Perencanaan Lanskap Ekowisata Di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten

(1)

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA DI DAERAH

PENYANGGA KAWASAN KONSERVASI TAMAN

NASIONAL UJUNG KULON PROVINSI BANTEN

WAKYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Wakyudi NIM A451130211

*Pelimpahan hak cipta karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.


(4)

RINGKASAN

WAKYUDI. Perencanaan Lanskap Ekowisata Di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. Dibimbing oleh SETIA HADI dan OMO RUSDIANA.

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) adalah kawasan pelestarian alam yang memilki biodiversitas dan ekosistem sangat tinggi yang dikelola dengan sistem zonasi untuk optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan. Masalah kawasan TNUK saat ini adalah pengelolaan dan pemanfaatan zona-zona yang berinteraksi langsung dengan pemukiman penduduk lokal.

Kawasan

TNUK dikelilingi 19 desa yang ditetapkan sebagai daerah penyangga yang mencakup Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang dengan jumlah penduduk sekitar 59.669 jiwa, hal ini menyebabkan Kawasan TNUK rentan terhadap tekanan aktivitas masyarakat sekitarnya. Ekowisata diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam. Pengembangan ekowisata di TNUK harus terintegrasi dengan kawasan penyangga yang menghubungkan antara aktivitas masyarakat dan konservasi, untuk itu harus diketahui karakteristik dan potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di dalamnya. Tujuan penelitian ini meliputi; (1) analisis pemanfaatan ruang daerah

penyangga TNUK (2) analisis objek dan daya tarik wisata (3) analisis daya dukung kawasan wisata (4) menyusun rencana lanskap ekowisata.

Analisis pemanfaatan ruang menggunakan sistem informasi geospasial (SIG). Analisis potensi obyek dan daya tarik wisata alam menggunakan pedoman Analisis Daerah Operasi – Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO – ODTWA) Dirjen PHKA 2002 dan penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata menggunakan kriteria penilaian menurut MacKinnon (1986). Analisis daya dukung kawasan menggunakan formulasi menurut Yulianda (2007).

Situasi pemanfaatan ruang daerah penyangga kawasan TNUK menggambarkan sebagian besar sudah tidak sesuai perencanaan perluasan pemanfaatan eksisting seperti sawah, hutan lahan basah dan kebun campuran. Daerah Penyangga TNUK memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang layak untuk dikembangkan. Potensi objek dan atraksi wisata tersebar di 10 desa penyangga yang memiliki kategori sangat potensial dan potensial dari 15 desa yang menjadi fokus penelitian dengan berbagai jenis keragaman objek dan atraksi wisata. Analisis daya dukung kawasan wisata daerah penyangga TNUK diperoleh sebesar 8.241orang/hari.

Berdasarkan kesesuaian tapak untuk pengembangan wisata, ruang, aktifitas dan fasilitasnya. Zona pengembangan meliputi zona atraktif, semi atraktif dan tidak atraktif. Sedangkan ruang wisata yang dihasilkan adalah ruang utama meliputi ruang wisata akuatik dan ruang wisata terestrial dan ruang penunjang meliputi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung.


(5)

SUMMARY

WAKYUDI. Ecotourism Landscape Planning in the Regions Buffer Conservation Area National Park Ujung Kulon, Banten Province. Supervised by SETIA HADI and OMO RUSDIANA.

Ujung Kulon National Park (TNUK) is a nature conservation area which has an extremely high biodiversity and ecosystems that are managed by the zoning system for optimizing the management and utilization. problem TNUK region today is the management and use zones - zones that interact directly with the human settlements local. Area TNUK surrounded by 19 villages that are designated as buffer zone which includes the District wells and District Cimanggu Pandeglang with a population of about 59 669 inhabitants, this causes TNUK region vulnerable to pressure. Ecotourism community activity is believed to improve the welfare of society and the preservation of natural resources. Ecotourism development in newborn calves should be integrated with the buffer zone that connects the community activities and conservation, for it to be known to the characteristics and potential of objects and natural attractions (ODTWA) in it. The purpose of this study include; (1) analyzing the buffer zone TNUK space utilization (2) analysis of tourist attraction (3) analysis of the carrying capacity of tourist areas (4) develop a landscape plan ecotourism.

Space utilization analysis using geospatial information systems (GIS). Analysis of the potential of objects and natural tourist attraction using the guidelines of Regional Operations Analysis – Object and Fascination Nature (ADO – ODTWA) Dirjen PHKA 2002 and assessing the feasibility of objects and tourist attraction using the assessment criteria according to MacKinnon (1986). Capacity analysis region using the formulation according to Yulianda (2007).

The area of space utilization situation Buffer Zone TNUK illustrates largely

gone according to plan expansion of existing use as fields, forests and wetlands mixed garden. TNUK Buffer area has the potential of objects and natural attractions that deserve to be developed. Potential objects and attractions spread over 10 villages buffer which has the category potential and the potential of the 15 villages that are the focus of research by various types of objects and the diversity of tourist attractions. Capacity analysis TNUK tourist area of the buffer zone was obtained for 8.241 man / day.

Based on the suitability of a site for the development of tourism, space, activities and facilities. The development zone covers an attractive zone, semi attractive and unattractive. While the resulting space travel is the main hall covers an area of aquatic and space travel and space travel terrestrial Investigations include a reception room, a transitional space and support space.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA DI DAERAH

PENYANGGA KAWASAN KONSERVASI TAMAN

NASIONAL UJUNG KULON PROVINSI BANTEN

WAKYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc


(9)

? ? ?

5?5?'7+"? ? '78"?

'78"?53(5"0?78&*? 56+7'-785?"16-"4?

5?5?*>"5??"658/.")? (5?

"1(("/? ,+"1? ? '$59"5+??

*6'78,8+?3/')?

30*6+?'0$*0$+1(?

%? 1((37"?

*-'7")8*?3.')?


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2015 sampai Juli 2015 yaitu Perencanaan Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi jenjang magister pada Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Setia Hadi, MS dan Dr Ir Omo Rusdiana, MSc selaku Komisi Pembimbing dan Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran dan ilmunya. Ungkapan terima kasih kepada segenap staf dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu pengetahuan dan bantuannya selama penulis menempuh studi. Terima kasih juga kepada pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Pemerintah Provinsi Banten atas bantuannya selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan terima kasih kepada ayahanda, ibunda dan saudara. Terima kasih kepada teman-teman pasca ARL 2013 dan para sahabat Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bogor atas motivasi dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2016


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Keanekaragaman Hayati dan Pariwisata 6

Pengembangan Objek dan Atraksi Wisata 6

Perencanaan Ekowisata 7

Pemanfaatan dan Penataan Ruang 8

Taman Nasional dan Pengembangan Ekowisata 9

Daya Dukung 10

Kawasan Penyangga 10

Sistem Informasi Geografis 11

Analisis Scenic Beuty Estimation (SBE) 12

3 METODE 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Bahan dan Alat 13

Metode dan Tahapan penelitian 13

Persiapan 14

Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data 14

Analisis dan Sintetis 14

Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 22

4 KONDISI UMUM WILAYAH 62

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah 24

Kondisi Fisik Wilayah 25

Kondisi Umum Sosial dan Ekonomi 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Analisis Pemanfaatan Ruang 32

Analisis Daya Tarik Wisata dan Kualitas Visual Lanskap 37

Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata 48

Rencana Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 52

6 SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan dan Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 67


(12)

DAFTAR TABEL

1 Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014

2 Pengumpulan dan Klasifikasi Data 14

3 Tabulasi Penilaian Kriteria Standar Objek dan DayaTarik Wisata 17 4 Standar Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata 18 5 Potensi Ekologi Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) 21

6 Kriteria Daya Dukung Wisata Alam 22

7 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata 22 8 Administrasi Desa-Desa Penyangga Kawasan TNUK 24

9 Penggunaan Lahan Daerah Penyangga TNUK 27

10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 28 11 Sarana Pendidikan Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu 29 12 Sarana Kesehatan Sumur dan Kecamatan Ciamnggu 30 13 Jumlah Pengujung Berdasarkan Jenis Kunjungan Tahun 2014 31 14 Pemanfaatan Ruang Eksisting Desa Penyangga TNUK 33 15 Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK 35 16 Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK 39 17 Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK 41 18 Tabulasi Deskripsi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga

TNUK 42

19 Luas Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK 48

20 Daya Dukung Kawasan Wisata 49

21 Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 54 22 Program Pengembangan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 56 23 Rencana Aktivitas dan Fasilitas Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 5

2 Peta Lokasi Penelitian 13

3 Kerangka Analisis Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK 15

4 Diagram Analisis Kualitas Visual Lanskap 19

5 Tahap Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 20

6 Peta Ketinggian Kawasan TNUK 25

7 Peta Curah Hujan Kawasan TNUK 26

8 Peta Jenis Tanah Kawasan TNUK 27

9 Skema Alur Aksesibilitas Kawasan TNUK 30

10 Peta Aksesibilitas Taman Nasional Ujung Kulon 31 11 Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Daerah Penyangga TNUK 31 12 Peta Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK 34 13 Peta Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK 38 14 Peta Kelayakan Kawasan Wisata Daerah Penyangga TNUK 40 15 Hasil Analisis SBE Kualitas Lanskap Daerah Penyangga TNUK 46 16 Peta Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK 48

3 3


(13)

