METODE HASIL HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DENGAN GANGGUAN Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata Dengan Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Las Home Industry Di Kartasura.

3

2. METODE

PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di 37 bengkel pengelasan informal di wilayah Kecamatan Kartasura, Sukoharjo pada bulan Juli tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini merupakan 100 pekerja sebagai tukang las di 37 bengkel pengelasan di wilayah Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditentukan, didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu berjumlah 45 responden pekerja las. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan sampling kuota yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan Sugiyono, 2010. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata dengan alat ukur observasi dan checklist. Variabel terikat yaitu gangguan kesehatan mata dengan alat ukur kuesioner dan wawancara. Variabel lain yang memiliki potensi mengganggu mempengaruhi hasil penelitian terdiri dari umur, masa kerja, pendidikan dan riwayat penyakit. Analisa data dilakukan dengan uji statistik, korelasi Spearman Rho  menggunakan program statistik pada komputer. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan nilai p, yaitu: Jika nilai p 0,05 maka hipotesis penelitian Ha ditolak. Jika nilai p 0,05 maka hipotesis penelitian Ha diterima.

3. HASIL

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Gangguan Kesehatan Mata Berdasarkan hasil penelitian, pekerja las yang mengalami gangguan kesehatan mata ringan sebanyak 18 orang 40, gangguan kesehatan mata sedang sebanyak 3 orang 6,7, dan responden yang tidak mengalami gangguan kesehatan mata sebanyak 24 orang 53,3. Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura tidak mengalami gangguan kesehatan mata. Pekerja las home industry rentan terhadap gangguan kesehatan mata. Menurut ICNIRP 14 2007 mata adalah organ yang paling sensitive terhadap sinar UV. Pajanan UV terhadap mata berhubungan dengan berbagai macam gangguan, termasuk kerusakan pada kelopak mata, kornea, lensa, dan retina. Mata, yang terletak di bagian belakang kelopak mata, tersembunyi ke dalam alur wajah. Hal inilah yang membuat mata terlindungi terhadap sinar 4 UV dari beberapa arah. Namun, mata pun tidak terlindungi dengan baik terhadap sinar UV yang berasal dari arah depan dan dari arah samping. Pratiwi, dkk. 2015: 140 menyebutkan gangguan kesehatan mata yang sering terjadi pada pekerja las saat melakukan pekerjaan pengelasan, antara lain: penglihatan kabur, mata merah, mata terasa gatal, mata terasa pedih, mata bengkak, sakit kepala di daerah atas mata, mata seperti kemasukan pasir kelilipan, mata terasa berair, mata terasa sakit, katarak dan pernah terpercik api las listrik. 3.2 Keterkaitan Umur Responden dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura Berdasarkan hasil penelitian, responden pada kelompok umur kurang dari 34 tahun sebanyak 16 orang 35,6, kelompok umur 44-48 tahun sebanyak 15 orang 33,3, kelompok umur 34-38 tahun sebanyak 8 orang 17,8, dan kelompok umur 39-43 tahun sebanyak 6 orang 13,3. Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan kartasura masih berusia muda kurang dari 34 tahun. Secara alamiah dengan bertambahnya umur yang semakin tua, ketajaman penglihatan akan semakin berkurang. Penelitian dari Lestari, dkk. 2013 menyatakan bahwa manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang maka daya akomodasi mata akan semakin menurun. Hasil crosstab umur dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil sebagian besar pekerja las yang berusia kurang dari 34 tahun tidak ada gangguan kesehatan mata sebanyak 16 responden 35,6. Hal ini berarti ada hubungan antara umur dengan gangguan kesehatan mata. Semakin bertambah usia pekerja las home industry maka gangguan kesehatan mata semakin berat. Teori yang disampaikan Yuni dalam Rinawati, dkk. 2015 menunjukkan semakin bertambahnya umur seseorang maka akan diikuti dengan penurunan tajam penglihatan. Gangguan kesehatan mata seperti penurunan ketajaman mata pada manusia salah satunya dipengaruhi oleh umur. Semakin lanjut usia pekerja semakin menurun tingkat ketajaman penglihatan mata seseorang. Hasil penelitian terkait tingkat ketajaman mata tidak hanya disebabkan oleh adanya pajanan pekerja melakukan pengelasan, melainkan juga dapat 5 disebabkan oleh usia pekerja itu sendiri, sehingga hasil penelitian ini dapat terganggu dari adanya faktor usia pekerja las. 3.3 Keterkaitan Masa Kerja dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 32 orang 71,1, dan kelompok masa kerja 1-5 tahun sebanyak 13 orang 28,9. Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan kartasura memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun. Masa kerja mempengaruhi perubahan fisiologi jaringan, termasuk didalamnya menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mata pada pekerja las karena dengan adanya kontak yang terus menerus dan berlangsung lama terhadap organ penglihatan dapat mengakibatkan stress pada alat penglihatan dan dapat menimbulkan kelelahan pada otot mata dan otot akomodasi, yang keduanya akan menyebabkan gangguan kesehatan mata. Bagi tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama, berarti telah mempunyai waktu yang lama pula dalam melaksanakan pekerjaannya. Tenaga kerja yang memiliki masa kerja lebih lama akan lebih berrisiko mengalami penurunan efisiensi penglihatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Nova 2012 dimana gangguan kesehatan yang dialami pekerja canting batik disebabkan diantaranya masa kerja pekerja canting batik yang rata-rata 6 tahun 9 bulan. Menurut Pratiwi, dkk. 2015, masa kerja merupakan kondisi yang akan mempengaruhi lamanya keterpaparan mata pekerja las dengan sinar maupun asap yang ditimbulkan oleh pekerjaan las listrik. Semakin lama masa kerja pekerja las listrik dalam menekuni pekerjaannya, maka secara otomatis pajanan sinar maupun asap yang dihasilkan las listrik terhadap mata juga semakin membahayakan. Masa kerja juga dapat memberikan dampak positif bagi pekerja dalam memahami bahaya yang ditimbulkan akibat pekerjaan yang dilakukannya. Pengalaman negatif selama bekerja dapat membuat individu berhati-hati jika melakukan pelanggaran berulang. Masa kerja merupakan faktor penting yang menentukan kejadian gangguan kesehatan mata pada pekerja las. Paparan yang terus menerus dalam jangka waktu lama akan memberikan efek dan dampak yang berbeda jika dibandingkan dengan paparan yang terjadi dalam jangka pendek. Semakin lama mata terkena paparan, maka akan semakin berrisiko mengalami gangguan kesehatan. 