air, kepadatan
yang tidak diperhitungkan dan pemberian pakan yang sangat minimal.
Perbandingan status kesehatan antara benih yang baru ditangkap dari alam dengan
benih yang telah dipelihara selama waktu tertentu sebelum dibudayakan dapat
menjadi informasi penting bagi pembudidaya untuk melakukan tindakan
pencegahan penularan penyakit kedalam sistem budidaya, manajemen budidaya
yang lebih baik dan penetapan standar kualitas benih yang akan digunakan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi status kesehatan benih sidat
yang baru ditangkap dari alam dan setelah dipelihara selama 10 hari pada wadah
penampungan sementara oleh nelayan penangkap sidat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sidat (Anguilla sp.)
Sidat (Anguilla sp.) adalah jenis ikan katadromus pemijahan tunggal dimana
pemijahan berlangsung sekali seumur hidupnya di habitat laut dalam, sedangkan
pertumbuhan menjadi dewasa terjadi di bagian hulu sungai dan danau-danau. Sidat
bermigrasi secara pasif pada fase larva (leptochephali) dengan cara hidup
planktonik mengikuti arus laut hingga menemukan kembali muara yang terhubung
dengan sungai tempat tumbuh menjadi dewasa. Migrasi secara aktif dimulai setelah
larva bermetamorfosis menjadi glass eel pada muara sungai kemudian diikuti fase
pertumbuhan dan tahap metamorfosis berikutnya yaitu silver ell dan yellow eel
(Aoyama 2009). Pemilihan habitat untuk pertumbuhan sidat terkait dengan
kemampuan osmoregulasi yang dimilikinya. Sidat dengan kemampuan
osmoregulasi rendah seperti Anguilla bicolor akan banyak ditemukan pada bagian
hilir sungai, sedangkan Anguilla marmorata yang memiliki kemampuan
osmoregulasi lebih baik dapat ditemukan hingga bagian hulu sungai atau danaudanau (Tzeng et al. 2003 dalam Briones et al. 2007).
Hingga saat ini telah diketahui 18 spesies dari genus Anguilla yang tersebar
di daerah tropis, sub tropis hingga disekitar kutub. Daerah tropis merupakan lokasi
penyebaran sidat paling banyak dengan jumlah spesies mencapai 11 jenis (Tabeta
2006 dalam Rovara 2007). Anguilla secara umum dapat digolongkan menjadi dua
kelompok besar berdasarkan perbandingan panjang preanal dan predorsal dengan
panjang total sidat yaitu long fin (jika persentasenya mencapai diatas 5%) dan short
fin (jika persentasenya dibawah 5%). Perairan Indonesia termasuk habitat yang
disukai sidat sehingga setidaknya terdapat tujuh jenis sidat yaitu A. borneensis,