17 Peta Kesesuaian Tapak Pengembangan Wisata Daerah Penyangga

TNUK 53

18 Konsep Ruang dan Sirkulasi Wisata Daerah Penyangga TNUK 64 19 Peta Sirkulasi Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 65 20 Peta Site Plan Rencana Lanskap Ekowisata Daerah PenyanggaTNUK 61

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian Ojek dan Atraksi Wisata 67

2 Hasil Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap 68 3 Foto Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap 72


(14)

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agenda dan cita-cita utama pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah upaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup ekologi (Muta’ali 2012). Salah satu aspek pembangunan berkelanjutan yang perlu diperhatikan secara serius adalah pembangunan kawasan hutan. Hal ini dikarenakan ekosistem hutan memiliki banyak manfaat bagi keberlanjutan kehidupan. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi dibagi menjadi dua bagian utama yaitu kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sedangkan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Salah satu bentuk pengelolaan pemanfaatan ekosistem hutan yang berkelanjutan yang secara ekonomi menguntungkan (economically viable), secara ekologi ramah lingkungan (environmentally benign) secara teknis dapat diterapkan (technically feasible), dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable) adalah jasa lingkungan ekowisata. Ekowisata merupakan salah satu mekanisme sistem pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mampu menyelaraskan antara fungsi-fungsi sumberdaya alam dengan aktivitas manusia dan pembangunan melalui keanekaragaman hayati sebagai objek dan daya tarik wisata. Pertumbuhan jumlah pengunjung di kawasan konservasi dapat mempengaruhi integritas ekologi dalam cakupan yang lebih luas pada ekosistem alaminya. Hal ini juga merupakan umpan balik dari pengelolaan kawasan konservasi bagi masyarakat dalam memberikan manfaat optimal berwisata alam (Gurung 2010).

Pengembangan wisata alam dapat memberikan pemasukan bagi pengelola, dimana dana tersebut dapat dialokasikan untuk biaya konservasi, disamping dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar (Eagles 2002; Yoeti 2008; Ekayani & Nuva 2013; Mayer 2014). Selain itu, dengan terjaganya kelestarian dan keindahan alam daerah sekitar Taman Nasional Ujung Kulon merupakan daya tarik utama wisata alam yang akan banyak diminati wisatawan, sehingga motivasi menjaga kelestarian sumber daya alam TNUK mutlak dilakukan jika ingin kegiatan wisata alam dapat terus berlangsung. Menurut Buckley (2010) di negara-negera berkembang, pariwisata komersial membentuk proporsi kecil kunjungan rekreasi ke kawasan konservasi dan operator perjalanan skala kecil mengelola secara luas kepada pengunjung independen. Oleh karenanya diperlukan suatu bentuk pemanfaatan hutan yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat


(16)

sekitarnya sekaligus dapat mendukung kegiatan konservasi taman nasional. Hal tersebut untuk menjawab segala permasalahan yang terjadi pada kegiatan konservasi kawasan TNUK. Pengembangan wisata alam di kawasan taman nasional dipandang sebagai suatu bentuk pemanfaatan kawasan konservasi yang dapat menjawab problem trade off antara kepentingan ekologi dan ekonomi (Asadi & Kohan 2011; Vinodan & Manalel 2011; Ekayani et al 2014; Pegas & Castley 2014).

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi hutan hujan tropis di Indonesia. TNUK merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki biodiversitas tinggi yang dikelola dengan sistem zonasi untuk optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan. Ditetapkan sebagai taman nasional melalui SK Menteri Kehutanan No.284/Kpts-II/1992 dan sebagai “World Heritage Site” dengan SK UNESCO No. SC/Eco/5867.2.409 sebagai wilayah habitat terakhir bagi Badak Jawa. Taman Nasional Ujung Kulon diketahui memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, baik dari segi keanekaragaman ekosistemnya, jenis flora dan fauna yang ada, serta potensi ekowisata. Namun demikian keberadaan potensi Taman Nasional Ujung Kulon saat ini masih sering menimbulkan konflik kepentingan berbagai pihak. Tercatat TNUK memiliki gangguan hutan sebanyak 220 kasus yang meliputi ilegal loging, pencurian satwa yang di lindungi dan pengembalaan liar (BTNUK 2015).

Perluasan pemanfaatan di daerah penyangga kawasan TNUK yang meliputi pemukiman, lahan pertanian, dan kawasan dimana masyarakat melakukan aktivitas ekonomi menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan kegiatan konservasi dan ekonomi yang bersifat trade-off. Perluasan sarana prasarana umum juga mendukung perluasan pemanfaatan sumberdaya alam semakin terarah pada terbentuknya lanskap binaan oleh adanya aktivitas penduduk sekitarnya. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki 19 desa penyangga dengan luas 22.875 Ha yang terletak di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang dengan jumlah penduduk sebesar 50.535 jiwa (Monografi kecamatan 2015).

Pengelolaan daerah penyangga kawasan TNUK secara aspek legal sudah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya (MacKinnon et al 1986). Selain itu, seiring dengan potensi kunjungan wisatawan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Perlu dilakukan pengkajian potensi untuk kegiatan ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK guna mendukung pengeolaan kawasan secara optimal yang selaras dengan prinsip konservasi dan pembangunan masyarakat sekitarnya. Perencanaan wisata pada kawasan yang dilindungi diperlukan untuk menghindari dampak samping yang tidak diinginkan seperti pandangan penduduk lokal mengenai kawasan tersebut ditetapkan bagi keuntungan orang asing, bukan untuk mereka, rusaknya kawasan, keuntungan ekonomi tidak sesuai harapan sehingga dibuat bentuk alternatif yang tidak menjaga kelestarian kawasan serta


(17)

pembangunan yang tidak tepat yang dilakukan pemerintah (Mackinnon et al 1993).

Tabel 1 Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014

Sumber: Balai Taman Nasional Ujung Kulon (2015)

*) lain-lain: Ziarah, Shooting film dan atau kegiatan selain yang tercantum pada kolom

Berdasarkan hasil penelitian Hartanti (2008) Desa Taman Jaya yang merupakan salah satu desa daerah penyangga kawasan TNUK memiliki potensi objek dan atraksi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Objek dan atraksi tersebut berupa badan air, topografi, ekosistem, pola perkampungan, kehidupan masyarakatnya, bentuk rumah, dan lingkungan serta potensi pesisir pantai. Perencanaan lanskap ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang berdasarkan potensi yang dimiliki dan mendukung arah kegiatan konservasi di dalam kawasan. Pemanfaatan ruang penyangga kawasan TNUK yang baik diharapkan dapat mempertahankan kondisi ekologis di sekitar kawasan TNUK yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk sekitarnya. Perencanaan lanskap ekowisata tersebut juga diharapkan dapat menarik wisatawan karena keunikan dan kekhasan ekosistem sehingga memberikan manfaat ekonomi masyarakat sekitarnya guna menunjang kegiatan konservasi di dalam kawasan TNUK.

Perumusan Masalah

Taman nasional merupakan suatu kawasan lindung yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi bertujuan untuk dapat memberikan 3 dimensi manfaat, yaitu 1) manfaat ekologis yang berarti mampu melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. 2) manfaat ekonomi yang berarti mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, dan 3) manfaat sosial yang berarti mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara optimal (Widada 2008).

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dikelilingi sebanyak 19 desa penyangga dimana 15 diantaranya berbatasan langsung dengan kawasan TNUK dengan jumlah penduduk sebesar 50.535 jiwa. Hal ini mengakibatkan kawasan sangat rentan terhadap tekanan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat desa penyangga yang masih rendah membuat masyarakat ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam di sekitar kawasan TNUK. Belum adanya tindak lanjut arahan mengenai penataan struktur dan pemanfaatan ruang pengelolaan daerah penyangga TNUK sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pandeglang No. 2 Tahun

No Pengunjung

Jenis Kunjungan / Jumlah (Orang)

Jumlah

Penelitian Rekreasi Berkemah Pendidikan lain*)

Lain-1. Dalam Negeri 165 4.028 62 192 2.268 6.715

2. Luar Negeri 17 1.100 11 0 76 1.155


(18)

2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK pasal 14 melalui penataan ruang kawasan penyangga TNUK yang meliputi: 1) pemanfaatan ruang untuk pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, Industri, 2) pengembangan jaringan transportasi, telekomunikasi, informasi dan teknologi, 3) pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata serta teknologi.

Pemanfaatan potensi sumber daya ekonomi yang berkelanjutan di daerah penyangga TNUK melalui pengembangan sumber daya pariwisata yang potensial belum dikembangkan secara optimal sebagai upaya perlindungan serta pemanfaatan kawasan TNUK sesuai kapasitas daya dukung dan daya tampung kawasan.

Berdasarkan hal hal tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemanfaatan ruang di daerah penyangga TNUK?

2. Seberapa besar potensi sumberdaya objek wisata dan kualitas estetika yang bisa dikembang di daerah penyangga TNUK?

3. Bagaimana daya dukung ruang pemanfaatan kegiatan ekowisata di daerah penyangga TNUK?

4. Bagaimana mana rencana lanskap ekowisata di daerah penyangga TNUK?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini yaitu merencanakan kawasan wisata daerah penyangga TNUK yang konservatif dan berkelanjutan. Tujuan khususnya adalah :

1. Menganalisis pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK. 2. Menganalisis objek dan atraksi wisata dan kualitas visual lanskap. 3. Menganalisis daya dukung kawasan.

