Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu

(1)

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON

DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU

PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

ANJAR ASMARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa Skripsi yang berjudul :

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN

KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor,13 Oktober 2005

Anjar Asmara

C24101043


(3)

Anjar Asmara. C24101043. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JOHAN BASMI dan ARIO DAMAR.

Penelitian ini mempelajari struktur komunitas plankton dan hubungannya dengan beberapa parameter fisika dan kimia perairan pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang berlokasi di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Analisis data meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, indeks Canberra dan Bray Curtis serta analisis regresi linier sederhana.

Jenis-jenis fitoplankton yang ada 3 kelas dan 31 jenis, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan yang ditemukan terdiri dari 5 kelas dan 11 jenis yaitu, Crustacea (4 jenis), Ciliata (4 jenis), Sarcodina (1 jenis), Sagittoidea (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Komposisi kelimpahan fitoplankton didominasi kelas Bacillariophyceae dari jenis Asterionella sp., Skeletonema sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan

Fragillaria sp. Selanjutnya kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae. Sedangkan komposisi berdasarkan kelimpahan zooplankton didominasi dari kelas Crustacea dari jenis Acartia sp., Calanus sp., dan Microsetella sp.

Nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas fitoplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.11-2.58. Nilai keseragaman fitoplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.26-0.96. Nilai indeks dominansi fitoplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.08-0.74. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas zooplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.63-1.68. Nilai keseragaman zooplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.48-1, kecuali pada staiun 6 pengamatan bulan November di perairan Pulau Panggang dengan nilai 1. Sedangkan nilai indeks dominansi zooplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.20-0.49.

Suhu dan pH permukaan berkisar antara 29.0-31.0 oC dan 7.00-7.92.

Sedangkan nilai salinitas yang terukur berkisar antara 32.5-35 o/oo dan nilai

kecerahan dan kekeruhan berturut-turut berkisar antara 1-3.2 m dan 0.10-3.86 NTU. Parameter unsur hara (Nitrat, nitrit, ammonia dan ortofosfat) yang terukur, berturut-turut berkisar antara 0.556-1.113 mg/l, 0.001-0.097 mg/l, 0,001-0.067 mg/l. Sedangkan nilai DO, BOD dan COD yang terukur berturut-turut berkisar antara 6.98-7.92 mg/l, 0.34-6.59 mg/l dan 43.65-58.17 mg/l. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan korelasi yang erat antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat dan kekeruhan sebesar 0.70 dan 0.67.


(4)

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON

DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU

PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

ANJAR ASMARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

PRAKATA

Alkhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan

skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan

Kondisi Fisika-Kimia di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H Johan Basmi M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar M.Si sebagai anggota, atas segala saran dan masukkannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riany, M.S sebagai Pembimbing Akademik selama penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan do’a, moral, material dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman MSP 38 dan sahabat-sahabatku, atas kerjasama, motivasi dan kepeduliannya selama ini.

Akhir kata penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 13 Oktober 2005


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...…... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pendekatan Masalah ... . 2

C. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

B. Plankton ... . 4

1. Definisi Plankton ... 4

2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton ... 6

C. Ekologi Plankton ... 6

1. Suhu ... 6

2. Kecerahan... 7

3. Kekeruhan ... 8

4. Nitrogen ... 8

5. Fosfor ... 11

6. Salinitas... 13

7. pH ... 13

8. DO (Dissolved Oxygen) ... 14

9. BOD (Biological Oxygen Demand)... 15

10. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 15

III. METODOLOGI A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

B. Alat dan Bahan ... 16

C. Metode Penelitian 1. Lokasi Pengambilan Contoh ... 17

2. Parameter Fisika-Kimia ... 18

3. Parameter Biologi ... 19

D. Pengumpulan Data ... 19

E. Analisis Data ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Perairan ... 25

B. Struktur Komunitas Plankton ... 31

C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ... 42

D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan ... 46

E. Regresi Linier ... 54

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 61


(7)

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62

LAMPIRAN... 65

RIWAYAT HIDUP... 90


(8)

Halaman

1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P... 12

2. Parameter fisika kimia air yang diukur ... 20 3. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 25 4. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang

selama pengamatan... 25 5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka ... 29 6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang ... 29

7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Pramuka... 32

8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Panggang ... 33

9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Pramuka... 35

10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Panggang ... 36 11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 42 12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang

selama pengamatan... 43 13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 44 14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pendekatan studi... 2

2. Siklus nitrogen di laut... 9

3. Siklus fosfor di laut ... 11

4. Lokasi penelitian ... 18

5. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan ... 33

6. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 34

7. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama Pengamatan ... 36

8. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 37

9. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober... 38

10. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 39

11. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 39

12. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Oktober ... 40

13. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 41

14. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 42

15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka ... 47

16. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang... 48


(10)

17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan

zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 48

18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 49

19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka... 50

20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 50

21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang ... 51

22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 51

23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka. ... 52

24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang... 53

25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka... 53

26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang ... 54

27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat... 54

28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit ... 55

29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia... 56

30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat... 57

31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan... 58

32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu... 59

33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan... 59


(11)

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON

DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU

PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

ANJAR ASMARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa Skripsi yang berjudul :

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN

KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor,13 Oktober 2005

Anjar Asmara

C24101043


(13)

Anjar Asmara. C24101043. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JOHAN BASMI dan ARIO DAMAR.

Penelitian ini mempelajari struktur komunitas plankton dan hubungannya dengan beberapa parameter fisika dan kimia perairan pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang berlokasi di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Analisis data meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, indeks Canberra dan Bray Curtis serta analisis regresi linier sederhana.

Jenis-jenis fitoplankton yang ada 3 kelas dan 31 jenis, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan yang ditemukan terdiri dari 5 kelas dan 11 jenis yaitu, Crustacea (4 jenis), Ciliata (4 jenis), Sarcodina (1 jenis), Sagittoidea (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Komposisi kelimpahan fitoplankton didominasi kelas Bacillariophyceae dari jenis Asterionella sp., Skeletonema sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan

Fragillaria sp. Selanjutnya kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae. Sedangkan komposisi berdasarkan kelimpahan zooplankton didominasi dari kelas Crustacea dari jenis Acartia sp., Calanus sp., dan Microsetella sp.

Nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas fitoplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.11-2.58. Nilai keseragaman fitoplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.26-0.96. Nilai indeks dominansi fitoplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.08-0.74. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas zooplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.63-1.68. Nilai keseragaman zooplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.48-1, kecuali pada staiun 6 pengamatan bulan November di perairan Pulau Panggang dengan nilai 1. Sedangkan nilai indeks dominansi zooplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.20-0.49.

Suhu dan pH permukaan berkisar antara 29.0-31.0 oC dan 7.00-7.92.

Sedangkan nilai salinitas yang terukur berkisar antara 32.5-35 o/oo dan nilai

kecerahan dan kekeruhan berturut-turut berkisar antara 1-3.2 m dan 0.10-3.86 NTU. Parameter unsur hara (Nitrat, nitrit, ammonia dan ortofosfat) yang terukur, berturut-turut berkisar antara 0.556-1.113 mg/l, 0.001-0.097 mg/l, 0,001-0.067 mg/l. Sedangkan nilai DO, BOD dan COD yang terukur berturut-turut berkisar antara 6.98-7.92 mg/l, 0.34-6.59 mg/l dan 43.65-58.17 mg/l. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan korelasi yang erat antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat dan kekeruhan sebesar 0.70 dan 0.67.


