. Analisis Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Inflasi Di Indonesia

i

ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BAHAN
BAKAR MINYAK TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

ANNISA KARIMA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Intervensi
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Inflasi di Indonesia adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Annisa Karima
NIM H14100050

ii

ABSTRAK
ANNISA KARIMA. Analisis Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
terhadap Inflasi di Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM.
Analisis Intervensi adalah analisis data time series yang digunakan untuk
mengeksplorasi dampak dari kejadian-kejadian eksternal maupun internal
terhadap variabel yang menjadi objek pengamatan. Kebijakan kenaikan harga
BBM diduga mengubah pola pergerakan tingkat inflasi di Indonesia secara

signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memodelkan tingkat
inflasi di Indonesia dengan adanya kebijakan perubahan harga BBM dengan
menggunakan model ARIMA dengan memperhitungkan keberadaan intervensi,
menganalisis seberapa lama perubahan inflasi berlangsung jika terdapat intervensi
kenaikan harga BBM, serta meramalkan nilai inflasi di waktu berikutnya. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi pada bulan ke-t dipengaruhi oleh
intervensi kenaikan harga BBM bulan t, intervensi pada bulan t-1, kesalahan pada
bulan ke-t, dan kesalahan pada bulan ke t-1. Adapun analisis terhadap pola
pergerakan nilai inflasi akibat intervensi kenaikan harga BBM menunjukkan
bahwa kebijakan perubahan harga BBM langsung direspon oleh kenaikan tingkat
inflasi. Temuan terakhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan antara
nilai inflasi hasil ramalan dari bulan September 2013 hingga bulan Juli 2014
dengan nilai inflasi aktual, tidak signifikan.
Kata kunci: analisis intervensi, Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA), bahan bakar minyak (BBM), inflasi.

ABSTRACT
ANNISA KARIMA. Intervention Analysis of Fuel Price Increase on
Inflation in Indonesia. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM.
Intervention analysis is the analysis of time series data which is used to

explore the impact of external and internal events toward object of observation
variable. The policy to increase fuel price is suspected to significantly change
movement patterns of Indonesian inflation rate. Therefore, this research aims to
model the inflation rate in Indonesia toward the policy changes in fuel price using
ARIMA model by considering the presence of the intervention, analyzing how
long the inflation lasts if there was interference of fuel price increase, and
predicting the value of inflation in the future. The results of this research show
that inflation at t-month is affected by the intervention of fuel price increase in
month t, intervention in month t-1, the error in month t, and the error in month t-1.
Moreover, analysis on the movement pattern of inflation value toward
intervention of fuel price increase shows that the policy of changing fuel price
directly responded by the increase of inflation rate. The last finding of this
research shows that the difference between the inflation value from forecast
results from September 2013 to July 2014, with the actual inflation value, is not
significant.
Keywords: Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), fuel, inflation,
intervention analysis.

iv


ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BAHAN
BAKAR MINYAK TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

ANNISA KARIMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

vi


PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunianyaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini dengan judul Analisis
Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Inflasi di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,
M.Ec selaku pembimbing sehingga penelitian saya dapat berjalan dengan baik
dan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu saya juga selaku
dosen yang sudah membantu dan membimbing dalam penelitian saya, ayah, adik,
kakak serta seluruh keluarga. Kemudian teman-teman se-bimbingan yang selalu
membantu jika ada kekurangan dalam skripsi saya. Saudara-saudara saya, D35
yang sudah memberikan banyak pelajaran berharga, Masyithoh, Trisa, Triana,
Lia, Tisa, Vina, Astika, dan seluruh keluarga ESP 47 terima kasih atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Annisa Karima

vii


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE


12

Jenis dan Sumber Data

12

Prosedur Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Hasil

14

Pembahasan


14

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN


27

RIWAYAT HIDUP

34

viii

DAFTAR TABEL
1 Nilai lambda dan transformasi
2 Kenaikan harga BBM selama kurun waktu Jan 2003-Agus 2013
3 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia
pre intervensi
4 Hasil Uji Audmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia pre intervensi
yang telah differencing dua kali dan telah ditransformasi
5 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0)
6 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1)
7 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) dengan
intervensi berorde b=0, s=12, r=0
8. Efek intervensi terhadap inflasi

