Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon

STUDI PERMINTAAN REKREASI DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN EKOWISATA SPIRITUAL
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PRIYONO EKA PRATIEKTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Permintaan
Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional
Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Priyono Eka Pratiekto
NIM E34090009

ABSTRAK
PRIYONO EKA PRATIEKTO. Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi
Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing
oleh RICKY AVENZORA dan TUTUT SUNARMINTO.
Wisata spiritual merupakan fenomena wisata yang tengah berkembang di
Taman Nasional Ujung Kulon. Identifikasi terhadap permintaan rekreasi dan
potensi dampaknya menjadi penting untuk menentukan strategi pengembangan
ekowisata spiritual pada taman nasional yang memiliki sensitifitas ekologis tinggi
tersebut. Studi terhadap pengunjung obyek ziarah menunjukkan bahwa mereka
memiliki motivasi kunjungan dominan untuk mengenal leluhur, mengenal sejarah
dan meminta bantuan untuk kelancaran rezeki/usaha/karir; serta memiliki
preferensi kebutuhan terhadap fasilitas dan wisata yang minimal. Sementara studi
terhadap masyarakat sekitar dan pengelola taman nasional menunjukkan bahwa
kegiatan wisata spiritual dipersepsikan berdampak agak baik terhadap aspek

ekonomi, sosial dan budaya masyarakat lokal serta terhadap hubungan dengan
taman nasional. Berdasarkan hasil studi ini, konsep eco-geo-spiritual-tourism
diusulkan untuk memberikan keseimbangan yang optimal antara kebutuhan
pengunjung, manfaat bagi masyarakat setempat dan kelestarian taman nasional.
Kata kunci : ekowisata spiritual, permintaaan rekreasi, strategi pengembangan
wisata, Taman Nasional Ujung Kulon, ziarah
ABSTRACT
PRIYONO EKA PRATIEKTO. Study of Recreation Demand and Eco-Spiritual
Tourism Development Strategy at Ujung Kulon National Park. Supervised by
RICKY AVENZORA and TUTUT SUNARMINTO.
Spiritual tourism is a growing tourism phenomenon at Ujung Kulon
National Park. Identification of demand and its potential impacts become
important to define eco-spiritual tourism development strategy for the ecologically
high-sensitive national park. Study on pilgrimage site visitors within the park
shows that they were motivated to know history, know ancestors, and seek help
for career and business excellence; and also have minimum concern on tourism
facilities and services. While, study on local people and park manager shows that
spiritual tourism activities are tought to have moderate impact on economical and
socio-cultural aspect of local people, as well as its relation on park management
policy. The concept of eco-geo-spiritual-tourism is proposed from the study to

maintain optimum balanced point between visitor needs, benefit for local society
and the park sustainability.
Keywords: eco-spiritual tourism, pilgrimage, recreation demand, tourism
development strategy, Ujung Kulon National Park

STUDI PERMINTAAN REKREASI DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN EKOWISATA SPIRITUAL
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PRIYONO EKA PRATIEKTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Judul Skripsi: Studi Pennintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata
Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon
Nama
: Priyono Eka Pratiekto
NIM
: E34090009

Disetujui oleh

MScF

ggal Lulus:

Dr Ir Tutut Sunanninto, MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata
Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon

Nama
: Priyono Eka Pratiekto
NIM
: E34090009

Disetujui oleh

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
Pembimbing I

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul Studi Permintaan Rekreasi dan
Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon
berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ricky
Avenzora, MScF dan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak masukan selama proses penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Balai Taman
Nasional Ujung Kulon, masyarakat Desa Tamanjaya dan Kramatjaya, serta rekanrekan dari Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat tercinta, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2013

Priyono Eka Pratiekto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Obyek dan Alat Penelitian

3

Jenis dan Metode Pengumpulan Data


3

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Sumberdaya Wisata Spiritual di TNUK

4

Permintaan Wisata Spiritual


9

Dampak Wisata Spiritual

16

Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual

19

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran


27

DAFTAR PUSTAKA

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Data primer yang dikumpulkan
Kondisi jalur wisata menuju obyek ziarah di TNUK
Infrastruktur dan fasilitas wisata pada obyek ziarah di TNUK
Matriks SWOT pengembangan wisata spiritual di TNUK tahun 2013
Spektrum kesempatan rekreasi obyek ziarah di TNUK

3
8
8
20
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Obyek ziarah Gua Sanghyang Sirah
Obyek ziarah Makam Cimahi
Obyek ziarah Makam Gunung Tilu
Obyek ziarah Makam Kuta Karang
Obyek ziarah Arca Ganesha
Rute perjalanan wisata spiritual di TNUK
Fluktuasi kunjungan ke obyek ziarah di TNUK tahun 2012
Nilai motivasi pengunjung obyek ziarah di TNUK
Distribusi pengeluaran pengunjung obyek ziarah di TNUK
Persepsi pengunjung terhadap keunikan obyek ziarah di TNUK
Persepsi pengunjung terhadap keindahan obyek ziarah di TNUK
Nilai kepuasan pengunjung obyek ziarah di TNUK
Nilai kepuasan pengunjung terhadap infrastruktur dan fasilitas wisata
spiritual di TNUK
Intensitas kunjungan peziarah terhadap obyek-obyek keramat di
TNUK
Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan dan peningkatan
pelayanan wisata spiritual di TNUK
Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan infrastruktur dan
fasilitas pada obyek ziarah di TNUK
Dampak ekonomi kegiatan wisata spiritual di TNUK
Dampak sosial kegiatan wisata spiritual di TNUK
Dampak budaya kegiatan wisata spiritual di TNUK
Dampak wisata spiritual di TNUK terkait hubungan dengan taman
nasional

5
5
6
6
7
9
10
11
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Karakteristik umum pengunjung obyek ziarah di TNUK
Sebaran daerah asal wisatawan spiritual di TNUK