(14)

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON

DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU

PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

ANJAR ASMARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(15)

PRAKATA

Alkhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan

skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan

Kondisi Fisika-Kimia di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H Johan Basmi M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar M.Si sebagai anggota, atas segala saran dan masukkannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riany, M.S sebagai Pembimbing Akademik selama penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan do’a, moral, material dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman MSP 38 dan sahabat-sahabatku, atas kerjasama, motivasi dan kepeduliannya selama ini.

Akhir kata penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 13 Oktober 2005


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...…... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pendekatan Masalah ... . 2

C. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

B. Plankton ... . 4

1. Definisi Plankton ... 4

2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton ... 6

C. Ekologi Plankton ... 6

1. Suhu ... 6

2. Kecerahan... 7

3. Kekeruhan ... 8

4. Nitrogen ... 8

5. Fosfor ... 11

6. Salinitas... 13

7. pH ... 13

8. DO (Dissolved Oxygen) ... 14

9. BOD (Biological Oxygen Demand)... 15

10. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 15

III. METODOLOGI A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

B. Alat dan Bahan ... 16

C. Metode Penelitian 1. Lokasi Pengambilan Contoh ... 17

2. Parameter Fisika-Kimia ... 18

3. Parameter Biologi ... 19

D. Pengumpulan Data ... 19

E. Analisis Data ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Perairan ... 25

B. Struktur Komunitas Plankton ... 31

C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ... 42

D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan ... 46

E. Regresi Linier ... 54

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 61


(17)

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62

LAMPIRAN... 65

RIWAYAT HIDUP... 90


(18)

Halaman

1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P... 12

2. Parameter fisika kimia air yang diukur ... 20 3. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 25 4. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang

selama pengamatan... 25 5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka ... 29 6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang ... 29

7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Pramuka... 32

8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Panggang ... 33

9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Pramuka... 35

10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di

perairan Pulau Panggang ... 36 11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 42 12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang

selama pengamatan... 43 13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka

selama pengamatan... 44 14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan

indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pendekatan studi... 2

2. Siklus nitrogen di laut... 9

3. Siklus fosfor di laut ... 11

4. Lokasi penelitian ... 18

5. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan ... 33

6. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 34

7. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama Pengamatan ... 36

8. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 37

9. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober... 38

10. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 39

11. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 39

12. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Oktober ... 40

13. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 41

14. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 42

15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka ... 47

16. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang... 48


(20)

17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan

zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 48

18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 49

19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka... 50

20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 50

21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang ... 51

22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 51

23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka. ... 52

24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang... 53

25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka... 53

26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang ... 54

27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat... 54

28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit ... 55

29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia... 56

30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat... 57

31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan... 58

32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu... 59

33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan... 59


(21)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Pramuka .... 65

2. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Pramuka. 66 3. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Pramuka . 67 4. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Panggang... 68

5. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Panggang 69 6. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Panggang 70 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut... 71

3. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka... 72

9. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang ... 73

10. Tabel ANOVA hasil analisis rgeresi antara kelimpahan plankton dengan fisika-kimia perairan ... 74

11. Indeks similaritas Bray Curtis... 78

12. Curah hujan bulan Oktober dan November 2004 ... 86

13. Curah hujan bulan Desember 2004 ... 87

14. Jenis-jenis plankton yang ditemukan ... 88


(22)

A. Latar Belakang

Kondisi suatu lingkungan perairan merupakan suatu sistem yang kompleks dan terdiri dari berbagai macam parameter yang saling berpengaruh satu sama lainnya. Beberapa parameter tersebut antara lain parameter fisika, kimia dan biologi. Plankton sebagai salah satu parameter biologi dipengaruhi oleh parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya. Plankton dapat dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer yaitu organisme yang dapat mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis. Keberadaan zooplankton sangat dipengaruhi oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Selain dipengaruhi oleh fitoplankton, kelimpahan zooplankton juga dipengaruhi oleh kualitas air sebagai pendukung kehidupan plankton. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan fitoplankton dengan karnivora kecil maupun besar, yang sangat mempengaruhi rantai makanan di dalam perairan. Plankton merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya, sehingga perlu dikaji. Pengkajian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap produktivitas perairan sehingga dapat dipergunakan sebagai kebijakan dalam pengelolaan di perairan kedua pulau tersebut.

Kepulauan Seribu yang terletak ± 45-47 km sebelah utara Jakarta, merupakan gugusan pulau karang. Secara administratif, kawasan ini termasuk Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu berkeping 0-7 m diatas permukaan laut. Pulau Pramuka dan Pulau Panggang merupakan dua pulau yang termasuk kedalam wilayah kerja Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan manusia seperti pariwisata, perikanan budidaya, pemukiman penduduk dan jalur transportasi di kedua pulau ini akan berdampak terhadap kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Dampak yang disebabkan oleh manusia ini adalah seperti rusaknya habitat biota laut dan kerusakan ekosistem termasuk didalamnya perubahan struktur komunitas


(23)

plankton, sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang struktur komunitas plankton dengan kondisi lingkungan perairan daerah tersebut.

B. Pendekatan Masalah

Plankton dalam perairan dapat perairan dapat menyebar secara acak atau mengelompok. Keberadaan plankton dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya seperti kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Kegiatan manusia seperti transportasi, budidaya, pariwisata secara langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan perubahan badan air. Hal tersebut menyebabkan perubahan struktur komunitas biota di dalamnya yang diantaranya adalah plankton.

Secara sederhana pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1. Kerangka pendekatan studi

C. Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton secara spasial dan temporal yang meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi serta hubungannya dengan beberapa parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

Kegiatan di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang :

- Transportasi

- Pariwisata

- Budidaya

- Pemukiman Penduduk

Kondisi Fisika, kimia dan biologi perairan (suhu,

kecerahan, kekeruhan, salinitas, pH, DO, COD, NO2, NO4, PO4, kompetisi, grazing dsb)

Plankton

(fitoplankton, zooplankton) Distribusi, komposisi (Spasial, temporal)

Struktur komunitas plankton (Kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi)


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Pulau Panggang merupakan satu dari enam kelurahan yang ada di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kelurahan ini termasuk wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Secara geografis kelurahan yang terdiri dari 13 pulau ini terletak pada posisi geografis 5o40’00” –5o47’00” LS dan 106o8’00” – 106o28’00’ BT. Luas Kelurahan Pulau Panggang meliputi areal perairan hampir sekitar ± 58,5 km2 dan panjang garis pantai 22,74 km (Suwandi dkk, 2001 in

Abdurrohman, 2005). Sembilan pulau dari gugus pulau di kelurahan Pulau Panggang termasuk dalam wilayah kerja Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional. Menurut ketentuan di atas pulau-pulau tersebut yaitu Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya, Pulau Kotok Besar, Pulau Kotok Kecil, Pulau Opak Kecil, Pulau Karang Bongkok, Pulau Karang Congkak dan Pulau Semak Daun termasuk zona pemanfaatan tradisional yang mempunyai fungsi sebagai penyaring dampak negatif dari kegiatan manusia di dalam maupun di luar kawasan. Keberadaan zona ini sangat penting bagi kawasan konservasi laut, sebab untuk menentukan garis batas yang tegas di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu sangat sulit dilakukan. Disamping itu Pulau Semak Daun merupakan pulau Cagar Alam dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yaitu tempat bertelur, mencari makan dan tumbuh menjadi dewasa penyu sisik (Eretmochelys imbricata) serta tempat

beristirahatnya burung-burung yang dilindungi seperti raja udang (Halycon

capensis), camar laut (Larus sp), pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan dara laut (Ducula bicolor) (Abdullah, 2000).