9. Perbandingan nilai inflasi ramalan dan nilai inflasi aktual

8
14
16
19
19
19
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1 Inflasi di Indonesia bulan Januari 2003 sampai bulan Agustus 2013
2 Inflasi bulan Januari 2003 sampai bulan September 2005 (data
pre intervensi
3 Plot ACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing
4 Plot PACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing
5 Uji Box-Cox Plot
6 Plot ACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali
7 Plot PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali
8 Plot sisaan model uji Kolmogorov Smirnov ARIMA (0,2,1)
9 Plot data inflasi aktual dan nilai dugaan dengan model ARIMA (0,2,1)
10 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1)
11 Plot sisaan untuk model dugaan intervensi ARIMA (0,1,1) dengan
orde b=0, s=12, r=0
12 Plot pola data inflasi aktual dengan nilai dugaanya dengan model
intervensi ARIMA (0,2,1) berorde b=0, s=12, r=0

14
15
16
16
17
18
18
20
20
21
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Inflasi Januari 2003 – Agustus 2013
2 Plot ACF dan PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing
satu kali, hasil uji Audgmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia pre
intervensi yang telah differencing dan telah ditransformasi, estimasi
parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,1,1), ARIMA (1,1,0),
ARIMA (1,1,1)
3 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0), ARIMA
(1,2,1), ARIMA (1,1,1)
4 Model intervensi ARIMA (0,2,1) dengan orde b=1, s=0, r=4 dan
dengan orde b=0, s=0, r=4

27

29
31
32

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkat inflasi pada masa orde baru di Indonesia cukup stabil karena adanya
peran aktif pemerintah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang mulanya merupakan sumber utama kenaikan peredaran uang dapat dialihkan
menjadi surplus. Namun di sisi lain, kenaikan peredaran uang menyebabkan
naiknya tingkat inflasi. Pada akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per
tahun mulai mengalami kenaikan walaupun masih tergolong ringan, yaitu kurang
dari 10%. Pada tahun 1993-1995, negara-negara ASEAN seperti Thailand,
Singapura, dan Malaysia memiliki tingkat inflasi rata-rata per tahun sebesar 3.5%.
Sebaliknya, Indonesia memiliki tingkat inflasi rata-rata per tahun tertinggi
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya yaitu sebesar 9.2%. Laju
inflasi pada tahun 1998-1999 meningkat tajam hingga mencapai 45.9%. Hal
tersebut terjadi akibat adanya krisis moneter yang ditunjukkan dengan
melemahnya nilai tukar rupiah dimana US$ 1 mencapai Rp 11,591.
Inflasi adalah proses menurunnya nilai uang riil dan meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus. Faktor-faktor penyebab inflasi dapat
dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Inflasi pada sisi permintaan dapat
disebabkan oleh pergerakan nilai tukar, suku bunga, kuantitas jumlah uang yang
beredar, dan pengeluaran pemerintah, sedangkan inflasi pada sisi penawaraan
dapat diakibatkan oleh adanya pergerakan harga minyak, upah minimum tingkat
provinsi, dan biaya produksi (Chowdhury, 2001). Pada tahun 2001, kebijakan
pemerintah menaikkan harga barang dan jasa seperti listrik, air minum, rokok,
upah minimum tenaga kerja swasta, gaji pegawai negeri, dan bahan bakar minyak
(BBM) memberikan tambahan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar
3.83% (BPS, 2014) sehingga menyebabkan naiknya tingkat inflasi. Dengan
adanya kenaikan tingkat inflasi, diperlukan solusi dari pemerintah untuk
mengatasi hal tersebut agar perekonomian di Indonesia stabil kembali. Oleh
karena itu, Bank Indonesia (BI) ditugaskan mengambil kebijakan agar dapat
menstabilkan inflasi kembali. Kebijakan yang dilakukan BI salah satunya adalah
menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen operasi pasar terbuka.
Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu faktor yang menyebabkan
meningkatnya inflasi adalah meningkatnya harga BBM. Meningkatnya harga
BBM berdampak pada naiknya transportation cost dan harga kebutuhan pokok
yang berbanding lurus terhadap tingginya tingkat inflasi. Selama ini pemerintah
memberikan subsidi BBM agar masyarakat menengah ke bawah dapat turut
menggunakan BBM. Namun beberapa tahun terakhir, pemerintah mulai
menerapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM. Biaya APBN terkait kemudian
dialokasikan ke dalam program jaminan sosial masyarakat miskin untuk mencapai
target pengurangan kemiskinan nasional.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM dapat
mengintervensi tingkat inflasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis
intervensi untuk meramalkan tingkat inflasi jika terjadi perubahan harga BBM.
Permasalahannya adalah seberapa besar dan seberapa lama pengaruh kebijakan
pemerintah dalam menaikan harga BBM mempengaruhi tingkat inflasi.