30
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai kepercayaan atau keyakinan terhadap eksistensi dari sumbersumber kekuatan atau kekuasaan yang maha tinggi (supreme power or authority)
telah sejak lama memotivasi manusia untuk melakukan perjalanan menuju tempattempat yang dianggap keramat atau suci dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual mereka. Timothy dan Olsen (2006a) menjelaskan sumber kekuatan atau
kekuasaan yang maha tinggi tersebut meliputi Pencipta, Tuhan, Roh Kudus,
Dewa-dewi, bumi, matahari, bulan, nabi, juru selamat (savior), ataupun segala
sesuatu sumber kekuatan yang bersifat infinite dan intangible. Adapun berbagai
bentuk perjalanannya oleh kalangan akademis dan praktisi diistilahkan dengan
terminologi pilgrimage tourism, religious tourism, spiritual tourism dan tourism
pilgrimage (Vukonic 1996; Santos 2003; Timothy dan Olsen 2006b).
Meskipun bukan merupakan hal yang mutlak, namun dapat terlihat bahwa
kebanyakan tempat-tempat yang dianggap keramat cenderung lebih terlindungi
dari kerusakan akibat faktor manusia sekalipun tidak berstatus sebagai suatu
kawasan yang dilindungi (protected area). Dalam konteks perlindungan kawasan,
keunikan karakteristik tersebut dikenal dengan konsep situs keramat alami (sacred
natural sites) yang berpotensi menguntungkan bagi efektifitas pengelolaan suatu
kawasan perlindungan (IUCN 2008). Peran positif situs keramat alami di dalam
menunjang pengelolaan kawasan perlindungan telah ditunjukkan, di antaranya,
melalui penelitian Nurlinda (2012) pada Cagar Alam Nusa Gede Panjalu serta
Kosmaryandi (2012) pada Taman Nasional Kayan Mentarang dan Wasur.
Fenomena kegiatan kunjungan terhadap tempat-tempat keramat di dalam
kawasan perlindungan juga dapat dijumpai pada Taman Nasional Ujung Kulon
(TNUK). Pada taman nasional berstatus World Heritage Site tersebut, kegiatan
kunjungan terhadap tempat-tempat keramat telah lama menjadi bagian dari
budaya masyarakat lokal yang disebut zarah (ziarah), serta saat ini tergolong ke
dalam kategori jenis kunjungan yang dominan (BTNUK 1994; BTNUK 2012).
Mengingat prinsip pengelolaan taman nasional adalah tidak hanya berfokus
pada perlindungan ekosistem, melainkan juga pada kepentingan masyarakat
sekitar dan pengunjung taman nasional; maka setiap bentuk aktivitas wisata pada
kawasan tersebut haruslah diarahkan agar memenuhi prinsip ekowisata (Basuni
dan Kosmaryandi 2008). Atas hal tersebut, maka dilakukan studi mengenai
permintaan rekreasi pada obyek-obyek ziarah dalam kawasan TNUK serta
dampaknya terhadap beberapa aspek keberlanjutan pariwisata yang meliputi aspek
ekonomi, sosial-budaya dan hubungan dengan pengelolaan taman nasional untuk
menghasilkan strategi pengembangan wisata spiritual yang sesuai dengan prinsip
ekowisata.

2

Perumusan Masalah
Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan perlindungan
keanekaragaman hayati memiliki beberapa sumber daya wisata yang memiliki
nilai keramat. Keberadaan sumber daya wisata tersebut telah menarik orang untuk
melakukan kunjungan yang bermotifkan spiritual. Adanya permintaan wisata
spiritual dalam kawasan TNUK tentunya harus diatur melalui perencanaan
pengembangan yang efektif agar fungsi dan tujuan pengelolaan taman nasional
dapat berjalan optimal.
Konsep dasar perencanaan pariwisata oleh Cooper et al. (1998) menyatakan
bahwa pariwisata harusnya terlihat sebagai suatu hubungan antar sistem dari
faktor permintaan dan penawaran. Dalam konteks perencanaan pariwisata,
pengetahuan tentang rekreasi dapat disimplifikasikan melalui pengertian yang
baik tentang permintaan rekreasi dan penawaran rekreasi (Avenzora 2003).
Avenzora (2003) menyatakan bahwa berbicara tentang permintaan rekreasi adalah
berbicara tentang: (1) siapa yang meminta, (2) apa dan berapa banyak yang
diminta dan (3) kapan diminta. Mengacu pada uraian tersebut, maka
permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa daya tarik wisata spiritual di TNUK yang diminati?
2.
Seperti apa karakteristik dan motivasi pengunjung wisata spiritual di
TNUK?
3.
Seperti apa pola permintaan wisata spiritual di TNUK?
4.
Bagaimana persepsi masyarakat sekitar terhadap dampak permintaan wisata
spiritual di TNUK?
5.
Seperti apa konsep dan strategi pengembangan wisata spiritual di TNUK
yang sesuai dengan prinsip ekowisata?
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengidentifikasi daya tarik wisata spiritual di TNUK
Mengidentifikasi karakteristik dan motivasi pengunjung serta biaya
kunjungan wisata spiritual di TNUK
Mengidentifikasi rentang dan pola permintaan wisata spiritual di TNUK
Mengidentifikasi dampak permintaan wisata spiritual di TNUK
Merumuskan konsep dan strategi pengembangan ekowisata spiritual di
TNUK

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan TNUK dan dua desa sekitar kawasan taman
nasional yaitu Desa Tamanjaya Kecamatan Sumur dan Desa Kramatjaya

3

Kecamatan Cimanggu, Pandeglang Banten. Data penelitian dikumpulkan selama
bulan Februari sampai April 2013.
Obyek dan Alat Penelitian
Obyek penelitian utama adalah pengunjung pada lima obyek ziarah (Gua
Sanghyang Sirah, Makam Cimahi, Makam Gunung Tilu, Makam Kuta Karang
dan Arca Ganesha), masyarakat lokal, serta pengelola. Alat yang digunakan
adalah alat tulis, kuesioner, kamera, dan perekam suara.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
yang dikumpulkan terdiri dari dua kelompok data yang dimaknai sebagai variabel
esensial, yang kemudian diperinci dalam beberapa elemen (Tabel 1). Adapun data
sekunder yang dikumpulkan adalah berupa berbagai dokumentasi data tentang
kewilayahan, kepariwisataan dan kependudukan pada unit-unit administratif
lokasi penelitian berada.
Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan
Variabel

Elemen

Sumber Data

Permintaan a. Karakteristik
demografi dan biaya
dikeluarkan
b. Motivasi dan
Preferensi rekreasi
c. Persepsi
d. Harapan
Pasok
a. Sumberdaya wisata
(daya tarik wisata,
infrastruktur,
fasilitas)
b. Persepsi masyarakat
c. Kondisi pengelolaan

Responden pengunjung
aktual pada tapak-tapak
wisata spiritual di
TNUK sejumlah total 70
orang

a. Gejala fisik pada
lokasi wisata
b. Responden
masyarakat sejumlah
30 orang/desa
c. Responden pengelola
sejumlah tiga orang

Metode
Pengumpulan
Pengisian
kuesioner berpola
tertutup

a. Observasi
lapang
b. c. Pengisian
kuesioner
berpola tertutup

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berpola
tertutup (close ended). Skala skoring yang digunakan untuk kuesioner tersebut
adalah skala Likert yang telah dimodifikasi sesuai dengan karakter masyarakat
Indonesia, yaitu menjadi skala 1 sampai dengan 7 (Avenzora 2008a).
Analisis Data
Pemetaan Skor dan Analisis Gap
Pemetaan skor (score mapping) dan analisis gap (gap analysis) merupakan
dua proses kunci dalam menganalisis data primer yang telah dikumpulkan.