4
A. mossambica, A. celebensis, A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica, A. ancestralis,
dan A. marmorata (Tesch 2003; Wouthuyzen et al. 2009).
Sidat saat ini telah menjadi komoditas perikanan unggul karena sangat
digemari untuk konsumsi oleh masyarakat di negara-negara Eropa, Amerika dan
Jepang. Namun begitu, teknik budidaya sidat masih terbatas pada pembesaran
dengan mengandalkan benih hasil tangkapan dari alam dikarenakan pemijahan sidat
di habitat laut dalam belum dapat ditiru oleh manusia. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya eksplorasi berlebihan terhadap benih sidat yang berakibat menurunnya
stok benih di alam. Terjadinya gangguan dari pencemaran lingkungan, predasi oleh
burung maupun organisme perairan lainnya serta buruknya penanganan pasca
penangkapan disebutkan oleh Dekker (2005) menyebabkan kualitas benih sidat
untuk budidaya semakin menurun. Permasalahan tersebut juga terjadi di Indonesia
dikarenakan belum adanya standar baku untuk metode penangkapan, transportasi,
pemeliharaan sementara dan budidaya sidat sehingga kegiatan berjalan dengan
sistem tradisional yang sangat berpotensi semakin menurunkan kualitas sidat dan
kuantitas produksinya.
Status Kesehatan Sidat (Anguilla sp.)
Status kesehatan merupakan suatu studi tentang kondisi organisme pada
keadaan normal. Telaah ini mengkaji kondisi subjek secara menyeluruh meliputi
kondisi fisiologisnya, keberadaan patogen maupun berbagai kemungkinan lain
yang terkait dengan potensi serangan penyakit. Hal ini didasarkan pada pola umum
serangan penyakit yang merupakan interaksi tidak seimbang antara faktor
lingkungan, inang dan pathogen sehingga berbeda dengan studi penyakit yang lebih
terfokus pada patogen, kondisi ekologis penyakit, dampak serangan maupun
kerugian ekonomisnya (Stephen and Thorburn 2011). Penggunaan informasi status
kesehatan pada ikan terus berkembang karena secara kontinyu dapat memberikan
gambaran perubahan pada individu dan populasi yang terkait dengan interaksi
patogen, lingkungan dan inang sehingga sangat bermanfaat sebagai referensi untuk
manajemen budidaya dan pelestarian sumberdaya.
Telaah status kesehatan sidat memiliki peranan penting dalam pengembangan
sumberdaya ini karena adanya kesulitan penguasaan teknik budidaya dan
ketergantungan terhadap stok benih dari alam. Penurunan stok benih sidat di Eropa,
Amerika dan Jepang dianalisis tidak saja terjadi karena tangkap lebih namun juga
akibat perubahan status kesehatan karena gangguan patogen dan bahan pencemar.
Penurunan kemampuan berenang akibat infeksi Anguillicola crassus pada
gelembung renang silver eel telah dilaporkan oleh Palstra et al. (2007)
menyebabkan ketidakmampuan sidat untuk mencapai habitat ideal bagi
pertumbuhannya. Gangguan pigmentasi sidat selama migrasi oleh cemaran logam
berat juga telah dilaporkan oleh Langston et al. (2002) meningkatkan kemungkinan
predasi oleh organisme lain. Sementara itu sidat (Anguilla Anguilla) dilaporkan
oleh Haenen et al. (2010) memiliki potensi menjadi inang parasit antara 23.3%30.4% dan bakteri berkisar 10%. Semua informasi tersebut akan sangat berguna
untuk strategi budidaya dan pelestarian sumberdaya.
Status kesehatan bagi organisme katadromus seperti sidat tidak saja berguna
untuk mengetahui keadaan secara individu, namun bermanfaat juga untuk studi
tentang dinamika populasinya. Rute migrasi panjang dalam kurun waktu relatif

5
lama menyebabkan sidat sangat mungkin terpapar beragam kondisi yang
menyebabkan perubahan komposisi populasinya. Esteve and Alcaide (2009)
menyebutkan bahwa terdapat tiga fakta tentang korelasi status kesehatan sidat
dengan dinamika populasinya yaitu: 1) bakteri patogen merupakan salah satu faktor
penyebab utama penurunan populasi sidat, 2) sidat muda menjadi organisme paling
mudah terinfeksi bakteri dalam fase akut di habitat alaminya dan 3) sidat yang lebih
tua memiliki kemungkinan besar mengalami penyakit kronis yang menurunkan
kemampuannya untuk melakukan migrasi menuju lokasi pemijahan di lautan dalam.

3 METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif menggunakan teknik
purposive sampling dimana lokasi pengambilan sampel ditentukan pada jalur
migrasi utama sidat di kabupaten Cilacap yaitu muara sungai Donan dan Adipala
(muara sungai Serayu) serta di bendung gerak Serayu karena bendungan ini telah
menghalangi pergerakan sidat menuju hulu sungai sehingga banyak benih sidat
terkumpul di daerah tersebut (Lampiran 1). Sampel diambil langsung dari nelayan
penangkap dan pengepul benih sidat pada bulan September hingga November 2012
(Tabel 1). Status kesehatan dari kedua kelompok sampel dianalisis secara diskriptif
dan menggunakan uji perbandingan dua rataan (uji t) pada selang kepercayaan 5%.
Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan sampel sidat (Anguilla sp.)
No

Waktu

1
2
3

29 September 2012
21 Oktober 2012
15 November 2012

Lokasi
Penangkapan
Pemeliharaan
Muara sungai Donan
Kutawaru, Cilacap
Bendung gerak serayu Kebasen, Banyumas
Adipala, Cilacap
Kemranjen, Banyumas