2
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian kali ini akan diprediksi berapa
lama dan berapa besar dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi.
Model time series yang paling sering digunakan untuk meramalkan data
time series adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
(Bowerman dan O’Connell, 1995; Makridakis et al., 1998). Syarat model ARIMA
di antaranya adalah setiap data time series diasumsikan stasioner dalam nilai ratarata dan ragam. Namun pada kenyataannya, data time series sering mengalami
perubahan pola nilai rata-rata yang signifikan akibat munculnya suatu intervensi
yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam dan/atau luar yang mempengaruhi
pola data. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan model intervensi yang
merupakan pengembangan dari model ARIMA.
Perumusan Masalah
Data inflasi mempunyai sifat yaitu bersifat time series, maka penelitian ini
membutuhkan analisis time series. Salah satu analisis time series adalah model
intervensi, dalam model intervensi terdapat model ARIMA, model ARIMA
seringkali diaplikasikan dalam peramalan data time series. Prosedur Box-Jenkis
merupakan prosedur standar yang banyak digunakan untuk mendapatkan model
ARIMA yang sesuai pada suatu data time series (Suhartono, 2013). Prosedur BoxJenkis memiliki 4 tahapan yang terdiri dari indentifikasi, estimasi parameter dan
uji signifikansi, cek diagnosa, dan peramalan.
Pada beberapa peristiwa ditemui data time series yang mengalami
perubahan struktural (Enders, 2003). Perubahan pada peristiwa tersebut biasanya
diakibatkan oleh intervensi, dapat berupa faktor internal ataupun eksternal.
Adanya suatu intervensi ini menyebabkan pola data berubah secara drastis.
Kenaikan harga BBM merupakan salah satu bentuk intervensi yang
mengakibatkan tingginya tingkat inflasi. Inflasi adalah contoh peristiwa yang
disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah. Salah satu permasalahan penting
dari peristiwa tersebut adalah bagaimana memodelkan tingkat inflasi di Indonesia
jika diberlakukan kebijakan kenaikan harga BBM.
Pergolakan tingkat inflasi karena adanya kenaikan harga BBM, dimana
dalam sebuah data time series penggunaan ARIMA saja kurang memberikan hasil
yang akurat. Oleh sebab itu untuk memperkuat hasil yang lebih akurat penelitian
ini akan menggunakan model intervensi. Model intervensi dapat berupa fungsi
step dan fungsi pulse. Fungsi Step adalah bentuk intervensi yang terjadinya dalam
kurun waktu yang panjang. Sedangkan Fungsi pulse adalah bentuk intervensi
yang terjadinya hanya dalam waktu tertentu (Suhartono, 2013). Pada kasus ini
BBM terjadi pada interval waktu, dapat diartikan jika terjadinya dalam kurun
waktu yang panjang, sehingga pada kasus ini fungsi yang lebih tepat digunakan
adalah fungsi step.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah memodelkan
tingkat inflasi dengan adanya kenaikan harga BBM di Indonesia dengan
menggunakan model intervensi, menganalisis seberapa lama perubahan inflasi

3
berlangsung jika terdapat intervensi kenaikan harga BBM, dan meramalkan nilai
inflasi di waktu berikutnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan peneliti lain
sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan akademis tentang penerapan
analisis intervensi kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Kemudian bagi
pemerintah, penelitian ini berguna untuk mengambil kebijakan secara tepat jika
terjadi permasalahan dalam kenaikan harga BBM dan mampu mengatasi inflasi
yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM.

