Survey Merubah Tantangan Menjadi Peluang Keberadaan Ternak Sapi Di Areal PTPN IV

Laporan Penelitian
Survey Merubah Tantangan Menjadi Peluang Keberadaan Ternak Sapi Di Areal PTPN IV
Hasnudi
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kebun Dolok Ilir, Laras dan Gunung Bayu PTPN IV yang terdapat di Kabupaten Simalungun fokus pada pengembangan tanaman Kelapa Sawit. Kondisi tanaman kelapa sawit di ketiga kebun tersebut dari tanaman muda umur 2 – 10 tahun dan tanaman tua berumur >10 tahun. Tanaman muda umumnya adalah hasil penanaman dari peremajaaan tanaman sejak tahun 97/98 dan tanaman sisipan dari tanaman kebun kelapa sawit yang telah dikembangkan sebelumnya.
Pabrik kelapa sawit terdapat di kebun Dolok Ilir dan Gunung Bayu. Sedangkan kebun Laras tidak mempunyai Pabrik Pengolahan kelapa sawit. Produksi tandan buah segar kebun Laras diolah di pabrik kelapa sawit kebun Dolok Ilir. Limbah dari proses pengolahan tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan pakan ternak ruminansia termasuk sapi.
Keberadaan ternak sapi di areal PTPN IV di lokasi tersebut diatas dirasakan oleh pihak perkebunan telah bersifat mengganggu tanaman Kelapa Sawit dan secara ekonomis telah sangat merugikan, dengan tingkat kerugian akibat gangguan ternak sapi yang masuk kebun dapat menurunkan produksi sebesar 15 – 20 %, sebagai akibat renggutan daun dan buah kelapa sawit oleh ternak sapi. Pada kurun waktu 5 tahun terakhir, terjadi peningkatan populasi ternak sapi dengan sangat cepat yang digembalakan pada areal perkebunan dan hal ini dapat menimbulkan kerusakan tanaman kelapa sawit berupa renggutan daun dan buah, pemadatan tanah dan diduga mempercepat penyebaran serangan hama ulat kantong. Dikhawatirkan keberadaan ternak sapi tersebut akan mengakibatkan kerugian yang lebih besar jika tidak dilakukan pengendaliannya sedini mungkin.
PTPN IV bekerjasama dengan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, telah melakukan survey untuk memperoleh data dan informasi, guna dimanfaatkan sebagai dasar menetapkan kebijakan dalam melakukan tindakan pengendalian dalam rangka menjadi solusi atas permasalahan dimaksud diatas.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

1

Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dari penyelenggaraan kegiatan survey ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk penetapan kebijakan dan solusi terbaik secara teknis maupun ekonomi. Data dan Informasi dimaksud meliputi : 1) Pemilik ternak yang digembalakan di areal PTPN IV (Karyawan PTPN/ Masyarakat
sekitar PTPN IV/ Pemodal dari Luar lokasi). 2) Alasan peternak menggembalakan ternaknya didalam areal PTPN IV. 3) Bagaimana rencana Pemerintah Daerah Setempat melakukan penertiban
penggembalaan ternak sapi tersebut. 4) Komitmen aparat penegak hukum menyelesaikan permasalahan penggembalaan
ternak sapi di areal kebun PTPN IV. 5) Pendapat dan tanggapan para stakeholder dalam penyelesaian terbaik atas keberadaan
ternak sapi yang telah bersifat pengrusakan kebun PTPN IV.
Sasaran Sasaran dari kegiatan survey ini adalah diperolehnya suatu keluaran yang merekomendasikan berbagai alternatif penyelesaian terbaik atas keberadaan ternak sapi di kebun PTPN IV, baik secara teknis maupun ekonomis yang menguntungkan serta dapat disepakati dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak yang terkait.


TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Sapi Ternak Sapi termasuk golongan ternak herbivora atau pemakan hijauan rerumputan dan dedaunan, yang merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai tinggi di tengah masyarakat. Harga jualnya tinggi dan mudah menjualnya, dan hal ini telah mendorong peningkatan pemeliharaan ternak sapi oleh petani peternak di Indonesia. Dikaitkan dengan sosial budaya, maka keberadaan ternak sapi berperan sangat penting dalam masyarakat Indonesia umumnya terutama pada hari kurban, karena sapi sebagai salah satu jenis ternak yang memenuhi syarat menjadi hewan kurban.
Kebutuhan pakan ternak sapi : hijauan pakan berkisar 10 % dari bobot badan hidup bahan kering sekitar 2,50 – 3,50% dari bobot badan hidup (NRC, 1975). Ternak sapi secara alamiah lebih menyukai rerumputan dibandingkan dengan dedaunan (NRC, 1975). Namun demikian jika ketersediaan rerumputan yang disukainya tidak mencukupi maka dedaunan lain akan dikonsumsi termasuk daun kelapa sawit maupun buahnya yang telah masak.
Pertambahan bobot badan sapi pedaging berkisar antara 0,1 kg sampai 0,3 kg per ekor per hari, tetapi dengan penggunaan breed unggul dengan disertai perbaikan makanan dan pengelolaan, telah menunjukkan pertambahan berat badan harian sapi yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 0,4 kg sampai 0,6 kg (Tillman, 1974). Jadi dengan teknik beternak

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

2

dan sistem pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan produksi ternak. Kenaikan produksi ternak ditandai dengan penggunaan makanan ternak konsentrat yang tinggi jumlahnya. Persentase pemberian ransum yang terdiri dari makanan konsentrat adalah sebesar 40% (Dirven, 1973). Ternak sapi melahirkan anak rata-rata sekali setiap tahun, dengan waktu kebuntingan selama ± 9 bulan. Induk yang melahirkan setelah 40-60 hari pada umumnya menunjukkan tanda birahi / minta kawin (Bambang Agus, 1990).
Kondisi peternakan sapi pada saat ini di Sumatera Utara, memperlihatkan ketidakseimbangan antara populasi ternak yang ada dengan kebutuhan masyarakat baik terhadap daging dan susu. Data dari Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa setiap tahunnya diperlukan pasokan ternak sapi siap potong dari wilayah lain bahkan dari negara lain dengan jumlah sekitar 20.000 ekor (Dinas Peternakan Prop. SU). Sehingga usaha penggemukan sapi potong di Indonesia, sebenarnya memiliki peluang yang cukup besar untuk di kembangkan, terutama karena melimpahnya limbah pertanian. Sampai sekarang pada umumnya usaha penggemukan sapi masih bersifat tradisional, dan dilakukan sebagai usaha sambilan (Bambang Agus Murtidjo, 1990). Ditinjau dari segi ekonomis usaha ini menguntungkan petani-peternak, sebab selain hasil penggemukan, limbah ternak dapat dijual sebagai pupuk kandang.
Kelapa Sawit Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditi prima tanaman perkebunan, dengan perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Produk yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit adalah Tandan Buah Segar/ TBS, yang merupakan bahan dasar untuk pengolahan lebih lanjut menghasilkan berbagai bentuk produk dan kegunaannya (Zulfikar Siregar, 2003). Produksi TBS kelapa sawit per hektar per tahun sebesar 12,6027,00 ton (Zulfikar Siregar, 2003).
Tanaman Kelapa Sawit menghasilkan 4 jenis limbah utama yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu daun kelapa sawit, serat buah sawit, lumpur minyak sawit, dan bungkil inti sawit. Limbah ini tersedia cukup melimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai ransum ternak (sapi) belum maksimal sampai sekarang (Aritonang, 1986). Produksi TBS yang tinggi diperoleh dari tanaman yang sehat, dengan pelepah daun sekitar 56 helai per pokoknya. Setiap kali panen TBS umumnya diikuti oleh pemotongan pelepah, dan seringkali lebih dari 1 helai pelepah.
Pelepah yang dibuang pada waktu panen TBS, berdasarkan hasil penelitian sangat baik dan berpotensi besar sebagai salah satu bahan pembuatan ransum pakan ternak ruminansia. Disamping itu limbah dari pengolahan TBS antara lain berupa lumpur kelapa sawit, bungkil inti sawit juga sangat baik untuk diolah menjadi pakan ternak. Komposisi zat nutrien daun kelapa sawit, lumpur minyak sawit, dan bungkil inti sawit disajikan pada Tabel 1. Dengan pemanfaatan limbah tersebut sebagai pakan, maka secara langsung akan meningkatan nilai ekonomis limbah tersebut.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