Dari 13 pulau-pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang hanya dua pulau ada pemukimannya, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Pulau Pramuka saat ini merupakan Ibukota Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Pulau-pulau lain dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain yaitu resort


(25)

Bangkok, Pulau Karang Congkak, Pulau Kotok Kecil). Pulau Peniki dipergunakan untuk kepentingan lalu lintas kapal (mercu suar).

Perairan Kelurahan Pulau Panggang merupakan daerah penangkapan ikan dan sumber daya hayati lain (seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang dan lain-lain). Kegiatan perikanan tangkap dilakukan di sekitar Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu di zona pemanfaatan tradisional. Sebagaimana di kawasan Kepulauan Seribu lainnya, beberapa lokasi di kawasan pantai maupun di pulau-pulau kecil yang tersebar di kelurahan Pulau Panggang berpotensi sebagai tempat kegiatan wisata dan rekreasi. Hal ini menarik investor untuk berinvestasi (Abdullah, 2000).

B. Plankton

1. Definisi Plankton

Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengembara (Welch, 1952 in Basmi, 1999). Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air.(Odum, 1971; Newell dan Newell, 1977).

Nybakken (1992) membagi plankton berdasarkan ukuran plankton dalam lima golongan yaitu : megaplankton ialah organisme planktonik yang berukuran lebih dari 2000 µm, makroplankton ialah organisme planktonik yang berukuran 200-2000 µm, sedangkan mikroplankton berukuran 20-200 µm. Ketiga golongan

lainnya yaitu nanoplankton yang berukuran 2-20 µm, dan ultrananoplankton

organisme yang memiliki ukuran kurang dari 2 µm. Plankton dapat dibagi

menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan renik bebas bergerak dan mampu berfotosintesis sedangkan zooplankton ialah hewan yang bersifat planktonik.

Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati yang terdiri dari beberapa kelas. Beberapa kelas dari fitoplankton yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan adalah dari kelas diatom (kelas Bacillariophyceae), Dinoflagellata (kelas Dinophyceae) dan ganggang hijau (kelas Chlorophyceae). Keberadaan fitoplankton dalam perairan yang melimpah dapat


(26)

menyebabkan terjadinya blooming algae atau biasa disebut red tide (pasang merah) yang dapat menyebabkan invertebrata dan ikan mati secara masal serta merugikan petambak. Zooplankton berbeda dengan fitoplankton baik jumlah fila maupun dalam daur hidupnya. Semua fila hewan terwakili didalam kelompok zooplankton yaitu mulai dari filum Protozoa sampai filum Chordata (hewan bertulang belakang). Dilihat dari cara hidupnya dibedakan atas holoplankton dan meroplankton (Goldman and Horne (1983) in Basmi, 1988). Holoplankton adalah plankton hewani yang seluruh masa hidupnya dilalui sebagai plankton seperti Chaetognata dan Copepoda sedangkan meroplankton adalah plankton hewan yang masa awal dari siklus hidupnya dilalui sebagai plankton dan sesudah dewasa akan hidup menjadi nekton atau benthos. Zooplankton dijumpai hampir diseluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi tergantung kepada keadaan lingkungan dan biasanya terkait erat dengan perubahan musim. Faktor fisika-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH dan zat pencemar memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan (kelimpahan) dari jenis plankton di perairan. Sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies (Nybakken, 1992).

Keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting karena :

1. Fitoplankton merupakan organisme autotrof (produsen primer) dan

penghasil oksigen dalam perairan.

2. Fitoplankton merupakan makanan alami zooplankton dan beberapa jenis

ikan kecil maupun dewasa.

3. Fitoplankton yang mati akan tenggelam ke dasar perairan dan akan

diuraikan oleh bakteri menjadi bahan organik (Wetzel, 2001).

Dalam proses fotosintesisnya, fitoplankton memanfaatkan dan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari. Kemampuan dalam menyerap cahaya matahari oleh seluruh permukaan sel menjadikan peranannya lebih penting dari pada tanaman air (Davis, 1955). Plankton dapat digunakan sebagai indikator suatu perairan. Perairan yang tercemar menyebabkan perubahan struktur komunitas plankton terutama pada keanekaragaman jenis (spesies diversity). Fitoplankton dapat digunakan sebagai


(27)

indikator kualitas perairan, dimana perairan eutrof ditandai dengan adanya

blooming spesies tertentu dari fitoplankton (Boyd,1979).

2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton

Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton Harvey et al. (1935) in Basmi (1988) dan Nybakken (1992) dengan mengemukakan teori

grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama

dibandingkan fitoplankton. Steeman-Nielsen (1975) in Basmi (1988). Ada

hubungan yang sangat erat antara fitoplankton dengan zooplankton, pada musim panas jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton sedangkan pada musim penghujan jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton.

C. Ekologi Plankton

Plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (fisika, kimia dan biologi) di sekitarnya, seperti :

1. Suhu

Suhu merupakan parameter penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan di laut. Menurut Pescod (1973), suhu air mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Pengaruh suhu secara langsung menentukan kehadiran dari spesies akuatik, mempengaruhi pemijahan, penetasan, aktivitas dan pertumbuhan organisme. Sedangkan secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan kimia. Suhu juga merupakan fungsi dari kelarutan gas-gas dalam air laut dimana kelarutan akan meningkat pada saat temperatur rendah (Sumich,1992). Pengaruh secara tidak langsung terjadi pada keberadaan unsur hara di laut. Hal ini dikaitkan dengan laju metabolisme organisme air, dimana pada suhu yang tinggi laju metabolisme akan meningkat. Proses metabolisme ini biasanya merupakan


(28)

pemanfaatan hasil fotosintesis yang akan mempengaruhi proses regenerasi unsur hara. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun Welch (1980) in Basmi (1999). Radiasi sinar matahari hanya dapat menghangatkan sebagian kecil lapisan air di permukaan, lebih dari 90 % panas yang ada dapat diserap hingga kedalaman 20 meter pada perairan yang jernih, dan hingga kedalaman 4 meter untuk perairan pesisir, lebih dari itu pemanasan yang terjadi diakibatkan oleh pencampuran massa air laut lapisan dalam dengan massa air di permukaan. Menurut Nontji (1987) suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembapan udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu, suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Dalam setahun terdapat dua suhu maksimum masing-masing terjadi pada musim peralihan awal tahun sekitar awal April-Mei dan musim peralihan akhir sekitar bulan November. Hal ini terjadi karena pada musim peralihan angin biasanya lemah dan laut sangat tenang sehingga proses pemanasan di permukan dapat terjadi lebih kuat. Pada musim barat sekitar Desember-Februari suhu turun mencapai minimum yang bertepatan pula dengan angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi. Rendahnya suhu pada musim barat disebabkan oleh masukan air hujan dan dan masukan massa air dari timur laut yang dingin. Pada musim barat suhu air permukaan lebih rendah yakni antara 26 – 27•C di Perairan L aut China Selatan. Suhu permukaan air di Perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28 – 30•C.

2. Kecerahan

Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi disk. Kedalaman

secchi disk berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan–bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus (Sumich, 1992).


(29)

Kedalaman secchi disk merupakan ukuran kejernihan perairan yang menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Kedalaman

secchi disk merupakan faktor yang menentukan produktivitas primer perairan. Semakin tinggi kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara secara kontinyu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara menjadi berkurang yang selanjutnya produsen primer dibatasi oleh tingkat regenerasi unsur hara (Sumich, 1992).

