Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus Cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces Cynoglossidae) Di Teluk Pabean Jawa Barat

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LIDAH
Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (PISCES: CYNOGLOSSIDAE)
DI TELUK PABEAN JAWA BARAT

ARINIE GUSTIARISANIE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Aspek Biologi
Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces:
Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Arinie Gustiarisanie
NIM C251140051

RINGKASAN
ARINIE GUSTIARISANIE. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus
cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat.
Dibimbing oleh M.F RAHARDJO dan YUNIZAR ERNAWATI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan
lidah yang mencakup ukuran ikan kali pertama matang gonad, musim pemijahan,
dan tipe pemijahan. Penelitian dilakukan dari Januari-Desember 2015 di Teluk
Pabean Jawa Barat. Lokasi pengambilan ikan contoh dibagi menjadi tiga zona
berdasarkan karakteristik area. Pengambilan ikan contoh dilakukan dalam selang
waktu satu kali dalam sebulan dengan menggunakan alat tangkap jaring dan sero.
Ikan contoh yang diperoleh diawetkan dalam formalin 10% dan dimasukkan
kedalam kotak tempat penyimpanan ikan untuk dianalisis di laboratorium.
Ikan contoh diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi, morfometrik,

dan meristik. Setiap ikan contoh diukur panjang total ikan dan ditimbang bobot
tubuhnya. Ikan contoh dibedah tanpa merusak organ pada ikan, kemudian
gonadnya diamati untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan
gonad. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara makroskopis (bentuk,
ukuran, dan warna gonad) dan mikroskopis (anatomi preparat histologi). Ukuran
ikan kali pertama matang gonad dianalisis berdasarkan panjang total yang
ditentukan dengan metode pendekatan berdasarkan ukuran morfometrik.
Fekunditas dihitung dengan metode gravimetrik.
Ikan lidah yang tertangkap selama penelitian berjumlah sebanyak 613 ekor
yang terdiri atas 290 ekor ikan jantan dan 323 ekor ikan betina. Panjang total ikan
lidah berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina) dengan bobot tubuh ikan
berkisar 0,57-8,75 g (jantan), 2,81-16,72 g (betina). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pola pertumbuhan ikan lidah bersifat alometrik negatif. Faktor kondisi ikan
berkisar 0,83-1,22 (jantan) dan 1,29-1,70 (betina). Ukuran ikan betina kali
pertama matang gonad pada panjang tubuh 105,5 mm. Ikan lidah memijah dari
bulan Maret hingga Desember dengan puncak pemijahan pada bulan Mei dan
November. Ikan ini termasuk pemijah bertahap dengan jumlah telur berkisar
2.657-39.647 butir. Persamaan hubungan fekunditas terhadap panjang ikan F =
5x10-7 L5,14 dan fekunditas terhadap bobot tubuh ikan F = 8,76 W3,02.
Kata kunci: Cynoglossus cynoglossus, musim pemijahan, tipe pemijahan


SUMMARY
ARINIE GUSTIARISANIE. Reproductive Biology Aspects of tonguesole
Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) in Pabean Bay
West Java. Supervised by M.F RAHARDJO and YUNIZAR ERNAWATI.
The purpose of this study is to analyze some aspects of the reproductive
biology of tonguesole which include the first maturity, spawning season and type
of spawn. The research has been conducted from January to December 2015 in
Pabean Bay. The location of fish sample collection has been divided by three
zones based on their characteristics. The fish samples collection has been taken at
twelve-monthly intervals by trammel net and trap net. The fish sample has been
preserved in 10% formaline and their put the samples on the cool box in order to
be analyzed in the laboratory.
The fish samples has been identified based on morphology, morphometric,
and meristic characteristics. Each fish samples has been measured including total
length and body weight. The fish samples has been dissected without making the
organ being damaged, then the gonads are observed to determine the sex and
gonads maturity stage. Gonads maturity stage is determined by macroscopic
(shape, size, and color of the gonads) and microscopic (histology). The first
maturity has been analyzed based on total length determined by a morphometric

methodological approach. Fecundity of the fish has been calculated by gravimetric
method.
A total of 613 fish consists of 290 males and 323 females. Total length of
fish ranged from 46 to 117 mm (males), 61 to 126 mm (females) with body
weight of the fish ranged from 0.57 to 8.75 gram (males), 2.81 to 16.72 gram
(females). The results showed that the growth pattern of fish was negative
allometric. The condition factor ranged from 0.83 to 1.22 (males) and 1.29 to 1.70
(females). The first maturity of the female is about 105.5 mm of total length.
Tonguesole spawns from March to December with the peak spawning in Mei and
November. These fish is a batch spawner with the number of eggs ranges from
2657 to 39647 grains. The equation fecundity relation against the length is F = 5 x
10-7 L5.14 and fecundity against the fish body weight is F = 8.76 W3.02.
Keywords: Cynoglossus cynoglossus, spawning season, spawning type

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LIDAH
Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (PISCES: CYNOGLOSSIDAE)
DI TELUK PABEAN JAWA BARAT

ARINIE GUSTIARISANIE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017


Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr. Ahmad Zahid, S.Pi, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul “Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus
Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat. Pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. F Rahardjo, DEA selaku komisi pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dan pikiran. Tak pernah bosan memberikan
arahan, bimbingan, nasehat-nasehat, pelajaran berharga, dan semangat dari
tahap awal pelaksanaan penelitian sampai tahap akhir penulisan tesis ini.
2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing dan Bapak Dr.
Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Perairan. Terima kasih arahan, saran, dan nasehatnya.
3. Kedua orang tua tercinta papa Arbianto, BE S.Sos (Alm.) dan mama Azrida,
Kakak-kakakku Andalia Gustari ST, Andhika Purnama Yudha ST, Agung
Budi Satrio SE, Andrie Ridzky Prasetyo S.Hut serta seluruh keluarga

besarku atas doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan yang tidak pernah
putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
4. Bapak Dr. Ahmad Zahid S.Pi M.Si selaku penguji luar komisi dan Bapak
Charles PH Simanjuntak, S.Pi M.Si Ph.D terima kasih atas saran, masukan,
nasehat, dan pelajaran berharga semasa di dunia kampus..
5. Bapak Emmanuel Manangkalangi, S.Pi M.Si dan Ibu Dati Pertami, M.Si
yang telah memberi arahan, saran dan nasehat-nasehat pada pelaksanaan
penelitian dan proses penulisan tesis ini.
6. Seluruh Staf Laboratorium Biologi Makro MSP FPIK-IPB (Mas Aries, Ka
Reiza, Bu Tina dan Bu Dewi), Mifta, Dewi serta teman-teman satu tim
penelitian (Nisha, Ivi, Dedek, Ano dan Eda). Terima kasih atas kerja sama
dan kebersamaan kita.
7. Keluarga Bapak Swara dan masyarakat Pabean Ilir yang telah membantu
selama penelitian berlangsung.
8. Staf Tata Usaha dan keluarga besar Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan atas kerja sama dan dukungan yang diberikan.
9. Rekan-rekan SDP 14, Pondok Kemuning 25, Ratih, Aidha serta temanteman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu terima kasih atas
kebersamaan kita.
Semoga tesis ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2017
Arinie Gustiarisanie

