Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering dari Hasil Fermentasi Aerobik
PEMBUATAW BW IKET KOMPO S SERASAH
DAUH KERllG DARI HASIL
FERMENTAS1 AEROBIK
OIeh
AGUS SALIM
F 24. 1220
1 9 9 3
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
Agus Salim F 24. 1220. Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering Dari
Basil Fermentasi Aerobik. Dibawah bimbingan Drs. Fabidin, BSc dan Dr.Ir. R.
Sudraiat, MSc.
R I NGKASAN
Limbah mmpakan d a h yang cukup serius dewasa ini. Karena apabila
ti&
ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan
serta akan mengganggu keindahan atau estetika lingkungan dan lebih jauh lagi akan
mengganggu stab'itas dari mahluk hidup.
Salah satu limbah kehutanan adalah daun-daun kering. Dimana jumlah limbah
ini cukup besar sekali, apalagi kalau dihubungkan dengan keberadaan H u m Tam-
man Industri @.TI).
Alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menadpkan tehologi proses
fermentasi aerobik yaitu daun-daun kering dimdaatkan untuk dijadikan pupuk
organik (kompos) dan dalam hal ini dibentuk menjadi bentukan briket kompos.
Dengan ben-
ini diharapkan kompos akan memiliki niiai tambah dibandingkan
kompos serbuk biasa.
Tujuan penelitian ini adalah memberikan bentukan lain dari kompos yaitu
briket sehingga memudahkan di dalam pengemasan, wansportasi dan penyimpamn.
Selain itu juga menjadikan briket kompos sebagai svplai hara yang cukup tinggi,
terutama untulr mempercepat perkembangan dan peningkatan kualitas anakan
Bahan baku kompos yang akan dibentuk briket berasal dari proses fermentasi
sadsah daun kering seam aerobik atau yang dikenal dengan proses pengomposan
dengan metode indore atau dengan sisEem tumpukan.
Rancangan percobaan yang digunakan addah rancangan acak lengkap blok
dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok (A) dan p e r 1 h gaya tekan
(B) dengan 4 taraf yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton d;in 10 tun. Adapun a d s a keraga-
mannya dengan meggunakan uji-F, sedangkan uji lebih lanjut dengan menggunakan
uji perbandingan ganda Tukey.
Dari Tabel ANAVA untuk selang kepercayaan 0.01 uji-F untuk kekuatan
briket menunjukkan hasi yang sangat berbeda nyata untuk perlakuan variasi tekanan
alat (B) mupun untuk blok (A). Dan dengan menggunah uji perbandingan g a d
Tukey perbandingan antar blok (A) dengan kekuatan briket kompos
w) pa&
selang kepercayaan dari 0.05 sampai 0.01, blok dengan pem;masan 10 menit (A2)
memberikan has2 r a m sebesar 163.80 kg/cm2 sedmgkan blok dengan tanpa
pemanasan (A1) adalah 73.33 kg/cm2. Ini menunjukkan bahwa perbandingan kedua
blok terdapat perbedaan yang nyata sampai sangat nyata terhadap kekuatan kompos
briket yang dihasilkan.
Kondisi penekanan yang terbaik pa& kekuatan briket kompos yaitu dengan
menggunakan pe-
10 menit dan ditekan dengan k e h t a n alat sebesar 10 ton.
P E M B U A T A N B R I K E T KOMPOS S E R A S A H
DAUN K E R I N G DARI H A S I L
FERMENTASI AEROBIK
Oleh
AGUS SALIM
F 24. 1220
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pa& jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pe.rtanian
Insiitut Pertanian Bogor
1993
FAKULTAS TEKNOLOGI PERT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TElCNOLOGI PERTAWAN
PEMBUATAN
BRIKET
KOMPOS
SERASAH
DAUN KERING DARI HASIL
FERMENTASI AEROBIK
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARIANA TFXNOLOGI PERTANIAN
pa& jurusan Teknologi Ind&
Pertanion
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertauiau Bogor
Qleh
AGUS S
F 24. 1220
Dosen Pembimbiug TI
Dosea Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena dengan
rahmat dan m
y
a makil sknpsi ini &pat diselesaikaa.
Skripsi ini merupdau tugas akhir yang wajib diselesaikau oieh mahasiswa S1
Fakultas Teknologi Pertmian, Institut P d a n Bogor, sebagai d a b satu syarat
untuk memperoleh gelar kesajanaan.
Pa& kesempatan ini penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pi&
yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, khususmya kepada :
1. Drs. Fahidin, BSc dan Dr.Ir. R. Sudradjat, MSc, selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Ibu Sri Kowdyati yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi.
3. Ibu, Bapak, Kakak serta Adik yang telah memberikan bantuan mater-ildan moril
kepada penulis selama saufi.
4. Dadang, Pak Ali, Pak Salirn dan Pak Mabfudin yang telah membantu penulis di
dalam peiaksanaan penelitian.
5. Segenap civitas &de&
Jurusao Teknologi Industri Pertanian dan pegawai
?usat Peneiitian dan PengemII1mgaNasil Hutan
(P3EM) yang telah membilnm
kelancaran penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kajian lebih h j u t perlu clilakukan untuk menyempumakm skripsi ini, serta kritik
dan saran yang bersiiat membangun.
iii
Akhir kata semogd skripsi ini &pat bermanfaat baa semua pihak yang memer-
illkannya.
DAFTAR
IS1
Halaan
...............
DAFTAR IS1 . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . .
I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . .
I1. TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . .
A . PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . .
B . PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBIK . . . .
C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU
PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . .
D . PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH . . .
E . SERASAH DAUN KERING . . . . . . . . . . .
111. METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . .
k. B
DAN ALAT . . . . . . . . . . . .
..
B . METODA . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C . WAKTU DAN TEMPAT . . . . . . . . . . . . .
D . TATA LAKSANA . . . . . . . . . . . . . . .
IV . .HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . .
A . BAHAN BAKU . . . . . . . . . . . . . . . .
B . PROSES PEMBUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . .
C . KEKUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR
v
iii
v
vii
viii
ix
1
. KANDUNGAN HARA BRIKET KOMPOS . . . . . . .
V . KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . .
A . KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . .
B . SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
...............
DAF'TAR PUSTAKA
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D
43
51
51
52
53
56
DAFTAR
TABEL
Nisbah C/N berbagai bahan baku yang
dapat dibuat sebagai kompos
.....
Kelembaban maksimum pengomposan dari beberapa bahan organik . . . . . .
Komposisi kompos . . . . . . . . . . .
Pengaruh pemberian kompos dari residu
fermentasi terhadap pertumbuhan jagung
varietas arjuna
...........
Analisa serasah daun kering . . . . .
Hasil briket kompos secara fisik . . .
Uji kekuatan briket kompos(kg/cm2)
..
Analisa kandungan hara total kompos aerobik dengan bahan baku serasah daun
kering
...............Karakteristik pembeda untuk klasifikasi
kompos . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
GAMBAR
.........
Perubahan suhu menurut waktu selama
proses pengomposan . . . . . . . . .
Hubungan suhu dan pH terhadap waktu
dari proses pengomposan . . . . . .
Pengomposan dengan metode indore . .
Diagram alir bahan pada proses pengomposan . . . . . . . . . . . . .
Alat tekan pembuatan briket (hidrolic press) . . . . . . . . . . . .
Proses pengomposan
Diagram alir pembuatan briket kompos
Gambar 8. Alat tekan briket kompos
press)
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
. . . . . . . . . . .(hidrolic
....
Piston tempat bahan baku kompos ditekan . . . . . . . . . . . . . . .
Alat uji tekan briket kompos . . . .
Grafik hubungan antara tekanan alat
dengan kekuatan briket . . . . . . .
Contoh briket kompos yang dihasilkan
D A F T A R LAMPIRAN
Halaan
Lampiran 1.
Prosedur analisa
Lampiran 2.
Analisa statistik
kompos
......
.........
57
69
I,
Limbah merupakan
di
PENDAHULUAN
salah
satu masalah yang dihadapi,
dunia khususnya di negara Indonesia.
Limbah ini
berasal mulai dari limbah hutan sampai pada limbah yang
ditimbulkan oleh industri dan rumah tangga.
Volume limbah
ini setiap hari semakin meningkat, sedangkan usaha-usaha
penanggulangannya belum
seimbang.
Limbah yang tidak
ditangani secara tepat akan dapat menggangu estetika,
kesehatan, menimbulkan banjir
serta lebih
jauh dapat
merusak kelestarian ling-kungan hidup.
Daun-daun hutan adalah merupakan salah satu limbah,
dimana daun-daun ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
untuk pembuatan kompos.
Daun-daun ini jumlahnya sangat
besar, akan tetapi penggunaannya atau pemanfaatannya belum
dilakukan sebagai mestinya.
Apalagi
kalau dikaitkan
dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang potensi antara
lain akan daun-daun hutan ini.
Selain daun-daun hutan, bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos antara lain serbuk gergaji,
jerami, limbah tanaman jagung, pepolongan, rumput-rumputan, kotoran hewan, lumpur aktif dan lain-lain.
ini memiliki kandungan N
si.
(%)
Bahan baku
dan nisbah C/N yang bervaria-
Akan tetapi biasanya bahan baku pembuatan kompos
diperoleh dari limbah-limbah yang sudah dibuang dan diolah
untuk menghasilkan nilai tambah.
1
Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk sintesis.
Keunggulan ini dapat dilihat dari kandungan hara yang
dihasilkan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kompos
pada dasarnya dihasilkan melalui proses biologis
kimia
.
dan
Dan dapat dilakukan secara fermentasi aerobik dan
anaerobik.
Keberadaan mikroorganisme dalam ha1 ini sangat
diperlukan untuk menguraikan komponen organik yang ada.
Pengembalian
limbah organik ke dalam
tanah dapat
berupa pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan sisa tanaman
langsung dibenamkan atau dicampurkan dengan tanah atau
mulsa yang diratakan dipermukaan tanah.
Jika bahan orga-
nik dari limbah yang ada dapat dikembalikan ke dalam
tanah, maka ha1 ini dapat membantu memulihkan atau meningkatkan kesuburan tanah.
Apabila pemukaan tanah diiindungi dengan bahan organik, efisiensi penggunaan nutrisi
meningkat.
oleh tanaman dapat
Untuk menjaga kesuburan tanah, terutama tanah-
tanah pertanian, diperlukan penggantian bahan-bahan organik jika bahan-bahan organik sebelumnya telah mengalami
perubahan
.
Tersedianya bahan-bahan organik di dalam tanah,berperan penting dalam pengaturan kelembaban aerasi, pemantap
struktur, sumber hara bagi tanaman, meningkatkan kapasitas
tukar kation dan merupakan sumber energi bagi aktivitas
mikroba tanah.
Pembuatan kompos dari daun-daun hutan ini dilakukan
secara fermentasi aerobik dan kompos diDuat dalam bentukan
briket (yaitu dalam bentukan bulat dengan diameter 5.5 cm
dan tinggi antara 1.8
-
2.3
cm
)
Bentukan bulat ini
sesuai dengan alat cetak briket yang ada yaitu dalam
sebuah piston.
Dewasa ini bentukan briket telah dilakukan
seperti briket arang dan briket batu bara serta pupuk urea
dalam bentuk tablet.
Hal ini ternyata akan memberikan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
Adapun
tujuan
dari penelitian
ini adalah
sebagai
berikut :
1. Memberikan bentukan
lain dari kompos yaitu briket se-
ningga memudahkan di dalam
pengemasan, transportasi
dan penyimpanan.
2. Menjadikan
briket kompos sebagai suplai hara bagi
tanaman dengan
kandungan hara
yang cukup tinggi,
terutama untuk mempercepat perkembangan dan peningkatan
kualitas semaian atau anakan tanaman.
1 1 - TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGOMPOSAN
Pengomposan ialah proses dekomposisi secara biologi dan stabilisasi dari bahan organik dibawah kondisi
temperatur tertentu yang dihasilkan dari produksi panas
biologi, dengan hasil akhir yang cukup stabil untuk
disimpan dan digunakan dalam tanah tanpa merugikan
lingkungan (Haug, 1980 ; Golueke, 1977).
Sedangkan
menurut Gaur (1982), pengomposan adalah proses biokimia
bahan organik oleh mikroba menjadi humus yang merupakan
salah satu substansi tanah.
Pengertian pengomposan
menurut Rinseme
(1983),
adalah proses untuk menghasilkan suatu produk dari
berbagai campuran bahan dalam bentuk mendekati sifat
tenah yang banyak mengandung humus.
Menurut Paisley
(1960), kompos adalah campuran
sisa-sisa sayuran dan bahan hewani yang telah mengalami
pembusukan dan dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Kompos yang baik umumnya bernilai sama dengan pupuk
pertanian, sejauh bahan organik dan nutrisi tanaman
.
ter-enuhi
Gambar 1.
Proses pengomposan ini dapat dilihat pada
oksigen
kelembaban
asam amino
cot
H20
karbohidrat
-
metabolisme
antara
-D
panas
Gambar 1. Proses pengomposan (Gaur, 1982 ;Rodale et al,
1975)
B. PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBE
Menurut
Gaur
(1982), pengomposan aerobik
adalah
pengomposan dimana organisme hidup memanfaatkan oksigen
untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi
beberapa karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur
lainnya untuk sintesis protoplasma selnya.
Hasil akhir
proses pengomposan ialah karbon dioksida, air, unsur
hara, humus dan energi dengan proses
sebagai berikut:
+ H20 + E
------*
Gula (CH20)
+ Ofulosa)
(selulosa, fiemise
xC02
Protein (N organik)
NH~+
- - --
Sulfur Organik (S) + x02
Fosfor Organik
(phytin, lecitin)
NO2
so4-' +
-----4
' H3P04
•
NO3- + E
E
Ca(HPO4l2
(Gaur, 1982)
Dalam proses pengomposan cara ini dihasilkan juga
energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa (Haug, 1980).
Sedangkan
untuk
pengomposan
yang
berlangsung
secara anaerobik, yaitu tanpa adanya oksigen, menurut
Gaur (1982) adalah sebagai berikut
(cH20)x
Bakteri penghasil asam
x CH3COOH
Hathanomonas
N-organik
2H2S
x CX3COOH
+ C02
Pada pengomposan
>
CH4 + C02
>
NH3
(CH20)x
ini timbul
bau
+ S + H20
busuk
karena
adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan, dan
energi yang dihasilkan sebesar 26 M a 1 glukosa (Haug,
1980).