3. Kekeruhan

Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar (cahaya) yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (APHA,1989). Kekeruhan yang tampak di perairan dapat berasal dari bahan-bahan tersuspensi seperti : lumpur, pasir, bahan organik dan anorganik, plankton dan organisme mikroskopik lainnya. Kekeruhan yang tinggi dapat menganggu proses respirasi organisme perairan karena akan menutupi insang ikan. Kekeruhan juga menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga secara tidak langsung mengganggu proses fotosintesis fitoplankton.

4. Nitrogen

Senyawa nitrogen terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam mulai dari molekul nitrogen terlarut hingga bentuk anorganik dan organik. Senyawa nitrogen merupakan salah satu senyawa yang sangat penting dalam air laut (Saeni, 1989). Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk yaitu ammonia, nitrit dan nitrat. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrogen bergerak menuju ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi nitrogen dalam air (Hutagalung dan Rozak, 1997). Unsur nitrogen yang terdapat


(30)

dalam senyawa nitrat merupakan zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan oleh pertumbuhan fitoplankton.

Menurut Millero dan Sohn (1992) keberadaan nitrat di lapisan permukaan laut juga diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan nitrat oleh fitoplankton terjadi selama berlangsung proses fotosintesis dan bergantung pada intensitas matahari. Proses regenerasi NO3- sebagian oleh bakteri pengoksidasi

dari nitrogen organik, yang kemudian melepaskan NH4+ dan PO42-, selanjutnya

NH4+ akan mengalami oksidasi menjadi NO3- seperti terlihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Siklus nitrogen di laut (Milero dan Sohn, 1992) Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan adalah ion nitrat (NO3

-) dan sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan ammonia (NH3)

adalah hasil buangan yang penting dari zooplankton yang selanjutnya siap untuk dioksidasi menjadi ion nitrit (NO2-) dan tahap berikutnya akan dioksidasi kembali

menjadi ion nitrat (NO3-). Pada kondisi yang anoksik, penurunan nitrat menjadi

ammonia atau molekul nitrogen dapat terjadi oleh bakteri denitrifikasi.

Nitrat (NO3-) adalah nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan algae.

Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia yang berlangsung dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat adalah proses penting dalam siklus nitrogen. Oksidasi ammonia (NH3) menjadi


(31)

menjadi nitrat (NO3) dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini

adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi, 2003).

Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) distribusi vertikal nitrat di laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah dan dari distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju pantai. Hal ini dikarenakan masuknya bahan-bahan organik ke dalam perairan melalui sungai dan

run off dari daratan dan limbah rumah tangga (Brotowidjoyo et al, 1995). Konsentrasi nitrat pada lapisan eufotik ditentukan oleh transfer advektif dari nitrat ke lapisan permukaan, oksidasi ammonia oleh mikroba dan pemanfaatan oleh produsen primer. Jika penetrasi cahaya matahari ke dalam air cukup, tingkat pemanfaatan nitrat oleh oleh produsen primer biasanya lebih cepat daripada transpor nitrat ke lapisan permukaan. Oleh karena itu, konsentrasi nitrat di hampir semua perairan pada lapisan permukaan mendekati nol Grashoff et al., (1983) in

Hutagalung dan Rozak (1997).

Ammonia (NH3) dan garam–garamnya bersifat mudah larut dalam air laut.

Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan Urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Selain itu, sumber ammonia dapat berasal dari dekomposisi bahan organik (biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur dikenal dengan istilah ammonifikasi. Ammonia dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendi, 2003). Konsentrasi ammonia di perairan laut menunjukkan variasi yang tinggi dan dapat berubah dengan cepat. Seringkali bentuk kelimpahan tertinggi dari nitrogen anorganik pada lapisan permukaan setelah periode produktivitas yaitu ketika fitoplankton berkembang melepaskan bagian yang terbesar dari nitrat dan fosfat. Pada proses asimilasi oleh fitoplankton, ammonia digunakan untuk sintesa protein.


(32)

5. Fosfor

Unsur fosfor merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein dan metabolisme sel organisme. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut (Nybakken, 1992). Fosfat yang terdapat dalam air laut baik terlarut maupun tersuspensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan organik. Senyawa fosfat anorganik yang terkandung dalam air laut umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat, H3PO4, kira–kira 10 % dari fosfat

anorganik terdapat sebagai ion PO43- dan sebagian besar (90 %) dalam bentuk

HPO42- (Hutagalung dan Rozak, 1997).

Fosfor yang diserap oleh organisme tumbuhan adalah dalam bentuk orthofosfat. Sumber fosfor dalam perairan dapat berasal dari udara, pelapukan batuan, dekomposisi bahan organik, pupuk buatan (limbah pertanian), limbah industri, limbah rumah tangga dan mineral-mineral fosfat (Saeni, 1989). Fosfor sering dianggap sebagai faktor pembatas, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa fosfor sangat diperlukan dalam transfer energi.

Berdasarkan uraian di atas, siklus fosfor di laut dapat dilihat seperti dalam Gambar 3.


(33)

Berdasarkan siklus fosfor di laut (Gambar 3), Millero dan Sohn (1992) menggambarkan bahwa keberadaan berbagai bentuk fosfat di laut dikendalikan oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dimakan oleh zooplankton yang dalam prosesnya menghasilkan fosfat. Hidrolisis fosfor organik terjadi dengan cepat melalui proses fosforilases. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga berperan dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Bentuk polifosfat di daerah pantai dan sungai banyak yang berasal dari deterjen dan jika mengalami degradasi akan menghasilkan ortofosfat.

Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam. Keberadaan unsur hara di suatu lokasi perairan merupakan kontribusi kompleks yang bersumber dari proses upwelling, transportasi horizontal massa air (arus permukaan), suplai dari sistem sungai (daratan) dan proses kehidupan dalam perairan tersebut (Sanusi, 1994). Sehubungan dengan kebutuhan bagi pertumbuhan fitoplankton, kisaran ortofosfat yang optimum adalah 0,09–1,80 ppm. Mackentum (1969) in Basmi (1999) senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 ppm, sementara pada kadar lebih dari 1,0 ppm PO4-P dapat menimbulkan blooming. Berdasarkan

klasifikasi kesuburan yang disajikan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat yang optimum terdapat di perairan dengan tingkat kesuburan yang sedang hingga tinggi.

Tabel 1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P

(Yoshimura, 1969 in Sanusi, 1994)

Kisaran Nilai PO4-P (ppm ) Tingkat Kesuburan

0,000 – 0,020 Rendah

0,021 – 0,050 Sedang

0,051 – 0,100 Tinggi


(34)

6. Salinitas

Salinitas adalah jumlah gram garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida. Selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya (Nontji, 1987). Sebaran salinitas di laut di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.

Pada bulan Februari arus musim barat bergerak dari Laut China Selatan menuju Laut Jawa dan Flores. Pada bulan Agustus situasi ini berbalik dengan berkembangnya musim timur. Saat itu adalah musim kemarau di bagian barat Indonesia hingga pengenceran di Paparan Sunda terjadi lebih sedikit. Air bersalinitas tinggi berbalik arah, kini mengalir dari timur mendorong air bersalinitas rendah kembali ke barat. Akibat isohaline 33 ‰ menyusup masuk sampai ke pertengahan Laut Jawa kira-kira sampai di utara Semarang (Nontji, 1987). Salinitas laut terbuka umumnya hanya berkisar antara 33 ‰ hingga 37 ‰ tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang terjadi (Royce,1973).

7. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Karbonat, hidroksida dan bikarbonat akan meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam bikarbonat meningkatkan keasaman (Saeni,1989).

Nilai pH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod, 1973). Perubahan nilai pH air laut (asam atau basa) akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. Keberadaan unsur hara di laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Jika nilai pH di laut bersifat asam berarti kandungan oksigen terlarut rendah. Hal ini akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Salah satunya terjadi proses denitrifikasi yaitu proses mikrobiologi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul nitrogen (N2).