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Alat dan bahan
3 HASIL
4 PEMBAHASAN
5 SIMPULAN DAN SARAN

1
1
2
2
3
3
3
6
15
19

DAFTAR PUSTAKA


19

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Ciri morfologi gonad ikan (Rahardjo 1987)
2 Jumlah, kisaran panjang, dan kisaran bobot ikan lidah setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
3 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis gonad ikan lidah betina

5
7
13


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peta lokasi penelitian di Teluk Pabean
Ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus)
Hubungan panjang-bobot ikan lidah di Teluk Pabean pada tahun 2015
Faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di Teluk
Pabean pada tahun 2015
Faktor kondisi ikan lidah berdasarkan tingkat kematangan gonad di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina di Teluk Pabean
pada tahun 2015
Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah jantan setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah betina setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Indeks kematangan gonad ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Penampang histologi ovarium ikan lidah
Perkembangan gonad dan oosit ikan lidah betina (500 µm)
Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan lidah di Teluk Pabean
Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan lidah di Teluk Pabean
Sebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean

3
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Skema fiksasi contoh gonad
Skema pewarnaan sediaan histologi gonad
Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina
Alat tangkap yang digunakan nelayan di Teluk Pabean
Lokasi penelitian

25
26
27
28
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teluk Pabean merupakan perairan estuaria yang mendapat masukan air
tawar dari Sungai Cimanuk lama, Sungai Cimanuk baru, dan juga anak Sungai
Cimanuk yang selalu mengalami kondisi air yang berfluktuasi, terutama salinitas.
Teluk ini memiliki sumber daya perikanan yang cukup tinggi dengan jenis ikan
yang beragam. Beberapa jenis ikan memanfaatkan teluk ini untuk melakukan
aktifitas biologisnya seperti tempat mencari makan, tempat pemijahan, tempat
persinggahan dalam ruaya, dan tempat pengasuhan larva. Banyaknya jenis ikan
mendorong para nelayan setempat untuk menangkap ikan di perairan ini. Salah
satu jenis ikan yang tertangkap di perairan ini adalah ikan lidah (Cynoglossus
cynoglossus).
Ikan lidah yang termasuk famili Cynoglossidae adalah penghuni dasar
perairan laut dan estuaria yang hidup pada substrat pasir dan lumpur. Ikan ini
memiliki keunikan metamorfosis dari bentuk simetri bilateral pada fase larva
menjadi non-simetri bilateral pada fase juwana (Bal & Rao 1984, Kramer 1991,
Zahid & Simanjuntak 2009). Di Teluk Pabean, ikan lidah dikenal dengan nama
lokal ikan ilat-ilat. Ikan ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi
sendiri dan diolah menjadi ikan asin. Alat tangkap yang sering digunakan nelayan
untuk menangkapnya adalah sero dan jaring. Sero merupakan alat tangkap pasif
dengan ukuran mata jaring 2 mm sehingga semua jenis ukuran ikan akan
tertangkap sedangkan jaring merupakan alat tangkap aktif dengan ukuran mata
jaring 1,5 inci. Sejauh ini tidak ada data penangkapan di daerah Teluk Pabean.
Aktifitas nelayan seperti penangkapan dapat memengaruhi dinamika
populasi, pertumbuhan, reproduksi, habitat ikan serta juga memberikan dampak
luas baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan
ketidakseimbangan fungsi ekosistem dan populasi ikan (Jennings & Lock 1996,
Jennings & Kaiser 1998, Pauly et al. 2002). Untuk menjaga keberlangsungan
populasi ikan tersebut diperlukan informasi aspek reproduksi, karena reproduksi
merupakan kunci keberlanjutan suatu populasi ikan untuk tetap ada sehingga tidak
terjadi kepunahan. Dengan mengetahui aspek reproduksi tersebut maka
penangkapan dapat dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan hal-hal
yang dapat menurunkan populasi ikan lidah, agar kelestariannya tetap terjaga dan
menjadi dasar dalam pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.
Sejauh ini penelitian ikan lidah mengenai reproduksi dan faktor kondisi ikan
lidah (Cynoglossus bilineatus) di Pantai Mayangan (Zahid & Simanjuntak 2009),
dan aspek reproduksi ikan lidah (Cynoglossus lingua) di Ujung Pangkah
(Sulistiono et al. 2009) sudah pernah dilakukan. Diduga ada perbedaan tipologi
perairan terhadap kondisi ikan termasuk pada aspek reproduksi. Jika sebelumnya
penelitian berlangsung pada tipe perairan pantai yang berhubungan langsung
dengan laut, maka penelitian ini berlangsung di perairan bertipe teluk.

2

Perumusan Masalah
Ikan lidah merupakan salah satu sumber daya ikan yang hidup di perairan
Teluk Pabean. Penangkapan ikan lidah yang terus-menerus akan menimbulkan
dua hal, yakni semakin berkurangnya jumlah ikan yang tertangkap dan
mengecilnya ukuran ikan yang tertangkap. Selain penangkapan, kegiatan
antropogenik juga dapat menyebabkan terhambatnya rekrutmen karena hilangnya
ruang pemijahan ataupun rusaknya ruang pemijahan.
Upaya pengelolaan adalah upaya memberi kesempatan ikan untuk
melakukan rekrutmen/memijah sehingga menghasilkan keturunan yang pada
giliran berikutnya tumbuh dewasa untuk kemudian berpijah. Upaya pengelolaan
tersebut membutuhkan informasi tentang perilaku dan strategi reproduksi ikan.
Hal ini yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian aspek biologi reproduksi
ikan lidah di Teluk Pabean.

Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan
lidah yang mencakup ukuran ikan kali pertama matang gonad, musim pemijahan,
dan tipe pemijahan. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar
menyusun alternatif pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan lidah secara
berkelanjutan di Teluk Pabean.

