4
HUKUM WARIS ADAT Studi Kasus di Suku Sikep Samin Desa Klopo
Duwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora
”.
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Suatu penelitian perlu sekali adanya pembatasan masalah atau ruang lingkup permasalahan pada suatu obyek yang akan diteliti, karena akan
mempermudah penulis dalam pengumpulan data. Penelitian ini dibatasi hanya tentang kedudukan janda dalam pewarisan berdasarkan hukum waris adat di
daerah Blora. Guna mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan
yang akan diteliti serta untuk mencapai tujuan penelitian yang lebih
mendalam dan terarah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pewarisan menurut hukum adat di Suku Sikep Samin?
2. Bagaimana kedudukan janda dalam pewarisan berdasarkan hukum adat di
Suku Sikep Samin?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus memiliki tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pewarisan menurut hukum adat di Suku Sikep
Samin. 2.
Untuk mengetahui kedudukan janda dalam pewarisan berdasarkan hukum adat di Suku Sikep Samin.
5
D. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya
hukum perdata, terutama mengenai kedudukan janda dalam pewarisan berdasarkan hukum adat.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk
memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai cara mengatasi masalah tentang kedudukan janda dalam pewarisan
berdasarkan hukum adat.
E. Kerangka Pemikiran
Keberadaan corak hidup dan keteraturan antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain yang berbeda dalam kehidupan berangsa,
menyebabkan sistem hukum waris di Indonesia bersifat pluralistis, di mana terdapat tiga sistem hukum kewarisan di dalam kehidupan masyarakat di
6
Indonesia, yaitu hukum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris barat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengaturan dan sistem di
dalam hukum waris di Indonesia yang berbeda-beda antara lain:
9
1. Adanya hukum waris Islam yang berlaku untuk segolongan penduduk
Indonesia. 2.
Adanya hukum waris menurut hukum perdata barat yang berlaku untuk golongan penduduk yang tunduk pada hukum perdata barat.
3. Adanya hukum adat yang disana sini berbeda-beda tergantung pada
daerah masing-masing yang berlaku bagi orang-orang yang tunduk kepada hukum adat.
Keberadaan hukum waris adat sangatlah erat hubungannya dengan sifat-sifat kekeluargaan dari masyarakat hukum yang bersangkutan, serta
berpengaruh pada harta kekayaan yang ditinggalkan dalam masyarakat tersebut.
10
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan
yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikutnya.
11
Keberadaan hukum waris adat sebagai identitas tatanan moral dan etika dalam kehidupan berkeluarga akan selalu ada, karena hukum adat benar-
benar hidup dalam ruang lingkup hati nurani masyarakat sebagai pijakan dan arahan dalam kehidupanya.
9
Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hal. 2-3.
10
Soerojo Wignyodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: Haji Masagung, 1990, hal. 165.
11
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1993, hal. 23.
7
Menurut Soerojo Wignjodipoero dalam bukunya Pengantar dan Asas- asas Hukum Adat, mengatakan bahwa dalam warisan terdapat 3 tiga unsur
mutlak yang masing masing unsur merupakan unsur esensial mutlak, yaitu:
12
1. Seseorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta
kekayaan. 2.
Seseorang atau beberapa ahli waris yang berhak menerima kekayan yang ditinggalkan itu.
3. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan “in concreto” yang
ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu. Sistem kekerabatan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia
berimpliikasi dengan sistem pewarisan. Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam tiga corak, yaitu:
13
1. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
bapak, di mana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan Gayo, Alas, Batak, Nias, Irian.
2. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu,
dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan Minangkabau, Enggano, Timor.
3. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik
menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi bapak-ibu, di mana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan Aceh,
Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan.
12
Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit., hal. 162.
13
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1993, hal. 23.
8
Sistem parental pada dasarnya tidak membedakan antara kedudukan laki-laki dan perempuan dalam sistem pewarisannya. Sistem Parental dalam
keturunan masyarakat hukum waris adat sering digunakan oleh masyarakat adat Jawa. Sistem pariental dianggap lebih adil dan dapat mengakomodir nilai
kebersamaan dalam keluarga. Sedangkan dalam sistem kewarisan secara garis besar, di Indonesia kita menjumpai tiga macam sistem kewarisan dalam
hukum adat sebagai berikut:
14
1. Sistem Kewarisan Individual
Cirinya adalah bahwa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan diantara para ahli waris seperti halnya pada masyarakat bilateral di Jawa,
Batak. 2.