(35)

Produksi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan gas inert yang tidak dapat dipakai secara langsung. Akibatnya kandungan unsur hara yang dapat dimanfaatkan akan menurun. pH di perairan laut umumnya berkisar antara 8.1-8.3 pada lapisan permukaan. Pada perairan yang lebih dalam dimana kandungan oksigen lebih rendah, nilai pH umumnya 7.5, dan di lapisan dasar yang stagnan

serta ditemui adanya gas H2S nilai pH biasanya • 7.0.

8. DO (Dissolved Oxygen)

DO menunjukkan banyaknya oksigen terlarut yang terdapat di dalam air yang dinyatakan dalam ppm. Oksigen di perairan berasal dari proses fotosintesis dari fitoplankton atau jenis timbuhan air, dan melalui proses difusi dari udara (APHA,1989). Senyawaan oksigen di air terdapat dalam dua bentuk ; yaitu terikat dengan unsur lain (NO3-, NO2-, PO4-,CO2,CO3-, dll) dan dalam bentuk senyawa

bebas (O2). Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami tergantung pada suhu,

salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) masa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk kedalam badan air. Penurunan DO di air dapat terjadi karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik, proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Penurunan oksigen terlarut dalam air dapat disebabkan karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik, proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi, 2003).

Oksigen sangat penting bagi hampir seluruh kehidupan organisme, sehingga keberadaanya sangat membatasi distribusi dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Berkurangnya kadar oksigen di perairan disebabkan oleh beberapa hal yaitu ; pertama proses respirasi dari jenis tumbuhan, hewan dan bakteri di semua kolom perairan. Kedua perpindahan oksigen dari permukaan air yang kadar oksigennya lewat jenuh (supersaturasi) ke atmosphere. Ketiga reaksi kimia yang terjadi dalam air (Royce, 1973).


(36)

9. BOD5 (Biological Oxygen Demand)

BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh dekomposer (bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan anorganik (dekomposisi aerobik) selama periode waktu tertentu, sehingga BOD menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi secara biologis (Effendi, 2003). Tinggi rendahnya BOD ditentukan oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan keberadaan bahan organik yang terdapat dalam perairan.

10. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan tingkat kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan oganik baik secara kimiawi maupun biologis atau dalam kata lain menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Seperti halnya BOD, nilai COD

akan meningkat dengan semakin banyaknya bahan organik yang terdapat di perairan. Dalam hal ini, nilai COD selalu lebih besar dari nilai BOD.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober-Desember 2004. Waktu pengambilan sampel air dilakukan antara pukul 09.00-13.00 WIB pada waktu air surut di perairan kedua pulau tersebut. Pengambilan sampel air dan plankton dilakukan sekali dalam sebulan dan bulan Oktober dan November termasuk dalam musim peralihan, sedangkan bulan Desember merupakan awal musim penghujan (Arinardi et al, 1997). Analisis fisika dan kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis plankton, dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel plankton antara lain: ember volume 10 liter, botol sampel 30 ml, plankton net ukuran 45µm dan 3-5 tetes Lugol sebagai pengawet. Identifikasi sampel plankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan Sedgewick Rafter Cell (volume 1ml) dengan metode penyapuan dan buku identifikasi plankton dari Yamaji (1966) baik untuk sampel fitoplankton maupun zooplankton.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah Kemmerer water sampler, DO meter model TOA DO-20A dengan tingkat ketelitian 0.01 mg/l, secchi disk

diameter 20 cm, turbidimeter model CORONA OT-11, spektrofotometer model

MILTON ROY SPECTRONIC 20D, hand refraktometer model ATAGO tipe

8803, botol sampel volume 500 ml, pH meter model TOA HM-11p dengan tingkat ketelitian 0.01, thermometer Hg, GPS (Global Positioning System), Ice Box dan peralatan lain untuk analisis kualitas air. Pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan pada dua tempat, yaitu lapang (in-situ) dan di laboratorium (ex-situ). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini


(38)

diantaranya adalah es (pendingin sampel), H2SO4 dan bahan-bahan lain yang

digunakan untuk analisa kualitas air.

C. Metode Penelitian

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh

Pengambilan sampel air dilakukan di enam stasiun yang dibedakan berdasarkan karakteristik masing-masing stasiun. Stasiun pengamatan tersebut meliputi :

Stasiun pengamatan Pulau Pramuka:

• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan

• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik perairan terbuka.

• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.

• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun

• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik tempat budidaya (bandeng)

• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik tempat penanaman mangrove. Stasiun pengamatan Pulau Panggang :

• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan

• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.

• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik bekas pelabuhan

• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun

• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik budidaya

• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik pangkalan perahu.


(39)

Gambar 4. Lokasi dan stasiun penelitian (Awaludin, 2002).

2. Parameter Fisika-Kimia

Parameter fisika kimia perairan yang dianalisis terdiri dari 12 parameter. Parameter fisika kimia dianalisis secara insitu dan exsitu seperti yang terlihat dalam Tabel 2. Analisis secara exsitu dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Departemen Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan berupa analisis contoh air. Pengukuran parameter suhu menggunakan

termometer Hg, parameter salinitas diukur dengan menggunakan hand

refraktometer, parameter pH diukur dengan pH meter, kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disk dengan diameter 20 cm, dan oksigen terlarut diukur dengan alat DO meter.

Contoh air diperoleh dengan mengambil pada kedalaman sampai 50 cm dari permukaan perairan sebanyak 1200 ml dengan menggunakan Kemmerer water


(40)

sampler sebanyak satu kali untuk masing-masing stasiun pengamatan. Contoh air yang sudah diambil kemudian dimasukan kedalam botol sampel ukuran 500 ml dan diawetkan dengan menggunakan H2SO4 pekat sebanyak 0,5 ml atau sekitar 10

tetes sampai pH 2 untuk analisis parameter nitrat dan COD, sedangkan untuk parameter nitrit, ammonia, ortofosfat, diawetkan dengan HgCl sebanyak 0,5 ml (10 tetes). Selanjutnya air sampel dimasukan kedalam ice box kemudian dibawa ke laboratorium dan disimpan di dalam freezer untuk di analisis. Waktu dari pengambilan sampel sampai dianalisis kurang lebih 24 jam, sebelum dianalisis sampel air setelah dikeluarkan dari freezer kemudian dibiarkan terlebih dahulu sampai kondisi suhunya normal pada suhu kamar antara 26-28 •C. Parameter kekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter, parameter BOD dan COD dilakukan secara titrasi, sedangkan untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang masing-masing untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat sebesar 410 nm, 543 nm, 640 nm, dan 880 nm.

3. Parameter Biologi

Parameter biologi yang dianalisis adalah fitoplankton dan zooplankton. Sampel fitoplankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan sebanyak 100 liter dengan menggunakan ember volume 10 liter. Sampel tersebut disaring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 µm, air sampel yang tersaring dimasukan dalam botol sampel volume 30 ml dan diawetkan dengan menggunakan pengawet Lugol sebanyak 3-5 tetes. Saat analisis, diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diamati dengan menggunakan Sedgewick Rafter Cell (volume 1ml) dan mikroskop.

D. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh adalah data primer hasil pengamatan secara langsung di lapangan dan hasil analisis di laboratorium, seperti terlihat dalam Tabel 2.


(41)

Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur.