4. Menyusun rencana lanskap kawasan ekowisata. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pengambilan keputusan bagi pemerintah terutama pengelola Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Provinsi Banten.

Ruang Lingkup Penelitian

Batasan penelitian meliputi lingkup kajian perencanaan dan lingkup area wilayah kajian. Lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada aspek fungsi ekologis, estetika dan konservasi pada daerah penyangga TNUK. Batasan penerapan konsep perencanaan ekowisata didasarkan pada Rencana Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon 1996 – 2020 disebutkan bahwa berdasarkan kepentingan untuk melestarikan sumber daya alam penting di dalam kawasan, maka rencana pengembangan ekowisata di TNUK akan diarahkan skala prioritas. Pengembangan ekowisata daerah penyangga TNUK merupakan perpaduan antara konservasi dan industri pariwisata melalui konsep pemanfaatan ruang yang optimal sesuai daya dukung. Kajian untuk menggali potensi-potensi objek wisata di daerah kawasan penyangga TNUK belum dilakukan secara maksimal serta


(19)

Daya Dukung Wisata Daya Dukung

Kawasan

TNUK

Zonasi

Permasalahan Pengelolaan

Kawasan

Tipe Pemanfaatan Ruang Potensi

Wisata

Potensi Daya Tarik Wisata dan

Kualitas Visual Lanskap Potensi

Pemanfaatan

Perlindungan Pengawetan

Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga Kawasan TNUK

Pola Ruang RTRW

Pemanfaatan Ruang Eksisting Daerah Penyangga

TNUK

Zonasi Pemanfaatan Potensial Pengembangan

Ekowisata Penataan Ruang Daerah Penyangga

TNUK

pemanfaatan ruang secara bersama oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial yang berwawasan lingkungan guna menunjang kegiatan pelestarian di dalam kawasan. Adapun kerangka pikir yang dirumuskan dapat dilihat pada Gambar 1.


(20)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Hayati dan Pariwisata

Keanekaragaman hayati menjadi salah satu objek daya tarik wisata berbasis alam. Keanekaragaman hayati dan pemandangan alam menyediakan berbagai layanan yang dibutuhkan oleh sektor pariwisata pada umumnya terutama sektor khusus ekowisata. Keanegaragaman hayati relevan dengan konsep sektor pariwisata dikarenakan berhubungan dengan alam, perdagangan dan proses interaksi sosial. Preece dan van Oosterzee (1995) menjelaskan hubungan antara keanekaragaman hayati dan pariwisata bisa saling memperkuat. Di satu sisi, menyatakan dipromosikan perlindungan fitur alam, ekosistem, dan keanekaragaman hayati bertindak sebagai penarik publik yang kuat bagi perdagangan pariwisata dan menyediakan sarana untuk pengembangan ekonomi nasional dan regional. Di sisi lain, memang ada peluang kewajiban yang kuat pada perdagangan pariwisata untuk mempromosikan dan memberikan kontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.

Adanya hubungan ilustrasi pariwisata dan keanekaragaman hayati adalah banyaknya wisatawan mancanegara yang melakukan perjalanan untuk menikmati dan pengalaman alam. Fillion et al (1992) menganalisis motivasi wisata ke tujuan pariwisata internasional yang berbeda dan menemukan bahwa 40% – 60% dari semua wisatawan internasional adalah wisatawan alam dan 20% – 40% adalah wisatawan margasatwa. Mereka didefinisikan turis alam yang tertarik dalam menikmati dan mengalami alam dan turis satwa liar, mereka yang memiliki minat khusus dalam mengamati satwa liar, dan ada peningkatan yang nyata dalam kedua subsektor tersebut (Fillion et al 1992).

Pariwisata merupakan sektor ekonomi terutama berkembang pesat di negara-negara dengan keanekaragaman hayati yang penting bagi dunia berkembang yaitu negara megadiversity (Mittermeier et al 1998). Besarnya minat wisatawan di alam dan minat khusus satwa liar menunjukkan bahwa ada peran bagi lembaga-lembaga publik dan swasta dalam mengembangkan kebijakan yang mempengaruhi pengelolaan keanekaragaman hayati dan pengembangan sektor pariwisata.

Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata

Objek dan daya tarik wisata merupakan suatu bentuk atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke suatu daerah tertentu. Daya tarik wisata yang belum dikembangkan semata-mata hanya merupakan sumberdaya potensial dan dapat disebut sebagai daya tarik wisata sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu. Objek daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya daya tarik di suatu areal tertentu kepariwisataan akan sulit untuk dikembangkan. Pariwisata biasanya akan lebih dapat berkembang atau dikembangkan, jika di suatu daerah terdapat lebih dari satu objek dan daya tarik wisata. Objek daya tarik wisata sangat erat hubunganya dengan travel motivation dan travel fashion karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya.


(21)

Pengembangan suatu daya tarik wisata yang potensial harus dilakukan penelitian, inventarisasi, dan evaluasi sebelum fasilitas wisata dikembangkan suatu area tertentu agar perkembangan daya tarik wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk menentukan pengembangan yang tepat dan sesuai. Identifikasi zona tujuan potensial adalah membantu bagi perencana dan pengembang dengan mempelajari karakteristik dari faktor sumber daya, mengurangi dampak yang dibuat oleh perencanaan/desain dan perwakilan lokal untuk mengidentifikasi tujuan daerah dimana faktor-faktor dalam kelimpahan terbesar dan kualitas terbaik (Gunn 1994).

Perencanaan Ekowisata dan Konservasi

Perencanaan didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mengorganisasi ke depan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Inskeep 1991). Sedangkan, menurut The International Ecotourism Society (TIES) ekowisata merupakan kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan sebagai suatu sektor usaha ekonomi yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (TIES 2006). Kerangka konseptual dari pengertian ekowisata sejalan dengan kegiatan konservasi. Dikarenakan kedua faktor tersebut saling berhubungan secara fungsi. Misalnya kelembagaan ekowisata di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi (protected area), khususnya wilayah taman nasional (TN).

Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut, metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF). WWF telah menerapkan metode tersebut guna memajukan nilai ekonomi taman nasional atau kawasan cagar alam dengan cara memberikan perangsang bagi masyarakat yang tinggal di sekitar taman atau kawasan cagar alam tersebut agar mereka turut membantu memelihara dan melestarikan tempat-tempat tersebut. Konsep ekowisata dan kegiatan konservasi saling mendukung satu sama lain. Gunn (1994) menjelaskan bahwa peningatan kepedulian terhadap sumberdaya alam secara universal dapat menyebabkan timbulnya kegiatan wisata yang berbasis kepada alam yakni ekowisata. Menurut Barnes et al (1992) kegiatan ekowisata dapat didefinisikan sebagai pengguna daerah alam oleh pengunjung berjumlah kecil yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dengan tujuan untuk mempelajari pengalaman baru. Kegiatan wisata ini ditegaskan oleh Jacob (1995) ekowisata adalah salah satu bentuk pendekatan kegiatan wisata yang bertujuan untuk meminimalkan kerusakan. Integrasi antara kegiatan dan konservasi dengan konsep ekowisata juga berdampak pendapatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan konservasi yang pada akhirnya ikut mendukung juga kegiatan konservasi yang direncanakan oleh pengelola kawasan tersebut. Pengaruh sektor kepariwisataan teruama kegiatan ekowisata terhadap lingkungan juga merupakan hal penting mengingat perhatian masyarakat terhadap perlindungan lingkungan


(22)

semakin meningkat. Penyelenggaraan kegiatan disektor pariwisata sebenarnya memiliki potensi terhadap perlindungan lingkungan jika adanya perencanaan yang baik dan terintegrasi.

Pemanfaatan dan Penataan Ruang

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaanya. Sedangkan penataan ruang yaitu suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk budi daya. Konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan antara berbagai aspek sumber daya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sosial – budaya, ekonomi, teknologi, informasi, fungsi lindung, budidaya, estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu secara utuh membentuk tata ruang.

Tata ruang sebagai wujud pola dan struktur ruang terbentuk secara alamiah dan juga sebagai wujud dari hasil proses-proses alam maupun dari proses sosial. Dengan demikian tata ruang dan upaya perubahan-perubahanya sebenarnya sudah terwujud sebelum secara formal melakukan upaya pengubahan tata ruang yang terstruktur yang bisa disebut sebagai perencanaan tata ruang. Proses pembelajaran berkelanjutan berupa pemanfaatan ruang, pengamatan, evaluasi, tindakan pengendalian, perencanaan merupakan rangkaian kregiatan penataan ruang.

Urgensi penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi publik atau collective action terhadap kegegalan mekanisme pasar (market failure) menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungna guna meningkatkan kesejahtraan yang berkelanjutan (Rustiadi et al 2011).

Secara spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai: (1) optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna terpenuhinya efisiensi dan produktivitas (2) alat dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan (3) menjaga keberlanjutan (sustainability) pembangunan dan tujuan lainnya berupa menciptakan rasa aman dan kenyamanan ruang. Dalam proses penataan ruang terdapat landasan penting yang harus diperhatikan yakni diantaranya (1) sebagai bagian upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan (2) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan (3) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun (4) sebagai upaya suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi pengendalian dan pemanfaatan ruang. Secara formal ekpresi pola pemanfaatan ruang umumnya digambarkan dalam berbagai bentuk peta. Peta penggunaan lahan (land use map) dan peta penutupan lahan (land cover map) adalah bentuk deskripsi terbaik didalam menggambarkan pola pemanfaatan ruang (Rustiadi et al 2011).