Sidat ditangkap menggunakan perangkap dari pipa paralon yang dilengkapi
jaring dan umpan berupa cacing tanah dan dipasang pada lokasi yang biasa dilalui
sidat. Pemasangan dilakukan sore hari dan pengambilan dilakukan 4-5 jam
setelahnya. Sidat yang tertangkap segera dipindahkan kedalam ember berisi air
kemudian dibawa ke tempat pengepul untuk dipelihara dalam wadah yang sudah
disiapkan. Sampel untuk pengamatan diambil esok harinya sejumlah 30 ekor per
lokasi atau jika tidak mencukupi diambil sebanyak 50%-nya. Sidat yang tersisa
dipelihara dalam wadah yang telah disiapkan oleh pengepul selama 10 hari untuk
kemudian diambil kembali dan diamati dengan prosedur yang sama seperti
pengamatan sebelumnya.
Pengambilan data meliputi inokulasi bakteri, smear darah dan organ untuk
keperluan histologi (tahap fiksasi) dilakukan secara in situ sedangkan pengamatan
parasit dan analisis lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Penyakit
Ikan Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Biologi Unsoed, Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Fakultas Biologi
Unsoed dan Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Biologi Unsoed.

6
Bahan
Bahan dalam penelitian ini adalah benih sidat (Anguilla sp.) ukuran fingerling
yang diperoleh langsung dari nelayan penangkap dan pengumpul benih sidat di
wilayah Kabupaten Banyumas dan Cilacap Jawa tengah. Sebagai penunjang
analisis digunakan media NA untuk kultur bakteri, satu set reagen untuk pengujian
sifat Gram bakteri, Kit API 20NE, aquadest dan garam fisiologis.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat peralatan
bedah, mikroskop binokuler dan stereo, cawan petri, otoklaf, microtome, pemanas
air/hot plate, tabung reaksi, sentrifuge, pipet tetes, lampu bunsen, baki plastik dan
kamera digital.
Prosedur Analisis Data
a) Persiapan dan Pengamatan Faktor Eksternal
Sampel dari pengepul ditempatkan pada akuarium berukuran 40x30x70 cm
untuk pengamatan kondisi eksternal. Sebelum dilakukan pengamatan lebih lanjut,
setiap ekor sidat diukur panjang dan ditimbang bobotnya. Selama proses
penimbangan dan pengukuran panjang, dilakukan pengamatan terhadap kondisi
eksternal sidat yang meliputi adanya luka dan kelainan-kelainan lainnya.
b) Pengamatan Parasit
Pengamatan keberadaaan parasit eksternal dilakukan dengan mengerok lendir
dari seluruh tubuh sidat kemudian ditempatkan pada gelas objek dan ditetesi larutan
fisiologis, ditutup dengan kaca penutup dan diamati menggunakan mikroskop
binokuler pada perbesaran 400x. Hal serupa juga dilakukan dari lembaran insang.
Sidat kemudian dibedah dan dilakukan pengamatan parasit internal. Parasit didalam
tubuh diamati secara makroskopi pada rongga tubuh dan organ internal lainnya. Isi
saluran pencernaan lalu dikeluarkan kedalam cawan petri dan diamati keberadaan
parasit secara makroskopi menggunakan kaca pembesar. Pengamatan secara
mikroskopis selanjutnya dilakukan dengan membuat smear dari isi saluran
pencernaan tersebut (Haenen et al. 2010).
c)

Pemeriksaan Kondisi Hematologi

Darah diambil dari pangkal ekor diambil sebanyak satu tetes diatas gelas
benda untuk selanjutnya dibuat preparat ulas darah dan dilakukan pengecatan
standar giemsa untuk menghitung total eritrosit dan leukosit serta diferensial
leukosit (Haenen et al. 2010). Sebagai tambahan dilakukan pula pengukuran kadar
hematokrit dengan menggunakan tabung mikro hematokrit untuk memperoleh
gambaran adanya gangguan pada darah secara umum.
d) Pengamatan Bakteri
Pengamatan bakteri dilakukan dengan sedikit memodifikasi metode yang
dilakukan Esteve and Alcaide (2009) yaitu dengan membuat isolat dari organ yang

7
luka atau mengalami nekrosis dan beberapa organ lain seperti hati, ginjal dan
saluran pencernaan pada media Nutrient Agar (NA). Inkubasi dilakukan 1-3 hari
pada suhu ruang. Setiap koloni yang tumbuh di reisolasi hingga mendekati murni
yang ditandai keseragaman warna dan bentuk. Identifikasi dilakukan berdasarkan
morfologi koloni, sifat GRAM dan uji biokimia menggunakan Kit API 20NE.
e)

