Frasa Eksosentris Direktif Yang Wajib Hadir Dan Menduduki Fungsi Adverb Pada Konstruksi Kalimat Bahasa Inggris: Kajian Sintaksis dan Semantis
FRASA EKSOSENTRIS DIREKTIF YANG WAJIB HADIR
DAN MENDUDUKI FUNGSI ADVERB
PADA KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA INGGRIS:
Kajian Sintaksis dan Semantis
OBLIGED DIRECTIVE EXOCENTRIC PHRASE OCCUPYING ADVERB
FUNCTION IN ENGLISH SENTENCE CONSTRUCTION:
A Study of Syntax and Semantics
SKRIPSI
diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana
pada Program Studi Sastra Inggris Fakultas Sastra
Universitas Komputer Indonesia
HIZZUL NURLENA
63710017
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN REVISI
PERNYATAAN BUKTI KEPEMILIKAN
DEDIKASI
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
1
1.2
Rumusan Masalah
4
1.3
Tujuan Penelitian
5
1.4
Manfaat Penelitian
5
1.5
Kerangka Pemikiran
6
BAB II : KAJIAN TEORI
2.1
2.1
Sintaksis
9
2.1.1 Dependent dan Independent Clause
12
2.1.2 Frasa
13
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Direktif
15
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Nondirektif
16
Semantik
17
ix
x
2.2.1 Struktur Semantis
18
2.2.2 Komponen Makna yang Melibatkan Entailment
20
2.2.3 Jenis Relasi Preposisi
22
2.2.3.1 Locative
23
2.2.3.2 Temporal
26
2.2.3.3 Process
28
2.2.3.4 Respect
30
2.2.3.5 Contingency
30
BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
32
3.2
Metode Penelitian
33
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
33
3.2.2 Teknik Analisis Data
35
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi ON
37
4.2
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi IN
41
4.3
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi TO
49
4.4
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi OF
58
4.5
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi WITH
63
4.6
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi AT
66
4.7
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi INTO
69
4.8
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi FOR
72
xi
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
78
5.2
Saran
79
DAFTAR PUSTAKA
81
DAFTAR LAMPIRAN
83
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
86
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z.E. dan M.H. Junaiyah. 2009. Sintaksis. Jakarta: PT Grasindo.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: PT Rafika Aditama.
Fromkin, Victoria dan Rodman Robert. 1983. Third Edition: An Introduction to
Language. New York: CBS College.
Hogue, Ann dan Oshima, Alice. 1999. Wiritng Academic English: Third Edition.
London: Longman.
Jackson, Howard. 1990. Grammar and Meaning: A Semantic Approach to English
Grammar. New York: Longman.
Larson, M. Mildres. 1984. Meaning- Based Translation. London: University Press
of America.
Leech, Geoffrey. 2003. Semantik. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lyons, John. 1968. Introduction To Theoritical Linguistics. London: Cambridge
University Press.
Murcia, C.M. dan Freeman, L.D. 1999. Second Edition- The Grammar Book: An
ESL/EFL Teacher’s Course. US: Heinle and Heinle.
Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Taniran, Kencanawati. 1988. Penerjemahan Berdasarkan Makna. Jakarta:
ARCAN.
Verhaar, M. W. J. 1996. Asas- Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
81
82
SUMBER DATA
Christie, Agatha. 1953. After The Funeral. London: Harper Collins.
Daftar Riwayat Hidup
A. Riwayat Hidup
a.
Nama
: Hizzul Nurlena
b.
Tempat dan Tanggal Lahir : Pandeglang, 29 Juni 1992
c.
Alamat
: Kp. Nagrog Ds. Bayumundu RT/ RW
003/001 Kec. Kaduhejo Kab.
Pandeglang, Banten.
B.
d.
No Tlp
: 08170261652
e.
Jenis Kelamin
: Perempuan
f.
Kewarganegaraan
: Indonesia
g.
Agama
: Islam
h.
Hobi
: Menulis
i.
Email
: [email protected]
Pendidikan Formal
No
Tahun
Institusi
1
1998 – 2004
SD Negeri 1 Bayumundu
2
2004 – 2007
SMP Negeri 1 Pandeglang
3
2007 – 2010
SMA Negeri 2 Pandeglang
4
2010 – Sekarang
Universitas Komputer Indonesia
86
87
C. Kompetensi
Di bawah ini beberapa kompetensi yang dimiliki, yakni:
a. Kejuaran Pencak Silat IPSI and Merpati Putih
b. Speech competition-one of the program ILCF 2013
D. Pendidikan Non-formal
No.
Tahun
1.
2007
Seminar/ Achievement
Keterangan
Juara Ke-2 Bupati Cup IPSI (Ikatan
Sertifikat
Pencak Silat Indonesia)
Juara Ke-2 Bupati Cup IPSI (Ikatan
2.
2009
Sertifikat
Pencak Silat Indonesia)
3.
2010
Central Computer Banten (CCB)
Sertifikat
Karya Ilmiah “Penyembuhan
Penyakit Maag dengan Kunyit
4.
2010
Sertifikat
(Curcuma Domestica) Sebagai Salah
Satu Pengobatan Alternatif.
Seminar “Building Confidence in
5.
2011
Delivering Public Speech” as the
attendance and committee
Sertifikat
88
6.
2011
Seminar and Workshop of Semiotics
Sertifikat
Feminist, Feminine and Text
7.
2011
Seminar as the attendance and
Sertifikat
committee
Talkshow Raditya Dika “Kreatif
8.
2012
9.
2012
Menulis, Rezeki Tak Akan Habis”
Sertifikat
Hari Sastra “ Cross Culture” as the
Sertifikat
attendance and committee
10.
2012
English Contest
Sertifikat
11.
2012
Character Building Training
Sertifikat
Kejuaran Antar Kolat Merati Putih
12.
2012
Cabang Bandung “Menggali Potensi
Sertifikat
Untuk Berprestasi”
Participant Of Workshop Translation
“Building The Translation Skill and
13.
2013
Confidence” as the attendance and
Sertifikat
committee
Copywriting Seminar “Go Viral” as
14.
2013
Sertifikat
the attendance and committee
89
15.
2013
Islamic MOVEtivation Training
Sertifikat
Speech Competition-one of the
programs of International Language
16.
2013
and Culture Festival (ILCF 2013)
Sertifikat
under the theme: “SOUL OF
NATION”
Seminar “Menyambut Bulan Suci
16.
2014
Ramadhan”
Sertifikat
Talk Show Menulis Bersama, Risa
17.
2014
Saraswati “You Write What You
Sertifikat
Think”
18.
2014
Sertifikat Hardware
Sertifikat
Seminar Hardware “Cepat dan
19.
2014
Mudah Membuat Website Online
Sertifikat
dalam 30 Menit”
Seminar TOEFL “How To Train
20.
2014
Sertifikat
Your TOEFL”
90
E. Pengalaman Organisasi dan Kerja
No.
Tahun
Organisasi/ Pekerjaan
Member of Pramuka SMP Negeri I
1.
2004 – 2005
Pandeglang and Member of PMR SMP
Negeri I Pandeglang
2.
2005 – 2008
Member of Pencak Silat SMP Negeri 1
Pandeglang and SMA 2 Pandeglang
3.
2010-2011
Member of UKM Taekwondo UNIKOM
Member of UKM Merpati Putih Unikom
4.
2011-2012
and Member of SADAYA UNIKOM
5.
2010 – 2013
Member of HIMA of English Department
UNIKOM
6.
2013
Balai Bahasa Bandung
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Hanya kepada Allah saya memuji, Rabb
sang pemilik seluruh alam semesta beserta isinya. Semoga salawat, salam, dan
keberkahan selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya sampai akhir zaman kelak.
Serta dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjudin, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra
Inggris Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Atas perizinannya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Yth. Bapak Dr. Juanda., selaku Ketua Program Studi Sastra Inggris Universitas
Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.
3. Yth. Ibu Retno Purwani Sari, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing
pertama. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, bimbingan,
nasihat, saran, serta kesabaran untuk memberi pengarahan dan motivasi kepada
peneliti.
4. Yth. Ibu Nenden Rikma Dewi, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing kedua
yang telah menolong dan mendorong peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih untuk bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada peneliti.
5. Yth. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Sastra Inggris. Semoga Allah
membalas seluruh amal kebaikan semua.
vii
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas jasa-jasanya, kesabaran, doa, kasih sayang
dan bantuan secara moril maupun materil demi lancarnya penyusunan skripsi
ini.
7. Sahabat saya Adi Upay yang senantiasa memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini, kemudian teman-teman 2010 yang saya cintai;
Nonoy Vini, Abang Sofyan, Cantik Vivi, Ceuceu Lisna, Ica Belo, Dania
Gomez, Daliman, Oom Fhandry, Wildan, adikku Indra, Guntur, Luthfi, temanteman senior yang ikut memberikan dukungan serta motivasi kak Aldo, tante
Ilma, kang Ali, Kang Abe, Teh Resti, Teh Ferra, Teh Anggit serta teman-teman
yang lainnya yang tak dapat peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih atas
motivasi, kebersamaan dan bantuan kalian yang berarti bagi peneliti.
Untuk kesempurnaan dari penulisan ini, maka peneliti menerima kritik
saran dari pembaca. Akhir kata, peneliti mengharapkan semoga penulisan Skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pihak lain pada umumnya rekan-rekan di UNIKOM
khususnya yang akan melakukan skripsi pada sidang yang sama dengan peneliti.
Bandung, Juli 2014
Peneliti
Hizzul Nurlena
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada umumnya frasa merupakan kelompok kata atau gabungan dua kata
atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar
Book: an ESL/ EFL- Teacher’s Cource: Second Edition, menyatakan bahwa frasa
tidak selalu merupakan gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi kata seperti book,
bag, lawyer, teacher dapat juga dikatakan sebagai frasa, yakni frasa yang
memperlihakan kategori NP. Hal ini diperlihatkan dan dibuktikan melalui
pernyataanya sebagai berikut:
“NP can be rewritten as a pronoun: I, you, he, she, and so on.
The first option is more complex in that it allows NP to be
expanded in any number of ways. Minimally, it is expanded as a
uninflected lexical noun such as book, rice, or Nancy”.
Dari pernyataannya di atas terlihat bahwa “pronoun” seperti I, you, he, she
dan “noun” seperti book, rice dan Nancy secara umum dapat dikatakan sebagai
frasa juga yakni frasa yang tergolong dalam kategori NP.
Menambahkan pernyataan Ramlan, Djajasudarma (55:2010) dalam
bukunya Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,
mengklasifikasikan frasa ke dalam kelas frasa dan tipe frasa. Kelas frasa meliputi
frasa verbal, frasa nominal, frasa adjektifal, frasa pronominal, dan frasa adverbial
koordinatif. Sementara itu, tipe frasa meliputi frasa endosentris dan frasa
eksosentris. Perbedaan frasa endosentris dari frasa eksosentris itu sendiri menurut
Lyons (1968: 233) adalah:
1
2
“Endocentric is one whose distribution is identical with that of
one or more of its constituents; and any construction which is
not endocentric is exocentric. (In other words, exocentricity is
defined negatively with reference to a prior definition of
endocentricity, and all constructions fall into one class or the
other.)
Pernyataan tersebut memaknai tipe endosentris sebagai tipe frasa yang
memiliki distribusi yang sama antarunsurnya sehingga dapat saling menggantikan
seperti pada kalimat, My friend Ningsih is most beautiful in class. My friend
Ningsih adalah jenis frasa endosentris sehingga baik my friend maupun Ningsih
dapat saling menggantikan atau mewakilkan. Dengan demikian, kalimat My friend
is most beautiful in class atau Ningsih is most beautiful in class berterima secara
gramatikal dan semantis bahasa Inggris. Sementara itu, frasa eksosentris pada
kalimat My friend Ningsih is most beautiful in class, diwakili oleh frasa in class.
Frasa in class adalah jenis frasa eksosentris, yakni frasa yang tidak mempunyai
distribusi yang sama dengan semua unsurnya sehingga tidak dapat saling
menggantikan.
Mengkaji ketidakmampuan unsur-unsur pada frasa eksosentris untuk
saling menggantikan, frasa eksosentris ini menurut Djajasudarma (1987: 16)
digolongkan ke dalam objective exocentric phrase (bahasa Indonesia: frasa
eksosentris objektif) dan directive exocentric directive (bahasa Indonesia: frasa
eksosentris direktif). Frasa eksosentris objektif mengacu pada hubungan verba
yang diikuti objek komplemen verba. Sebagai contoh, pada frasa eksosentris
objektif kick the ball, kata kick merupakan verba transitif yang memiliki hubungan
atau membutuhkan informasi mengenai apa yang ditendang. Sementara itu, the
ball merupakan objek komplemen atau sesuatu yang dimaksudkan yang mengacu
3
pada verba kick, artinya memberikan informasi bahwa sesuatu yang ditendang itu
adalah bola. Kasus verba tersebut yang menunjukan hubungan verba dengan objek
(komplemen) verba disebut frasa eksosentris objektif. Berbeda dengan frasa
eksosentris objektif, frasa eksosentris direktif memiliki direktor atau berpartikel.
Istilah “berpartikel” dalam hal ini memiliki arti sebagai kata yang tidak dapat
dipisahkan, dengan kata lain tidak dapat digunakan secara lepas atau berdiri
sendiri. Contohnya, frasa eksosentris direktif in class pada kalimat My friend
Ningsih is most beautiful in class. Frasa eksosentrisin class ini adalah frasa yang
berpartikel yang kehadirannya selalu dikait-kaitkan atau sangat bergantung pada
kata yang mengikutinya. Preposisi in membutuhkan kata class agar dapat
dimengerti apa maksudnya, karena tanpa kata class tersebut preposisi in tidak
dapat dimengerti maknanya.