C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN
Golueke
(1977) menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pengomposan sebagai faktor lingkungan diantaranya adalah kelembaban, suhu, pH, tersedianya nutrisi dan kandungan oksigen.
Sedangkan
menurut Gaur (1982), faktor-faktor yang paling penting
dalam pengomposan adalah nisbah karbon nitrogen bahan
baku, potongan bahan campuran atau perbandingan bahan,
kelembaban, aerasi, suhu, reaksi keterlibatan mikroba,
penggunaan
inokulum, penambahan
kalsium fosfat
dan
perusakan organisme patogenik.
Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume
pori-pori bahan, jika ukuran partikel bertambah kecil ,
maka junilah pori-pori bertambah.
Pori-pori kecil dapat
menghadat pergerakan udara yang biasanya merupakan
masalah dalam proses pengomposan.
Ukuran partikel
menentukan luas permukaan dari suatu bahan.
Makin
halus suatu partikel, makin luas permukaan yang terbuka
terhadap kegiatan mikroba.
Pada pengomposan, bahan disusun dalam tumpukan
atau dalam suatu ruangan, dengan ketinggian tertentu.
Menurut Gotaas (1956), ketinggian yang sesuai untuk
berbagai jenis bahan kompos adalah minimum 0.8 sampai
1.2 M dan maksimum 1.5 sampai 1.8 M.
Tumpukan yang
terlalu rendah akan kehilangan panas dengan cepat,
sehingga
suhu
optimum
untuk
menghancurkan
mikroba
patogen serta dekomposisi oleh mikroba termofilik tidak
tercapai.
Tumpukan yang terlalu kecil juga akan me-
nyebabkan kehilangan kadar air secara berlebihan.
Selama
pengomposan
dilakukan
pengadukan
yang
diperlukan untuk membiarkan suhu yang tinggi dan kondisi aerobik.
Frekwensi pengadukan disesuaikan dengan
kadar air bahan yang
dikomposkan.
Menurut Wilson
(1977), bahan kompos dengan kadar air awal kurang dari
70%, pengadukan dilakukan tiga sampai empat hari se-
kali.
Nisbah C/N mempunyai arti penting dalam pengomposan
.
Pengubahan sisa organik men jadi pupuk
organik sebagian besar merupakan proses mikrobiologis, sehincjga niskmh
C/W
sisa tanaman
akan
mempe-
ng-aruhi penyomposan, karena N dan C merupakan sumber
makanan dan sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang ada
dan C/N dari bahan yang optimum untuk pengomposan
berkisar antara 25 sampai 40 (Gaur, 1982).
Bahan kompos yang mengandung nisbah C/N yang
terlalu besar
memerlukan waktu
pengomposan
yang
lebih lama dan kompos yang dihasilkan bermutu rendah.
Pada kompos yang mengandung nisbah C/N kecil
akan banyak amonia (NH3) dibebaskan oleh bakteri dan
amonia
ini bisa dioksidasi
nitrit dan nitrat, yang
lebih lanjut menjadi
mudah diserap oleh tanaman.
Akan tetapi nisbah C/N yang lebih rendah dari 20,
nitrogen
akan
hilang
melalui
penguapan
amonia
dekomposisi
bahan
(Murbandono, 1982).
Organisme
yang
melakukan
organik membutuhkan sejumlah nitrogen dan karbon
Jumlah optimal nitrogen yang
untuk pertumbuhannya.
dibutuhkan organisme bervariasi sesuai dengan jenis
substrat dan
organisme
yang
ada, biasanya
bagian nitrogen dengan 15-30 bagian karbon.
nisbah C/N
proses
satu
Jika
dibawah 15, nitrogen akan hilang oleh
amonifikasi,
yang
dapat
ditandai
dengan
dipertinggi dengan
adanya
adanya bau amonia (Anonymous, 1981).
Aktivitas
mikroba
nutrien yang cocok.
aahan yang penting dalam pe-
nyediaan nutrien yaitu karbon (C), sebagai sumber
energi dan nitrogen (N) sebagai zat pembentuk struktur sel.
Energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada zat pembentuk struktur sel, oleh
karena itu karbon lebih banyak dibutuhkan dari pada
nitrogen (Haug, 1980).
Tabel 1 memperlihatkan be-
berapa macam bahan dengan nisbah C/N yang sesuai
untuk pengomposan.
Tabel 1.
Ni.sbah C/N berbagai bahan baku yang dapat
dibuat sebagai komposa
Jenis Limbah
Nisbah C/N
Urine
Lumpur tinja
Lumpur yang belum dicerna
Lumpur aktif
Kotoran sapi
Kotoran ayam
Sampah segar
Limbah sayuran
Pepolongan
Gulma hi jau
Pohon kentang
Jerami
a
Haug (1980)
2. Komposisi Campuran Bahan
Komposisi bahan mentah dalam tumpukan kompos
memadai karbon dan nitrogennya.
Sisa tanaman dengan
kandungan nitrogen rendah seperti jerami, alangalang dan lain-lain dapat dicampur dengan bahan yang
mengandung nitrogen tinggi seperti kotoran hewan,
limbah rumah tangga, tanaman polongan, sayuran segar
dan hijauan atau pupuk nitrogen.
pemberian
urea
atau
bahan-bahan
Akan tetapi,
yang mengandung
nitrogen ini tidak boleh asal saja, sebab akan mempengaruhi nisbah C/N (Gaur, 1982).
Selain itu juga
perlu ditambahkan bahan yang dapat berfungsi untuk
menetralkan
keasaman, antara lain kapur.
Pemberian bahan pengatur pH jangan sampai ber*
lebihan, karena
pada
keadaan basa
akan
terjadi
penguapan amonia (Gaur, 1982).
3. Kelembaban dan Aerasi
Menurut Haug (1980), dekomposisi bahan organik
oleh
mikroba
tergantung kelembabannya.
Golueke
(1977), menyatakan bahwa secara teorotis kelembaban
dalam
proses
antara
pengomposan
suatu bahan
1-loo%, karena dibawah kondisi
bervariasi
tersebut,
secara biologi dekomposisi tidak akan terjadi.
Atas
pertimbangan teknis dan ekonomis dalam prakteknya
kelembaban dalam proses pengomposan adalah dibawah
100%.
Xandungan
air
adalah
bagian
penting
dalam
pengomposan dan membutuhkan kondisi kelembaban yang
tinggi, yaitu antara 50-70% (Anonymous, i98i).
Uap air diperlukan selama pengomposan untuk
memelihara
mikroba.
kelembaban
yang tepat
bagi
aktivitas
Pada kadar air yang terlalu besar, bahan
kompos menjadi lebih rapat dan mengakibatkan pengurangan jumlah udara yang bersirkulasi, sehingga
tercipta kondisi anaerobik.
Sebaliknya bila kadar
air tidak cukup suhu bahan kompos menjadi lebih
rendah, walaupun
suhu pusat bahan
kompos tetap
tinggi.
Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan
waktu penguraian (Haug, 1980).
Dekomposisi aerobik dapat terjadi pada kelembaban antara 30-loo%, jika pembalikan dilakukan secara
memadai.
Akan tetapi, jika kelembaban tumpukkan
kompos dibawah 40% dekomposisi akan berjalan lambat.
Untuk menjaga aerasi tetap baik, dapat dilakukan
dengan
membalik
tumpukan
kompos beberapa
khususnya setelah suhu tumpukan mencapai
kali,
65-85'~
(Gaur, 1982).
Kelembaban kompos tergantung dari jenis bahan
organik yang digunakan ataupun jenis bahan organik
yang
1977).
paling
banyak
di
dalam
campuran
(Golueke,
Tabel 2 menunjukkan besar kelembaban kompos
dari beberapa jenis bahan.
Tabel
2.
Kelembaban maksimum gengomposan dari
beberapa bahan organik
Jenis Bahan
Kelembaban
Secara teoritis
Jerami
Kayu (serbuk gergaji, keping kayu)
Kertas
Limbah basah (sayuran, potongan rumput, sampah dapur dan lain-lain)
Sampah kota
Pupuk kandang
b
Golueke (1977)
(%)
100
85
75
90
75
55 - 65
-
50
55
55
-
55
65
65
4. Suhu
Salah
satu kriteria penting
yang digunakan
dalam upaya optimalisasi proses pengomposan adalah
suhu bahan kompos selama waktu detensinya.
Peru-
bahan suhu bahan dikontrol pada besarnya oksigen
yang tersedia yang menggambarkan aerasi yang ada.
Suatu kondisi optimal pada proses pengomposan secara
aerobik memiliki sirkulasi udara yang efisien sehingga dapat menjamin mikroba aerobik dapat hidup.
Menurut Haug (1980), suhu optimum proses pengomposan adalah berkisar antara 35 sampai 55Oc,
karena pada
a-ktif.
suhu tersebut
semua
organisme akan
Akan tetapi setiap kelompok mikroba mem-
punyai suhu optimum yang berbeda untuk aktivitasnya,
sehingga
suhu
optimum dapat dikatakan merupakan
integrasi dari suhu optimum berbagai kelompok mikroba
.
Suhu pada proses pengomposan dapat dibagi ke
dalam empat taraf (Gambar 2), yaitu mesofilik (A),
termofilik (B), pendinginan (C), dan pematangan (D)
(Gray dan Biddlestone, 1974).
Pada pengomposan
secara aerob, akan terjadi kenaikan temperatur yang
cepat selama 3-5 hari pertama.
Temperatur akan
mencapai 5 5 O ~hingga 65OC (Gaur, 1981).
tinggi tersebut sangat menolong
Suhu yang
dalam mematikan
benih rumput, organisme patogen dan belatung lalat
yang mungkin terdapat dalam bahan organik (Ingnatieff dan Page, 1968).
suhu
(OC)
B
A
Gambar 2.
Gaur
C
D
Waktu (hari)
Perubanan suhu menurut waktu selama proses pengomposan (Gray dan
Biddlestone, 1974).
(1982), menyatakan bahwa masih terdapat
pertentangan
mengenai
suhu
optimum
pengomposan,
sebab kenaikan suhu dalam tumpukan kompos bergantung
pada jenis bahan, besar tumpukan atau susunan bahan
dan penutup tumpukan kompos.
Selanjutnya dikatakan
bahwa dekomposisi bahan organik menjadi C02 dan air
lebih cepat dalam kisaran suhu termofilik dan pada
suhu lebih tinggi dari 71°c, proses dekomposisi akan
berjalan lambat sebab beberapa bakteri perombak akan
mati dan beberapa mikroba termofilik yang akan masih
aktif
.
Pada
antara 50
awal
-
pengomposan,
suhu
akan
berkisar
60°c, kandungan O2 sangat rendah (lebih
kecil dari 5%) dan kandungan C02 yang tinggi (lebih
besar dari 20%).
Aerasi dengan membolak-balikan
kompos, akan dapat mengurangi C02 dan menambah 02.
Keadaan
ini akan meningkatkan
kegiatan mikroba,
temperatur naik dengan cepatnya dan C02 meningkat
lagi
.
Walaupun terjadi diffusi O2 dari udara,
tetapi diffusi ini tidak berjalan lancar, sehingga
terjadi lagi pengurangan 02.
Jika bahan organik
yang mudah dirombak telah habis, kegiatan mikroba
akan berkurang.
Hal ini ditunjukkan dengan ber-
kurangnya produksi C02 dan meningkatnya kandungan O2
serta menurunnya suhu (Haug, 1986).
Paisley (1960) mengemukakan bahwa suhu bahan
kompos dapat dijadikan indikator tingkat aktivitas
biokimia yang berlangsung.
Penurunan suhu menunjuk-
kan bahan kompos membutuhkan aerasi yang lebih baik
atau berarti proses pengomposan telah selesai.
Nilai pH permulaan dalam tumpukan kompos pada
umumnya
asam
sampai
netral,
sekitar
6-7
(Gaur,
1982).
Hubungan antara
suhu dan pH terhadap proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3.
Suhu (OC)
Waktu (hari)
Gambar 3.
Hubungan suhu dan pH terhadap waktu
dari proses pengomposan (Gray dan
Biddlestone, 1974 ; Barton, 1979)
Pemberian kotoran hewan, urea, pupuk
nitrogen
biasanya akan menurunkan pH, tetapi selama proses
pengomposan berjalan
terjadi pula
perubahan pH.
Pengomposan pada suasana aerob biasanya memberikan
suasana basa, sedangkan pengomposan pada anaerob
biasanya memberikan suasana asam (Hadiwiyoto, 1983).
Menurut Hadiwiyoto (1983), supaya proses peruraian bahan-bahan kompos berlangsung cepat, maka pH
dalam tumpukan kompos tidak boleh terlalu rendah,
karena itu perlu dibubuhi kapur atau abu dapur.
Untuk pertumbuhan mikroba,
pH
yang
optimum
adalah antara 6-8, pH ini spesifik untuk bakteri dan
aktinomisetes.
Sejak penghancuran bahan organik
banyak terdapat asam organik sehingga pengawasan dan
pengaturan pH sangat diperlukan (Anonymous, 1981).
Menurut
Chaniago
(1987), tingkat
kematangan
atau kestabilan kompos dapat juga di ukur melalui
parameter pH ini.
Tingkat pH yang paling rendah
dapat dicapai yaitu sekitar 5 sampai 6 dan yang
tertinggi sekitar 8.5 sampai 9.5.
Wilson (1977), menyatakan bahwa substrat alami
yang
dibutuhkan
selama
proses
pengomposan
pada
dasarnya sudah terkandung dalam bahan kompos tersebut.
Substrat yang dibutuhkan untuk media hidup
mikroba adalah bahan organik.
Bahan organik yang
dimaksudkan disini adalah bahan yang dapat diuraikan
menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti protein.
Proses penguraian bahan organik biasanya terjadi secara langsung tanpa terjadi reaksi antara.
Sebagai contoh setiap reaksi pada dasarnya diikuti
dengan pembentukan protoplasma bakteri, karena jika
suatu
organisme menguraikan
suatu substrat maka
nitrogen akan diubah menjadi protoplasmanya (Wilson,
1977).
