Struktur Tingkatan Sosial dan Estimasi Biomassa Ikan Giru (Amphiprioninae) di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu

STRUKTUR TINGKATAN SOSIAL DAN ESTIMASI
BIOMASSA IKAN GIRU (AMPHIPRIONINAE) DI PULAU
PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

GUNAWAN SEPTIANTO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Tingkatan
Sosial dan Estimasi Biomassa Ikan Giru (Amphiprioninae) di Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Gunawan Septianto
NIM C54090066

ABSTRAK
GUNAWAN SEPTIANTO. Struktur Tingkatan Sosial dan Estimasi Biomassa
Ikan Giru (Amphiprioninae) di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing
oleh BEGINER SUBHAN dan HAWIS MADDUPPA.
Ikan giru dan anemon menciptakan suatu hubungan simbiosis mutualisme.
Spesies ini menjadi target untuk perikanan ikan hias di Indonesia. Namun,
kurangnya penelitian yang dilakukan mengenai ikan giru.terhadap dampak dari
perikanan hias laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
kelimpahan dan struktur sosial ikan giru di sepuluh lokasi di Kepulauan Seribu.
Selain itu, Ikan giru juga diestimasi biomassa dan dianalisa hubungan kelimpahanya
dengan anemon. Ikan giru dan anemon kemudian dicatat jumlah dan panjangnya
selama survei menyelam Skuba. Ikan giru yang ditemukan sebanyak 58 individu
dengan empat spesies (Amphiprion ocellaris, Premnas biaculeatus, Amphiprion
clarkii, dan Amphiprion akallopisos) dan anemon ditemukan 56 individu dengan
empat spesies (Entacmaea quadricolor, Heteractris magnifica, Stylodactyla

mertensii, dan Heteractris crispa). Spesies ikan giru kepadatan tertinggi terdapat
Amphiprion akallopisos dengan nilai 28 ind/500 m2) dan terendah pada
Amphiprion clarkii (6 ind/500 m2). Keeratan hubungan antara ikan giru dan
anemon ditunjukkan oleh nilai r sebesar 0.90. Hubungan Premnas biaculeatus
dengan anemon Entacmaea quadricolor yang koefisien korelasi sebesar 0.98.
Hubungan Amphiprion akallopisos dengan anemon Heteractris magnifica yang
koefisiesn korelasi sebesar 0.87. Setiap anemon terdiri dari satu atau dua individu
ikan giru. Biomassa ikan giru di alam relatif lebih tinggi dibandingkan yang
dikumpulkan oleh nelayan.
Keyword : ikan giru, anemone, kelimpahan, biomassa

ABSTRACT
GUNAWAN SEPTIANTO. Level Sosial Structure and Biomass Estimation
Clownfish (Amphiprioninae) at Panggang Island, Kepulauan Seribu. Supervised
by BEGINER SUBHAN and HAWIS MADDUPPA.
Clownfish and anemone create mutualism symbiotic relationship. These
species have been targeted for ornamental fishery in Indonesia. However, lack of
research has been conducted of the impact of marine ornamental fishery of the
clown anemonefish. The aim of the study was to determine the density and social
structure of clownfish at ten sites in the Kepulauan Seribu. In addition, clownfish

biomass was estimated and analyzed in relation to density of anemone. The
number and length of clownfish and anemone were measured during SCUBA
diving survey. A total of 58 individuals clownfish consist of four species
(Amphiprion ocellaris, Premnas biaculeatus, Amphiprion clarkii, and Amphiprion
akallopisos) and of 56 individuals anemones consist of four species (Entacmaea
quadricolor, Heteractris magnifica, Stylodactyla mertensii, and Heteractris
crispa) were recorded during study. The highest density spesies was reorded at
Amphiprion akallopisos (28 ind/500 m2), and the lowest density spesies was
recorded at Amphiprion clarkii (6 ind/500 m2). A closely related between
clownfish and anemone was indicated by r value of 0.90. Relationship of Premnas
biaculeatus and anemones Entacmaea quadricolor indicated by correlation
coefficient of 0.98. Relationship of Amphiprion akallopisos and Heteractris
magnifica indicated by correlation coefficient of 0.87. Each anemone was consist
of one or two individuals. The biomass of anemonefish in nature was relatively
high compared with fisherman collection.
Keyword : clownfish, anemone, density, biomass

STRUKTUR TINGKATAN SOSIAL DAN ESTIMASI
BIOMASSA IKAN GIRU (AMPHIPRIONINAE) DI
KELURAHAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU


GUNAWAN SEPTIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Struktur Tingkatan Sosial dan Estimasi Biomassa Ikan Giru
(Amphiprioninae) di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
Nama
: Gunawan Septianto
NIM
: C54090066


Disetujui oleh

Beginer Subhan, SPi MSi
Pembimbing I

Dr Hawis Madduppa, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Juli 2013 dengan judul

Struktur Tingkatan Sosial dan Estimasi Biomassa Ikan Giru (Amphiprioninae) di
Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
1. Orangtuaku yang sangat kucintai Sukamti dan Sukidi
2. Dr Hawis Madduppa, SPi MSi. dan Beginer Subhan, SPi MSi. selaku
pembimbing
3. Dosen GKM Dr Ir Tri Prartono MSc
4. Dosen Penguji Dr Ir Neviaty Putri Zamani Msc
5. Teman pengambilan data Oman dan keluarga, segenap anggota Elang Dive
Shop Ekowisata Pulau Pramuka (Bang komeng, Bobby, Jak Men, dkk) dan
Iyan Sulistiana “kembung”
6. Laboratorium Hidrobiologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
IPB
7. Crazier ITK 46
8. Asrama Sylvapinus
9. Himpunan Alumni Sylvasari, angkatan 46 khususnya
10. Annisa Pratiwi, teman-teman Pendaki Puncak Kerinci Pecinta Alam Jambi
(bang ali, Julian), (Vero, Makcik, Cacing dll)
11. Rahayu Kencana Wati
12. Kakak-kakak dan adik-adik kelasku yang turut membantu dalam pembuatan
skripsi dari awal penelitian, seminar, sidang hingga selesai

13. Teman-teman Asrama TPB dan Kelas A10 (Asep)
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Gunawan Septianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat

3

Bahan

3

Penetapan Stasiun Pengamatan

3

Pengambilan Data


4

Pengolahan Data

5

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelimpahan

7
7

Hubungan Kelimpahan Antara Ikan Giru dan Anemon

10


Struktur Sosial

12

Estimasi Biomassa

14

KESIMPULAN DAN SARAN

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

DAFTAR TABEL
1. Konstanta pertumbuhan panjang a dan b

6

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Peta Lokasi Penelitian Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
Diagram Alir Pengambilan Data
Pengambilan data ikan giru dan anemon
Kelimpahan ikan giru pada masing-masing stasiun
Kelimpahan anemon pada masing-masing stasiun
Hubungan kelimpahan ikan giru Premnas biauleatus dan anemon
Entacmaea quadricolor di masing-masing stasiun
7. Hubungan kelimpahan ikan giru Amphiprion akallopisos dan
anemon Heteractris magnifica di masing-masing stasiun
8. Hubungan kelimpahan ikan giru dan anemon di masing-masing
stasiun
9. Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion clarkii berdasarkan
panjang total ikan
10. Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion ocellaris berdasarkan
panjang total ikan
11. Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion akallopisos
berdasarkan panjang total ikan
12. Tingkatan struktur sosial pada Premnas biaculatus berdasarkan
panjang total ikan
13. Estimasi biomassa (g) Amphiprion clarkii yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
14. Estimasi biomassa (g) Amphiprion ocellaris yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
15. Estimasi biomassa (g) Amphiprion akallopisos yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
16. Estimasi biomassa (g) Premnas biaculeatus yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan

3
4
5
8
9
10
10
11
12
12
13
13
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel kelimpahan, panjang rata-rata dan estimasi bobot ikan giru
2. Gambar peralatan yang digunakan untuk penelitian
3. Gambar ikan giru dan anemon

19
20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kepulauan yang berada di Indonesia sudah banyak dieksploitasi
oleh masyarakatnya yaitu wilayah Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu
merupakan suatu wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda
dengan wilayah DKI Jakarta lainya, sebab wilayah ini pada dasarnya merupakan
gugusan pulau-pulau terumbu karang yang terbentuk oleh biota koral dan
asosiasinya dengan bantuan proses dinamika alam. Pulau-pulau tersebut memiliki
keanekaragaman terumbu karang yang cukup besar dalam menopang makhluk
laut yang hidup di dalamnya (Setyawan et al. 2009, Madduppa 2014).
Potensi laut Kepulauan Seribu menyimpan banyak biota salah satunya
adalah ikan. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Lingkungan sumberdaya
ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan
faktor alamiah sekitarnya (KKP 2004). Ikan giru atau nemo merupakan ikan
berukuran kecil yang tinggal dengan anemon. Secara taksonomi ikan giru
termasuk kedalam Famili Pomacentridae atau yang biasa disebut damselfish
(Allen et al. 2003). Ikan giru dapat ditemukan di terumbu karang dalam kepadatan
relatif rendah di kedalaman 1-20 m (Allen 1972). Ikan ini hidup dalam kelompok
yang terdiri dari 2 sampai 6 ekor. Pada struktur sosialnya setiap individu ikan dari
kelompok memiliki tingkatan hirarki (Mitchell 2005). Golongan ikan ini termasuk
kedalam ikan target, yaitu ikan yang pada umumnya menjadi sasaran pada
penangkapan ikan.
Terdapat berbagai macam hubungan antara makhluk laut di ekosistem
terumbu karang seperti predasi dan simbiosis. Semua jenis ikan giru yang terdiri
dari 26 spesies bersimbiosis dengan anemon (Fautin 1991). Kelompok ikan ini
sering juga dikenal sebagai ikan anemon (anemonfish). Pola warnanya yang indah
dan kemampuanya untuk hidup dalam akuarium membuat ikan dan anemon
sangat diminati oleh pencinta ikan hias laut (Fautin dan Allen 1997).
Anemon laut merupakan hewan invertebrata (tidak bertulang belakang)
yang termasuk Filum Coelenterata (Kaestner 1967). Bentuk tubuh anemon seperti
bunga sehingga juga disebut mawar laut (Suharti 1990). Tubuh anemon laut
dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu keping mulut (oral disc) dikelilingi oleh
tentakel-tentakel dan sebuah mulut di bagian tengahnya, badan (column)
merupakan bagian yang dapat memanjang dan memendek, pangkal atau dasar
(pedal disc) bagian yang mengeluarkan bahan yang lengket dan dengan bahan
terebut hewan ini dapat melekat pada substrat (Kozlof 1990). Anemon laut dapat
ditemukan hampir seluruh lautan di dunia. Dari sekitar 1000 spesies anemon laut
yang ada, hanya sepuluh saja yang dapat menjadi tempat tinggal ikan giru (Fautin
1991). Anemon laut memiliki sistem hidup yang soliter dan menempel pada
substrat baik pasir ataupun batu. Makanan anemon laut terdiri dari moluska,
krustasea, ikan kecil dan invertebrata lain Makanan atau mangsa ditangkap dan
dilumpuhkan oleh tentakel dengan bantuan nematokis (Storer et al. 1968).
Penurunan kekayaan jenis ikan yang signifikan teramati untuk komunitas
ikan terumbu. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 233 spesies, tahun 2005 terdapat

2

248 spesies, sedangkan pada tahun 2007 hanya tercatat 174 spesies ikan
(Estradivari et al. 2009). Beberapa jenis ikan giru seperti ikan tompel (Amphiprion
ephippium) sudah mulai jarang ditemukan di Kepulauan Seribu (Setyawan et al.
2009). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan ekologis pada kawasan
terumbu karang Kepulauan Seribu, khususnya terhadap komunitas ikan terumbu.
Penangkapan terus menerus yang tidak memperhatikan ukuran membuat
tekanan ekologi terhadap ikan ini semakin meningkat. Selain dijual di dalam
negeri, ikan ini juga diekspor keluar negeri. Ikan giru seperti ikan klon
(Amphiprion ocellaris) merupakan salah satu komoditas ikan hias yang paling
sering diperdagangkan antarnegara di dunia terutama Amerika Serikat dan Eropa.
Ikan ini merupakan komoditas ekspor ikan hias terbesar di dunia menurut GMAD
(Global Marine Aquarium Database) pada tahun 1997 hingga 2002 (Wabnitz
2003). Lebih dari 90 % penjualan ikan hias berasal dari penangkapan ikan liar
dibandingkan budidaya. Hal ini dikarenakan keterbatasan baik dana dan kesulitan
proses pembudidayaan. Kegiatan penangkapan ikan yang tinggi memiliki dampak
kepada spesies yang ditargetkan mengakibatkan melambatnya laju produktivitas
reproduksi. (Madduppa 2012). Penelitian sebelumnya oleh Madduppa et al (2014)
menyatakan bahwa Amphiprion ocellaris memiliki nilai self recruitment sekitar
40- 60 %. Hingga saat ini belum ada kejelasan status konservasi tentang ikan giru
atau nemo oleh pihak- pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu studi tentang
keanekaragaman biota laut diperlukan dalam mengambil kebijakan pelestarian
lingkungan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan kelimpahan dan struktur sosial
ikan giru di perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Selain itu, peneliti juga
mengestimasi biomassa ikan giru serta menganalisa hubungan antara kelimpahan
ikan giru dengan anemon di perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi keadaan terkini keberadaan
ikan giru di perairan sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Hal
ini diharapkan berguna dalam penyusunan kebijakan konservasi ikan giru.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di beberapa titik wilayah perairan Pulau Panggang
Kepulauan Seribu, Jakarta Utara yaitu Pulau Pramuka, Gosong Pramuka
(Karamba), Pulau Karya dan Pulau Panggang. Pengambilan data dilaksanakan
pada Bulan Juli 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi
Laut Departeman Ilmu dan Teknologi Kelautan. Lokasi pengambilan data

3

penelitian data di sepuluh lokasi berdasarkan kedalaman yang sama, yaitu antara
5-11 m dari permukaan laut dan berjarak sekitar 50-100 m dari pantai ditunjukan
oleh Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data wilayah perairan Pulau Panggang
Secara geografis Kepulauan Seribu berada antara 106°β0’00’’ BT hingga
106°57’00’’ BT dan 5°10’00’’ LS hingga 5°57’00’’ LS. Pulau Panggang
merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu yang berada disebelah utara
Teluk Jakarta yang berjarak kurang lebih 150 km ke utara sampai Pulau Sebira
(Estradivari et al. 2009). Di wilayah penelitian tersebut terdapat area perlindungan
laut Pulau Pramuka bagian utara dan Biorock Pulau Karya sebelah timur. Wilayah
ini menjadi area rehabilitasi terumbu karang yang mendukung kehidupan
komunitas ikan karang. Secara umum pada wilayah penelitian memiliki luas
tutupan terumbu karang sedang dan baik (Estradivari et al. 2009).