3

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan selama satu tahun dari Januari-Desember 2015
dengan pengamatan satu kali dalam sebulan di perairan Teluk Pabean Jawa Barat
(Gambar 1). Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Makro I,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK-IPB.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Teluk Pabean (Sumber: Rupa bumi
Bakosurtanal)
Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi botol sampel, kantong
plastik, kertas label, kotak tempat penyimpanan ikan, alat bedah, timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 gram dan 0,0001 gram, kaliper digital dengan
ketelitian 1 mm, alat bedah, mikroskop, mikrometer okuler, objek gelas, pipet
tetes, gelas ukur, dan cawan petri. Alat tangkap yang digunakan meliputi jaring
dengan ukuran mata jaring 1,5 inci serta tinggi 1,5 m dan panjang 72 m, sero
berukuran mata jaring 2 mm yang pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri atas 4
bagian penting masing-masing disebut: penajo (main fence), sayap (wing), badan
(body), dan bunuhan (crib). Panjang penajo bervariasi, tergantung besar kecilnya
sero. Untuk sero berukuran besar panjang penajo dapat mencapai antara 300-500

4

meter dan sero berukuran kecil mencapai 100-300 meter. Panjang sayap ± 60
meter dan tinggi sayap ± 1,2 meter. Badan terdiri atas kamar-kamar (chamber),
banyaknya kamar-kamar bervariasi tergantung dari ukuran sero. Sero kecil
umumnya terdiri atas 1-2 kamar, untuk ukuran sedang 3 kamar, dan untuk sero
besar 4 kamar. Bunuhan atau juga disebut kantong sero berguna untuk
menampung ikan-ikan yang sudah terperangkap. Panjang kantong sero 3 meter,
lebar 2 meter, dan tinggi 2,5 meter (Lampiran 4).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi akuades, formalin 10%
untuk pengawetan ikan contoh, formalin 4% untuk pengawetan gonad selama
penelitian, dan larutan buffer neutral formalin (BNF) untuk pengawetan gonad
pada pengamatan histologi.
Pengambilan ikan contoh di lapangan
Pengambilan ikan contoh dilakukan pada tiga zona berdasarkan karakteristik
area, yakni Zona I merupakan area yang banyak ditumbuhi mangrove, Zona II
merupakan area yang berdekatan dengan aktivitas tambak ikan bandeng, dan Zona
III merupakan area yang berbatasan dengan laut dan tempat yang paling banyak
pengoperasian alat tangkap sero (Lampiran 5). Pengambilan ikan contoh
dilakukan dalam selang waktu satu kali dalam sebulan dengan menggunakan alat
tangkap jaring dan sero. Jaring dioperasikan selama 6 jam pada setiap zona
penelitian, sedangkan sero dioperasikan pada sore hari dan diangkat pada pagi
hari. Sero merupakan alat tangkap permanen nelayan di daerah tersebut. Ikan
contoh yang didapat diawetkan dengan formalin 10% dan dimasukkan ke dalam
kotak tempat penyimpanan ikan untuk dianalisis di laboratorium.
Analisis ikan contoh di Laboratorium
Ikan contoh diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi, morfometrik,
dan meristik dengan menggunakan buku identifikasi khusus untuk perairan
Pasifik bagian barat dan tengah termasuk Indonesia yang diterbitkan oleh FAO
(Carpenter & Niem 2001).
Setiap ikan contoh diukur panjang total ikan dengan menggunakan kaliper
digital berketelitian 1 mm dan penimbangan bobot tubuh ikan menggunakan
timbangan digital berketelitian 0,01 gram. Ikan contoh diberi label sesuai dengan
nomor urut dan waktu pengambilan.
Selanjutnya, ikan contoh dibedah tanpa merusak organ pada ikan kemudian
diamati gonadnya untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad.
Penentuan tingkat kematangan gonad dibedakan menjadi dua macam, yakni
secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis dilihat dari
ciri morfologi gonad ikan yaitu bentuk, ukuran, dan warna gonad (Tabel 1) dan
secara mikroskopis dilihat dari anatomi preparat histologi.
Preparat histologi gonad dibuat dengan metode pewarnaan Hematoxylin dan
Eosin dengan ketebalan pengirisan 3-5 µm pada posisi melintang yang dilakukan
di Laboratorium Histopatologi FKH-IPB (Lampiran 1 & 2) dan preparat gonad
diamati di bawah mikroskop berkamera di Laboratorium Terpadu FPIK-IPB. Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif mengacu kepada Murua et al. (2003)
dan McMillan (2007).

5

Tabel 1 Ciri morfologi gonad ikan (Rahardjo 1987)
TKG

Betina

Jantan

I
(Tidak matang)

Gonad seperti sepasang benang
yang memanjang pada sisi lateral
dalam rongga perut, transparan
dengan permukaan licin.

Gonad seperti sepasang benang,
tapi lebih pendek daripada gonad
ikan betina pada tingkat dan ukuran yang relatif sama. Warna kemerahan.

II
(Awal
pematangan)

Gonad berukuran lebih besar dan Gonad berukuran lebih besar dan
bewarna kekuningan, butiran telur bewarna putih santan.
belum dapat dilihat dengan mata
telanjang.

III
(Pematangan)

Gonad mengisi hampir separuh
rongga perut, butiran telur sudah
mulai dapat dilihat namun masih
terlalu kecil. Warna kuning.

Ukuran gonad relatif lebih besar
sehingga dapat mengisi hampir
separuh rongga perut. Warna putih.

IV
(Matang)

Gonad mengisi sebagian besar
rongga perut, bewarna kuning.
Butiran telur dapat dilihat secara
jelas dengan mata telanjang.

Gonad semakin besar ukurannya,
semakin pejal, dan mengisi sebagian besar rongga perut. Bewarna putih.

V
(Salin)

Warna gonad serupa dengan TKG Gonad sudah terlihat lebih kecil
IV, gonad lebih pendek dan kecil dan lembek, warna serupa dengan
daripada TKG sebelumnya.
TKG IV.

Untuk mendapatkan ukuran ikan kali pertama matang gonad dianalisis
berdasarkan panjang total yang ditentukan dengan metode pendekatan
berdasarkan ukuran morfometrik (Shabana et al. 2012). Gonad yang dikeluarkan
dari rongga tubuh ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan
berketelitian 0,0001 gram.
Fekunditas dihitung dengan metode gravimetrik pada ikan betina yang
matang gonad (TKG IV) dengan menggunakan persamaan :

F adalah fekunditas, G adalah bobot gonad total (g), g adalah bobot gonad contoh
(g), N adalah jumlah telur tercacah (Effendie 1979).
Diambil sebanyak 50 butir telur ikan betina yang matang gonad (TKG IV)
dari ovarium bagian anterior, tengah, dan posterior untuk diukur diameternya.
Telur yang diambil disusun pada objek gelas dan diamati dengan menggunakan
mikroskop pada perbesaran 4x10 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler
yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif. Hasil pengukuran
dibuat histogram distribusi diameter telur. Data ini digunakan sebagai dasar
penentuan tipe pemijahan ikan.
Analisis data
Analisis hubungan panjang-bobot ikan lidah dihitung dengan menggunakan
persamaan
, dimana W adalah bobot ikan (g), L adalah panjang total ikan
(mm), a dan b adalah konstanta. Nilai b yang diperoleh digunakan dalam