3

Tabel 1. Komposisi Nutrien Daun Sawit, Lumpur Sawit, Dan Bungkil Inti Sawit


Nutrien Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Abu (%) TDN (%)

Daun Sawit 93,41a 13,30a 4,47a 32,55a 14,43b
56,00

Lumpur Sawit 94,00a 13,25a 13,00a 16,00a 13,90b
79,00

Bungkil Inti Sawit 91,11a 15,40a 7,71a 10,50a 5,18b
81,00

Sumber: a. Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP USU Medan (2000) b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000)

Daun kelapa sawit merupakan limbah padat yang keberadaannya cukup melimpah di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasar daun kelapa sawit sebanding dengan mutu hijauan (Prayitno dan Darmoko, 1994). Penggunaan daun kelapa sawit telah dicobakan pada ternak sapi pedaging dan perah dan dapat diberikan sebesar 30 sampai 40% dari pakannya (Hassan dan Oshio, 1990). Daun kelapa sawit dapat diproses dalam bentuk pellet, diawetkan dalam bentuk silase, dan dimanipulasi dalam bentuk yang dapat diterima ternak ruminansia (Jafar dan Hassan, 1990).

Serat buah merupakan limbah dari pengolahan kelapa sawit yang dipisahkan dari buah setelah pengutipan minyak dan biji dalam proses pemerasan. Tingkat penggunaan serat buah sawit dalam pakan sapi dan kerbau adalah 10-20% dan untuk domba dan kambing adalah sebesar 10-15% (Hutagalung dan Jalaludin, 1982). Aritonang (1986) melaporkan bahwa serat buah sawit dapat digunakan dalam ransum ternak ruminansia sebesar 2530%. Sebelumnya Hasan dan Ishida (1991) telah melaporkan bahwa serat sabut sawit dapat digunakan dalam ransum ternak ruminansia sebesar 20%.

Lumpur minyak sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ekstraksi minyak. Bahan ini merupakan emulsi yang mengandung sekitar 4-5% padatan, 0,5-1% sisa minyak dan sekitar 94% air (Lihat Disertasi Hasnudi, 2004). Untuk setiap ton hasil minyak sawit, dihasilkan sekitar 2-3 ton lumpur minyak (Hutagalung dan Jalaludin, 1982).


Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik. Aritonang (1986) melaporkan bahwa pemberian konsentrat yang mengandung serat buah sawit, lumpur sawit, bungkil inti sawit, molases, urea dan mineral memberikan pertambahan bobot badan sapi sebesar 0,47 kg/hari.

Integrasi Kelapa Sawit dan Ternak Sapi. Keberadaan ternak sapi dan kelapa sawit pada suatu hamparan sebenarnya sangat berpeluang baik untuk tidak saling merugikan jika pengelolaannya dilakukan dengan benar yakni berdasarkan sifat karateristik dari kedua komoditi tersebut.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

4

Limbah tanaman dan pengolahan hasil kelapa sawit berpeluang menjadi pakan ternak ruminansia, sementara limbah ternak berupa pupuk kandang merupakan masukan yang baik bagi tanaman kelapa sawit. Disamping itu tanaman rerumputan disela-sela tanaman kelapa sawit dan dipinggir jalan sekitar kebun merupakan sumber hijauan pakan bagi ternak ruminansia, apalagi dikelola antara lain dengan kegiatan pengembangan jenis rumput yang tahan terhadap naungan tanaman kelapa sawit.
Integrasi kelapa sawit dan ternak sapi saling mendukung satu dengan lainnya dapat menjadi suatu model seperti halnya model integrasi kelapa dan ternak sapi yang disebut dengan Coco Beef. Mendorong kemajuan perkembangan peternakan sapi dan sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan petani peternak baik karyawan PTPN IV maupun penduduk desa lingkar kebun.
Penggembalaan Menurut KUHP. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa penggembalaan ternak oleh masyarakat di areal PTP IV dapat dikenankan sanksi hukuman, sebagaimana tertera pada : Pasal 548 KUHP : Barangsiapa dengan tidak berhak membiarkan ternaknya yang bersayap tiada dapat terbang, berjalan dikebun atau ditanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp. 225 ( KUHP 406-1, 549)
Pasal 549 ayat 1. Barangsiapa dengan tiada berhak membiarkan hewannya berjalan di kebun, disuatu ladang, ladang rumput atau padang jerami, ataupun disuatu tanah yang telah ditaburi, ditugali, ditanami, ataupun yang hasilnya belum lagi diambil, ataupun tanah kepunyaan orang lain oleh yang berhak dilarang dimasuki dengan sudah diberi tanda larangan yang nyata bagi sipelanggar, dilakukan denda sebanyak-banyaknya Rp. 375 (KUHP 101, 406-1, 550 a)
Ayat 2. Ternak yang menyebabkan pelanggaran itu dapat dirampas (KUHP, 39 – 2, 41).
Ayat 3. Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lagi lalu satu tahun, sesudah keterangan putusan hukuman yang dahulu bagi sitersalah lantaran pelanggaran serupa itu juga, maka denda itu dapat diganti dengan hukuman kurungan selama-lamanya 14 (empat belas) hari.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

5

METODE SURVEY


Metode Survey Metode Penelitian adalah sampling proporsional dengan menggunakan pendekatan penelitian PRA (Participatory Rural Appraisal) melalui metode survey dan wawancara (Interview) menggunakan kuisioner/ daftar pertanyaan dan FGD (Focus Group Discussion) melalui lokakarya/ panel diskusi bersama para stake holder, MUSPIKA serta tokoh masyarakat setempat.