Dari penjabaran frasa eksosentris dalam hal dapat dan tidaknya unsurunsur tersebut dipisahkan, peneliti menganggap frasa eksosentris direktif penting
untuk diteliti, terutama dalam kaitannya dengan relasi yang dimiliki unsur-unsur
pembentuknya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
memaparkan alasan mengapa pada frasa eksosentris direktif satu unsur dengan
unsur lainnya tidak dapat dipisahkan dan berada pada satu fungsi klausa, serta
relasi apa yang terbangun di antara unsur-unsurnya.
Sebelumnya, penelitian mengenai frasa telah diteliti oleh Imam
Muhammad Iqbal (2013), dengan judul “Nominal Group yang Mengikuti Verbal
Process dalam Novel Percy Jackson & The Olympians (The Lightning Thief)
karangan Rick Riordan”. Penelitiannya membahas bentuk nominal group yang
mengikuti verbal process, hubungan logical roles pada nominal group yang
4
mengikuti verbal process, dan jenis experiential roles pada nominal group yang
mengikuti verbal process. Dalam penelitiannya, Iqbal membatasi pada relasi head
dan modifier. Sementara itu, penelitian ini berfokus pada frasa eksosentris yang
menduduki fungsi adverb yang kehadirannya wajib hadir dalam konstruksi
kalimat bahasa Inggris. Peneliti mengangkat kasus ini disebabkan ada frasa
eksosentris yang menduduki fungsi adverb yang kehadirannya bersifat wajib dan
bersifat optional. Frasa eksosentris yang kehadirannya bersifat optional
memungkinkan frasa eksosentris dihilangkan, dan makna kalimat tetap dapat
dipahami. Pada kalimat Adi is my best friend in Bandung, misalnya, kehadiran
frasa eksosentris in Bandung dapat hadir dan dapat juga tidak karena sekalipun in
Bandung dihilangkan, makna dari kalimat tersebut dapat dipahami. Di lain pihak,
kalimat My little sister and my mother go to the market today, mewajibkan
kehadiran frasa eksosentris “to the market”. Kalimat tersebut membutuhkan
informasi yang menyatakan tujuan kepergian “My little sister and my mother”
untuk membuat makna kalimat dapat dipahami.
Menilik pemaparan contoh data di atas diasumsikan bahwa verba yang
memperlihatkan dynamic verb untuk kategori momentary verb seperti jump, kick,
knock, nod, tap, come, go, arrive, departure mewajibkan kehadiran frasa
eksosentris direktif.
Oleh sebab itu, untuk memudahkan peneliti dalam mencari
data sebagai data analisis, peneliti berfokus pada data yang verbanya
memperlihatkan unsur dynamic verb.
Berdasarkan paparan yang sudah diberikan, penulis mengambil judul
“Frasa Eksosentris Direktif yang Wajib Hadir dan yang Menduduki Fungsi
5
Adverb pada Kontruksi Kalimat Bahasa Inggris (Kajian Sintaksis dan Semantis)”
sebagai judul penelitian.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di latar belakang, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1.
Preposisi apa saja yang muncul pada frasa eksosentris direktif yang
menduduki fungsi adverb yang wajib hadir pada data?
2.
Relasi apa yang dimiliki preposisi dan frasa nomina yang mengikutinya?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan preposisi yang muncul pada frasa eksosentris direktif yang
menduduki fungsi adverb yang wajib hadir pada data
2.
Mendeskripsikan relasi yang dimiliki preposisi dan frasa nomina yang
mengikutinya
4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pembaca baik secara
teoretis maupun praktis. Secara teoretis, penelitian ini merupakan gagasan
pendukung tentang apa itu frasa eksosentris, alasan kehadiran frasa eksosentris
tersebut wajib pada konstruksi kalimat bahasa Inggris, beserta relasi makna yang
ada di antara preposisi dan frasa nomina yang mengikutinya. Secara praktis,
ketika pembaca dihadapkan dengan suatu teks atau suatu konstruksi kalimat
6
bahasa Inggris, pembaca dapat dengan mudah menentukan mana yang termasuk
ke dalam frasa eksosentris yang wajib hadir dan mana yang tidak atau optional.
Hal ini dapat pembaca lakukan dengan melihat dan memperhatikan verba yang
ada pada kalimat. Artinya, jika pada verba menunjukan unsur pergerakan atau
perpindahan sebagai contoh “I go to school”, sudah dapat dipastikan verba go
tersebut membutuhkan kehadiran frasa eksosentris “to school”, karena kata go di
sini membutuhkan informasi tambahan untuk memperjelas kemana subjek I akan
pergi, sehingga frasa eksosentrisnya wajib hadir. Sementara itu yang tidak
mewajibkan kehadiran frasa eksosentris dapat dilihat dari verbanya juga, dimana
verbanya selalu menunjukan informasi yang sudah lengkap atau jelas sebagai
contoh “Indra eats at noon. Verba eats tersebut sudah jelas maknanya bahwa
subjek Indra makan, frasa eksosentris at noon di sini tidak terlalu penting
kehadirannya karena hanya memberikan penambahan informasi waktu saja kapan
indra makan. Secara praktik simpulannya, melalui penelitian ini pembaca dapat
dengan mudah menentukan mana frasa eksosentris yang wajib hadir dan tidak
dengan memperhatikan verba yang ada pada kalimat.
5.
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis berfokus pada frasa eksosentris. Berdasarkan
pemaparan Ramlan, “frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, ini dikatakan
sebagai frasa eksosentris”.(2001:142), artinya frasa ini sudah saling melekat dan
tidak dapat dipisah atau tidak dapat saling menggantikan. Contohnya, My friend
Ningsih is most beautiful in class, dalam kalimat tersebut in class adalah frasa
7
eksosentris dimana in tidak dapat berdiri sendiri tanpa unsur kata lain yang
mengikutinya “class”. Oleh sebab itu, frasa dikatakan eksosentris karena unsurunsurnya sudah menjadi satu perangkat atau melekat satu sama lain sehingga tidak
dapat berdiri sendiri tanpa adanya unsur kata yang lain yang mengikutinya.
Pada konstruksi kalimat bahasa Inggris, kehadiran frasa eksosentris
kehadirannya tidak harus selalu ada, artinya ada frasa eksosentris yang memang
kehadirannya diwajibkan ada yakni berpengaruh pada makna kalimat tersebut, ada
juga yang tidak. Sebagai contoh kehadiran frasa eksosentris yang kehadirannya
wajib ada “Dania wants to talk to Trisa for discussing her problem in Grammar.
Jika frasa eksosentris “for discussing her problem in Grammar” dihilangkan dan
kalimatnya hanya sampai pada “Dania wants to talk to Trisa” kalimat ini masih
menggantung artinya membutuhkan informasi alasan mengapa Dania ingin
bertemu atau berbicara dengan Trisa. Oleh sebab itu, kehadiran frasa eksosentris
“for discussing her problem in Grammar” ini wajib hadir sehingga makna
kalimatnya menjadi jelas dan tidak menggantung. Tidak menggantung di sini
artinya makna kalimat tersebut lengkap dengan kehadiran frasa eksosentris, alasan
Dania ingin berbicara kepada Trisa. Contoh lain dapat diperlihatkan melalui
kalimat “John will buy a new car at Toyota showroom”. Jika frasa eksosentris “at
Toyota showroom” dihilangkan menjadi “John will buy a new car”, makna
kalimatnya belum lengkap karena verba buy memiliki ekspektasi tempat mobil itu
dibeli. Oleh sebab itu kehadiran frasa eksosentris direktif at Toyota Showroom
wajib hadir untuk memperlihatkan secara spesifik bahwa tindakan transaksi
membeli mobil dilakukan di Toyota Showroom bukan di tempat lain. Berbeda dari
dua contoh tersebut, frasa eksosentris in the kitchen pada kalimat Lena baked a
8
cake in the kitchen tidak wajib hadir karena makna verba baked sudah mencakup
makna tempat terjadinya kegiatan baked.
Melihat dua kasus kalimat di atas, peneliti hanya berfokus pada frasa
eksosentris yang kehadirannya wajib hadir saja untuk mengkaji atau meneliti lebih
dalam sebab atau alasan mengapa frasa eksosentris tersebut wajib hadir dalam
konstruksi kalimat bahasa Inggris.Kemudian dalam penelitian, fokus peneliti
hanya pada frasa eksosentris direktifyang menduduki fungsi adverb. Frasa
eksosentris direktif umumnya ditandai dengan penggunaan preposisi, sebagai
contoh in the morning, in front of, on the cupboard.
Berbicara mengenai preposisi yang menduduki fungsi adverb artinya
berbicara mengenai suatu keadaan atau circumstance yang menggambarkan atau
menerangkan keadaan si pelaku “subjek”. Jackson (1990:49) memaparkan bahwa
preposisi yang menunjukan keadaan atau bersifat menerangkan pelaku atau subjek
bentuknya variatif, dalam artian ada yang berbentuk locative, temporal, process,
respect, contingency, dan degree.
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini memaparkan teori-teori yang peneliti gunakan untuk keperluan
analisis. Teori- teori tersebut meliputi ruang lingkup pembahasan sintaksis dan
semantis, frasa dan penggolongannya, serta jenis relasi preposisi yang
menunjukan hubungan antara frasa eksosentris direktif, yang merupakan pokok
penting di dalam penelitian ini, dengan NP yang mengikutinya.
2.1 Sintaksis
Struktur lahir bahasa dipelajari dalam ilmu Sintaksis. Verhaar (1996: 11)
mendefinisikan Sintaksis sebagai “cabang linguistik yang menyangkut susunan
kata-kata di dalam kalimat”. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa
sintaksis merupakan cabang ilmu atau kajian yang bahasannya mengacu pada
terstruktur atau tidaknya rangkaian kata di dalam suatu kalimat sehingga
menentukan pemaknaan atau pesan yang disampaikan oleh kalimat tersebut
menjadi logis atau tidak.
Pada bahasa Inggris yang merupakan bahasa pola urutan, misalnya, logis
tidaknya suatu kalimat ditentukan oleh pola urutan. Sebagai contoh, bandingkan
contoh pola berikut cooks she fried chicken in the kitchen dan kalimat kedua she
cooks fried chicken in the kitchen. Pada pola tersebut, cooks she fried chicken in
the kitchen, tidak dapat dipahami pemaknaannya secara jelas karena susunan
katanya tidak memenuhi kaidah pola urutan bahasa Inggris (SVOCA). Akibatnya
9
10
makna yang ingin disampaikan oleh pola tersebut tidak dapat dipahami penutur
bahasa Inggris. Sementara itu, pada kalimat she cooks fried chicken in the kitchen,
maknanya dapat dipahami dengan jelas. Hal ini disebabkan susunan kata pada
kalimat tersebut sudah memenuhi kaidah baku bahasa Inggris. Artinya, kata-kata
pada kalimat kedua sudah terstruktur berdasarkan kaidah SVOCA. Perbedaan
yang kontras pada contoh pola dan kalimat tersebut memperlihatkan bahwa
susunan kata-kata itu sangat penting di dalam sebuah kalimat bahasa Inggris untuk
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan melalui kalimat tersebut.
Jika
dikaitkan
dengan
fungsi
sintaksis,
Verhaar
mengartikannya bahwa suatu kalimat dapat dikatakan
(1996:
165)
mempunyai fungsi
sintaksis apabila memperlihatkan adanya subjek, predikat, dan objek di dalam
sebuah kalimat. Dalam upayanya memperjelas konsep kaidah SVOCA tersebut,
Verhaar (1996) mendefinisikan subjek sebagai pelaku atau pemeran yang
melakukan sesuatu. Di lain pihak, predikat menunjukkan atau memperlihatkan
suatu kondisi keadaan, aksi, tindakan, sedangkan objek “pihak yang mengalami
tindakan” (Verhaar, 1996: 166). Menilik kembali pada kedua contoh data di atas,
pola cooks she fried chicken in the kitchen, dapat dianalisis berdasarkan fungsi
sintaksis yang dimilikinya, sebagai berikut:
cooks she fried chicken in the kitchen.
V
S
O
A
Melihat penjabaran tersebut, struktur sintaksis pada pola data di atas tidak
memenuhi kaidah SVOCA. Dengan kata lain, susunan kalimat di atas tidak
11
terstruktur berdasarkan pola urutan baku bahasa Inggris. Bahasa Inggris, pada
umumnya, menempatkan subjek
sebelum predikat, kemudian predikat tersebut
diikuti lagi oleh objek atau complement, lalu keterangan keadaan “adverb” yang
menerangkan subjek atau predikat tersebut.
Berbeda dengan contoh pola tersebut, kalimat she cooks fried chicken in
the kitchen, dapat dijabarkan fungsi sintaksisnya sebagai berikut:
She
cooks
S
V
fried chicken in the kitchen.
O
A
Struktur sintaksis kalimat kedua memenuhi kaidah SVOCA sehingga
maknanya menjadi logis. Kestrukturan kalimat ini lah yang dimaksudkan sebagai
definisi dari sintaksis Verhaar tersebut di atas.
Selanjutnya, kalimat dapat dipandang sebagai suatu paparan panjang kata
yang terbentuk dari rangkaian kata yang menyatakan makna yang utuh atau
lengkap. Melihat utuh dan tidak utuhnya makna di dalam kalimat, Hogue dan
Oshima (1999: 153) mengklasifikasikan 2 (dua) jenis klausa yakni dependent dan
independent clause, yakni satuan bahasa yang membangun kalimat. Berikut
adalah penjelasannya.