Populasi mikroba selama berlancjsurignya proses
fluktuasi.
secara
Bakteri
cendawan mesofilik yang memproduksi
dan
aerobik
terjadi
dekomposisi
asam, muncul selama tahap awai pengomposan, kemudian
pada
tahap
selanjutnya
digantikan
oleh
bakteri
aktinomisetes dan cendawan termofilik (Gaur, 1982).
Menurut Gaur (1982), bakteri termofilik yang
tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein., sehingga ha1 ini
dapat terdegradasi dengan cepat.
Bacillus sp khu-
susnya terlibat dalam degradasi protein, asam amino
dan pepton.
aktif sekali.
Aktinomisetes mendegradasi pati dengan
Cendawan Humicola sp dan Taloromyces
duponti mampu menguraikan selulosa dan hemiselulosa.
Bakteri termofilik mendegradasi protein, lipid dan
Aktinomisetes (Thermonospora curvata)
hemiselulosa.
juga penting dalam dekomposisi selulosa.
Sedangkan
bakteri mesofilik kemungkinan terlibat dalam peningkatan suhu kompos.
Penambahan mikroba
tertentu ke dalam
kompos dapat mempercepat dekomposisi.
bahan
Hal ini di-
lakukan jika dalam tumpukan kompos sedikit kandungan mikrobanya.
Penambahan inokulum dapat mem-
berikan hasil yang baik pada pengomposan dari limbah
tanaman (Gaur, 1982).
8. Tingkat Kestabilan dan Kematangan Kompos
Menurut Gotaas (1956) dan
akhir dari
Wilson (1977), hasil
proses pengomposan
adalah terjadinya
kestabilan bahan organik.
Kestabilan dicapai karena
berakhirnya
C02,
pembentukan
H20
dan
mineral.
Parameter kestabilan yang lain adalah penurunan suhu
akhir proses, tingkat kapasitas pemanasan diri (self
heating capacity), jumlah bahan yang
dirombak
atau
tidak, kenaikan potensial reduksi, kebutuhan oksigen, pertumbuhan chaetomium gracilae dan uji pati.
Penurunan
sesuai dengan
suhu
akhir
proses
suhu lingkungan.
akan
berakhir
Menurut
Niesse
(1963), analisa kemampuan pemanasan diri merupakan
keragaman dari penurunan suhu pada akhir proses.
Selanjutnya dikatakan bahwa kestabilan untuk limbah
mentah akan tercapai diatas suhu 70°c.
Selama
dekomposisi 40°c sampai 60°c dan setelah pengomposan
kondisi stabil akan dicapai dibawah suhu 30°c.
Menurut Chaniago (1987), ada beberapa metoda
untuk mengevaluasi tingkat kematangan kompos.
satu kriteria adalah pH.
Salah
Kriteria lainnya dapat
ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan (seperti
- , SO^-^),
kandungan selulosa, kadar NO3
analisa
biologi (seperti menghitung jumlah mikroba, produksi
C02 dan konsumsi 02).
Sukmana (1982), menyatakan bahwa kompos yang
matang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. suhu lebih kurang sama dengan suhu udara.
2. Ruang udara kompos mengandung O2 yang tinggi
dan
C02 yang rendah.
3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap.
4. Nisbah C/N turun sekitar 13 sampai 20.
5. Kandungan amonium sedikit, lebih banyak
nitrogen
dalam bentuk nitrat.
Kualitas kompos yang dihasilkan sangat tergantung
pada bahan baku yang digunakan.
Gotaas (1956),
melaporkan komposisi kompos yang dihasilkan pada
Tabel 3.
Tabel 3.
Komposisi komposC
Jumlah ( % berat)
Komponen
Bahan organik
Nitrogen (sebagai N)
Karbon
Fosfor (sebagai P205)
Potassium (sebagai K20)
Kalsium (CaO)
Abu
C
Gotaas (1956).
D. PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH
Sumbangan utama
yang dapat diberikan oleh kompos
dalam kaitannya dengan kesuburan tanah ialah menyediakan bahan humus kedalam tanah, menyediakan nutrisi
pokok
(nitrogen, fosfor, kalium) untuk tanaman, me-
nyediakan unsur hara mikro untuk tanaman dan memperbaiki
kondisi fisik tanah, karena kompos merupakan
bahan koloidal dengan muatan elektrik negatif, sehingga
dapat di koagulasikan oleh kation-kation dan partikel
tanah untuk membentuk granula-granula tanah.
Dengan
demikian penambahan kompos memperbaiki struktur, tekstur dan lapisan tanah (Gaur, 1982).
Beberapa bakteri pembusuk lendir perekat (gum) dan
yang mempunyai pengaruh terhadap agregat tanah telah
banyak diisolasi dari kompos, diantaranya adalah Rhizobium trifolii, Bacillus puvifaciens, Beijerinckia dan
Agrobacterium.
Bakteri-bakteri tersebut mempunyai efek
yang positif
terhadap stabilitas agregat tanah dan
mengandung karbohidrat, asam uronat dan protein (Subba
Rao, 1982).
Kompos selain dapat menghindari perubahan keasaman
dan kebasaan tanah yang cepat, dapat juga meningkatkan
infiltrasi air dalam tanah, mengubah warna tanah dan
meningkatkan
kapasitas absorpsi panas serta berguna
dalam pengendalian erosi tanah (Gaur, 1982).
Dari'hasil penelitian Iswandi (1986) dapat dilihat
pengaruh
pertumbuhan
jagung
varietas arjuna
pemberian kompos dari residu fermentasi
dengan
dan hasilnya
dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Pengaruh pemberian kompos dari residu fermentasi ierhadap pertumbuhan jagung varietas
arjuna
Perlakuan
1. Kontrol
2. Pupuk NPK
3. 5 ton kompos
4. 5 ton kompos + NPK
5. 10 ton kompos
Penanaman I
Penanaman I1
1.13
1.42
1.89
2.72
2.22
d
Iswandi (1986).
E. SERASAH DAUN KERING
Menurut Sudradjat, R dan Herawati (1992), serasah
daun kering secara alami mengandung lignin sebesar
50.70%.
Lignin ini dapat dimanfaatkan dalam perekatan
briket kompos yang dihasilkan, sehingga dalam pembuatan
briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati.
Serasah daun kering memiliki nilai COD sebesa~
0.73 g/g.
Walaupun nilai COD ini rendah akan tetapi
pemanfaatan serasah daun kering untuk dijadikan briket
kompos
lebih menquntungkan daripada serasah daun
JI
dengan tanah tanga
kering & b R a n c L L L ~ ~ ~ Qlangsung
menerapan teknologi fermentasi yang baik.
111,
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daun-daun hutan (serasah daun kering) yang
diperoleh dari koleksi tanaman hutan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor.
Bahan baku
ini
telah dilakukan
pengomposan
dengan proses fermentasi aerobik sehingga diperoleh
kompos matang, yang akan dijadikan bahan utama di
dalam pembuatan briket kompos.
Sedangkan
bahan-bahan
kimia
yang
digunakan
adalah bahan-bahan kimia untuk analisa hara makro
dan mikro.
Dan bahan lainnya yaitu amplas, oli,
kertas pH dan NPK (pupuk anorganik).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
mortar, saringan, cawan, alat tekan briket (hidrolic
press), oven, timbangan, saringan, tanur, pembakar
gas bunsen dan alat penguji tekanan briket serta
alat untuk analisa hara makro dan mikro.
1. Membuat Kompos
Pengomposan ini
terbagi menjadi
dua
bagian
yaitu jenis pengomposan yang dilakukan secara fermentasi aerobik dan anaerobik.
Dan pada penelitian
ini kompos yang dihasilkan di peroleh dari hasil
fermentasi secara aerobik yang dikenal dengan metoda
indore (Gambar 4).
Pengomposan ini dengan menggunakan bahan mentah
di tumpuk berlapis-lapis setebal 20 cm.
Diatas
lapisan ditaburi selapis pupuk kandang yang tipis
sebagai aktivitor yaitu setebal 10 cm, dan di dasar
tumpukan
dilapis
oleh
bahan-bahan
kayu
Adapun
tinggi
tumpukan yaitu 1,5 m dengan ukuran 2 x 2 m,
Kompos
(woody material) setebal
15 cm.
seperti
dinyatakan matang setelah satu sampai 2 bulan.
carbonaceous material
nitrogenous matter
base of woody material
Gambar 4.
Pengomposan dengan
(Gaur, 1982)
Sedangkan
untuk
diagram
alir
metoda
bahan
indore
proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5.
limbah segar
i
penggilingan/
pemotongan
L
pencampuran/
penyusunan
1
pengomposan
i
kompos matang
Gambar 5.
Diagram alir bahan pada proses
san (Wilson, 1977)
pengompo-
Briket kompos
dengan
dibentuk di dalam
menggunakan
press).
suatu
Dan bahan
alat
suatu piston,
tekan
(hidrolic
kompos sebelumnya di
dengan alat berukuran 40 mesh.
saring
Sedangkan kompos
yang akan dipress atau ditekan dalam kondisi kering
atau pada kadar air maksimum 10%.
Perlakuan yang digunakan di dalam penelitian
ini yaitu melihat briket kompos yang dihasilkan baik
itu kekuatan dan bentukannya dengan memberi perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta variasi
dari tekanan alat (hidrolic press).
Adapun variasi
tekanan yang digunakan yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton
dan 10 ton.
Dan lama pemanasan ditentukan berdasar-
kan penelitian pendahuluan.
Rancangan
percobaan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah rancangan acak lengkap blok,
dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok
dan perlakuan tekanan alat (ton), dengan 3 kali
ulangan
.
Adapun
model
rancangan
tersebut
dengan persamaan sebagai berikut :
dinyatakan
Yij
=
e+Ai+Bj+~ij
i
=
1,2,
(banyak blok)
j
=
1,2,.......,p
(banyak perlakuan)
.......,b
dimana :
Yij
=
variabel yang diukur
=
rata-rata umum
Ai
=
efek blok ke-i
Bj
=
efek perlakuan ke-j
=
efek unit eksperimen dalam blok ke-i
i
karena perlakuan ke-j
Data yang diperoleh, keragamannya di analisis
dengan menggunakan u ji-F
.
Sedangkan uji lanjut
dengan menggunakan uji perbandingan berganda Tukey.
Analisa
dihasilkan.
. .
in1 dilakukan
terhadap kompos yang
Adapun analisa-analisa tersebut adalah
kadar air, kadar abu, pH, kadar nitrogen total,
kadar karbon total dan analisa unsur hara lainnya
yang dilakukan di Lembaga Penelitian Tanah (LPT)
Bogor. Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1.
C. WARTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai
bulan
Desember
penelitian
1992.
pendahuluan,
Adapun
perinciannya
persiapan
alat,
adalah
penelitian
utama, pengolahan data dan penyusunan laporan.
Penelitian
dilakukan
di
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Iiasil Hutan (P3HH) Bogor dan sepenuhnya
menggunakan fasilitas lab yang ada di Balai tersebut.
Sedangkan untuk analisa dilakukan di Lembaga Penelitian
Tanah (LPT) Bogor.
D. TATA LAKSANA
1. Penelitian Pendahuluan
Pada
penelitian
pendahuluan
ini
dilakukan
pembuatan briket kompos dengar. raelihat perekatari
dari briket kompos yang dihasilkan.
dilihat hasil
briket
Selain itu juga
kompos secara
fisik yaitu
penampakannya dan kekuatannya.
Perbaikan perekatan dari briket kompos yang
dihasilkan yaitu dengan memberikan perlakuan pemanasan.
Adapun lamanya pemanasan yang dilakukan 4
taraf yaitu 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit.
Dan suhu yang diberikan tidak dapat ditentukan,
karena alat tidak ada pengukur suhu.
Sedangkan alat
tekan (hidrolic press) yang digunakan berkekuatan
maksimum 2 ton.
Hasil pada penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 2.
Dan hasil kondisi yang
terbaik dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan di dalam penelitian utama.
Pada penelitian utama ini' akan dilakukan pembuatan briket kompos dengan memberikan perlakuan
pemanasan
yang
diperoleh
dari
hasil
penelitian
pendahuluan (lamanya pemanasan) dan tanpa pemanasan,
dengan memperbaiki bentuk alat dan kekuatan tekan
dari alat.
Adapun variasi tekanan yang digunakan
adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton, dan 10 ton.
Pemana-
san dilakukan dengan menggunakan pembakar gas bunsen.
Untuk mernperbaiki penampakan briket komp~syang
dihasilkan, bahan baku kompos terlebih dahulu di
tumbuk dan disaring pada alat yang berukuran 40
mesh.
Dan bahan kompos yang dibutuhkan untuk 1
sample briket yaitu 70 gram.
Hasil dari briket kompos ini kemudian di uji
kekuatannya
Selain itu
(kg/cm2)
untuk
tiap-tiap
perlakuan.
juga untuk memperkaya kandungan hara
briket kompos ditambahkan pupuk NPK dengan rasio
(16:16:16) sebesar 10%.
I V , H A S I L DAN PEMBAHASAN
A. BAKAN BAKU
Dari hasil penelitian sebelumnya, komposisi yang
terkandung pada serasah daun kering adalah seperti yang
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisa serasah daun kering
Analisa yang diuji
Bahan kering ( % )
Kadar abu ( % )
Lignin ( % )
Selulosa ( % )
COD (g/g)
Kadar N total ( % )
Kadar C organik ( %
Nisbah C/N
Dari
dari
Serasah daun kering
)
Tabel ini dapat dilihat bahwa nisbah C/N
serasah daun kering adalah 51.53.
serasah daun kering
pengomposan.
Nisbah C/N
ini cukup tinggi untuk proses
Menurut Gaur (1982) nisbah C/N bahan yang
optimal untuk pengomposan berkisar antara 25
-
40.
Karena apabila nisbah C/N bahan terlalu besar ini akan
memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama dan hasil
kompos yang dihasilkan bermutu rendah, karena N dalam
bahan tersebut sedikit sehingga dalam proses peruraian
tidak terjadi pembebasan amoniak.
proses
Untuk mempercepat
dekomposisi dari bahan organik yang
mengandung
nisbah C/N yang tinggi seperti serasah daun, maka di
dalam proses pengomposan ditambahkan aktivator.