(23)

Taman Nasional dan Masyarakat Lokal

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Berdasarkan fungsi utama dan cakupan kawasan lindung tersebut maka kawasan lindung memiliki beberapa pengertian berdasarkan spesifikasi peruntukkannya yaitu kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, hutan lindung dan taman nasional. Taman nasional merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Selanjutnya di dalam kawasan taman nasional terdapat aktifitas pengelolaan ekosistem asli dengan menggunakan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi alam.

Kawasan lindung, terutama lanskap yang dilindungi (kategori V) seperti kawasan taman nasional biasanya dihuni penduduk lokal (asli). Kehadiran penduduk lokal bisa diterima bila penduduknya hidup akrab dan serasi dengan lingkungannya dan merupakan menjadi bagian dari ekosistem. Banyak kawasan yang penduduk aslinya mengikuti budaya tradisionalnya untuk melindungi kawasan luas yang pada pokoknya merupakan ekosistem alam dan memungut sumberdaya terpulihkan dari lingkungannya yang berprinsip pada hasil yang berkelanjutan. Kemiskinan dan pelestarian yang mengakibatkan tindakan penggundulan hutan, penggurunan, berkurangnya ekosistem ikan, erosi tanah dan penyalahgunaan lahan pertanian dikawasan lindung semuanya berkaitan langsung dengan penduduk lokal. Dewan Penduduk Asli se–Dunia (WCIP) yang diminta oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempersiapkan studi mengenai degradasi lingkungan dikawasan asli pada tahun 1981. Banyak kawasan yang dilindungi memiliki pengaruh langsung terhadap penduduk asli in situ.

Konflik antara pakar pelestarian dengan penduduk lokal pernah terjadi dimasa lalu. Suku asli diusir dari taman nasional atau dilarang memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam taman. Misalnya suku Rendille dikeluarkan dari Taman Nasional Sibiloi di Kenya dan suku Ik diusir dari Taman Nasional Kidepo di Uganda yang berakibat buruk terhadap suku yang bersangkutan (Turnbull 1973). Penduduk lokal dapat dan perlu memperoleh manfaat dari pendirian kawasan yang dilindungi. Hal tersebut berdampak positif pada pengelolaan pelestarian kawasan. Studi kasus suku Kuna di Panama, pelanggaran berupa perladangan berpindah yang dilakukan oleh orang luar ditentang oleh suku Kuna sendiri dengan menjadikan sebagian wilayah tradisionalnya sebagai kawasan yang dilindungi yang mencakup fasilitas penelitian bagi ilmuan asing dan fasilitas wisata bagi pengunjung. Dengan menetapkan kawasan yang dilindungi, suku Kuna dapat melakukan pengawasan atas tanah tradisional dan budaya mereka, membantu mencapai tujuan pelestarian serta mendatangkan devisa serta memacu pertumbuhan ekonomi (Breslin dan Chapin 1984) dalam (Mackinnon et al 1993).


(24)

Daya Dukung

Daya dukung (carrying capacity) berkembang seiring dengan bertambahnya tekanan terhadap sumber daya dan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Dalam persfektif biofisik wilayah, daya dukung dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum populasi yang dapat didukung oleh suatu wilayah atau kawasan, sesuai dengan kemampuan teknologi yang ada (Binder and Lopez 2000). Banyak komponen yang akan menentukan daya dukung suatu kawasan diantaranya adalah daya lenting ekosistem (ecosystem resilience) tingkat teknologi, preferensi konsumen, permintaan sumberdaya serta isu-isu distribusi dan pemerataan.

Terminologi daya dukung (carrying capacity) sulit untuk dapat didefinisikan secara tunggal dan sederhana melainkan memiliki terminologi yang luas dan melingkupi berbagai konsep. Secara umum telah banyak dikembangkan beberapa konsep daya dukung seperti daya dukung fisik (physical), daya dukung ekologis (ecological), daya dukung sosial (social) dan daya dukung ekonomi (economic). Daya dukung terutama daya dukung sumberdaya berfungsi untuk menunjang penataan ruang dan pemanfaatan ruang. Pihak Kementrian Lingkungan Hidup telah mengupayakan penyusunan pedoman perhitungan daya dukung lingkungan guna memprediksi daya dukung suatu kawasan sehingga penetapan fungsinya secara berkelanjutan dapat dilakukan secara lebih mendasar dan terarah dalam menunjang penataan ruang.

Kawasan Penyangga

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, daerah penyangga termasuk ke dalam zona lainnya yang dijabarkan dalam penjelasan pasal 16 ayat 2, bahwa daerah penyangga adalah wilayah di luar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara, bebas maupun tanah yang dibebani hakdan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya (MacKinnon et al 1986). Kriteria dari daerah penyangga yaitu:

1. Secara geografis berbatasan dengan kawasan suaka alam (KSA) dan atau kawasan pelestarian alam (KPA)

2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA

3. Mampu menangkal segala macam gangguan, baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA.

Menurut MacKinnon et al (1993) daerah penyangga memiliki dua fungsi utama yaitu:

1. Penyangga perluasan, pada hakikatnya memperluas kawasan habitat yang terdapat dalam kawasan yang dilindungi ke dalam daerah penyangga. Hal ini memungkinkan bertambah besarnya total populasi tumbuhan dan satwa yang berkembangbiak, dibandingkan dengan jumlah yang dapat bertahan


(25)

hidup dalam cagar alam. Dimana yang termasuk ke dalam daerah penyangga ini adalah hutan produksi dengan tebang pilih, kawasan buru, hutan alami yang digunakan penduduk untuk mencari kayu bakar, kawasan terlantar, dan padang penggembalaan.

2. Penyangga sosial, dimana pemanfaatan sumber daya alami dari daerah penyangga merupakan hal yang sekunder dan tujuan utama pengelolaan adalah penyediaan produk yang dapat digunakan atau berharga (tanaman perdagangan) bagi masyarakat setempat. Penggunaan tanah ini tidak boleh bertentangan dengan tujuan kawasan yang dilindungi itu sendiri dengan tumbuhan yang ditanam umumnya tidak berdaya tarik sebagai makanan satwa liar.

Analisis Spasial dan Sistem Informasi Geografi (SIG)

Pengertian analisis spasial dipahami secara berbeda antara ilmuan yang memiliki perbedaan latar belakang. Dari pandangan geografi segala hal yang menyakut tentang tempat dan lokasi. Dalam kerangka konsep geografi, analisis spasial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pemodelan dan analisis spasial. Bailey (1995) dalam Rustiadi et al (2011) mendefinisikan analisis spasial sebagai upaya manipulasi data spasial kedalam berbagai bentuk dan mengekstak pengertian tambahan sebagai hasilnya.

Analisis spasial terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan pemodelan berbagai keterkaitan untuk tujuan meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Berdasarkan pengumpulan informasi kuantitatif yang sistemis menurut Haining (1995) dalam (Rustiadi et al 2011) tujuan analisis spasial adalah :

1) Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis termasuk deskripsi pola secara cermat dan akurat.

2) Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau objek di dalam ruang sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.

3) Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi dan pengendalian kejadian-kejadian di dalam ruang geografis.

Berdasarkan atas aplikasinya, menurut Fisher et al (1996) dalam (Rustiadi et al 2011) model spasial digunakan untuk mencapai tiga tujuan yakni: (1) peramalan dan penyusunan skenario (2) analisis dampak terhadap kebijakan dan (3) penyususnan kebijakan dan desain. Pada data spasial atau data yang memiliki referensi geografis, visualisasi digunakan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis mengenai pola atau pengelompokan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi terhadap aktivitas manusia serta sistem lingkungan (MacEachren 1995) dalam (Rustiadi et al 2011).

Disamping perkembangan metode analisis spasial peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial semakin signifikan. Tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data spasial seperti pengelolaan basis data, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,


(26)

menggabungkannya, menganalisis dan memetakan hasilnya. Aplikasi SIG dapat menjawab pertanyaan seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Menurut Gunn (1994) dalam proses perencanaan kawasan wisata bantuan dari teknologi komputer cukup dapat membantu dengan program sistem informasi geografis (SIG) akan diperoleh peta yang memperlihatkan sumberdaya yang paling sesuai bagi kegiatan wisata dan yang sensitif.

Analisis Scenic Beuty Estimation (SBE)

Kualitas estetika suatu lanskap atau bentang alam merupakan indikator pengamatan ekologi terutama pada aspek tindakan konservasi. Perumusan kebijakan estetika membawa pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Nilai estetik merupakan salah satu alat ukur lingkungan karena indra manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Penilaian kualitas visual lanskap menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun non alami. Contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan gundul dimana tidak hanya nilai estetikanya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetikanya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976). Keindahan pemandangan atau kualitas estetika dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Salah satu upaya penilaian terhadap kulalitas estetika suatu lanskap dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Menurut Daniel dan Boster (1976) suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif. Terdapat tiga kategori dalam metode penilaian kualitas pemandangan, yaitu 1) inventarisasi deskriptif, 2) survei dan kuisioner, dan 3) evaluasi berdasarkan preferensi.