Data dan informasi yang diperoeh dari wawancara dan FGD, selanjutnya akan dianalisa dengan menggunakan metode analisis I/Q (Input/Output) produksi dan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat).

Lokasi Survey Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan kriteria : diambil 2 afdeling yang terbesar jumlah keberadaan ternak sapi dari masing-masing kebun PTPN IV, yaitu kebun Dolok Ilir, Laras, dan Gunung Bayu. Dari hasil pengacakan didapat masing-masing desa dan afdeling survey yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Lokasi Sampel Survey di PTPN IV

DESA

KARYAWAN

Dolok Ilir

Afdeling II

12

Afedeling V


12

Laras

Afdeling I

12

Afdeling II

12

Gunung Bayu

Afdeling III

12

Afdeling V


12

TOTAL

72

NON KARYAWAN

Afdeling II

12

Afdeling V

12

Afdelng I

12


Afdeling II

12

Afdeling III

12

Afdeling V

12

72

Responden dan Peserta FGD Jenis responden dibagi atas 2 katagori : Kategori I Responden kepemilikan ternak (karyawan dan non karyawan PTPN IV). Jumlah Responden adalah 144 orang.
Katgori II Responden umum sejumlah 7 responden, yang masing-masing diwakili oleh : Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Kepolisian, Camat, Instansi Peternakan dan Manajer Unit serta Askep pada setiap lokasi kebun. Jumlah responden umum : 3 x 7 = 21 responden. Dengan demikian jumlah responden keseluruhan adalah 144 + 21 = 165 responden.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara


6

Skema responden :

AFD

KEBUN

AFD

K NK

K NK

Sub total : 12 Org Sub total : 12 Org Sub total : 12 Org Sub total : 12 Org

Total : 24 Orang K : Karyawan PTPN IV NK : Non - Karyawan AFD : Afdeling

Total : 24 Orang


Pelaksanaan Survey Penelitian dilaksanakan melalui 2 tahap, tahap pertama yakni dengan melakukan wawancara kepada para peternak baik yang berasal dari karyawan PTPN maupun yang berasal dari luar karyawan dan aparat pemerintah serta tokoh-tokoh masyarakat. Tahap kedua adalah melakukan lokakarya/panel diskusi bersama stake holder, MUSPIKA, dan tokoh masyarakat.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Survey

Berdasarkan pelaksanaan survey yang dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Kebun Dolok Ilir Kategori Karyawan PTPN-IV

1. SDM Peternak

Tingkat pendidikan karyawan PTPN yang memiliki ternak sebagian besar adalah SMA

(36,7%), sedangkan kedua terbesar adalah SMP dan SD masing-masing sebesar


25,85%, dengan jumlah anggota keluarga terbesar adalah 5 orang (41,66%) yang

terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak. Tetapi dari 24 KK/Responden ternyata masih

ada yang tidak sekolah/tidak tamat SD (24%). Dan sebagian anggota keluarga terlibat

dalam pemeliharaan ternak (63,22%) dan sisanya (36,78%) tidak terlibat dalam

pemeliharaan ternak.

2. Pengelolaan Ternak

Sebagian besar ternak yang dipelihara oleh karyawan adalah milik sendiri (88,29%)

atau berjumlah 98 ekor. Sedangkan sistem pengelolaan ternak parohan sebesar

78,38%. Dan semua ternak bersumber dari milik karyawan pribadi.

3. Struktur Status Populasi Ternak


Jumlah populasi ternak hasil wawancara dengan karyawan adalah 163 ekor yang

terdiri dari 153 ekor sapi dan 10 ekor kambing dari 24 responden. Ternak sapi yang

merupakan induk mendominasi populasi dengan persentase sebesar 41,83% atau

berjumlah 64 ekor. Sedangkan untuk ternak kambing hanya berjumlah 10 ekor yang

terdiri dari 70% induk (7 ekor), 20% kambing dara (2 ekor), dan sisanya kambing

jantan (1 ekor).

4. Pemilikan Lahan Luas pekarangan karyawan kebanyakan kurang dari 500m2 (58,33%) dan merupakan

milik sendiri. Berbeda dengan lazimnya karyawan PTPN lain yang selalu menempati

areal PTPN sebagai tempat tinggal, karyawan Dolok Ilir pada umumnya lebih senang

tinggal di tanahnya sendiri daripada tinggal di lahan PTPN (Pondok). Hanya sekitar 2

KK/Responden (8,33%) yang menempati lahan PTPN. Sedangkan karyawan yang memiliki ladang/kebun terbesar dengan luas kurang dari 5000 m2 sebesar 37,5%

bahkan ada yang memiliki lahan seluas 2 Ha. Salah sau karyawan yang memiliki

ladang/kebun yang luas (2 ha) bersedia tanahnya dijadikan areal penanaman

rumput/hijauan.

5. Sistem Pemeliharaan Ternak

1) Pemeliharaan dan Suplai Pakan Hijauan

Sistem pemeliharaan ternak yang selama ini digunakan oleh karyawan peternak

adalah sistem campuran (79,16%), yaitu ternak digembalakan di kebun mulai dari

pkl 06.00 wib s/d pkl. 17.30 wib , setelah itu ternak pulang ke kandang yang ada

di pekarangan rumah karyawan. Sedangkan sistem intensif sampai saat ini belum

ada yang menggunakannya. Pemberian pakan pada ternak selama ini hanya

mengandalkan pakan yang diperoleh ternak dari kebun dan ketika pulang ke

kandang kebanyakan ternak tidak diberi tambahan hijauan/rumput (45,83%). Dan

jika diberi tambahan hijauan/rumput hanya pada saat ternak sakit atau mau

beranak.

2) Perkawinan dan Pemberian Pakan Tambahan

Pemeliharaan ternak di Dolok Ilir tergolong masih tradisional karena:

(1)

pada umumnya sistem perkawinan masih secara alami sebesar 87,5%. Dan hanya

sedikit sekali karyawan peternak yang menggunakan jantan unggul (8,33%) dan

menggunakan IB sebesar (4,16%).