6 Hasil crosstab masa kerja dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang memiliki masa kerja 1-5 tahun memiliki gangguan kesehatan mata sebanyak 13 responden 28,9, dan pekerja las yang memiliki masa lebih dari 5 tahun memiliki gangguan kesehatan mata sebanyak 32 responden 71,1. Dari data tersebut, dapat diketahui responden yang memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun, lebih banyak mengalami gangguan kesehatan mata yaitu sebanyak 32 responden 71,1. Hal ini berarti ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan kesehatan mata yang terjadi pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura. Semakin lama masa kerja pekerja las, maka semakin berat gangguan kesehatan mata yang dialami. Sejalan dengan hasil penelitian dari Setyaningsih, dkk 2007 bahwa masa kerja dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Perbedaan masa kerja pekerja las turut mengurangi ketajaman penglihatan mata pekerja, bila tidak menggunakan APM. Masa kerja yang baru dan yang lama, mempunyai perbedaan dampak radiasi sinar Ultra Violet, sehingga pengukuran tingkat ketajaman penglihatan mata bisa saja disebabkan oleh masa kerja. Hal ini sesuai dengan Pratiwi, dkk. 2015 bahwa las listrik merupakan kegiatan yang menghasilkan pancaran sinar las listrik, sebagai pekerja las listrik, pancaran sinar las listrik menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pancaran sinar las listrik merupakan unsur fisik yang dapat menyebabkan trauma pada mata. Semakin lama terpapar sinar las listrik, mata akan berpotensi mengalami gangguan. Lestari, dkk 2013 dalam penelitiannya menunjukkan masa kerja pekerja dengan rata- rata di atas 3 tahun akan berrisiko terhadap kesehatan pekerja dikarenakan umur pengrajin yang semakin bertambah dan juga mata yang dituntut untuk terus terakomodasi maka akan menyebabkan ketegangan otot-otot mata sehingga dapat menimbulkan mata lelah. 3.4 Keterkaitan Tingkat Pendidikan dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura Berdasarkan hasil penelitian, responden pada kelompok tingkat pendidikan SMP dan sederajat sebanyak 24 orang 53,3, dan kelompok tingkat pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 21 orang 46,7. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura memiliki tingkat pendidikan SMP dan sederajat. Menurut Notoatmodjo dalam Maloring, dkk. 2014 pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan adalah segala sesuatu yang diketahui seseorang setelah melakukan 7 pengideraan terhadap objek tertentu. Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu mendapat proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Dengan begitu maka diharapkan pada nantinya orang tersebut akan menerapkan pola hidup sehat dalam hidupnya dan bisa menularkannya ke orang-orang di sekitarnya Sriyono, 2015. Hasil crosstab tingkat pendidikan dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 21 pekerja 46,7, dan pekerja las yang memiliki tingkat pendidikan SMP dan sederajat sebanyak 24 pekerja 53,3. Data tersebut menunjukkan sebagian besar pekerja memiliki latar pendidikan SMP dan sederajat, Dari hasil tersebut dapat ditunjukkan semakin rendah tingkat pendidikan pekerja las, maka semakin berat gangguan kesehatan mata. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan gangguan kesehatan mata yang terjadi pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura. Tenaga yang tidak memiliki pendidikan dan pengetahuan yang memadai akan melakukan pekerjaan dengan tidak hati-hati dimana dalam pengerjaannya dapat membahayakan dirinya sendiri. Tingkat pendidikan yang rendah tidak akan memahami pentingnya penggunaan APM, sehingga hasil pengukuran tingkat ketajaman mata pekerja juga dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan pekerja tersebut. Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian dari Munthe, dkk. 2014 yang menunjukkan tingkat pendidikan responden hampir sebagian besar tamat SD. Hal tersebut berhubungan dengan tingkat pengetahuan kesehatan yang rendah. Pendidikan yang relatif tinggi memungkinkan responden mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi untuk menggunakan APD saat bekerja. Salawati 2015 dalam penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung mata. Adanya tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan pengetahuan akan pentingnya alat pelindung mata bagi pekerja las juga 8 rendah. Pekerja las yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah tentang pemakaian alat pelindung mata, maka dalam melakukan pengelasan para pekerja tidak menggunakan alat pelindung mata sehingga menyebabkan perih pada mata, karena kurangnya pengetahuan pekerja akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri pada mata maka pekerja sering mengalami mata merah, pedih pada mata. Untuk itu pekerja las perlu diberikan penyuluhan tentang bahaya tidak menggunakan alat pelindung mata dan tempat kerja disediakan poster, leaflet penyakit mata akibat tidak menggunakan alat pelindung mata. 3.5 Keterkaitan Riwayat Penyakit Mata dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pekerja las yang tidak ada riwayat penyakit mata sebanyak 23 orang 51,1, dan kelompok responden yang ada memiliki riwayat penyakit mata sebanyak 22 orang 48,9. Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura tidak ada riwayat penyakit mata. Riwayat penyakit history of disease adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik Murti, 2010. Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk penyakit mata. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit deskripif dan kronologis, ditanya pula faktor yang mempercepat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan penderita Nugroho, 2009. Hasil crosstab riwayat penyakit mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang ada riwayat penyakit mata sebanyak 22 pekerja 48,9, dan pekerja las yang tidak ada riwayat penyakit mata sebanyak 23 pekerja 51,1. Dari data tersebut, dapat disimpulkan pekerja las yang ada dan tidak ada riwayat penyakit mata sama-sama memiliki peluang dengan gangguan kesehatan mata. Seperti hasil penelitian dari Pratiwi, dkk. 2015 pekerja las listrik secara keseluruhan pernah mengalami gangguan kesehatan mata akibat proses pengelasan atau bahkan dampak efek jangka panjang dari terpaparnya mata dengan sinar infra merah atau ultraviolet dari proses pengelasan. Dari hasil penelitian Pratiwi, dkk. 2015 juga menunjukkan tidak ada pekerja las yang mengalami gangguan kesehatan mata berupa katarak. Hal ini disebabkan faktor keturunan 9 atau genetika merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang terkena penyakit mata katarak. Jika salah satu keluarga mempunyai riwayat terkena penyakit mata katarak, maka orang yang masih ada hubungan darah, akan terkena penyakit mata katarak juga. Dalam hal ini ada peran kromosom yang menjadi sebabnya, karena kromosom mampu mempengaruhi kualitas lensa mata. 3.6 Hubungan Tingkat Kedisplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata dengan Gangguan Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura Berdasarkan hasil penelitian tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata yang telah dilakukan pada 45 responden, responden yang tidak disiplin dalam melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 orang 6,7, responden yang agak disiplin melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 39 orang 86,7, dan pekerja las yang disiplin melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 orang 6,7. Sebagian besar pekerja las home industry agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata pada saat melakukan kegiatan pengelasan yaitu sebanyak 39 orang 86,7. Menurut Tarwaka 2014 alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras, dll. Syarat dasar dari APD mata paling tidak harus memenuhi kriteria 1 memenuhi terhadap kriteria bahaya yang ada, 2 nyaman dipakai di mata atau muka, 3 tidak menghalangi pandangan atau gerakan pandangan, 4 mudah dibersihkan dan tidak beracun, 5 tahan terhadap beban untuk melindungi mata, 6 dapat dipakai bersama sama dengan APD lain yang diperlukan dan 7 apabila pekerja memakai kacamata ukuran maka APD mata dan muka harus disesuaikan berdasarkan ukuran lensa maupun ukuran kacamata Solichin, dkk., 2014. Kedisiplinan tenaga kerja dalam menggunakan APD, berawal dari rasa kesadaran tenaga kerja sendiri, pihak perusahaan telah berulang kali mengingatkan, namun jika tenaga kerja tidak memiliki kesadaran bahwa penggunaan APD itu penting, untuk mencegah penyakit-penyakit yang akan timbul dikemudian hari, pasti akan sulit, memang biasanya penyakit-penyakit tersebut akan timbul dikemudian hari, biasanya akan timbul setelah ia berhenti bekerja kronis Sari, 2010. Pada kenyataannya, masih ada pekerja yang kurang disiplin dan bahkan beberapa pekerja las yang masih belum memakai alat pelindung mata ini 10 karena merasa ketidaknyamanan dalam bekerja. Pemakaian alat pelindung mata memerlukan ketelatenan dan pembiasaan diri. Oleh karena itu pekerja las home industry perlu memakai alat pelindung mata agar pekerja terhindar dari pajanan sinar tampak, sinar inframerah dan sinar ultaviolet yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mata. Hasil crosstab tingkat kedisplinan dengan gangguan kesehatan mata menunjukkan pekerja las yang tidak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 pekerja 6,7, pekerja las yang agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak 39 pekerja 86,7, dan pekerja las yang disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 pekerja 6,7. Dari hasil uji korelasi Spearmon Rho diketahui nilai Sig. kurang dari 0.05 dan koefisien korelasi sebesar -0,969, sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan negatif sangat kuat antara tingkat kedisiplinan dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las di wilayah Kecamatan Kartasura. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pratiwi, dkk. 2015 yang menunjukkan ada hubungan antara pemakaian alat pelindung diri APD kacamata las listrik dengan kejadian gangguan kesehatan mata pada pekerja las listrik. Secara keseluruhan pekerja las listrik pernah mengalami gangguan kesehatan mata pada saat setelah proses pengelasan. Namun, semakin tidak disiplin semakin sering mengalami gangguan kesehatan mata. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian dari Alfanan 2014 bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pegawai bengkel las. Pemakaian alat pelindung mata merupakan faktor yang memengaruhi ketajaman penglihatan pegawai bengkel las. Sementara penelitian dari Asrini 2013 juga menunjukkan hasil yang sama, dimana pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak sering mengalami gangguan kesehatan baik gangguan mata, pernapasan, maupun kulit. Kedisiplinan pekerja las dalam pemakaian alat pelindung mata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian dari Liswanti 2015 menunjukkan bahwa kepatuhan penggunaan APD dapat terbentuk atau dibentuk tetapi harus didukung oleh berbagai faktor diantaranya faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat sehingga perilaku yang baik bukan merupakan suatu kebetulan, perilaku yang baik dibangun pada suasana lingkungan dan daya dukung yang baik pula. Kepatuhan penggunaan APD yang baik akan meningkatkan status kesehatan. Sementara hasil penelitian dari Pratiwi 2015 menunjukkan bahwa kejadian tingkat disiplin yang rendah pada pekerja las listrik dalam memakai alat pelindung diri dapat 11 dipengaruhi banyak hal, antara lain tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengetahuan yang rendah, bahkan dapat disebabkan oleh karena tidak tersedianya alat pelindung yang seharusnya. Tingkat pendidikan yang rendah dan didukung dengan tingkat pengetahuan yang rendah pula dapat menyebabkan pekerja las listrik merasa tidak perlu memakai APM.