2.1.1 Dependent dan Independent Clause
Sentence atau kalimat dapat dibangun dari kombinasi 2 (dua) jenis klausa
yakni independent clause dan dependent clause. Keduanya dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik kelengkapan informasi yang disampaikan. Pada
dependent clause, suatu klausa dapat terdiri dari subject dan verb namun tidak
12
memperlihatkan informasi yang utuh, sehingga informasi yang disampaikan tidak
dapat dipahami secara utuh. Untuk itu dependent clause membutuhkan informasi
tambahan yang lain untuk melengkapi dan memperjelas dependent clause
tersebut. Seperti yang dijabarkan oleh Hogue dan Oshima (1999: 153) dalam
bukunya Writing Academic English: Third Edition, “Dependent clause does not
express a complete thought and cannot stand alone as a sentence by itself“. Dari
pernyataannya tersebut dapat disimpulkan bahwa dependent clause ini tidak dapat
berdiri sendiri tanpa klausa yang lain di dalam kalimat yang sama. Lebih jelasnya,
dependent clause ini biasanya ditandai dengan penggunaan subordinator seperti
when, while, if, that, or who.
Di lain pihak, independent clause dipahami sebagai klausa yang dapat
berdiri sendiri. Artinya, klausa ini dapat berdiri sendiri membangun kalimat utuh
dengan informasi yang jelas. Dengan kata lain, independent clause tidak
membutuhkan informasi tambahan untuk menjadi kalimat yang lengkap. Seperti
yang dinyatakan oleh Hogue dan Oshima (1999: 153), “Independent clause
contains a subject and a verb and expresses a complete thought. It can stand
alone as a sentence itself by itself”. Di bawah ini adalah contoh dari dependent
dan independent clause yang dibahas oleh Hogue dan Oshima (1999: 153) dalam
bukunya Writing Academic English. Berikut penjabarannya.
Contoh di bawah ini merupakan dependent clause,
(1)…….if I declare my major now………
(2)…….when they come to the United States……….
13
Dependent clause (1) dan (2) hadir dengan ditandai konjungsi if dan when. Klausa
tersebut diidentifikasi memerlukan informasi tambahan dari klausa yang lain di
dalam kalimat yang sama, untuk membuat kalimatnya menjadi lengkap atau utuh.
Berbeda dengan klausa (1) dan (2), klausa (3) dan (4) berikut ini
merupakan independent clause,
(3) Students normally spend four years in college.
(4) Many International students experience culture shock when the come to the
United States
Klausa (3) dan (4) merupakan klausa yang informasinya sudah lengkap dan jelas.
Berelevansi dengan topik yang dikaji pada penelitian ini, frasa
diidentifikasi sebagai salah satu unsur pembentuk klausa. Guna memperlihatkan
sistemematika pemikiran ini, berikut ini adalah penjabaran mengenai frasa.
2.1.2 Frasa
Mengutip pernyataan Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The
Grammar Book: an ESL/ EFL- Teacher’s Cource: Second Edition, frasa tidak
selalu merupakan gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi kata seperti pensil,
gelas, boneka, meja dapat pula dikatakan sebagai frasa, yakni frasa yang termasuk
pada kategori NP. Hal ini diperlihatkan dan dibuktikan melalui pernyataanya
sebagai berikut:
“NP can be rewritten as a pronoun: I, you, he, she, and so on.
The first option is more complex in that it allows NP to be
expanded in any number of ways. Minimally, it is expanded as a
uninflected lexical noun such as book, rice, or Nancy”.
14
Dari pernyataannya di atas terlihat bahwa “pronoun” seperti I, you, he, she dan
“noun” seperti book, rice dan Nancy secara umum dapat dikatakan sebagai frasa
juga yakni frasa yang tergolong dalam kategori NP.
Berbicara
mengenai
frasa,
Arifin
dan
Junaiyah
(2009:
18-25)
mengkategorikan frasa ke dalam dua bentuk yaitu exocentric phrase dan
endocentric phrase. Exocentric phrase meliputi exocentric directive phrase yang
berpartikel dan exocentric nondirective phrase yang dibagi lagi ke dalam
connective dan predicative. Sementara itu, endocentric atau frasa endosentris ada
yang berinduk tunggal dan ada juga yang berinduk jamak. Endocentric phrase
yang berinduk tunggal meliputi nominal phrase, pronominal phrase, verb phrase,
adjective phrase, dan numeral phrase, sedangkan yang berinduk jamak meliputi
coordinative phrase dan appositive phrase. Namun, berdasarkan topik yang
peneliti angkat yakni mengenai frasa eksosentris, paparan hanya difokuskan pada
frasa eksosentris.
Menurut Arifin dan Junaiyah (2009: 19), exocentric phrase atau frasa
eksosentris adalah “frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku
yang sama dengan semua komponennya, baik dengan sumbu “nondirective”
maupun dengan preposisi (directive)”. Memperjelas pernyataan Arifin dan
Junaiyah, Ramlan (2001: 142) memaparkan bahwa “frasa eksosentris merupakan
frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua
unsurnya maupun salah satu dari unsurnya”. Melihat kedua pernyataan mengenai
frasa eksosentris tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pada frasa eksosentris ini
setiap unsur-unsurnya tidak dapat saling menggantikan atau mewakilkan satu
15
dengan yang lainnya karena tidak adanya distribusi yang sama antar unsurnya.
Sebagai contoh My Friend Ningsih is most beautiful in class, pada kalimat
tersebut in class merupakan frasa eksosentris dimana in dan class tidak dapat
saling menggantikan karena tidak adanya perilaku yang sama dengan semua
komponennya, baik “in” yang berkelas preposition dan “class” yang berkelas
noun. Akibatnya pada “in class”, “in” dan “class” tidak dapat saling
menggantikan satu sama lain.
Selanjutnya, frasa eksosentris, masih menurut Arifin dan Junaiyah (2009:
18), diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) jenis yakni frasa eksosentris direktif dan
frasa eksosentris nondirektif. Adapun penjelasan mengenai apa itu frasa
eksosentris direktif dan frasa eksosentris nondirektif adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Direktif
Frasa eksosentris direktif (exocentric directive phrase) didefinisikan
sebagai frasa yang berpartikel (Arifin dan Junaiyah, (2009: 19). Artinya frasa
eksosentris direktif ini ditandai dengan penggunaan preposisi, misalnya in the
evening, with the knife, dan on the chair. Pada umumnya frasa eksosentris direktif
berfungsi memberikan keterangan, misalnya memberikan keterangan tempat“in
the kitchen”, keterangan arah “from the school”, dan keterangan instrumen“with
the knife”.
16
2.1.2.2 Frasa Eksosentris Nondirektif
Frasa eksosentris nondirektif (exocentric nondirective phrase) adalah jenis
frasa eksosentris yang bersumbu (Arifin dan Junaiyah, (2009: 19). Bersumbu di
sini artinya frasa yang berperan menyambung atau mengaitkan. Menyinggung hal
ini “menyambung atau mengaitkan”, Arifin dan Junaiyah (2009: 19-20) membagi
frasa eksosentris yang dikatakan bersumbu tersebut ke dalam 2 (dua) bentuk yaitu
bentuk connective dan predicative. Bentuk connective di sini berfungsi sebagai
penghubung, misalnya John is a college student, is pada kalimat John is a college
student
adalah
frasa
eksosentris
nondirektif
konektif
yang
berfungsi
menghubungkan subject “John” dengan complement “a college student”.
Sementara itu, frasa eksosentris nondirektif bentuk predicative berfungsi
mengaitkan, sebagai contoh Leon writes a poem. Write pada kalimat Leon writes a
poem adalah eksosentris nondirektif yang berbentuk predicative. Predicative di
sini memberikan fungsi atau peran yang berupa tindakan, proses, atau keadaan
yang menunjuk atau mengaitkan pelaku subject “John” dengan apa yang
dilakukannya, yakni bahwa subjek “John” menulis puisi.
Paparan di atas merupakan pokok-pokok bahasan yang termasuk pada
sintaksis. Berbicara mengenai sintaksis tidak akan pernah terlepas dari semantik.
Dengan kata lain, pada kumpulan kata yang ada pada sintaksis, yang pada
akhirnya kumpulan kata tersebut tersusun dan membentuk kalimat, tentu di
dalamnya tidak hanya sebatas rangkaian atau susunan kata-kata saja, melainkan
adanya pemaknaan dibalik kata-kata yang tersusun tersebut. Oleh sebab itu, untuk
memahami keduanya, peneliti tidak hanya memaparkan mengenai sintaksis seperti
17
yang sudah dijabarkan di atas, melainkan peneliti juga akan memaparkan apa itu
semantik. Berikut adalah penjelasannya.
2.2 Semantik
Bebicara mengenai semantik, Verhaar (1996:13) dalam bukunya “AsasAsas Linguistik Umum” menyatakan bahwa “Semantik adalah suatu cabang yang
membahas arti atau makna”. Dari pernyataannya tersebut, dapat diartikan bahwa
semantik merupakan suatu cabang ilmu yang bahasannya mengacu pada
pemaknaan yang ada di balik bahasa baik “kata”, “frasa” atau “kalimat” yang
dituliskan atau mungkin dituturkan.
Kemudian, mendukung pernyataan Verhaar, Fromkin dan Rodman (1983:
164) berpendapat bahwa “The semantics is the linguistic meaning of words,
phrases, and sentence”. Melihat definisi Fromkin dan Rodman, terdapat
kesamaan fokus dalam mengkaji pokok kajian semantik, yakni semantik berfokus
pada pemaknaan dari setiap kata, frasa, atau kalimat.
Berbicara mengenai pemaknaan yang terdapat di dalam kata, frasa, atau
kalimat, penjabaran struktur semantis dan komponen makna berikut dengan
persyaratan (entailment) menjadi hal yang penting untuk dikemukakan. Berikut
ini adalah penjabarannya:
2.2.1 Struktur Semantis
Berbicara mengenai semantis artinya berbicara mengenai makna bahasa.
Larson (1998: 26) menyatakan bahwa “each language has meaning components
18
which can be classified as THINGS, EVENTS, ATTRIBUTES, OR RELATION”.
Dari pernyataannya tersebut artinya bahwa setiap bahasa mempunyai bagian
makna yang didapatkan dari ciri yang dimiliki oleh bahasa tersebut, yakni apa ciri
tersebut memperlihatkan ciri makna yang menunjukan BENDA, KEJADIAN,
ATRIBUT, ATAU RELASI (HUBUNGAN). Sebagai contoh pada bahasa yang
diwakilkan dengan kata ring dan cook, kedua kata ini mempunyai bagian
maknanya sendiri yakni kata ring menunjukan makna BENDA atau THINGS dan
cook menunjukan makna KEJADIAN atau EVENTS. Jadi, kedua kata ring dan
cook tersebut mempunyai bagian maknanya sendiri yang memperlihatkan cirinya
masing-masing sehingga dapat dimaknai sebagai BENDA dan KEJADIAN.
Menilik kembali pada teori yang diungkapkan oleh Larson di atas yang
menyatakan bahwa bahasa memiliki bagian atau komponen yang dapat
dikategorikan sebagai BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, ATAU RELASI, hal ini
mempunyai keterkaitan dengan proposisi. Mengenai proposisi ini, Larson (1984:
26) memaparkan bahwa “Propositions consists of concepts (grouping of meaning
components) related to one another with an EVENT, THING, OR ATTRIBUTE as
the central concept”. Dari pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
adanya proposisi terbentuk dari unit-unit makna yang terkumpul, sehingga
menjadi satu bagian dalam kalimat yang mana di dalamnya pasti terdapat unit
yang memperlihatkan BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, atau RELASI. Dengan
demikian jelas, bahwa hal ini membuktikan kehadiran proposisi mempunyai
keterkaitan dengan BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, ATAU RELASI yang
terdapat di dalamnya sehingga membentuk satu konsep yang utuh.
19
Untuk memperjelas pemahaman mengenai proposisi, di bawah ini
merupakan penjabaran contoh dari proposisi yang terdiri dari konsep yang
dimaksud di atas:
John hits ball. (Larson, 1984: 27)
Pada kalimat berproposisi di atas terdiri dari 3 konsep yakni John, hits, dan ball.
Dan peran yang terdiri dari pelaku (yang melakukan perbuatan) serta penderita
(yang menjadi akibat dari perbuatan).
Jika dijabarkan lagi proposisi di atas akan menjadi sebagai berikut:
Pelaku …(John)…..(memukul)…..penderita…..(bola)
Atau
(John)….pelaku…..(yang memukul)…penderita……(bola)
Dari 3 konsep dan peran yang di jabarkan di atas dapat disimpulkan dengan
rumusan sebagai berikut bahwa:
Pelaku= John
Kegiatan/aktifitas= Memukul
Penderita= Bola
Kemudian beralih pada satuan terkecil dari struktur semantis. Satuan
terkecil dari struktur semantis yaitu komponen makna. Mengenai hal ini akan
dijabarkan oleh peneliti pada subbab 2.2.2 berikut.
2.2.2 Komponen Makna yang Melibatkan Entailment
Larson (1984: 28) menyatakan bahwa komponen makna diartikan sebagai
“the smallest unit in the semantic structures that group together to form
concepts”. Artinya komponen makna yaitu unit-unit kecil yang membentuk
menjadi satu yakni konsep yang merepresentasikan sesuatu. Misalnya koran,
20
majalah, tabloid merepresentasikan bahwa bagian-bagian tersebut merupakan
“konsep” yakni komponen atau bagian dari media massa cetak.