4

Menurut Sunarminto (2012), berbagai skor persepsi yang terdata melalui sistem
skoring adalah menunjukkan tata-nilai responden terhadap kondisi saat itu (given
condition) dari setiap elemen yang terdapat dalam suatu aspek yang sedang
dievaluasi. Proses pemetaan skor tersebut kemudian dilanjutkan dengan analisis
gap, yaitu serangkaian penelaahan mengenai kesenjangan posisi skor terhadap
kondisi ideal yang diinginkan (yang dalam konteks skor tergambar pada posisi
skor 1 sampai dengan 7).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti 2001). Analisis ini digunakan untuk
memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dalam
pengembangan ekowisata spiritual di TNUK. Faktor internal meliputi kekuatan
dan kelemahan. Faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Ujung Kulon terletak di ujung barat daya Pulau Jawa
dengan luas 122.956 hektar yang terdiri atas 78.619 hektar daratan dan 44.337
hektar perairan laut. Secara administratif TNUK terletak di Kecamatan Sumur dan
Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten, sedangkan secara geografis
terletak antara 102°02'32”-105°37'37” BT dan 06°30'43”-06°52'17” LS.
Kawasan TNUK meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau
Panaitan, Pulau Peucang, dan Kepulauan Handeuleum. Kawasan TNUK juga
dikelilingi 19 Desa dengan luas 29.850 ha yang merupakan daerah penyangga, di
antaranya adalah Desa Tamanjaya dan Desa Kramatjaya. Berdasarkan SK Dirjen
PHKA Nomor : SK.100/IV-SET/2011, terdapat 8 zonasi kawasan di TNUK yaitu
zona inti, yang terdiri dari daratan dan lautan, zona rimba, zona perlindungan
bahari, zona pemanfaatan darat dan laut, zona tradisional, rehabilitasi, zona religi,
dan zona khusus.
Sumberdaya Wisata Spiritual di TNUK
Obyek Daya Tarik Wisata
Lima obyek ziarah di dalam kawasan TNUK, yaitu Gua Sanghyang Sirah,
Makam Gunung Tilu, Makam Kuta Karang, Makam Cimahi, dan Arca Ganesha
merupakan daya tarik utama bagi aktivitas wisata spiritual. Masing-masing obyek
tersebut memiliki keistimewaan tertentu yang menjadikannya sebagai orientasi
utama bagi pengunjung yang datang berziarah.
Sanghyang Sirah (Gambar 1) adalah tempat yang dianggap paling keramat
sekaligus tujuan utama kunjungan ziarah di TNUK. Gua ini dipercaya menjadi
petilasan para leluhur masyarakat Sunda, yaitu Prabu Tajimalela dan Raden Kian
Santang (BTNUK 1994:21). Gua ini juga kerap dikaitkan dengan sejarah
penyebaran agama Islam yang melibatkan tokoh-tokoh dari Kesultanan Banten, di
antaranya Maulana Hasanudin (Sultan Banten I) dan Maulana Mansyuruddin.

5

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Obyek ziarah Gua Sanghyang Sirah: (a) Mulut gua, tampak
dari luar (b) Mulut gua, tampak dari dalam (c) Batu kukus
(d) Batu Qur’an dan Kolam Cikawedukan
Makam Cimahi (Gambar 2) adalah komplek pemakaman kuno yang terdiri
atas lima kuburan para tokoh leluhur masyarakat setempat. Kelima tokoh tersebut
diyakini bernama Uyut Ider Alam, Syeh Dahlan, Syeh Naliyudin, Uyut Santika,
dan Uyut Santani.

(a)

(b)

Gambar 2 Obyek ziarah Makam Cimahi: (a) kuburan dan shelter (b) kuburan
Makam Gunung Tilu atau Makam Uyut Ukur (Gambar 3) merupakan
kuburan Raden Summadikara bin Surya Dinata, seorang bangsawan dari Priangan
yang menjadi pejabat pengukur lahan pada jaman kolonial Belanda. Beliau
bertugas daerah Malimping (Kabupaten Lebak), namun di masa tuanya menetap

6

di Gunung Tilu hingga meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut. Makam
Uyut Ukur berstatus sebagai makam keluarga serta memiliki seorang juru pelihara
khusus yang ditunjuk oleh pihak keluarga/ahli warisnya.

(a)

(b)

Gambar 3 Obyek ziarah Makam Gunung Tilu: (a) bagian depan
komplek makam (b) kuburan Raden Summadikara
Makam Kuta Karang (Gambar 4), diyakini bukanlah kuburan melainkan
hanya tapak/petilasan dari tokoh legenda setempat bernama Eyang Gentar Bumi.
Semula tempat ini tidak termasuk sebagai obyek ziarah, namun kemudian menjadi
ramai dikunjungi setelah ada seorang kuncen yang mendapat wangsit untuk
menjadikannya sebagai tempat ziarah sebelum ke Gua Sanghyang Sirah.

Gambar 4

(a)
(b)
Obyek ziarah Makam Kuta Karang: (a) areal makam
dikelilingi batu karang setinggi 2 m (b) bangunan makam

Arca Ganesha di Puncak Gunung Raksa, Pulau Panaitan (Gambar 5) adalah
salah satu situs religi Hindu tertua di Nusantara. Arca Ganesha biasanya
diletakkan di bangunan suci dan di tempat-tempat penting lain (Sedyawati 1994).
Arca Ganesha dengan penggambaran secara plastis seperti di Panaitan
menunjukkan kuatnya ciri Hindu yang berasal dari jaman sebelum Kerajaan
Pajajaran (Widyastuti 2004). Dengan demikian, sangat mungkin arca tersebut
merupakan peninggalan kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan pertama
di Jawa bagian barat (Iskandar 1997). Dugaan tersebut dapat diterima mengingat
Kerajaan Salakanegara yang berpusat di daerah Teluk Lada, Pandeglang memiliki
wilayah kekuasaan hingga meliputi Pulau Panaitan dan sekitarnya.

7

(a)

(b)

Kredit foto: Quinn, Daniel

Gambar 5 Obyek ziarah Arca Ganesha: (a) pilar bekas bangunan
pelindung arca (b) arca tampak dari depan
Daya tarik lain bagi kegiatan wisata spiritual di TNUK adalah mitos
mengenai keberadaan hoe tunggal serta penyelenggaraan acara rembug tahunan
pada obyek ziarah yang dikenal dengan istilah haul. Hoe tunggal merupakan rotan
langka yang tumbuh secara tunggal (tidak berumpun sebagaimana umumnya
rotan) sehingga diyakini memiliki kekuatan magis tertentu. Adapun kegiatan haul
umumnya diselenggarakan di bulan Syawal maupun Muharram dengan
diorganisir oleh pihak ahli waris obyek maupun juru kunci obyek ziarah. Bentuk
kegiatan haul secara umum adalah berupa berdoa dan makan bersama pada
obyek-obyek ziarah.
Aksesibilitas dan Jalur Wisata
Akses ke obyek ziarah dalam TNUK dapat dilakukan melalui jalur laut
menuju Pulau Panaitan dan Semenanjung Ujung Kulon, atau melalui jalur darat
menuju titik akses masuk utama yaitu Desa Tamanjaya di Kecamatan Sumur dan
Desa Kramatjaya di Kecamatan Cimanggu (Gambar 7). Selain Arca Ganesha di
Pulau Panaitan, seluruh obyek ziarah di TNUK dapat ditempuh dengan jalur darat.
Sarana angkutan umum berupa minibus dengan rute Serang/Labuan–
Tamanjaya tersedia pada jalur yang menuju desa-desa di Kecamatan Sumur.
Adapun sarana transportasi laut utama adalah kapal sewaan berkapasitas
maksimal 20 orang. Harga sewa per kapal pada Juli 2013 adalah Rp 2,5-3,5 juta.
Keberangkatan kapal dilakukan dari Desa Kertajaya dan Desa Tamanjaya.
Jalan setapak/jalur wisata menuju tiap-tiap obyek ziarah di TNUK tidak
hanya menyajikan sensasi pemandangan yang menarik, namun juga tantangan
fisik bagi para peziarah. Salah satu contohnya adalah pada jalur ziarah menuju
Gua Sanghyang Sirah yang melintasi hutan belantara di Semenanjung Ujung
Kulon yang penuh dengan risiko serangan binatang buas (banteng, ular berbisa,
buaya). Peziarah juga harus rela bermalam di hutan dengan memanfaatkan gubukgubuk rumbia bekas nelayan pencari lobster atau pos-pos jaga petugas yang
seringkali ditinggalkan kosong. Secara lebih lengkap kondisi setiap jalur wisata
dijelaskan dalam Tabel 2.