Parameter Unit Alat Metode Analisis

A. Fisika

1. Suhu •C Termometer Pemuaian Insitu

2. Kecerahan meter Secchi Disk Visual Insitu

3. Kekeruhan NTU Turbidity meter Refraksi cahaya Laboratorium

B. Kimia

1. pH - pH meter Visual Insitu

2. Salinitas ‰ Refraktometer Refraksi cahaya Insitu

3. Oksigen Terlarut mg/l DO meter Elektroda Insitu

4. Nitrogen

a. Nitrat mg/l Spektrofotometer Brucine Laboratorium

b. Nitrit mg/l Spektrofotometer Indophenol Laboratorium

c. Ammonia mg/l Spektrofotometer Sulfanilamide Laboratorium

5. Ortofosfat Spektrofotometer Molybdate ascorbic acid Laboratorium

6. BOD mg/l Titrasi Winkler Laboratorium

7. COD mg/l Titrasi Incubation Reflux Laboratorium

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan data hasil pengolahan dengan referensi yang ada dan standar baku mutu air laut bagi peruntukan kegiatan perikanan berdasarkan Kep MENLH No. 51 Tahun 2004 untuk melihat kondisi perairan secara umum. Hasil pembandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai kondisi kualitatif perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada penelitian.

1. Analisis Kelimpahan

Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu atau sel per satuan volume (dalam m3). Untuk fitoplankton dinyatakan dalam sel/m3, sedangkan zooplankton dinyatakan dalam ind/m3. Jumlah individu atau sel plankton dalam 1 m3 air dihitung dengan menggunakan metode penyapuan sebanyak 2 kali ulangan yaitu sebagai berikut (Basmi, 2000):

N = ni x 1/Vd x Vt/Vs x 1000

Dengan ketentuan :


(42)

ni = Jumlah individu atau sel spesies ke-i yang tercacah

Vd = Volume air yang disaring (liter)

Vt = Volume air tersaring (30ml)

Vs = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)

1000 = Konversi dalam m3

2. Analisis Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu pernyataan atau penggambaran secara matematik yang melukiskan struktur kehidupan dan dapat mempermudah menganalisa informasi-informasi tentang jenis dan jumlah organisme. Penghitungan indeks keanekaragaman fitoplankton dan zooplankton dilakukan dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Basmi, 1999) yaitu :

n

H’ = -

∑ pi ln pi

; dengan pi = ni/N i = 0

Dengan ketentuan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (nits/individu) ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan H’ ( Basmi, 1999) adalah : H’ < 2,30 = Keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah. 2,30 < H’< 6,91 = Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang. H’ > 6,91 = Keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

3. Analisis Keseragaman

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya. Analisis indeks keseragaman fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1993) :


(43)

Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman

Hmaks = ln S

S = Jumlah Spesies

Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus dapat dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Odum,1993;Basmi,2000).

4. Analisis Dominansi

Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu jenis populasi. Perhitungan indeks dominansi untuk fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus indeks dominansi Simpson sebagai berikut (Odum, 1993) :

s

C = ∑∑ [ ni/N ]2

i =1

Dengan ketentuan :

C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu ke-i N = Jumlah total individu s = Jumlah jenis

Nilai C berkisar antara 0 dan 1, apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada andividu yang mendominasi populasi (Odum, 1993; Basmi, 1999).

5. Indeks Similaritas Bray Curtis

Untuk mengetahui kesamaan suatu lingkungan berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton, digunakan analisa indeks kesamaan Bray-Curtis (Bray and Curtis in Omori dan Ikeda 1976). Formulanya adalah sebagai berikut :


(44)

Ó | Y1j – Y1j |

S = 1 –

Ó Y1j + Y1j

Dimana

S = Indeks kesamaan

Y1j – Y1j = Nilai kelimpahan pd 2 stasiun yang berbeda

6. Indeks Similaritas Canberra

Untuk melihat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan parameter fisika-kimia air, dilakukan pengelompokan menggunakan indeks similaritas Canberra. Nilai yang diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk plot (diagram daun). Rumus yang digunakan sebagai berikut (Lance and Williams in Clifford

and Stephenson, 1975):

Keterangan: I C = Nilai kesamaan indeks Canberra

xi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun 1

yi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun yang lain

s = Jumlah parameter yang diperbandingkan

Dalam mengolah dan menganalisis dengan indeks Canberra dan Bray Curtis menggunakan software produksi Laboratorium Model dan Simulasi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengelompokan data dengan mencari nilai korelasi antar stasiun, nilai korelasi antar stasiun tersebut selanjutnya disusun dalam sebuah matriks yang disebut dengan Matriks Similaritas Canberra. Nilai korelasi antar stasiun kemudian disajikan dalam bentuk dendrogram, garis similaritas yang digambar terlebih dahulu adalah stasiun-stasiun dengan nilai korelasi yang paling tinggi dan dilanjutkan sampai dengan stasiun dengan nilai korelasi paling rendah. Setelah semua stasiun diplotkan akan terbentuk sebuah kelompok besar yang terdiri dari kelompok kecil dengan tingkat similaritas yang berbeda. Untuk menentukan taraf kesamaan yang akan memotong kelompok besar pada nilai tertentu, dengan cara mencari nilai rata-rata similaritas untuk semua stasiun

+

=1 1 ((xixi yiyi)) s


(45)

pengamatan. Jumlah pengelompokan stasiun yang terbentuk ditunjukkan dengan banyaknya garis yang terpotong oleh garis similaritas rata-rata.

7. Analisis Regresi Sederhana

Regresi linier sederhana digunakan untuk melihat hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan keberadaan nutrien dan antara kelimpahan zooplankton dengan beberapa parameter fisika-kimia perairan. Hubungan tersebut yaitu antara kelimpahan fitoplankton dengan NO3-N, kelimpahan

fitoplankton dengan NO2-N, kelimpahan fitoplankton dengan NH3-N, kelimpahan

fitoplankton dengan PO4-P, kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan,

kelimpahan fitoplankton dengan suhu, kelimpahan zooplankton dengan suhu, dan antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan. Secara statistik hubungan yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1991)

Y = âo + â1 X

Hipotesis Ho : â = 0 H1 : â # 0

Dengan kaidah keputusan :

Fhit > Ftabel maka tolak Ho : ada pengaruh fisika-kimia perairan terhadap

kelimpahan plankton

Fhit < Ftabel maka gagal tolak Ho : tidak ada pengaruh fisika-kimia terhadap

kelimpahan plankton

Dengan asumsi bahwa data yang diambil mewakili satu bulan atau dianggap homogen.


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Perairan

Hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan.

Oktober November Desember

Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata

Suhu o

C 29,0 - 30,5 29,833 29,5 - 31,0 30,583 29,0 - 30,5 29,667 Salinitas o

/oo 34 - 35 34,167 34 - 35 34,5 33 - 33,5 33,083

Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,633 1,0 - 3,1 1,9 1,0 - 3,2 1,967 Kekeruhan NTU 3,07 - 3,86 3,422 0,15 - 0,50 0,367 0,2 - 0,55 0,442

pH 7,25 - 8,20 7,78 8 8 7,00 - 7,02 7,007

DO mg/l 7,14 - 8,38 7,658 6,03 - 10,95 8,225 5,85 - 6,90 6,173 N-Nitrat mg/l 0,595 - 0,780 0,69 0,763 - 1,189 1,024 0,556 - 1,113 0,809 N-Nitrit mg/l 0 014 - 0 065 0,028 0,002 - 0,005 0,003 0,018 - 0,024 0,02 N-Amonia mg/l 0 015 - 0 024 0,017 0,001 - 0,011 0,005 0,007 - 0,037 0,025 Orthofosfat mg/l 0 003 - 0,042 0,021 0,003 - 0,036 0,015 0,003 - 0,031 0,014 BOD5 mg/l 0,34 - 0,79 0,548 0,70 - 2,86 1,857 2,09 - 3,28 2,553 COD mg/l 46,91 - 52,34 50,222 29,88 - 54,99 48,075 43,65 - 45,63 45,217

Sedangkan hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Panggang selama pengamatan.