TINJAUAN PUSTAKA
Inflasi
Inflasi dalam Ilmu ekonomi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, tarikan permintaan
(demand pull inflation) yang dapat menyebabkan berlebihnya likuiditas di pasar
sehingga konsumsi masyarakat meningkat, kemudian desakan biaya (cost push
inflation) (Barro, 1997). Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu
inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila
kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—
30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak
terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
1. Hubungan Inflasi dan Nilai Tukar
Perubahan nilai tukar rupiah berpengaruh nyata dan menjadi determinan
penting terhadap laju inflasi di Indonesia (Zainusyukur, 2005). Jika nilai tukar
rupiah melemah maka biaya barang-barang impor akan meningkat.
Melemahnya nilai mata uang disebut depresiasi. Kemudian jika harga barang
impor untuk bahan baku tinggi maka biaya produksi dalam negeri akan ikut
meningkat. Sehingga ketika nilai tukar terdepresiasi, maka nilai inflasi akan
meningkat.
2. Hubungan Inflasi dan Harga Minyak Dunia
Menurut Blanchard dalam Purwanti (2011), mekanisme transmisi dampak oil
price shock terhadap harga dan inflasi dapat dijelaskan melalui model mark-up.
Mark-up theory memperlihatkan perusahaan dan serikat buruh meningkatkan
harga dan upah sebesar kenaikan harga dalam biaya produksi dan biaya hidup
(Kennedy, 1975). Ketika minyak dunia mengalami kenaikan harga maka
perusahaan akan merespon dengan ikut menaikan harga bahan bakar minyak.
Serikat buruh akan menawar untuk menaikan upah sebesar kenaikan harga
ditambah kenaikan harga dari biaya hidup. Kenaikan upah akan menyebabkan
kenaikan biaya produksi, maka perusahaan akan menaikkan harga output

4
barang dan jasa ditambah persentasi mark-up untuk menjaga posisi keuntungan
dari kenaikan harga produksi (Hani, 2014).
3. Hubungan Inflasi dan Harga Pangan
Menurut Braun (2008) kenaikan pada harga pangan dapat meningkatkan
inflasi dan ketidakseimbangan makroekonomi. Beberapa negara khususnya di
negara berkembang yang masih bergantung pada sektor pertanian, perubahan
harga pangan dapat mempengaruhi tingkat inflasi. Hal tersebut dapat terjadi
karena harga pangan terhadap indeks harga konsumen memiliki kontribusi
yang tinggi pada Negara berpendapatan menengah dan rendah (Pourroy,
Mark,et al.,2012)
4. Hubungan Inflasi dan Administered Price
Administered Price adalah harga barang jasa yang diatur oleh pemerintah.
Seperti pada kasus 2001, pemerintah mengambil kebijakan dalam menaikkan
harga-harga barang dan jasa, contohnya seperti menaikkan harga listrik, air
minum, rokok, upah minimum tenaga kerja swasta, gaji pegawai negeri, dan
bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dapat meningkatkan laju inflasi.
Sumber Inflasi (Sukirno, 2008)
1. Inflasi Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu inflasi yang
dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang.
contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang
(peningkatan aggregate demand). Contoh lainnya yaitu bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan
permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya
pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah.
2. Inflasi Penawaran (Cost-Push Inflation)
Inflasi penawaran ini dapat juga disebut supply-shock inflation. Inflasi
penawaran disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi dan menurunnya
jumlah produksi. Seperti kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari
luar negeri, contohnya seperti kenaikan bahan bakar minyak.
Analisis Time series
Analisis time series adalah ramalan pada suatu kejadian di masa datang atas
dasar serangkaian dari data masa lalu, yang merupakan hasil observasi berbagai
variabel menurut waktu dan digambarkan dalam bentuk grafik yang menunjukkan
perilaku variabel subjek (Wei, 2006). Asumsi yang penting yang harus dipenuhi
dalam memodelkan runtun waktu adalah stasioner, artinya nilai bergerak hanya di
sekitar nilai tertentu. Apabila asumsi stasioner belum terpenuhi maka deret belum
dapat dimodelkan. Namun, deret yang nonstasioner dapat ditransformasikan
menjadi deret yang stasioner.