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi alat selam skuba, kapal
motor, jaring ikan, kaliper, meteran jahit, underwater camera, pensil dan sabak
dapat dilihat pada Lampiran 2.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah data dalam penelitian ini meliputi data primer.
Data primer diperoleh dari survey di lokasi penelitian meliputi data banyaknya
ikan yang ditemukan, ukuran ikan dan anemonnya di perairan maupun di
pengumpul.

4

Penetapan Stasiun Pengamatan
Pengamatan sepuluh lokasi berbeda berdasarkan zonasi arah angin leeward
dan windward pada setiap pulaunya. Zona windward merupakan sisi yang
menghadap arah datangnya angin, zona ini diawali oleh reef slope atau lereng
terumbu yang menghadap ke arah laut lepas dan memiliki bentangan yang cukup
lebar. Zona leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin,
zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit dari
pada Zona windward (Muhlis 2011).
Wilayah pengambilan data di masing- masing pulau berjarak sekitar 50-150
m dari bibir pantai. Penentuan kedalaman penyelaman berdasarkan lingkungan
obyek yang diteliti yaitu di kedalaman sekitar 6-8 mdpl. Penentuan posisi
pengambilan data menggunakan metode Random Swim Technique. Dasar dari
metode ini adalah seorang penyelam berenang di atas lokasi survei di arah yang
dipilih secara acak (Rogers et al 1994).
Pengambilan Data
Persiapan pengambilan data meliputi persiapan alat dan perjalanan menuju
lokasi menggunakan kapal motor. Alur pengambilan data dapat dilihat pada
Gambar 2

Persiapan

Pencatatan ikan di
pengumpul

Pemasangan alat selam dan penandaan posisi
Penyelaman dan penjelajajahan
kedalaman 6-8 m
Penangkapan dan pengukuran

Pelepasan kembali
Data ikan
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan Statistica 7

Kelimpahan Ikan dan Anemon
Biomassa dan Tingkatan Struktur
Sosial Ikan Giru

Gambar 2 Alur pengambilan dan pengolahan data

5

Sebelum melakukan penyelaman, wilayah yang menjadi stasiun penelitian
ditandai dengan GPS (Global Positioning System) dan dilanjutkan dengan
pemasangan alat selam Skuba Pengamatan dilakukan secara langsung (visual
sensus) dengan cara menyelam lalu melakukan penjelajahan bawah air. Metode
penjelajahan ini dinamakan fish roving diver technique sangat berguna dalam
menutupi wilayah yang luas. Penyelaman dilakukan kurang lebih 30 sampai 45
menit setiap stasiunya. Teknik survei berenang bebas juga digunakan dalam
sensus populasi ikan giru untuk mengantisipasi kelimpahan rendah dari spesies.
Studi ini juga telah banyak digunakan untuk sensus penduduk organisme (Shuman
et al. 2005).
Penyelaman dilakukan dengan jarak pandang masing 1,5 m ke kanan dan
kiri, kemudian arah depan sejauh-jauhnya yang sejajar garis pantai pada
kedalaman yang sama. (English et al. 1997). Cara melakukan pengamatan ikan
terumbu tersaji pada Gambar 3.

3m
Gambar 3 Pengambilan data ikan giru dan anemon
Ikan giru yang ditemukan kemudian dicatat nama ilmiah dan jumlah
individu yang tinggal dalam satu koloni. Ikan ditangkap menggunakan jaring dan
diukur dengan kaliper untuk menentukan panjangnya. Setelah diukur ikan
dilepaskan kembali ke anemonya masing-masing. Setiap anemon yang ditemukan
juga dicatat nama spesies dan jumlahnya. Panjang anemon diukur menggunakan
meteran. Data dari pengumpul ikan juga dicatat untuk mengetahui spesies dan
panjang total ikan giru. Pendokumentasian dilakukan dengan kamera sebagai
penunjang pada penelitian ini.

Pengolahan Data
Kelimpahan
Setiap ikan giru dan anemon dicatat dan dihitung untuk menentukan
kepadatan. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel dan Statistica
7 dapat dilihat di Gambar 2. Penyelaman yang dilakukan tiap wilayah memiliki
panjang area cakupan yang berbeda-beda. Perbedaan variasi panjang area cakupan
masing-masing wilayah distandardisasi menjadi kepadatan (ind/500m2).
Kelimpahan adalah banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan.
Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum 1971):

D=

��


Keterangan :
D = Kepadatan/kelimpahan (ind/500m2)
Ni = Jumlah individu (ind)

A = Luas pengambilan data (500m2)

6

Analisis data yang digunakan adalah perhitungan kelimpahan ikan giru pada
suatu wilayah, yaitu banyaknya ikan yang ditemukan dibagi dengan luasan yang
dijelajahi. Luas pengambilan data ditentukan melalui konversi posisi GPS pada
saat awal dan akhir penyelaman. Kelimpahan ikan dan anemon dikonversi ke
satuan Ind/500m2 berdasarkan asumsi kelimpahan yang rendah dan wilayah
pengamatan yang terbatas. Apabila kelimpahan yang didapat lebih atau sama
dengan 0.5 (D 0.5) maka dibulatkan ke atas dan jika kelimpahan yang didapat
kurang dari 0.5 (D < 0.5) akan dibulatkan kebawah .
Estimasi biomassa
Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi secara sistematis mempunyai
nilai praktis karena dapat digunakan untuk mengkonversi panjang ke berat atau
berat ke panjang Perkiraan bobot biomassa ikan yang ditentukan dari
pengkonversi panjang menjadi berat. Panjang ikan yang digunakan dalam rumus
ini adalah panjang total (TL). Analisis hubungan fungsional antara panjang ikan
dan bobot badan (W) didasarkan pada petunjuk Pauly (1984). Rumus
pengkonversi panjang ke berat adalah
W= a x Lb
Keterangan :
W = berat ikan dalam gram
L = Panjang total ikan (cm)
a dan b = konstanta laju pertumbuhan
Konstanta a dan b diestimasi dengan metode kuadrat terkecil (least square
method), dengan mentransformasikan persamaan hubungan panjang bobot ke
dalam persamaan linier dengan memberi logaritma pada kedua sisinya :
ln W(i) = ln q + b ln FL (i)
Konstanta laju pertumbuhan tiap spesies ikan berbeda beda yaitu Ampiprion
clarkii, Amphiprion ocellaris, Amphiprion akallopisos dan Premnas biacleatus.
Dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1 Konstanta pertumbuhan panjang ikan giru (sumber: fishbase.org)
Spesies ikan
Premnas biaculeatus
Amphiprion akallopisos
Amphiprion ocellaris
Amphiprion clarkii

A
0.0275
0.0112
0.0112
0.0229

B
3.01
3.04
3.04
2.99

Estimasi biomassa antara yang ditemukan di lapang dengan di nelayan
dibandingkan secara deskriptif untuk mengetahui kondisi keberadaan ikan giru.
Hubungan panjang bobot dapat memberikan informasi tentang kondisi stok
(Sparre dan Venema 1998).