Oktober November Desember

Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata

Suhu o

C 29,0 - 31 29,917 30 - 31 31 29 - 30 29,25

Salinitas o

/oo 33 - 34 34 33,5 - 34 33,917 32,5 - 33 32,917

Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,883 1,3 - 2,7 1,883 1,4 - 2,7 2,033 Kekeruhan NTU 3 16 - 3,86 3,515 3,33 - 3,86 3,518 0,10 - 0,70 0,367

pH 8 8 8 8 6,98 - 7,02 7,075

DO mg/l 6,39 - 7,58 6,94 7,13 - 9,86 8,017 4,35 - 6,56 5,183 N-Nitrat mg/l 0,598 - 0,763 0,682 0,83 - 1,075 0,964 0,563 - 0,908 0,748 N-Nitrit mg/l 0,023 - 0,097 0,055 0,001 - 0,003 0,002 0,021 - 0,026 0,023 N-Amonia mg/l 0,007 - 0,014 0,01 0,001 - 0,006 0,004 0,022 - 0,067 0,04 Orthofosfat mg/l 0,055 - 0,073 0,062 0,055 - 0,086 0,064 0,082 - 0,125 0,096 BOD5 mg/l 0,73 - 1,69 1,073 1,59 - 6,59 2,393 2,59 - 3,01 2,83 COD mg/l 46,91 - 58,23 50,957 49,8 - 58,17 51,66 47,62 - 48,61 48,195


(47)

Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 sebaran horizontal suhu permukaan air laut menunjukkan penyebaran yang cenderung homogen. Suhu yang terukur merupakan kisaran optimal untuk pertumbuhan plankton. Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat dipengaruhi suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran. Selain itu, suhu air dipengaruhi juga oleh kondisi iklim dan cuaca saat pengamatan. Pada pengamatan bulan Oktober dan bulan November merupakan musim peralihan dengan suhu yang tidak menentu atau cenderung tidak stabil. Sedangkan pada bulan Desember merupakan awal dari musim barat (Desember–Februari) dimana suhu turun mencapai minimum dan bertepatan pula dengan adanya angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi (Nontji,1987). Diduga karena hal itu, nilai suhu permukaan pada bulan Desember lebih rendah dibandingkan dengan bulan Oktober dan November. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman perairan. Kondisi curah hujan selama pengamatan menunjukkan kisaran yang normal. Pada pengamatan bulan Oktober berkisar antara 154–185 mm, bulan November berkisar antara 218–250 mm dan bulan Desember berkisar antara 250– 283 mm (www.lapanrs.com).

Secara umum nilai salinitas pada pengamatan bulan Oktober, November dan Desember 2004 baik di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak ada perbedaan yang mencolok. Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan Oktober dan November memiliki nilai salinitas yang berkisar antara 34 o/oo– 35o/oo

sedangkan pada bulan Desember berkisar antara 32,5 o/oo–33,5 o/oo. Adanya

perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan musim dimana pada bulan Desember terjadi musim barat dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pengenceran perairan yang menyebabkan turunnya nilai salinitas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Nilai salinitas yang terukur masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan plankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) yang menyatakan bahwa salinitas optimal bagi


(48)

plankton adalah antara 20-35 o/oo. Nilai pH air laut pada setiap pengamatan tidak

mempunyai perbedaan yang terlalu mencolok dimana pH perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 7–8. Nilai pH tersebut masih dapat ditoleransi untuk pertumbuhan biota khususnya plankton. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa perairan dengan nilai pH yang bervariasi antara 7–8 masih dapat ditoleransi sebagian besar biota perairan.

Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berkaitan dengan proses berlangsungnya produktifitas primer melalui fotosintesis fitoplankton. Nilai rata-rata kecerahan tertinggi ditemukan pada pengamatan bulan Desember baik di perairan Pulau Pramuka maupun perairan Pulau Panggang. Hal ini diduga karena pengaruh cuaca dan waktu pengukuran. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi (Effendi, 2003). Perairan di sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kedalaman yang variatif namun relatif dangkal. Kedalaman perairan di stasiun pengamatan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 1 sampai 23 meter dengan tingkat kecerahan 1–12,5 meter. Sementara hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kisaran nilai kecerahan antara 3,25–16,15 meter (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 in Nirmala 2003). Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dan stasiun pengamatan sehingga nilai yang diperoleh tidak sama. Kep. MENLH no. 51 tahun 2004 menetapkan batas kecerahan untuk perairan dengan ekosistem terumbu karang adalah >5 meter dan >3 meter untuk ekosistem lamun. Nilai kecerahan yang tinggi dapat menunjang terjadinya produktifitas primer yang optimal karena sangat berkaitan erat dengan laju fotosintesis fitoplankton yang merupakan komponen dasar rantai makanan.

Nilai kekeruhan yang didapat dari hasil pengamatan selama bulan Oktober, November dan Desember 2004 di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 0,1–3,86 NTU. Sementara hasil pengamatan sebelumnya berkisar antara 0,5–10,5 NTU (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 in Nirmala 2003). Nilai kekeruhan terbesar terdapat pada pengamatan bulan Oktober di perairan Pulau Pramuka dan pengamatan bulan Oktober dan November di perairan Pulau Panggang. Kep MENLH no. 51 tahun 2004


(49)

menetapkan ambang batas nilai kekeruhan bagi biota laut adalah <5 NTU. Dari data yang didapat menunjukkan bahwa nilai kekeruhan dari semua stasiun pengamatan berada dalam kisaran yang masih normal dan sangat baik untuk menunjang proses kehidupan biota di dalamnya. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengakibatkan terganggunya proses fisiologis hewan air seperti penglihatan, pernafasan. Disamping itu nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan berkurangnya penetrasi cahaya kedalam perairan sehingga menghambat laju fotosintesis oleh fitoplankton.

Nilai oksigen terlarut selama pengamatan di Pulau Pramuka masing-masing berkisar antara 7,14 mg/l–8,38 mg/l; 6,030 mg/l –10,95 mg/l dan 5,85 mg/l–6,90 mg/l (Tabel 3). Sedangkan di Pulau Panggang berkisar antara 6,39 mg/l –7,58 mg/l ; 7,13 mg/l –9,89 mg/l dan 4,35 mg/l–6,56 mg/l (Tabel 4). Nilai rata-rata oksigen terlarut tertinggi adalah 10,99 mg/l pada pengamatan bulan November di perairan Pulau Pramuka dan nilai rata-rata oksigen terlarut terendah yaitu 5,184 mg/l pada pengamatan bulan Desember di perairan Pulau Panggang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa sumber utama oksigen dalam perairan adalah dari proses fotosintesis. Semakin subur suatu perairan akan semakin banyak fitoplankton yang hidup di dalamnya dan akhirnya akan meningkatkan pasokan oksigen terlarut dalam air. Adanya kandungan oksigen terlarut rendah disebabkan karena aktifitas respirasi yang lebih tinggi daripada fotosintesis. Selain itu nilai yang rendah tersebut diduga karena tingginya aktifitas respirasi oleh organisme air dan adanya proses dekomposisi aerob oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan tingginya nilai BOD yang didapat pada pengamatan bulan Desember baik di perairan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka yang lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan bulan lain. Begitu pula dengan nilai saturasi oksigen pada pengamatan bulan Desember yang mempunyai nilai


(50)