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Fokus lokasi penelitian di 15 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan kawasan TNUK. Daerah penelitian ini terletak pada titik kordinat 102°02’32”– 105°37’37” BT dan 6°30’ 43”– 6°52’17” LS (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 2015.


(27)

Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya peta tematik daerah penyangga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, GPS (Global Positioning System), kamera digital, kuisioner wawancara, dan komputer.

Metode dan Tahapan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tahapan kegiatan penelitian ini mengacu pada tahapan perencanaan lanskap yang dikemukakan oleh Gold (1980), meliputi tahap; 1) persiapan, 2) pengumpulan dan pengklasifikasian data, 3) analisis, 4) sintesis dan, 5) perencanaan.

Persiapan

Tahap persiapan meliputi pemilihan lokasi penelitian, perumusan masalah, penetapan tujuan, pengumpulan informasi, perizinan dan peninjauan tempat penelitian.

Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder (Tabel 2). Pengumpulan data primer diperoleh melalui survai lapang, wawancara dan pengamatan objek penelitian di lapangan. Wawancara terdiri dari wawancara langsung dan kuisioner terstruktur yang telah ditentukan dengan cara

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK Tahun 2013


(28)

metode accidental sampling. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan data laporan dari intansi terkait yang sesuai dengan penelitian.

Tabel 2 Pengumpulan dan Klasifikasi Data

Keterangan :

BTNUK = Balai Taman Nasional Ujung Kulon

BMKG = Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

BPS = Badan Pusat Statistik

RPTNUK = Rencana Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon

BAPPEDA = Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

SBE = Scenic Beauty Estimation

Analisis dan Sintesis

Pada tahapan analisis dilakukan terhadap: 1) analisis pemanfaatan ruang kawasan penyangga, 2) analisis daya tarik wisata yang meliputi analisis objek dan atraksi wisata dan analisis kualitas visual lanskap kawasan penyangga, 3) analisis daya dukung kawasan.

Analisis Pemanfaatan Ruang

Analisis pemanfaatan ruang dilakukan dengan mengguakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis pemanfaatan ruang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan ruang eksisting dan situasi pemanfaatan ruang. Analisis pemanfaatan ruang eksisting menggunakan sistem GIS dengan dilakukan analisis peta tutupan lahan (lancover) Tahun 2014. Kemudian diklasifikasi luas jenis pemanfaatan ruang dari masing-masing jenis daerah penyangga TNUK. Analisis situasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan menghitung selisih luas antara pemanfaatan ruang eksisting (lancover) dan tata guna lahan (landuse). Proses analisis dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) dengan aplikasi ArcGis antara peta lancover dan landuse. Kemudian dilakukan klasifikasi dan dihitung selisih luas pemanfaatan ruang daerah penyangga kawasan TNUK.

Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan

Menganalisis

pemanfaatan ruang   Peta tutupan lahan Peta tata guna lahan

 Peta administratif

 Peta kontur

 Peta rupa bumi

 Peta RTRW

 Peta tofografi

 BAPPEDA

 BTNUK

 Dinas

Pariwisata

 Survai lapang

 Survai (Ground

check)  Delineasi land

cover

 Analisis peta

 Kajian zonasi

Menilai daya tarik wisata dan kualitas visual lanskap

 Data potensi sebaran

objek wisata

 Letak geografis

 Data iklim

 Kondisi visual

 BTNUK

Dinas

Pariwisata

 BMKG

 Survai lapang

 Survay (Ground

check)

 Kuisioner SBE

(accidental sampling)

Analisis daya dukung

wisata   Data statistik BTNUK RPTUK   BPS BTNUK

 Bappeda

 Survai (Ground

check)  Analisis data

 Kajian laporan

Menyusun rencana


(29)

Gambar 3 Kerangka Analisis Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Analisis Daya Tarik Wisata dan Kualitas Visual Lanskap

1. Analisis Objek dan atraksi wisata

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki fungsi penting sebagai sistem penyangga kehidupan dengan fokus pengelolaan dan pemanfaatan untuk mempertahankan ekosistem hutan hujan tropis yang unik dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagai kawasan konservasi in-situ, TNUK memiliki banyak manfaat baik tangible maupun intangible yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Manfaat tangible TNUKmerupakan manfaat berwujud, seperti hasil hutan kayu dan non kayu. Adapun manfaat intangible merupakan manfaat tidak berwujud yang kebanyakan berupa jasa lingkungan seperti diantaranya habitat satwa, tata air, serap karbon, dan wisata alam. Semua manfaat tersebut hanya bisa ada jika ekosistem taman nasional terjaga, sehingga disebut sebagai jasa lingkungan atau ecosystem services. Kondisi hutan khususnya di kawasan konservasi memiliki keunikan tersendiri baik dari segi lanskap maupun keanekaragaman hayatinya. Hal tersebut akan mendukung aktivitas pemanfaatan jasa lingkungan terutama jasa wisata di kawasan. Konservasi cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan kesadaran tentang konservasi alam. Analisis potensi objek dan atraksi wisata di daerah penyangga TNUK yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk kawasan ekowisata. Penilaian objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode survai dan wawancara yang melibatkan kepala desa dari masing-masing desa lokasi penelitian (N 15) dan Kepala Resort Balai Taman Nasional Ujung Kulon sesuai wilayah kerjanya. Penilaian objek dan atraksi wisata menggunkan Standar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi) yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (Ditjen PHKA 2002). Potensi

Peta

Tata guna

Lahan RTRW (Land use)

Peta Pemanfaatan ruang eksisting

(Lancover)

Klasifikasi dan survei lapang

Digitasi

Analisis Spasial

Overlay

Interpretasi tata guna lahan

Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga

TNUK

Pemanfaatan Ruang Eksising Daerah Penyangga TNUK


(30)

objek wisata yang terdapat di lokasi penelitian diambil titik kordinat setiap objek dan atraksi wisata dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan kriteria stándar penilaian yang digunakan. Hasil analisis potensi objek dan atraksi wisata dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Romani 2006):

S = N x B Keterangan:

S = Skor/nilai

N = Jumah nilai unsur-unsur pada kriteria B = Bobot nilai

Klasifikasi penilaian disusun berdasarkan jumlah total dari penilaian objek dan daya tarik wisata (ODTW) untuk mengetahui kelas klasifikasi potensi tersebut. Kemudian dilakukan pengkajian terhadap sub-sub unsur yang tidak mendapat nilai maksimal, sehingga akan diperoleh rekomendasi. Selang dari klasifikasi penilaian dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Oktadiyani 2006):

Selang = Keterangan :

Selang = Nilai klasifikasi penilaian Smin = Nilai skor terendah

Smaks = Nilai skor tertinggi

K = Banyaknya klasifikasi penilaian

Penilaian tahap kedua, yaitu menilai kelayakan potensi objek dan atraksi wisata disetiap desa lokasi penelitian. Penilaian terhadap kelayakan objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode McKinnon et al (1986) yang disajikan dalam Tabel 4. Penilaian dilakukan berdasarkan ketersediaan objek dan atraksi wisata pada masih-masing desa yang berbatasan langsung dengan kawasan. Penilaian objek dan atraksi wisata dilakukan terhadap desa yang memiliki potensi objek dan atraksi wisata. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata dilakukan dengan skoring dari masing-masing aspek penilaian. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Dengan klasifikasi 4 untuk kriteria sangat kuat, 3 untuk kriteria kuat, 2 untuk kriteria sedang dan 1 untuk kriteria lemah. Selanjutnya dikalikan dengan nilai bobot pada masih-masing kriteria. Nilai skor masing-masing kriteria dijumlahkan kemudian diklasifikasikan berdasarkan nilai potensi, mulai dari sangat potensial (SP), potensial (P) dan kurang potensial (KP). Penentuan selang kelas potensi dihitung dengan persamaan sebegai berikut:

Selang kelas kesesuaian = ∑ ∑

Hasil penilaian selang kelas kelayakan objek dan atraksi wisata, maka dapat diklasifikasikan mulai dari sekor >300 sangat potensial (SP), >200–<300


(31)

potensial (P); 100–200 kurang potensial (KP). Selanjutnya dikumulatifkan nilai masing-masing desa untuk memperoleh kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai (S2), tidak sesuai (S3). Selanjutnya dibuat dalam bentuk peta potensi wisata.