7

Analisis Data
Hubungan antara kelimpahan ikan dengan anemon
Pengamatan dilakukan secara deskriptif antara kelimpahan ikan giru
dengan anemon laut. Data kelimpahan anemon dibandingkan dengan kelimpahan
ikan diolah menggunakan Microsoft Excel dan Statitica 7. Analisis hubungan
antara kelimpahan ikan dengan anemon direpresentasikan dalam bentuk grafik.
Grafik tersebut menggambarkan keeratan berdasarkan nilai determinasi dan
korelasi. Nilai regresi digunakan mengetahui hubungan keterikatan antara
kelimpahan ikan giru dan anemon. Keterikatan antara jumlah ikan giru dan
anemon dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2).
Koefisien korelasi menyatakan keeratan antara hubungan kelimpahan ikan
dan anemon. Nilai korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua
peubah demikian melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (r)
(Walpole 1993). Besaran nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Nilai r yang sama dengan nol menunjukan tidak ada hubungan, sedangkan
semakin besar dari nol (positif) atau semakin kecil dari nol (negatif) menunjukan
adanya hubungan. Nilai r mendekati +1 atau -1 maka dapat dikatakan hubungan
antara kedua peubah tersebut kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara
keduanya (Walpole 1993).
Struktur Sosial
Panjang total ikan giru dan anemon digunakan dalam menentukan
perbedaan frekuensi distribusi ukuran antar spesies ikan. Setiap individu dari
kelompok ikan giru dalam anemon diklasifikasikan sebagai α asumsi untuk
individu besar peringkat pertama (perempuan dominan), asumsi untuk peringkat
kedua (jantan fungsional), dan asumsi untuk individu anakan (Mitchell 2005).
Penelitian ini menggunakan α- untuk menunjukkan tingkatan sosial berbasis
ukuran, bukan status reproduksi. Perbandingan jumlah dan panjang ikan dalam
satu koloni pada setiap anemon di analisis untuk mendeteksi perbedaan kategori
ukuran antar stasiun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelimpahan
Hasil pengamatan kelompok ikan giru di sepuluh stasiun ditemukan 58
individu, yaitu Amphiprion ocellaris 13 ekor, Premnas biaculeatus 23 ekor,
Amphiprion clarkii 6 ekor, dan Amphiprion akallopisos 16 ekor. Kelompok
anemon yang ditemukan sebanyak 56 individu dengan jumlah 4 spesies, yaitu
Entacmaea quadricolor, Heteractris magnifica, Stylodactyla mertensii, dan
Heteractris crispa. Kelimpahan ikan giru pada masing-masing stasiun dapat
disajikan pada Gambar 4.

8

Kelimpahan (Ind/500m2)

Kelimpahan kelompok ikan giru pada Stasiun 1 (ST1) terdiri dari satu
spesies, yaitu Premnas biaculeatus dengan kelimpahan mencapai 9 ind/500m2.
Stasiun 2 (ST2) terletak di wilayah coral reef Pulau Karya ditemukan dua spesies
yaitu Amphiprion ocellaris dengan kelimpahan 2 ind/500m2, dan Amphiprion
akallopisos kelimpahan 8 ind/500m2. Stasiun 3 (ST3) ditemukan dua spesies yaitu
Amphiprion akallopisos dengan nilai kelimpahan mencapai 10 ind/500m2, dan
Premnas biaculeatus dengan nilai kelimpahan mencapai 3 ind/500m2. Ikan giru
yang ditemukan pada Stasiun 4 (ST4) sebanyak tiga spesies. Kelimpahan masing masing spesies ikan giru yaitu sebesar 2 ind/500m2 untuk Premnas biaculeatus,
dan Amphiprion clarkii, serta 1 ind/500m2 untuk Amphiprion akallopisos.
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Premnas biaculeatus
Amphiprion clarkii
Amphiprion ocellaris
Amphiprion akallopisos

1

2

3

4
5
6
7
8
9
10
Stasiun (ST) pengamatan
Gambar 4 Kelimpahan kelompok ikan giru (ind/500m2) pada masing-masing
stasiun pengamatan
Stasiun 5 (ST5) ditemukan spesies Amphiprion ocellaris dengan
kelimpahan sebesar 4 ind/500m2. Stasiun 6 (ST6) ditemukan tiga spesies ikan giru
yaitu Amphiprion ocellaris danAmphiprion akallopisos dengan kelimpahan yang
sama sebesar 4 ind/500m2, serta Premnas biaculeatus dengan kelimpahan sebesar
1 ind/500m2. Stasiun tujuh ditemukan dua spesies ikan giru. Stasiun 7 (ST7) yaitu
ditemukan Amphiprion clarkii kelimpahan sebesar 1 ind/500m2 dan Amphiprion
akallopisos kelimpahan sebesar 3 ind/500m2. Kelimpahan ikan yang ditemukan
pada Stasiun 8 (ST8) yaitu, Premnas biaculeatus sebesar 2 ind/500m2,
Amphiprion clarkii dan Amphiprion akallopisos sebesar 3 ind/500m2. Stasiun 9
(ST9) ditemukan dua spesies yaitu Premnas biaculeatus dengan kelimpahan 3
ind/500m2 dan Amphiprion ocellaris dengan kelimpahan senilai 2 ind/500m2.
Stasiun 10 (ST10) ditemukan ikan Premnas biaculeatus dan Amphiprion ocellaris
masing-masing 2 ind/500m2, serta Amphiprion akallopisos sebesar 3 ind/500m2.
Kelimpahan per stasiun yang paling besar terdapat di Stasiun 3 (ST3)
dengan total 13 ind/500m2. Kellimpahan ikan yang paling sedikit terdapat pada
Stasiun 5 (ST5) sebesar 4 ind/500m2.Kelimpahan spesies ikan giru tertinggi
terdapat pada Amphiprion akallopisos di seluruh stasiun dengan total 28
ind/500m2. Kelimpahan spesies ikan giru terendah dari seluruh stasiun terdapat
pada Amphiprion clarkii dengan total hanya 6 ind/500m2. Ikan giru yang paling
jarang ditemui adalah Amphiprion clarkii yang hanya terdapat 3 dari 10 stasiun.
Gambar 5 merupakan kelimpahan kelompok anemon pada masing-masing
stasiun. Stasiun 1 (ST1) anemon yang ditemukan dari spesies Entacmaea