8

Tabel 2 Kondisi jalur wisata menuju obyek ziarah di TNUK
Rute
Obyek
[Jarak; Waktu
Deskripsi Medan
Ziarah
tempuh]
Makam
Legon Pakis-Cilintang
Jalan datar dan mudah dilalui. Melewati
Kuta
[1,5 km; 20 menit]
hutan pantai.
Karang
Makam
Kampung Salam-Cimahi Jalan datar melewati persawahan,
Cimahi
[2 km; 1,5 jam]
kemudian menanjak cukup tajam melewati
hutan lebat.
Makam
Kampung Sompok-Gn. Jalan setapak dengan beberapa tanjakan
Gunung
Tilu [3 km; 2 jam]
dan turunan sedang, melewati kebun dan
Tilu
Kp. Pasir Ranji-Gn. Tilu sawah. Jalan dapat dilalui kendaraan roda
[1,5 km; 45 menit]
dua jika tidak berlumpur akibat hujan.
Gua
Cibom-CirameaJalan melalui lantai hutan, pasir pantai,
Sanghyang Sanghyang Sirah [10
dan batuan karang. Dua kali mendaki bukit
Sirah
km; 12 jam]
dengan ketinggian ±150 m dpl.
Legon PakisJalan datar hingga menanjak tajam.
Cibandawoh-CibunarMelintasi empat muara sungai besar,
Sanghyang Sirah
padang penggembalaan, dan puncak
[45 km; 36 jam]
gunung.
Arca
Citambuyung-Gn. Raksa Jalan melalui lantai hutan kemudian
Ganesha
mendaki dengan tanjakan dan turunan
[4 km; 2 jam]
yang tajam.
Keberadaan Infrastruktur dan Fasilitas Wisata
Infrastruktur dan fasilitas wisata pada setiap tapak ziarah di TNUK
tergolong masih sangat terbatas (Tabel 3). Sebagian besar fasilitas yang kini telah
ada hanya dibangun melalui inisiatif masyarakat dan pengunjung secara sukarela.
Secara keseluruhan, Makam Gunung Tilu adalah yang memiliki
ketersediaan infrastuktur dan fasilitas penunjang wisata yang paling lengkap. Pada
makam ini terdapat bangunan mushola dan bangunan komplek makam yang
berukuran cukup luas dengan sifat bangunan semi permanen. Infrastruktur listrik
juga telah tersedia dengan memanfaatkan teknologi panel tenaga surya.
Tabel 3 Infrastruktur dan fasilitas wisata pada obyek ziarah di TNUK
Infrastruktur dan Sanghyang Makam Kuta Makam
Makam
Arca
Fasilitas
Sirah
Karang
Cimahi
Gunung Tilu Ganesha
Listrik

Air bersih





Telekomunikasi



Rambu jalan

Tempat berdoa



Musholla



Pos jaga petugas

Shelter





9

Tabel 3 Infrastruktur dan fasilitas wisata pada obyek ziarah di TNUK (lanjutan)
Infrastruktur dan Sanghyang Makam Kuta Makam
Makam
Arca
Fasilitas
Sirah
Karang
Cimahi
Gunung Tilu Ganesha
Tempat sampah

Toilet

Dapur



a
Keterangan: √ = terdapat; - = tidak terdapat

Gambar 6 Rute perjalanan wisata spiritual di TNUK
Permintaan Wisata Spiritual
Jumlah Pengunjung dan Waktu Kunjungan
Pendugaan jumlah peziarah berdasarkan catatan kunjungan pada kelima
obyek ziarah memperoleh hasil bahwa setidaknya terdapat 5.025 pengunjung pada
tahun 2011 dan 4.137 pengunjung pada tahun 2012, atau rata-rata 4.581
pengunjung per tahun datang ke TNUK untuk berziarah. Artinya berdasarkan data
tersebut dapat dipastikan selama dua tahun terakhir aktivitas kunjungan ke TNUK
sebetulnya lebih banyak didominasi oleh kunjungan-kunjungan yang bermotifkan
spiritual.
Makam Gunung Tilu merupakan obyek yang paling banyak dikunjungi
dengan jumlah rata-rata 2.833 pengunjung/tahun. Gua Sanghyang Sirah, Makam
Cimahi dan Kuta Karang secara akumulasi dikunjungi oleh 1.748
pengunjung/tahun. Adapun catatan jumlah pengunjung pada Arca Ganesha tidak
ditemukan karena tidak adanya pencatatan statistik kunjungan yang dilakukan
secara spesifik berdasarkan tiap obyek wisata yang dikunjungi di Pulau Panaitan.

10

Gambar 7 Fluktuasi kunjungan ke obyek ziarah di TNUK tahun 2012
Gambar 7 menunjukkan pengunjung obyek ziarah terkonsentrasi secara
signifikan pada bulan-bulan yang bertepatan dengan tiga bulan pada sistem
penanggalan Hijriyah yang memiliki nilai khusus dalam budaya umat Islam, yaitu
bulan Muharram (Maulid/Suro), Syawal, dan Dzulhijjah (haji). Lonjakan
pengunjung secara temporer juga terjadi pada saat masyarakat setempat
mengadakan acara haul di tempat ziarah. Dalam konteks ekowisata, jumlah
pengunjung yang sangat fluktuatif tersebut adalah dapat dijadikan sebagai
indikator tentang terpicunya tekanan lingkungan, yang akan berujung pada
turunnya kepuasan pengunjung pada periode kunjungan tersebut (Sunarminto
2012).
Karakteristik Demografis Pengunjung
Karakteristik demografis responden pengunjung disajikan pada Lampiran 1.
Berdasarkan data tersebut, kebanyakan diantara mereka adalah para kepala
keluarga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan latar belakang
pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan tetap. Dari segi pendidikan,
mereka kebanyakan berasal dari tingkat pendidikan menengah (SMA dan SMP),
sedangkan dari segi agama yang dianut, seluruh responden beragama Islam.
Berdasarkan asal daerahnya, pengunjung obyek ziarah di TNUK mayoritas
berasal dari lingkup regional Jawa bagian barat (Banten, DKI Jakarta dan Jawa
Barat). Data sebaran daerah asal pengunjung tersebut dirangkum pada Lampiran
2.
Motivasi Kunjungan
Pengunjung pada obyek-obyek ziarah di TNUK memiliki niat dan tujuan
yang mantap untuk berziarah. Hal tersebut tercermin dari nilai motivasi kunjungan
mereka dimana motivasi ziarah sangat dominan daripada kunjungan lainnya
(Gambar 8a). Adapun motivasi khusus ziarah yang utama pada kelima obyek
ziarah di TNUK adalah meminta kelancaran rezeki, usaha, karir; mengenal
sejarah; mengenal leluhur; dan berdoa untuk leluhur (gambar 8b).
Motivasi pengunjung obyek ziarah di TNUK berpangkal pada nilai-nilai
transendental (transcendental values), mengingat Islam sebagai agama mayoritas
mereka sangat menekankan kepada transendensi (Nelson 2009:4). Secara lebih
spesifik, nilai tersebut adalah berupa keyakinan peziarah terhadap kemampuan
istimewa (karâmah) dari tokoh/pribadi yang dimaqamkan pada obyek-obyek
ziarah dalam konteks relasi transendental. Mereka meyakini bahwa para tokoh
yang memiliki karâmah tersebut dapat menjadi wasilah (perantara) mereka dalam

