Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI RUMAH
TANGGA BAWANG GORENG DI KABUPATEN KUNINGAN,
JAWA BARAT

ADI ANKAFIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Adi Ankafia
NIM H34087001

ABSTRAK
ADI ANKAFIA. Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga
Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN.
Produk pertanian utama dari Kabupaten Kuningan adalah bawang merah.
Komoditas ini menjadikan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu sentra
produksi bawang merah di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan, pada tahun 2005 produksi bawang merah di Kabupaten
Kuningan berada pada urutan pertama dengan tingkat produksi sebesar 244 456,2
ton. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik usaha
bawang goreng di Kabupaten Kuningan, (2) mengetahui kelayakan usaha bawang
goreng di Kabupaten Kuningan, (3) mengetahui sensitivitas usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi
usaha tersebut. Jumlah usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan ada 16 unit

yang dapat dikelompokkan ke dalam enam tipe. Tipe A, B, C, D, E, dan F.
Analisis finansial menunjukkan bahwa usaha bawang goreng yang layak
diusahakan adalah usaha bawang goreng Tipe D dan F. Kedua tipe tersebut
memiliki nilai NPV masing-masing sebesar 75 250 000 dan 77 260 000 IRR
sebesar 33.00 persen dan 32.00 persen, Net B/C Ratio sebesar 1.60 dan 1.60, dan
Payback Period selama 3.30 bulan dan 3.50 bulan. Hasil analisis sensitivitas
menunjukkan bahwa usaha Tipe D dan F tetap menunjukkan nilai kriteria
investasi si atas batas kelayakan bila terjadi perubahan harga bawang merah dan
harga produk sebesar 50.00 persen.
Kata kunci : Bawang Goreng, Industri Rumah Tangga

ABSTRACT
ADIANKAFIA.Feasibility Analysis of Onion Fried Home Industry in Kuningan
district, West Java. Supervised by BURHANUDDIN
The main agricultural products of the Kuningan districtare red onion. This
commodities makes Kuningan district as a center of onion production in
Indonesia. Based on data from the Department of Agriculture Kuningan district,
in 2005 the production of onion in Kuningan district ranks first with a production
rate of 244 456.2 tons. This study aims to (1) identify the characteristics of fried
onions in Kuningan district, (2) determine the feasibility of onions fried in

Kuningan district, (3) determinethe sensitivity of fried onions businesses in
Kuningan district to changes affecting the business. The amount of business fried
onions in Kuningan district there are 16 units that can be grouped into six types.
Type A, B, C, D, E, and F.
Financial analysis shows that the business is viable fried onions are fried
onions effort type D and F. Both of types have their NPV value of 75 250 000 and
77 260 000, IRR of 33.00 percent and 32.00 percent, Net B/C ratio of 1.60 and
1.60, and the payback period for 3.30 months and 3.50 months. The sensitivity
analysis showed that Type D and F efforts continue to demonstrate the value of

the investment criteria for eligibility in the event of changes in prices of onion and
product prices for 50.00 percent.
Keywords: Fried Onions, Home Industry

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI RUMAH TANGGA
BAWANG GORENG DI KABUPATEN KUNINGAN,
JAWA BARAT

ADI ANKAFIA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng
Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
Nama
: Adi Ankafia
NIM
: H34087001

Disetujui oleh


Ir. Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 sampai dengan
Juni 2011 ini ialah Studi Kelayakan Bisnis, dengan judul Analisis Kelayakan
Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Burhanuddin, MM selaku
pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Adi Ankafia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
2
2
3
3

Studi Kelayakan Bisnis

3


KERANGKA PEMIKIRAN

7

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Asumsi Dasar Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

7

13
14
16
16
16
21
22
22
28
33
40
40
40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN


42

RIWAYAT HIDUP

72

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15

Rasio produksi bawang merah di Kabupaten Kuningan
tahun 2005 – 2007
Informasi demografi Kabupaten Kuningan tahun 2005
sampai dengan 2007
Jenis mata pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan
tahun 1997-2000
Karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
Perkembangan dan proyeksi bawang merah tahun 2009-2012
Perhitungan NPV usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
Perhitungan IRR usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
Perhitungan Net B/C Ratio usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan
Perhitungan Payback Period usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe A
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe B
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe C
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe D
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe E
di Kabupaten Kuningan
Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe F
di Kabupaten Kuningan