9

Kelimpahan (ind/500m2)

quadricolor dengan kelimpahan mencapai 6 ind/500m2 dan Heteractris crispa
kelimpahan mencapai 2 ind/500m2. Stasiun 2 (ST2) ditemukan satu spesies yaitu
Heteractris magnifica dengan nilai kelimpahan sebesar 14 ind/500m2. Stasiun 3
(ST3) ditemukan tiga spesies yaitu Heteractris magnifica dengan nilai kelimpahan
mencapai 10 ind/500m2, Heteractris crispa dengan nilai kelimpahan mencapai 3
ind/500m2, dan Entacmaea quadricolor dengan nilai kelimpahan 2 ind/500m2.
Heteractris magnifica
Entacmaea quadricolor
Heteractris crispa
Stylodactyla mertensii

16
14
12
10
8
6
4
2
0
1

2

3

4
5
6
7
8
9
10
Stasiun (ST) pengamatan
Gambar 5 Kelimpahan kelompok anemon (ind/500m2) pada masing-masing
stasiun pengamatan
Spesies anemon yang ditemukan pada Stasiun 4 (ST4) ada dua, yaitu
Heteractris magnifica dan Entacmaea quadriolor dengan nilai kelimpahan sama
sebesar 2 ind/500m2. Stasiun 5 (ST5) ditemukan spesies anemon Heteractris
magnifica dengan kelimpahan sebesar 2 ind/500m2. Stasiun 6 (ST6) ditemukan
dua spesies, yaitu Heteractris magnifica dengan kelimpahan sebesar 6 ind/500m2
dan Entacmaea quadricolor dengan kelimpahan sebesar 1 ind/500m2. Kelimpahan
anemon pada Stasiun 7 (ST7) yaitu Heteractris magnifica sebesar 3 ind/500m2.
Spesies dan kelimpahan anemon pada Stasiun 8 (ST8) yaitu, Heteractris
magnifica sebesar 3 ind/500m2, Entacmaea quadricolor sebesar 1 ind/500m2, dan
Stylodactyla mertensii sebesar 2 ind/500m2. Stasiun 9 (ST9) ditemukan dua
spesies yaitu Heteractris magnifica dengan kelimpahan 3 ind/500m2 dan
Entacmaea quadricolor dengan kelimpahan senilai 2 ind/500m2. Stasiun 10
(ST10) ditemukan dua anemon, yaitu Heteractris magnifica dan Entacmaea
quadricolor dengan masing-masing kelimpahan 3 ind/500m2 dan 2 ind/500m2.
Spesies anemon yang paling sering dijumpai adalah Heteractris magnifica,
yaitu sembilan dari sepuluh stasiun yang dilakukan pengamatan. Anemon yang
paling jarang ditemukan adalah spesies Stylodactyla mertensii hanya terdapat satu
dari sepuluh stasiun. Kelimpahan spesies anemon tertinggi terdapat pada
Heteractris magnifica di Stasiun 2 (ST2) sebesar 14 ind/500m2. Kelimpahan per
stasiun yang paling besar terdapat pada Stasiun 3 (ST3) dengan total kelimpahan
anemon sebesar 15 ind/500m2. Kelimpahan anemon yang paling sedikit terdapat
pada Stasiun 5 (ST5) sebesar 2 ind/500m2. Hal ini dikarenakan Stasiun 3 (ST3)
merupakan lokasi Area Perlindugan Laut (APL) Kepulauan Seribu yang dibatasi
dalam pemanfaatan sumberdaya lautnya.

10

Hubungan Antara Kelimpahan Ikan Giru Dengan Anemon

Kelimpahan Ikan Premnas
biauleatus (ind/500m2)

Hubungan antara kelimpahan ikan giru dan anemon dapat dilihat dari nilai
r untuk koefisien korelasi dan R2 untuk determinasi. Grafik yang terbentuk antara
kelimpahan ikan dengan anemon tersaji pada Gambar 6, 7 dan 8.

Gambar 6

10
y = 1.6598x - 0.2111
R² = 0.96
r=0.98

8
6
4
2
0
0

2
4
6
Kelimpahan anemon Entacmaea quadricolor
(Ind/500m2)

Hubungan kelimpahan ikan giru Premnas biauleatus dan anemon
Entacmaea quadricolor di masing-masing stasiun

Kelimpahan Ikan Amphiprion
akallopisos (Ind/500 m2)

Gambar 6 menunjukan hubungan yang terjadi antara kelimpahan ikan giru
Premnas biaculeatus dengan anemon Entacmaea quadricolor tersebut adalah
regresi dengan korelasi positif. Persamaan yang terbentuk y = 1.6598x - 0.2111.
Determinasi atau R² bernilai sebesar 0.96 yang berarti kelimpahan anemon
Entamaea quadricolor merupakan faktor yang menentukan keberadaan ikan giru
Premnas biaculeatus di suatu wilayah. Hal ini berarti 96% faktor kelimpahan
anemon dapat menjelaskan pengaruh terhadap kelimpahan ikan giru. Nilai
koefisien r = 0.98 menunjukan keeratan yang kuat antara kelimpahan ikan giru
dan anemon. Hal ini berarti bila semakin banyak anemon Entacmaea quadricolor
di suatu daerah maka cenderung semakin banyak pula ikan giru Premnas
biauleatus hidup di daerah tersebut.

Gambar 7

12

y = 0.6968x - 0.3872
R² = 0.76
r= 0.87

10
8
6
4
2
0
0

5
10
15
20
Kelimpahan anemon Heteractris magnifica
(Ind/500m2)

Hubungan kelimpahan ikan giru Amphiprion akallopisos dan
anemon Heteractris magnifica di masing-masing stasiun

11

Kelimpahan ikan giru (ind/500
m2)

Gambar 7 menunjukan hubungan yang terjadi antara kelimpahan
Amphiprion akallopisos dengan anemon Heteractris magnifica tersebut adalah
regresi dengan korelasi positif. Persamaan yang terbentuk y = 0.6968x - 0.3872
dengan R² = 0.76. Determinasi atau R² bernilai sebesar 0.76 yang berarti
kelimpahan anemon merupakan faktor yang menentukan keberadaan ikan giru di
suatu wilayah. Hal ini berarti juga 76% faktor kelimpahan anemon dapat
menjelaskan pengaruh terhadap kelimpahan ikan giru. Nilai determinasi yang
mendekati satu menunjukan mendekati kondisi yang sebenarnya di alam. Nilai
koefisien r = 0.87 menunjukan keeratan yang kuat antara dua peubah yakni
kelimpahan ikan giru Amphiprion akallopisos dan anemon Heteractris magnifica.
Hal ini berarti bila semakin banyak anemon Heteractris magnifica di suatu daerah
maka cenderung semakin banyak pula ikan giru Amphiprion akallopisos hidup di
daerah tersebut.
14

y = 0.6283x + 2.9279
R² = 0.8113
r = 0.90

12
10
8
6
4
2
0
0

Gambar 8

5
10
15
20
Kelimpahan anemon (ind/500 m2)
Hubungan kelimpahan ikan giru dan anemon di masing-masing
stasiun secara keseluruhan