5
Stasioneritas
Stasioner adalah hukum probabilitas mengharuskan proses tidak berubah
sepanjang waktu, dengan kata lain proses dalam keadaan setimbang secara
statistik (Cryer, 1986). Model time series seperti Autoregressive (AR), Moving
Average (MA), dan Autoregressive Moving Average (ARMA) untuk model yang
sudah stasioner di level atau dapat disebut data asal. Sedangkan model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang
memerlukan proses differencing agar data tersebut dapat dikatakan stasioner.
Menguji stasioneritas salah satunya menggunakan uji akar unit yang
dikembangkan oleh Dicky Fuller sehingga uji tersebut juga dapat dinamakan
Dicky Fuller Test. Berikut persamaanya:
…(1)
Ket:

= nilai inflasi pada bulan ke-t
= nilai kesalahan pada saat t

dan hipotesis:
H0: =1 (series memiliki akar unit, data tidak stasioner)
H1: ≠1 (series tidak memiliki akar unit, data stasioner)
Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)
Hal pertama untuk menguji stasioner atau tidaknya suatu data yaitu
menggunakan uji Augmented Dickey Fuller. Hal tersebut dilakukan untuk
menguji hubungan antara variabel sekarang dengan variabel sebelumnya. Pada
Correlogram terdapat 2 fungsi yaitu Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi
Autokorelasi Parsial (PACF). Dalam suatu proses stasioner {Yt}, diketahui bahwa
2
mean E(Yt )=µ dan varians var(Yt)=E
=
dimana nilai mean dan varians
tersebut konstan (Wei, 2006). Persamaan dari kovarians antara {Yt} dengan {Yt+k}
adalah:
…(2)

=
sedangkan fungsi autokorelasi diberikan oleh corr(
±2 , dan seterusnya dimana:
corr(



(



)

untuk k = 0, ±1,

…(3)

dengan
merupakan fungsi autokovarians. Besaran statistik lain yang
diperlukan dalam analisis time series adalah fungsi autokorelasi parsial (PACF)
yang berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan data Yt
dengan Yt+k setelah pengaruh dari variabel Yt+1, Yt+2, …, Yt+k-1 dihilangkan.
PACF didefinisikan sebagai:

6

1
2
 1
 
1
1
 1



 k  2  k 3
=  k 1
1
2
 1
 
1
1
 1


  k 1  k  2  k 3

k 2
 k 3

1
2

1  k 1
 k  2 1
 k 3  2
1

1














…(4)

dimana
adalah autokorelasi parsial (Wei, 2006). Nilai estimasi dari ̂
dapat diperoleh dengan mengganti
dengan ri atau dengan menggunakan
persamaan, yaitu:
̂



̂



dimana, ̂ = ̂

̂

…(5)
̂ ̂

untuk j = 1,2,..,k-1

Model-Model Time Series Stasioner
Berikut adalah model-model time series menurut Makridakis (1999):
1) Model Autoregressive (AR)
Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p AR(p)
…(6)
dimana:

= konstanta
parameter autoregresif ke-p
= nilai kesalahaan pada saat t

2) Model Moving Average Model (MA)
Bentuk umum model moving average ordo q MA(q)
…(7)
dimana:

= konstanta
= parameter-parameter moving average
= nilai kesalahaan pada saat t-q

7
3) Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
…(8)
dimana:

= konstanta
= parameter autoregresif ke-p
= parameter-parameter moving average
= nilai kesalahaan pada saat t
= nilai kesalahaan pada saat t-q

4) Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

dimana:



…(9)



= konstanta
= parameter autoregresif ke-p
= nilai kesalahaan pada saat t
= parameter-parameter moving average