11

ber-munajat dan obyek-obyek ziarah/maqam merupakan tempat yang mustajabah
atau tempat yang cocok untuk mengajukan berbagai keinginan/hajat kepada Yang
Maha Mengabulkan. Dalam ajaran Islam, kegiatan berdoa/memohon hajat melalui
perantara dikenal dengan istilah tawassul.

(a)
(b)
Keterangan : A=Ziarah; B=Rekreasi; C=Piknik; D=Foto-foto; E=Kumpul-kumpul; F=Kontak
sosial;G=Mengenal sejarah; H=Mengenal leluhur; I=Berdoa untuk leluhur;
J=Berkomunikasi dengan alam ghaib; K=Meminta kelancaran rezeki/usaha/karir;
L=Menuntut ilmu pada alam ghaib; M=Mencari ketenangan dan inspirasi;
N=Mencari benda keramat; O=Memenuhi nazar; P=Meminta kesembuhan;
Q=Melakukan tirakat/riyadhoh.
1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi;
7=sangat tinggi.

Gambar 8

Nilai motivasi pengunjung obyek ziarah di TNUK:
(a) motivasi kunjungan (b) motivasi khusus berziarah

Tokoh-tokoh leluhur yang menjadi orientasi utama untuk ber-tawassul di
TNUK adalah tokoh yang memiliki tempat khusus dalam kebudayaan masyarakat
di Jawa bagian barat, terutama berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Islam
di wilayah tersebut, diantaranya Prabu Tajimalela, Raden Kian Santang, Prabu
Siliwangi, Sultan Maulana Hasanudin, hingga Sunan Gunung Jati (BTNUK 1994;
Iskandar 1997; Kasim 2012). Oleh karenanya wajar jika sebagian besar peziarah
berasal dari Jawa bagian barat.
Pola Perjalanan
Sejumlah 24% responden pengunjung melakukan kunjungan singkat (tidak
menginap) dan 76% diantaranya menginap. Rata-rata kunjungan tidak menginap
adalah selama 3.5 jam, sedangkan rata-rata kunjungan menginap adalah 5 hari.
Dari segi kedatangan, sejumlah 39% dari responden pengunjung melakukan
kunjungan dalam rombongan khusus ziarah, 38% bersama teman, 16% sendirian,
dan 7% bersama keluarga. Hal tersebut sejalan dengan persepsi mereka terhadap
keefektifan sumber informasi tentang obyek-obyek spiritual di TNUK dimana
nilai keektifan tertinggi adalah informasi yang bersifat mulut ke mulut dari
teman/keluarga/saudara dan komunitas spiritual
Biaya Perjalanan
Nilai rata-rata pengeluaran pada semua kelompok karakteristik pengunjung
obyek ziarah di TNUK adalah tergolong besar jika memperhatikan karakteristik
sosio-ekonomi pengunjung, yaitu mencapai Rp 453.936/orang/kunjungan.

12

Meskipun demikian besarnya pengeluaran tersebut ternyata tidak terdistribusi
secara proporsional. Gambar 9 menunjukkan lebih dari separuh total pengeluaran
mereka terpakai untuk membayar biaya transportasi, sedangkan biaya untuk
komponen-komponen wisata lainnya tergolong kecil. Dalam konteks ekowisata,
kondisi tersebut adalah tidak menguntungkan mengingat manfaat ekonomi wisata
seharusnya dapat terdistribusi secara merata/berimbang.

Gambar 9 Distribusi pengeluaran pengunjung obyek ziarah di TNUK
Penyebab utama besarnya biaya transportasi adalah ketiadaan angkutan
umum reguler untuk mengakses obyek ziarah di TNUK, sehingga para
pengunjung harus menggunakan ojek atau menyewa kapal laut yang biayanya
cukup mahal. Mahalnya biaya sewa kapal dan waktu perjalanan kapal yang sangat
tergantung pada kondisi cuaca kemudian membuat sebagian pengunjung memilih
berjalan kaki, terutama untuk menuju ke Gua Sanghyang Sirah.
Perjalanan melalui Gua Sanghyang Sirah melalui jalan setapak sebetulnya
sangat berisiko bagi keselamatan pengunjung maupun dampak ekologis yang
ditimbulkan. Telah banyak peziarah yang celaka bahkan sampai meninggal dunia
dalam perjalanan ke Gua Sanghyang Sirah akibat tersesat, kehabisan bekal,
kelelahan fisik dan serangan binatang buas (Dede 8 April 2013, komunikasi
pribadi). Penulis sempat melihat bukti kuburan peziarah di samping Pos Resort
Cibunar dan salah satu rekan penulis pernah menjumpai langsung sesosok mayat
peziarah tengah dievakuasi oleh peziarah yang lain di sekitar Resort Karang
Ranjang (Laura B 16 April 2013, komunikasi pribadi)
Tipologi Wisatawan
Berdasarkan motivasi dan pola perjalanannya, secara garis besar terdapat
dua tipe pengunjung obyek ziarah di TNUK. Tipe pertama dan paling umum
adalah peziarah biasa. Motivasi berziarah mereka biasanya seputar meminta
kelancaran rezeki/usaha/karir, mengenal sejarah/leluhur dan berdoa untuk leluhur.
Mereka seringkali datang secara berkelompok (bersama keluarga, teman atau
rombongan ziarah), serta ditemani oleh pemandu ziarah yang disebut kuncen (juru
kunci).
Pengunjung tipe kedua adalah mereka yang dalam istilah setempat disebut
dengan musyafir atau lelana (bahasa Sunda, artinya pengelana). Mereka
berkunjung untuk kepentingan khusus seperti melakukan tirakat/riyadhoh
(penyempurnaan diri), mencari ilmu/kesaktian, hingga mencari benda
keramat/pusaka. Pengunjung tipe ini dicirikan dari pola kedatangannya yang pada
umumnya sendiri-sendiri, serta berani mengambil risiko dengan hanya membawa