Secara keseluruhan hubungan antara ikan giru dan anemon di sepuluh
stasiun ditunjukan oleh Gambar 8.. Persamaan terbentuk y = 0.6283x + 35.134
dengan R² = 0.8113. Determinasi atau R² bernilai sebesar 0.8113 yang berarti
kelimpahan anemon merupakan faktor yang menentukan keberadaan ikan giru di
suatu wilayah. Hal ini berarti juga 81% faktor kelimpahan anemon dapat
menjelaskan pengaruh terhadap kelimpahan ikan giru. Nilai determinasi yang
mendekati satu menunjukan mendekati kondisi yang sebenarnya di alam. Nilai r =
0.90 menunjukan keeratan yang kuat antara dua peubah yakni kelimpahan ikan
giru dan anemon. Hal ini berarti bila semakin banyak anemon di suatu daerah
maka cenderung semakin banyak pula ikan giru hidup di daerah tersebut.
Hubungan yang terjadi antara kedua faktor tersebut adalah regresi dengan
korelasi positif Korelasi ini bersifat positif yaitu bila titik-titik menggerombol
mengikuti sebuah garis dengan kemirngan positif (Walpole 1993). Hubungan
secara langsung antara ikan giru dan anemon merupakan hubungan simbiosis
mutualisme yang saling menguntungkan (Fautin dan Allen 1992). Anemon
mengambil keuntungan dari ikan giru sebagai pembersih tentakel mereka dari
sisa-sisa makanan dan kotoran. Ikan giru memanfaatkan anemon yang berbeda
sebagai tempat perlindungan dari predator atau pemangsa (Elliott 1994).

12

Struktur Sosial

Panjang Total (mm)

Ikan giru yang ditemukan terdiri dari empat spesies berbeda yaitu
Amphiprion ocellaris, Premnas biaculeatus, Amphiprion clarkii, dan Amphiprion
akallopisos. Individu ikan yang paling besar (α) yang diasumsikan sebagai betina
utama, individu terbesar kedua ( ) yang diasumsikan sebagai pejantan fungsional,
dan individu lain ( ) digolongkan sebagai individu anakan. Panjang yang terpaut
antara ketiga ukuran tersebut untuk menentukan dominasi bukan status
reproduksinya (Mitchell 2005). Tingkatan struktur sosial yang dtemukan dalam
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8 sampai Gambar 12.
100
80
60
40
20
0

α
Tingkatan struktur sosial

Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion clarkii berdasarkan
panjang total ikan (mm) dengan susunan peringkat pertama (α),
peringkat kedua ( ), dan peringkat ketiga ( ) di lokasi penelitian

Gambar 9

Panjang Total (mm)

Gambar 9 menunjukan tingkatan struktur sosial Amphiprion clarkii
berdasarkan panjang total yang berada di perairan Pulau Panggang Kepulauan
Seribu. Rata-rata panjang ikan Amphiprion clarkii peringkat pertama (α) mencapai
74.3 ± 19.5 mm. Rata-rata panjang ikan di peringkat kedua ( ) mencapai 49.5 mm,
dan ikan peringkat ketiga rata-rata panjangnya mencapai 31.4 mm. Koloni ikan
Amphiprion clarkii bila dilihat secara deskriptif memiliki perbedaan panjang
dengan rentang yang cukup signifikan antar golongan sosialnya. Hal ini untuk
mengatur kehidupan social dan menghindari konfik antarindividu dalam satu
anemon.

50
40
30
20
10
0

α
Tingkatan struktur sosial

Gambar 10 Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion ocellaris berdasarkan
panjang total ikan (mm) dengan susunan peringkat pertama (α),
peringkat kedua ( ), dan peringkat ketiga ( ) di lokasi penelitian

13

Panjang Total (mm)

Gambar 10 menunjukan tingkatan struktur sosial Amphiprion ocellaris
berdasarkan panjang total yang berada di perairan Pulau Panggang Kepulauan
Seribu. Rata-rata panjang ikan peringkat pertama (α) mencapai 37.9 ± 2.6 mm.
Rata-rata panjang ikan di peringkat kedua ( ) mencapai 30.4 ± 1.8 mm, dan ikan
peringkat ketiga panjangnya mencapai 29.35 mm. Koloni ikan Amphiprion
ocellaris bila dilihat secara deskriptif terdapat perbedaan panjang yang kecil dan
ukuran yang ditemukan relatif seragam. Hal ini diduga karena penangkapan yang
terjadi pada ikan ini cukup tinggi dibandingkan tiga spesies lain dapat dillihat
pada Lampiran 1.
80
60
40
20
0

α
Tingkatan struktur sosial

Gambar 11 Tingkatan struktur sosial pada Amphiprion akallopisos berdasarkan
panjang total ikan (mm) dengan susunan peringkat pertama (α),
peringkat kedua ( ), dan peringkat ketiga ( ) di lokasi penelitian

Panjang Total (mm)

Gambar 11 menunjukan tingkatan struktur sosial Amphiprion akallopisos
berdasarkan panjang total yang berada di perairan Pulau Panggang Kepulauan
Seribu. Panjang ikan peringkat pertama (α) mencapai 70.1 ± 7.1 mm. Panjang
ikan di peringkat kedua ( ) mencapai 48.8 ± 5.6 mm, dan ikan peringkat ketiga
panjangnya mencapai 38.6 ± 2.6 mm. Koloni ikan Amphiprion akallopisos bila
dilihat secara deskriptif terdapat perbedaan panjang yang cukup jauh antar ketiga
status sosialnya. Hal ini untuk mengatur kehidupan antar individu juga untuk
menghindari konfik sosial yang terjadi dalam satu koloni.
140
120
100
80
60
40
20
0

α
Tingkatan struktur sosial

Gambar 12 Tingkatan struktur sosial pada Premnas biaculatus berdasarkan
panjang total ikan (mm) dengan susunan peringkat pertama (α),
peringkat kedua ( ), dan peringkat ketiga ( ) di lokasi penelitian

14

Gambar 12 menunjukan tingkatan struktur sosial Premnas biauleatus
berdasarkan panjang total yang berada di perairan Pulau Panggang Kepulauan
Seribu. Panjang ikan peringkat pertama (α) mencapai 114.7 ± 6.0 mm. Panjang
ikan di peringkat kedua ( ) mencapai 52.1 ± 7.6 mm, dan ikan peringkat ketiga
panjangnya mencapai 47.1 ±8.4 mm. Koloni ikan Premnas biaculatus bila dilihat
secara deskriptif terdapat perbedaan panjang yang cukup jauh antara peringkat
pertama (α) dengan peringkat kedua ( ). Hal ini diduga karena penangkapan yang
dilakukan oleh nelayan pada status sosial sehingga mengakibatkan rendahnya
panjang ikan peringkat kedua yang ditemukan.
Keempat spesies tersebut memiliki tingkatan struktur dengan ukuran yang
berbeda. Ukuran α yang paling besar terdapat pada ikan giru spesies Premnas
biaculeatus dengan panjang 114.7 ± 6.0 mm, sedangkan α terkecil pada spesies
Amphiprion ocellaris dengan panjang 29.35 mm. Ikan giru hidup di kelompok
memiliki hirarkis sosial yang ketat untuk mengatur hidup dalam kelompok serta
untuk menghindari konflik (Buston 2003). Peringkat juga menentukan hak dalam
memperoleh makanan yang lebih baik serta menentukan dominansi terutama saat
reproduksi.
Para nelayan menangkap ikan giru di berbagai tempat kecuali di beberapa
tempat yang dimiliki swasta atau lokal untuk wisatawan. Penangkapan ikan giru
mengakibatkan sulitnya untuk membuat kategorisasi struktur sosial. Penangkapan
ikan giru di sekitar stasiun pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penangkapan tersebut mengakibatkan perubahan jenis kelamin menjadi
perempuan pada salah satu ikan giru dalam suatu koloni (Fricke 1977) atau
pejantan yang dominan pergi ke wilayah lain untuk mencari betina untuk
bereproduksi (Kuwamura dan Nakashima 1998).

Estimasi Biomassa Ikan Giru

Biomassa (g)

Estimasi biomassa ikan giru yang ditemukan di alam dibandingkan dengan
yang ditangkap oleh pengumpul atau nelayan. Estimasi bobot ikan giru dibagi
menjadi empat untuk masing-masing spesies dapat dilihat pada Gambar 13 sampai
13.
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Lapang
Nelayan
Gambar 13 Estimasi biomassa (g) Amphiprion clarkii yang ditemukan di lapang
dengan tangkapan nelayan

15

Gambar 13 menunjukan perbandingan estimasi biomassa dari ikan giru
Amphiprion clarkii yang ditemukan di alam atau lapang dengan yang ada di
nelayan. Biomassa yang ditemukan di alam lebih besar yaitu senilai 5.75 ± 2.9 g
daripada yang ada di nelayan sebesar 4.62 ± 0.2 g. Ikan Amphiprion clarkii yang
ditemukan di alam lebih besar dan lebih banyak dibandingkan yang ditangkap
oleh nelayan. Hal ini dapat dikatakan bahwa proses regenerasinya stabil sehingga
ketersediaan di alam masih cukup melimpah.

Biomassa (g)

1.5
1.0
0.5
0.0
Lapang

Nelayan

Gambar 14 Estimasi biomassa (g) Amphiprion ocellaris yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
Gambar 14 menunjukan perbandingan estimasi biomassa dari ikan giru
Amphiprion ocellaris yang ditemukan di alam atau lapang dengan yang ada di
nelayan. Biomassa yang ditemukan di alam lebih kecil yaitu senilai 0.5 ± 0.1 g
daripada yang ada di nelayan sebesar 1.10 ± 0.21 g. Ikan Amphiprion ocellaris
yang ditemukan di alam lebih kecil dan lebih sedikit dibandingkan yang ditangkap
oleh nelayan. Hal ini dapat dikatakan bahwa ikan Amphiprion ocellaris mulai
terancam keberadaan di alam (McClenachan 2011).

Biomassa (g)

4
3
2
1
0
Lapang

Nelayan

Gambar 15 Estimasi biomassa (g) Amphiprion akallopisos yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
Gambar 15 menunjukan perbandingan estimasi biomassa dari ikan giru
Amphiprion akallopisos yang ditemukan di alam atau lapang dengan yang ada di
nelayan. Biomassa yang ditemukan di alam lebih besar yaitu senilai 2.52 ± 0.6 g
daripada yang ada di nelayan sebesar 1.13 ± 0.4 g. Ikan Amphiprion akallopisos
yang ditemukan di alam lebih besar dan lebih banyak dibandingkan yang

16

ditangkap oleh nelayan. Hal ini dapat dikatakan bahwa proses regenerasinya stabil
sehingga ketersediaan di alam masih cukup melimpah.
Gambar 16 menunjukan perbandingan estimasi biomassa dari ikan giru
Premnas biaculeatus yang ditemukan di alam atau lapang dengan yang ada di
nelayan. Biomassa yang ditemukan di alam lebih besar yaitu senilai 19.67 ± 5.6 g
daripada yang ada di nelayan sebesar 8.30 ± 2.6 g.

Biomassa (g)

30
25
20
15
10
5
0

Lapang

Nelayan

Gambar 16 Estimasi biomassa (g) Premnas biaculeatus yang ditemukan di
lapang dengan tangkapan nelayan
Ikan Premnas biaculeatus yang ditemukan di alam lebih besar dan lebih
banyak dibandingkan yang ditangkap oleh nelayan. Hal ini dapat dikatakan bahwa
ketersediaan di alam masih cukup melimpah. Estimasi biomassa dari empat
spesies ada salah satu yang keberadaannya di alam lebih kecil daripada di nelayan
yaitu Amhiprion ocellaris. Proses regenerasi dan reproduksi ikan ini mengalami
gangguan dikarenakan kecilnya ikan yang berada di alam.
Ikan ini relatif lebih mudah ditangkap daripada spesies lain karena ukuran
tubuhnya yang kecil. Ikan yang menjadi primadona ikan hias ini mengalami
tangkapan maksimum. Data biologi berupa panjang dan bobot melalui proses lebih
lanjut salah satunya adalah estimasi biomassa akan menghasilkan keluaran terakhir
berupa tingkat penangkapan optimum dan hasil tangkapan maksimum lestari (Sparre
dan Venema 1998).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kelimpahan spesies yang terbesar terdapat pada spesies Amphiprion
akallopisos, sedangkan kelimpahan yang terkecil terdapat pada spesies
Amphiprion clarkii. Hubungan ikan giru dengan anemon dari segi kelimpahan
memiliki tingkat keeratan yang kuat. Hubungan secara langsung antara ikan giru
dan anemon saling menguntungkan dan berkolerasi positif. Hal ini berarti bila
semakin banyak anemon di suatu daerah maka cenderung semakin banyak pula
ikan giru hidup di daerah tersebut. Pada tingkatan struktur sosial terdapat
perbedaan antara tiga tingkatan, yaitu betina utama yang paling besar, jantan
utama (fungsional) dan individu anakan. Keseragaman panjang ikan giru
ditemukan yang paling sering terdapat pada ikan Amphiprion ocellaris. Hal ini

17

diduga oleh penangkapan nelayan terhadap ikan ini cukup besar. Estimasi
biomassa yang didapat dari pengamatan lapangan ditemukan spesies Amphiprion
ocellaris lebih kecil daripada yang ada di pengumpul. Hal ini diduga bahwa ikan
Amphiprion ocellaris mulai terancam proses regenerasi dan reproduksinya di alam
dibandingkan ketiga spesies lain.