Kemudian Larson (1984: 29) membagi komponen makna ke dalam empat
kelompok yakni THINGS, EVENTS, ATTRIBUTES, dan RELATION. Jika
dipaparkan kembali dari ke empat kelompok tersebut, THINGS atau BENDA
merepresentasikan semua yang bernyawa dan tidak. Misalnya anak, roh, malaikat.
EVENTS atau KEJADIAN merepresentasikan sesuatu yang memperlihatkan
peristiwa atau kejadian, tindakan, proses, misalnya makan, minum, lari, berpikir,
berteriak.
ATTRIBUTES
atau
ATRIBUT
merepresentasikan
hal
yang
memperlihatkan sifat dari BENDA atau KEJADIAN, misalnya panjang, luas,
kasar, lembut. Sedangkan RELATION atau RELASI ini mereprestasikan
hubungan antara dua satuan semantis di antara semua satuan yang telah
disebutkan di atas, misalnya dengan, oleh, karena, sejak, karena itu. (Larson,
1984: 29).
Untuk memahami komponen makna lebih lanjut, di bawah ini adalah
contoh dari penjabaran komponen makna:
Perhatian kata WOMAN DAN GIRL pada kalimat berikut:
1. The teacher is a woman.
2. Rizzi met two girls.
Woman dan Girl merupakan konsep dari bagian kelompok female yang tergolong
pada komponen makna yang menunjukan THINGS. Meskipun mereka adalah satu
konsep dari female, keduanya ini mempunyai komponen maknanya sendiri, yakni
21
woman logisnya memperlihatkan komponen makna yang menggambarankan ciri
dari sosok female yang sudah dewasa, mapan, dan mandiri, sedangkan girls secara
logisnya memperlihatkan komponen makna yang menggambarkan ciri dari female
yang masih senang bermain, kekanakan atau kanak-kanak, manja dan polos.
Berbicara
mengenai
kelogisan
suatu
makna
kata
mempunyai
keterhubungan dengan istilah Entailment, adapun istilah Entailment ini, Leech
(1974: 133) memaparkannya sebagai seperangkat pernyataan dasar yang
menunjukan hubungan logis. Pernyataannya tersebut artinya bahwa entailment
memperlihatkan kelogisan-kelogisan yang mendasari, sehingga dapat dipahami
pemaknaanya atau pemaksudannya seperti apa. Sebagai contoh untuk lebih
jelasnya mengenai pemahaman entailment adalah sebagai berikut:
I moved to Bandung because my parent worked there.
Pada kalimat di atas verba moved memperlihatkan pergerakan atau
movement dari satu tempat menuju tempat yang lain, sehingga verba “moved”
membutuhkan pernyataan lain “to bandung” untuk membuat pergerakan yang
dilakukan oleh “I” jelas menuju kemana. Dengan demikian keterkaitan antara
verba “moved” dengan pernyataan “to Bandung” ini memperlihatkan adanya
seperangkat pernyataan dasar yang menunjukan hubungan logis atau entailment
yang dimaksud di atas. Dengan kata lain, pernyataan “to Bandung” ini dihadirkan
guna memperlihatkan hubungan logis verba “moved” melakukan pergerakan
kemana, sehingga maksud dari “I moved to Bandung because my parent worked
there” dapat dipahami makna kalimatnya secara logis.
22
Dalam contoh di atas memperlihatkan adanya unsur circumstance atau
keadaan di dalam suatu kalimat yang menerangkan atau menggambarkan suatu
situasi yang terjadi pada subjek. Circumstance pada kalimat I moved to Bandung
because my parent worked there diperlihatkan oleh frasa eksosentris direktif to
bandung, dimana to bandungnya menerangkan keadaan atau situasi tempat
berpindahnya subjek I dari tempat awal menuju Bandung. Jika diperhatikan pada
frasa eksosentris to Bandung adanya relasi preposisi yang terdiri dari preposisi to
dan NP “Bandung” yang mengikuti preposisi “to” tersebut. Relasi preposisi “to
bandung” ini berperan mengaitkan verba moved yang dilakukan oleh subjek I
yang berpindah tempat menuju Bandung, sehingga dengan kehadiran relasi
preposisi tersebut pada kalimat I moved to Bandung because my parent worked
there menyebabkan terbentuknya kelogisan suatu makna. Hal ini memperlihatkan
bahwa peran relasi preposisi cukup penting kehadirannya di dalam kalimat. Oleh
sebab itu, peneliti akan menjabarkan jenis relasi apa saja yang ada pada preposisi.
Berikut adalah pemaparannya:
2.2.3 Jenis Relasi Preposisi
Relasi preposisi ada untuk menggambarkan suatu keadaan atau
circumstance yang menerangkan situasi yang terjadi pada pelaku “subjek”, karena
relasi preposisi umumnya terdapat pada posisi adverb yang berperan menerangkan
suatu keadaan, peristiwa, atau situasi yang terjadi pada subjek atau yang
menerangkan “aksi” yang dilakukan oleh subjek. Mendukung pernyataan tersebut
Jackson (1990: 47) menyatakan bahwa situasi atau circumstance “usually
23
additional, gratuitous information about situation”. Pernyataannya tersebut jelas
bahwa adanya relasi preposisi berperan untuk memberikan keterangan situasi atau
keadaan.
Berbicara mengenai relasi preposisi yang menunjukan “circumstance” ini,
Jackson (1990:49) memaparkan bahwa relasi preposisi yang menunjukan keadaan
atau bersifat menerangkan subjek bentuknya variatif yakni meliputi relasi
locative, temporal, process, respect, contingency, dan degree. Tetapi dari ke 6
(enam) bentuk ini yang memperlihatkan adanya penggunaan relasi preposisi yang
sifatnya menerangkan keadaan subjek dan posisinya menduduki fungsi adverb
hanya terdapat pada relasi locative, temporal, process, respect dan contingency.
Adapun lebih jelasynya mengenai bentuk relasi dan penjelasan dari setiap bentuk
yang disebutkan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut ini:
2.2.3.1 Locative
Locative atau circumstance “keadaan”, preposisi ini menunjukan keadaan
yang berhubungan dengan keadaan lokasi tempat (position), lokasi arah
(direction) dan lokasi jarak (distance), hal ini dipaparkan oleh Jackson (1990: 49).
2.2.3.1.1 Locative Position
Menurut Jackson (1990: 65), locative position (posisi) merupakan
preposisi yang menggambarkan keadaan posisi letak atau tempat suatu peristiwa
atau kejadian berlangsung. Preposisi-preposisi yang biasanya mengekspresikan
jenis preposisi lovative position ini biasanya ditandai dengan penggunaan
24
preposisi at, near, on, above, against, below, beside, among behind, in front of,
inside, outside, over, dan under. (Jackson, 1990: 65).Sebagai contoh pada kata
inside dan outside berikut:
- By the time three-quarters of the men were hard at work inside and outside the
vessel (Jackson, 1990- 65)
Pada contoh kalimat di atas kata “inside” dan “outside” memperlihatkan
keadaan posisi tempat dimana orang-orang tengah bekerja keras di kapal sekitar
pukul 3.15 Pada contoh tersebut kapal memperlihatkan posisi tempat bekerjanya
secara general. Sementara itu, inside dan outside memperlihatkan posisi
bekerjanya yang lebih spesifik, yakni ruangan tempat bekerja yang berada di luar
maupun di dalam, yang sebenarnya keduanya masih sama-sama ada di kapal.
2.2.3.1.2 Locative Direction
Locative Direction (arah), preposisi ini mengarah pada keadaan preposisi
yang menunjukan arah dari sesuatu yang akan datang atau pergi mengarah
kemana. Jackson (1990: 65) menggolongkan locative direction ke dalam 3
kategori yaitu yang mengarah atau menunjukan:
1. Source
: (dengan preposisi) from, of, out of
2. Path
: (dengan preposisi) down, past, around, across, along, between,
through
3. Goal
: (dengan preposisi) into, to, towards, onto, over, under
25
Jika dijabarkan dari ketiga kategori dari locative direction di atas, Source
menerangkan arah datangnya sesuatu atau sumber datangnya sesuatu itu darimana
atau menuju kemana. Path memperlihatkan jalur dari arah kedatangan sesuatu itu
seperti apa, artinya apakah lurus, berbelok, bersebrangan, dan sebagainya.
Kemudian yang terakhir Goal, goal ini bersifat menjelaskan arah tujuan.
Sebagai contoh untuk kasus relasi locative direction ini sebagai berikut:
-
He withdrew the tin box from its hiding-place. (Jackson: 1990- 65-66)
Pada kalimat di atas from menunjukan arah atau direction yang
mengespresikan source direction. Hal ini karena adanya sesuatu “the thin” yang
ditarik oleh subjek “she”. “the thin” tersebut berasal atau bersumber dari “its
hiding-place”.Adanya sesuatu yang ditarik dari suatu tempat berasalnya sesuatu
tersebut memperlihatkan locative direction yang bersifat source direction.
2.2.3.1.3 Locative Distances
Locative Distances (arah) menurut Jackson (1990: 51) merupakan jenis
locative preposition ini. Jenis lokasi ini menunjukan suatu keadaan yang
mengekspresikan atau memperlihatkan keadaan jarak “seberapa jauh” dari satu
tempat ke tempat yang lain. Preposisi yang digunakan biasanya as far as, for.
(Jackson, 1990: 66).
Sebagai contoh untuk locative distance adalah sebagai berikut:
- Chased him as far as the cliff path- and then lost him (Jackson, 1990: 66)
26
Pada kalimat di atas, as far as menunjukan adanya jarak yang
mengekspresikan keadaan dimana seseorang yang tak disebutkan namanya tengah
mengejar objek “him” sampai akhirnya orang yang dikejarnya menghilang dibalik
tebing. Akibat adanya jarak tempuh “sampai tebing” dari aksi yang dilakukan oleh
subjek yang tak disebutkan namanya ini menunjukan locative distance.
2.2.3.2 Temporal
Jackson (1990: 51- 53) mendefinisikan relasi temporal atau temporal
preposition sebagai “Circumstance roles concerned with the time”. Jadi pada
preposisi ini jenis keadaannya menggambarkan atau menekankan “waktu”, yakni
kapan suatu perisitiwa terjadi. Kategori preposisi temporal dikategorikan ke
dalam 3 (tiga) jenis yaitu yang menunjukan position, duration, dan frequency.
Tetapi dari ketiga jenis ini, katergori yang memperlihatkan penggunaan preposisi
dan kehadirannya ada pada fungsi adverb hanya terdapat pada kategori atau jenis
temporal position dan duration saja.
2.2.3.2.1 Temporal Position
Jackson (1990: 51) menjelaskan bahwa temporal position merupakan
suatu keadaan yang menerangkan kapan waktu dari suatu peristiwa atau kejadian
yang dilakukan atau sedang terjadi itu berlangsung, apakah waktu kejadiannya
adalah at night, in the morning, at this time, at ten o’clock, on Saturday, dan
sebagainya. Preposisi yang mengekspresikan temporal meliputi at, on, in, before,
after (Jackson: 1990: 67). Sebagai contoh untuk temporal position ini adalah
sebagai berikut:
27
-
I go to school at 7 o’clock every day.
Pada contoh di atas “at 7 o’clock” menekankan adanya lokasi waktu dari
kepergian subjek I ke sekolah terjadi pada tepat pukul 7 pagi setiap harinya.
Adanya keterangan keadaan “waktu” kepergian subjek I inilah yang dimaksud
dengan temporal position.
2.2.3.2.2 Temporal Duration
Temporal Duration menekankan jarak keadaan waktu (Jackson, 1900:51).
Artinya pada tipe duration ini kasusnya sama dengan tipe distance yang terdapat
pada jenis locative distance yang merupakan subbab dari locative preposition di
atas, yakni memperlihatkan jarak keadaan waktu juga, perbedaannya jika pada
locative distance yang menjadi takaran atau acuan jaraknya adalah “how far/
seberapa jauh” sedangkan pada temporal duration ini takaran atau acuan jaraknya
adalah “how long/ seberapa lama” sesuatu dilakukan atau terjadi. Preposisi yang
mengekspresikan temporal duration meliputi from, since, until, up, to, during, for,
throughtout, between (Jackson, 1990: 67). Contohnya sebagai berikut:
-
Anggi was ill for six days.
Pada kalimat di atas “for six days” menekankan lamanya sakit yang
dialami oleh Anggi bahwa Anggi menderita sakit sudah berlangsung lama yakni
selama 6 hari. Oleh karena itu adanya durasi waktu yang memperlihatkan “how
long” subjek Anggi mengalami sakit ini menunjukan temporal duration.
28
2.2.3.3 Process
Jenis dari relasi process ini menunjukan adanya suatu keadaan yang
memperlihatkan bahwa suatu keadaan terjadi dengan cara seperti apa atau
dilakukannya dengan cara apa. Seperti yang dinyatakan oleh Jackson (1990: 67)
bahwa“Circumstance of process related to the question „how?”. Penyataan
tersebut jelas bahwa relasi ini menekankan akan “bagaimana” sesuatu terjadi
artinya menekankan pada suatu cara yang terjadi seperti apa.