Histologi

Gambaran histologi dari jaringan daging, hati, insang, ginjal dan saluran
pencernaan serta organ yang mengalami kerusakan atau terinfeksi patogen dibuat
mengikuti metode dalam Abdelmonem et al. (2010) yaitu dengan memotong
jaringan pada ketebalan 5 μm, fiksasi dengan 10% neutral buffered formalin (BNF)
dan pewarnaan menggunakan Hematoxylin dan Eosin (H&E). Pengamatan
selanjutnya dilakukan dengan mikroskop binokuler pada perbesaran 400x.
f)

Analisis Data

Parameter status kesehatan yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi
kerusakan organ, prevalensi dan intensitas patogen, gambaran darah, dan gambaran
histologi sidat. Data yang diperoleh dianalisis secara diskriptif dan menggunakan
uji perbandingan dua rataan (uji t) pada selang kepercayaan 5% untuk jenis data
numerik.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang, Bobot dan Faktor Kondisi Sidat (Anguilla sp.)
Sebanyak 113 ekor sidat diamati dalam penelitian ini (57 ekor diamati
langsung setelah penangkapan dan 56 ekor diamati setelah dipelihara selama 10
hari oleh pengepul). Sampel untuk pengamatan langsung setelah penangkapan
diambil dari Donan, Bendung Gerak Serayu dan Adipala sedangkan penyimpanan
sampel untuk pengamatan setelah pemeliharaan dilakukan di Kutawaru, Kebasen
dan Kemranjen (Tabel 2). Perbedaan jumlah sampel dari setiap lokasi sampling
disebabkan karena hasil tangkapan benih sidat yang beragam dan sangat tergantung
kondisi alam seperti curah hujan, fase bulan, pasang-surut dan arus air laut, suhu
perairan dan kondisi lingkungan tempat perangkap dipasang.
Sampel sidat dalam penelitian ini oleh pembudidaya sidat disebut dengan
ukuran pensil besar atau fingerling. Ukuran ini merupakan kelompok ukuran benih
terbesar yang akan digunakan untuk budidaya. Berdasarkan hasil uji t pada selang
kepercayaan 5%, pemeliharaan selama 10 hari oleh pengepul tidak secara nyata
menyebabkan perubahan faktor kondisi pada sampel benih sidat. Faktor kondisi ini
merupakan nilai yang diperoleh dari membandingkan bobot dan panjang
organisme. Nilai tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi, tingkat kegemukan
dan berbagai hal yang terkait morfologinya. Nilai faktor kondisi ditentukan dengan
asumsi bahwa ikan yang berat dan panjang memiliki kondisi lebih baik (Tesch 1968
dalam Froese 2006). Terjadinya penurunan nilai faktor kondisi pada benih sidat
setelah 10 hari pemeliharaan, meskipun tidak secara signifikan, mengindikasikan
adanya ancaman yang dapat mengganggu keberhasilan kegiatan pembesarannya.

8
Penurunan faktor kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya asupan nutrisi akibat
ketiadaan pemberian pakan selama pemeliharaan sementara, kondisi pemeliharaan
yang kurang baik atau karena adanya infeksi patogen.
Tabel 2 Jumlah sampel serta bobot dan panjang sidat (Anguilla sp.)
Paramater Pengamatan
Asal Sampel

Jml

Bobot

Panjang

Faktor
Kondisi
0.63 ± 0.05a

Donan
6
46.82 ± 1.56
64.91 ± 1.26
Bendung
Penangkapan
30
40.07 ± 1.03
56.73 ± 1.43 0.88 ± 0.05 a
Gerak Serayu
Adipala
21
43.33 ± 0.8
59.12 ± 0.84 0.73 ± 0.03 a
Kutawaru
8
63.57 ± 0.89
45.39 ± 0.87 0.68 ± 0.03 a
Pemeliharaan
Kebasen
30
55.92 ± 1.08
39.86 ± 1.03 0.88 ± 0.05 a
Kemranjen
18
60.72 ± 0.67
43.53 ± 0.91 0.74 ± 0.04 a
a
Angka-angka pada urutan baris yang sama dalam satu kolom yang diikuti dengan huruf
(superscrif) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji t).