Penam-
bahan aktivator ini dilakukan untuk bahan baku kompos
yang memiliki kandungan Nitrogen yang sangat kecil atau
mengandung C/N
lakukan pada
yang tinggi.
Dan penambahannya di-
tumpukan kompos yaitu setebal 10
cm.
Aktivator disini adalah zat atau bahan yang dapat mempercepat
dekomposisi
mikrobiologis
dalam
tumpukan
.
kompos
Menurut Rodale et a1 (1975), aktivator kompos ada
dua macam yaitu aktivator organik dan buatan.
Aktiva-
tor tesebut mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua
cara, yaitu penginokulasian strain mikroorganisme yang
efektif dalam menghasilkan bahan organik dan meningkatkan kadar N yang merupakan makanal? tambahan bagi mikroorganisme tersebut.
Dan dalam pembuatan kompos aerobik
aktivator yang digunakan adalah pupuk kandang.
Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik tanah
yang ideal karena kemampuannya dalam meningkatkan produktivitas sebagian besar N
dan unsur lainnya yang
dikandung pupuk kandang agar segera dapat dibebaskan
dalam bentuk tersedia bagi tanaman.
Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa kandungan
lignin dari serasah daun kering adalah 50.70%.
Kan-
dungan lignin ini cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan
dalam perekatan briket kompos yang dihasilkan, sehingga
dalam pembuatan briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati.
Karena
penambahan bahan perekat dalam skala industri merupakan
tambahan biaya yang cukup besar.
Lignin ini juga
sering digunakan di dalam perekatan kayu lapis dengan
memberikan perlakuan kempa panas.
Oleh karena itulah
dalam pembuatan briket kompos pemberian perlakuan panas
akan sangat menentukan perekatan briket kompos yang
dihasilkan.
Nilai COD yang terdapat dalam serasah daun kering
adalah 0.73 (g/g).
Nilai COD ini merupakan ukuran bagi
tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik yang secara
alami dapat teroksidasi oleh proses mikrobilogik.
Dan
nilai ini cukup rendah untuk tingkat parameter limbah
yang ada.
B. PROSES PEmUATAE6 B
T KOWOS
Briket kompos merupakan bentukan lain dari kompos
yang sekarang ada, dimana kompos dibentuk di dalam
sebuah piston dan ditekan dengan tekanan tertentu.
Bentukan briket ini merupakan terobosan baru dan yang
sekarang telah dilakukan adalah arang briket, briket
batu bara.
Selain itu juga urea sekarang telah di-
bentuk dalam bentukan tablet sehingga memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi.
Pada penelitian pendahuluan bahan kompos dari
serasah daun yang telah matang dari hasil fermentasi
aerobik, dalam keadaan basah (kadar air yang cukup
tinggi) untuk itu perlu dikeringkan sehingga diperoleh kadar air kompos lebih kecil dari 20% atau
maksimum 10
-
20%.
Menurunkan kadar air ini dengan
maksud untuk menghambat aktivitas jamur atau kapang
sehingga
tidak
merusak
kompos
serta mempermudah
dalam pembentukan briket itu sendiri. Karena apabila kadar air kompos yang tinggi ini akan mempersulit
di
dalam
perekatan
briket kompos yang
dihasilkan terutama dinding briket dan briket kompos
yang dihasilkannyapun akan memiliki kekuatan yang
rendah. Dari hasil analisa kadar air diperoleh kadar
air kompos yang telah dikeringkan adalah 3.7%
basis)
(wet
dan 3.8% (dry basis),
Untuk tiap sample briket kompos bahan baku
kompos yang digunakan sebesar 70 gram dan bahan
kompos tersebut telah dihaluskan dan disaring dengan
ukuran 40 mesh.
Apabila bahan kompos tidak dihalus-
kan dan langsung dimasukkan ke piston dan dibentuk
briket maka hasil briket kompos yang diperoleh memiliki
tekstur yang kasar
kurang baik.
dan
perekatan
briket
Ini pernah dilakukan dengan membuat
briket kompos tanpa dilakukan penghalusan dan penyaringan dan hasilnya kurang memuaskan.
Pada
penelitian
pendahuluan
ini
alat
yang
digunakan untuk membentuk briket (hidrolic press)
berkekuatan maksimum 2 ton dan penekanan dilakukan
secara manual tanpa ada skala yang menyatakan seberapa kekuatan yang telah dilakukan.
Bentuk alat
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Alat tekan pembuatan briket
Dengan alat seperti Gambar 6 ini dicoba pembuatan briket kompos dengan tujuan memperbaiki daya
rekat briket dengan memberikan pengaruh lama pemanasan pada
0, 5, 10, dan 15 (dalam menit) dan
hasil-
nya
diamati
secara
fisik
dan
diuji
kekuatannya
seperti yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Hasil briket kompos secara fisik
Laman a pemanasan
Kondisi briket kompos
?menit)
retak-retak, mudah ecah
retak , tetapi agak Rust
tidak retak,.dan kuat
retak, tetapl cukup kuat
X
kondisi yang lebih baik
Tabel 7.
Uji kekuatan briket kompos (kg/cm2)
Lama pemanasan (menit)
Posisi uji
tegak
horozontal
*
kondisi yang lebih baik
Dari hasil penelitian pendahuiuan ini dapat
dilihat bahwa kondisi yang terbaik dari pembuatan
briket kompos adalah pada pemanasan selama 10 menit.
Pada kondisi ini briket kompos yang dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik dan juga kekuatannya.
10
Sedangkan pemanasan yang dilakukan lebih dari
menit
menunjukkan
penurunan,
nampakkannya maupun kekuatannya.
baik
itu
pe-
Maksud dan tujuan
dilakukannya pemanasan ini adalah untuk membantu di
dalam proses perekatan dari briket kompos, karena
seperti yang disebutkan sebelumnya k h a n baku s.+
rasah daun kering yang digunakan dalam pembuatan
kompos aerobik, mengandung lignin secara alami dan
lignin
ini sangat
reaktif dalam
kondisi panas.
Sehingga lignin merekat pada dinding briket kompos
yang akan menjaga kekuatan dari briket kompos tersebut
.
Adapun alat pembakar atau pemanas yang digunakan adalah pembakar gas bunsen.
Pembakaran ini
dilakukan pada dinding piston dan
pembakaran di-
lakukan secara merata, seningga briket kompos yang
dihasilkan memiliki kekuatan perekatan yang seragam.
Sedangkan suhu pemanasan
tidak
dapat
ditentukan
karena pada alat ini tidak terdapat pengontrol suhu.
Dari kondisi yang terbaik dari hasil penelitian
pendanuluan ini akan digunakan di dalam penelitian
utama yaitu kondisi pemanasan selama 10 menit.
Pada penelitian utama ini dibuat briket kompos
dengan memperbaiki tekanan alat dengan perlakuan
pemanasan 10 menit (dari hasil penelitian pendahuluan) dan tanpa pemanasan.
Variasi dari tekanan alat
yang digunakan adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10
ton.
Dari hasil penelitian pendahuluan dapat di-
peroleh diagram alir pembuatan briket kompos yaitu
seperti pada Gambar 7.
Bahan baku kompos
I
dihaluskan
I
disaring 40 mesh
I
tanpa pemanasan
-
+-
pemanasan 10 menit
I
ditekan (dalam piston)
I
dibongkar
i
PRODUK
Gambar 7. Diagram alir pembuatan briket kompos
Alat tekan briket kompos ini tidak sama dengan
alat pada penelitian pendahuluan.
Pada alat ini
terdapat skala, sehingga dapat diketahui tekanan
yang diberikan.
Alat ini dapat dilihat pada Gambar
8 dan piston tempat bahan baku kompos dicetak dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8.
Alat tekan briket kompos (hidrolic press)
Gambar 9.
Piston tempat bahan baku kompos ditekan
Dari
perlakuan dengan pemanasan 10 menit
dan
tekanan alat 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton
kompos ditekan dan hasilnya diuji kekuatannya dengan
menggunakan alat uji kekuatan tekan seperti terlihat
pada Gambar 10.
Gambar 10.
Kekuatan
Alat uji tekan briket kompos
briket kompos yang
dihasilkan adalah
penting karena sesuai dengan tujuannya adalah untuk
mempermudah di dalam transportasi, pengemasan dan penyimpanan. Sehingga apabila diperoleh kekuatan briket
kompos
yang baik maka transportasi produk di dalam
penumpukan bahan briket kompos tidak mengalami kesulitan dan briket kompos
yang berada pada bagian bawah
tidak mengalami kerusakan (hancur), sehingga dalam ha1
ini pengangkutan dapat dilakukan dalam
besar.
jwnlah yang
Begitu pula dengan penyimpanan dan di dalam
pengemasan akan lebih menarik.
Dari data uji
kekuatan briket kompos
dengan 3
kali ulangan dapat dilihat keragamannya dari Tabel
ANAVA
Lampiran 2.
Disini dilihat bahwa pada selang
kepercayaan 0.01 uji-F menunjukkan hasil yang sangat
berbeda nyata baik untuk perlakuan variasi tekanan (B)
maupun dari Blok (A).
Dimana F-tabel pada selang 0.01
adalah 5.01 kg/cm2 dan F dari hasil percobaan adalah
133.86
kg/cm2 untuk perlakuan B, sedangkan untuk blok
(A) F-tabel pada selang 0 .O1 adalah 8.18 kg/cm2 dan F
hasil percobaan adalah 364.07 kg/cm2.
Dari hasil ini
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap kekuatan
Sriket yang dihasilkan.
Dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey
dapat dilihat perbandingan untuk blok (A) dengan kekuatan briket kompos (KB).
0.05
hasil
Untuk selang kepercayaan
blok dengan pemanasan 10 menit (A2) meaberikan
rataan sebesar
163.80
kg/cm2
dengan tanpa pemanasan (Al) adalah 73.33
sedangkan blok
kg/cm2.
Dari
hasil ini menunjwan bahwa perbandingan kedua blok
menunjukkan perbedaan yang nyata untuk selang 0.05 dan
sangat berbeda nyata untuk selang 0.01 untuk kekuatan
briket kompos tersebut.
Untuk melihat perbandingan antara kekuatan briket
(KB) dengan perlakuan variasi tekanan (B) digunakan
juga uji Tukey.
Dan dari hasil dapat dilihat bahwa
pada selang kepercayaan 0.05,
adalah 172.80
rataan perlakuan B4
kg/cm2, B3 adalah 156.10
kg/cm2, B2
adalah 87.82 kg /cm2 dan B1 adalah 57.51 kg/cm2.
Dari
Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 dan B3
tidak berbeda nyata sedangkan B4 terhadap B2 dan B1
berbeda nyata.
Begitu juga dengan perlakuan B3 ter-
hadap B2 dan B1 berbeda
nyata.
Untuk selang keper-
cayaan 0.01 perlakuan B4 dan B3 tidak berbeda nyata, B4
terhadap B2 dan B1 sangat berbeda nyata dan B3 terhadap
82 dan B1 sangat berbeda nyata.
Kondisi yang terbaik dari data kekuatan briket
kompos setelah diurut adalah untuk blok (A) adalah A2
yaitu dengan inenggrznakan peinanasan 10 -nit
sedangkan
untuk perlakuan tekanan alat (B) adalah B4 yaitu kompos
ditekan dengan kekuatan alat 10 ton.
perlakuan yang terbaik adalah A2B4.
Jadi kombinasi
Dan kondisi hasil
terbaik ini dapat dilihat pada Gambar 11 yaitu pada
grafik hubungan antara tekanan alat (pressing) dengan
kekuatan briket.
Grafik Hubungan Antara Tekanan
Alat (Pressing) dengan Kekuatan Briket
,
Kekuatan Briket (kglcm2)
.....................
T e k a n a n (ton)
Gambar 11. G r a f i k hubungan a n t a r a t e k a n a n a l a t
dengan kekuatan b r i k e t
D.KANDUNGAN HARA BRIgET KOMPOS
Kandungan
artinya,
hara d a r i b r i k e t
karena s e s u a i dengan t u j u a n p e n e l i t i a n i n i
a d a l a h menjadikan b r i k e t
bagi
kompos s a n g a t penting
tanaman.
kompos s e b a g a i s u p l a i hara
Unsur h a r a
i n i d i bagi menjadi dua
b a g i a n y a i t u unsur makro y a i t u unsur yang dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak o l e h tanaman dan unsur hara
mikro y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit.
P, K,
Unsur-unsur makro t e r s e b u t a n t a r a l a i n N, S,
M g dan Ca sedangkan u n s u r mikro a d a l a h A l , B, Mn,
Mo, Co, C r , Cu Zn dan Fe.
Kebutuhan nutrisi pada tingkat-tingkat pertumbuhan
tanaman tidak sama, misalnya pada tingkat permulaan
dari pertumbuhan vegetatif, jumlah protein yang dihasilkan relatif lebih besar dan sebagai akibat ini
tanaman memerlukan lebih banyak nitrogen dari pada
tingkat pertumbuhan lebih lanjut.
Keadaan iklim se-
perti cahaya, suhu dan lain sebagainya mempunyai pengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman dan dengan
demikian juga mempengaruhi
laju penggunaan
ion-ion
mineral.
Adapun pengaruh hara mineral untuk tanaman menurut
Harran et a1 (1981) adalah :
1. Sebagai bagian dari protoplasma dan dinding sel.
2. Mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma.
3. Sebagai penyangga.
4. Keracunan
.
Eanyak
*&?sur-.msur
c?alam Sentuk
adalah racun bagi tanaman dan dapat membunuh
man.
ion
tana-
Yang terkenal sebagai racun adalah Al, Bo, As,
Cu, Pb, Mg, Mn, Mo, Ni, Ag dan Zn.
Diantara unsur-
unsur tersebut terdapat unsur-unsur yang penting
untuk metabolisme dan akan beracun bila
dalam konsentrasi yang tinggi.