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

9

(2) sistem pemberian pakan hanya mengandalkan makanan yang ada di kebun pada saat digembalakan. Hanya 4,16% peternak karyawan yang menggunakan konsentrat sebagai pakan tambahan. Tetapi hampir semua karyawan menggunakan garam (75%) dan semua karyawan (100%) menggunakan obat cacing. 6. Pemasaran Ternak Pemasaran ternak selama ini karyawan hanya menggunakan jasa agen ternak (70,83%) dan hanya 8,33% karyawan yang menjual ternaknya langsung ke konsumen. Tetapi banyak karyawan yang belum pernah menjaul ternaknya (20,83%), karena masih pemula. 7. Tujuan Pemeliharaan Ternak Tujuan beternak bagi karyawan yang paling penting adalah untuk biaya sekolah anakanaknya dan sebagai tambahan kebutuhan hidup sehari-hari (83,33%). Dan sedikit sekali yang bertujuan untuk menghasilkan anak (33,33%) dan sisanya sebesar 12,5% untuk penggemukan. Jadi motivasi karyawan peternak untuk mengembangkan peternakannya hampir tidak ada karena bagi mereka yang penting ternak hidup dan bisa dijual sewaktu-waktu dibutuhkan. Makanya sistem pemeliharaan ternak selama ini sangat tradisional dan bahkan hampir tidak terawat. 8. Pandangan 1) Menggembalakan Mengganggu Hampir semua karyawan (91,66%) tahu bahwa menggembalakan ternak di kebun sangat mengganggu, sebabnya karena ternak memakan daun sawit (79,16%) dan menyebabkan tanah menjadi padat (37,5%). Tetapi ada juga yang menganggap bahwa menggembalakan ternak di kebun tidak mengganggu (8,33%) karena tanaman sawit tua (4,16%) dan kotooran sapi bisa dijadikan pupuk bagi tanaman sawit (4,16%). 2) Resiko Menggembalakan Ternak Hampir semua karyawan peternak (91,16%) pernah mengalami resiko selama menggembalakan ternak di kebun. Ketika ada pemupukan di kebun ternak mati karena keracunan pupuk (41,66%) dan hanya 4,16% yang menyatakan bahwasannya ternak dicuri ketika berada di kebun. 9. Sistem Perkandangan Dimasa Datang Karyawan peternak Dolok Ilir telah menyadari bahwa sistem pemeliharaan yang mereka lakukan selama ini masih kurang baik sehingga mereka ingin suatu perubahan termasuk terhadap sistem perkandangannya. Sistem perkandangan yang karyawan inginkan dimasa yang akan datang adalah sistem intensif (54,16%). Dan hanya 12,5% yang menginginkan agar sistem perkandangannya secara ekstensif/tanpa kandang. Alasannya: (1) karena karyawan peternak tidak punya waktu mengaritkan rumput, (2) persediaan rumput tidak mencukupi/terbatas, (3) jika jumlah ternak banyak tidak memungkinkan mencari dan mengaritkan rumput karena terlalu merepotkan, dan (4) tidak perlu mengarit rumput dan membeli pakan tambahan. 10. Sistem Pemberian Pakan Dimasa Datang Karyawan peternak menginginkan sistem pemberian pakan dimasa yang akan datang adalah dengan sistem semiintensif (cut and carry + gembala) sebesar 37,5%. Dari pagi sampai dengan sore digembalakan kemudian sore hari pulang ke kandang. Sedangkan yang memilih sistem ekstensif sebanyak 29,16% dengan alasan yang hampir sama dengan yang diatas.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

10

11. Kerjasama 1) Ditangani PTPN IV Kerjasama yang paling di inginkan oleh karyawan peternak dengan pihak PTPN adalah kerjasama dalam hal pembinaan peternak oleh PTPN IV (75%) dan pelayanan kesehatan hewan (70,83%). Tetapi ada juga pihak karyawan yang tidak bersedia melakukan kerjasama (8,33%) dengan alasan ternak yang dipelihara sudah cukup untuk biaya hidp karena anak sudah berkeluarga. 2) Ditangani Peternak Rata-rata peternak bersedia bertanggung jawab merawat dan menjaga ternak agar tidak masuk ke kebun (87,5%) jika kerjasama ini terlaksana dengan catatan tersedianya tempat penggembalaan ternak selain di kebun atau tersedianya pakan hijauan yang cukup untuk seluruh ternak dan pakan konsentrat yang harganya tidak terlalu mahal. 3) Sistem Bagi Hasil Sistem kerjasama yang diinginkan adalah sistem pinjaman peternak secara komersial dan sistem parohan ternak masing-masing sebesar 37,5%. Sistem parohan ini maksudnya pengembalian pinjaman ataupun pembelian pakan dibayar dengan ternak yang mereka pelihara karena karyawan tidak punya uang untuk mengembalikan ataupun membeli kontan pakan konsentrat.
12. Pendapatan Pendapatan yang diperoleh karyawan dari usaha peternakannya rata-rata kurang dari 1 juta rupiah per bulan (58,33%), 29,16% karyawan belum pernah menjual ternaknya dan sisanya 12,5% memperoleh pendapatan antara 2 sampai 5 juta rupiah per bulan. Penghasilan karyawan peternak hanya mengandalkan dari penjualan sapi tidak ada tambahan lain seperti dari penjualan kotorannya. Pendapatan yang diperoleh karyawan dari PTPN sendiri juga berjumlah kurang dari 1 juta rupiah per bulan (75%).
13. Sumber Air Minum Ternak Untuk memenuhi kebutuhan air minum bagi ternak selama ini karyawan mengandalkan pada sumurnya (70,83%) dan dari sungai sebesar 54,16%.
Kebun Dolok Ilir Kategori Non Karyawan 1) Dari hasil survey yang dilakukan di Dolok Ilir, tingkat pendidikan masyarakat adalah:
tamat SD 63%, tamat SMP 23%, dan tamat SMA 26%. Dari data dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Dolok Ilir masih rendah. 2) Pada umumnya pekerjaan pokok masyarakat adalah bertani 90%, dan lainnya 10%. Pada pemilikan tanah yang dimiliki masyarakat sangat kecil, ini menunjukkan bahwa beternak merupakan pekerjaan sampingan, karena tujuan beternak masyarakat adalah sebagai tabungan. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa pengetahuan mereka tentang beternak yang baik sangat kurang, dan hal ini disebabkan karena kurangnya penyuluhan dari Dinas Peternakan setempat. 3) Dalam hal kepemilikan ternak dari hasil survey yang dilakukan 90% adalah milik sendiri, 25% adalah merupakan parohan. Sumber ternak masyarakat Dolok Ilir adalah dari orang desa sendiri. Hal ini menunjukkan bahwasannya peternakan di Dolok Ilir kurang mendapat perhatian sehingga tidak ada pejantan unggul yang didatangkan ke daerah tersebut. 4) Karena kurangnya pengetahuan tentang beternak maka kondisi ternak yang ada di Dolok Ilir sangat memprihatinkan. Kondisi rumput yang kurang, suplai pakan tambahan sangat sedikit, sistem perkawinan ternak yang masih alami, dan pada