Sistem Kewarisan Kolektif Cirinya adalah bahwa harta peninggalan itu diwarisi oleh
sekumpulan ahli waris yang bersama-sama merupakan semacam badan hukum, di mana harta tersebut sebagai harta pusaka tidak boleh dibagi-
bagikan pemiliknya di antara para ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagi-bagikan pemakainya saja kepada mereka itu hanya mempunyai
hak pakai saja seperti di dalam masyarakat matrilineal Minangkabau. 3.
Sistem Keawarisan Mayorat Ciri lain dari kewarisan mayorat adalah bahwa harta peninggalan
diwariskan keseluruhanya atau sebagaian besar sejumlah harta pokok dari suatu keluarga oleh seorang anak saja, seperti halnya di Bali di mana
14
Tolib Steady, Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan, Bandung: Alfabeta, 2008, hal.285.
9
terdapat hak mayorat anak laki-laki yang tertuah dan di tanah Samendo Sumatera SelatanLampung di mana terdapat hak mayorat anak
perempuan tertua. Pemindahan atau bergulirnya harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
pewaris kepada ahli warisnya telah diatur dalam ketentuan hukum waris. Ketentuan dan syarat harus dipenuhi sebagai wujud tanggung-jawab dalam
proses pewarisan. Adapun untuk terjadinya pewarisan, diperlukan adanya unsur-unsur sebagai berikut:
15
1. Adanya orang yang meninggal dunia
erflater
Orang yang meninggal dunia yaitu orang yang meninggalkan harta warisan dan disebut: Pewaris.
2. Adanya orang yang masih hidup
erfgenaam
orang yang masih hidup yaitu orang yang menurut undang-undang atau testamen berhak
mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia, mereka di sebut: Ahli Waris.
3. Adanya benda yang ditinggalkan
erftenis, nalatenschap
benda yang ditinggalkan yaitu sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris pada saat ia
meninggal dunia, yang disebut harta warisan, wujud harta warisan ini bisa berbentuk
Activa
piutang, tagihan atau
Pasiva
hutang. Keberadaan hukum waris adat akan tetap ada selama masyarakat tetap
menjaga dan melestarikan sebagai nilai luhur dalam kehidupan manusia. Keberadaan Suku Samin yang tetap memegang teguh hukum waris adat
sebagai landasan kehidupan dalam berkeluarga memberikan penjelasan,
15
.Wahab Afif, Fiqh mawaris, Serang: Yayasan Ulumul Quran, Cet-I, 1994, hal. 53.
10
bahwa masyarakat Suku Samin sangat menghargai nilai-nilai luhur dari nenek moyang mereka sebagai warisan luhur yang harus tetap dilestarikan. Suku
Samin merupakan masyarakat keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur Sikep, di mana mereka mengobarkan semangat
perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan.
16
Pembagian harta warisan berdasarkan hukum waris adat oleh masyarakat Suku Samin, salah satunya menempatkan keberadaan kedudukan anak dan
janda sebagai salah satu ahli waris yang harus dipenuhi haknya dalam pewarisan.
Pembagian harta warisan yang mendasarkan hukum waris adat sebagai landasannya, akan memberikan pemahaman bahwa ada hak dan
kewajiban dalam pewarisan tersebut. Menjadikan hukum waris adat sebagai tatanan dalam kehidupan, akan menjadikan masyarakat tertib dalam
kehidupan kekeluargaan, karena hukum waris adat bersumber pada nilai luhur kehidupan masyarakat. Keberadaan harta warisan harus disyukuri sebagai
amanah dari pewaris yang harus tetap dijaga sebagai wujud tanggung-jawab. Harta warisan yang ada harus mampu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dengan tetap mengedepankan kewajiban dalam pemenuhannya.
F. Metode Penelitian