5. Mempengaruhi antagonisme unsur-unsur.
6. Sebagai katalisator.
terdapat
Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ciri
fisika tanah adalah kemampuan dalam menahan air, warna
tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi
agregat dan memantapkannya serta menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Dan
pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah
meningkatkan daya serap kapasitas tukar kation, kation
yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N,P,S diikat
dalam bentuk organik atau dalam tu
DAUH KERllG DARI HASIL
FERMENTAS1 AEROBIK
OIeh
AGUS SALIM
F 24. 1220
1 9 9 3
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
Agus Salim F 24. 1220. Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering Dari
Basil Fermentasi Aerobik. Dibawah bimbingan Drs. Fabidin, BSc dan Dr.Ir. R.
Sudraiat, MSc.
R I NGKASAN
Limbah mmpakan d a h yang cukup serius dewasa ini. Karena apabila
ti&
ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan
serta akan mengganggu keindahan atau estetika lingkungan dan lebih jauh lagi akan
mengganggu stab'itas dari mahluk hidup.
Salah satu limbah kehutanan adalah daun-daun kering. Dimana jumlah limbah
ini cukup besar sekali, apalagi kalau dihubungkan dengan keberadaan H u m Tam-
man Industri @.TI).
Alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menadpkan tehologi proses
fermentasi aerobik yaitu daun-daun kering dimdaatkan untuk dijadikan pupuk
organik (kompos) dan dalam hal ini dibentuk menjadi bentukan briket kompos.
Dengan ben-
ini diharapkan kompos akan memiliki niiai tambah dibandingkan
kompos serbuk biasa.
Tujuan penelitian ini adalah memberikan bentukan lain dari kompos yaitu
briket sehingga memudahkan di dalam pengemasan, wansportasi dan penyimpamn.
Selain itu juga menjadikan briket kompos sebagai svplai hara yang cukup tinggi,
terutama untulr mempercepat perkembangan dan peningkatan kualitas anakan
Bahan baku kompos yang akan dibentuk briket berasal dari proses fermentasi
sadsah daun kering seam aerobik atau yang dikenal dengan proses pengomposan
dengan metode indore atau dengan sisEem tumpukan.
Rancangan percobaan yang digunakan addah rancangan acak lengkap blok
dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok (A) dan p e r 1 h gaya tekan
(B) dengan 4 taraf yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton d;in 10 tun. Adapun a d s a keraga-
mannya dengan meggunakan uji-F, sedangkan uji lebih lanjut dengan menggunakan
uji perbandingan ganda Tukey.
Dari Tabel ANAVA untuk selang kepercayaan 0.01 uji-F untuk kekuatan
briket menunjukkan hasi yang sangat berbeda nyata untuk perlakuan variasi tekanan
alat (B) mupun untuk blok (A). Dan dengan menggunah uji perbandingan g a d
Tukey perbandingan antar blok (A) dengan kekuatan briket kompos
w) pa&
selang kepercayaan dari 0.05 sampai 0.01, blok dengan pem;masan 10 menit (A2)
memberikan has2 r a m sebesar 163.80 kg/cm2 sedmgkan blok dengan tanpa
pemanasan (A1) adalah 73.33 kg/cm2. Ini menunjukkan bahwa perbandingan kedua
blok terdapat perbedaan yang nyata sampai sangat nyata terhadap kekuatan kompos
briket yang dihasilkan.
Kondisi penekanan yang terbaik pa& kekuatan briket kompos yaitu dengan
menggunakan pe-
10 menit dan ditekan dengan k e h t a n alat sebesar 10 ton.
P E M B U A T A N B R I K E T KOMPOS S E R A S A H
DAUN K E R I N G DARI H A S I L
FERMENTASI AEROBIK
Oleh
AGUS SALIM
F 24. 1220
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pa& jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pe.rtanian
Insiitut Pertanian Bogor
1993
FAKULTAS TEKNOLOGI PERT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TElCNOLOGI PERTAWAN
PEMBUATAN
BRIKET
KOMPOS
SERASAH
DAUN KERING DARI HASIL
FERMENTASI AEROBIK
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARIANA TFXNOLOGI PERTANIAN
pa& jurusan Teknologi Ind&
Pertanion
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertauiau Bogor
Qleh
AGUS S
F 24. 1220
Dosen Pembimbiug TI
Dosea Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena dengan
rahmat dan m
y
a makil sknpsi ini &pat diselesaikaa.
Skripsi ini merupdau tugas akhir yang wajib diselesaikau oieh mahasiswa S1
Fakultas Teknologi Pertmian, Institut P d a n Bogor, sebagai d a b satu syarat
untuk memperoleh gelar kesajanaan.
Pa& kesempatan ini penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pi&
yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, khususmya kepada :
1. Drs. Fahidin, BSc dan Dr.Ir. R. Sudradjat, MSc, selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Ibu Sri Kowdyati yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi.
3. Ibu, Bapak, Kakak serta Adik yang telah memberikan bantuan mater-ildan moril
kepada penulis selama saufi.
4. Dadang, Pak Ali, Pak Salirn dan Pak Mabfudin yang telah membantu penulis di
dalam peiaksanaan penelitian.
5. Segenap civitas &de&
Jurusao Teknologi Industri Pertanian dan pegawai
?usat Peneiitian dan PengemII1mgaNasil Hutan
(P3EM) yang telah membilnm
kelancaran penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kajian lebih h j u t perlu clilakukan untuk menyempumakm skripsi ini, serta kritik
dan saran yang bersiiat membangun.
iii
Akhir kata semogd skripsi ini &pat bermanfaat baa semua pihak yang memer-
illkannya.
DAFTAR
IS1
Halaan
...............
DAFTAR IS1 . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . .
I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . .
I1. TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . .
A . PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . .
B . PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBIK . . . .
C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU
PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . .
D . PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH . . .
E . SERASAH DAUN KERING . . . . . . . . . . .
111. METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . .
k. B
DAN ALAT . . . . . . . . . . . .
..
B . METODA . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C . WAKTU DAN TEMPAT . . . . . . . . . . . . .
D . TATA LAKSANA . . . . . . . . . . . . . . .
IV . .HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . .
A . BAHAN BAKU . . . . . . . . . . . . . . . .
B . PROSES PEMBUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . .
C . KEKUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR
v
iii
v
vii
viii
ix
1
. KANDUNGAN HARA BRIKET KOMPOS . . . . . . .
V . KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . .
A . KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . .
B . SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
...............
DAF'TAR PUSTAKA
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D
43
51
51
52
53
56
DAFTAR
TABEL
Nisbah C/N berbagai bahan baku yang
dapat dibuat sebagai kompos
.....
Kelembaban maksimum pengomposan dari beberapa bahan organik . . . . . .
Komposisi kompos . . . . . . . . . . .
Pengaruh pemberian kompos dari residu
fermentasi terhadap pertumbuhan jagung
varietas arjuna
...........
Analisa serasah daun kering . . . . .
Hasil briket kompos secara fisik . . .
Uji kekuatan briket kompos(kg/cm2)
..
Analisa kandungan hara total kompos aerobik dengan bahan baku serasah daun
kering
...............Karakteristik pembeda untuk klasifikasi
kompos . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
GAMBAR
.........
Perubahan suhu menurut waktu selama
proses pengomposan . . . . . . . . .
Hubungan suhu dan pH terhadap waktu
dari proses pengomposan . . . . . .
Pengomposan dengan metode indore . .
Diagram alir bahan pada proses pengomposan . . . . . . . . . . . . .
Alat tekan pembuatan briket (hidrolic press) . . . . . . . . . . . .
Proses pengomposan
Diagram alir pembuatan briket kompos
Gambar 8. Alat tekan briket kompos
press)
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
. . . . . . . . . . .(hidrolic
....
Piston tempat bahan baku kompos ditekan . . . . . . . . . . . . . . .
Alat uji tekan briket kompos . . . .
Grafik hubungan antara tekanan alat
dengan kekuatan briket . . . . . . .
Contoh briket kompos yang dihasilkan
D A F T A R LAMPIRAN
Halaan
Lampiran 1.
Prosedur analisa
Lampiran 2.
Analisa statistik
kompos
......
.........
57
69
I,
Limbah merupakan
di
PENDAHULUAN
salah
satu masalah yang dihadapi,
dunia khususnya di negara Indonesia.
Limbah ini
berasal mulai dari limbah hutan sampai pada limbah yang
ditimbulkan oleh industri dan rumah tangga.
Volume limbah
ini setiap hari semakin meningkat, sedangkan usaha-usaha
penanggulangannya belum
seimbang.
Limbah yang tidak
ditangani secara tepat akan dapat menggangu estetika,
kesehatan, menimbulkan banjir
serta lebih
jauh dapat
merusak kelestarian ling-kungan hidup.
Daun-daun hutan adalah merupakan salah satu limbah,
dimana daun-daun ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
untuk pembuatan kompos.
Daun-daun ini jumlahnya sangat
besar, akan tetapi penggunaannya atau pemanfaatannya belum
dilakukan sebagai mestinya.
Apalagi
kalau dikaitkan
dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang potensi antara
lain akan daun-daun hutan ini.
Selain daun-daun hutan, bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos antara lain serbuk gergaji,
jerami, limbah tanaman jagung, pepolongan, rumput-rumputan, kotoran hewan, lumpur aktif dan lain-lain.
ini memiliki kandungan N
si.
(%)
Bahan baku
dan nisbah C/N yang bervaria-
Akan tetapi biasanya bahan baku pembuatan kompos
diperoleh dari limbah-limbah yang sudah dibuang dan diolah
untuk menghasilkan nilai tambah.
1
Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk sintesis.
Keunggulan ini dapat dilihat dari kandungan hara yang
dihasilkan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kompos
pada dasarnya dihasilkan melalui proses biologis
kimia
.
dan
Dan dapat dilakukan secara fermentasi aerobik dan
anaerobik.
Keberadaan mikroorganisme dalam ha1 ini sangat
diperlukan untuk menguraikan komponen organik yang ada.
Pengembalian
limbah organik ke dalam
tanah dapat
berupa pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan sisa tanaman
langsung dibenamkan atau dicampurkan dengan tanah atau
mulsa yang diratakan dipermukaan tanah.
Jika bahan orga-
nik dari limbah yang ada dapat dikembalikan ke dalam
tanah, maka ha1 ini dapat membantu memulihkan atau meningkatkan kesuburan tanah.
Apabila pemukaan tanah diiindungi dengan bahan organik, efisiensi penggunaan nutrisi
meningkat.
oleh tanaman dapat
Untuk menjaga kesuburan tanah, terutama tanah-
tanah pertanian, diperlukan penggantian bahan-bahan organik jika bahan-bahan organik sebelumnya telah mengalami
perubahan
.
Tersedianya bahan-bahan organik di dalam tanah,berperan penting dalam pengaturan kelembaban aerasi, pemantap
struktur, sumber hara bagi tanaman, meningkatkan kapasitas
tukar kation dan merupakan sumber energi bagi aktivitas
mikroba tanah.
Pembuatan kompos dari daun-daun hutan ini dilakukan
secara fermentasi aerobik dan kompos diDuat dalam bentukan
briket (yaitu dalam bentukan bulat dengan diameter 5.5 cm
dan tinggi antara 1.8
-
2.3
cm
)
Bentukan bulat ini
sesuai dengan alat cetak briket yang ada yaitu dalam
sebuah piston.
Dewasa ini bentukan briket telah dilakukan
seperti briket arang dan briket batu bara serta pupuk urea
dalam bentuk tablet.
Hal ini ternyata akan memberikan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
Adapun
tujuan
dari penelitian
ini adalah
sebagai
berikut :
1. Memberikan bentukan
lain dari kompos yaitu briket se-
ningga memudahkan di dalam
pengemasan, transportasi
dan penyimpanan.
2. Menjadikan
briket kompos sebagai suplai hara bagi
tanaman dengan
kandungan hara
yang cukup tinggi,
terutama untuk mempercepat perkembangan dan peningkatan
kualitas semaian atau anakan tanaman.
1 1 - TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGOMPOSAN
Pengomposan ialah proses dekomposisi secara biologi dan stabilisasi dari bahan organik dibawah kondisi
temperatur tertentu yang dihasilkan dari produksi panas
biologi, dengan hasil akhir yang cukup stabil untuk
disimpan dan digunakan dalam tanah tanpa merugikan
lingkungan (Haug, 1980 ; Golueke, 1977).
Sedangkan
menurut Gaur (1982), pengomposan adalah proses biokimia
bahan organik oleh mikroba menjadi humus yang merupakan
salah satu substansi tanah.
Pengertian pengomposan
menurut Rinseme
(1983),
adalah proses untuk menghasilkan suatu produk dari
berbagai campuran bahan dalam bentuk mendekati sifat
tenah yang banyak mengandung humus.
Menurut Paisley
(1960), kompos adalah campuran
sisa-sisa sayuran dan bahan hewani yang telah mengalami
pembusukan dan dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Kompos yang baik umumnya bernilai sama dengan pupuk
pertanian, sejauh bahan organik dan nutrisi tanaman
.
ter-enuhi
Gambar 1.
Proses pengomposan ini dapat dilihat pada
oksigen
kelembaban
asam amino
cot
H20
karbohidrat
-
metabolisme
antara
-D
panas
Gambar 1. Proses pengomposan (Gaur, 1982 ;Rodale et al,
1975)
B. PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBE
Menurut
Gaur
(1982), pengomposan aerobik
adalah
pengomposan dimana organisme hidup memanfaatkan oksigen
untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi
beberapa karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur
lainnya untuk sintesis protoplasma selnya.
Hasil akhir
proses pengomposan ialah karbon dioksida, air, unsur
hara, humus dan energi dengan proses
sebagai berikut:
+ H20 + E
------*
Gula (CH20)
+ Ofulosa)
(selulosa, fiemise
xC02
Protein (N organik)
NH~+
- - --
Sulfur Organik (S) + x02
Fosfor Organik
(phytin, lecitin)
NO2
so4-' +
-----4
' H3P04
•
NO3- + E
E
Ca(HPO4l2
(Gaur, 1982)
Dalam proses pengomposan cara ini dihasilkan juga
energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa (Haug, 1980).
Sedangkan
untuk
pengomposan
yang
berlangsung
secara anaerobik, yaitu tanpa adanya oksigen, menurut
Gaur (1982) adalah sebagai berikut
(cH20)x
Bakteri penghasil asam
x CH3COOH
Hathanomonas
N-organik
2H2S
x CX3COOH
+ C02
Pada pengomposan
>
CH4 + C02
>
NH3
(CH20)x
ini timbul
bau
+ S + H20
busuk
karena
adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan, dan
energi yang dihasilkan sebesar 26 M a 1 glukosa (Haug,
1980).