Saran
Saran untuk penelitian ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang lebih relevan dari waktu ke
waktu. Selain itu, penelitian dengan topik ini diharapkan semakin sering
dilakukan guna mengetahui kondisi sesungguhnya ikan giru. Penelitian tentang
tingkatan struktur sosial sebaiknya dilakukan di wilayah yang penangkapan ikan
giru terbatas sehingga hasil yang didapat lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
[KKP] (Kementrian Kelautan dan Perikanan).2004. Undang Undang Nomor 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan. Jakarta.
Allen GR. 1991. Damselfishes of the world. Germany, Hans A. Baensch.
Allen GR. 2003. Reef Fish Identification Tropical Paific. New World Publications
Inc. Australia. p. 64-67.
Buston PM. 2003. Mortality is associated with social rank in the clown
anemonefish (Amphiprion percula). J. Mar Biol. 143: 811–815.
Elliott JK, Mariscal RN, Roux KH. 1994. Do anemonefishes use molecular
mimicry stung by host anemones?. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 179: 99-113
Estradivari, Setyawan E, Yusri S. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan
jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu 2003-2007. Jakarta:
Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI).
Fautin DG. 1991. The anemonfish symbiosis: what is known and what is not. J.
Symbios. 10:23-46.
Fautin DG, Allen GR. 1997. Anemon fishes and their host sea anemons: a guide
for aquarists and divers. Western Australian Museum.
Fishbase. 2014..Amphiprioninae.[internet]. [diacu 2014 Mei 6]. Tersedia dari:
http://www.fishbase.org.
Fricke HW. 1977. Monogamy and sex change by aggressive dominance in coral
reef fish J. Natur. 266:830–832.
Kaestner A. 1967. Invertebrate Zoology vol ,1. Interscience Publisher. New York
P :45-106.
Kozloff EN. 1990. Invertebrates Sounders College Pubishing. USA p:126-135.
Kuwamura T, Nakashima Y. 1998. New aspects of sex change among reef fishes:
recent studies in Japan. J. Environ Biol Fishes. 21:125-35.
McClenachan L, Cooper AB, Carpenter KE, Dulvy NK. 2011. Extinction risk and
bottlenecks in the conservation of charismatic marine species.

18

Muhlis. 2011. Ekosistem Terumbu Karang dan Kondisi Oseanografi Perairan
Kawasan Wisata Bahari Lombok. Universitas Mataram.
Madduppa HH, Timm J, Kochzius M. 2014. Interspecific, Spatial and Temporal
Variability of Self-Recruitment in Anemonefishes. Recruitment in
Anemonefishes. University of Guelph, Canada.
Madduppa HH. 2012. Self‐recruitment in anemonefish and the impact of marine
ornamental fishery in Spermonde Archipelago, Indonesia: implications for
management and conservation. University of Bremen. Germanys
Mitchell J. 2005. Queue selection and switching by false clown anemonfish,
Amphiprion ocellaris. J. Anim Behav. 69:643–652.
Odum EP. 1971. Dasar-dasar Ekologi. 3rded. Gajah Mada University Pr.
Yogyakarta.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters; A Manual For Use
With Programmable Calculators. International Centre For Living Aquatic
Resources Management, Manila Philippines.
Rogers CS, Garrison G, Grober R, Hillis ZM, Franke MA. 1994. Coral Reef
Monitoring manual for the Carribean and Western Atlantic. National Park
Service, Virgin Island National Park. St Thomas Virgin Island.
Setyawan E, Estradivari, Yusri S. 2009. Mengenal Alam kepulauan Seribu. PT
Penerbit IPB Press. Jakarta: x + 106 hlm.
Shuman CS, Gregor H. 2005. Population impacts of collecting sea anemons and
anemonfish for the marine aquarium trade in the Philippines. SpringerVerlag. Reef Check Foundation Pacific Coast Highway, Pacific Palisades,
USA.
Sparre P, Ursin E, Venema SC. 1998. Introduction to tropical fish stock
assessment. Part 1 – Manual. FAO Fish Rev 2. Tech.
Storer TL, Usinger JW, Nyabakken. 1968. Elements of Zoology. McGraw Hill Inc.
New York :279-80.
Suharti SR. 1990. Mengenal Kehidupan Kelompok Ikan Anemon (Pomacentridae).
LIPI. Jakarta. J. Oseana15(4):135-145.
Wabnitz 2003. From Ocean to Aquarium The global trade in marine ornamental
species. Cambridge. United Kingdom.
Walpole RE.1993. Pengantar Statistika edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
11(8): 369-370.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1

Kelimpahan, panjang rata-tara dan estimasi bobot ikan giru

A. Kelimpahan ikan dan anemon (Ind/500m2)
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kelimphan anemon
(Ind/500m2)
9
10
13
4
4
8
4
9
5
7

Kelimpahan ikan
(Ind/500m2)
4
15
9
4
1
6
3
6
5
3

B. Rata rata panjang (mm) ikan giru berdasakan tingkatan sosial
Amphiprion clarkii
Amphiprion ocellaris
Amphiprion akallopisos
Premnas biaculeatus

α
74.3
37.9
70.1
114.7

49.5
30.4
48.8
52.1

31.4
29.35
38.6
47.1

C. Rata rata estimasi bobot (g) dan jumlah ikan giru

Premnas biaculeatus
Amphiprion akallopisos
Amphiprion ocellaris
Amphiprion clarkii

Lapang
biomassa (g)
19.67
2.52
0.5
5.75

jumlah
16
23
13
6

Nelayan
biomassa (g) jumlah
8.3
19
1.12
5
1.1
22
4.62
2

D. Spesies ikan giru dengan anemon yang ditangkap oleh nelayan di Pulau
Panggang
Nama ikan giru
Amphiprion ocellaris
Premnas biaculeatus
Amphiprion clarkii
Amphiprion akallopisos

Jumlah
22
19
2
5

Nama anemon
Entacmaea quadricolor
Heteratris magnifica
Stylodactyla mertensii

Jumlah
5
9
2

20

Lampiran 2

Peralatan yang digunakan untuk penelitian

GPS

Alat selam

Kamera bawah air

Jaring ikan

Perahu motor

Kaliper

Meteran

Sabak dan pensil

21

Lampiran 3

Gambar nama ikan dan anemon

Premnas biaculeatus dengan
Entacmaea quadricolor

Amphiprion akallopisos
Heteractris magnifica

Amphiprion clarkii dengan
Heteractris magnifica

Amphiprion ocellaris dengan
Heteractris magnifica

Stylodactyla mertensii

Heteractris Crispa

Pengukuran panjang ikan

Pengukuran panjang anemon

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, pada tanggal 29 September 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sukidi dan Sukamti
Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Hudal Islam Pondok Gede
(tahun 1996-1997), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikanya di SDN
Jatirhayu V (tahun 1997-2003). Pendidikan menengah pertama ditempuh di
SMPN 259 TMII Jakarta, lalu dilanjutkan dengan pendidikan menengah atas di
SMA 67 Halim PK Jakarta. Pada tahun 2009, penulis diterima di Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organsasi
kemahasiswaan diantaranya Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan sebagai Kepala Komisi I Internal pada tahun 2011-2012,
HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) sebagai
Dewan Formatur tahun 2012-2013, Asrama Sylvasari sebagai Bendahara pada
tahun 2011-2012 (Angkatan terakhir), Asrama Sylvapinus sebagai anggota divisi
PSDM pada tahun 2012-2013 dan Divisi Pertahanan dan Keamanan pada tahun
2013-2014. Prestasi yang pernah dicapai selama di IPB adalah penerima beasiswa
BBM.
Penulis dalam menyelesaikan studi dengan penelitian yang berjudul
“Struktur Tingkatan Sosial dan Estimasi Bioma