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

11

masalah kesehatan sebagian besar peternak tidak mengetahui obat apa yang harus diberikan jika sapinya sakit. 5) Pemasaran ternak, para peternak melakukan penjualan sapinya kepada agen yang datang ketempat mereka. Dari hasil survey mereka sangat dirugikan dengan melakukan penjualan kepada agen, karena pembayarn yang dilakukan tidak cash, tapi diberi tempo 1 bulan untuk pembayaran. 6) Sistem beternak yang dilakukan masyarakat adalah dengan sistem gembala yang dilakukan di areal perkebunan PTPN. Tetapi mereka sangat menyadari bahwa menggembalakan ternak di kebun sangat mengganggu. Hal ini ditunjukkan dengan 58,3% menyatakan bahwa menggembalakan ternak di kebun menyebabkan kelapa sawit yang berumur muda daunnya di makan ternak dan juga mengganggu para pekerja kebun yang sedang bekerja. Dan sisanya menyatakan tidak mengganggu (41,7%), karena ternak digembalakan di kebun tanaman kelapa sawit tua dan digembalakan pada waktu tertentu, mulai dari jam 2 siang sampai jam 6 sore. 7) Selama peternak menggembalakan ternaknya di kebun kelapa sawit, tidak mendapat resiko (95%) dan hanya 5% yang menyatakan berisiko karena ternaknya keracunan. 8) Dari hasil wawancara dengan peternak, tujuan mereka beternak hanya sebagai tabungan. Sistem peternakan dimasa yang akan datang 205% menyatakan secara intensif, 70% secara semiintensif dan secara ekstensif 9%. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan peternak tentang cara-cara beternak yang baik, sehingga mereka lebih menyukai sistem semiintensif. 9) Sistem pemberian pakan 87,9% menyatakan secara semiintensif, 8,3% secara intensif dan 4,16% digembalakan/ekstensif. 10) Hubungan PTPN IV selama ini dengan masyarakat disekitar kebun kurang harmonis. Maka dengan adanya kerjasama antara peternak dengan PTPN sangat menarik perhatian masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan kerjasama yang mereka inginkan adalah dibidang Pelayanan Kesehatan, Pembinaan Peternak oleh PTPN dan kerjasama pemasaran 100% masyarakat menginginkannya. Dalam hal penyediaan pakan, bantuan modal dan meminjamkan dana untuk pembangunan kandang minat masyarakat sangat kecil (16,7%). 11) Kalau terjadi kerjasama antara peternak dengan PTPN, peternak bersedia merawat ternak, tidak menjual ternak tanpa sepengetahuan PTPN dan bersedia melaporkan ternak yang lahir. 12) Untuk hal sistem bagi hasil 20% peternak menginginkan pengembalian modal secara komersial dengan alasan bahwa mereka ingin menambah jumlah ternaknya. Dan 70% dilakukan perhitungan berdasarkan penyertaan modal dan tenaga kerja dengan alasan bahwa jumlah ternak yang dipelihara sudah cukup. 13) Sumber air minum bagi ternak 54% dari sumur, 58% dari sungai dan 46% dari mata air.
Kebun Laras Desa kebun Laras salah satu areal perkebunan PTPN IV, desa yang termasuk dilakukan sampel survey. Dari hasil survey yang dilakukan di desa Laras tetang Sumber Daya Masnusia ( SDM) dapat kita melihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat masih cukup rendah dengan persentase baik Karyawan maupun Non Karyawan, SD 55 %, SMP 35 %,dan SMA 20 %. Denga pekerjaan pokok bertani dan karyawan PTPN IV. Melihat kondisi sumberdaya yang demikian , maka dapat kita lihat pengetahuan mereka terhadap cara beternak yang baik cukpu rendah.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

12

Kepemilikan ternak di desa Laras baik itu Karyawan dan Non Karyawan cukup tinggi dengan presentase 60 %. Ini menunjukkan bahwa keinginan masyarakat dalam beternak sapi di desa Laras cukup tinggi, dengan sumber ternak dari masyarakat sekitar dan ternak komersial.

Desa Laras termasuk salah satu desa yang jumlah populasi ternak cukup tinggi, demikian juga dengan struktur populasi ternak yang terdapat didesa Laras cukup bervariasi antara jantan, induk, dara dan anak. Dari hasil survey yang dilakukan menunjukkan bahwa komposisi ternak terdiri dari 17 % jantan, 42 % induk, 28,8 % dara dan 24,12 % anak.

Dilihat dari kepemilikan lahan dengan kepemilikan ternak sangat kontradiksi. Dari hasil survey di desa Laras kepemilikan lahan baik itu karyawan maupun non karyawan sangat kecil. Terutama karyawan , karena memang tinggal diareal milik PTPN IV. Non karyawan juga cukup rendah, ini menyebabkan kurangnya lahan untuk dijadikan kandang dan penanaman rumput untuk pakan ternak.

Dengan kepemilikan lahan yang terbatas baik karyawan maupun nonkaryawan , maka cara beternak yang dilakukan sangat sederhana, umumnya dengan cara perkandangan yang sederhana dan digembalakan diareal perkebunan PTPN IV dengan presentase yang menggembalakan dan yang mempunyai kandang 80 %. Dengan sistim penggembalaan campuran yang dilakukan karyawan maupun non karyawan, maka sistim perkawinan yang terjadi adalah dengan sistim perkawinan sembarangan artinya tidak jelas jantan yang mengawini induk. Demikian juga dengan pemberian pakan tambahan para peternak karyawan dan non karyawan hanya memberikan garam dengan persentase 100 % dan pengobatan hanya dilakukan terhadap penyakit cacing. Untuk penyakit yang lain peternak baik karyawan maupun non karyawan tidak pernak melakukannya ( tidak tahu) .

Melihat dari ternak yang dimiliki peternak baik karyawan maupun non karyawan sangat kecil < 25, ini disebabkan karena tujuan mereka beternak untuk mendapatkan anak dan dengan presentase 83 % dan untuk tujuan menambah penghasilan keluarga 17 %. Untuk menambah penghasilan keluarga umumnya peternk menjual ternaknya kepada agen yang datang langsung ke peternak dengan harga yang ditentukan oleh agen. Disini dapat kita lihat bahwa daya tawar peternak sangat rendah dalam menjual ternaknnya. Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang harga ternak dipasaran.

Dari hasil survey tentang pandangan pandangan karyawan dan non karyawan tentang menggembala di lahan perkebunan PTPN IV , sebagian besar mengatakan mengganggu dengan presentase 90 %, dan tanaman yang diganggu adalah tanaman kelapa sawit yang berumur muda, gangguan terhadap pemadatan tanah dan mengganggu karyawan yang sedang bekerja.

Demikian juga resiko terhadap menggembala ternak di kebun PTPN IV. Dari hasil survey yang dilakukan terhadap karyawan dan non karyawan yang telah mengalami resiko menggembala di kebun terutama resiko keracunan dan makan plastik.