C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN
Golueke
(1977) menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pengomposan sebagai faktor lingkungan diantaranya adalah kelembaban, suhu, pH, tersedianya nutrisi dan kandungan oksigen.
Sedangkan
menurut Gaur (1982), faktor-faktor yang paling penting
dalam pengomposan adalah nisbah karbon nitrogen bahan
baku, potongan bahan campuran atau perbandingan bahan,
kelembaban, aerasi, suhu, reaksi keterlibatan mikroba,
penggunaan
inokulum, penambahan
kalsium fosfat
dan
perusakan organisme patogenik.
Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume
pori-pori bahan, jika ukuran partikel bertambah kecil ,
maka junilah pori-pori bertambah.
Pori-pori kecil dapat
menghadat pergerakan udara yang biasanya merupakan
masalah dalam proses pengomposan.
Ukuran partikel
menentukan luas permukaan dari suatu bahan.
Makin
halus suatu partikel, makin luas permukaan yang terbuka
terhadap kegiatan mikroba.
Pada pengomposan, bahan disusun dalam tumpukan
atau dalam suatu ruangan, dengan ketinggian tertentu.
Menurut Gotaas (1956), ketinggian yang sesuai untuk
berbagai jenis bahan kompos adalah minimum 0.8 sampai
1.2 M dan maksimum 1.5 sampai 1.8 M.
Tumpukan yang
terlalu rendah akan kehilangan panas dengan cepat,
sehingga
suhu
optimum
untuk
menghancurkan
mikroba
patogen serta dekomposisi oleh mikroba termofilik tidak
tercapai.
Tumpukan yang terlalu kecil juga akan me-
nyebabkan kehilangan kadar air secara berlebihan.
Selama
pengomposan
dilakukan
pengadukan
yang
diperlukan untuk membiarkan suhu yang tinggi dan kondisi aerobik.
Frekwensi pengadukan disesuaikan dengan
kadar air bahan yang
dikomposkan.
Menurut Wilson
(1977), bahan kompos dengan kadar air awal kurang dari
70%, pengadukan dilakukan tiga sampai empat hari se-
kali.
Nisbah C/N mempunyai arti penting dalam pengomposan
.
Pengubahan sisa organik men jadi pupuk
organik sebagian besar merupakan proses mikrobiologis, sehincjga niskmh
C/W
sisa tanaman
akan
mempe-
ng-aruhi penyomposan, karena N dan C merupakan sumber
makanan dan sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang ada
dan C/N dari bahan yang optimum untuk pengomposan
berkisar antara 25 sampai 40 (Gaur, 1982).
Bahan kompos yang mengandung nisbah C/N yang
terlalu besar
memerlukan waktu
pengomposan
yang
lebih lama dan kompos yang dihasilkan bermutu rendah.
Pada kompos yang mengandung nisbah C/N kecil
akan banyak amonia (NH3) dibebaskan oleh bakteri dan
amonia
ini bisa dioksidasi
nitrit dan nitrat, yang
lebih lanjut menjadi
mudah diserap oleh tanaman.
Akan tetapi nisbah C/N yang lebih rendah dari 20,
nitrogen
akan
hilang
melalui
penguapan
amonia
dekomposisi
bahan
(Murbandono, 1982).
Organisme
yang
melakukan
organik membutuhkan sejumlah nitrogen dan karbon
Jumlah optimal nitrogen yang
untuk pertumbuhannya.
dibutuhkan organisme bervariasi sesuai dengan jenis
substrat dan
organisme
yang
ada, biasanya
bagian nitrogen dengan 15-30 bagian karbon.
nisbah C/N
proses
satu
Jika
dibawah 15, nitrogen akan hilang oleh
amonifikasi,
yang
dapat
ditandai
dengan
dipertinggi dengan
adanya
adanya bau amonia (Anonymous, 1981).
Aktivitas
mikroba
nutrien yang cocok.
aahan yang penting dalam pe-
nyediaan nutrien yaitu karbon (C), sebagai sumber
energi dan nitrogen (N) sebagai zat pembentuk struktur sel.
Energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada zat pembentuk struktur sel, oleh
karena itu karbon lebih banyak dibutuhkan dari pada
nitrogen (Haug, 1980).
Tabel 1 memperlihatkan be-
berapa macam bahan dengan nisbah C/N yang sesuai
untuk pengomposan.
Tabel 1.
Ni.sbah C/N berbagai bahan baku yang dapat
dibuat sebagai komposa
Jenis Limbah
Nisbah C/N
Urine
Lumpur tinja
Lumpur yang belum dicerna
Lumpur aktif
Kotoran sapi
Kotoran ayam
Sampah segar
Limbah sayuran
Pepolongan
Gulma hi jau
Pohon kentang
Jerami
a
Haug (1980)
2. Komposisi Campuran Bahan
Komposisi bahan mentah dalam tumpukan kompos
memadai karbon dan nitrogennya.
Sisa tanaman dengan
kandungan nitrogen rendah seperti jerami, alangalang dan lain-lain dapat dicampur dengan bahan yang
mengandung nitrogen tinggi seperti kotoran hewan,
limbah rumah tangga, tanaman polongan, sayuran segar
dan hijauan atau pupuk nitrogen.
pemberian
urea
atau
bahan-bahan
Akan tetapi,
yang mengandung
nitrogen ini tidak boleh asal saja, sebab akan mempengaruhi nisbah C/N (Gaur, 1982).
Selain itu juga
perlu ditambahkan bahan yang dapat berfungsi untuk
menetralkan
keasaman, antara lain kapur.
Pemberian bahan pengatur pH jangan sampai ber*
lebihan, karena
pada
keadaan basa
akan
terjadi
penguapan amonia (Gaur, 1982).
3. Kelembaban dan Aerasi
Menurut Haug (1980), dekomposisi bahan organik
oleh
mikroba
tergantung kelembabannya.
Golueke
(1977), menyatakan bahwa secara teorotis kelembaban
dalam
proses
antara
pengomposan
suatu bahan
1-loo%, karena dibawah kondisi
bervariasi
tersebut,
secara biologi dekomposisi tidak akan terjadi.
Atas
pertimbangan teknis dan ekonomis dalam prakteknya
kelembaban dalam proses pengomposan adalah dibawah
100%.
Xandungan
air
adalah
bagian
penting
dalam
pengomposan dan membutuhkan kondisi kelembaban yang
tinggi, yaitu antara 50-70% (Anonymous, i98i).
Uap air diperlukan selama pengomposan untuk
memelihara
mikroba.
kelembaban
yang tepat
bagi
aktivitas
Pada kadar air yang terlalu besar, bahan
kompos menjadi lebih rapat dan mengakibatkan pengurangan jumlah udara yang bersirkulasi, sehingga
tercipta kondisi anaerobik.
Sebaliknya bila kadar
air tidak cukup suhu bahan kompos menjadi lebih
rendah, walaupun
suhu pusat bahan
kompos tetap
tinggi.
Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan
waktu penguraian (Haug, 1980).
Dekomposisi aerobik dapat terjadi pada kelembaban antara 30-loo%, jika pembalikan dilakukan secara
memadai.
Akan tetapi, jika kelembaban tumpukkan
kompos dibawah 40% dekomposisi akan berjalan lambat.
Untuk menjaga aerasi tetap baik, dapat dilakukan
dengan
membalik
tumpukan
kompos beberapa
khususnya setelah suhu tumpukan mencapai
kali,
65-85'~
(Gaur, 1982).
Kelembaban kompos tergantung dari jenis bahan
organik yang digunakan ataupun jenis bahan organik
yang
1977).
paling
banyak
di
dalam
campuran
(Golueke,
Tabel 2 menunjukkan besar kelembaban kompos
dari beberapa jenis bahan.
Tabel
2.
Kelembaban maksimum gengomposan dari
beberapa bahan organik
Jenis Bahan
Kelembaban
Secara teoritis
Jerami
Kayu (serbuk gergaji, keping kayu)
Kertas
Limbah basah (sayuran, potongan rumput, sampah dapur dan lain-lain)
Sampah kota
Pupuk kandang
b
Golueke (1977)
(%)
100
85
75
90
75
55 - 65
-
50
55
55
-
55
65
65
4. Suhu
Salah
satu kriteria penting
yang digunakan
dalam upaya optimalisasi proses pengomposan adalah
suhu bahan kompos selama waktu detensinya.
Peru-
bahan suhu bahan dikontrol pada besarnya oksigen
yang tersedia yang menggambarkan aerasi yang ada.
Suatu kondisi optimal pada proses pengomposan secara
aerobik memiliki sirkulasi udara yang efisien sehingga dapat menjamin mikroba aerobik dapat hidup.
Menurut Haug (1980), suhu optimum proses pengomposan adalah berkisar antara 35 sampai 55Oc,
karena pada
a-ktif.
suhu tersebut
semua
organisme akan
Akan tetapi setiap kelompok mikroba mem-
punyai suhu optimum yang berbeda untuk aktivitasnya,
sehingga
suhu
optimum dapat dikatakan merupakan
integrasi dari suhu optimum berbagai kelompok mikroba
.
Suhu pada proses pengomposan dapat dibagi ke
dalam empat taraf (Gambar 2), yaitu mesofilik (A),
termofilik (B), pendinginan (C), dan pematangan (D)
(Gray dan Biddlestone, 1974).
Pada pengomposan
secara aerob, akan terjadi kenaikan temperatur yang
cepat selama 3-5 hari pertama.
Temperatur akan
mencapai 5 5 O ~hingga 65OC (Gaur, 1981).
tinggi tersebut sangat menolong
Suhu yang
dalam mematikan
benih rumput, organisme patogen dan belatung lalat
yang mungkin terdapat dalam bahan organik (Ingnatieff dan Page, 1968).
suhu
(OC)
B
A
Gambar 2.
Gaur
C
D
Waktu (hari)
Perubanan suhu menurut waktu selama proses pengomposan (Gray dan
Biddlestone, 1974).
(1982), menyatakan bahwa masih terdapat
pertentangan
mengenai
suhu
optimum
pengomposan,
sebab kenaikan suhu dalam tumpukan kompos bergantung
pada jenis bahan, besar tumpukan atau susunan bahan
dan penutup tumpukan kompos.
Selanjutnya dikatakan
bahwa dekomposisi bahan organik menjadi C02 dan air
lebih cepat dalam kisaran suhu termofilik dan pada
suhu lebih tinggi dari 71°c, proses dekomposisi akan
berjalan lambat sebab beberapa bakteri perombak akan
mati dan beberapa mikroba termofilik yang akan masih
aktif
.
Pada
antara 50
awal
-
pengomposan,
suhu
akan
berkisar
60°c, kandungan O2 sangat rendah (lebih
kecil dari 5%) dan kandungan C02 yang tinggi (lebih
besar dari 20%).
Aerasi dengan membolak-balikan
kompos, akan dapat mengurangi C02 dan menambah 02.
Keadaan
ini akan meningkatkan
kegiatan mikroba,
temperatur naik dengan cepatnya dan C02 meningkat
lagi
.
Walaupun terjadi diffusi O2 dari udara,
tetapi diffusi ini tidak berjalan lancar, sehingga
terjadi lagi pengurangan 02.
Jika bahan organik
yang mudah dirombak telah habis, kegiatan mikroba
akan berkurang.
Hal ini ditunjukkan dengan ber-
kurangnya produksi C02 dan meningkatnya kandungan O2
serta menurunnya suhu (Haug, 1986).
Paisley (1960) mengemukakan bahwa suhu bahan
kompos dapat dijadikan indikator tingkat aktivitas
biokimia yang berlangsung.
Penurunan suhu menunjuk-
kan bahan kompos membutuhkan aerasi yang lebih baik
atau berarti proses pengomposan telah selesai.
Nilai pH permulaan dalam tumpukan kompos pada
umumnya
asam
sampai
netral,
sekitar
6-7
(Gaur,
1982).
Hubungan antara
suhu dan pH terhadap proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3.
Suhu (OC)
Waktu (hari)
Gambar 3.
Hubungan suhu dan pH terhadap waktu
dari proses pengomposan (Gray dan
Biddlestone, 1974 ; Barton, 1979)
Pemberian kotoran hewan, urea, pupuk
nitrogen
biasanya akan menurunkan pH, tetapi selama proses
pengomposan berjalan
terjadi pula
perubahan pH.
Pengomposan pada suasana aerob biasanya memberikan
suasana basa, sedangkan pengomposan pada anaerob
biasanya memberikan suasana asam (Hadiwiyoto, 1983).
Menurut Hadiwiyoto (1983), supaya proses peruraian bahan-bahan kompos berlangsung cepat, maka pH
dalam tumpukan kompos tidak boleh terlalu rendah,
karena itu perlu dibubuhi kapur atau abu dapur.
Untuk pertumbuhan mikroba,
pH
yang
optimum
adalah antara 6-8, pH ini spesifik untuk bakteri dan
aktinomisetes.
Sejak penghancuran bahan organik
banyak terdapat asam organik sehingga pengawasan dan
pengaturan pH sangat diperlukan (Anonymous, 1981).
Menurut
Chaniago
(1987), tingkat
kematangan
atau kestabilan kompos dapat juga di ukur melalui
parameter pH ini.
Tingkat pH yang paling rendah
dapat dicapai yaitu sekitar 5 sampai 6 dan yang
tertinggi sekitar 8.5 sampai 9.5.
Wilson (1977), menyatakan bahwa substrat alami
yang
dibutuhkan
selama
proses
pengomposan
pada
dasarnya sudah terkandung dalam bahan kompos tersebut.
Substrat yang dibutuhkan untuk media hidup
mikroba adalah bahan organik.
Bahan organik yang
dimaksudkan disini adalah bahan yang dapat diuraikan
menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti protein.
Proses penguraian bahan organik biasanya terjadi secara langsung tanpa terjadi reaksi antara.
Sebagai contoh setiap reaksi pada dasarnya diikuti
dengan pembentukan protoplasma bakteri, karena jika
suatu
organisme menguraikan
suatu substrat maka
nitrogen akan diubah menjadi protoplasmanya (Wilson,
1977).