Relasi process dapat dikategorikan ke dalam process yang menjelaskan
manner, means, instrument, dan agentive. Penjabaran dari ke 4 (empat) kategori
tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.3.3.1 Manner
Jackson
(1990:
54)
menyatakan
bahwa
kategori
process
yang
memperlihatkan manner dipahami sebagai“represent the speaker’s subjective
assessment of the way in which an event happens or an action
DAN MENDUDUKI FUNGSI ADVERB
PADA KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA INGGRIS:
Kajian Sintaksis dan Semantis
OBLIGED DIRECTIVE EXOCENTRIC PHRASE OCCUPYING ADVERB
FUNCTION IN ENGLISH SENTENCE CONSTRUCTION:
A Study of Syntax and Semantics
SKRIPSI
diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana
pada Program Studi Sastra Inggris Fakultas Sastra
Universitas Komputer Indonesia
HIZZUL NURLENA
63710017
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN REVISI
PERNYATAAN BUKTI KEPEMILIKAN
DEDIKASI
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
1
1.2
Rumusan Masalah
4
1.3
Tujuan Penelitian
5
1.4
Manfaat Penelitian
5
1.5
Kerangka Pemikiran
6
BAB II : KAJIAN TEORI
2.1
2.1
Sintaksis
9
2.1.1 Dependent dan Independent Clause
12
2.1.2 Frasa
13
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Direktif
15
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Nondirektif
16
Semantik
17
ix
x
2.2.1 Struktur Semantis
18
2.2.2 Komponen Makna yang Melibatkan Entailment
20
2.2.3 Jenis Relasi Preposisi
22
2.2.3.1 Locative
23
2.2.3.2 Temporal
26
2.2.3.3 Process
28
2.2.3.4 Respect
30
2.2.3.5 Contingency
30
BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
32
3.2
Metode Penelitian
33
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
33
3.2.2 Teknik Analisis Data
35
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi ON
37
4.2
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi IN
41
4.3
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi TO
49
4.4
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi OF
58
4.5
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi WITH
63
4.6
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi AT
66
4.7
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi INTO
69
4.8
Frasa Eksosentris Direktif yang Ditandai Preposisi FOR
72
xi
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
78
5.2
Saran
79
DAFTAR PUSTAKA
81
DAFTAR LAMPIRAN
83
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
86
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z.E. dan M.H. Junaiyah. 2009. Sintaksis. Jakarta: PT Grasindo.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: PT Rafika Aditama.
Fromkin, Victoria dan Rodman Robert. 1983. Third Edition: An Introduction to
Language. New York: CBS College.
Hogue, Ann dan Oshima, Alice. 1999. Wiritng Academic English: Third Edition.
London: Longman.
Jackson, Howard. 1990. Grammar and Meaning: A Semantic Approach to English
Grammar. New York: Longman.
Larson, M. Mildres. 1984. Meaning- Based Translation. London: University Press
of America.
Leech, Geoffrey. 2003. Semantik. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lyons, John. 1968. Introduction To Theoritical Linguistics. London: Cambridge
University Press.
Murcia, C.M. dan Freeman, L.D. 1999. Second Edition- The Grammar Book: An
ESL/EFL Teacher’s Course. US: Heinle and Heinle.
Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Taniran, Kencanawati. 1988. Penerjemahan Berdasarkan Makna. Jakarta:
ARCAN.
Verhaar, M. W. J. 1996. Asas- Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
81
82
SUMBER DATA
Christie, Agatha. 1953. After The Funeral. London: Harper Collins.
Daftar Riwayat Hidup
A. Riwayat Hidup
a.
Nama
: Hizzul Nurlena
b.
Tempat dan Tanggal Lahir : Pandeglang, 29 Juni 1992
c.
Alamat
: Kp. Nagrog Ds. Bayumundu RT/ RW
003/001 Kec. Kaduhejo Kab.
Pandeglang, Banten.
B.
d.
No Tlp
: 08170261652
e.
Jenis Kelamin
: Perempuan
f.
Kewarganegaraan
: Indonesia
g.
Agama
: Islam
h.
Hobi
: Menulis
i.
: [email protected]
Pendidikan Formal
No
Tahun
Institusi
1
1998 – 2004
SD Negeri 1 Bayumundu
2
2004 – 2007
SMP Negeri 1 Pandeglang
3
2007 – 2010
SMA Negeri 2 Pandeglang
4
2010 – Sekarang
Universitas Komputer Indonesia
86
87
C. Kompetensi
Di bawah ini beberapa kompetensi yang dimiliki, yakni:
a. Kejuaran Pencak Silat IPSI and Merpati Putih
b. Speech competition-one of the program ILCF 2013
D. Pendidikan Non-formal
No.
Tahun
1.
2007
Seminar/ Achievement
Keterangan
Juara Ke-2 Bupati Cup IPSI (Ikatan
Sertifikat
Pencak Silat Indonesia)
Juara Ke-2 Bupati Cup IPSI (Ikatan
2.
2009
Sertifikat
Pencak Silat Indonesia)
3.
2010
Central Computer Banten (CCB)
Sertifikat
Karya Ilmiah “Penyembuhan
Penyakit Maag dengan Kunyit
4.
2010
Sertifikat
(Curcuma Domestica) Sebagai Salah
Satu Pengobatan Alternatif.
Seminar “Building Confidence in
5.
2011
Delivering Public Speech” as the
attendance and committee
Sertifikat
88
6.
2011
Seminar and Workshop of Semiotics
Sertifikat
Feminist, Feminine and Text
7.
2011
Seminar as the attendance and
Sertifikat
committee
Talkshow Raditya Dika “Kreatif
8.
2012
9.
2012
Menulis, Rezeki Tak Akan Habis”
Sertifikat
Hari Sastra “ Cross Culture” as the
Sertifikat
attendance and committee
10.
2012
English Contest
Sertifikat
11.
2012
Character Building Training
Sertifikat
Kejuaran Antar Kolat Merati Putih
12.
2012
Cabang Bandung “Menggali Potensi
Sertifikat
Untuk Berprestasi”
Participant Of Workshop Translation
“Building The Translation Skill and
13.
2013
Confidence” as the attendance and
Sertifikat
committee
Copywriting Seminar “Go Viral” as
14.
2013
Sertifikat
the attendance and committee
89
15.
2013
Islamic MOVEtivation Training
Sertifikat
Speech Competition-one of the
programs of International Language
16.
2013
and Culture Festival (ILCF 2013)
Sertifikat
under the theme: “SOUL OF
NATION”
Seminar “Menyambut Bulan Suci
16.
2014
Ramadhan”
Sertifikat
Talk Show Menulis Bersama, Risa
17.
2014
Saraswati “You Write What You
Sertifikat
Think”
18.
2014
Sertifikat Hardware
Sertifikat
Seminar Hardware “Cepat dan
19.
2014
Mudah Membuat Website Online
Sertifikat
dalam 30 Menit”
Seminar TOEFL “How To Train
20.
2014
Sertifikat
Your TOEFL”
90
E. Pengalaman Organisasi dan Kerja
No.
Tahun
Organisasi/ Pekerjaan
Member of Pramuka SMP Negeri I
1.
2004 – 2005
Pandeglang and Member of PMR SMP
Negeri I Pandeglang
2.
2005 – 2008
Member of Pencak Silat SMP Negeri 1
Pandeglang and SMA 2 Pandeglang
3.
2010-2011
Member of UKM Taekwondo UNIKOM
Member of UKM Merpati Putih Unikom
4.
2011-2012
and Member of SADAYA UNIKOM
5.
2010 – 2013
Member of HIMA of English Department
UNIKOM
6.
2013
Balai Bahasa Bandung
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Hanya kepada Allah saya memuji, Rabb
sang pemilik seluruh alam semesta beserta isinya. Semoga salawat, salam, dan
keberkahan selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya sampai akhir zaman kelak.
Serta dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjudin, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra
Inggris Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Atas perizinannya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Yth. Bapak Dr. Juanda., selaku Ketua Program Studi Sastra Inggris Universitas
Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.
3. Yth. Ibu Retno Purwani Sari, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing
pertama. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, bimbingan,
nasihat, saran, serta kesabaran untuk memberi pengarahan dan motivasi kepada
peneliti.
4. Yth. Ibu Nenden Rikma Dewi, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing kedua
yang telah menolong dan mendorong peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih untuk bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada peneliti.
5. Yth. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Sastra Inggris. Semoga Allah
membalas seluruh amal kebaikan semua.
vii
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas jasa-jasanya, kesabaran, doa, kasih sayang
dan bantuan secara moril maupun materil demi lancarnya penyusunan skripsi
ini.
7. Sahabat saya Adi Upay yang senantiasa memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini, kemudian teman-teman 2010 yang saya cintai;
Nonoy Vini, Abang Sofyan, Cantik Vivi, Ceuceu Lisna, Ica Belo, Dania
Gomez, Daliman, Oom Fhandry, Wildan, adikku Indra, Guntur, Luthfi, temanteman senior yang ikut memberikan dukungan serta motivasi kak Aldo, tante
Ilma, kang Ali, Kang Abe, Teh Resti, Teh Ferra, Teh Anggit serta teman-teman
yang lainnya yang tak dapat peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih atas
motivasi, kebersamaan dan bantuan kalian yang berarti bagi peneliti.
Untuk kesempurnaan dari penulisan ini, maka peneliti menerima kritik
saran dari pembaca. Akhir kata, peneliti mengharapkan semoga penulisan Skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pihak lain pada umumnya rekan-rekan di UNIKOM
khususnya yang akan melakukan skripsi pada sidang yang sama dengan peneliti.
Bandung, Juli 2014
Peneliti
Hizzul Nurlena
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada umumnya frasa merupakan kelompok kata atau gabungan dua kata
atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar
Book: an ESL/ EFL- Teacher’s Cource: Second Edition, menyatakan bahwa frasa
tidak selalu merupakan gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi kata seperti book,
bag, lawyer, teacher dapat juga dikatakan sebagai frasa, yakni frasa yang
memperlihakan kategori NP. Hal ini diperlihatkan dan dibuktikan melalui
pernyataanya sebagai berikut:
“NP can be rewritten as a pronoun: I, you, he, she, and so on.
The first option is more complex in that it allows NP to be
expanded in any number of ways. Minimally, it is expanded as a
uninflected lexical noun such as book, rice, or Nancy”.
Dari pernyataannya di atas terlihat bahwa “pronoun” seperti I, you, he, she
dan “noun” seperti book, rice dan Nancy secara umum dapat dikatakan sebagai
frasa juga yakni frasa yang tergolong dalam kategori NP.
Menambahkan pernyataan Ramlan, Djajasudarma (55:2010) dalam
bukunya Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,
mengklasifikasikan frasa ke dalam kelas frasa dan tipe frasa. Kelas frasa meliputi
frasa verbal, frasa nominal, frasa adjektifal, frasa pronominal, dan frasa adverbial
koordinatif. Sementara itu, tipe frasa meliputi frasa endosentris dan frasa
eksosentris. Perbedaan frasa endosentris dari frasa eksosentris itu sendiri menurut
Lyons (1968: 233) adalah:
1
2
“Endocentric is one whose distribution is identical with that of
one or more of its constituents; and any construction which is
not endocentric is exocentric. (In other words, exocentricity is
defined negatively with reference to a prior definition of
endocentricity, and all constructions fall into one class or the
other.)
Pernyataan tersebut memaknai tipe endosentris sebagai tipe frasa yang
memiliki distribusi yang sama antarunsurnya sehingga dapat saling menggantikan
seperti pada kalimat, My friend Ningsih is most beautiful in class. My friend
Ningsih adalah jenis frasa endosentris sehingga baik my friend maupun Ningsih
dapat saling menggantikan atau mewakilkan. Dengan demikian, kalimat My friend
is most beautiful in class atau Ningsih is most beautiful in class berterima secara
gramatikal dan semantis bahasa Inggris. Sementara itu, frasa eksosentris pada
kalimat My friend Ningsih is most beautiful in class, diwakili oleh frasa in class.
Frasa in class adalah jenis frasa eksosentris, yakni frasa yang tidak mempunyai
distribusi yang sama dengan semua unsurnya sehingga tidak dapat saling
menggantikan.
Mengkaji ketidakmampuan unsur-unsur pada frasa eksosentris untuk
saling menggantikan, frasa eksosentris ini menurut Djajasudarma (1987: 16)
digolongkan ke dalam objective exocentric phrase (bahasa Indonesia: frasa
eksosentris objektif) dan directive exocentric directive (bahasa Indonesia: frasa
eksosentris direktif). Frasa eksosentris objektif mengacu pada hubungan verba
yang diikuti objek komplemen verba. Sebagai contoh, pada frasa eksosentris
objektif kick the ball, kata kick merupakan verba transitif yang memiliki hubungan
atau membutuhkan informasi mengenai apa yang ditendang. Sementara itu, the
ball merupakan objek komplemen atau sesuatu yang dimaksudkan yang mengacu
3
pada verba kick, artinya memberikan informasi bahwa sesuatu yang ditendang itu
adalah bola. Kasus verba tersebut yang menunjukan hubungan verba dengan objek
(komplemen) verba disebut frasa eksosentris objektif. Berbeda dengan frasa
eksosentris objektif, frasa eksosentris direktif memiliki direktor atau berpartikel.
Istilah “berpartikel” dalam hal ini memiliki arti sebagai kata yang tidak dapat
dipisahkan, dengan kata lain tidak dapat digunakan secara lepas atau berdiri
sendiri. Contohnya, frasa eksosentris direktif in class pada kalimat My friend
Ningsih is most beautiful in class. Frasa eksosentrisin class ini adalah frasa yang
berpartikel yang kehadirannya selalu dikait-kaitkan atau sangat bergantung pada
kata yang mengikutinya. Preposisi in membutuhkan kata class agar dapat
dimengerti apa maksudnya, karena tanpa kata class tersebut preposisi in tidak
dapat dimengerti maknanya.