1
23
24
26
28
34
34
35
36
37
37
38
38
39
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka Pemikiran Operasional
Jalur Pemasaran Bawang Goreng di Kabupaten Kuningan
Bagan Alir Proses Produksi Bawang Goreng

15
28
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe A
2
3

di Kabupaten Kuningan
Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe B
di Kabupaten Kuningan
Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe C
di Kabupaten Kuningan

42
46
50

4 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe D
di Kabupaten Kuningan
5 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe E
di Kabupaten Kuningan
6 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe F
di Kabupaten Kuningan
7 Nama pengrajin usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
8 Harga bawang goreng di Kabupaten Kuningan tahun 2007-2011
9 Karakteristik mutu pengolahan bawang merah
10 Ringkasan umur ekonomis, jumlah, dan nilai peralatan
investasi usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
11 Produksi bawang merah di beberapa sentra produksi
di pulau Jawa 2009
12 Kuisioner Penelitian

54
58
62
66
66
67
67
68
69

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya
mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Sampai akhir
tahun 2012 tercatat sebanyak 70.60 persen penduduk usia kerja di Kabupaten
Kuningan hidup sebagai petani, sehingga sebagian besar wilayah Kabupaten
Kuningan merupakan daerah pertanian (BPS 2012).
Sektor pertanian di Kabupaten Kuningan memberi kontribusi yang cukup
signifikan dalam pembangunan perekonomian daerah. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, pada tahun 2012 Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan mencapai Rp 2.672 trilyun, sekitar
54.56 persen atau Rp 1.458 trilyun diberikan dari sektor pertanian.
Produk pertanian utama dari Kabupaten Kuningan adalah bawang merah.
Komoditas ini menjadikan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu sentra
produksi bawang merah di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan, pada tahun 2010 produksi bawang merah di Kabupaten
Kuningan berada pada urutan pertama dengan tingkat produksi sebesar 244 456.2
ton.
Selama periode tahun 2010–2012, rasio produksi bawang merah di
Kabupaten Kuningan rata-rata sebesar 33.33 % dari total produksi bawang merah
nasional.
Tabel 1 Rasio produksi bawang merah Kabupaten Kuningan tahun 2010–2012
Produksi Kabupaten Kuningan Produksi Nasional Rasio Produksi
Tahun
(Ton)
(Ton)
(%)
2010
244 456.2
938 293
36.98
2011
149 057.4
772 818
30.24
2012
169 309.0
774 562
32.78
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa rasio produksi bawang merah di Kabupaten
Kuningan terhadap total produksi bawang merah nasional pada tahun 2010 adalah
sebesar 36.98 persen. Pada tahun 2011 rasio produksi turun menjadi 30.24 persen
seiring dengan turunnya harga bawang merah dari Rp 9000 per kg menjadi
Rp 925 per kg pada bulan Januari 2011. Sedangkan pada tahun 2012, rasio
produksi naik kembali menjadi 32,78 persen.
Bawang merah hingga kini masih menjadi andalan Kabupaten Kuningan
dalam pembangunan perekonomian daerah. Oleh karena itu peranan industri
pengolahan bawang merah di daerah ini menjadi strategis. Hal ini karena industri
pengolahan bawang merah diharapkan mampu menciptakan nilai tambah dan
lapangan kerja, memperbaiki pembagian pendapatan, serta meningkatkan
penerimaan devisa. Namun keberadaan industri bawang goreng di Kabupaten
Kuningan pada tahun 2010 baru mencapai 11 unit usaha dengan kapasitas

2

produksi dan kebutuhan bahan baku masing-masing sebesar 15 ton dan 45 ton per
tahun.

Perumusan Masalah
Harga bawang merah cenderung bersifat fluktuatif, terutama di sentra-sentra
produksi seperti Kabupaten Kuningan. Pada musim hujan dan musim serangan
hama penyakit, harga bawang merah cenderung naik karena jumlahnya yang
terbatas. Sedangkan pada saat musim panen harga bawang merah cenderung
menurun karena ketersediaan yang berlimpah.
Bawang merah merupakan komoditas holtikultura yang mempunyai sifat
mudah rusak (perishable) dan setelah panen dapat mengalami perubahan yang
cenderung merugikan akibat kegiatan pasca panen yang kurang baik. Oleh karena
itu diperlukan penanganan bawang merah melalui pengolahan lebih lanjut menjadi
produk yang lebih bernilai secara ekonomi dan berdaya saing. Dalam hal ini
diolah mejadi bawang goreng.
Kabupaten Kuningan menjadi tempat yang potensial untuk pengusahaan
bawang goreng. Ketersediaan bawang merah sebagai bahan baku utama sangat
terjamin sepanjang tahun.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang kan diteliti adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten
Kuningan?
2. Bagaimanakah kelayakan usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan?
3. Bagaimanakah sensitivitas usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi usaha tersebut?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten
Kuningan.
2. Mengetahui kelayakan usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan.
3. Mengetahui sensitivitas usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi usaha tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil analisis penelitian ini dapat memiliki kegunaan :
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi penulis sendiri
dan menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang terkait
dengan studi kelayakan usaha bawang goreng.
2. Bagi pengrajin bawang goreng di Kabupaten Kuningan