13

bekal/persiapan perjalanan yang minim. Tidak ada batasan waktu bagi mereka
untuk berkunjung, beberapa musyafir ada yang tinggal selama berbulan-bulan,
bahkan hingga bertahun-tahun dalam kawasan TNUK (Saepudin A 22 Februari
2013, komunikasi pribadi).
Merujuk pada klasifikasi dan karakteristik wisatawan yang dibuat oleh Plog
(1987) diacu dalam Lowyck et al. (1993), seluruh pengunjung obyek ziarah
TNUK adalah tergolong wisatawan berorientasi orang (people orientation tourist),
wisatawan maskulin (masculinity tourist) serta wisatawan mandiri (selfconfidence tourist). Dengan tipologi tersebut, diduga mereka hanya tertarik pada
tata nilai dan kepercayaan yang menjadi orientasi ziarah; sedangkan kualitas
rekreasi, baik infrastruktur, fasilitas maupun program rekreasi belum menjadi
perhatian dan permintaan utama.
Persepsi Pengunjung
Persepsi pengunjung terhadap aspek keunikan kelima obyek ziarah secara
rata-rata berada pada tingkatan biasa saja, kecuali Gua Sanghyang Sirah dan Arca
Ganesha yang dipersepsikan pada tingkatan tinggi (Gambar 10). Adapun persepsi
terhadap keindahan obyek ziarah secara rata-rata berada pada tingkatan agak
indah, kecuali Gua Sanghyang Sirah yang tergolong indah (Gambar 11).

Keterangan: A= Material obyek; B= Lokasi obyek; C= Kepercayaan dan tata nilai; D=Tata cara
dan prosesi ritual; E=Dinamika komunikasi dan interaksi antar pelaku wisata
spiritual; F= Peralatan dan aksesoris/pakaian pelaku wisata spiritual dalam
menjalankan ritual; G= Keunikan bukti fisik dari tata nilai dan kepercayaan.
1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi;
7=sangat tinggi.

Gambar 10 Persepsi pengunjung terhadap keunikan obyek ziarah di TNUK

Keterangan : A= Fisik obyek; B=Tata nilai kepercayaan; C=Poses ritual; D=Elemen dan aksesoris
yang digunakan; E=Lokasi obyek wisata; F=Kepuasan psikologi yang ditimbulkan;
G=Kepuasan afirmatif yang didapatkan.
1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi;
7=sangat tinggi.

Gambar 11 Persepsi pengunjung terhadap keindahan obyek ziarah di TNUK

14

Sekalipun karakteristik pengunjung obyek ziarah di TNUK adalah tergolong
bukan yang berorientasi pada kualitas rekreasi dan fasilitasnya, namun tampaknya
berbagai kondisi yang ada turut mengurangi tingkat kepuasan terhadap motivasi
kunjungan mereka. Gambar 12 memperlihatkan bahwa nilai kepuasan kunjungan
tertinggi terdapat pada kegiatan ziarah dengan skor 5 (agak tinggi); sebanding
dengan nilai kepuasan rata-rata terhadap motivasi khusus mereka berziarah yang
juga hanya dipersepsikan pada skor 5 (agak tinggi).

(a)
(b)
Keterangan : A=Ziarah; B=Rekreasi; C=Piknik; D=Foto-foto; E=Kumpul-kumpul; F=Kontak
sosial; G=Mengenal sejarah; H=Mengenal leluhur; I=Berdoa untuk leluhur;
J=Berkomunikasi dengan alam ghaib; K=Meminta kelancaran rezeki/usaha/karir;
L=Menuntut ilmu pada alam ghaib; M=Mencari ketenangan dan inspirasi;
N=Mencari benda keramat; O=Memenuhi nazar; P=Meminta kesembuhan;
Q=Melakukan tirakat/riyadhoh.
1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi;
7=sangat tinggi.

Gambar 12 Nilai kepuasan pengunjung obyek ziarah di TNUK:
(a) kepuasan kunjungan (b) kepuasan berziarah
Apabila aspek kepuasan berziarah dipersepsikan agak tinggi, berbeda halnya
dengan persepsi kepuasan terhadap aspek kuantitas dan kualitas berbagai
infrastruktur dan fasilitas penunjang wisata yang tergolong rendah. Gambar 13
menunjukkan bahwa nilai kepuasan tersebut berada pada tingkatan agak rendah.

(a)
(b)
Keterangan : A=listrik, B=air bersih, C=telekomunikasi, D=jalan setapak, E=rambu-rambu
penunjuk jalan, F=pusat informasi dan pelayanan, G=shelter/pos jaga,
H=penginapan, I=papan interpretasi, J=tempat berdoa, K=musholla, L=MCK,
M=dapur umum, N=tempat sampah.
1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi;
7=sangat tinggi.

Gambar 13 Nilai kepuasan pengunjung terhadap infrastruktur dan fasilitas
wisata spiritual di TNUK: (a) aspek kuantitas
(b) aspek kualitas

15

Hal yang sangat menarik terkait dengan tipologi wisatawan yang telah
dijelaskan sebelumnya adalah bahwa relatif rendahnya nilai kepuasan terhadap
kondisi infrastruktur dan fasilitas wisata terbukti tidak terlalu mempengaruhi
intensitas kunjungan mereka ke obyek keramat TNUK. Sebagian besar
pengunjung ternyata telah berkunjung ke obyek tersebut lebih dari sekali (Gambar
14). Bahkan terdapat kecenderungan mereka yang sudah pernah berkunjung akan
datang kembali sebagai pemandu bagi teman/keluarganya yang belum pernah
berkunjung.

Gambar 14 Intensitas kunjungan peziarah di TNUK
Harapan Pengunjung
Hal-hal yang menjadi perhatian khusus dari para pengunjung berkaitan
dengan berbagai kekurangan yang ada pada berbagai obyek ziarah yang terdapat
pada TNUK adalah mencakup kebutuhan akan kebersihan, penataan obyek wisata,
dan ketersediaan insfrastruktur dan fasilitas wisata yang lebih baik. Secara
lengkap persepsi responden terhadap berbagai perbaikan dan peningkatan
pelayanan yang perlu dilakukan oleh pengelola obyek wisata spiritual di TNUK
tersebut ditunjukkan pada Gambar 15.

Keterangan : A=meningkatkan pemasaran obyek wisata; B=meningkatkan kebersihan obyek
wisata; C=penataan obyek wisata; D=meningkatkan keamanan kawasan obyek
wisata; E= meningkatkan kualitas pemandu/interpreter wisata; F=memperbaiki
infrastruktur dan fasilitas wisata.
1=sangat tidak butuh; 2=tidak butuh; 3=agak tidak butuh; 4=biasa saja; 5=agak
butuh; 6=butuh; 7=sangat butuh.