Dari penjabaran frasa eksosentris dalam hal dapat dan tidaknya unsurunsur tersebut dipisahkan, peneliti menganggap frasa eksosentris direktif penting
untuk diteliti, terutama dalam kaitannya dengan relasi yang dimiliki unsur-unsur
pembentuknya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
memaparkan alasan mengapa pada frasa eksosentris direktif satu unsur dengan
unsur lainnya tidak dapat dipisahkan dan berada pada satu fungsi klausa, serta
relasi apa yang terbangun di antara unsur-unsurnya.
Sebelumnya, penelitian mengenai frasa telah diteliti oleh Imam
Muhammad Iqbal (2013), dengan judul “Nominal Group yang Mengikuti Verbal
Process dalam Novel Percy Jackson & The Olympians (The Lightning Thief)
karangan Rick Riordan”. Penelitiannya membahas bentuk nominal group yang
mengikuti verbal process, hubungan logical roles pada nominal group yang
4
mengikuti verbal process, dan jenis experiential roles pada nominal group yang
mengikuti verbal process. Dalam penelitiannya, Iqbal membatasi pada relasi head
dan modifier. Sementara itu, penelitian ini berfokus pada frasa eksosentris yang
menduduki fungsi adverb yang kehadirannya wajib hadir dalam konstruksi
kalimat bahasa Inggris. Peneliti mengangkat kasus ini disebabkan ada frasa
eksosentris yang menduduki fungsi adverb yang kehadirannya bersifat wajib dan
bersifat optional. Frasa eksosentris yang kehadirannya bersifat optional
memungkinkan frasa eksosentris dihilangkan, dan makna kalimat tetap dapat
dipahami. Pada kalimat Adi is my best friend in Bandung, misalnya, kehadiran
frasa eksosentris in Bandung dapat hadir dan dapat juga tidak karena sekalipun in
Bandung dihilangkan, makna dari kalimat tersebut dapat dipahami. Di lain pihak,
kalimat My little sister and my mother go to the market today, mewajibkan
kehadiran frasa eksosentris “to the market”. Kalimat tersebut membutuhkan
informasi yang menyatakan tujuan kepergian “My little sister and my mother”
untuk membuat makna kalimat dapat dipahami.
Menilik pemaparan contoh data di atas diasumsikan bahwa verba yang
memperlihatkan dynamic verb untuk kategori momentary verb seperti jump, kick,
knock, nod, tap, come, go, arrive, departure mewajibkan kehadiran frasa
eksosentris direktif.
Oleh sebab itu, untuk memudahkan peneliti dalam mencari
data sebagai data analisis, peneliti berfokus pada data yang verbanya
memperlihatkan unsur dynamic verb.
Berdasarkan paparan yang sudah diberikan, penulis mengambil judul
“Frasa Eksosentris Direktif yang Wajib Hadir dan yang Menduduki Fungsi
5
Adverb pada Kontruksi Kalimat Bahasa Inggris (Kajian Sintaksis dan Semantis)”
sebagai judul penelitian.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di latar belakang, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1.
Preposisi apa saja yang muncul pada frasa eksosentris direktif yang
menduduki fungsi adverb yang wajib hadir pada data?
2.
Relasi apa yang dimiliki preposisi dan frasa nomina yang mengikutinya?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan preposisi yang muncul pada frasa eksosentris direktif yang
menduduki fungsi adverb yang wajib hadir pada data
2.
Mendeskripsikan relasi yang dimiliki preposisi dan frasa nomina yang
mengikutinya
4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pembaca baik secara
teoretis maupun praktis. Secara teoretis, penelitian ini merupakan gagasan
pendukung tentang apa itu frasa eksosentris, alasan kehadiran frasa eksosentris
tersebut wajib pada konstruksi kalimat bahasa Inggris, beserta relasi makna yang
ada di antara preposisi dan frasa nomina yang mengikutinya. Secara praktis,
ketika pembaca dihadapkan dengan suatu teks atau suatu konstruksi kalimat
6
bahasa Inggris, pembaca dapat dengan mudah menentukan mana yang termasuk
ke dalam frasa eksosentris yang wajib hadir dan mana yang tidak atau optional.
Hal ini dapat pembaca lakukan dengan melihat dan memperhatikan verba yang
ada pada kalimat. Artinya, jika pada verba menunjukan unsur pergerakan atau
perpindahan sebagai contoh “I go to school”, sudah dapat dipastikan verba go
tersebut membutuhkan kehadiran frasa eksosentris “to school”, karena kata go di
sini membutuhkan informasi tambahan untuk memperjelas kemana subjek I akan
pergi, sehingga frasa eksosentrisnya wajib hadir. Sementara itu yang tidak
mewajibkan kehadiran frasa eksosentris dapat dilihat dari verbanya juga, dimana
verbanya selalu menunjukan informasi yang sudah lengkap atau jelas sebagai
contoh “Indra eats at noon. Verba eats tersebut sudah jelas maknanya bahwa
subjek Indra makan, frasa eksosentris at noon di sini tidak terlalu penting
kehadirannya karena hanya memberikan penambahan informasi waktu saja kapan
indra makan. Secara praktik simpulannya, melalui penelitian ini pembaca dapat
dengan mudah menentukan mana frasa eksosentris yang wajib hadir dan tidak
dengan memperhatikan verba yang ada pada kalimat.
5.
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis berfokus pada frasa eksosentris. Berdasarkan
pemaparan Ramlan, “frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, ini dikatakan
sebagai frasa eksosentris”.(2001:142), artinya frasa ini sudah saling melekat dan
tidak dapat dipisah atau tidak dapat saling menggantikan. Contohnya, My friend
Ningsih is most beautiful in class, dalam kalimat tersebut in class adalah frasa
7
eksosentris dimana in tidak dapat berdiri sendiri tanpa unsur kata lain yang
mengikutinya “class”. Oleh sebab itu, frasa dikatakan eksosentris karena unsurunsurnya sudah menjadi satu perangkat atau melekat satu sama lain sehingga tidak
dapat berdiri sendiri tanpa adanya unsur kata yang lain yang mengikutinya.
Pada konstruksi kalimat bahasa Inggris, kehadiran frasa eksosentris
kehadirannya tidak harus selalu ada, artinya ada frasa eksosentris yang memang
kehadirannya diwajibkan ada yakni berpengaruh pada makna kalimat tersebut, ada
juga yang tidak. Sebagai contoh kehadiran frasa eksosentris yang kehadirannya
wajib ada “Dania wants to talk to Trisa for discussing her problem in Grammar.
Jika frasa eksosentris “for discussing her problem in Grammar” dihilangkan dan
kalimatnya hanya sampai pada “Dania wants to talk to Trisa” kalimat ini masih
menggantung artinya membutuhkan informasi alasan mengapa Dania ingin
bertemu atau berbicara dengan Trisa. Oleh sebab itu, kehadiran frasa eksosentris
“for discussing her problem in Grammar” ini wajib hadir sehingga makna
kalimatnya menjadi jelas dan tidak menggantung. Tidak menggantung di sini
artinya makna kalimat tersebut lengkap dengan kehadiran frasa eksosentris, alasan
Dania ingin berbicara kepada Trisa. Contoh lain dapat diperlihatkan melalui
kalimat “John will buy a new car at Toyota showroom”. Jika frasa eksosentris “at
Toyota showroom” dihilangkan menjadi “John will buy a new car”, makna
kalimatnya belum lengkap karena verba buy memiliki ekspektasi tempat mobil itu
dibeli. Oleh sebab itu kehadiran frasa eksosentris direktif at Toyota Showroom
wajib hadir untuk memperlihatkan secara spesifik bahwa tindakan transaksi
membeli mobil dilakukan di Toyota Showroom bukan di tempat lain. Berbeda dari
dua contoh tersebut, frasa eksosentris in the kitchen pada kalimat Lena baked a
8
cake in the kitchen tidak wajib hadir karena makna verba baked sudah mencakup
makna tempat terjadinya kegiatan baked.
Melihat dua kasus kalimat di atas, peneliti hanya berfokus pada frasa
eksosentris yang kehadirannya wajib hadir saja untuk mengkaji atau meneliti lebih
dalam sebab atau alasan mengapa frasa eksosentris tersebut wajib hadir dalam
konstruksi kalimat bahasa Inggris.Kemudian dalam penelitian, fokus peneliti
hanya pada frasa eksosentris direktifyang menduduki fungsi adverb. Frasa
eksosentris direktif umumnya ditandai dengan penggunaan preposisi, sebagai
contoh in the morning, in front of, on the cupboard.
Berbicara mengenai preposisi yang menduduki fungsi adverb artinya
berbicara mengenai suatu keadaan atau circumstance yang menggambarkan atau
menerangkan keadaan si pelaku “subjek”. Jackson (1990:49) memaparkan bahwa
preposisi yang menunjukan keadaan atau bersifat menerangkan pelaku atau subjek
bentuknya variatif, dalam artian ada yang berbentuk locative, temporal, process,
respect, contingency, dan degree.
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini memaparkan teori-teori yang peneliti gunakan untuk keperluan
analisis. Teori- teori tersebut meliputi ruang lingkup pembahasan sintaksis dan
semantis, frasa dan penggolongannya, serta jenis relasi preposisi yang
menunjukan hubungan antara frasa eksosentris direktif, yang merupakan pokok
penting di dalam penelitian ini, dengan NP yang mengikutinya.
2.1 Sintaksis
Struktur lahir bahasa dipelajari dalam ilmu Sintaksis. Verhaar (1996: 11)
mendefinisikan Sintaksis sebagai “cabang linguistik yang menyangkut susunan
kata-kata di dalam kalimat”. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa
sintaksis merupakan cabang ilmu atau kajian yang bahasannya mengacu pada
terstruktur atau tidaknya rangkaian kata di dalam suatu kalimat sehingga
menentukan pemaknaan atau pesan yang disampaikan oleh kalimat tersebut
menjadi logis atau tidak.
Pada bahasa Inggris yang merupakan bahasa pola urutan, misalnya, logis
tidaknya suatu kalimat ditentukan oleh pola urutan. Sebagai contoh, bandingkan
contoh pola berikut cooks she fried chicken in the kitchen dan kalimat kedua she
cooks fried chicken in the kitchen. Pada pola tersebut, cooks she fried chicken in
the kitchen, tidak dapat dipahami pemaknaannya secara jelas karena susunan
katanya tidak memenuhi kaidah pola urutan bahasa Inggris (SVOCA). Akibatnya
9
10
makna yang ingin disampaikan oleh pola tersebut tidak dapat dipahami penutur
bahasa Inggris. Sementara itu, pada kalimat she cooks fried chicken in the kitchen,
maknanya dapat dipahami dengan jelas. Hal ini disebabkan susunan kata pada
kalimat tersebut sudah memenuhi kaidah baku bahasa Inggris. Artinya, kata-kata
pada kalimat kedua sudah terstruktur berdasarkan kaidah SVOCA. Perbedaan
yang kontras pada contoh pola dan kalimat tersebut memperlihatkan bahwa
susunan kata-kata itu sangat penting di dalam sebuah kalimat bahasa Inggris untuk
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan melalui kalimat tersebut.
Jika
dikaitkan
dengan
fungsi
sintaksis,
Verhaar
mengartikannya bahwa suatu kalimat dapat dikatakan
(1996:
165)
mempunyai fungsi
sintaksis apabila memperlihatkan adanya subjek, predikat, dan objek di dalam
sebuah kalimat. Dalam upayanya memperjelas konsep kaidah SVOCA tersebut,
Verhaar (1996) mendefinisikan subjek sebagai pelaku atau pemeran yang
melakukan sesuatu. Di lain pihak, predikat menunjukkan atau memperlihatkan
suatu kondisi keadaan, aksi, tindakan, sedangkan objek “pihak yang mengalami
tindakan” (Verhaar, 1996: 166). Menilik kembali pada kedua contoh data di atas,
pola cooks she fried chicken in the kitchen, dapat dianalisis berdasarkan fungsi
sintaksis yang dimilikinya, sebagai berikut:
cooks she fried chicken in the kitchen.
V
S
O
A
Melihat penjabaran tersebut, struktur sintaksis pada pola data di atas tidak
memenuhi kaidah SVOCA. Dengan kata lain, susunan kalimat di atas tidak
11
terstruktur berdasarkan pola urutan baku bahasa Inggris. Bahasa Inggris, pada
umumnya, menempatkan subjek
sebelum predikat, kemudian predikat tersebut
diikuti lagi oleh objek atau complement, lalu keterangan keadaan “adverb” yang
menerangkan subjek atau predikat tersebut.
Berbeda dengan contoh pola tersebut, kalimat she cooks fried chicken in
the kitchen, dapat dijabarkan fungsi sintaksisnya sebagai berikut:
She
cooks
S
V
fried chicken in the kitchen.
O
A
Struktur sintaksis kalimat kedua memenuhi kaidah SVOCA sehingga
maknanya menjadi logis. Kestrukturan kalimat ini lah yang dimaksudkan sebagai
definisi dari sintaksis Verhaar tersebut di atas.
Selanjutnya, kalimat dapat dipandang sebagai suatu paparan panjang kata
yang terbentuk dari rangkaian kata yang menyatakan makna yang utuh atau
lengkap. Melihat utuh dan tidak utuhnya makna di dalam kalimat, Hogue dan
Oshima (1999: 153) mengklasifikasikan 2 (dua) jenis klausa yakni dependent dan
independent clause, yakni satuan bahasa yang membangun kalimat. Berikut
adalah penjelasannya.