Untuk peternakan dimasa yang akan datang para peternak berpendapat bahwa sistim peternakan dengan cara intensif dengan presentase 56 % lebih baik dan pemberian pakan dengan sisitin Cut and Carry dengan presentase 65 %. Ini menunjukkan adanya keinginan peternak memiliki ternak yang lebih baik dimasa yang akan datang.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

13

Survey yang dilakukan terhadap karyawan dan non karyawan tetang kerjasama yang diharapkan peternak dengan PTPN IV , kerjasama yang diinginkan adalah dalam bentuk Pelayanan kesehatan, pembinaan dan pemasaran dengan presentase 100 %. Untuk modal , penyediaan pakan baik karyawan dan non karyawan tidak begitu berminat dengan alasan dengan keadaan yang sekarang mereka sudah cukup merasa puas.

Sementara untuk kerjasama yang ditangani peternak baik perawatan , tidak menjual tanpa sepengetahuan PTPN dan melaporkan yang lahir dan yang mati, mereka cukup antusias dengan presentasi 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa adanya rasa tanggung jawab yang dilakukan peternak apabila terjadi kerja sama dengan PTPN IV.

Dalam hal kerja sama sistim bagi hasil baik karyawan maupn non karyawan hanya menginginkan dilakukan perhitungan berdasarkan penyertaan modal dan tenaga kerja dengan presentase 84 %, sedangkan pinjaman komersial hanya 16 %. Ini menunjukkan bahwa masyarakat desa Laras lebih menginginkan kerjasama dalam bentuk natura.

Dari hasil beternak penghasilan mereka cukup kecil dengan perincian < 1 Juta , 52 % ini menunjukkan bahwa belum sepenuhnya ternak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, terutama dalah hal pengetahuan peternak tentang beternak yang baik.

Kebun Gunung Bayu Dari hasil survey yang dilakukan di Kebun Gunung Bayu didapat bahwa tingkat pendidikan antara karyawan dan non karyawan sangat rendah. Ini dapat dilihat dari tingginya persentase (42% dan 55%) masyarakat Gunung Bayu yang hanya mengecap pendidikan hingga Sekolah Dasar. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat non karyawan (55%) dikarenakan rendahnya keinginan masyarakat Gunung Bayu akan pentingnya menuntut ilmu, mereka lebih memilih beternak sapi daripada menuntut ilmu/bersekolah. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat beternak sapi sangat tinggi. Selain beternak sapi masyarakat Gunung Bayu juga memiliki perkerjaan pokok tersendiri yaitu sebagai karyawan PTPN IV dan ada yang hanya sambilan (mocok-mocok) untuk menyambung kehidupan perekonomian mereka.

Sebagian besar masyarakat Gunung Bayu baik karyawan maupun non karyawan rata-rata memiliki ternak sapi dengan status milik sendiri sedangkan dengan sistem parohan ratarata hanya 41,9% dan 15,9%. Dari semua ternak yang dipelihara dan dimiliki oleh masyarakat Gunung Bayu bersumber dari berbagai pihak. Untuk masyarakat karyawan dan non karyawan sebagian besar didapat dari masyarakat desa itu sendiri tetapi tidak menutup kemungkinan sapi diperoleh dari orang bisnis. Populasi ternak sapi pada masyarakat Gunung Bayu baik yang memiliki sendiri maupun parohan cukup bervariasi antara jantan, induk, anak dan dara. Untuk masyarakat non karyawan dan karyawan jumlah induk sapi mendominasi daripada pejantan (50,9% dan 43,9%) sedangkan masyarakat karyawan populasi pejantan tidak ada sama sekali. Pada anak sapi dan sapi dara persentase tertinggi terdapat pada populasi anak sapi (33,5% dan 34,8%) dalam masyarakat non karyawan dan karyawan.

Kepemilikan lahan masyarakat Gunung Bayu sangat berbeda kepemilikannya. Untuk masyarakat non karyawan status lahan adalah milik sendiri lain halnya dengan masyarakat karyawan status lahan mereka adalah milik PTPN IV dan difungsikan sebagai tanah garapan selain beternak sapi. Luas lahan untuk kedua masyarakat tersebut rata-rata

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

14

memiliki luas yang sama yaitu kurang dari 1000 m2 . Dengan luas lahan tersebut masyarakat Gunung Bayu membuat kandang untuk memelihara ternak mereka dengan memakai sistem campuran yang artinya jam 14.00 hingga 18.00 ternak dilepas/digembalakan dan setelah waktunya akan dikandangkan kembali dengan sumber air yang biasa dikonsumsi sapi berasal dari mata air dan sumur dimana sumur tersebut juga berasal dari limpasan mata air. Dengan sistem campuran tersebut masyarakat Gunung Bayu dalam menyuplai pakan untuk sapi sangat bervariasi beratnya tetapi rata-rata berat hijauan tersebut sangat tidak seimbang dengan bobot sapi tersebut sehingga yang ada kondisi sapi sangat kurus dan sering mengalami kelaparan, selain itu pakan tambahan yang diberikan sangat minim yaitu hanya garam, obat cacing, mineral dan vitamin sehingga sapi rentan terhadap penyakit.
Dengan sistem pemeliharaan campuran masyarakat Gunung Bayu memilih mengawinkan sapinya dengan pejantan unggul. Mereka tidak ingin memiliki keturunan sapi yang tidak unggul. Oleh sebab pengawasan dilakukan ketika menggembalakan sapinya. Dalam hal pemasaran masyarakat Gunung Bayu lebih banyak menjual kepada agen/belantik disebabkan karena tidak tahunya harga sapi yang sebenarnya di pasaran sehingga mereka menjualnya langsung kepada mereka. Selain menginginkan keturunan dari sapi mereka, masyarakat Gunung Bayu memanfaatkan sapinya untuk menambah perekonomian keluarga mereka sehari-hari. Dari hasil penjualan ternak sapi tersebut pendapatan yang didapat masyarakat Gunung Bayu rata-rata dibawah 1 juta tiap bulannya, walaupun begitu masih belum bisa menutupi kebutuhan sehari-hari kehidupan mereka.
Pandangan masyarakat Gunung Bayu terhadap pengembalaan ternak sapi di kebun PTPN IV sangat berbeda-beda dan bervariasi. Ada yang merasa bahwa tidak merugikan pihak PTPN IV karena mereka menggembalakannya pada areal tanaman yang sudah tua sehingga kelapa sawit tidak terkontaminasi dan dilain pihak tidak merugikan pihak PTPN IV apabila menggembalakannya pada areal tanaman muda. Dengan penggembalaan tersebut resiko yang dialami ternak sapi tidak terlalu tinggi karena sistem pengawasan yang ketat sehingga tidak ada yang kecurian tetapi tidak menutup kemungkinan para peternak mengalami resiko dalam menggembalakan ternak mereka seperti keracunan pupuk, dibunuh ataupun kaki sapi yang sering tertusuk duri sawit. Selain itu pandangan masyarakat terhadap pemberian pakan dan sistem perkandangan yang baik di masa depan adalah dengan sistem cut and carry dengan gembala semi intensif dan perkandangan yang semiintensif.
Kerjasama yang diinginkan para peternak sapi di Kebun Gunung Bayu kepada pihak PTPN IV adalah mereka mau menerima kerjasama asalkan ada rembukan bersama dan diskusi antara pihak PTPN IV dan para peternak dimana kedua belah pihak tidak ada yang saling merugi atau kedua-duanya saling menguntungkan selain itu para peternak mau bekerja sama dengan pihak kebun asal ada eksperimen yang mendukung bahwasanya kerjasama ini mengguntungkan sehingga ada bukti nyata bahwa solusi yang diberikan tidak hanya rekayasa belaka.
Pembahasan Analisa SWOT dari Hasil Survey Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak dari karyawan dan non karyawan serta aparat pemerintah dan tokoh masyarakat maka hasilnya dapat dikelompokkan ke dalam dua faktor, faktor pertama internal (faktor yang mempengaruhi dari dalam) dan faktor eksternal (faktor yang mempengaruhi dari luar), disajikan dalam tabel 3.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 3. Analisa SWOT Hasil Survey KEKUATAN (INTERNAL)