Tabel 5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka

Oktober November Desember

Stasiun Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi

1 30 7,14 94,48 30 6,2 82,01 29,5 6,19 81,18

2 30 8,08 106,88 30 6,03 79,76 29 5,87 76,33

3 30,5 8,36 109,64 29.5 7,62 99,93 30 6,06 80,16

4 29,5 7,46 97,84 32 10,95 150 30 5,85 77,38

5 30 7,42 98,15 31 8,38 112,79 29 6,17 80,24

6 29 7,47 97,14 31 10,17 136,88 30 6,9 91,27

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka memiliki nilai rata-rata yang under saturation (dibawah 100%) kecuali pada stasiun 1 dan 2 bulan Oktober, stasiun 5 dan 6 bulan November yang mempunyai nilai oksigen yang over saturation (diatas 100%). Tidak ditemukan nilai oksigen yang dalam tingkat saturation atau jenuh (nilai 100%), hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi proses difusi dalam mencapai kesetimbangan antara di perairan dengan di atmosfer seperti terlihat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang

Oktober November Desember

Stasiun Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi

1 29 6.39 83.09 30 7.19 95.11 29.5 4.87 63.87

2 30 6.49 85.85 32 9.86 135.07 29 6.56 85.31

3 29 7.58 98.57 31 8.16 109.83 29 4.35 56.57

4 30 7.38 97.62 32 7.17 98.22 30 5.16 68.25

5 31 6.88 92.59 31 8.59 113.62 29 5.15 66.97

6 30 6.92 91.53 30 7.13 94.31 29 5.01 65.15

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang memiliki nilai rata-rata yang under saturation (dibawah 100%) kecuali pada stasiun 2, 3 dan 5 bulan November yang mempunyai nilai oksigen yang over saturation (diatas 100%). Tidak ditemukan nilai oksigen yang dalam tingkat

saturation atau jenuh (nilai 100%), hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi proses difusi dalam mencapai kesetimbangan antara di perairan dengan di atmosfer (Effendi, 2003).

Dari hasil pengamatan selama bulan Oktober, November dan Desember 2004, nilai NO3-N di perairan Pulau Pramuka memiliki kisaran antara 0,595 mg/l–


(51)

0,780 mg/l; 0,763 mg/l–1,189 mg/l dan 0 556 mg/l–1,113 mg/l. Sedangkan nilai NO3-N di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,574 mg/l–0,780 mg/l; 0,72

mg/l–1,151 mg/l dan 0,563 mg/l–0,908 mg/l. Secara umum nilai NO3-N yang

terukur selama pengamatan relatif mencukupi karena nilai rata-rata NO3-N untuk

setiap stasiun pengamatan lebih dari 0.144 mg/l yang merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme nabati perairan. Kandungan NO2-N dari hasil

pengukuran di Pulau Pramuka berkisar antara 0,005 mg/l-0,065 mg/l; 0,002 mg/l– 0,005 mg/l dan 0,018 mg/l–0,024 mg/l. Sedangkan di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,023 mg/l–0,097 mg/l; 0,001 mg/l-0 003 mg/l dan 0,021 mg/l– 0,026 mg/l. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa kandugan NO2-N di

Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak berbahaya bagi organisme air karena kandungannya tergolong rendah. Kadar NO2-N melebihi 0,5 mg/l dapat bersifat

toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Effendi, 2003). Hasil pengukuran NH3-N di Pulau Pramuka selama pengamatan memiliki nilai yang

berkisar antara 0,015 mg/l–0,024 mg/l; 0,001 mg/l–0,011 mg/l dan 0,018 mg/l– 0,024 mg/l. Sedangkan di Pulau Panggang memiliki nilai yang berkisar antara 0,007 mg/l–0,014 mg/l; 0,001 mg/l–0,016 mg/l dan 0,022 mg/l–0,067 mg/l. Amonia berasal dari dekomposisi bahan organik melalui proses amonifikasi (Goldman dan Horne, 1983). Sedangkan menurut Effendi (2003) proses autolisis atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton juga dapat berperan sebagai sumber ammonia di perairan.

Hasil pengamatan di Pulau Pramuka menunjukkan nilai ortofosfat yang berkisar antara 0,003 mg/l–0,042 mg/l; 0,003 mg/l–0,036 mg/l dan 0,003 mg/l– 0,031 mg/l. Sedangkan nilai ortofosfat di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,0551 mg/l–0,073 mg/l; 0,055 mg/l–0,086 mg/l dan 0,085 mg/l–0,124 mg/l. Menurut Mackentum (1969) in Basmi (1999) bila kadar fosfat dalam air rendah (<0,02 mg/l) maka pertumbuhan plankton akan terhambat. Kep MENLH No.51 tahun 2004 menetapkan ambang batas kandungan ortofosfat untuk kehidupan biota laut sebesar 0,015 mg/l. Hal ini berarti nilai yang didapat menunjukkan bahwa nilai tersebut masih dapat atau masih memenuhi untuk kehidupan biota laut.


(1)

Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan)

PENGGABUNGAN KE: 4

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 4 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.7

ANGGOTA KELOMPOK 1 5 2 3

PENGGABUNGAN KE: 5

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 4 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 65.8

ANGGOTA KELOMPOK 1 5 2 3 4 6

FITOPLANKTON-PRAMUKA-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 55.0

ANGGOTA KELOMPOK 2 3

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 26.0

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3

ZOOPLANKTON-PRAMUKA-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.4

ANGGOTA KELOMPOK 1 2

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 65.3

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3


(2)

Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan)

FITOPLANKTON-PANGGANG-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 64.2

ANGGOTA KELOMPOK 1 2

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 44.6

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3

ZOOPLANKTON-PANGGANG-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 61.2

ANGGOTA KELOMPOK 1 2

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 47.5

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3


(3)

Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra

SPASIAL-PRAMUKA PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.2

ANGGOTA KELOMPOK 1 2

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 5 + 6 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 87.8

ANGGOTA KELOMPOK 5 6

PENGGABUNGAN KE: 3

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 5 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 4 SIMILARITAS RATA-RATA = 82.9

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6

PENGGABUNGAN KE: 4

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 73.7

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6 3

PENGGABUNGAN KE: 5

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 4 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 49.8

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6 3 4

SPASIAL-PANGGANG PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 3 + 4 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 95.0

ANGGOTA KELOMPOK 3 4


(4)

Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra (lanjutan)

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.6

ANGGOTA KELOMPOK 2 3 4

PENGGABUNGAN KE: 3

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 5 + 6 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.5

ANGGOTA KELOMPOK 5 6

PENGGABUNGAN KE: 4

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 5 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 92.3

ANGGOTA KELOMPOK 2 3 4 5 6

PENGGABUNGAN KE: 5

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 91.6

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3 4 5 6

TEMPORAL-PRAMUKA PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 82.5

ANGGOTA KELOMPOK 2 3

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 76.6

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3

TEMPORAL-PANGGANG PENGGABUNGAN KE: 1

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 )


(5)

Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra (lanjutan)

SIMILARITAS RATA-RATA = 82.9 ANGGOTA KELOMPOK

1 2

PENGGABUNGAN KE: 2

DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 )

BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.5

ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1983 di Desa Banjaranyar, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suwarno dan Ibu Dahwati. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1987 di TK Handayani Banjaranyar, SD Negeri I Banjaranyar tahun 1989-1995, SLTP Negeri I Balapulang tahun 1995-1998 dan SMU Negeri I Balapulang tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) periode tahun 2002-2003 dan 2003-2004, ASC

(Aquares Study Club), Teater Lingkar Seni JARING. Selain itu juga, penulis

pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Perairan dan Tumbuhan Air Terapan periode tahun 2004-2005. Untuk menyelesaikan studi, penulis melaksanakan penelitian dan skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu”.