Gambar 15 Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan dan
peningkatan pelayanan wisata spiritual di TNUK
Persepsi kebutuhan pengunjung terhadap perbaikan infrastruktur dan
fasilitas pada tiap obyek wisata spiritual di TNUK secara spesifik ditunjukkan
pada Gambar 16. Sebagaimana terkait dengan tipologi pengunjung yang telah

16

dibahas sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa sebagian besar infrastruktur dan
fasilitas yang mereka butuhkan adalah yang bersifat kebutuhan fisik mendasar
selama fase perjalanan dan berkegiatan pada tiap-tiap obyek wisata spiritual.

Keterangan : A=listrik, B=air bersih, C=telekomunikasi, D=jalan setapak, E=rambu-rambu
penunjuk jalan, F=pusat informasi dan pelayanan, G=shelter/pos jaga,
H=penginapan, I=papan interpretasi, J=tempat berdoa, K=musholla, L=MCK,
M=dapur umum, N=tempat sampah.
1=sangat tidak butuh; 2=tidak butuh; 3=agak tidak butuh; 4=biasa saja; 5=agak
butuh; 6=butuh; 7=sangat butuh.

Gambar 16

Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan
infrastruktur dan fasilitas pada obyek ziarah di TNUK
Dampak Wisata Spiritual

Dampak Ekonomi
Adanya aktivitas wisata spiritual telah membuat masyarakat lokal
menyediakan berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan peziarah meliputi jasa
pemanduan ziarah (dari kalangan kuncen dan pemuka agama), porter, penyediaan
konsumsi dan penyediaan sesajen/logistik khusus ziarah (dari sekedar bunga dan
kemenyan hingga kambing potong). Mekanisme penyediaan layanan tersebut pada
umumnya dikoordinasikan melalui para pemandu ziarah. Dengan demikian tidak
dipungkiri bahwa aktivitas wisata spiritual di TNUK telah memberikan manfaatmanfaat ekonomi, terutama berupa tumbuhnya lapangan usaha dan kenaikan
tingkat penghasilan bagi masyarakat sekitar (Gambar 17).

Keterangan : A=ragam lapangan pekerjaan, B=ragam lapangan usaha, C= stabilitas harga,
D=tingkat kelancaran ekonomi, E=tingkat penghasilan, F=kesetaraan penghasilan,
G=harga kebutuhan primer.
1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik;
7=sangat baik.

Gambar 17 Dampak ekonomi kegiatan wisata spiritual di TNUK

17

Meskipun memiliki potensi sebagai penggerak perekonomian, namun
sampai saat ini harus diakui bahwa manfaat ekonomi kegiatan wisata spiritual di
TNUK bagi masyarakat sekitar adalah belum terlalu besar dari segi volumenya
serta masih terbatas pada kalangan tertentu. Kondisi ini tidak hanya diakibatkan
oleh relatif masih sedikitnya jumlah kunjungan ziarah di kawasan tersebut,
melainkan lebih dari itu adalah akibat pola perilaku peziarah yang kurang
mengkonsumsi fasilitas akomodasi serta layanan-layanan lain disamping yang
menjadi kebutuhan pokoknya dalam berziarah terkait dengan tipologi peziarah
yang telah dijelaskan pada bab terdahulu. Pada sisi yang lain, masyarakat juga
tampaknya tidak terlalu berkeinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi
yang lebih besar melalui pelayanan kegiatan wisata spiritual karena adanya
anggapan bahwa komodifikasi yang berlebihan akan berakibat buruk pada
kehidupan mereka (takut kualat).
Dampak Sosial
Dalam konteks hubungan sosial, terdapat cara pandang dan pemahaman
yang berbeda di kalangan masyarakat setempat tentang aktivitas wisata spiritual di
TNUK. Perbedaan tersebut pada umumnya dilatarbelakangi oleh masalah
akidah/keyakinan dalam agama yang menjadi salah satu faktor dominan dalam
hubungan sosial masyarakat desa.
Terlepas dari adanya potensi konflik laten tersebut, masyarakat sekitar tetap
menunjukkan sikap yang kooperatif terhadap setiap aspek aktivitas wisata
spiritual. Hal tersebut dapat tercermin dari persepsi masyarakat yang berada pada
tingkatan agak baik (Gambar 18).
Aktivitas wisata spiritual yang telah berlangsung dalam waktu yang lama
diduga menjadi alasan sikap kooperatif masyarakat tersebut. Selain itu, sikap
kooperatif masyarakat juga tidak dipungkiri disebabkan karena wisata spiritual
telah memberikan manfaat ekonomi bagi sebagian kalangan masyarakat.

Keterangan :

A=kesetaraan kehidupan sosial, B=tingkat pendidikan, C=stabilitas keamanan,
D =pengetahuan masyarakat, E=tanggungjawab sosial, F=ketahanan sosial,
G=kesetiakawanan sosial.
1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik;
7=sangat baik

Gambar 18 Dampak sosial kegiatan wisata spiritual di TNUK
Dampak Budaya
Gambar 19 menunjukkan bahwa persepsi dampak wisata spiritual terhadap
elemen budaya material dan immaterial masyarakat terletak pada tingkatan agak
baik. Hal ini dikarenakan elemen-elemen budaya masyarakat lokal adalah turut

18

menjadi bagian dari aktivitas wisata spiritual di TNUK meskipun tidak seluruhnya
menjadi daya tarik atau orientasi utama wisata.
Elemen budaya yang dipersepsikan mengalami dampak paling baik akibat
adanya kegiatan wisata spiritual adalah mitos dan pantangan setempat. Seperti
diketahui, masyarakat sekitar TNUK memiliki pantangan khusus ketika memasuki
kawasan hutan di Ujung Kulon. Pantangan tersebut diantaranya tidak boleh makan
sambil berjalan, tidak duduk di lantai hutan tanpa alas, tidak boleh bersiul, jangan
pernah menyebut nama harimau dan buaya, tidak boleh memetik daun atau
memotong dahan tanpa pisau atau golok, tidak boleh buang air kecil sambil
berdiri, tidak boleh berjalan waktu sore hari menjelang maghrib, dan tidak boleh
menyebut nama sesuatu benda bergerak yang belum jelas wujudnya. Apabila
diresapi lebih dalam, pantangan-pantangan tersebut sebetulnya adalah tatanan
etika/tata-krama yang membedakan perilaku manusia dengan hewan di hutan.

(a)
(b)
Keterangan : A = peralatan kerja, B = peralatan makan, C = benda pusaka, D = tempat keramat, E
= arsitektur bangunan, F = pakaian adat, G = makanan tradisional, H=adat istiadat,
I=etos kerja masyarakat, J=bahasa daerah, K=mitos dan pantangan setempat,
L=nilai-nilai berkesenian lokal, M=nilai-nilai kearifan lokal, N=Ajaran leluhur.
1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik;
7=sangat baik

Gambar 19 Dampak budaya kegiatan wisata spiritual di TNUK: (a)
aspek budaya material dan (b) aspek budaya immaterial
Dampak Hubungan dengan Taman Nasional
Dampak wisata spiritual yang terkait hubungan dengan taman nasional
berada pada tingkatan skor agak baik (Gambar 20). Masyarakat bersepsi bahwa
dengan dikembangkannya wisata spiritual di TNUK akan berdampak positif
terutama pada peningkatan intensitas komunikasi dan kerja sama dengan taman
nasional.
Sampai sejauh ini pengelola TNUK tampaknya memang masih cenderung
berpemahaman bahwa hal-hal terkait dinamika perkembangan wisata spiritual
adalah cukup diserahkan kepada masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari
sangat minimnya pembangunan fasilitas wisata di obyek-obyek ziarah yang
dilakukan pengelola. Berbagai fasilitas untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar
peziarah, seperti sumber air bersih, shelter, tempat ibadah, dan dapur umum
dibangun secara swadaya oleh masyarakat dengan turut dibantu dukungan dana
dari donasi individu pengunjung atau mereka yang merasa masih menjadi ahli
waris dari obyek ziarah tersebut.