1. SDM peternak dari karyawan cukup tinggi, SMA (37,6%) 2. Keterlibatan anggota keluarga dalam pemeliharaan ternak cukup tinggi baik dari
karyawan maupun non karyawan. 3. Ternak sapi yang dipelihara karyawan PTPN adalah milik sendiri (67%) sedangkan
non karyawan juga tinggi (69%). 4. Arah pemeliharaan cenderung menghasilkan anak (persentase induk beranak 50%). 5. Kesediaan peternak memberikan garam dan obat cacing sapi cukup tinggi sebesar
88,89%. 6. Sebanyak 76,37% peternak tahu bahwa menggembalakan ternak di areal PTPN
adalah mengganggu tanaman kelapa sawit. 7. Peternak paham bahwasannya menggembalakan ternak di kebun sawit memiliki
resiko (58%). 8. Kesadaran peternak untuk mengadakan kerjasama dalam bidang pembinaan
peternak, pelayanan kesehatan dan pemasaran ternak sangat tinggi (100%). 9. Jika ada kerjasama dengan PTPN, peternak bersedia merawat, menjaga, melaporkan
kelahiran/kematian ternak dan tidak akan menjual ternak tanpa persetujuan kedua belah pihak (63,42%). 10. Bahwasannya usaha ternak memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap total pendapatan peternak.

KELEMAHAN (INTERNAL) 1. SDM peternak dari non karyawan rendah dengan tingkat pendidikan SD (57,6%). 2. Persentase parohan di karyawan cukup tinggi 32% (berasal dari pemilikan orang
luar). 3. Pemilikan tanah untuk penggembalaan diluar kebun tidak ada. 4. Peternak karyawan tidak memiliki lahan sendiri untuk pertanian/peternakan (60%
tidak memiliki lahan sendiri) 5. Sistem perkawinan masih dilakukan secara alami dengan persentase cukup tinggi
(81%). 6. Sistem pemeliharaan masih rendah dengan menggembalakan ternak secara ilegal di
areal perkebunan (78-80%) 7. Budaya memelihara ternak dengan mengaritkan rumput masih rendah (27-33%),
itupun hanya ketika induk betina beranak. 8. Sistem pemasaran ternak tidak berpihak kepada peternak dengan cerminan 78-87%
ternak dijual kepada blantik dengan pembayaran tertunda. 9. Pengetahuan ternak tentang beternak modern masih rendah (37% intensif dan 58%
semi intensif). 10. Pandangan peternak dalam bagi hasil cenderung dengan sistem natura.

PELUANG (EKSTERNAL) 1. Lokasi Dolok Ilir, Laras dan Gunung Bayu sudah dikenal masyarakat luar
lokasi/kabupaten sebagai sumber ternak potong, bakalan dan pupuk kandang. 2. Limbah perkebunan dan pabriknya, dapat diolah sebagai sumber pakan ternak. 3. Ketersediaan teknologi dan ilmu pengetahuan menuju peternakan yang modern. 4. Usaha peternakan dapat menjadi salah satu sumber penting pendapatan keluarga
peternak di pedesaan.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

16

TANTANGAN (EKSTERNAL)
1. Tidak tersedia fasilitas pasar hewan sehingga blantik merajalela. 2. Pemerintah daerah kurang melakukan pembinaan tentang beternak. 3. Muspika menilai kurang ada koordinasi dan kerjasama oleh PTPN berkaitan dengan
kendala ternak.
STRATEGI KEKUATAN DAN PELUANG
1. Dirikan pabrik pakan berbasis limbah perkebunan. 2. Intensifkan penyuluhan tentang beternak secara baik dan benar. 3. PTPN mendukung usaha peternakan melalui penggunaan dana bina lingkungan. 4. Promosi limbah perkebunan Dolok Ilir, Laras dan Gunung Bayu sebagai sumber
pakan ternak yang baik
STRATEGI KEKUTAN DAN TANTANGAN
1. Meningkatkan kerjasama/koordinasi antara PTPN, Perguruan Tinggi dan Muspika (Sistem Tiga Tungku).
2. Mendirikan pasar hewan di setiap Ibukota Kecamatan di sekitar perkebunan. 3. Mendorong Dinas Peternakan untuk melakukan pembinaan secara
berkesinambungan.
STRATEGI PELUANG DAN KELEMAHAN
1. Perlu ditingkatkan pembinaan terhadap usaha ternak sapi secara modern, berbasis sains dan teknologi.
2. Menumbuhkembangkan kelembagaan peternak dalam budidaya dan pemasaran ternak sapi.
3. Menerapakan perkawinan ternak dengan IB (Inseminasi Buatan) dan pemeliharaan secara intensif.
4. Menyediakan lokasi kandang ternak sesuai dengan pertimbangan teknis pihak perkebunan terutama bagi desa-desa yang tidak punya lahan.
STRATEGI KELEMAHAN DAN TANTANGAN
1. Pembinaan di tingkatkan kepada peternak baik secara individu maupun kelompok berkenaan dengan budidaya dan pemasaran ternak.
2. Pembinaan peternak untuk dapat melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. 3. Dana bina lingkungan diarahkan sebagian sebagai modal untuk usaha beternak.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