Kondisi Eksternal Sidat (Anguilla sp.)
Berdasarkan pengamatan kondisi ekternal, beberapa ekor sampel sidat
menunjukkan adanya gelaja berupa bercak kemerahan pada kepala, tubuh dan
ekornya (Gambar 1). Gejala tersebut dapat ditemukan pada sampel sebelum dan
setelah pemeliharaan sementara, dengan intensitas lebih banyak pada sampel
setelah pemeliharaan sementara. Bercak kemerahan ini tidak secara spesifik
menunjukkan adanya infeksi patogen, namun dapat menjadi indikasi awal adanya
gangguan dari patogen maupun akibat perlakuan yang kurang baik selama
pemeliharaan. Bercak kemerahan merupakan tanda-tanda umum adanya
peradangan pada jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh infeksi patogen, iritasi
karena senyawa kimia, maupun akibat gesekan dengan organisme lain dan
perlakuan kasar oleh pembudidaya. Pada kasus infeksi serius, gejala ini biasanya
akan berlanjut dengan lepasnya jaringan epidermis sehingga menimbulkan adanya
luka terbuka yang memudahkan terjadinya infeksi sekunder oleh jenis patogen
oportunistik. Munculnya bercak kemerahan pada sampel setelah pemeliharaan
sementara perlu diperhatikan oleh pembudidaya agar lebih berhati-hati dan selektif
dalam memilih benih sidat yang akan dibudidayakan.

9

a

b
5 cm

5 cm

c
5 cm

5 cm

d

Gambar 1 Bercak kemerahan pada bagian (a) kepala, (b) badan dan (c) sirip dan
(d) ekor sidat.

Pengamatan Parasit
Hasil pengamatan terhadap keberadaan parasit pada sampel sidat
menunjukkan bahwa terdapat empat jenis parasit dari kelompok Nematoda dan
Plathyhelminthes (Gambar 2). Nematoda (Procamallanus sp. dan Anguillicola sp.)
ditemukan menginfeksi organ internal tubuh sedangkan golongan Platyhelminthes
(Dactylogyrus sp. dan Deropristis sp.) ditemukan menginfeksi insang.
Procamallanus sp. (prevalensi 16.67%; intensitas tiga parasit/individu) ditemukan
hanya pada sampel setelah penangkapan dari muara sungai Donan dan
Anguillicola sp. (prevalensi 5.56%; intensitas dua parasit/individu) ditemukan
hanya pada sampel dari pemeliharaan sementara di Kemranjen. Kelompok
Plathyhelminthes (Monogenean: Dactylogyrus sp. dan Digenean: Deropristis sp.)
dalam penelitian ini ditemukan di lebih dari satu tempat sampling. Keduanya dapat
ditemukan pada sampel sebelum dan setelah pemeliharaan sementara. Prevalensi
dan intensitas Dactylogyrus sp. untuk sampel sebelum pemeliharaan adalah 6.67%;
dua parasit/individu (BGS) dan 9.52%; dua parasit/individu (Adipala). Sedangkan
pada sampel setelah pemeliharaan adalah 3.33%; satu parasit/individu (Kebasen),
5.56%; satu parasit/individu (Kemranjen) dan 25%; satu parasit/individu
(Kutawaru). Prevalensi dan intensitas Deropristis sp. sebelum pemeliharaan adalah
4,76%; satu parasit/individu (Adipala) dan setelah pemeliharaan 6,67%; satu
parasit/individu (Kebasen) (Tabel 3).

10
A

0.1cm

C

B

1cm

D

1µm

0.1cm

Gambar 2 Parasit pada sidat. A: Procamallanus sp., B: Anguillicola sp.,
C: Dactylogyrus sp.dan D: Deropristis sp.

Tabel 3 Hasil pengamatan parasit pada sampel sidat (Anguilla sp.)
Parasit
Jenis

Prevalensi
(%)

Intensitas
(parasit /
individu)

Organ
Terinfeksi

Donan

Procamallanus sp.

16.67

3

Saluran
pencernaan

Bendung
Gerak
Serayu

Dactylogyrus sp.

6.67

2

Insang

Deropristis sp.
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp.
Deropristis sp.
Dactylogyrus sp.

4.76
9.52
25
3.33
6.67
5.56

1
2
1
1
1
1

Anguillicola sp.