Tabel 3 Tabulasi Penilaian Kriteria Standar Objek dan Daya Tarik Wisata

No UNSUR/SUB UNSUR NILAI

1 2 3

1 Keindahan Alam : Ada5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Pandangan lepas dalam objek b. Variasi pandangan dalam objek c. Pandangan lepas menuju

objek 30 25 20 15 10

d. Keserasian warna dan bangunan dalam objek

e. Pandangan lingkungan objek

2

Variasi sub objek dalam jalur

Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Sumber Air panas b. Goa

c. Air terjun 30 25 20 15 10

d. Flora fauna e. Adat istiadat

3

Jenis Kegiatan Wisata

Alam > 7 6-7 4-5 2 - 3 Ada 1

a. Trecking b. Mendaki

c. Rafting 30 25 20 15 10

d. Camping e. Pendidikan f. Religius g. Snokling

Jumlah

Sumber: Kriteria Sandar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Ditjen PHKA (2002)

Perhitungan penilaian kelayakan terhadap objek dan atraksi wisata: ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan :

Flju = Faktor letak dari jalan utama Fek = Fakt or estetika dan keaslian Fatk = Faktor atraksi dan keunikan Ffp = Faktor fasilitas pendukung Fka = Faktor ketersediaan air bersih Fta = Faktor transportasi dan aksessibilitas

15

∑ = Nilai responden ke –1 sampai 15


(32)

Tabel 4 Standar Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata

Sumber: MacKinnon (1986)

2. Analisis Kualitas Visual Lanskap

Pemenuhan terhadap kepuasan estetika merupakan salah satu puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976). Analisis kualitas visual lanskap dilakukan dengan metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Metode ini digunakan untuk menilai keindahan kawasan di sekitar objek dan atraksi wisata maupun jalur wisata yang akan dikembangkan hasil dari analisis potensi objek dan atraksi wisata melalui presentasi dalam foto-foto berwarna, dimana foto-foto tersebut merupakan pemandangan yang diambil dari kawasan daerah penyangga TNUK yang dianggap mewakili kondisi tapak dari objek dan atraksi wisata hasil analisis daerah rencana pengembangan ekowisata.

Tahapan penilaian analisis kualitas visual lanskap terlihat pada Gambar 4. Penilaian kualitas visual lanskap melalui kuesioner (accidental sampling) ini dengan melibatkan responden sebanyak 30 orang dari mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang lanskap melalui kegiatan akademis. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan 1988).

Nilai No Faktor

Bobot 4 Sangat kuat 3 Kuat 2 Sedang 1 Lemah

1 Letak jalan utama dari 10 < 1 Km 1 – 2 Km 2 – 3 Km >3 Km

2 Estetika dan keaslian 25 Keindahan alam yang masih alami Asimilasi, Dominan bentuk asli Asimilasi Dominan bentuk baru Sudah berubah sama sekali

3 Atraksi 25 Hanya terdapat di

tapak

Terdapat < 3 di lokasi lain

Terdapat 3 –5 ditempat lain

Terdapat > 5 ditempat lain

4 Fasilitas pendukung 10 Tersedia dalam

kondisi sangat baik Dalam kondisi baik Kondisi

kurang baik Sarana dan prasarana tidak tersedia

5 Ketersediaan

air bersih 15 0,5 Km 0,5 – 1 Km 1 – 2 Km >2 Km

6

Transportasi dan

aksesibilitas

15 Jalan aspal

ada kendaraan umum

Jalan aspal berbatu dan ada kendaraan umum

Jalan aspal berbatu tanpa kendaran

Jalan berbatu, tanah tanpa kendaraan umum


(33)

Foto lanskap yang telah ditetapkan sebagai objek penilaian sebanyak 14 foto yang mewakili karakter lanskap objek dan atrksi wisata yang ditampilkan satu persatu dengan durasi maksimal 8 detik dengan secara spontan. Menurut Daniel dan Boster (1976) bahwa penilaian image dilakukan secara spontan akan membuat responden lebih bersikap jujur dalam menilai dan dengan durasi maksimal waktu 8 detik dianggap cukup untuk memperoleh penilaian secara spontan oleh responden.

Data yang terkumpul diolah menggunakan teknik analisis SBE (Scenic Beauty Estimation). Analisis SBE didasarkan pada nilai rata-rata z (sebaran normal) untuk setiap lanskap dengan perhitungan sebagai berikut:

SBEx = (ZLx – ZLs) x 100 Keterangan:

SBEx = Nilai SBE pemandangan ke-x ZLx = Nilai rata-rata z pemandangan ke-x ZLs = Nilai rata-rata z pemandangan standar

Kualitas estetika dikelompokkan ke dalam 3 kategori, meliputi estetika tinggi, sedang, dan rendah dengan cara dikelompokkan foto-foto berdasarkan rangking atau skala penilaian dari 1 sampai 10. Bila suatu lanskap dinilai oleh responden dengan nilai dominan 5–6. Maka nilai z lanskap tersebut akan mendekati nol dan diasumsikan memiliki nilai estetika lanskap antara tinggi dan rendah atau bisa disebut estetika normal. Lanskap dengan nilai z mendekati nol dapat digunakan untuk menduga kualitas estetika lanskap lain secara relatif terhadap titik tengah skala penilaian atau lanskap dengan estetika pemandangan sedang. Kriteria sedang adalah lanskap dengan nilai -20<SBE<20. Kriteria tinggi adalah lanskap dengan nilai SBE >20. Sedangkan kriteria rendah adalah lanskap dengan nilai SBE <20 (Daniel dan Boster 1976).

Menghitung Nilai SBE

Survai (Ground check)

Pengambilan foto Seleksi foto

Penilaian Oleh Responden Kuisioner SBE


(34)

Gambar 5 Tahap Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK (Sumber: Gold 1980)


(35)

Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK)

Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Pemanfaatan kawasan ekowisata merupakan kawasan yang diharapkan terjaga kondisi lingkungannya secara berkelanjutan. Penggunaan lahan dan objek lingkungan tertentu yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas lingkungan akan menimbulkan kerusakan pada kawasan itu sendiri. Menurut Odum (1971) bahwa daya dukung (carrying capacity) merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang memiliki beberapa faktor alam dan lingkungan. Daya dukung kawasan diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekologis, sosial dan ekonomi.

Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk kegiatan wisata adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan terhadap alam dan manusia. Penilaian daya dukung kawasan daerah penyangga TNUK dilakukan di setiap area objek wisata yang rencanakan. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan wisata mengacu pada formulasi rumus dari Yulianda (2007) yaitu:

DDK = K x Lp / Lt x Wt / Wp Dimana:

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan

Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh pengunjung lainnya.

Tabel 5 Potensi Ekologi Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan ∑Pengunjung (K) Unit Area (Lt) Keterangan

Selam 2 1000 m2 Setiap 2 orang dalam 100 x 10 m

Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m

Wisata

Mangrove 1 250 m

2 Dihitung panjang track setiap

orang sepanjang 50 m

Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 panjang pantai

Wisata Olahraga 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang

pantai Sumber: Yulianda (2007)

Daya Dukung Kawasan direncanakan sesuai dengan karakteritik sumberdaya dan peruntukkannya. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang kondisi sumberdaya agar kelestariannya tetap dapat dipertahankan.


(36)

Tabel 6 Kriteria Daya Dukung Wisata Alam

Jenis Penggunaan Satuan Pengunjung (Orang/Kel)

Area Keterangan

Berkemah 1-5 16 m2 Pada lokasi bumi perkemahan

Mendaki 1-5 20 m2 Panjang jalan trail = jumlah

pendaki yang dapat ditampung

Rekreasi sambil

menikmati alam

terbuka

1 10 m2

Rekreasi

pantai/berenang 1 25 m

2

Memancing 1 10 m2

Photo hunting 1 1 ha

Menyelam 2 0, 25 ha

Snorkling 1 10 m2

Semedi/ziarah 1-5 4 m2

Bersampan 1-4 1 sampan

Berselancar 1 100 m2

Sumber: Arifin dan Mundandar (2005) dalam Ilham (2010)

Menurut Yulianda (2007) waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah waktu areal dibuka dalam satu har dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 7).

Tabel 7 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata

Kegiatan Waktu yang dibutuhkan (Wp) - Jam

Total Waktu 1 Hari l (Wt) - Jam

Selam 2 8

Snorkling 3 6

Berenang 2 4

Berperahu 1 8

Berjemur 2 4

Rekreasi pantai 3 6

Olahraga air 2 4

Memancing 3 6

Wisata Mangrove 2 8

Wisata lamun dan ekosistem lainnya 2 4

Wisata Satwa 2 4

Sumber: Yulianda (2007)

Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK

Perencanaan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK meliputi tapak, organisasi ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap ekowisata merupakan tahap menyusun hasil analisis dan sintesis pada suatu tapak. Pengembangan konsep perencanaan dalam bentuk rencana pengembangan kawasan ekowisata, rencana ruang dan sirkulasi, aktivitas dan fasilitas ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK berupa rencana tapak (site plan).


(37)

Rencana Pengembangan Zona Kawasan Ekowisata

Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata berdasarkan zona potensial hasil analisis meliputi aspek ekologis, aspek potensi wisata dan aspek sosial ekonomi masyarakat yang digambarkan oleh situasi pemanfaatan ruang eksisting di dalam kawasan penelitian. Peta-peta tematik tersebut kemudian digambungkan dengan cara tumpang susun (overlay). Hasil akhir berupa zona potensial kawasan untuk pengembangan dan penataan wisata. Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata daerah penyangga kawasan TNUK meliputi:

1. Zona pengembangan ekowisata atraktif, merupakan zona sangat sesuai untuk pengembangan kawasan ekowisata. Seluruh aspek bernilai sangat potensial (SP) atau potensial (P).

2. Zona pengembangan ekowisata semi atraktif, merupakan zona kurang potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Aspek bernilai kurang potensial (KP).

3. Zona pengembangan ekowisata tidak atraktif merupakan zona tidak potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Namun memilki ekosistem hutan dan kegiatan pertanian yang tidak memiliki dan tidak termasuk dalam klasifikasi tidak potensial untuk pengembangan ekowisata.