2.1.1 Dependent dan Independent Clause
Sentence atau kalimat dapat dibangun dari kombinasi 2 (dua) jenis klausa
yakni independent clause dan dependent clause. Keduanya dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik kelengkapan informasi yang disampaikan. Pada
dependent clause, suatu klausa dapat terdiri dari subject dan verb namun tidak
12
memperlihatkan informasi yang utuh, sehingga informasi yang disampaikan tidak
dapat dipahami secara utuh. Untuk itu dependent clause membutuhkan informasi
tambahan yang lain untuk melengkapi dan memperjelas dependent clause
tersebut. Seperti yang dijabarkan oleh Hogue dan Oshima (1999: 153) dalam
bukunya Writing Academic English: Third Edition, “Dependent clause does not
express a complete thought and cannot stand alone as a sentence by itself“. Dari
pernyataannya tersebut dapat disimpulkan bahwa dependent clause ini tidak dapat
berdiri sendiri tanpa klausa yang lain di dalam kalimat yang sama. Lebih jelasnya,
dependent clause ini biasanya ditandai dengan penggunaan subordinator seperti
when, while, if, that, or who.
Di lain pihak, independent clause dipahami sebagai klausa yang dapat
berdiri sendiri. Artinya, klausa ini dapat berdiri sendiri membangun kalimat utuh
dengan informasi yang jelas. Dengan kata lain, independent clause tidak
membutuhkan informasi tambahan untuk menjadi kalimat yang lengkap. Seperti
yang dinyatakan oleh Hogue dan Oshima (1999: 153), “Independent clause
contains a subject and a verb and expresses a complete thought. It can stand
alone as a sentence itself by itself”. Di bawah ini adalah contoh dari dependent
dan independent clause yang dibahas oleh Hogue dan Oshima (1999: 153) dalam
bukunya Writing Academic English. Berikut penjabarannya.
Contoh di bawah ini merupakan dependent clause,
(1)…….if I declare my major now………
(2)…….when they come to the United States……….
13
Dependent clause (1) dan (2) hadir dengan ditandai konjungsi if dan when. Klausa
tersebut diidentifikasi memerlukan informasi tambahan dari klausa yang lain di
dalam kalimat yang sama, untuk membuat kalimatnya menjadi lengkap atau utuh.
Berbeda dengan klausa (1) dan (2), klausa (3) dan (4) berikut ini
merupakan independent clause,
(3) Students normally spend four years in college.
(4) Many International students experience culture shock when the come to the
United States
Klausa (3) dan (4) merupakan klausa yang informasinya sudah lengkap dan jelas.
Berelevansi dengan topik yang dikaji pada penelitian ini, frasa
diidentifikasi sebagai salah satu unsur pembentuk klausa. Guna memperlihatkan
sistemematika pemikiran ini, berikut ini adalah penjabaran mengenai frasa.
2.1.2 Frasa
Mengutip pernyataan Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The
Grammar Book: an ESL/ EFL- Teacher’s Cource: Second Edition, frasa tidak
selalu merupakan gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi kata seperti pensil,
gelas, boneka, meja dapat pula dikatakan sebagai frasa, yakni frasa yang termasuk
pada kategori NP. Hal ini diperlihatkan dan dibuktikan melalui pernyataanya
sebagai berikut:
“NP can be rewritten as a pronoun: I, you, he, she, and so on.
The first option is more complex in that it allows NP to be
expanded in any number of ways. Minimally, it is expanded as a
uninflected lexical noun such as book, rice, or Nancy”.
14
Dari pernyataannya di atas terlihat bahwa “pronoun” seperti I, you, he, she dan
“noun” seperti book, rice dan Nancy secara umum dapat dikatakan sebagai frasa
juga yakni frasa yang tergolong dalam kategori NP.
Berbicara
mengenai
frasa,
Arifin
dan
Junaiyah
(2009:
18-25)
mengkategorikan frasa ke dalam dua bentuk yaitu exocentric phrase dan
endocentric phrase. Exocentric phrase meliputi exocentric directive phrase yang
berpartikel dan exocentric nondirective phrase yang dibagi lagi ke dalam
connective dan predicative. Sementara itu, endocentric atau frasa endosentris ada
yang berinduk tunggal dan ada juga yang berinduk jamak. Endocentric phrase
yang berinduk tunggal meliputi nominal phrase, pronominal phrase, verb phrase,
adjective phrase, dan numeral phrase, sedangkan yang berinduk jamak meliputi
coordinative phrase dan appositive phrase. Namun, berdasarkan topik yang
peneliti angkat yakni mengenai frasa eksosentris, paparan hanya difokuskan pada
frasa eksosentris.
Menurut Arifin dan Junaiyah (2009: 19), exocentric phrase atau frasa
eksosentris adalah “frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku
yang sama dengan semua komponennya, baik dengan sumbu “nondirective”
maupun dengan preposisi (directive)”. Memperjelas pernyataan Arifin dan
Junaiyah, Ramlan (2001: 142) memaparkan bahwa “frasa eksosentris merupakan
frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua
unsurnya maupun salah satu dari unsurnya”. Melihat kedua pernyataan mengenai
frasa eksosentris tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pada frasa eksosentris ini
setiap unsur-unsurnya tidak dapat saling menggantikan atau mewakilkan satu
15
dengan yang lainnya karena tidak adanya distribusi yang sama antar unsurnya.
Sebagai contoh My Friend Ningsih is most beautiful in class, pada kalimat
tersebut in class merupakan frasa eksosentris dimana in dan class tidak dapat
saling menggantikan karena tidak adanya perilaku yang sama dengan semua
komponennya, baik “in” yang berkelas preposition dan “class” yang berkelas
noun. Akibatnya pada “in class”, “in” dan “class” tidak dapat saling
menggantikan satu sama lain.
Selanjutnya, frasa eksosentris, masih menurut Arifin dan Junaiyah (2009:
18), diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) jenis yakni frasa eksosentris direktif dan
frasa eksosentris nondirektif. Adapun penjelasan mengenai apa itu frasa
eksosentris direktif dan frasa eksosentris nondirektif adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Frasa Eksosentris Direktif
Frasa eksosentris direktif (exocentric directive phrase) didefinisikan
sebagai frasa yang berpartikel (Arifin dan Junaiyah, (2009: 19). Artinya frasa
eksosentris direktif ini ditandai dengan penggunaan preposisi, misalnya in the
evening, with the knife, dan on the chair. Pada umumnya frasa eksosentris direktif
berfungsi memberikan keterangan, misalnya memberikan keterangan tempat“in
the kitchen”, keterangan arah “from the school”, dan keterangan instrumen“with
the knife”.
16
2.1.2.2 Frasa Eksosentris Nondirektif
Frasa eksosentris nondirektif (exocentric nondirective phrase) adalah jenis
frasa eksosentris yang bersumbu (Arifin dan Junaiyah, (2009: 19). Bersumbu di
sini artinya frasa yang berperan menyambung atau mengaitkan. Menyinggung hal
ini “menyambung atau mengaitkan”, Arifin dan Junaiyah (2009: 19-20) membagi
frasa eksosentris yang dikatakan bersumbu tersebut ke dalam 2 (dua) bentuk yaitu
bentuk connective dan predicative. Bentuk connective di sini berfungsi sebagai
penghubung, misalnya John is a college student, is pada kalimat John is a college
student
adalah
frasa
eksosentris
nondirektif
konektif
yang
berfungsi
menghubungkan subject “John” dengan complement “a college student”.
Sementara itu, frasa eksosentris nondirektif bentuk predicative berfungsi
mengaitkan, sebagai contoh Leon writes a poem. Write pada kalimat Leon writes a
poem adalah eksosentris nondirektif yang berbentuk predicative. Predicative di
sini memberikan fungsi atau peran yang berupa tindakan, proses, atau keadaan
yang menunjuk atau mengaitkan pelaku subject “John” dengan apa yang
dilakukannya, yakni bahwa subjek “John” menulis puisi.
Paparan di atas merupakan pokok-pokok bahasan yang termasuk pada
sintaksis. Berbicara mengenai sintaksis tidak akan pernah terlepas dari semantik.
Dengan kata lain, pada kumpulan kata yang ada pada sintaksis, yang pada
akhirnya kumpulan kata tersebut tersusun dan membentuk kalimat, tentu di
dalamnya tidak hanya sebatas rangkaian atau susunan kata-kata saja, melainkan
adanya pemaknaan dibalik kata-kata yang tersusun tersebut. Oleh sebab itu, untuk
memahami keduanya, peneliti tidak hanya memaparkan mengenai sintaksis seperti
17
yang sudah dijabarkan di atas, melainkan peneliti juga akan memaparkan apa itu
semantik. Berikut adalah penjelasannya.
2.2 Semantik
Bebicara mengenai semantik, Verhaar (1996:13) dalam bukunya “AsasAsas Linguistik Umum” menyatakan bahwa “Semantik adalah suatu cabang yang
membahas arti atau makna”. Dari pernyataannya tersebut, dapat diartikan bahwa
semantik merupakan suatu cabang ilmu yang bahasannya mengacu pada
pemaknaan yang ada di balik bahasa baik “kata”, “frasa” atau “kalimat” yang
dituliskan atau mungkin dituturkan.
Kemudian, mendukung pernyataan Verhaar, Fromkin dan Rodman (1983:
164) berpendapat bahwa “The semantics is the linguistic meaning of words,
phrases, and sentence”. Melihat definisi Fromkin dan Rodman, terdapat
kesamaan fokus dalam mengkaji pokok kajian semantik, yakni semantik berfokus
pada pemaknaan dari setiap kata, frasa, atau kalimat.
Berbicara mengenai pemaknaan yang terdapat di dalam kata, frasa, atau
kalimat, penjabaran struktur semantis dan komponen makna berikut dengan
persyaratan (entailment) menjadi hal yang penting untuk dikemukakan. Berikut
ini adalah penjabarannya:
2.2.1 Struktur Semantis
Berbicara mengenai semantis artinya berbicara mengenai makna bahasa.
Larson (1998: 26) menyatakan bahwa “each language has meaning components
18
which can be classified as THINGS, EVENTS, ATTRIBUTES, OR RELATION”.
Dari pernyataannya tersebut artinya bahwa setiap bahasa mempunyai bagian
makna yang didapatkan dari ciri yang dimiliki oleh bahasa tersebut, yakni apa ciri
tersebut memperlihatkan ciri makna yang menunjukan BENDA, KEJADIAN,
ATRIBUT, ATAU RELASI (HUBUNGAN). Sebagai contoh pada bahasa yang
diwakilkan dengan kata ring dan cook, kedua kata ini mempunyai bagian
maknanya sendiri yakni kata ring menunjukan makna BENDA atau THINGS dan
cook menunjukan makna KEJADIAN atau EVENTS. Jadi, kedua kata ring dan
cook tersebut mempunyai bagian maknanya sendiri yang memperlihatkan cirinya
masing-masing sehingga dapat dimaknai sebagai BENDA dan KEJADIAN.
Menilik kembali pada teori yang diungkapkan oleh Larson di atas yang
menyatakan bahwa bahasa memiliki bagian atau komponen yang dapat
dikategorikan sebagai BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, ATAU RELASI, hal ini
mempunyai keterkaitan dengan proposisi. Mengenai proposisi ini, Larson (1984:
26) memaparkan bahwa “Propositions consists of concepts (grouping of meaning
components) related to one another with an EVENT, THING, OR ATTRIBUTE as
the central concept”. Dari pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
adanya proposisi terbentuk dari unit-unit makna yang terkumpul, sehingga
menjadi satu bagian dalam kalimat yang mana di dalamnya pasti terdapat unit
yang memperlihatkan BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, atau RELASI. Dengan
demikian jelas, bahwa hal ini membuktikan kehadiran proposisi mempunyai
keterkaitan dengan BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, ATAU RELASI yang
terdapat di dalamnya sehingga membentuk satu konsep yang utuh.
19
Untuk memperjelas pemahaman mengenai proposisi, di bawah ini
merupakan penjabaran contoh dari proposisi yang terdiri dari konsep yang
dimaksud di atas:
John hits ball. (Larson, 1984: 27)
Pada kalimat berproposisi di atas terdiri dari 3 konsep yakni John, hits, dan ball.
Dan peran yang terdiri dari pelaku (yang melakukan perbuatan) serta penderita
(yang menjadi akibat dari perbuatan).
Jika dijabarkan lagi proposisi di atas akan menjadi sebagai berikut:
Pelaku …(John)…..(memukul)…..penderita…..(bola)
Atau
(John)….pelaku…..(yang memukul)…penderita……(bola)
Dari 3 konsep dan peran yang di jabarkan di atas dapat disimpulkan dengan
rumusan sebagai berikut bahwa:
Pelaku= John
Kegiatan/aktifitas= Memukul
Penderita= Bola
Kemudian beralih pada satuan terkecil dari struktur semantis. Satuan
terkecil dari struktur semantis yaitu komponen makna. Mengenai hal ini akan
dijabarkan oleh peneliti pada subbab 2.2.2 berikut.
2.2.2 Komponen Makna yang Melibatkan Entailment
Larson (1984: 28) menyatakan bahwa komponen makna diartikan sebagai
“the smallest unit in the semantic structures that group together to form
concepts”. Artinya komponen makna yaitu unit-unit kecil yang membentuk
menjadi satu yakni konsep yang merepresentasikan sesuatu. Misalnya koran,
20
majalah, tabloid merepresentasikan bahwa bagian-bagian tersebut merupakan
“konsep” yakni komponen atau bagian dari media massa cetak.