6

pendugaan pola pertumbuhan. Uji t (p < 0,05) digunakan untuk menguji apakah
nilai b = 3 atau tidak. Jika nilai b = 3 berarti ikan mempunyai pola pertumbuhan
isometrik dan sebaliknya bila nilai b ≠ 3 berarti pola pertumbuhan ikan bersifat
alometrik (Effendie 2002).
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan :
,
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan (g), L adalah panjang total ikan
(mm), a dan b adalah konstanta (Effendie 2002).
Niilai indeks kematangan gonad dengan menggunakan persamaan :
,
IKG adalah indeks kematangan gonad, Wg adalah bobot gonad ikan (g), Wt
adalah bobot tubuh ikan (g) (Effendie 1979).
Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan dengan menggunakan
persamaan :
dan bobot tubuh ikan dengan menggunakan persamaan :
F adalah fekunditas, L adalah panjang total ikan (mm), W adalah bobot tubuh ikan
(g), a dan b adalah konstanta (Effendie 2002).
Musim pemijahan diduga dari nilai persentase ikan yang matang gonad
(TKG IV) yang tertangkap selama penelitian. Puncak pemijahan adalah bulan
ketika paling banyak ditemukan ikan yang matang gonad (TKG IV).

3 HASIL
Klasifikasi dan Ciri Morfologi Ikan Lidah
Menurut Nelson (2006), klasifikasi ikan lidah sebagai berikut :
Kerajaan
Filum
Subfilum
Superkelas
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Vertebrata
: Gnathostomata
: Actinopterygii
: Pleuronectiformes
: Cynoglossidae
: Cynoglossus
: Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822

Ciri-ciri morfologi ikan lidah yakni badan memanjang, mata tidak
berdekatan, moncong bulat, pengait di bawah mulut (rostral hook) pendek, jumlah
jari-jari sirip punggung berkisar 93-102, jari-jari sirip perut berkisar 70-78 dan
jari-jari sirip ekor berjumlah 10-12. Ikan ini mempunyai dua linea lateralis yang
dimulai dari ujung mulut hingga pelipatan sirip ekor. Warna ikan coklat keabuan
(Gambar 2).

7

Gambar 2 Ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Distribusi Hasil Tangkapan
Jumlah ikan lidah yang tertangkap selama penelitian sebanyak 613 ekor
yang terdiri atas 290 ekor ikan jantan dan 323 ekor ikan betina. Panjang total ikan
berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina) dan bobot ikan berkisar 0,578,75 g (jantan), 2,81-16,72 g (betina) (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah, kisaran panjang, dan kisaran bobot ikan lidah setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Jantan
Jumlah Panjang total
(ekor)
(mm)
Januari
95-97
2
Februari
2
85-90
Maret
2
91-95
April
13
88-112
Mei
6
60-105
Juni
11
69-116
Juli
12
81-117
Agustus
36
72-105
September
42
54-117
Oktober
128
66-114
November
14
69-102
Desember
22
46-115
Bulan

Bobot
(g)
5,66-6,39
2,72-5,63
5,60-6,63
5,55-9,49
1,72-7,68
2,20-9,19
5,04-7,33
2,66-7,95
1,18-7,80
1,08-8,75
2,31-6,44
0,57-7,56

Jumlah
(ekor)
2
5
8
24
19
19
12
20
60
98
29
27

Betina
Panjang total
(mm)
101-104
94-105
92-119
69-122
86-125
91-125
77-113
85-119
92-126
88-126
93-125
61-116

Bobot
(g)
8,40-8,45
5,80-8,60
5,60-11,94
2,36-13,68
8,06-14,16
5,58-15,80
5,75-11,38
6,36-11,62
5,11-16,72
3,95-12,54
6,52-15,74
2,81-12,13

8

Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi
Model persamaan hubungan panjang-bobot ikan lidah adalah W = 2x10-5
L (Gambar 3). Pola pertumbuhannya bersifat alometrik negatif (b < 3) yaitu
pertumbuhan panjang ikan lebih besar daripada bobot tubuh ikan.
2,73

Bobot tubuh (g)

18

W = 2x10-5 L2,73
r = 0,88
n = 613

12

6

0
0

50

100

150

Panjang total (mm)

Gambar 3 Hubungan panjang-bobot ikan lidah di Teluk Pabean pada tahun 2015
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di
Teluk Pabean berfluktuasi. Nilainya berkisar 0,83-1,22 (jantan) dan 1,29-1,70
(betina) (Gambar 4). Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan paling tinggi
ditemukan pada bulan Agustus (1,22) dan ikan betina ditemukan pada bulan Mei
(1,70), sedangkan nilai rata-rata faktor kondisi terendah ditemukan pada bulan
September 0,83 (jantan) dan 1,29 (betina). Faktor kondisi ikan betina lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan.
2,0

Faktor kondisi

1,5

1,0

Jantan
Betina

0,5

0,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Waktu penelitian

Gambar 4 Faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di Teluk
Pabean pada tahun 2015

9

Faktor kondisi

2,0

1,5

1,0

Jantan
Betina

0,5

0,0
I

II
III
Tingkat kematangan gonad

IV

Gambar 5 Faktor kondisi ikan lidah berdasarkan tingkat kematangan gonad di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Nilai rata-rata faktor kondisi berdasarkan tingkat kematangan gonad selama
satu tahun berfluktuasi. Nilai tertinggi diperoleh pada TKG IV (betina),
sedangkan yang terendah pada TKG I (jantan) (Gambar 5). Ikan jantan
mempunyai nilai faktor kondisi relatif lebih kecil dibandingkan dengan ikan
betina pada tiap TKG karena tidak ditemukan ikan lidah jantan yang memiliki
TKG III dan IV pada setiap bulan pengambilan contoh.

Ukuran Ikan Kali Pertama Matang Gonad (Lm50)

Persentase matang gonad (%)

Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh
105,5 mm (Gambar 6 & Lampiran 3). Ukuran kali pertama matang gonad ikan
lidah jantan tidak dapat diketahui karena tidak terdapat ikan yang matang gonad
(TKG IV) pada setiap bulan pengambilan contoh.
100
75
50
25
0
65,5

75,5

85,5

95,5

105,5

115,5

125,5

Nilai tengah (mm)

Gambar 6 Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina di Teluk Pabean
pada tahun 2015

10

Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad ikan lidah betina ditemukan dalam berbagai
tahap perkembangan gonad (TKG I-IV) terutama TKG IV yang ditemukan dari
bulan Maret hingga Desember (Gambar 8), sedangkan pada ikan jantan hanya
ditemukan TKG I dan II (Gambar 7).
Nilai indeks kematangan gonad ikan lidah betina (TKG I-IV) berkisar 1,1815,74 dan nilai tertinggi terdapat pada bulan Mei dan November, sedangkan pada
ikan jantan (TKG I-II) berkisar 0,49-2,30 (Gambar 9).