Rencana Ruang dan Rencana Sirkulasi Ekowisata 1. Rencana Ruang

Konsep ruang ekowisata daerah penyangga TNUK dibuat dengan ilustrasi yang menggambarkan pola jenis dan pola ruang berdasarkan zona pengembangan ekowisata. Rencana ruang meliputi ruang wisata utama, ruang penunjang, dan ruang penerima. Menurut Gunn (1994) ruang menjadi wadah untuk melakukan aktivitas dimana aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan fungsi yang akan dikembangkan pada ruang tersebut.

2. Rencana Sirkulasi .

Rencana sirkulasi ekowisata daerah penyangga TNUK digambarkan dengan membuat jalur wisata yang menghubungkan antar kelompok aktivitas ekowisata dan antara kegiatan ekowisata dengan kegiatan wisata lainnya di dalam kawasan (Gunn 1994). Pembuatan sirkulasi wisata dengan melakukan tracking area menggunakan alat GPS (Global Positioning System) dan memanfaatkan jalan eksisting.

Rencana Aktivitas dan Fasilitas Ekowisata

Rencana aktivitas ekowisata daerah penyangga TNUK direncanakan berdasarkan kondisi fisik ekologis, potensi objek dan atraksi wisata dan kualitas visual lanskap hasil analisis pada kawasan pengembangan ekowisata. Rencana fasilitas wisata disesuaikan dengan kebutuhan terhadap jenis aktivitas ekowisata yang akan dikembangkan.


(38)

4

KONDISI UMUM WILAYAH

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah

Lokasi penelitian terletak di desa-desa daerah penyangga kawasan TNUK yang berbatasan langsung dengan kawasan. Letak geografis berada pada koordinat 105°29'02" BT sampai dengan 105°41'26" BT, dan -6°37'56" LS sampai dengan -06°51'29" LS.

Secara administrasi daerah penyangga kawasan TNUK termasuk wilayah Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang terdiri atas 19 desa yang mencakup ke dalam 2 kecamatan, meliputi Kecamatan Sumur sebanyak 7 desa dan Kecamatan Cimanggu sebanyak 12 desa dengan luas 518.27 Km2 (51.827 Ha)

yang meliputi luas 258.54 Km2 (25.854 Ha) di Kecamatan Sumur adalah 259.73

Km2 (25.973 Ha) di Kecamatan Cimanggu dengan batas sebagai berikut:

Sebelah utara : Kecamatan Cigeulis Sebelah selatan : Laut Samudra Hindia

Sebelah timur : Kecamatan Cibaliung dan Kecamatan Cibitung Sebelah Barat : Laut Selat Sunda

Dari sebanyak 19 desa, fokus penelitian di 15 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Kawasan TNUK.

Tabel 8 Administrasi Desa-Desa Penyangga Kawasan TNUK

Sumber: Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014)

No

Nama Desa

Luas Desa Keterangan Ha %

I. Kecamatan Cimanggu

1. Tangkilsari 800 3,52 Berbatasan langsung

2. Cimanggu 1.200 5,38 Berbatasan langsung

3. Cijaralang 3.600 11,0 Tidak berbatasan

4. Waringinkurung 1.250 5,51 Berbatasan langsung

5. Ciburial 1.213 5,34 Tidak berbatasan

6. Padasuka 1.537 6,77 Berbatasan langsung

7. Mangkualam 1.300 5,73 Berbatasan langsung

8. Kramatjaya 1.815 8,00 Berbatasan langsung

9. Tugu 1.521 11,01 Berbatasan langsung

10. Batuhideung 1.690 7,45 Tidak berbatasan

11. Cibadak 1.518 6,61 Berbatasan langsung

12. Rancapinang 1.549 6,82 Berbatasan langsung

II. Kecamatan Sumur

1. Sumberjaya 323 1,42 Tidak berbatasan

2. Kertajaya 420 1,85 Berbatasan langsung

3. Kertamukti 626 2,76 Berbatasan langsung

4. Tunggaljaya 466 2,05 Berbatasan langsung

5. Cigorondong 466 2,05 Berbatasan langsung

6. Tamanjaya 675 2,97 Berbatasan langsung


(39)

Kondisi Fisik Wilayah Topografi dan Kemiringan Lahan

Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu masing-masing terletak pada ketinggian 9 m dpl dan 100 dpl. Bentuk topografi seluruh desa di Kecamatan Sumur datar. Sedangkan sebagian besar desa di Kecamatan Cimanggu mempunyai bentuk topografi berbukit-bukit.

Berdasarkan letak geografisnya, desa-desa di Kecamatan Sumur dikategorikan sebagai desa pantai karena wilayahnya berbatasan dengan garis pantai/laut dengan corak kehidupan sebagian masyarakatnya tergantung pada potensi laut. Sedangkan sebagian besar desa-desa di Kecamatan Cimanggu dikategorikan sebagai desa bukan pantai karena wilayahnya tidak berbatasan dengan garis pantai dan hanya dua desa yang dikategorikan sebagai desa pantai yaitu Desa Rancapinang dan Desa Tangkilsari.

Gambar 6 Peta Ketinggian Kawasan TNUK (Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK Tahun 2013) Klimatologi

Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon beriklim tropik laut, dan menurut Schmidt & Ferguson (1951) dalam BTNUK (2014) termasuk klasifikasi iklim tipe B dengan Q = 20,4. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3249 mm dengan temperatur 25–300C dan kelembaban 80–90 persen. Musim hujan terjadi pada

bulan Oktober sampai April bersamaan dengan terjadinya musim angin barat laut, dengan curah hujan tiap bulan rata-rata mencapai lebih dari 200 mm, dan curah hujan tertinggi pada bulan Desember mencapai lebih dari 400 mm. Musim


(40)

kemarau terjadi pada Mei – September dengan curah hujan normal tiap bulan rata-rata tidak melebihi 100 mm.

Iklim wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu pada umumnya sama dengan iklim di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon termasuk iklim tropika laut. Menurut SCHMIDT & FERGUSON termasuk dalam iklim tipe B, dengan curah hujan 100–4000 mm, temperatur 15–3000C dan kelembaban udara

80–90 persen. Perbedaan musim kemarau dan musim hujan sangat tegas dengan musim kering selama 4–6 bulan. Selama musim kering areal persawahan dan kebun masyarakat menjadi kering dan tidak dapat ditanami. Namun sungai-sungai masih tetap berair dengan debit yang sangat kecil.

Geologi

Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang meliputi Pegunungan Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan termasuk pegunungan tersier muda yang menutupi strata pratersier dari dangkalan Sunda pada zaman tersier. Selama masa Pleistosen deretan Pegunungan Honje diperkirakan telah membentuk ujung selatan dari deretan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera yang kemudian terpisah setelah terlipatnya Kubah Selat Sunda. Bagian Tengah dan Timur Semenanjung Ujung Kulon terdiri formasi batu kapur miosen yang tertutupi oleh endapan aluvial di bagian utara dan endapan pasir di bagian selatan. Berdasarkan peta geologi Kawasan Strategis Nasional TNUK tanah di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu terdiri dari tipe-tipe aluvial di bagian pantai, formasi bojongmanik, formasi cimampang dan batu gamping terumbu mendominasi di Kecamatan Cimanggu.

Gambar 7 Peta Curah Hujan TNUK (Sumber: RTRW Kab. Pandeglang 2011–2031)


(41)

Jenis Tanah dan Tata Guna Lahan

Menurut Hommel 1987) dalam BTNUK (2014) bahan induk tanah di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon berasal dari batuan vulkanik seperti batuan lava merah, marl, tuff, batuan pasir dan konglomerat. Jenis tanah yang paling luas penyebarannya di sebagian Gunung Honje yang dekat dengan desa-desa di sekitar kawasan TNUK adalah jenis tanah kompleks alluvial, podsolik, latosol dan regoso. Adapun jenis tanah dapat dilihat pada peta geologi Kawasan TNUK pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta Jenis Tanah Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK 2013)

Tata guna lahan di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu terbagi atas pemukiman seluas 456,10 Ha, lahan sawah seluas 251,56 Ha, hutan lahan kering seluas 130,14 Ha, hutan lahan basah seluas 1,38 Ha, semak belukar/tegalan seluas 13.622,6 Ha dan lahan rawa seluas 0,310 Ha.

Tabel 9 Penggunaan Lahan Daerah Penyangga TNUK

Sumber: RTRW Kabupaten Pandeglang 2011–2031

No Jenis Tata Guna Lahan Luas (Ha)

1. Pemukiman 456,10

Sawah 251,56

2.  Hutan Lahan kering

 Hutan Lahan Basah 130,14 1,38

3 Semak belukar, tanah kosong, kebun campuran 13.622,6


(42)

Kondisi Umum Sosial dan Ekonomi Kependudukan

Berdasarkan data Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014) total jumlah penduduk di daerah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon yang terbagi dalam 2 (dua) kecamatan tersebut adalah 50.535 jiwa. Terdiri dari jumlah penduduk di Kecamatan Sumur adalah 23,616 jiwa yang terbagi dalam6,298 KK. Sedangkan jumlah penduduk di Kecamatan Cimanggu adalah 26,919 jiwa yang terbagi dalam 11,084 KK.

Tabel 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013

Sumber: Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014)

Mata Pencahrian

Secara umum mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sumur mayoritas adalah petani. Sedangkan yang lainnya adalah nelayan, pegawai negeri dan buruh. Sama halnya dengan penduduk di Kecamatan Cimanggu mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan sisanya sebagai buruh, pedagang, PNS, dan nelayan.