Kemudian Larson (1984: 29) membagi komponen makna ke dalam empat
kelompok yakni THINGS, EVENTS, ATTRIBUTES, dan RELATION. Jika
dipaparkan kembali dari ke empat kelompok tersebut, THINGS atau BENDA
merepresentasikan semua yang bernyawa dan tidak. Misalnya anak, roh, malaikat.
EVENTS atau KEJADIAN merepresentasikan sesuatu yang memperlihatkan
peristiwa atau kejadian, tindakan, proses, misalnya makan, minum, lari, berpikir,
berteriak.
ATTRIBUTES
atau
ATRIBUT
merepresentasikan
hal
yang
memperlihatkan sifat dari BENDA atau KEJADIAN, misalnya panjang, luas,
kasar, lembut. Sedangkan RELATION atau RELASI ini mereprestasikan
hubungan antara dua satuan semantis di antara semua satuan yang telah
disebutkan di atas, misalnya dengan, oleh, karena, sejak, karena itu. (Larson,
1984: 29).
Untuk memahami komponen makna lebih lanjut, di bawah ini adalah
contoh dari penjabaran komponen makna:
Perhatian kata WOMAN DAN GIRL pada kalimat berikut:
1. The teacher is a woman.
2. Rizzi met two girls.
Woman dan Girl merupakan konsep dari bagian kelompok female yang tergolong
pada komponen makna yang menunjukan THINGS. Meskipun mereka adalah satu
konsep dari female, keduanya ini mempunyai komponen maknanya sendiri, yakni
21
woman logisnya memperlihatkan komponen makna yang menggambarankan ciri
dari sosok female yang sudah dewasa, mapan, dan mandiri, sedangkan girls secara
logisnya memperlihatkan komponen makna yang menggambarkan ciri dari female
yang masih senang bermain, kekanakan atau kanak-kanak, manja dan polos.
Berbicara
mengenai
kelogisan
suatu
makna
kata
mempunyai
keterhubungan dengan istilah Entailment, adapun istilah Entailment ini, Leech
(1974: 133) memaparkannya sebagai seperangkat pernyataan dasar yang
menunjukan hubungan logis. Pernyataannya tersebut artinya bahwa entailment
memperlihatkan kelogisan-kelogisan yang mendasari, sehingga dapat dipahami
pemaknaanya atau pemaksudannya seperti apa. Sebagai contoh untuk lebih
jelasnya mengenai pemahaman entailment adalah sebagai berikut:
I moved to Bandung because my parent worked there.
Pada kalimat di atas verba moved memperlihatkan pergerakan atau
movement dari satu tempat menuju tempat yang lain, sehingga verba “moved”
membutuhkan pernyataan lain “to bandung” untuk membuat pergerakan yang
dilakukan oleh “I” jelas menuju kemana. Dengan demikian keterkaitan antara
verba “moved” dengan pernyataan “to Bandung” ini memperlihatkan adanya
seperangkat pernyataan dasar yang menunjukan hubungan logis atau entailment
yang dimaksud di atas. Dengan kata lain, pernyataan “to Bandung” ini dihadirkan
guna memperlihatkan hubungan logis verba “moved” melakukan pergerakan
kemana, sehingga maksud dari “I moved to Bandung because my parent worked
there” dapat dipahami makna kalimatnya secara logis.
22
Dalam contoh di atas memperlihatkan adanya unsur circumstance atau
keadaan di dalam suatu kalimat yang menerangkan atau menggambarkan suatu
situasi yang terjadi pada subjek. Circumstance pada kalimat I moved to Bandung
because my parent worked there diperlihatkan oleh frasa eksosentris direktif to
bandung, dimana to bandungnya menerangkan keadaan atau situasi tempat
berpindahnya subjek I dari tempat awal menuju Bandung. Jika diperhatikan pada
frasa eksosentris to Bandung adanya relasi preposisi yang terdiri dari preposisi to
dan NP “Bandung” yang mengikuti preposisi “to” tersebut. Relasi preposisi “to
bandung” ini berperan mengaitkan verba moved yang dilakukan oleh subjek I
yang berpindah tempat menuju Bandung, sehingga dengan kehadiran relasi
preposisi tersebut pada kalimat I moved to Bandung because my parent worked
there menyebabkan terbentuknya kelogisan suatu makna. Hal ini memperlihatkan
bahwa peran relasi preposisi cukup penting kehadirannya di dalam kalimat. Oleh
sebab itu, peneliti akan menjabarkan jenis relasi apa saja yang ada pada preposisi.
Berikut adalah pemaparannya:
2.2.3 Jenis Relasi Preposisi
Relasi preposisi ada untuk menggambarkan suatu keadaan atau
circumstance yang menerangkan situasi yang terjadi pada pelaku “subjek”, karena
relasi preposisi umumnya terdapat pada posisi adverb yang berperan menerangkan
suatu keadaan, peristiwa, atau situasi yang terjadi pada subjek atau yang
menerangkan “aksi” yang dilakukan oleh subjek. Mendukung pernyataan tersebut
Jackson (1990: 47) menyatakan bahwa situasi atau circumstance “usually
23
additional, gratuitous information about situation”. Pernyataannya tersebut jelas
bahwa adanya relasi preposisi berperan untuk memberikan keterangan situasi atau
keadaan.
Berbicara mengenai relasi preposisi yang menunjukan “circumstance” ini,
Jackson (1990:49) memaparkan bahwa relasi preposisi yang menunjukan keadaan
atau bersifat menerangkan subjek bentuknya variatif yakni meliputi relasi
locative, temporal, process, respect, contingency, dan degree. Tetapi dari ke 6
(enam) bentuk ini yang memperlihatkan adanya penggunaan relasi preposisi yang
sifatnya menerangkan keadaan subjek dan posisinya menduduki fungsi adverb
hanya terdapat pada relasi locative, temporal, process, respect dan contingency.
Adapun lebih jelasynya mengenai bentuk relasi dan penjelasan dari setiap bentuk
yang disebutkan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut ini:
2.2.3.1 Locative
Locative atau circumstance “keadaan”, preposisi ini menunjukan keadaan
yang berhubungan dengan keadaan lokasi tempat (position), lokasi arah
(direction) dan lokasi jarak (distance), hal ini dipaparkan oleh Jackson (1990: 49).
2.2.3.1.1 Locative Position
Menurut Jackson (1990: 65), locative position (posisi) merupakan
preposisi yang menggambarkan keadaan posisi letak atau tempat suatu peristiwa
atau kejadian berlangsung. Preposisi-preposisi yang biasanya mengekspresikan
jenis preposisi lovative position ini biasanya ditandai dengan penggunaan
24
preposisi at, near, on, above, against, below, beside, among behind, in front of,
inside, outside, over, dan under. (Jackson, 1990: 65).Sebagai contoh pada kata
inside dan outside berikut:
- By the time three-quarters of the men were hard at work inside and outside the
vessel (Jackson, 1990- 65)
Pada contoh kalimat di atas kata “inside” dan “outside” memperlihatkan
keadaan posisi tempat dimana orang-orang tengah bekerja keras di kapal sekitar
pukul 3.15 Pada contoh tersebut kapal memperlihatkan posisi tempat bekerjanya
secara general. Sementara itu, inside dan outside memperlihatkan posisi
bekerjanya yang lebih spesifik, yakni ruangan tempat bekerja yang berada di luar
maupun di dalam, yang sebenarnya keduanya masih sama-sama ada di kapal.
2.2.3.1.2 Locative Direction
Locative Direction (arah), preposisi ini mengarah pada keadaan preposisi
yang menunjukan arah dari sesuatu yang akan datang atau pergi mengarah
kemana. Jackson (1990: 65) menggolongkan locative direction ke dalam 3
kategori yaitu yang mengarah atau menunjukan:
1. Source
: (dengan preposisi) from, of, out of
2. Path
: (dengan preposisi) down, past, around, across, along, between,
through
3. Goal
: (dengan preposisi) into, to, towards, onto, over, under
25
Jika dijabarkan dari ketiga kategori dari locative direction di atas, Source
menerangkan arah datangnya sesuatu atau sumber datangnya sesuatu itu darimana
atau menuju kemana. Path memperlihatkan jalur dari arah kedatangan sesuatu itu
seperti apa, artinya apakah lurus, berbelok, bersebrangan, dan sebagainya.
Kemudian yang terakhir Goal, goal ini bersifat menjelaskan arah tujuan.
Sebagai contoh untuk kasus relasi locative direction ini sebagai berikut:
-
He withdrew the tin box from its hiding-place. (Jackson: 1990- 65-66)
Pada kalimat di atas from menunjukan arah atau direction yang
mengespresikan source direction. Hal ini karena adanya sesuatu “the thin” yang
ditarik oleh subjek “she”. “the thin” tersebut berasal atau bersumber dari “its
hiding-place”.Adanya sesuatu yang ditarik dari suatu tempat berasalnya sesuatu
tersebut memperlihatkan locative direction yang bersifat source direction.
2.2.3.1.3 Locative Distances
Locative Distances (arah) menurut Jackson (1990: 51) merupakan jenis
locative preposition ini. Jenis lokasi ini menunjukan suatu keadaan yang
mengekspresikan atau memperlihatkan keadaan jarak “seberapa jauh” dari satu
tempat ke tempat yang lain. Preposisi yang digunakan biasanya as far as, for.
(Jackson, 1990: 66).
Sebagai contoh untuk locative distance adalah sebagai berikut:
- Chased him as far as the cliff path- and then lost him (Jackson, 1990: 66)
26
Pada kalimat di atas, as far as menunjukan adanya jarak yang
mengekspresikan keadaan dimana seseorang yang tak disebutkan namanya tengah
mengejar objek “him” sampai akhirnya orang yang dikejarnya menghilang dibalik
tebing. Akibat adanya jarak tempuh “sampai tebing” dari aksi yang dilakukan oleh
subjek yang tak disebutkan namanya ini menunjukan locative distance.
2.2.3.2 Temporal
Jackson (1990: 51- 53) mendefinisikan relasi temporal atau temporal
preposition sebagai “Circumstance roles concerned with the time”. Jadi pada
preposisi ini jenis keadaannya menggambarkan atau menekankan “waktu”, yakni
kapan suatu perisitiwa terjadi. Kategori preposisi temporal dikategorikan ke
dalam 3 (tiga) jenis yaitu yang menunjukan position, duration, dan frequency.
Tetapi dari ketiga jenis ini, katergori yang memperlihatkan penggunaan preposisi
dan kehadirannya ada pada fungsi adverb hanya terdapat pada kategori atau jenis
temporal position dan duration saja.
2.2.3.2.1 Temporal Position
Jackson (1990: 51) menjelaskan bahwa temporal position merupakan
suatu keadaan yang menerangkan kapan waktu dari suatu peristiwa atau kejadian
yang dilakukan atau sedang terjadi itu berlangsung, apakah waktu kejadiannya
adalah at night, in the morning, at this time, at ten o’clock, on Saturday, dan
sebagainya. Preposisi yang mengekspresikan temporal meliputi at, on, in, before,
after (Jackson: 1990: 67). Sebagai contoh untuk temporal position ini adalah
sebagai berikut:
27
-
I go to school at 7 o’clock every day.
Pada contoh di atas “at 7 o’clock” menekankan adanya lokasi waktu dari
kepergian subjek I ke sekolah terjadi pada tepat pukul 7 pagi setiap harinya.
Adanya keterangan keadaan “waktu” kepergian subjek I inilah yang dimaksud
dengan temporal position.
2.2.3.2.2 Temporal Duration
Temporal Duration menekankan jarak keadaan waktu (Jackson, 1900:51).
Artinya pada tipe duration ini kasusnya sama dengan tipe distance yang terdapat
pada jenis locative distance yang merupakan subbab dari locative preposition di
atas, yakni memperlihatkan jarak keadaan waktu juga, perbedaannya jika pada
locative distance yang menjadi takaran atau acuan jaraknya adalah “how far/
seberapa jauh” sedangkan pada temporal duration ini takaran atau acuan jaraknya
adalah “how long/ seberapa lama” sesuatu dilakukan atau terjadi. Preposisi yang
mengekspresikan temporal duration meliputi from, since, until, up, to, during, for,
throughtout, between (Jackson, 1990: 67). Contohnya sebagai berikut:
-
Anggi was ill for six days.
Pada kalimat di atas “for six days” menekankan lamanya sakit yang
dialami oleh Anggi bahwa Anggi menderita sakit sudah berlangsung lama yakni
selama 6 hari. Oleh karena itu adanya durasi waktu yang memperlihatkan “how
long” subjek Anggi mengalami sakit ini menunjukan temporal duration.
28
2.2.3.3 Process
Jenis dari relasi process ini menunjukan adanya suatu keadaan yang
memperlihatkan bahwa suatu keadaan terjadi dengan cara seperti apa atau
dilakukannya dengan cara apa. Seperti yang dinyatakan oleh Jackson (1990: 67)
bahwa“Circumstance of process related to the question „how?”. Penyataan
tersebut jelas bahwa relasi ini menekankan akan “bagaimana” sesuatu terjadi
artinya menekankan pada suatu cara yang terjadi seperti apa.
Relasi process dapat dikategorikan ke dalam process yang menjelaskan
manner, means, instrument, dan agentive. Penjabaran dari ke 4 (empat) kategori
tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.3.3.1 Manner
Jackson
(1990:
54)
menyatakan
bahwa
kategori
process
yang
memperlihatkan manner dipahami sebagai“represent the speaker’s subjective
assessment of the way in which an event happens or an action