Prosedur Box-Jenkins
ARIMA dikenalkan oleh Box-Jenkins, dimana prosedurnya digunakan
untuk memilih model ARIMA yang sesuai pada data time series. Prosedur ini
memiliki empat tahapan (Makridakis, 1999):
1. Identifikasi Model
Identifikasi Model ARIMA dapat dilakukan dengan Plot data dan
Correlogram. Correlogram terdapat plot ACF dan plot PACF. Plot ACF dan
PACF digunakan untuk menentukan orde p dan orde q dari model ARIMA
(p,d,q)
2. Pendugaan parameter
Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter yaitu dapat
menggunakan metode moment, metode least squares (Conditional Least
Squares), metode maximum likelihood estimation, metode unconditional least
squares, dan metode nonlinear estimation. Pada software Eviews terdapat
pula cara untuk melihat pendugaan parameter.
3. Cek Diagnosa
Uji untuk memeriksa kesesuaian model yaitu salah satunya menggunakan
uji White-Noise. Pada uji asumsi White-Noise residual bersifat white noise
menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antar residual dengan mean sama
dengan nol dan variance konstan. Uji hipotesis yang digunakan adalah:
H0 :
H1 :

=0
≠0 ; k=1,2,..

8
Statistik uji yang digunakan adalah :


̂ 2k

…(10)

Dengan ̂ k menunjukkan ACF residual pada lag ke-k dan n adalah
banyaknya residual. Kriteria pengujian H0 ditolak jika Q >
dimana
m adalah jumlah parameter AR atau MA dapat pula dengan menggunakan pvalue ttabel atau p-value < 0.01 sehingga terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa data
inflasi pre intervensi belum stasioner dalam mean.
Selain itu perlu diuji kestasioneran dalam varian dengan menggunakan uji
Box-Cox plot pada Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat nilai λ yang tidak sama
dengan satu, dalam hal ini adalah sama dengan 0.00 yang artinya data tidak
stasioner dalam varian dan memerlukan transformasi logaritma natural (Ln).
Box-Cox Plot of Inflasi
Lower C L

Upper C L

0,007

Lambda
(using 95,0% confidence)
Estimate
Lower C L
Upper C L

0,006

StDev

Rounded Value

0,11
-1,17
1,36
0,00

0,005

0,004
Limit
0,003
-5,0

-2,5

0,0
Lambda

2,5

5,0

Gambar 5 Uji Box-Cox Plot
Karena data belum stasioner dalam varian, maka dilakukan transformasi
logaritma natural (ln). Sedangkan ketidakstasioneran data dalam mean dapat
diatasi dengan differencing.
Model Pre Intervensi
Data pre intervensi setelah melalui proses transformasi dan differencing
satu kali diberikan pada Lampiran 2. Dari plot ACF dan PACF pada Lampiran 2
diduga model yang cocok adalah ARIMA (0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA
(1,1,1). Ternyata model tersebut tidak cocok karena koefisien semua model yang
diduga tidak signifikan, disajikan pada Lampiran 2. Hal ini terjadi, diduga karena
nilai p-value pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF) tidak kecil secara
signifikan. Selanjutnya dilakukan differencing dua kali dan hasil plot ACF dan
PACF ditunjukkan pada Gambar 6 sebagai berikut:

18
Autocorrelation Function for d2(ln(i))
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
1,0
0,8

Autocorrelation

0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1

2

3

4

5

6

7

8

Lag

Gambar 6 Plot ACF data inflasi setelah transformasi dan differencing
dua kali.
Berdasarkan gambar plot ACF di atas, hasilnya sudah berbeda dengan plot
ACF sebelumnya bahwa hasil ACF dengan differencing dua kali, lag sudah tidak
semakin menurun.
Partial Autocorrelation Function for d2(ln(i))
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1,0

Partial Autocorrelation

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1

2

3

4

5

6

7

8

Lag

Gambar 7 Plot PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing
dua kali
Berdasarkan Gambar 7 di atas terlihat bahwa plot PACF sudah tidak
menunjukkan pola tertentu dan hasilnya berbeda dari plot PACF sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa data diduga sudah stasioner. Hal ini diperjelas dengan uji
ADF pada Tabel 4, yaitu nilai t-statistik lebih kecil dari t-tabel sehingga
keputusannya adalah tolak H0. Hasil Uji Dickey-Fuller pada Tabel 4 dapat
disimpulkan bahwa data inflasi pre intervensi sudah stasioner dalam mean.