Frekuensi (%)

100%

n=2

n=2

n=2

n = 13 n = 6

n = 11 n = 12

n = 36 n = 42 n = 128 n = 14 n = 22

75%

50%

TKG II
TKG I

25%

0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Waktu penelitian

Gambar 7 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah jantan setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015

Frekuensi (%)

100%

n=2

n=5

n=8

n = 24

n = 19 n = 19 n = 12 n = 20 n = 60 n = 98

n = 29

n = 27

75%
TKG IV
50%

TKG III
TKG II
TKG I

25%

0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Waktu penelitian

Gambar 8 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah betina setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015

11

IKG Rata-rata

18

12

Betina
Jantan

6

0
Waktu penelitian

Gambar 9 Indeks kematangan gonad ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di
Teluk Pabean pada tahun 2015
Perkembangan Gonad
Pengamatan perkembangan gonad ikan lidah betina dibedakan secara
makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dapat dilihat dari bentuk,
ukuran, dan warna gonad ikan, sedangkan secara mikroskopis dapat dilihat dari
preparat histologi (Gambar 11).
Dalam satu ovarium ikan lidah ditemukan oosit dengan tingkat
perkembangan yang bervariasi (Gambar 10). Tingkat perkembangan tersebut
dibedakan atas beberapa fase berdasarkan karakteristik morfologi dan histologi,
yakni fase pertumbuhan primer, fase kortikal alveoli, fase vitelogenesis, dan fase
matang (Tabel 3).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lidah mengeluarkan telur
secara bertahap. Dalam satu ovarium ikan lidah dapat ditemukan beberapa
kelompok oosit dengan tingkat perkembangan gonad yang berbeda (Asynchronic).

Gambar 10 Penampang histologi ovarium ikan lidah
Keterangan: Op = oosit primer; n = nukleus; nu = nukleolus; Ca = cortical alveoli; V =
Vitellogenic; GV = germinal vesicle

12

Fase pertumbuhan primer

Fase kortikal alveoli

Fase vitelogenesis

Fase matang
Gambar 11 Perkembangan gonad dan oosit ikan lidah betina (500 µm)

13

Tabel 3 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis gonad ikan lidah betina
Tahapan
Pertumbuhan
primer

Kortikal
alveoli

Vitelogenesis

Matang

Karakteristik makroskopis
Karakteristik mikroskopis
Ovari bewarna putih santan, ukur- Inti sel berada ditengah dan diannya kecil, permukaan licin.
kelilingi oleh sitoplasma, ukuran
selnya kecil, didominasi oleh
oosit primer.
Ovari bewarna putih kekuningan,
ukurannya bertambah besar dari
sebelumnya, butiran telur belum
terlihat jelas.

Ukuran sel bertambah besar,
ditandai dengan munculnya nukleolus, adanya pembentukan butiran lemak dan butiran kuning
telur di sitoplasma, lapisan folikel
terlihat jelas.

Ovari bewarna kuning, ukur- Ukuran sel lebih besar, jumlah
annya semakin membesar, kan- dan ukuran butiran kuning telur di
tung ovarium mulai terisi, pem- sitoplasma meningkat.
buluh darah di selaput gonad mulai terlihat, butir-butir telur mulai
kelihatan dengan mata.
Ovari bewarna kuning tua, ukuran
ovarium bertambah besar dan mengisi ½-¾ rongga perut, kantung
ovarium terisi penuh, pembuluh
darah di selaput gonad terlihat jelas, butiran telur terlihat jelas dan
mudah dipisahkan.

Nukleus telah menghilang, pembentukan butir-butir kuning telur
telah berhenti, inti sel melebur ke
dinding sel.

Fekunditas
Nilai fekunditas total ikan lidah betina berkisar 2.657-39.647 butir dengan
kisaran panjang total ikan berkisar 96-125 mm dan bobot tubuh ikan berkisar
8,46-15,74 g dari 43 ekor ikan lidah betina yang matang gonad (TKG IV). Nilai
fekunditas total tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran 125 mm (39.647
butir) dan yang terendah ditemukan pada ikan yang berukuran 96 mm (2.657
butir).
Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan lidah dinyatakan oleh
persamaan F = 5x10-6 L5,14 dan fekunditas dengan bobot tubuh ikan F = 8,76 W3,02
(Gambar 12 & 13).

14

Fekunditas (butir)

45000
36000
F = 5x10-6 L5,14
r = 0,57

27000
18000
9000
0
0

50

100

150

Panjang total (mm)

Gambar 12 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan lidah di Teluk Pabean

Fekunditas (butir)

45000
36000

F = 8,76 W3,02
r = 0,62

27000
18000
9000
0
0

5

10

15

20

Bobot tubuh (g)

Gambar 13 Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan lidah di Teluk Pabean
Diameter Telur
Diameter telur ikan lidah betina berkisar 0,23-0,76 mm dan pola
persebarannya membentuk dua modus (Gambar 14). Modus pertama terdapat
pada ukuran 0,35-0,40 mm dan modus kedua pada ukuran 0,59-0,64 mm.

15

Frekuensi (butir)

2000
n = 43
1500
1000
500
0

Diameter telur (mm)

Gambar 14 Sebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean

4 PEMBAHASAN
Perairan estuaria adalah perairan yang kompleks dan sangat bervariasi,
sering menunjukkan perubahan yang signifikan pada salinitas, suhu, kekeruhan,
dan arus pasang surut (Vorwerk et al. 2003). Teluk Pabean merupakan salah satu
perairan estuaria yang unik karena sedikitnya masukan dari air tawar bahkan sama
sekali terhenti pada saat musim kemarau. Dilihat dari arah lautan mulai terbentuk
adanya gosong akibat pendangkalan. Secara perlahan, kondisi seperti ini akan
menutupi masukan dari air laut sehingga kawasan perairan ini akan terisolasi.
Panjang total ikan lidah yang tertangkap di Teluk Pabean selama penelitian
berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina). Ukuran ikan lidah betina lebih
besar dibandingkan ikan jantan. Menurut Carpenter & Niem (2001), panjang total
maksimun ikan lidah mencapai 200 mm dan yang umumnya tertangkap di
perairan berkisar 100-150 mm. Berbeda halnya dengan penelitian Zahid &
Simanjuntak (2009), panjang total ikan C. bilineatus yang ditemukan di Pantai
Mayangan berkisar 80-369 mm. Begitu juga dengan Sulistiono et al. (2009),
panjang total ikan C. lingua yang ditemukan di Ujung Pangkah berkisar 65-325
mm. Perbedaan ukuran pada ikan ini dipengaruhi oleh letak geografis dan kondisi
lingkungan perairan.
Ikan lidah di Teluk Pabean memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif
artinya pertambahan panjang ikan lebih besar daripada pertambahan bobot tubuh
ikan. Pola pertumbuhan alometrik negatif juga ditemukan pada ikan C.
senegalensis di estuari Sungai Gambia (Ecoutin et al. 2005) dan C. bilineatus di
Pantai Mayangan (Zahid & Simanjuntak 2009). Namun tidak semua ikan famili
Cynoglossidae memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Ikan C.
macrostomus dan C. arel di Kochi dan Neendakara memiliki pola pertumbuhan
alometrik positif (Jayaprakash 2001) dan Symphurus tesselatus di laut barat daya
Brazil juga memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (Costa et al. 2013).
Ikan tidak selalu memiliki pola pertumbuhan yang sama. Nilai eksponensial
(b) hubungan panjang-bobot yang berbeda antar spesies dapat dipengaruhi oleh

16

beberapa faktor yaitu tingkat kematangan gonad, jenis kelamin (Dulcic et al.
2003), musim dan habitat (Froese 2006) kondisi lingkungan perairan (Ali et al.
2001), faktor makanan dan ukuran tubuh (Ebrahim & Ouraji 2012).
Nilai faktor kondisi ikan lidah tiap bulan selama satu tahun berfluktuasi.
Meningkatnya nilai faktor kondisi pada bulan Mei dapat diketahui bahwa puncak
pemijahan terjadi pada bulan tersebut. Nilai faktor kondisi meningkat pada puncak
pemijahan juga ditemukan pada ikan Engraulis encrasicolus di Teluk Cadiz
(Millan 1999), Trachurus mediterraneus di Laut Aegean Utara (Tzikas et al.
2007) dan Johnius belangerii di Pantai Mayangan (Rahardjo & Simanjuntak
2008). Meningkatnya nilai faktor kondisi disebabkan oleh proses reproduksi
tertinggi berada pada TKG IV yang mengakibatkan bobot gonad bertambah dan
bobot tubuh meningkat.
Nilai faktor kondisi ikan lidah jantan maupun betina tiap bulan selama satu
tahun berfluktuasi. Pola nilai faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina yang
terbentuk tidak sama, ikan lidah jantan selalu lebih kecil dibandingkan ikan betina.
Hal ini terungkap bahwa selama satu tahun pengambilan contoh tidak ditemukan
ikan jantan yang TKG III dan IV. Berbeda halnya dengan ikan C. bilineatus di
Pantai Mayangan, nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina polanya relatif sama
(Zahid & Simanjuntak 2009). Hal ini berkaitan erat dengan ditemukannya ikan
jantan TKG III dan IV selama pengambilan contoh dan tersedianya makanan yang
berlimpah baik pada musim kemarau maupun musim peralihan di Pantai
Mayangan (Zahid & Rahardjo 2008) sehingga mengakibatkan kondisi ikan C.
bilineatus relatif sama.
Nilai faktor kondisi ikan lidah betina cenderung meningkat dengan
meningkatnya tingkat kematangan gonad. Dalam proses reproduksi, oosit ikan
pada TKG I dan II belum berkembang karena proses vitelogenesis belum
berlangsung secara sempurna sehingga ukuran oositnya kecil. Pada TKG III dan
IV proses vitelogenesis untuk pembentukan kuning telur telah berlangsung secara
sempurna sehingga ukuran oositnya bertambah besar dan menyebabkan bobot
gonadnya bertambah. Meningkatnya bobot gonad pada ikan akan memengaruhi
bobot tubuh pada ikan tersebut dan juga meningkatkan nilai faktor kondisi.
Fluktuasi faktor kondisi pada ikan lidah dipengaruhi oleh kepadatan populasi,
tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan (Rahardjo & Simanjuntak 2008),
jenis kelamin, dan kondisi lingkungan perairan (Devi et al. 2008).
Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh
105,5 mm. Berbeda halnya dengan penelitian Sulistiono et al. (2009) di Ujung
Pangkah, ukuran ikan C. lingua betina kali pertama matang gonad pada kisaran
94-122 mm. Ukuran ketika mencapai matang gonad setiap spesies ikan berbeda,
bahkan pada spesies yang sama namun habitatnya berbeda juga dapat ditemukan
ukuran yang berbeda. Perbedaan ukuran ini disebabkan oleh kondisi ekologis pada
setiap perairan yang memengaruhi kondisi biologis ikan, kualitas perairan, sifat
genetik, dan besarnya tingkat penangkapan (Rahardjo & Simanjuntak 2007).
Musim pemijahan didasarkan pada nilai TKG IV ikan betina dan nilai IKG
ikan lidah betina dengan proporsi tertinggi, hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan habitat. Diduga pemijahan ikan lidah terjadi di perairan laut. Seitz et al.
(2005), Ramos et al. (2010), Gibson et al. (2015) juga menyatakan bahwa
sebagian besar ikan sebelah dari kelompok Cynoglossidae melakukan pemijahan
di perairan laut yang dalam. Berdasarkan nilai TKG dan IKG yang tertinggi,