No

Nama Desa Penduduk

Jumlah Jumlah KK Laki – laki Perempuan

Kecamatan Cimanggu

1. Tangkilsari 1,050 650 1,700 1,016

2. Cimanggu 1,031 1,108 2,139 862

3. Cijaralang 791 1,268 2,059 898

4. Waringinkurung 989 978 1,967 864

5. Ciburial 2,504 1,065 3,569 1,281

6. Padasuka 1,613 1,027 2,640 1,094

7. Mangkualam 887 883 1,760 724

8. Kramatjaya 1,090 800 1,890 895

9. Tugu 743 798 1,541 508

10. Batuhideung 1,294 1,311 2,605 1,075

11. Cibadak 1,142 1,087 2,229 1,000

12. Rancapinang 1,458 1,362 2,820 1,056

Kecamatan Sumur

1. Sumberjaya 2,147 2,007 4,154 1,005

2. Kertajaya 2,024 2,008 4,032 708

3. Kertamukti 1,691 1,451 3,142 998

4. Tunggaljaya 1,554 1,584 3,238 1,071

5. Cigorondong 1,256 1,218 2,474 804

6. Tamanjaya 1,334 1,430 2,774 747


(43)

Selain mata pencaharian utama, untuk menambah penghasilan beberapa penduduk mempunyai mata pencaharian sampingan antara lain sebagai guide, porter ataupun membuka usaha home industri. Usaha home industri di dua wilayah kecamatan ini cukup bervariasi. Ada beberapa penduduk yang memiliki usaha home industri antara lain di Kecamatan Sumur terdapat usaha home industri pembuatan emping/keceprek dan kelapa kopra. Sedangkan di Desa Cimanggu terdapat usaha home industri yang dikelola oleh beberapa kelompok masyarakat antara lain usaha pembuatan kerajinan anyaman, perkakas rumah tangga, pembuatan aneka keripik dan gula aren. Selain usaha industri rumah tangga ada beberapa penduduk yang membuka usaha dibidang jasa seperti usaha home stay, usaha jasa penggilingan padi, bengkel motor, usaha foto copy, ojeg, menjahit serta rental komputer.

Sumber pendapatan masyarakat setempat juga berasal dari menjual hasil pertanian berupa kelapa, melinjo, cengkeh dan tanaman buah-buahan. Aktivitas lain yaitu mengambil madu odeng di hutan, yang biasanya dilakukan pada musim kemarsu (Juni sampai September). Aktivitas ini biasanya dilakukan penduduk yang tinggal di pinggir hutan seperti di Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya.

Sarana dan Prasarana

a. Jalan dan Sarana Transportasi

Jalan yang terdapat di dalam desa-desa daerah penyangga umumnya masih jalan tanah. Namun untuk jalan propinsi dan otonom biasanya telah diaspal dan diperkeras. Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2006, panjang jalan provinsi dan otonom yang telah diaspal di Kecamatan Sumur mencapai 17.167 Km. Jalan tersebut mencakup sebagian jalan utama di Desa Sumberjaya, Desa Kertajaya, Desa Kertamukti, Desa Tunggaljaya, Desa Cigorondong hingga ke Desa Tamanjaya meskipun sebagian jalan telah mengalami kerusakan yang parah.

Kecamatan Cimanggu, panjang jalan provinsi dan otonom yang telah diaspal mencapai 25.250 Km. Saat ini untuk Kecamatan Cimanggu panjang jalan yang telah diaspal telah mencakup sebagian jalan di Desa Padasuka, Desa Cimanggu, Desa Waringinkurung, Desa Ciburial, dan Desa Cijalarang. Jumlah sarana tranportasi yang terdapat di Kecamatan Sumur dan Cimanggu masih sangat terbatas. Belum meratanya akses angkutan umum di dua kecamatan tersebut membuat aksesibilitas dan ketersediaan transportasi umum masih terbatas.

b.Sarana Peribadatan

Fasilitas peribadatan di dua kecamatan ini cukup memadai. Di Kecamatan Sumur terdapat 61 mesjid, 21 musholla dan 5 pondok pesantren. Sedangkan di Kecamatan Cimanggu terdapat 49 buah masjid dan 47 buah mushola dan 17 pondok pesantren yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk.

c. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di daerah penyangga TNUK meliputi di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu. Jumlah sarana pendidikan (sekolah) yang ada di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu secara lengkap disajikan pada Tabel 11.


(1)

Lanjutan Lampiran 2

L-9 F CF CP CP bener z

1 0 30 1 - -

2 0 30 1 0,966667 1,833915 3 1 30 1 0,966667 1,833915 4 0 29 0,966667 0,966667 1,833915 5 0 20 0,666667 0,666667 0,430727 6 7 29 0,966667 0,966667 1,833915 7 13 22 0,733333 0,733333 0,622926 8 8 9 0,3 0,016667 -2,12805 9 1 1 0,033333 0,016667 -2,12805 10 0 0 0 0,016667 -2,12805

30 total 2,005176

z 0,222797

SBE 22,27973

L-10 F CF CP CP bener z

1 0 30 1 - -

2 0 30 1 0,966667 1,833915 3 1 30 1 0,966667 1,833915 4 0 29 0,966667 0,966667 1,833915 5 1 29 0,966667 0,966667 1,833915 6 5 28 0,933333 0,933333 1,501086 7 12 23 0,766667 0,766667 0,727913 8 10 11 0,366667 0,016667 -2,12805 9 1 1 0,033333 0,016667 -2,12805 10 0 0 0 0,016667 -2,12805

30 total 3,180522

z 0,353391

SBE 35,33913

L-11 F CF CP CP bener z

1 0 30 1 - -

2 1 30 1 0,983333 2,128045 3 0 29 0,966667 0,966667 1,833915 4 0 29 0,966667 0,966667 1,833915 5 0 29 0,966667 0,966667 1,833915 6 4 29 0,966667 0,966667 1,833915 7 6 25 0,833333 0,833333 0,967422 8 11 19 0,633333 0,633333 0,340695 9 8 8 0,266667 0,016667 -2,12805

10 0 0 0 0,016667 -2,12805

30 total 6,51573

z 0,72397

SBE 72,397

L-12 F CF CP CP bener z

1 0 30 1 - -

2 0 30 1 0,983333 2,128045 3 1 30 1 0,983333 2,128045 4 1 29 0,966667 0,966667 1,833915 5 0 28 0,933333 0,933333 1,501086 6 2 28 0,933333 0,933333 1,501086 7 7 26 0,866667 0,866667 1,110772 8 10 19 0,633333 0,016667 -2,12805 9 7 9 0,3 0,016667 -2,12805 10 2 2 0,066667 0,016667 -2,12805

30 total 3,818813

z 0,424313


(2)

Lanjutan Lampiran 2

L-13 F CF CP CP bener z

1 0 30 1,034483 - -

2 0 30 1,034483 0,983333 2,128045 3 2 30 1,034483 0,983333 2,128045 4 2 28 0,965517 0,965517 1,818646 5 0 26 0,896552 0,896552 1,262145 6 10 26 0,896552 0,896552 1,262145 7 10 16 0,551724 0,551724 0,130019 8 5 6 0,206897 0,206897 -0,81724 9 1 1 0,034483 0,016667 -2,12805 10 0 0 0 0,016667 -2,12805

30 total 3,655718

z 0,406191

SBE 40,61909

L-14 F CF CP CP bener z

1 0 30 1,034483 - -

2 1 30 1,034483 0,983333 2,128045 3 1 29 1 0,983333 2,128045 4 0 28 0,965517 0,965517 1,818646 5 1 28 0,965517 0,965517 1,818646 6 3 27 0,931034 0,931034 1,48354 7 11 24 0,827586 0,827586 0,94467 8 10 13 0,448276 0,448276 -0,13002 9 2 3 0,103448 0,016667 -2,12805 10 1 1 0,034483 0,016667 -2,12805

30 total 5,935482

z 0,659498


(3)

Lampiran 3 Foto Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap

Lanskap 1

Lanskap 2

Lanskap 3

Lanskap 4


(4)

Lanjutan lampiran 3

Lanskap 7

Lanskap 8

Lanskap 9

Lanskap 10


(5)

Lanjutan lampiran 3


(6)

Pandeglang pada tanggal 14 Maret 1987 merupakan putra

kedua dari dua bersaudara pasangan Kadani dan Tarkisah.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Agronomi (sekarang

agroteknologi) Fakutas Pertanian Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa (UNTIRTA) Serang–Banten masuk pada tahun

2007 dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun yang sama,

penulis melanjutkan ke jenjang magister pada Program Studi

Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor dengan menempuh jalur mandiri.

Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif diberbagai organisasi

intra dan ekstra kampus. Penulis tercatat aktif sebagai kader Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Serang dan berprofesi sebagai jurnalis di media

Koran Harian Radar Banten dan aktif sebagai Pengurus Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI) Cabang Serang tahun 2011/2012. Selama mengikuti program

pendidikan magister penulis aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa daerah

(OMDA) Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bogor dan pernah bekerja sebagai

Konsultan AMDAL di PT Reka Cipta Transportindo.

Karya ilmiah ini telah diterbitkan di jurnal nasional akreditasi LIPI pada

“Majalah Ilmiah Globe” Badan Informasi Geospasial Volume 17 No. 2 Desember

2015

dengan judul

Analisis Potensi Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga