Study of breaking dormancy and after-ripening period of Gorontalo’s upland rice cultivars

STUDI PEMATAHAN DORMANSI DAN PERIODE
AFTER-RIPENING PADI GOGO LOKAL GORONTALO

AISYAH AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Studi Pematahan
Dormansi dan Periode After-Ripening Padi Gogo Lokal Gorontalo adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tugas akhir ini.

Bogor,


Agustus 2011

Aisyah Ahmad
A254090085

ABSTRACT
AISYAH AHMAD. Study of breaking dormancy and after-ripening period of
Gorontalo’s upland rice cultivars. Under direction of ENY WIDAJATI and
MARYATI SARI.

This research was designed to study persistence of seed dormancy from
Gorontalo’s upland rice cultivars and to find the most effective method for
breaking dormancy. Upland rice seed were harvested at 125 days after planting.
The seeds were stored in a plastic seal for up to 11 weeks, observation conducted
every week. Persistence of seed dormancy in each cultivars was determined
based on the time needed to reach a minimum of 80% germination capacity. This
research used 6 cultivars i.e Ponelo Merah, Maraya, Buruno, Jorone, Pulo and
Ponelo Putih. The methods of breaking dormancy were applied : untreated,
soaking in water for 48 h, soaking in 3% KNO3 and heating 500C for 48 h.

The result of this research were found that viability and vigor of upland rice seeds
were increased after storage. Persistence of seed dormancy was different in
each cultivars i.e. 5.9 weeks in Maraya, 6.5 weeks in Ponelo Putih, 7.1 weeks in
Buruno, 7.7 weeks in Jorone, 9.9 weeks in Ponelo Merah and 10.6 weeks in Pulo.
Soaking the seeds in water for 48 h and soaking the seeds in 3% KNO3 for 48 h
were effective method for breaking dormancy. The most responsive to breaking
dormancy is Jorone at 0-week harvest time. Pulo and Ponelo Merah have long
persistence of dormancy. Soaking the seeds in water for 48 h and soaking the
seeds in 3% KNO3 for 48 h can’t break dormancy of Pulo before 3 weeks and
Ponelo Merah before 4 weeks. Soaking in
KNO3 able to break dormancy
Ponelo Putih at 1 week, Maraya and Buruno at 3 weeks. Soaking in water able to
break dormancy Buruno at 0-week harvest time, Maraya at 1 week, and Ponelo
Putih at 3 weeks. Heating the seeds in 500C for 48 h less effective breaking
dormancy for all of cultivars.

Keywords:

upland rice, breaking dormancy, persistence of seeds dormancy,
after-ripening


RINGKASAN
AISYAH AHMAD. Studi Pematahan Dormansi dan Periode After-Ripening
Padi Gogo Lokal Gorontalo. di bawah bimbingan ENY WIDAJATI dan
MARYATI SARI
Kendala yang menghambat kelancaran penyediaan benih padi diantaranya
sifat benih itu sendiri. Benih padi memiliki sifat dormansi yang bervariasi dan
menyebabkan beberapa varietas padi yang baru dipanen tidak dapat tumbuh jika
ditanam meskipun pada kondisi yang optimum.
Penelitian dormansi sangat
penting untuk mengatasi kendala penyediaan benih padi agar tanaman tumbuh
serempak. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui persistensi dormansi
beberapa kultivar padi gogo lokal Gorontalo, (2) mendapatkan metode yang
efektif dalam pematahan dormansi beberapa
kultivar padi gogo lokal
Gorontalo dan (3) mempelajari korelasi antara intensitas dormansi dan persistensi
dormansi.
Bahan yang digunakan adalah enam Kultivar padi gogo lokal Gorontalo,
yaitu Kultivar Ponelo Merah, Maraya, Buruno, Jorone, Pulo, dan Ponelo Putih.
Pengambilan materi penelitian benih padi untuk pengujian dilakukan pada saat

padi masak fisiologis (125 hari setelah panen), ditandai dengan bulir terisi penuh.
Periode after-ripening dihitung sejak benih selesai dibersihkan dan dikeringkan
(5 hari setelah panen).
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu : (1) Persistensi dormansi pada
enam kultivar padi gogo dan (2) pengaruh teknik pematahan dormansi benih
selama periode after-ripening enam kultivar padi gogo. Rancangan yang
digunakan pada percobaan pertama adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
faktor tunggal yaitu kultivar yang terdiri dari enam taraf, meliputi kultivar Ponelo
Merah, Maraya, Buruno, Jorone, Pulo, dan Ponelo Putih. Rancangan yang
digunakan pada percobaan kedua adalah Rancangan Petak Terbagi yang disusun
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama
periode after-ripening sebagai petak utama. Perlakuan pematahan dormansi
sebagai anak petak, terdiri atas empat taraf yaitu (1) kontrol, (2) perendaman
dalam KNO3 3% selama 48 jam, (3) perendaman dalam air selama 48 jam dan (4)
pemanasan pada suhu 500C selama 48 jam.
Persistensi dormansi masing-masing enam kultivar padi gogo lokal
Gorontalo adalah Pulo 10.6 minggu, Ponelo Merah 9.9 minggu, Jorone 7.7
minggu, Buruno 7.1 minggu, Ponelo Putih 6.5 minggu serta Maraya 5.9 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara intensitas dormansi dan persistensi
dormansi tidak menunjukkan korelasi yang nyata. Benih dengan intensitas