17

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN Berdasarkan hasil survey yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
beberapa kelemahan dan ancaman yang perlu diselesaikan antara Pihak Perkebunan dengan masyarakat disekitar areal perkebunan, tetapi masih terbuka peluang bagi pengembangan usaha peternakan sapi di Perkebunan Dolok Ilir, Laras, dan Gunung Bayu secara Intensif. 1. Pihak Peternak
1) Rendahnya SDM Peternak dari non karyawan dengan tingkat pendidikan rataratanya adalah SD (57,6%).
2) Pemilikan tanah untuk penggembalaan tidak ada, baik peternak karyawan maupun non karyawan, sedangkan peternak karyawan banyak yang tidak memiliki lahan sendiri untuk pertanian/peternakan (60%).
3) Sistem pemeliharaan ternak masih tradisionil terlihat dari sistem perkawinan ternak masih dilakukan secara alami, dan sistem perkandangan serta sistem pemberian pakannya yang masih bersifat semi intensif (58%).
4) Pemerintah Daerah kurang melakukan pembinaan terhadap peternak tentang cara-cara beternak yang baik jika dilihat dari jarangnya dilakukan penyuluhan dan pembinaan tentang beternak.
5) Tidak tersedia fasilitas pasar hewan sehingga blantik memonopoli pasar hewan dalam hal ini adalah sapi.
6) Lokasi kebun Dolok Ilir, Laras, dan Gunung Bayu merupakan daerah sumber ternak potong, bakalan, dan pupuk kandang bagi daerah-daerah lain.
7) Limbah perkebunan yang melimpah serta pabriknya dapat diolah sebagai sumber pakan ternak.
8) Ketersediaan teknologi dan ilmu pengetahuan menuju peternakan modern sehingga usaha peternakan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber penting pendapatan masyarakat di pedesaan.
2. Aparat Pemerintah/ Muspika 1) Pihak kepolisian belum pernah menerima pengaduan dari pihak PTPN IV atas kerugian yang diakibatkan penggembalaan ternak oleh masyarakat baik dari karyawan maupun non karyawan kebun Dolok Ilir, Laras, dan Gunung Bayu. 2) Pihak kepolisian sebagai penegak hukum mengetahui bahwa menurut Buku KUHP pasal 549, tindakan penggembalan ternak di areal perkebunan tersebut merupakan tindakan pelanggaran. 3) Muspika dan tokoh masyarakat sangat setuju untuk duduk bersama melakukan rembukan “harunggun” mencari jalan keluar terbaik atas permasalahan yang timbul sebagai akibat dari keberadaan ternak di areal perkebunan tersebut. 4) Muspika dan tokoh masyarakat berkeyakinan masalah keberadaan ternak di perkebunan dapat diselesaikan dengan baik dan bahkan wacana kerjasama PTPN IV dan Peternak tersebut dapat berpeluang besar terwujud, jika dijalankan dengan sungguh-sungguh. 5) Sosialisasi beternak secara baik dan benar serta ketersediaan petugas pembina dan pelayanan teknis peternak sangat diharapkan keberadaannya diwilayah mereka masing-masing.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

19

REKOMENDASI Didasarkan kepada uraian dan kesimpulan diatas, maka untuk pencapaian keinginan guna merubah tantangan menjadi peluang atas keberadaan ternak di areal kebun Dolok Ilir, Laras, dan Gunung Bayu, direkomendasikan antara lain: 1. Menyelenggarakan pembinaan kepada peternak baik karyawan maupun non-
karyawan secara rutin berkesinambungan, dengan muatan materi : cara beternak intensif yang benar, peraturan dan perundang-undangan yang berkenan dengan peternakan, kelembagaan peternak, pemasaran ternak.: Pelaksanaan pembinaan tersebut antara lain oleh Pihak Dinas Peternakan setempat dan atau Perguruan Tinggi. 2. Pihak perkebunan PTPN IV seyogyanya membantu penyelenggaraan suatu usaha peternakan secara intensif baik untuk mengahasilkan anak maupun untuk penggemukan, yang bertujuan sebagai Demo Unit bagi peternak. dengan menggunakan dana bina lingkungan. 3. Mendirikan pabrik pakan ternak ruminansia dengan bahan baku berbasis limbah tanaman kelapa sawit dan limbah pengolahan kelapa sawit, untuk penyediaan pakan ternak atas sistem pemeliharaan secara intensif (dikandangkan sepanjang hari). 4. Dana Bina Lingkungan yang disediakan oleh PTPN IV dari keuntungan usaha, dapat diarahkan juga untuk menyediakan fasilitas yang bersifat untuk mendorong perkembangan usaha peternakan rakyat, baik karyawan maupun non karyawan antara lain: permodalan (kredit), Pasar Hewan, Perkandangan, Pelayanan Teknis, dsb. 5. Perlu ditumbuh kembangkan pola pendekatan kerjasama yang baik antara PTPN, Perguruan Tinggi, Muspika, dan Peternak dalam hal pembinaan peternak di wilayah kebun tersebut 6. Mengupayakan penyediaan pelayanan teknis beternak, pelayanan IB, dan pelayanan kesehatan hewan oleh lembaga swasta, atau Dinas Peternakan atau pihak lainnya. Kegiatan pelayanan dimaksud diatas seyogyanya menyebar dan dekat dengan para petani-peternak. 7. Mengupayakan dorongan pembuatan kandang ternak baik secara individu bagi yang memiliki lahan dan bagi yang tidak mempunyai lahan disediakan kandang bersama dipinggiran kebun kelapa sawit oleh PTPN IV dengan sistem sewa. 8. Agar dimanfaatkan lahan perkebunan yang berpeluang untuk areal penanaman tanaman hijauan pakan ruminansia, guna dapat diolah menjadi hay atau silase yang bernilai ekonomis dan untuk dipasarkan secara lokal, regional, nasional, dan internasional. 9. Upaya peningkatan nilai tambah pupuk kandang sebagai hasil sampingan usaha beternak, kiranya perlu dilakukan. 10. Diperlukan studi banding bagi peternak dan Muspika untuk menumbuhkan kesadaran di kebun tentang penggembalaan ternak di kebun kelapa sawit, meningkatkan pengetahuan keterampilan dan sikap beternak dalam upaya terwujudnya peternakan sapi yang berintegrasi sinergis dengan tanaman kelapa sawit.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

20

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, D. 1986. Perkebunan Kelapa Sawit, sumber pakan ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 4 : 93-100.

Hasan AO, Oshio S. 1990. Optimum Steaming Condition of Palm Fibre Processing and utilization of Oil Palm by – Product for Ruminant. MARDITARC.

Hasnudi. 2004. Kajian Tumbuh Kembang Karkas dan Komponennya serta Penampilan Damba Sungei Putih dan Lokal Sumatra Utara yang menggunakan Pakan Limbah Kelapa Sawit. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor

Hutagalung dan Jalaludin. 1982. Feed for Farm Animal from the Oil Palm, Serdang, Malaysia.

Murtidjo, B. A. 2003. Beternak Sapi Potong. Penerbit Swadaya, Jakarta

Prayitno, Darmoko. 1994. Prospek Industri Bahan Baku Limbah Padat Kelapa Sawit, Medan, Sumatra Utara.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Penerbit BPFE Yogyakarta

Siregar, Z. 2003. Peningkatan Pertumbuhan Domba Persilangan dan Lokal

Melalui

Suplementasi Hidrosilat Bulu Ayam dan Mineral Esensial dalam

Ransum

Berbasisi Limbah Perkebunan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

21