4. PENUTUP

Dokumen yang terkait

Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Infeksi Cacing Pada Pekerja Kebersihan Di Kota Rantau Prapat Tahun 2002

0 43 68

Hubungan Kebersihan Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Petugas Pengelola Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

11 92 95

Hubungan Kejadian Fotofobia Dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja Las Di Kelurahan Tanjung Selamat

4 28 81

HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DENGAN GANGGUAN Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata Dengan Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Las Home Industry Di Kartasura.

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata Dengan Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Las Home Industry Di Kartasura.

0 3 5

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata Dengan Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Las Home Industry Di Kartasura.

0 3 4

HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN KACAMATA LAS DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN PADA PEKERJA Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Kacamata Las dengan Penurunan Tajam Penglihatan pada Pekerja Pengelasan di Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonog

0 1 16

HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN KACAMATA LAS DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN PADA PEKERJA Hubungan Tingkat Kedisiplinan Pemakaian Kacamata Las dengan Penurunan Tajam Penglihatan pada Pekerja Pengelasan di Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogi

0 3 12

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN K3 TERHADAP TINGKAT KEDISIPLINAN PEKERJA DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG Pengaruh Pemberian Penyuluhan K3 Terhadap Tingkat Kedisiplinan Pekerja Dalam Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di PT. Djitoe Indonesian Tobacco.

0 1 17

Hubungan Kejadian Fotofobia Dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja Las Di Kelurahan Tanjung Set

0 0 12