dormansi yang tinggi tidak selalu memiliki persistensi dormansi yang panjang,
demikian pula sebaliknya.
Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi padi gogo lokal
Gorontalo adalah perendaman dalam air dan perendaman dalam KNO3.
Kultivar yang paling responsif terhadap kedua perlakuan pematahan dormansi
tersebut adalah Jorone yang patah dormansinya pada 0 minggu setelah panen.
Kultivar Pulo dan Ponelo Merah yang memiliki persistensi dormansi yang
panjang kurang responsif terhadap perlakuan pematahan dormansi, baik perlakuan

perendaman dalam air maupun dalam KNO3, Kultivar tersebut patah dormansi
pada minggu ke-3 untuk Pulo dan minggu ke-4 untuk Ponelo Merah. Perlakuan
perendaman dalam KNO3 dapat mematahkan dormansi kultivar Ponelo Putih
pada minggu pertama dan kultivar Maraya dan Buruno pada minggu ke-3.
Perlakuan perendaman dalam air mampu mematahkan dormansi kultivar Buruno
pada minggu 0, Maraya pada minggu pertama dan Ponelo Putih pada minggu
ke-3. Perlakuan pemanasan suhu 500C selama 48 jam kurang efektif mematahkan
dormansi padi gogo lokal Gorontalo.
Kata kunci: padi gogo, pematahan dormansi, persistensi dormansi, periode afterripening

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar Institut Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STUDI PEMATAHAN DORMANSI DAN PERIODE
AFTER-RIPENING PADI GOGO LOKAL GORONTALO

AISYAH AHMAD

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Perbenihan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Endang Murniati, MS

Judul Tugas Akhir

: Studi Pematahan Dormansi dan Periode After-Ripening
Padi Gogo Lokal Gorontalo

Nama

: Aisyah Ahmad

NRP

: A254090085

Disetujui

Komisi Pembimbing

Maryati Sari, SP, MSi
Anggota

Dr. Ir. Eny Widajati, MS
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Magister Profesional Perbenihan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 9 Agustus 2011


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah
studi pematahan dormansi dan periode after-ripening padi gogo lokal Gorontalo.
Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan,
Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulisan tugas akhir ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai ketua komisi
pembimbing dan Maryati Sari, SP., MSi sebagai anggota komisi pembimbing, dan
Dr. Endang Murniati,MS sebagai penguji luar komisi serta Badan Litbang
Pertanian yang telah memberikan beasiswa pendidikan.
Terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada orang tua tercinta H.Ahmad Husain dan Hj. Hasnah Munggu, atas doa,

nasehat dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama ini, dan kepada
kedua adikku M. Hasbi Ahmad, SH dan Meuthia Hardiyanti atas doa dan
dukungannya. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan
kepada suami tercinta Patta Sija atas segala pengertian, dukungan dan dorongan
selama penulis menyelesaikan pendidikan, serta kepada teman-teman “Seed
Family” Angkatan I Program Magister Perbenihan atas kebersamaan dan
semangat yang telah diberikan, dan akhirnya kepada semua pihak yang telah
membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini,
semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.
Demi kesempurnaan tugas akhir ini, saran dan kritik dari semua pihak
sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Agustus 2011

Aisyah Ahmad

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di kota Watampone Kab. Bone, Sulawesi Selatan pada
tanggal 13 Januari 1981 dari pasangan Bapak H. Ahmad Husain dan Hj. Hasnah
Munggu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan SD, SMP dan SMU penulis tempuh di kota Makassar, Sulawesi
Selatan. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMAN 3 Makassar dan pada tahun
yang sama diterima di Universitas Hasanuddin Makassar Program Studi Teknik
Pertanian.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada BPTP Gorontalo Badan Litbang
Pertanian mulai tahun 2005 hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis mendapat
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi
Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan ..................................................................................................
Hipotesis................................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

4

Struktur dan Komposisi Kimia Benih Padi ............................................
Dormansi Benih .....................................................................................
Teknik Pematahan Dormansi ...............................................................
Periode After-Ripening ..........................................................................

4
5
6
8

METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 10
Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................
Bahan dan Alat Penelitian .....................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Percobaan 1. Persistensi dormansi pada enam kultivar padi gogo ......
Percobaan 2. Pengaruh teknik pematahan dormansi benih
selama periode after-ripening enam kultivar padi gogo .....................

10
10
10
10
12

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 15
Percobaan 1 Persistensi dormansi pada enam kultivar padi gogo ..........
Percobaan 2 Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama
periode after-ripening enam kultivar padi gogo ......................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Ponelo Merah ................................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Maraya ..........................................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Buruno ..........................................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Jorone ............................................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Pulo ...............................................................
Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama periode
after-ripening kultivar Ponelo Putih ..................................................

15
20
20
22
25
28
31
33

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41
LAMPIRAN .................................................................................................. 44

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kultivar terhadap tolok ukur daya
berkecambah, intensitas dormansi dan persistensi dormansi .................... 15

2

Nilai rata-rata pengaruh kultivar padi gogo terhadap tolok ukur
intensitas dormansi (ID) dan persistensi dormansi (PD)............................ 16

3

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P),
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
dan intensitas dormansi kultivar Ponelo Merah ........................................ 20

4

Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Ponelo Merah ............................................................................. 21

5

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P)
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
dan intensitas dormansi kultivar Maraya .................................................. 23

6

Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Maraya ....................................................................................... 24

7

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P)
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh
dan intensitas dormansi kultivar Buruno.................................................. 25

8

Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Buruno ....................................................................................... 26

9

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P)
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
dan intensitas dormansi kultivar Jorone .................................................... 28

10 Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah /(DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Jorone ........................................................................................ 29
11 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P)
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
dan intensitas dormansi kultivar Pulo ....................................................... 31

12 Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah /(DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Pulo ............................................................................................ 32
13 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P)
pematahan dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
dan intensitas dormansi kultivar Ponelo Putih ......................................... 33
14 Pengaruh interaksi antara periode after-ripening dan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum
(PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan intensitas dormansi (ID) benih
kultivar Ponelo Putih................................................................................ 34
15 Rekapitulasi pengaruh teknik pematahan dormansi terhadap periode
after-ripening enam kultivar padi gogo .................................................... 36

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Peningkatan daya berkecambah enam kultivar padi gogo selama
periode after ripening............................................................................... 17

2

Korelasi antara intensitas dormansi dan persistensi dormansi ................... 29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Kadar air enam kultivar padi gogo lokal Gorontalo pada berbagai
periode after-ripening ............................................................................. 44

2

Analisis ragam pengaruh kultivar (K) terhadap tolok ukur daya
Berkecambah (DB), intensitas dormansi (ID) dan persistensi dormansi
(PD) ......................................................................................................... 45

3

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Ponelo Merah ........................................................ 45

4

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Ponelo Merah ............................................................ 45

5

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Ponelo Merah ............................................................... 46

6

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Ponelo Merah ............................................................. 46

7

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Maraya ................................................................ 46

8

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Maraya ...................................................................... 47

9

Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Maraya ........................................................................... 47

10 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Maraya ...................................................................... 47
11 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Buruno .................................................................. 48
12 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Buruno ...................................................................... 48
13 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Buruno .......................................................................... 48

14 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Buruno ........................................................................ 49
15 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Jorone .................................................................... 49
16 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Jorone ....................................................................... 49
17 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Jorone............................................................................. 50
18 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Jorone ......................................................................... 50
19 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Pulo ....................................................................... 50
20 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Pulo ......................................................................... 51
21 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Pulo ............................................................................... 51
22 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Pulo ............................................................................ 51
23 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap daya
berkecambah kultivar Ponelo Putih ......................................................... 52
24 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap potensi tumbuh
maksimum kultivar Ponelo Putih.............................................................. 52
25 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap kecepatan
tumbuh kultivar Ponelo Putih ................................................................... 52
26 Analisis ragam pengaruh periode after-ripening (P), pematahan
dormansi (D) dan interaksinya (PD) terhadap intensitas
dormansi kultivar Ponelo Putih ............................................................... 53

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan beras nasional akan semakin sulit karena lahan
irigasi yang subur banyak beralih fungsi untuk kepentingan non pertanian.
Pemenuhan kebutuhan beras selama ini mengandalkan produksi padi pada lahan
sawah irigasi.

Luas lahan produktif pertanian nasional pada tahun 2009 yang

beralih fungsi sekitar 27 ribu hektar (BPS 2010).

Usaha pencetakan sawah baru

akan mengalami kendala dalam penyiapan sumber air dan berbagai sarana
penunjang lainnya. Berkaitan dengan prakiraan terjadinya penurunan produksi
tersebut

perlu diupayakan penanggulangan melalui pengembangan lahan

potensial termasuk di dalamnya lahan kering karena akan jauh lebih mudah
karena tidak memerlukan kelengkapan sarana penunjang seperti pada lahan sawah
irigasi.
Propinsi Gorontalo memiliki areal potensial pertanaman seluas 463 ribu
hektar atau 37,95% dari luas areal keseluruhan. Areal tersebut baru dimanfaatkan
seluas 148 ribu hektar (32%) dengan luas lahan kering adalah 215 ribu hektar dan
luas areal produksi padi yaitu 45 ribu hektar serta luas areal pertanaman padi gogo
sebesar 800 ha (BPS 2010).

Wilayah Propinsi Gorontalo merupakan daerah

agraris dengan keadaan topografi datar, berbukit-bukit sampai dengan bergunung
sehingga berbagai jenis tanaman pangan dapat tumbuh dengan baik di daerah ini
(DISTAN KP Prop.Gorontalo 2010).
Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan propinsi Gorontalo sebagai kota
pertanian (agropolitan)

salah satunya adalah dengan mewujudkan program

ketahanan pangan daerah. Upaya untuk mendukung program tersebut, selain
mengembangkan jagung dan padi sawah juga diperlukan pengembangan padi
gogo sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan. Lahan kering di
Propinsi Gorontalo umumnya ditanami jagung pada musim kering dan pada
musim hujan ditanami padi gogo. Produksi rata-rata padi gogo lokal Gorontalo
sebesar 2,3 ton/ha, umumnya rasa nasi pulen dan aromatik. Selain itu padi gogo
lokal juga tahan terhadap cekaman kekeringan dan dapat ditanam pada lahan
dengan topografi datar hingga berbukit. Kendala pengembangan padi gogo

2

diantaranya tidak ditopang oleh irigasi teknis sehingga sangat tergantung pada
curah hujan.

Dampak dari pemanasan global menyebabkan cuaca tidak

terprediksi sehingga menyulitkan dalam pengaturan pola tanam padi gogo.
Berkaitan dengan hal tersebut maka benih harus tersedia dan siap tanam pada saat
diperlukan.
Ketersediaan benih mutlak diperlukan karena benih berperan sebagai paket
unggulan teknologi bagi petani. Paket keunggulan teknologi tersebut harus terus
berkembang dan dapat tersedia secara enam tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu,
lokasi dan harga) bagi petani (BALITBANG DEPTAN 2007).
Kendala yang menghambat kelancaran penyediaan benih padi diantaranya
sifat benih itu sendiri. Benih padi memiliki sifat dormansi yang bervariasi dan
menyebabkan beberapa varietas padi yang baru dipanen tidak dapat tumbuh jika
ditanam meskipun pada kondisi yang optimum. Nugraha dan Soejadi (1989)
menyatakan bahwa sifat dormansi pada benih padi sebenarnya menguntungkan
karena dapat menekan laju deteriorasi atau kemunduran prapanen dan selama
penyimpanan. Nugraha (1992) menyatakan benih dari varietas padi yang tidak
memiliki masa dormansi dapat langsung ditanam setelah panen, namun dapat
berdampak negatif karena benih dapat berkecambah di lapangan sebelum dipanen.
Periode

dormansi

benih

berbeda

tergantung

pada

masing-masing

genotipenya. Genotipe padi B8049, B7959 dan O. glumaepatula mempunyai
periode dormansi 1-2 minggu dan Taikeh-9 serta ACC32390

periode

dormansinya 7-8 minggu (Nugraha & Soejadi 1991). Kultivar padi gogo CT651024-3-1 memiliki masa persistensi pendek (4 minggu) dan kultivar Way Rarem,
Hawara Bunar, 100 Malam dan Grogol memiliki persistensi panjang (6 minggu)
(Afriyanto 2001). Sebagian besar benih harus mengalami periode penyimpanan
kering selama beberapa waktu sebelum ditanam kembali.
dikenal dengan dormansi after-ripening.

Kondisi demikian

After-ripening dapat menyebabkan

sebagian benih patah dormansinya secara alamiah (Soejadi & Nugraha 2001),
namun bila benih diperlukan sebelum dormansinya patah secara alami
perlakuan pematahan

dormansi harus diketahui. Hasil penelitian Soejadi dan

Nugraha (2001) menunjukkan bahwa metode
48 jam

maka

perendaman dalam air selama

efektif mematahkan dormansi padi varietas Digul pada 0 minggu

3

setelah panen. Wahyuni et al. (2004) menyatakan pematahan dormansi benih
dengan metode pemanasan pada suhu 500C efektif mematahkan dormansi padi
varietas Cimelati dan Sintanur pada 2 minggu setelah panen. Wahyuni dan
Nugraha (2006)

menyatakan bahwa perendaman dalam KNO3 3%

efektif

mematahkan dormansi benih padi varietas Barito, Batanghari, Cikapundung,
Kahayan, Lalan, Siak Raya, Silugonggo, dan Winongo sejak 0 minggu setelah
panen.
Informasi dan pendataan karakteristik dormansi termasuk teknik pematahan
dormansi yang tepat berguna untuk kepentingan pengembangan benih padi gogo
lokal Gorontalo, oleh karena itu studi persistensi dormansi dan teknik
pematahannya untuk beberapa kultivar padi gogo lokal Gorontalo perlu dilakukan.
Tujuan
1. Mempelajari persistensi dormansi beberapa kultivar padi gogo lokal Gorontalo
2. Mempelajari korelasi antara intensitas dormansi dan persistensi dormansi
3. Mendapatkan

metode yang efektif dalam pematahan dormansi beberapa

kultivar padi gogo lokal Gorontalo

Hipotesis
1. Masing-masing kultivar memiliki persistensi dormansi yang berbeda.
2. Terdapat korelasi yang nyata antara intensitas dormansi dan persistensi
dormansi.
3. Terdapat interaksi antara teknik pematahan dormansi dan periode after
ripening.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur dan Komposisi Kimia Benih Padi
Benih padi dilindungi oleh sekam yang terbentuk dari lemma dan palea
yang bersatu. Hoshikawa (1993) menyatakan bentuk dan ukuran lemma dan palea
berbeda antar varietas. Lemma dan palea melekat pada rakhilla dan sepasang
gluma yang berada disisi dorsal dan ventral dengan ukuran ± 2 mm. Gluma,
lemma dan palea adalah modifikasi daun. Lemma selalu lebih besar dari palea
dan menutupi hampir 2/3 permukaan beras sedangkan sisi palea tepat bertemu
pada bagian sisi lemma. Lemma dan palea bertemu dan berhimpitan memanjang
dengan kaitan yang tidak rapat sehingga keduanya dapat dipisahkan dengan
mudah Saenong et al. (1989) menyatakan bahwa benih tersusun atas dua
komponen utama yaitu beras pecah kulit dan sekam. Benih padi merupakan
golongan benih dominan karbohidrat disamping senyawa-senyawa lain seperti
lemak, protein, serat kasar dan abu. Benih padi lebih tahan disimpan dibanding
kacang-kacangan karena bijinya dilindungi oleh kulit biji yang keras (lemma dan
palea) selain perikarp dan testa.
Biji adalah karyopsis yang terdiri embrio dan endosperm yang diselimuti
lapisan aleuron dan lapisan terluar disebut pericarp (Manurung & Ismunadji
1988). Hoshikawa (1993) menyatakan bahwa tebal pericarp sekitar 2 µ dan terdiri
dari lapisan kutikula tipis. Ketebalan aleuron berbeda antar varietas. Dinding sel
aleuron terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan protein.
Padi ras japonica bentuk gabahnya pendek dan bulat, umumnya tidak
memiliki ekor gabah. Padi ras indica mempunyai bantuk gabah bulat panjang dan
agak pipih, umumnya tidak memiliki ekor gabah dan memiliki bulu sekam yang
jarang dan pendek. Ras javanica dengan bentuk gabah panjang, lebar dan tebal
tidak memiliki ekor gabah dan memiliki bulu sekam yang panjang (Hoshikawa
1993). Padi dari jenis-jenis japonica memiliki sekam yang terdiri dari gluma
rudimenter, sedangkan padi jenis indica sekam dibentuk oleh palea, lemma
mandul dan rakhilla (Manurung & Ismunadji 1988).

5

Dormansi Benih
Benih dorman adalah benih yang mengalami istirahat total, benih tidak
menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh walaupun dalam keadaan media
tumbuh optimum (Sadjad 1994).

Timbulnya dormansi pada benih padi

disebabkan oleh adanya hambatan benih untuk berkecambah, baik hambatan
mekanis maupun fisiologis (Saenong at al. 1989). Dormansi pada benih padi
menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju deteriorasi pada masa
prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing dan penyimpanan)
(Nugraha & Soejadi 1991).
Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut
dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang
mati dan benih yang dorman dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila
volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan sebelum dikecambahkan
maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan
perubahan misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat ternyata
lembek berarti benih tersebut mati (Saenong et al. 1989).
Dormansi pada benih padi terjadi sejak benih masih berada pada tanaman
induk, setelah embrio berkembang penuh, yang disebut sebagai innate dormancy
atau dormansi primer. Penyebab dormansi pada padi adalah impermeabilitas kulit
benih terhadap oksigen serta adanya zat penghambat perkecambahan (Copeland &
McDonald 2001)
Salisburry dan Ross 1995 menyatakan kandungan hormon asam absisat
(ABA) dalam biji padi selama perkembangannya semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya kemasakan biji, sebaliknya kandungan hormon asam
indolasetat (IAA) semakin menurun sejalan meningkatnya kemasakan biji. Hal
ini menunjukkan bahwa ABA merupakan penyebab dormansi. Gardner et al.
(1991) menyatakan bahwa bahan perangsang pertumbuhan semakin menurun
selama pembentukan benih, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA
meningkat. Hal tersebut menyebabkan terjadinya dormansi benih pada saat benih
masak, karena ketidakseimbangan hormon dalam benih.
Dormansi benih dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dormansi primer
dan dormansi sekunder.

Copeland dan McDonald (2001) mengelompokkan

6

dormansi primer menjadi dua sifat yaitu (1) dormansi eksogenus yaitu tipe
dormansi yang berhubungan dengan sifat fisik dari kulit; (2) dormansi endogenus
yaitu dormansi yang disebabkan sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih,
embrio benih yang rudimenter dan kepekaan terhadap suhu dan cahaya.
Mugnisjah (2007) menyatakan bahwa dormansi primer disebabkan oleh hal-hal
yang terdapat pada benih itu sendiri baik faktor fisik maupun faktor fisiologis.
Dormansi sekunder terjadi karena terdapat faktor lingkungan yang kurang
mendukung perkecambahan.
Pada benih padi, dormansi terjadi sejak benih masih berada pada tanaman
induk, setelah embrio berkembang penuh, yang disebut sebagai innate dormancy
atau dormansi primer. Dilaporkan bahwa penyebab dormansi pada padi adalah
impermeabilitas kulit benih terhadap air dan oksigen serta adanya zat penghambat
perkecambahan (Salisburry & Ross 1995).
Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa persistensi dormansi berkaitan erat
dengan daya simpannya. Untuk meningkatkan daya simpan benih padi dapat
dilakukan dengan merakit varietas unggul dari tetua yang memiliki persistensi
panjang. Namun, perilaku dormansi (persistensi, intensitas, dan mekanisme) dari
beberapa genotipe padi di Indonesia masih banyak yang belum diketahui.
Informasi mengenai dormansi tersebut merupakan masukan yang berarti bagi
pemulia tanaman padi.

Perilaku dormansi benih mempengaruhi metode

pematahan dormansinya. Kriteria persistensi dormansi benih dibedakan kedalam
tiga kelompok yaitu persistensi pendek (kurang dari 4 minggu), sedang (4-8
minggu) dan panjang (lebih dari 4 minggu) ( Nugraha & Soejadi 1991).

Teknik Pematahan Dormansi
Tujuan pematahan dormansi adalah mendorong proses pematangan embrio,
mengaktifkan enzim di dalam embrio, dan peningkatan permeabilitas kulit benih
yang memungkinkan masuknya air dan gas-gas yang diperlukan dalam
perkecambahan (Muchtar 1987).

7

Bewley dan Black (1985) mengemukakan 2 proses mekanisme pematahan
dormansi, yaitu :
1. Proses dormansi hormonal, konsep dari teori tersebut dihubungkan dengan
hormon pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor) maupun yang
merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat dipatahkan dengan
menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan promotor yang mampu
mempercepat terjadinya keseimbangan antara inhibitor dan promotor.
2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan dormansi,
konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis RNA, DNA dan
protein.
Perlakuan pematahan yang direkomendasikan oleh International Seed
Testing Association (ISTA) untuk padi diantaranya dengan pemanasan pada suhu
500C dan perendaman KNO3 dan perendaman dalam air dan larutan 1N HNO3
selama 24 jam. Tetapi tidak semua metode ISTA cocok untuk varietas padi di
Indonesia.

Penelitian Nugraha dan Soejadi (1991) menunjukkan bahwa

perendaman benih pada dalam 1N HNO3 mengakibatkan semua benih mati.
Metode pemanasan pada suhu 50 0C selama dua hari efektif mematahkan
dormansi benih varietas Banyuasin, Maros, Muncul, Cipunegara, Towuti, dan
Cilosari . Pemanasan benih pada suhu 500C salama lima hari efektif mematahkan
dormansi benih hampir semua genotipe kecuali Way Arem, Digul, S3254-2g,
Cimanuk dan S4325d-1-2-3-1 (Soejadi & Nugraha 2001). Hal ini diduga karena
asam lemak jenuh berantai pendek yang menyebabkan dormansi pada benih larut
selama pemanasan (IRRI 1987). Perlakuan dengan menggunakan suhu tinggi
untuk pematahan dormansi cukup efektif, karena perlakuan suhu tinggi dapat
mempercepat tejadinya keseimbangan antara inhibitor dan promotor (Muchtar
1987). Metode pematahan dormansi perendaman dalam air selama 48 jam efektif
mematahkan dormansi padi varietas Kopo, Conde, Singkil dan Tukad Unda,
perendaman dalam KNO3 3% selama 48 jam efektif mematahkan dormansi padi
varietas Beton, Batutugi dan Dendang. Metode pemanasan 500C selama 48 jam
efektif mematahkan padi galur S3574-1h-8, S4618-4f-Pn-6-2 dan varietas Simeriti
dan Celebes (Wahyuni et al. 2004)

8

Dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit benih terhadap
air dapat diatasi dengan perendaman dalam air (Hasanah 1989). Perendama benih
dalam air pada suhu kamar (29,2 – 31,30C) selama dua hari efektif mematahkan
dormansi benih varietas Maros, Digul, Ciherang, Towuti dan Cilosari, karena
benih-benih ini dormansinya disebabkan oleh impermebilitas kulit benih terhadap
air dan adanya senyawa inhibitor perkecambahan (Soejadi & Nugraha 2001).
Pematahan dormansi dengan KNO3 diduga berhubungan dengan aktivitas
lintasan pentose posfat, ketersediaan oksigen terbatas mengakibatkan lintasan
pentose posfat menjadi inaktif karena oksigen digunakan untuk aktivitas respirasi
melalui lintasan lain (Bewley & Black 1985). Meningkatnya daya berkecambah
benih padi dengan dormansi yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit benih
terhadap air dan oksigen dapat diatasi dengan perendaman dalam larutan KNO3
(Hasanah 1989).
Larutan KNO3

juga merupakan senyawa yang umum digunakan untuk

mematahkan dormansi benih dan mampu menstimulir perkecambahan khususnya
pada benih-benih yang peka cahaya (Copeland & McDonald 2001). Perlakuan
perendaman dalam KNO3 selama 48 jam merupakan pematahan dormansi yang
paling efektif pada benih padi gogo varietas Kalimutu, Way rarem dan Gajah
Mungkur pada 0 MSP (minggu sesudah panen) (Ilyas & Diarni 2007).
Perendaman dalam larutan KNO3 selama dua hari efektif mematahkan dormansi
benih varietas Maros, Digul, Ciherang, Towuti dan Cilosari (Soejadi & Nugraha
2001). Pematahan dormansi dengan KNO3 2% selama 48 jam sebelum benih
disimpan (periode simpan 0 minggu) efektif untuk genotipe

BP23F-PN-11,

B10386E-KN-36-1 dan B9645E-MR-1 (Rosmawati 2003).
Periode After-Ripening
Sering didapati bahwa walaupun embrio telah terbentuk

sempurna dan

kondisi lingkungan memungkinkan, namun benih tetap gagal untuk berkecambah.
Benih-benih yang demikian memerlukan suatu jangka waktu simpan tertentu agar
dapat berkecambah atau membutuhkan jangka waktu after-ripening. Dormansi
pada benih padi merupakan dormansi after-ripening, yang akan patah setelah
benih masak (Copeland & McDonald 2001). Definisi untuk istilah after-ripening

9

adalah sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari hanya beberapa hari sampai dengan beberapa
tahun tergantung jenis benih (Sutopo 2002). Kebutuhan benih akan penyimpanan
kering untuk pemecahan dormansinya disebut dengan after-ripening. Lama afterripening berbeda-beda menurut spesies atau verietasnya. Benih padi memerlukan
periode ini selama 1-2 bulan sementara benih teki memerlukan hingga 7 tahun.
Selama after-ripening terjadi perubahan-perubahan di dalam benih dorman
sehingga menyebabkan status nondorman dan proses itu terjadi pada periode
pasca panen (Mugnisjah 2007).
Santika (2006) menyatakan varietas Sentani memerlukan periode afterripening selama 2 minggu sebelum patah dormansinya sedangkan varietas
Dodokan membutuhkan periode penyimpanan kering selama 8 minggu. Hasil
penelitian Kharismayani (2010) menyatakan varietas Batutegi memerlukan
periode after-ripening 5 minggu, varietas Cirata 6 minggu, varietas Jatiluhur dan
Towuti 7 minggu, varietas Limboto 8 minggu dan varietas Situ Patenggang 9
minggu.
Perlakuan suhu tinggi dapat mempercepat terjadinya keseimbangan antara
inhibitor dan promotor. Hal ini dijumpai pada kasus after-ripening padi varietas
Sri Kuning dan Bahbutong pada penelitian Muchtar (1987). Interaksi perlakuan
suhu tinggi (39-410C) RH sedang (65-80%) dan suhu tinggi RH rendah (52-60%)
mematahkan after-ripening lebih cepat dibdaning kombinasi perlakuan lainnya.
Salah satu penyebab dormansi primer yang dialami benih padi adalah after
ripening, yang mempunyai peranan dalam rendahnya nilai perkecambahan benih
padi. Santika (2006) menyatakan bahwa benih padi verietas Ciherang secara
alami baru patah dormansinya pada minggu ke-9 after ripening dan termasuk
kelompok persistensi panjang.

10

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut
Pertanian Bogor, mulai bulan Februari hingga Mei 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah enam kultivar padi gogo lokal Gorontalo,
yaitu Ponelo Merah, Maraya, Buruno, Jorone, Pulo, dan Ponelo Putih, larutan
KN03 3%, air, kantong plastik polietilen dan label.
Benih padi kultivar Ponelo Merah, Maraya, Buruno dan Jorone dipanen
pada tanggal 21 Februari 2011 dan kultivar Pulo dan Ponelo Putih dipanen pada
tanggal 23 Februari 2011 di Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten
Gorontalo Utara Propinsi Gorontalo pada umur panen 125 hari. Kadar air awal
sebelum simpan berkisar 11-18% berdasarkan bobot basah benih.

Informasi

lengkap mengenai kondisi kadar air benih dapat dilihat pada Lampiran 1.
Peralatan yang digunakan antara lain neraca digital, alat pengecambah benih
tipe IPB 72-1, alat pengepres kertas, pinset, handsprayer, dan beaker glass.
Metode Penelitian
Percabaan 1. Persistensi Dormansi pada enam kultivar padi gogo
Percobaan ini disusun dengan faktor tunggal yaitu kultivar yang terdiri dari
enam taraf, meliputi Kultivar Ponelo Merah, Maraya, Buruno, Jorone, Pulo, dan
Ponelo Putih.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

dengan model rancangan percobaan sebagai berikut :
Yij = µ + Ki + є ij
Keterangan
Yij

=

nilai pengamatan pada kultivar ke-i dan ulangan ke-j

µ

=

rataan umum

Ki

=

pengaruh kultivar ke-i

є ij

=

pengaruh acak pada kultivar ke-i ulangan ke-j

11

Jika hasil sidik ragam berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Uji korelasi dilakukan
untuk melihat hubungan antara persistensi dormansi (PD) dan intensitas dormansi
(ID).
Pelaksanaan Penelitian
Benih padi dimasukkan ke dalam plastik kedap udara dan disimpan pada
kondisi kamar (suhu 26-310C dan RH 64-80%). Pengujian dilakukan terhadap
daya berkecambah, persistensi dormansi dan intensitas dormansi. Pengujian
persistensi dormansi benih dilakukan dengan menguji perkecambahan benih
setiap minggu selama 0- 11 minggu. Persistensi dormansi ditentukan dengan
kriteria yaitu pada saat daya berkecambah benih mencapai 80%. Persistensi
dormansi dinyatakan dalam minggu.
Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode uji kertas digulung
didirikan dalam plastik (UKDdp) menggunakan substrat kertas merang, setiap
gulung ditanami 50 butir benih untuk tiap ulangan dan dikecambahkan pada kertas
merang panjang sehingga digunakan alat pengecambah benih tipe IPB 72-1.
Percobaan dilakukan sebanyak 4 ulangan. Kertas merang yang digunakan dalam
setiap gulungan sebanyak 5 (lima) lembar berukuran 21 x 27 cm.
Pengamatan
Pengamatan untuk setiap variabel percobaan dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1.

Daya berkecambah (DB) mengambarkan viabiltas potensial benih, dihitung
berdasarkan kecambah normal (KN) hitungan pertama dan kedua dari
seluruh benih yang ditanam. Hitungan pertama untuk benih padi adalah 5
hari dan hitungan keduanya 7 hari. Uji viabilitas benih merupakan uji daya
berkecambah pada kondisi optimum.
Rumus penghitungan daya berkecambah:

12

2.

Persistensi Dormansi adalah tolok ukur

yang digunakan benih untuk

mengakhiri masa dormansinya, yaitu ketika nilai daya berkecambah
mencapai 80% yang dinyatakan dalam minggu. Metode penentuan periode
persistensi dormansi didasarkan pada grafik linier hubungan antara daya
berkecambah dengan periode after-ripening setiap minggu.
3.

Intensitas dormansi (ID) merupakan persentase benih segar yang tidak
tumbuh diakhir pengamatan dan benih tersebut masih dalam keadaan hidup.
Nilai ID yang tinggi menunjukan bahwa benih yang diuji dengan perlakuan
tersebut memiliki tingkat perkecambahan yang rendah. Persentase intensitas
dihitung dengan rumus:

Intensitas Dormansi (%) =

!" #$%&" '$(!) *!%( +&,!- +
.

!" #$%&" *!%( ,&+!%!

# "

x 100%

Percobaan 2. Pengaruh teknik pematahan dormansi benih selama
periode after-ripening enam kultivar padi gogo
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot
Design) yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua
faktor.

Faktor pertama periode after-ripening (P) sebagai petak utama dan

perlakuan pematahan dormansi (D) sebagai anak petak.
Faktor periode after ripening (P) terdiri dari 11 sebelas taraf, yaitu :
periode 0 – 10 minggu dengan selang waktu satu minggu. Faktor perlakuan
pematahan dormansi (D) terdiri dari 4 taraf, yaitu : tanpa perlakuan, digunakan
sebagai kontrol, perendaman dalam larutan KNO3 3 % selama 48 jam, stratifikasi
suhu tinggi 50 0C selama 48 jam dan perendaman dalam air selama 48 jam.
Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Pi + pik + Dj + (PD)ij +

є ijk

13

Keterangan
= nilai pengamatan faktor periode after-ripening ke-i, faktor pematahan

Yijk

dormansi ke-j dan ulangan ke-k

µ

= rataan umum

Pi

= pengaruh utama faktor periode after-ripening ke-i

Dj

= pengaruh faktor pematahan dormansi taraf ke-j

pik

= pengaruh acak faktor periode after-ripening ke-i dan ulangan ke-k

(PD)ij

= interaksi faktor periode after-ripening ke-i dan faktor pematahan
dormansi ke-j
= pengaruh acak faktor periode after-ripening ke-i, faktor pematahan

eijk

dormansi ke-j dan ulangan ke-k.
Data yang diperoleh dianalisis ragam.

Bila terdapat pengaruh maka

dilanjutkan uji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf nyata 5% .
Pelaksanaan Penelitian
Percobaaan II dilakukan untuk enam kultivar padi gogo lokal Gorontalo
secara secara terpisah. Setiap akhir periode after-ripening (0,1,2,3,…11 minggu)
dilakukan pematahan dormansi. Tiap ulangan terdiri dari 50 (lima puluh) butir
benih. Benih diberi perlakuan pematahan dormansi sebelum dikecambahkan pada
pada kertas merang dengan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik
(UKDdp). Kertas merang yang digunakan dalam setiap gulungan sebanyak 5
lembar
Pengamatan
Pengamatan untuk setiap variabel percobaan dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1.

Daya berkecambah (DB) dan intensitas dormansi (ID) dihitung sebagaimana
pada percobaan 1.

14

2.

Potensi tumbuh Maksimum dihitung berdasarkan persentase jumlah benih
yang tumbuh dengan kriteria minimal tumbuh radikula pada akhir
pengamatan yaitu hari ke-7.

PTM (%) =

3.

/ 0$1! #!" 2#%3) ! 4 / 0$1! #!" 53) !
/ 6$%&" *!%( ,&+!%!

Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari terhadap
persentase kecambah normal dan periode waktu pengamatan (etmal). Nilai
etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu
pengamatan terakhir (Sadjad et al. 1999).. Penentuan kecepatan tumbuh
berdasarkan rumus

78

9 :



Keterangan :
1 etmal = 24 jam
N

= persentase kecambah normal pada akhir pengamatan

t

= periode waktu pengamatan

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1 Persistensi dormansi pada enam kultivar padi gogo
Persistensi dormansi merupakan tolok ukur yang digunakan benih untuk
mengakhiri masa dormansinya. Benih disebut patah dormansinya ditentukan
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daya berkecambah minimum
80%, menurut standar pengujian laboratorium benih padi

(DEPTAN 2009).

Hasil analisis ragam pengaruh kultivar terhadap daya berkecambah, persistensi
dormansi dan intensitas dormansi dapat dilihat di Lampiran 2 dan rekapitulasi
analisis ragam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kultivar terhadap tolok ukur daya
berkecambah, intensitas dormansi dan persistensi dormansi

Tolok Ukur
Kultivar
Daya berkecambah (%)
**
Intensitas dormansi (%)
*
Persistensi dormansi (minggu)
**
Keterangan : ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
* berpengaruh nyata pada taraf 5%

KK
2.51%
3.78%
4.63%

Benih padi gogo lokal Gorontalo yang baru dipanen memiliki intensitas
dormansi yang tinggi, berkisar 89 hingga 98% (Tabel 2). Intensitas dormansi
ditunjukkkan oleh persentase benih segar tidak tumbuh (BSTT) pada akhir
periode pengujian (7 hari setelah tanam). Banyaknya BSTT menandakan benih
tersebut mengalami dormansi. Nilai intensitas dormansi yang tinggi dan beragam
juga terdapat pada penelitian Wahyuni et al. (2004) yang menyatakan bahwa
intensitas dormansi 32 genotipe padi bervariasi dan semua galur harapan
mempunyai intensitas dormansi diatas 80%.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) dormansi pada benih padi
merupakan dormansi after ripening yang akan patah pada periode waktu tertentu.
Persentase

benih

nondorman

meni