19
Tabel 4 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller data Inflasi Indonesia pre intervensi
yang telah differencing dua kali dan telah ditransformasi
t-statistik
t-tabel (5%)
p-value
Keputusan
-8.770960

-3.568379

0.000

Tolak H0

Kemudian tahapan prosedur Box-Jenkins yaitu identifikasi dugaan model
sementara, estimasi parameter, cek diagnosa, dan peramalan. Maka langkah
berikutnya adalah menentukan orde dari ARIMA pada data pre intervensi melalui
pola ACF dan PACF. Berdasarkan plot ACF dan PACF, diduga bentuk ARIMA
yang mungkin adalah ARIMA (1,2,0) dan ARIMA (0,2,1). Model yang dipilih
adalah model yang memenuhi kriteria baik tidaknya model.
Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA
Hasil uji signifikansi parameter, ternyata model terbaik adalah yang
terbaik pada model ARIMA (0,2,1). Hasil lengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3, sedangkan uji signifikansi parameter untuk model ARIMA (1,2,0)
dan ARIMA (0,2,1) dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut:
Tabel 5 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0)
Parameter

Koefisien

Standar
Error

t-statistik

p-value

Keputusan

µ

-0.01318
0.62847

0.04707
0.15086

-0.28
4.17

0.7815
0.0003

Terima H0
Tolak H0

Keterangan: AIC = -49.0608
Koefisien Autoregressive (AR) dengan α < 0.05 menunjukkan bahwa hasil
keputusan signifikan, artinya model ini sudah cukup bagus untuk memodelkan
data inflasi yang ada. Selanjutnya adalah hasil uji signifikansi parameter ketika
menggunakan model ARIMA (0,2,1).
Tabel 6 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1)
Parameter
µ

Koefisien

t-statistik

p-value

Keputusan

0.003032

Standar
Error
0.001642

1.847091

0.0750

Terima H0

-0.972664

0.031117

-31.25852

0.0000

Tolak H0

Keterangan: AIC = -51.5583
Koefisien Moving Average (MA) dengan α < 0.05 menunjukkan bahwa
hasil keputusan adalah signifikan, artinya model ini sudah cukup bagus untuk
memodelkan data inflasi yang ada. Kedua model di atas sebenarnya sudah cukup
bagus untuk memodelkan data inflasi, tetapi dilihat dari nilai AIC nya terlihat
bahwa nilai AIC pada ARIMA (1,2,0) sebesar -49.0608 dan nilai AIC pada
ARIMA (0,2,1) adalah sebesar -51.5583. Oleh karena itu, model dipilih dengan
nilai AIC yang terkecil yaitu model ARIMA (0,2,1). Tahap berikutnya adalah
pengecekan apakah sisaannya menyebar normal yang diperlihatkan pada Gambar
8 berikut:

20

Probability Plot of RESI2
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value

95
90

0,004702
0,07873
31
0,091
>0,150

Percent

80
70
60
50
40
30
20
10
5

1

-0,2

-0,1

0,0
RESI2

0,1

0,2

Gambar 8 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1)
Grafik di atas menunjukkan bahwa sisaan sudah menyebar normal, hasil
plot tersebut ditunjang oleh uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh p-value > .
Kesimpulannya adalah terima
, berarti sisaan menyebar normal. Sehingga
model data pre intervensi yang dipilih adalah ARIMA (0,2,1) yaitu:

(1  B)2 ln Yt  0.003032  et  0.972664et 1

0.003032  et  0.972664et 1
Interpretasinya adalah waktu ke-t dipengaruhi oleh error saat ini dan error t-1.
Cek Diagnosa
Setelah mendapatkan model pre intervensi yaitu ARIMA (0,2,1), maka
langkah selanjutnya adalah membandingkan plot data awal dengan nilai dugaan
menggunakan model terpilih. Plot tersebut diperlihatkan pada Gambar 9 berikut:

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

Inflasi

Inflasi+dugaan

Gambar 9 Plot data inflasi aktual dan nilai dugaan dengan model ARIMA
(0,2,1)

21
Gambar 9 memperlihatkan bahwa dengan menggunakan model ARIMA
(0,2,1) plot nilai dugaan dibandingkan dengan plot data aktual hampir sama
(diperlihatkan grafiknya hampir berimpit) pada data pre intervensi yaitu data
inflasi bulan Januari 2003 sampai dengan bulan September 2005. Tetapi, setelah
bulan September 2005 hasil peramalan tidak sesuai dengan pola data inflasi aktual.
Hal ini merupakan indikasi awal terjadinya intervensi. Untuk mengetahui berapa
besar dan lamanya efek terjadinya intervensi, yaitu kejadian kenaikan harga BBM
pada bulan Oktober 2005, maka dilakukan identifikasi orde model intervensi
dengan cara membuat diagram residual sebagaimana diperlihatkan pada Gambar
10 berikut:
0.12
0.1

sisaan

0.08
0.06
0.04
0.02
0
-0.02
Sep-07

Jun-07

Mar-07

Dec-06

Sep-06

Jun-06

Mar-06

Dec-05

Sep-05

Jun-05

Mar-05

Dec-04

Sep-04

Jun-04

Mar-04

Dec-03

Sep-03

Jun-03

Mar-03

-0.04

Waktu
Gambar 10 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1)
Gambar di atas adalah plot sisaan model ARIMA (0,2,1). Gambar tersebut
dapat mengidentifikasi orde untuk model intervensi. Tingkat inflasi pada gambar
di atas mulai mengalami kenaikan pada bulan Oktober 2005, di mana pada saat
itu terjadi kenaikan harga BBM. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa orde b
bernilai 0. Dikatakan orde b bernilai 1 jika respon kenaikan inflasi terahadap
kenaikan harga BBM terjadi pada bulan November 2005. Orde b bernilai 2 jika
respon kenaikan inflasi terhadap kenaikan harga BBM terjadi pada bulan
Desember 2005, dan seterusnya. Sehingga nilai orde b dapat ditentukan oleh
waktu di mana mulai terjadinya dampak dari intervensi.
Kemudian untuk menentukan orde s dapat ditentukan dengan melihat
seberapa lama naiknya inflasi berlangsung dan dilihat pada saat sebelum tingkat
inflasi mulai normal kembali. Diduga bahwa s bernilai 12, dilihat dari Oktober
2005-Oktober 2006. Saat bulan November 2006 inflasi sudah mulai menurun dan
sudah mulai normal kembali. Untuk memperjelas ketepatan pendugaan perlu
adanya uji signifikansi.
Penentuan orde berikutnya yaitu orde r. Orde r dapat dilihat dari pola data.
Pada Gambar 10 terlihat jika plot sisaan model ARIMA (0,2,1) tidak
menunjukkan adanya pola. Oleh sebab itu, disimpulkan orde r bernilai 0. Sama
seperti orde s, untuk memperjelas ketepatan pendugaan perlu adanya uji
signifikansi.

22
Analisis Model Intervensi
Model yang tepat pada data inflasi pre intervensi, yaitu pada periode bulan
Januari 2003 sampai bulan September 2005 adalah ARIMA (0,2,1), ditulis:

Dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengetahui berapa besar dan lamanya
efek terjadinya intervensi pertama, maka dilakukan identifikasi orde dari model
intervensi. Identifikasi orde b, s, dan r dilakukan dengan cara membuat diagram
residual. Diagram residual dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10
tersebut dapat ditentukan orde b, s, dan r adalah berturut-turut 0, 12, dan 0. Hasil
uji signifikansi parameter model intervensi dengan orde b=0, s=12, dan r=0,
disajikan pada Tabel 7, dan terlihat bahwa parameter model sudah signifikan.
Hasil lengkapnya terdapat pada Lampiran 4.
Tabel 7 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) dengan
intervensi berorde b=0, s=12, r=0
Parameter

Koefisien



0
1

t-statistik

p-value

Keputusan

0.0019050

Standar
error
0.01996

0.10

0.9241

Terima H0

-0.96968

0.02422

-40.04