17

menunjukkan bahwa musim pemijahan berlangsung dari bulan Maret hingga
Desember dengan puncak pemijahan bulan Mei dan November. Berbeda halnya
dengan penelitian Zahid & Simanjuntak (2009) di Pantai Mayangan, puncak
pemijahan ikan C. bilineatus betina terjadi pada bulan Juli dan Oktober.
Sulistiono et al. (2009) juga menambahkan bahwa puncak pemijahan ikan C.
lingua di Ujung Pangkah terjadi pada bulan Desember. Menurut Rahardjo &
Simanjuntak (2007), perbedaan musim pemijahan ikan ini dapat disebabkan oleh
adanya fluktuasi musim hujan tahunan, kondisi lingkungan perairan, dan letak
geografis. Saat musim penghujan, aliran sungai yang masuk ke perairan estuaria
kaya akan bahan-bahan organik sehingga mendorong berkembangnya biota air
(plankton, bentos, dan lain-lain) yang menjadi makanan bagi anak-anak ikan yang
menetas pada saat itu.
Ikan betina yang matang gonad (TKG IV) akan memerlukan banyak energi
dan ketersediaan makanan untuk proses reproduksi sehingga banyak ditemukan di
daerah estuaria karena daerah ini merupakan tempat mencari makan, tempat
persinggahan dalam ruaya, dan tempat perlindungan (Elliott & Dewailly 1995,
Mathieson et al. 2000). Sihombing (2016) juga menambahkan bahwa ditemukan
ikan betina TKG IV yang jenis makanannya paling dominan adalah udang. Udang
ini banyak ditemukan di daerah estuaria. Udang banyak mengandung lemak dan
protein yang berguna bagi kelangsungan dalam proses pembentukan gonad
Ikan jantan TKG III dan IV tidak ditemukan di Teluk Pabean, akan tetapi
pada penelitian Sulistiono et al. (2009) di Ujung Pangkah dan Zahid &
Simanjuntak (2009) di Pantai Mayangan ditemukan ikan jantan dari TKG I-V.
Ketiadaan ikan jantan TKG III dan IV di Teluk Pabean ini diduga karena perairan
Teluk Pabean lebih menjorok ke daratan sedangkan perairan Ujung Pangkah dan
Pantai Mayangan berbatasan langsung dengan laut sehingga karakteristik
perairannya berbeda. Hal ini juga diperkuat oleh Gerritsen et al. (2010) bahwa
ikan-ikan kelompok famili Cynoglossidae pada ukuran kecil ditemukan secara
bersama. Setelah tumbuh dewasa, ikan jantannya berenang ke arah perairan yg
lebih dalam dan ikan betinanya ke arah perairan yang dangkal untuk dapat tumbuh
dan berkembang lebih cepat. Hal ini yang menyebabkan ketiadaan ikan jantan
TKG III dan IV di Teluk Pabean selama pengambilan contoh.
Ikan lidah merupakan ikan gonokoristik, yaitu ikan yang sepanjang
hidupnya memiliki jenis kelamin yang terpisah antara jantan dan betina dalam dua
individu yang berbeda.
Ikan ini memiliki ovarium ganda berbentuk lonjong memanjang. Ukuran
panjang ovarium yang matang sekitar 5,4 mm dan lebar 3,3 mm mengisi hampir
½ – ¾ rongga perut. Pada fase perkembangan awal ovarium, oogonia berbentuk
bulat dan masih terlihat sangat kecil. Oogonia terlihat berkelompok, tapi kadang
ada juga yang berbentuk tunggal. Inti sel terletak di tengah dan dibungkus oleh
lapisan sitoplasma yang sangat tipis. Oogonia akan terus memperbanyak diri
dengan cara mitosis menjadi oosit primer. Oosit primer kemudian menjalankan
dua fase yang meliputi, fase previtelogenesis dan vitelogenesis. Fase
previtelogenesis yaitu fase dimana ukuran oosit membesar akibat meningkatnya
volume sitoplasma, namun belum sepenuhnya terbentuk kuning telur. Fase
vitelogenesis yaitu fase dimana sudah terbentuknya kuning telur yang disintesis
oleh hati, kemudian dibebaskan ke darah dan dibawa menuju oosit. Pada fase ini,
butir-butir lemak juga mulai terlihat dan bertambah besar pada sitoplasma. Pada

18

fase perkembangan selanjutnya, oosit semakin membesar dan terjadi perubahan
morfologi yang mencirikan stadianya. Oosit yang telah matang dengan kuning
telur yang memenuhi sitoplasma siap untuk dikeluarkan ke lumen ovarium.
Dalam penelitian ini, tingkat perkembangan oosit ikan lidah dibagi dalam
empat tahapan, yakni fase pertumbuhan primer, fase kortikal alveoli, fase
vitelogenesis, dan fase matang. Jika dalam satu ovarium ditemukan tingkat
perkembangan oosit yang berbeda, maka perkembangan ovarium tersebut
digolongkan dalam tipe ovarium Asynchronous (Wallace & Selman 1981,
Nagahama 1983, Nejedli et al. 2004). Ikan lidah termasuk tipe pemijah bertahap,
dapat diketahui bahwa dalam satu ovarium ikan lidah terdapat berbagai tingkat
perkembangan oosit yang berbeda (Asynchronic). Hal yang sama juga ditemukan
pada ikan Danio rerio (Yon et al. 2008), Notropis buccula (Durham & Wilde
2008), Adrianichthys oophorus (Gundo et al. 2013).
Fekunditas ikan lidah di Teluk Pabean berkisar antara 2.657-39.647 butir
pada kisaran panjang 96-125 mm dan bobot tubuh 8,46-15,74 gram. Fekunditas
ikan C. lingua di Ujung Pangkah berkisar 360-35.926 butir (Sulistiono et al.
2009), ikan C. bilineatus di Pantai Mayangan berkisar 2.323-225.557 butir (Zahid
& Simanjuntak 2009). Variasi nilai fekunditas dapat disebabkan oleh adanya ikan
yang baru pertama kali memijah dan sudah pernah memijah serta adanya variasi
ukuran ikan tersebut. Ikan yang sudah beberapa kali memijah memiliki nilai
fekunditas lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang baru pertama kali memijah.
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa nilai fekunditas dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan predator. Ikan yang hidup pada perairan yang kurang subur
memiliki produksi telur yang rendah, sedangkan ikan yang hidup dengan kondisi
predator dalam jumlah banyak memiliki fekunditas yang besar. Perbedaan nilai
fekunditas juga dapat diduga karena dipengaruhi oleh faktor umur dan spesies.
Fekunditas ikan lidah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
panjang total dan bobot tubuh ikan sehingga panjang total dan bobot tidak dapat
dijadikan sebagai penduga nilai fekunditas. Rendahnya korelasi ini diduga karena
ikan memiliki ukuran panjang yang hampir sama bahkan sebagian besar memiliki
ukuran yang sama dengan fekunditas yang bervariasi. Menurut Effendie (2002),
variasi jumlah telur ikan disebabkan oleh adanya variasi kelompok ukuran ikan.
Berbeda halnya dengan ikan C. bilineatus dan ikan sebelah famili Cynoglossidae
lainnya bahwa fekunditas memiliki hubungan yang signifikan antara panjang total
dan bobot tubuh ikan (Rijnsdorp & Witthames 2008, Zahid & Simanjuntak 2009).
Pola persebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean membentuk dua
modus, yang berarti bahwa ikan ini termasuk pemijah bertahap. Hal yang sama
juga ditemukan pada ikan C. bilineatus di Pantai Mayangan (Zahid &
Simanjuntak 2009) dan ikan C. lingua di Ujung Pangkah (Sulistiono et al. 2009).

Upaya Pengelolaan Sumber Daya Ikan Lidah
Berdasarkan kajian aspek reproduksi ikan lidah di Teluk Pabean, maka perlu
dilakukan upaya-upaya dalam pengelolaan sumber daya ikan ini. Konsep
pengelolaan sumber daya perikanan ikan lidah mencakup: pengelolaan habitat
ikan di Teluk Pabean dan pengaturan musim penangkapan.