5.56

2

Insang
Insang
Insang
Insang
Insang
Insang
Gelembung
renang

Asal Sampel

Penangkapan

Adipala
Kutawaru
Kebasen
Pemeliharaan
Kemranjen

11
Procamallanus sp. pada sidat pertama kali dilaporkan menginfeksi Pacific eel
pada tahun 2006 dengan prevalensi mencapai 51% dan intensitas 1-25
parasit/individu (Moravec and Justine 2006). Pada tahun yang sama,
Procamallanus sp. juga ditemukan menginfeksi Anguilla bicolor dengan prevalensi
1-13% dan intensitas 1-25 parasit/individu sehingga prevalensi dan intensitas
Procamallanus sp. dari sampel benih sidat dalam penelitian ini masih termasuk
dalam kisaran normal. Organisme ini dikenali dengan bentuk mulut yang khas
membulat dilengkapi lingkaran-lingkaran berbentuk spiral sehingga nampak seperti
penebalan pada bagian anterior dengan warna kuning pekat sehingga terlihat seperti
kapsul. Procamallanus sp. merupakan jenis nematoda yang secara spesifik
menginfeksi intestine inangnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa Indonesian shortfin
eel, Anguilla bicolor McClelland (Anguillidae, Anguilliformes) merupakan inang
spesifik dari jenis parasit ini. Keberadaan Procamallanus sp. pada sampel dari
muara sungai Donan disebabkan karena kemampuan parasit ini untuk hidup pada
air payau dan air tawar (Moravec et al. 2006).
Jenis parasit Anguillicola sp. dilaporkan oleh Kangur et al. (2008) telah
menginfeksi European eel dengan rata-rata prevalensi antara 3.7% hingga 86% per
tahun dan intensitas 4-12.6 parasit per individu dalam kurun waktu 1992 – 2008.
Parasit ini dilaporkan telah menyebabkan gangguan serius pada budidaya sidat
secara intensif di Jepang pada tahun 1995 (Moravec et al. 2005) dan Taiwan pada
tahun 2000 (Munderle et al. 2006). Menurut Taraschewski et al. (1987),
Anguillicola sp. merupakan jenis Nematoda yang berasal dari Amerika Serikat dan
Asia yang kemudian menyebar ke wilayah Eropa. Parasit ini sangat mudah dikenali
karena pada fase dewasa secara spesifik akan menginfeksi gelembung renang sidat
yang merupakan inang spesifiknya. Penemuan jenis Anguillicola sp. pada sampel
dari perairan Indonesia ini merupakan laporan yang pertama kali, sehingga perlu
mendapatkan perhatian lebih lanjut mengingat potensi gangguan yang dapat
ditimbulkannya terhadap perkembangan budidaya sidat di Indonesia. Jakob et al.
(2008) menyebutkan bahwa pada european eel, Anguillicola sp. dapat ditemukan
pada perairan tawar dengan persentase 83,3-93,3% dan 40-46% pada perairan
payau. Keberadaan parasit ini sangat mempengaruhi kebugaran dari sidat untuk
terus tumbuh dengan baik dan untuk melakukan migrasi pemijahan. Meskipun
dalam intensitas yang kecil, namun penemuan jenis parasit ini dalam sampel sidat
yang diamati mengharuskan adanya kewaspadaan terhadap berkembangnya
Anguillicola sp. pada budidaya sidat di Indonesia.
Dactylogyrus sp. termasuk jenis parasit yang jarang ditemukan pada sidat.
Organisme ini dapat dikenali dengan adanya empat buah bintik hitam pada bagian
posteriornya, bentuk khas dari opisthaptornya dan dua buah lubang pada bagian
ventralnya. Ciri tersebut membedakan dari jenis Pseudodactylogyrus sp. yang juga
merupakan jenis Monogenean yang menginfeksi sidat. Infeksi Dactylogyrus sp.
pada sidat pertama kali dilaporkan pada tahun 1929 pada jenis Anguilla japonica.
Akan tetapi dalam perkembangannya, jenis Pseudodactylogyrus sp. dianggap lebih
mengancam budidaya sidat karena mampu menginfeksi sidat pada perairan payau
dan tawar (Buchmann et al. 1987). Infeksi parasit pada sidat dari kelompok
Monogenea ini disebutkan oleh Aguillar et al. (2005) dapat mencapai prevalensi
hingga 61.5% dan intensitas 1-644 parasit/individu. Disebutkan pula bahwa
prevalensinya berkorelasi positif dengan keberadaan Trypanosoma granulosum
yang merupakan parasit pada darah dan sebagaimana jenis monogenean lainnya,