Populasi mikroba selama berlancjsurignya proses
fluktuasi.
secara
Bakteri
cendawan mesofilik yang memproduksi
dan
aerobik
terjadi
dekomposisi
asam, muncul selama tahap awai pengomposan, kemudian
pada
tahap
selanjutnya
digantikan
oleh
bakteri
aktinomisetes dan cendawan termofilik (Gaur, 1982).
Menurut Gaur (1982), bakteri termofilik yang
tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein., sehingga ha1 ini
dapat terdegradasi dengan cepat.
Bacillus sp khu-
susnya terlibat dalam degradasi protein, asam amino
dan pepton.
aktif sekali.
Aktinomisetes mendegradasi pati dengan
Cendawan Humicola sp dan Taloromyces
duponti mampu menguraikan selulosa dan hemiselulosa.
Bakteri termofilik mendegradasi protein, lipid dan
Aktinomisetes (Thermonospora curvata)
hemiselulosa.
juga penting dalam dekomposisi selulosa.
Sedangkan
bakteri mesofilik kemungkinan terlibat dalam peningkatan suhu kompos.
Penambahan mikroba
tertentu ke dalam
kompos dapat mempercepat dekomposisi.
bahan
Hal ini di-
lakukan jika dalam tumpukan kompos sedikit kandungan mikrobanya.
Penambahan inokulum dapat mem-
berikan hasil yang baik pada pengomposan dari limbah
tanaman (Gaur, 1982).
8. Tingkat Kestabilan dan Kematangan Kompos
Menurut Gotaas (1956) dan
akhir dari
Wilson (1977), hasil
proses pengomposan
adalah terjadinya
kestabilan bahan organik.
Kestabilan dicapai karena
berakhirnya
C02,
pembentukan
H20
dan
mineral.
Parameter kestabilan yang lain adalah penurunan suhu
akhir proses, tingkat kapasitas pemanasan diri (self
heating capacity), jumlah bahan yang
dirombak
atau
tidak, kenaikan potensial reduksi, kebutuhan oksigen, pertumbuhan chaetomium gracilae dan uji pati.
Penurunan
sesuai dengan
suhu
akhir
proses
suhu lingkungan.
akan
berakhir
Menurut
Niesse
(1963), analisa kemampuan pemanasan diri merupakan
keragaman dari penurunan suhu pada akhir proses.
Selanjutnya dikatakan bahwa kestabilan untuk limbah
mentah akan tercapai diatas suhu 70°c.
Selama
dekomposisi 40°c sampai 60°c dan setelah pengomposan
kondisi stabil akan dicapai dibawah suhu 30°c.
Menurut Chaniago (1987), ada beberapa metoda
untuk mengevaluasi tingkat kematangan kompos.
satu kriteria adalah pH.
Salah
Kriteria lainnya dapat
ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan (seperti
- , SO^-^),
kandungan selulosa, kadar NO3
analisa
biologi (seperti menghitung jumlah mikroba, produksi
C02 dan konsumsi 02).
Sukmana (1982), menyatakan bahwa kompos yang
matang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. suhu lebih kurang sama dengan suhu udara.
2. Ruang udara kompos mengandung O2 yang tinggi
dan
C02 yang rendah.
3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap.
4. Nisbah C/N turun sekitar 13 sampai 20.
5. Kandungan amonium sedikit, lebih banyak
nitrogen
dalam bentuk nitrat.
Kualitas kompos yang dihasilkan sangat tergantung
pada bahan baku yang digunakan.
Gotaas (1956),
melaporkan komposisi kompos yang dihasilkan pada
Tabel 3.
Tabel 3.
Komposisi komposC
Jumlah ( % berat)
Komponen
Bahan organik
Nitrogen (sebagai N)
Karbon
Fosfor (sebagai P205)
Potassium (sebagai K20)
Kalsium (CaO)
Abu
C
Gotaas (1956).
D. PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH
Sumbangan utama
yang dapat diberikan oleh kompos
dalam kaitannya dengan kesuburan tanah ialah menyediakan bahan humus kedalam tanah, menyediakan nutrisi
pokok
(nitrogen, fosfor, kalium) untuk tanaman, me-
nyediakan unsur hara mikro untuk tanaman dan memperbaiki
kondisi fisik tanah, karena kompos merupakan
bahan koloidal dengan muatan elektrik negatif, sehingga
dapat di koagulasikan oleh kation-kation dan partikel
tanah untuk membentuk granula-granula tanah.
Dengan
demikian penambahan kompos memperbaiki struktur, tekstur dan lapisan tanah (Gaur, 1982).
Beberapa bakteri pembusuk lendir perekat (gum) dan
yang mempunyai pengaruh terhadap agregat tanah telah
banyak diisolasi dari kompos, diantaranya adalah Rhizobium trifolii, Bacillus puvifaciens, Beijerinckia dan
Agrobacterium.
Bakteri-bakteri tersebut mempunyai efek
yang positif
terhadap stabilitas agregat tanah dan
mengandung karbohidrat, asam uronat dan protein (Subba
Rao, 1982).
Kompos selain dapat menghindari perubahan keasaman
dan kebasaan tanah yang cepat, dapat juga meningkatkan
infiltrasi air dalam tanah, mengubah warna tanah dan
meningkatkan
kapasitas absorpsi panas serta berguna
dalam pengendalian erosi tanah (Gaur, 1982).
Dari'hasil penelitian Iswandi (1986) dapat dilihat
pengaruh
pertumbuhan
jagung
varietas arjuna
pemberian kompos dari residu fermentasi
dengan
dan hasilnya
dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Pengaruh pemberian kompos dari residu fermentasi ierhadap pertumbuhan jagung varietas
arjuna
Perlakuan
1. Kontrol
2. Pupuk NPK
3. 5 ton kompos
4. 5 ton kompos + NPK
5. 10 ton kompos
Penanaman I
Penanaman I1
1.13
1.42
1.89
2.72
2.22
d
Iswandi (1986).
E. SERASAH DAUN KERING
Menurut Sudradjat, R dan Herawati (1992), serasah
daun kering secara alami mengandung lignin sebesar
50.70%.
Lignin ini dapat dimanfaatkan dalam perekatan
briket kompos yang dihasilkan, sehingga dalam pembuatan
briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati.
Serasah daun kering memiliki nilai COD sebesa~
0.73 g/g.
Walaupun nilai COD ini rendah akan tetapi
pemanfaatan serasah daun kering untuk dijadikan briket
kompos
lebih menquntungkan daripada serasah daun
JI
dengan tanah tanga
kering & b R a n c L L L ~ ~ ~ Qlangsung
menerapan teknologi fermentasi yang baik.
111,
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daun-daun hutan (serasah daun kering) yang
diperoleh dari koleksi tanaman hutan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor.
Bahan baku
ini
telah dilakukan
pengomposan
dengan proses fermentasi aerobik sehingga diperoleh
kompos matang, yang akan dijadikan bahan utama di
dalam pembuatan briket kompos.
Sedangkan
bahan-bahan
kimia
yang
digunakan
adalah bahan-bahan kimia untuk analisa hara makro
dan mikro.
Dan bahan lainnya yaitu amplas, oli,
kertas pH dan NPK (pupuk anorganik).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
mortar, saringan, cawan, alat tekan briket (hidrolic
press), oven, timbangan, saringan, tanur, pembakar
gas bunsen dan alat penguji tekanan briket serta
alat untuk analisa hara makro dan mikro.
1. Membuat Kompos
Pengomposan ini
terbagi menjadi
dua
bagian
yaitu jenis pengomposan yang dilakukan secara fermentasi aerobik dan anaerobik.
Dan pada penelitian
ini kompos yang dihasilkan di peroleh dari hasil
fermentasi secara aerobik yang dikenal dengan metoda
indore (Gambar 4).
Pengomposan ini dengan menggunakan bahan mentah
di tumpuk berlapis-lapis setebal 20 cm.
Diatas
lapisan ditaburi selapis pupuk kandang yang tipis
sebagai aktivitor yaitu setebal 10 cm, dan di dasar
tumpukan
dilapis
oleh
bahan-bahan
kayu
Adapun
tinggi
tumpukan yaitu 1,5 m dengan ukuran 2 x 2 m,
Kompos
(woody material) setebal
15 cm.
seperti
dinyatakan matang setelah satu sampai 2 bulan.
carbonaceous material
nitrogenous matter
base of woody material
Gambar 4.
Pengomposan dengan
(Gaur, 1982)
Sedangkan
untuk
diagram
alir
metoda
bahan
indore
proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5.
limbah segar
i
penggilingan/
pemotongan
L
pencampuran/
penyusunan
1
pengomposan
i
kompos matang
Gambar 5.
Diagram alir bahan pada proses
san (Wilson, 1977)
pengompo-
Briket kompos
dengan
dibentuk di dalam
menggunakan
press).
suatu
Dan bahan
alat
suatu piston,
tekan
(hidrolic
kompos sebelumnya di
dengan alat berukuran 40 mesh.
saring
Sedangkan kompos
yang akan dipress atau ditekan dalam kondisi kering
atau pada kadar air maksimum 10%.
Perlakuan yang digunakan di dalam penelitian
ini yaitu melihat briket kompos yang dihasilkan baik
itu kekuatan dan bentukannya dengan memberi perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta variasi
dari tekanan alat (hidrolic press).
Adapun variasi
tekanan yang digunakan yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton
dan 10 ton.
Dan lama pemanasan ditentukan berdasar-
kan penelitian pendahuluan.
Rancangan
percobaan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah rancangan acak lengkap blok,
dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok
dan perlakuan tekanan alat (ton), dengan 3 kali
ulangan
.
Adapun
model
rancangan
tersebut
dengan persamaan sebagai berikut :
dinyatakan
Yij
=
e+Ai+Bj+~ij
i
=
1,2,
(banyak blok)
j
=
1,2,.......,p
(banyak perlakuan)
.......,b
dimana :
Yij
=
variabel yang diukur
=
rata-rata umum
Ai
=
efek blok ke-i
Bj
=
efek perlakuan ke-j
=
efek unit eksperimen dalam blok ke-i
i
karena perlakuan ke-j
Data yang diperoleh, keragamannya di analisis
dengan menggunakan u ji-F
.
Sedangkan uji lanjut
dengan menggunakan uji perbandingan berganda Tukey.
Analisa
dihasilkan.
. .
in1 dilakukan
terhadap kompos yang
Adapun analisa-analisa tersebut adalah
kadar air, kadar abu, pH, kadar nitrogen total,
kadar karbon total dan analisa unsur hara lainnya
yang dilakukan di Lembaga Penelitian Tanah (LPT)
Bogor. Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1.
C. WARTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai
bulan
Desember
penelitian
1992.
pendahuluan,
Adapun
perinciannya
persiapan
alat,
adalah
penelitian
utama, pengolahan data dan penyusunan laporan.
Penelitian
dilakukan
di
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Iiasil Hutan (P3HH) Bogor dan sepenuhnya
menggunakan fasilitas lab yang ada di Balai tersebut.
Sedangkan untuk analisa dilakukan di Lembaga Penelitian
Tanah (LPT) Bogor.
D. TATA LAKSANA
1. Penelitian Pendahuluan
Pada
penelitian
pendahuluan
ini
dilakukan
pembuatan briket kompos dengar. raelihat perekatari
dari briket kompos yang dihasilkan.
dilihat hasil
briket
Selain itu juga
kompos secara
fisik yaitu
penampakannya dan kekuatannya.
Perbaikan perekatan dari briket kompos yang
dihasilkan yaitu dengan memberikan perlakuan pemanasan.
Adapun lamanya pemanasan yang dilakukan 4
taraf yaitu 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit.
Dan suhu yang diberikan tidak dapat ditentukan,
karena alat tidak ada pengukur suhu.
Sedangkan alat
tekan (hidrolic press) yang digunakan berkekuatan
maksimum 2 ton.
Hasil pada penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 2.
Dan hasil kondisi yang
terbaik dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan di dalam penelitian utama.
Pada penelitian utama ini' akan dilakukan pembuatan briket kompos dengan memberikan perlakuan
pemanasan
yang
diperoleh
dari
hasil
penelitian
pendahuluan (lamanya pemanasan) dan tanpa pemanasan,
dengan memperbaiki bentuk alat dan kekuatan tekan
dari alat.
Adapun variasi tekanan yang digunakan
adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton, dan 10 ton.
Pemana-
san dilakukan dengan menggunakan pembakar gas bunsen.
Untuk mernperbaiki penampakan briket komp~syang
dihasilkan, bahan baku kompos terlebih dahulu di
tumbuk dan disaring pada alat yang berukuran 40
mesh.
Dan bahan kompos yang dibutuhkan untuk 1
sample briket yaitu 70 gram.
Hasil dari briket kompos ini kemudian di uji
kekuatannya
Selain itu
(kg/cm2)
untuk
tiap-tiap
perlakuan.
juga untuk memperkaya kandungan hara
briket kompos ditambahkan pupuk NPK dengan rasio
(16:16:16) sebesar 10%.
I V , H A S I L DAN PEMBAHASAN
A. BAKAN BAKU
Dari hasil penelitian sebelumnya, komposisi yang
terkandung pada serasah daun kering adalah seperti yang
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisa serasah daun kering
Analisa yang diuji
Bahan kering ( % )
Kadar abu ( % )
Lignin ( % )
Selulosa ( % )
COD (g/g)
Kadar N total ( % )
Kadar C organik ( %
Nisbah C/N
Dari
dari
Serasah daun kering
)
Tabel ini dapat dilihat bahwa nisbah C/N
serasah daun kering adalah 51.53.
serasah daun kering
pengomposan.
Nisbah C/N
ini cukup tinggi untuk proses
Menurut Gaur (1982) nisbah C/N bahan yang
optimal untuk pengomposan berkisar antara 25
-
40.
Karena apabila nisbah C/N bahan terlalu besar ini akan
memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama dan hasil
kompos yang dihasilkan bermutu rendah, karena N dalam
bahan tersebut sedikit sehingga dalam proses peruraian
tidak terjadi pembebasan amoniak.
proses
Untuk mempercepat
dekomposisi dari bahan organik yang
mengandung
nisbah C/N yang tinggi seperti serasah daun, maka di
dalam proses pengomposan ditambahkan aktivator.