19

Teluk Pabean merupakan daerah estuaria yang dimanfaatkan sebagai tempat
mencari makan, beruaya, perlindungan, dan memijah baik bagi ikan asli estuaria
maupun bagi ikan peruaya. Banyaknya pohon mangrove di daerah estuaria
menandakan bahwa daerah ini banyak menyumbang ketersediaan makanan. Tapi
sangat disayangkan, sebagian vegetasi mangrove di Teluk Pabean ini banyak
mengalami kerusakan akibat pembukaan lahan untuk pertambakan. Tentunya ini
akan berdampak pada kehidupan ikan karena hilangnya habitat tempat hidup
mereka. Upaya pengelolaan yang perlu dilakukan adalah melakukan rehabilitasi
dengan penanaman pohon mangrove agar tidak mengalami kerusakan yang
semakin parah dan mampu menyediakan habitat ikan.
Pengaturan musim penangkapan ikan didasarkan pada waktu puncak
pemijahan ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, puncak pemijahan ikan lidah di
Teluk Pabean adalah bulan Mei dan November. Aktivitas penangkapan ikan agar
diminimalkan pada waktu puncak pemijahan agar proses reproduksi tidak
terhambat dan kelestarian ikan lidah tetap terjaga, dengan tetap memperhatikan
ikan jenis lain.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Ikan lidah termasuk kelompok pemijah bertahap yang memijah dari bulan
Maret hingga Desember dengan puncak pemijahan pada bulan Mei dan November.
Ukuran dugaan pertama kali matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh
105,5 mm dengan jumlah telur berkisar 2.657-39.647 butir. Ikan ini memijah di
perairan laut yang lebih dalam.
Suatu penelitian terkait dengan larva ikan lidah perlu dilakukan untuk
menentukan secara lebih tepat tempat pemijahan karena pada penelitian ini tempat
ikan lidah jantan dan betina yang matang gonad bertemu untuk melakukan
pemijahan belum diketahui. Data ini digunakan sebagai dasar penetapan wilayah
untuk pengendalian dan penangkapan ikan secara terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Ali M, Salam A, Iqbal F. 2001. Effect of environmental variables on body
composition parameters of Channa punctata. Journal of Research Science,
12(2): 200-206.
Bal DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries of India. Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited. New Delhi. 472 p.
Carpenter KE, Niem VH (eds.). 2001. FAO species identification guide for fishery
purposes. The living marine resources of the Western Central
Pacific.Volume 6 Bony fishes part 4 (Labridae to Latimeriidae), estuarine
crocodiles, sea turtles, sea snakes and marine mammals. Rome, FAO. pp.
3381-4218.

20

Costa MR, Pereira HH, Neves LM, Araujo FG. 2013. Length-weight relationships
of 23 fish species from southeastern Brazil. Journal of Applied Ichthyology,
30(1): 230-232.
Devi JO, Nagesh TS, Das SK, Mandel B. 2008. Length-weight relationship and
relative condition factor of Pampus argenteus (Euphrasen) from Kakdwip
estuarine region of West Bengal. Journal of the Inland Fisheries Society of
India, 40(2): 70-73.
Dulcic J, Pallaoro A, Cetinic P, Kraljevic M, Soldo A, Jardas I. 2003. Age, growth
and mortality of picarel, Spicara smaris L. (Pisces: Centracanthidae), from
the eastern Adriatic (Croatian coast). Journal of Applied Ichthyology, 19(1):
10-14.
Durham BW, Wilde GR. 2008. Asynchronous and synchronous spawning by
smalleye shiner Notropis buccula from the Brazos River, Texas. Ecology of
Freshwater Fish, 17(4): 528-541.
Ebrahim IG, Ouraji H. 2012. Growth performance and body composition of
kutum fingerlings, Rutilus frisii kutum (Kamenskii, 1901), in response to
dietary protein levels. Turkish Journal of Zoology, 36(4): 551-558.
Ecoutin JM, Albaret V, Trape V. 2005. Length-weight relationship for fish
population of a relatively undisturbed tropical estuary: The Gambia.
Fisheries Research, 72(2-3): 347-351.
Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan.Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
163 hlm.
Elliott M, Dewaily F. 1995. The structure and components of European estuarine
fish assemblages. Netherlands Journal of Aquatic Ecology, 29(3-4): 397417.
Froese R. 2006. Cube law, condition factor and weight–length relationships:
history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied
Ichthyology, 22(4): 241-253.
Gerritsen HD, McGrath D, Lordan C, Harlay X. 2010. Differences in habitat
selection of male and female megrim (Lepidorhombus whiffiagonis,
Walbaum) to the west of Ireland. A result of differences in life-history
strategies between the sexes?. Journal of Sea Research, 64(4): 487-493.
Gibson RN, Nash RDM, Geffen AJ, Van Der Veer HW. 2015. The behaviour of
flatfishes. In Gibson RN (ed.) Flatfishes: Biology and Exploitation (second
edition). Blackwell Science Ltd., Blackwell Publishing Company. New
York. pp. 314-317.
Gundo MT, Rahardjo MF, Lumban Batu DTF, Hadie W. Dimorfisme seksual dan
mikroanatomi ovarium ikan endemik rono (Adrianichthys oophorus,
Kottelat 1990) di Danau Poso, Sulawesi Tengah. Jurnal Iktiologi Indonesia,
13(1): 55-65.

21

Jayaprakash AA. 2001. Length-weight relationship and relative condition in
Cynoglossus macrostomus Norman and Cynoglossus arel (Schneider).
Journal of Marine Biology Association India, 43(1-2): 148-154.
Jennings S, Lock JM. 1996. Population and ecosystem effects of fishing. In:
Polunin NVC, Roberts CM (ed.). Reef Fisheries. Chapman and Hall,
London. pp. 193-218.
Jennings S, Kaiser M. 1998. The effects of fishing on marine ecosystems.
Advances in Marine Biology, 34(34): 201-352.
Kramer SH. 1991. The shallow-water flatfishes of San Diego Country. California
Cooperative Oceanic Fisheries Investigations Reports, 32: 128-142.
Mathieson S, Cattrijsse A, Costa MJ, Drake P, Elliot M, Gardner M, Marchand J.
2000. Fish assemblages of European tidal marshes; a comparison based on
spesies, families and functional guilds. Marine Ecology Progress Series,
204: 225-242.
McMillan DB. 2007. Fish Histology: Female Reproductive Systems. The
Netherlands: Springer. 598 p.
Millan M. 1999. Reproductive characteristics and condition status of anchovy
Engraulis encrasicolu