12
Dactylogyrus sp. paling sering menginvestasi organ isang sebagai target infeksinya
dengan memanfaatkan sel-sel debris sebagai bahan makanan. Keberadaan parasit
ini pada sampel sidat yang diamati dapat terjadi akibat pergerakan migrasi sidat
yang melewati daerah dengan bahan organik tinggi yang memiliki potensi
perkembangan dan penyebaran Dactylogyrus sp. cukup tinggi.
Infeksi digenean pada sidat, menurut Jakob et al. (2008) lebih banyak terjadi
pada perairan payau dibandingkan perairan tawar. Beberapa spesies mampu
menginfeksi sidat dengan prevalensi mencapai 10% pada perairan tawar, namun di
perairan payau prevalensinya meningkat hingga 40%. Prevalensi yang sangat
rendah dalam penelitian ini dimungkinkan karena adanya proses “washing” akibat
pergerakan sidat dari perairan payau menuju perairan tawar sehingga parasit dari
perairan payau akan terlepas dengan sendirinya. Parasit dari genus Deropristis
merupakan salah satu dari delapan genus dalam kelompok digenean yang
ditemukan menginfeksi european eel (A. anguilla). Organ target infeksi Deropristis
sp. adalah saluran pencernaan. Identifikasi pada insang menunjukkan bahwa parasit
ini sedang berada pada tahap awal infeksi. Vaes (1978) menyebutkan bahwa siklus
hidup Deropristis sp. berlangsung melalui inang perantara berupa siput selama 16
hari, kemudian berubah menjadi stadia hidup bebas selama maksimal 72 jam. Fase
ini disebut metacercaria yang jika menemukan inang utama (teleostei) maka akan
segera menempel pada bagian tubuh yang lunak seperti kulit, insang dan rogga
mulut. Tahapan berikutnya adalah perubahan bentuk tubuh untuk dapat
menginfeksi bagian intestine dari inang utamanya. Deropristis sp. dapat dikenali
dengan bentuk pipih melebar di bagian posteriornya yang merupakan sisa
penempelan ekor untuk pergerakan aktif dalam tahap hidup bebas.

Kondisi Hematologi
Perubahan parameter hematologis menunjukkan adanya perubahan pada
kondisi fisiologis sampel sidat (Anguilla sp.) setelah dipelihara oleh pengepul
selama 10 hari (Tabel 4). Nilai parameter hematologis dipengaruhi oleh perubahan
musim, infeksi pathogen dan stress akibat tekanan lingkungan seperti pencemaran
maupun kualitas nutrien yang diperolehnya. Level hematokrit (%) sidat yang
ditangkap di sungai Donan mengalami kenaikan dari 36.45±1.69 menjadi 37.4±1.1
setelah dipelihara selama 10 hari oleh pengepul di daerah Kutawaru. Perubahan ini
sinergis dengan kenaikan total sel darah merah (x106 sel/ml) dari 2.39±0.23
menjadi 2.51±0.22. Kondisi serupa juga ditunjukkan dari sampel yang ditangkap
di Adipala dan dipelihara di Kemranjen. Sampel dari lokasi tersebut bahkan
menunjukkan perubahan yang signifikan (P>0.05) sehingga mengindikasikan
adanya stress tinggi selama pemeliharaan. Kenaikan persentase hematokrit dan
jumlah total sel darah merah secara bersama-sama merupakan kondisi normal
dimana hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dengan plasma
darah sehingga nilainya juga menunjukkan rasio total antara sel darah merah
dengan total volume darah dalam tubuh. Kenaikan kedua parameter hematologi
tersebut mengindikasikan ikan mengalami keadaan stress yang mengharuskan
peningkatan kecepatan transport nutrien dan oksigen ke seluruh tubuhnya

Tabel 4 Kondisi Hematologi Sidat (Anguilla sp.)
Parameter

Hematokrit
(%)

Total Sel
Darah Merah
(x106 sel/ml)

Total Sel
Darah Putih
(x104 sel/ml)

Limfosit (%)

Monosit (%)

Neutrofil (%)

Donan

36.45 ± 1.69a

2.39±0.23a

1.72±0.11a

53.89±1.61a

6.17±0.12a

37.09±0.83a

Bendung Gerak
Serayu

38.27 ± 0.63a

2.47±0.18a

1.7±0.08a

51.39±0.88a

6.85±0.71a

38.5±0.44a

Adipala

38.35 ± 1.1a

2.49±0.19a

2.09±0.29a

50.86±1.01a

7.86±0.45a

39.7±0.62a

Kutawaru

37.4 ± 1.1a

2.51±0.22a

1.94±0.37a

50.97±2.05a

7.28±0.55b

38.95±0.3a

Kebasen

37.54 ± 0.45b

2.36±0.11a

2.09±0.53a

49.37±1.18b

7.01±0.57a

40.21±0.65a

Kemranjen

40.04 ± 1.74b

2.54±0.22a

2.23±0.39a

49.92±1.06b

8.2±0.58a

40.07±0.4b

Asal Sampel

Penangkapan

Pemeliharaan

a, b

Angka-angka pada urutan baris yang sama dalam satu kolom yang diikuti dengan huruf (superscrif) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji t).