19

Keterangan: A=pemanfaatan lahan, B=kepemilikan lahan, C=pemanfaatan tumbuhan,
D=pemanfaatan satwa, E= intensitas komunikasi, F=intensitas kerja sama
1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik;
7=sangat baik

Gambar 20 Dampak wisata spiritual di TNUK terkait hubungan
dengan taman nasional
Momentum awal pengembangan kegiatan wisata spiritual di TNUK
sebetulnya adalah pada saat disahkannya revisi zonasi TNUK tahun 2011, dimana
lokasi kelima obyek ziarah digolongkan sebagai zona religi. Pada tahun yang
sama memang kemudian dilakukan acara sosialisasi dan pelatihan bagi para
kuncen ziarah di Kantor SPTNW III Sumur dan pembangunan shelter untuk
peziarah di kawasan Makam Gunung Tilu, namun setelah kedua hal tersebut
praktis hampir tidak ada lagi campur tangan langsung yang dilakukan pengelola
TNUK terhadap pengembangan kegiatan wisata spiritual.
Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual
Sebagai langkah awal dalam perumusan strategi pengembangan wisata
spiritual di TNUK maka dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategis
yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal yang kemudian digolongkan
sebagai kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan (SWOT). Berdasarkan
matriks SWOT dapat disusun beberapa alternatif strategi pengembangan yang
terdiri dari strategi SO, WO, ST dan WT (Tabel 4).
Mempertimbangkan status TNUK sebagai kawasan konservasi dengan
sensitifitas ekologi tinggi maka pengembangan yang dilakukan haruslah kurang
ambisius, tetapi lebih fokus dan fleksibel dengan menekankan pada upaya
menjadikan pembangunan wisata lebih berkelanjutan. Basuni dan Kosmaryandi
(2008), menyebut strategi ini sebagai pengembangan berbasis gradien melalui
perencanaan yang cermat dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
Memperhatikan berbagai faktor strategis yang telah didapat selama studi
serta mempertimbangkan pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka konsep
utama pengembangan wisata spiritual di TN Ujung Kulon yang diusulkan adalah
konsep eco-geo-spiritual-tourism. Konsep eco-geo-spiritual-tourism memiliki
gagasan berupa terwujudnya kegiatan wisata spiritual di TNUK yang berbasiskan
integrasi antara ruang alamiah dan ruang kehidupan sosial-budaya masyarakat
sehingga mampu memberikan manfaat-manfaat positif berupa peningkatan
kualitas lingkungan hidup dan kelestarian taman nasional, peningkatan
kesejahteraan ekonomi serta kualitas kehidupan sosial-budaya masyarakat sekitar

20

taman nasional, dan peningkatan kualitas dan kepuasan serta pengalaman dan
pendidikan bagi wisatawan spiritual
Tabel 4 Matriks SWOT pengembangan wisata spiritual di TNUK
tahun 2013

INTERNAL

EKSTERNAL

Peluang (O)
1. Potensi menjadi
trend-setter dan
pemimpin pasar lokal
pada bentuk
pariwisata yang baru
2. Trend pengunjung
taman nasional yang
meningkat
3. Kebijakan pemerintah
dalam konservasi dan
lingkungan hidup
4. Kebijakan pemerintah
dalam kepariwisataan
5. Kemajuan teknologi
informasi

Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1. Keanekaragaman
1. Kualitas SDM
jenis daya tarik wisata
masyarakat dan
relatif tinggi
pengelola masih
2. Kondisi sumberdaya
tergolong rendah
wisata sangat terjaga 2. Motivasi kunjungan
3. Kawasan Obyek
wisatawan belum
ziarah sudah
berorientasi pada
digolongkan sebagai
kualitas pasok rekreasi
zona religi
3. Jumlah pengunjung
4. Memiliki ikatan
masih sedikit dan
sejarah dan emosional
bersifat musiman
dengan populasi
4. Besaran dan distribusi
konsumen tertentu
pengeluaran wisata
5. Persepsi dan
pengunjung agak buruk
preferensi pengunjung 5. Aksesibilitas kurang
relatif baik dan masih
mendukung
dapat dibentuk
6. Fasilitas wisata belum
6. Perkiraan dampak
dikelola secara optimal
positif dalam aspek
7. Potensi konflik
keberlanjutan wisata
kepentingan terkait
7. TNUK telah banyak
sensitifitas dan fungsi
diapresiasi pada level
sosial obyek daya tarik
domestik dan
wisata
internasional
SO
WO
1. Mengoptimasi
1. Meningkatkan
pemasaran daya tarik
kapasitas SDM
wisata dengan konsep
masyarakat dan
marketing mix
pengelola taman
memanfaatkan
nasional agar mampu
kemajuan teknologi
berperan aktif dalam
informasi dan
meraih peluang dalam
kerjasama antar
pasar lokal baru yang
instansi pemerintah
sudah menunjukkan
(S1-7 O1-5)
pertumbuhan positif
(W1,2,6O1-5)
2. Meningkatkan kualitas
infrastruktur dan
fasilitas publik dengan
pola community
oriented development
(W1-3,5,6O1-4)

21

Tabel 4 Matriks SWOT pengembangan wisata spiritual di TNUK
tahun 2013 (lanjutan)
Kekuatan (S)
1. Keanekaragaman
jenis daya tarik
wisata relatif tinggi
2. Kondisi sumberdaya
wisata sangat terjaga
3. Kawasan Obyek
ziarah sudah
INTERNAL
digolongkan sebagai
zona religi
4. Memiliki ikatan
sejarah dan emosional
dengan populasi
konsumen tertentu
5. Persepsi dan
preferensi pengunjung
relatif baik dan masih
dapat dibentuk
6. Perkiraan dampak
positif dalam aspek
keberlanjutan wisata
7. TNUK telah banyak
EKSTERNAL
diapresiasi pada level
domestik dan
internasional
Ancaman (T)
ST
1. Gejala alam (potensi 1. Meningkatkan
letusan Gn. Krakatau
kolaborasi dalam
dan gelombang tinggi
kelembagaan dan
di Samudera Hindia)
kemitraan sehingga
2. Isu-isu polhukam
mampu
terkait jati diri
mengantisipasi
peziarah
persaingan, isu-isu
3. Obyek wisata ziarah
dampak negatif dan
terdekat yang lebih
kendala force majeur,
dikenal
seperti bencana alam
4. Rencana
(S5,7T1-5)
pembangunan Javan
2. Mengembangan
Rhino Study and
inter