Penam-
bahan aktivator ini dilakukan untuk bahan baku kompos
yang memiliki kandungan Nitrogen yang sangat kecil atau
mengandung C/N
lakukan pada
yang tinggi.
Dan penambahannya di-
tumpukan kompos yaitu setebal 10
cm.
Aktivator disini adalah zat atau bahan yang dapat mempercepat
dekomposisi
mikrobiologis
dalam
tumpukan
.
kompos
Menurut Rodale et a1 (1975), aktivator kompos ada
dua macam yaitu aktivator organik dan buatan.
Aktiva-
tor tesebut mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua
cara, yaitu penginokulasian strain mikroorganisme yang
efektif dalam menghasilkan bahan organik dan meningkatkan kadar N yang merupakan makanal? tambahan bagi mikroorganisme tersebut.
Dan dalam pembuatan kompos aerobik
aktivator yang digunakan adalah pupuk kandang.
Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik tanah
yang ideal karena kemampuannya dalam meningkatkan produktivitas sebagian besar N
dan unsur lainnya yang
dikandung pupuk kandang agar segera dapat dibebaskan
dalam bentuk tersedia bagi tanaman.
Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa kandungan
lignin dari serasah daun kering adalah 50.70%.
Kan-
dungan lignin ini cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan
dalam perekatan briket kompos yang dihasilkan, sehingga
dalam pembuatan briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati.
Karena
penambahan bahan perekat dalam skala industri merupakan
tambahan biaya yang cukup besar.
Lignin ini juga
sering digunakan di dalam perekatan kayu lapis dengan
memberikan perlakuan kempa panas.
Oleh karena itulah
dalam pembuatan briket kompos pemberian perlakuan panas
akan sangat menentukan perekatan briket kompos yang
dihasilkan.
Nilai COD yang terdapat dalam serasah daun kering
adalah 0.73 (g/g).
Nilai COD ini merupakan ukuran bagi
tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik yang secara
alami dapat teroksidasi oleh proses mikrobilogik.
Dan
nilai ini cukup rendah untuk tingkat parameter limbah
yang ada.
B. PROSES PEmUATAE6 B
T KOWOS
Briket kompos merupakan bentukan lain dari kompos
yang sekarang ada, dimana kompos dibentuk di dalam
sebuah piston dan ditekan dengan tekanan tertentu.
Bentukan briket ini merupakan terobosan baru dan yang
sekarang telah dilakukan adalah arang briket, briket
batu bara.
Selain itu juga urea sekarang telah di-
bentuk dalam bentukan tablet sehingga memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi.
Pada penelitian pendahuluan bahan kompos dari
serasah daun yang telah matang dari hasil fermentasi
aerobik, dalam keadaan basah (kadar air yang cukup
tinggi) untuk itu perlu dikeringkan sehingga diperoleh kadar air kompos lebih kecil dari 20% atau
maksimum 10
-
20%.
Menurunkan kadar air ini dengan
maksud untuk menghambat aktivitas jamur atau kapang
sehingga
tidak
merusak
kompos
serta mempermudah
dalam pembentukan briket itu sendiri. Karena apabila kadar air kompos yang tinggi ini akan mempersulit
di
dalam
perekatan
briket kompos yang
dihasilkan terutama dinding briket dan briket kompos
yang dihasilkannyapun akan memiliki kekuatan yang
rendah. Dari hasil analisa kadar air diperoleh kadar
air kompos yang telah dikeringkan adalah 3.7%
basis)
(wet
dan 3.8% (dry basis),
Untuk tiap sample briket kompos bahan baku
kompos yang digunakan sebesar 70 gram dan bahan
kompos tersebut telah dihaluskan dan disaring dengan
ukuran 40 mesh.
Apabila bahan kompos tidak dihalus-
kan dan langsung dimasukkan ke piston dan dibentuk
briket maka hasil briket kompos yang diperoleh memiliki
tekstur yang kasar
kurang baik.
dan
perekatan
briket
Ini pernah dilakukan dengan membuat
briket kompos tanpa dilakukan penghalusan dan penyaringan dan hasilnya kurang memuaskan.
Pada
penelitian
pendahuluan
ini
alat
yang
digunakan untuk membentuk briket (hidrolic press)
berkekuatan maksimum 2 ton dan penekanan dilakukan
secara manual tanpa ada skala yang menyatakan seberapa kekuatan yang telah dilakukan.
Bentuk alat
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Alat tekan pembuatan briket
Dengan alat seperti Gambar 6 ini dicoba pembuatan briket kompos dengan tujuan memperbaiki daya
rekat briket dengan memberikan pengaruh lama pemanasan pada
0, 5, 10, dan 15 (dalam menit) dan
hasil-
nya
diamati
secara
fisik
dan
diuji
kekuatannya
seperti yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Hasil briket kompos secara fisik
Laman a pemanasan
Kondisi briket kompos
?menit)
retak-retak, mudah ecah
retak , tetapi agak Rust
tidak retak,.dan kuat
retak, tetapl cukup kuat
X
kondisi yang lebih baik
Tabel 7.
Uji kekuatan briket kompos (kg/cm2)
Lama pemanasan (menit)
Posisi uji
tegak
horozontal
*
kondisi yang lebih baik
Dari hasil penelitian pendahuiuan ini dapat
dilihat bahwa kondisi yang terbaik dari pembuatan
briket kompos adalah pada pemanasan selama 10 menit.
Pada kondisi ini briket kompos yang dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik dan juga kekuatannya.
10
Sedangkan pemanasan yang dilakukan lebih dari
menit
menunjukkan
penurunan,
nampakkannya maupun kekuatannya.
baik
itu
pe-
Maksud dan tujuan
dilakukannya pemanasan ini adalah untuk membantu di
dalam proses perekatan dari briket kompos, karena
seperti yang disebutkan sebelumnya k h a n baku s.+
rasah daun kering yang digunakan dalam pembuatan
kompos aerobik, mengandung lignin secara alami dan
lignin
ini sangat
reaktif dalam
kondisi panas.
Sehingga lignin merekat pada dinding briket kompos
yang akan menjaga kekuatan dari briket kompos tersebut
.
Adapun alat pembakar atau pemanas yang digunakan adalah pembakar gas bunsen.
Pembakaran ini
dilakukan pada dinding piston dan
pembakaran di-
lakukan secara merata, seningga briket kompos yang
dihasilkan memiliki kekuatan perekatan yang seragam.
Sedangkan suhu pemanasan
tidak
dapat
ditentukan
karena pada alat ini tidak terdapat pengontrol suhu.
Dari kondisi yang terbaik dari hasil penelitian
pendanuluan ini akan digunakan di dalam penelitian
utama yaitu kondisi pemanasan selama 10 menit.
Pada penelitian utama ini dibuat briket kompos
dengan memperbaiki tekanan alat dengan perlakuan
pemanasan 10 menit (dari hasil penelitian pendahuluan) dan tanpa pemanasan.
Variasi dari tekanan alat
yang digunakan adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10
ton.
Dari hasil penelitian pendahuluan dapat di-
peroleh diagram alir pembuatan briket kompos yaitu
seperti pada Gambar 7.
Bahan baku kompos
I
dihaluskan
I
disaring 40 mesh
I
tanpa pemanasan
-
+-
pemanasan 10 menit
I
ditekan (dalam piston)
I
dibongkar
i
PRODUK
Gambar 7. Diagram alir pembuatan briket kompos
Alat tekan briket kompos ini tidak sama dengan
alat pada penelitian pendahuluan.
Pada alat ini
terdapat skala, sehingga dapat diketahui tekanan
yang diberikan.
Alat ini dapat dilihat pada Gambar
8 dan piston tempat bahan baku kompos dicetak dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8.
Alat tekan briket kompos (hidrolic press)
Gambar 9.
Piston tempat bahan baku kompos ditekan
Dari
perlakuan dengan pemanasan 10 menit
dan
tekanan alat 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton
kompos ditekan dan hasilnya diuji kekuatannya dengan
menggunakan alat uji kekuatan tekan seperti terlihat
pada Gambar 10.
Gambar 10.
Kekuatan
Alat uji tekan briket kompos
briket kompos yang
dihasilkan adalah
penting karena sesuai dengan tujuannya adalah untuk
mempermudah di dalam transportasi, pengemasan dan penyimpanan. Sehingga apabila diperoleh kekuatan briket
kompos
yang baik maka transportasi produk di dalam
penumpukan bahan briket kompos tidak mengalami kesulitan dan briket kompos
yang berada pada bagian bawah
tidak mengalami kerusakan (hancur), sehingga dalam ha1
ini pengangkutan dapat dilakukan dalam
besar.
jwnlah yang
Begitu pula dengan penyimpanan dan di dalam
pengemasan akan lebih menarik.
Dari data uji
kekuatan briket kompos
dengan 3
kali ulangan dapat dilihat keragamannya dari Tabel
ANAVA
Lampiran 2.
Disini dilihat bahwa pada selang
kepercayaan 0.01 uji-F menunjukkan hasil yang sangat
berbeda nyata baik untuk perlakuan variasi tekanan (B)
maupun dari Blok (A).
Dimana F-tabel pada selang 0.01
adalah 5.01 kg/cm2 dan F dari hasil percobaan adalah
133.86
kg/cm2 untuk perlakuan B, sedangkan untuk blok
(A) F-tabel pada selang 0 .O1 adalah 8.18 kg/cm2 dan F
hasil percobaan adalah 364.07 kg/cm2.
Dari hasil ini
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap kekuatan
Sriket yang dihasilkan.
Dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey
dapat dilihat perbandingan untuk blok (A) dengan kekuatan briket kompos (KB).
0.05
hasil
Untuk selang kepercayaan
blok dengan pemanasan 10 menit (A2) meaberikan
rataan sebesar
163.80
kg/cm2
dengan tanpa pemanasan (Al) adalah 73.33
sedangkan blok
kg/cm2.
Dari
hasil ini menunjwan bahwa perbandingan kedua blok
menunjukkan perbedaan yang nyata untuk selang 0.05 dan
sangat berbeda nyata untuk selang 0.01 untuk kekuatan
briket kompos tersebut.
Untuk melihat perbandingan antara kekuatan briket
(KB) dengan perlakuan variasi tekanan (B) digunakan
juga uji Tukey.
Dan dari hasil dapat dilihat bahwa
pada selang kepercayaan 0.05,
adalah 172.80
rataan perlakuan B4
kg/cm2, B3 adalah 156.10
kg/cm2, B2
adalah 87.82 kg /cm2 dan B1 adalah 57.51 kg/cm2.
Dari
Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 dan B3
tidak berbeda nyata sedangkan B4 terhadap B2 dan B1
berbeda nyata.
Begitu juga dengan perlakuan B3 ter-
hadap B2 dan B1 berbeda
nyata.
Untuk selang keper-
cayaan 0.01 perlakuan B4 dan B3 tidak berbeda nyata, B4
terhadap B2 dan B1 sangat berbeda nyata dan B3 terhadap
82 dan B1 sangat berbeda nyata.
Kondisi yang terbaik dari data kekuatan briket
kompos setelah diurut adalah untuk blok (A) adalah A2
yaitu dengan inenggrznakan peinanasan 10 -nit
sedangkan
untuk perlakuan tekanan alat (B) adalah B4 yaitu kompos
ditekan dengan kekuatan alat 10 ton.
perlakuan yang terbaik adalah A2B4.
Jadi kombinasi
Dan kondisi hasil
terbaik ini dapat dilihat pada Gambar 11 yaitu pada
grafik hubungan antara tekanan alat (pressing) dengan
kekuatan briket.
Grafik Hubungan Antara Tekanan
Alat (Pressing) dengan Kekuatan Briket
,
Kekuatan Briket (kglcm2)
.....................
T e k a n a n (ton)
Gambar 11. G r a f i k hubungan a n t a r a t e k a n a n a l a t
dengan kekuatan b r i k e t
D.KANDUNGAN HARA BRIgET KOMPOS
Kandungan
artinya,
hara d a r i b r i k e t
karena s e s u a i dengan t u j u a n p e n e l i t i a n i n i
a d a l a h menjadikan b r i k e t
bagi
kompos s a n g a t penting
tanaman.
kompos s e b a g a i s u p l a i hara
Unsur h a r a
i n i d i bagi menjadi dua
b a g i a n y a i t u unsur makro y a i t u unsur yang dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak o l e h tanaman dan unsur hara
mikro y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit.
P, K,
Unsur-unsur makro t e r s e b u t a n t a r a l a i n N, S,
M g dan Ca sedangkan u n s u r mikro a d a l a h A l , B, Mn,
Mo, Co, C r , Cu Zn dan Fe.
Kebutuhan nutrisi pada tingkat-tingkat pertumbuhan
tanaman tidak sama, misalnya pada tingkat permulaan
dari pertumbuhan vegetatif, jumlah protein yang dihasilkan relatif lebih besar dan sebagai akibat ini
tanaman memerlukan lebih banyak nitrogen dari pada
tingkat pertumbuhan lebih lanjut.
Keadaan iklim se-
perti cahaya, suhu dan lain sebagainya mempunyai pengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman dan dengan
demikian juga mempengaruhi
laju penggunaan
ion-ion
mineral.
Adapun pengaruh hara mineral untuk tanaman menurut
Harran et a1 (1981) adalah :
1. Sebagai bagian dari protoplasma dan dinding sel.
2. Mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma.
3. Sebagai penyangga.
4. Keracunan
.
Eanyak
*&?sur-.msur
c?alam Sentuk
adalah racun bagi tanaman dan dapat membunuh
man.
ion
tana-
Yang terkenal sebagai racun adalah Al, Bo, As,
Cu, Pb, Mg, Mn, Mo, Ni, Ag dan Zn.
Diantara unsur-
unsur tersebut terdapat unsur-unsur yang penting
untuk metabolisme dan akan beracun bila
dalam konsentrasi yang tinggi.
5. Mempengaruhi antagonisme unsur-unsur.
6. Sebagai katalisator.
terdapat
Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ciri
fisika tanah adalah kemampuan dalam menahan air, warna
tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi
agregat dan memantapkannya serta menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Dan
pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah
meningkatkan daya serap kapasitas tukar kation, kation
yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N,P,S diikat
dalam bentuk organik atau dalam tu