13

13

14

Kondisi serupa ditunjukkan oleh Dikic et al. (2013), dimana parameter hematologis
A. anguilla yaitu hematokrit (%) 37.76±4.62 dan total sel darah merah (x106 sel/ml)
1.605±0.73 lebih tinggi dibandingkan nilai hematologi Conger conger dan
Muraena helena (jenis sidat yang hidup di dalam laut) dikarenakan kondisi
lingkungan A. anguilla lebih beragam dibandingkan kedua jenis sidat tersebut.
Kondisi berbeda terjadi pada sampel dari bendung gerak Serayu, dimana persentase
hematokritnya turun dari 38.27 ± 0.63 menjadi 37.54 ± 0.45 dan total sel darah
merahnya turun dari 2.47±0.18 menjadi 2.36±0.11 (x106 sel/ml) setelah dipelihara
di Kebasen. Perubahan ini diduga disebabkan adanya infeksi dari bakteri
Aeromonas spp. yang menyebabkan terjadinya anemia pada sampel tersebut.
Adanya infeksi bakteri ini, meskipun dalam intensitas rendah, telah menyebabkan
penurunan kedua parameter hematologis secara signifikan (P>0,05) sehingga
sangat perlu menjadi perhatian agar benih yang dipilih untuk kegiatan budidaya
terbebas dari jenis bakeri dari genus Aeromonas.
Kondisi stress yang ditunjukkan oleh sampel dari Kutawaru dan Kemranjen
akibat pemeliharaan juga dapat diamati pada sampel dari Kebasen, meskipun
dengan faktor penyebab berbeda, yaitu infeksi bakteri. Kondisi tersebut tercermin
dari perubahan jumlah total sel darah putih. Kenaikan jumlah total sel darah putih
menunjukkan bahwa sidat mengembangkan sistem pertahanan tubuhnya untuk
menghadapi berbagai kondisi yang tidak menguntungkan maupun adanya infeksi
patogen. Total sel darah putih (x104 sel/ml) pada sampel dari Donan meningkat dari
1.72±0.11 menjadi 1.94±0.37 setelah dipelihara selama 10 hari di Kutawaru,
demikian juga sampel dari bendung gerak serayu meningkat dari 1.7±0.08 menjadi
2.09±0.53 setelah dipelihara di Kebasen dan sampel dari Adipala meningkat dari
2.09±0.29 menjadi 2.23±0.39 setelah dipelihara di Kemranjen. Tidak ada
perubahan yang signifikan, namun kenaikan total sel darah putih dari semua sampel
menunjukkan bahwa pemeliharaan sementara meningkatkan stress pada benih
sidat.
Mekanisme pertahanan non spesifik juga dapat diamati dari penurunan
persentase limfosit yang diimbangi dengan kenaikan persentase neutrofil. Dikic
et al. (2013) menyebutkan bahwa penurunan persentase limfosit akan dikompensasi
oleh peningkatan neutrofil yang menunjukkan bahwa kekebalan bawaan organisme
tersebut sedang bekerja sebagai sistem pertahanan tubuh utama. Penurunan limfosit
dapat juga terjadi karena adaptasi terhadap peredaran darah yang kurang lancar.
Semua sampel yang diamati dalam penelitian ini menunjukkan kecenderungan yang
sama yaitu mengalami penurunan persentase limfosit dan mengalami kenaikan
persentase neutrofil. Penurunan persentase limfosit secara signifikan (P>0.05)
terjadi pada sampel dari bendung gerak Serayu (51.39±0.88) menjadi 49.37±1.18
di Kebasen dan pada sampel dari Adipala (50.86±1.01) menjadi 49.92±1.06 di
Kemranjen, sedangkan kenaikan persentase neutrofil secara signifikan terjadi dari
sampel di Adipala dari 39.7±0.62 menjadi 40.07±0.4 setelah dipelihara di
Kemranjen. Mekanisme pertahanan tubuh non spesifik tersebut berkembang pada
saat organisme menghadapi keadaan yang mengancam seperti infeksi patogen,
polutan maupun intensitas gesekan yang ting