3

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi sebagai
referensi untuk manajemen usaha dalam memutuskan pengusahaan yang
tepat sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal.
3. Bagi Pembaca dan Masyarakat Lainnya
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan wawasan
yang bermanfaat yang terkait dengan studi kelayakan usaha bawang
goreng.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai aspek finasial dan non finansial. Adapun
aspek finansial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan beberapa
kriteria kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Period (PP).
Disamping itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui seberapa
besar kepekaan produk terhadap perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan
dengan produksi.
Analisis non finansial yang dibahas adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan ekonomi, serta aspek
lingkungan. Adanya keterbatasan informasi dan daya ingat para petani maupun
pengrajin bawang goreng terhadap jumlah input, jumlah output, dan harga
memungkinkan akan berpengaruh terhadap perhitungan analisis kelayakan usaha
atau hasil pengolahan data yang akan diperoleh penulis. Lingkup penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA
Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah
suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan. Studi
kelayakan bisnis merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau
suatu bisnis layak untuk dijalankan. Selain itu studi kelayakan bisnis ini juga
secara tidak langsung akan mempunyai keterkaitan dengan kepentingan
masyarakat dan pemerintah (Nurmalina, et al 2009).
Penelitian tentang studi kelayakan bisnis dilakukan dengan menganalisis
aspek finansial (keuangan) dan aspek non finansial secara menyeluruh meliputi
aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek sosial-budaya, dan aspek
lingkungan. Selain itu digunakan analisis sensitivitas untuk mengukur kepekaan
kondisi kelayakan investasi bisnis tersebut terhadap perubahan harga input dan
output. Seperti yang dilakukan oleh Fauzi (1993) dalam penelitiannya mengenai
Analisis Kelayakan Industri Tepung Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa
Tengah. Tujuan dilakukan penelitian tersebut adalah untuk meningkatkan nilai
tambah bagi para petani dalam usaha penganekaragaman pengolahan bawang
merah menjadi tepung bawang merah. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui

4

kebutuhan dana investasi pendirian industri tepung bawang merah adalah Rp 450
698 100. Dana yang berasal dari dana sendiri sebesar Rp 157 744 400 atau 35.00
persen dari total modal dan dari kredit bank sebesar Rp 292 953 700. Dana
tersebut digunakan untuk modal tetap pabrik sebesar Rp 138 382 500 dan modal
kerja sebesar Rp 312 315 600. Kredit modal kerja diperoleh dari bank pada tahun
pertama dan dikembalikan mulai tahun kedua dalam jangka waktu 3 tahun.
Berdasarkan kriteria kelayakan bisnis, industri tepung bawang merah memiliki
NPV sebesar Rp 204 304 630, IRR sebesar 46.44 persen, B/C sebesar 2.38 dan
payback period selama 1.98 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap
perubahan kenaikan biaya eksploitasi dana penurunan harga jual produk masingmasing 5.00 persen, hasilnya masih memberikan nilai-nilai kriteria investasi di
atas batas kelayakan.
Hasil penelitian yang masih relevan bisa dilihat pada Aditya Widi Nugraha
(2002) dalam Evaluasi Kelayakan Usaha Bawang Goreng di Kabupaten Brebes,
Jawa Tengah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi,
perkembangan, karakteristik, dan penyebaran industri kecil bawang goreng di
Kabupaten Brebes. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa selama periode
1996-2001, kontribusi industri bawang goreng terhadap struktur nilai agroindustri
sebesar 19.50 persen dan industri kecil sebesar 7.20 persen. Dalam kurun waktu
tersebut, perkembangan industri bawang goreng mulai dari jumlah unit usaha,
tenaga kerja, nilai investasi, dan nilai produksi industri bawang goreng rata-rata
meningkat secara berurutan 41.82 persen, 37.70 persen, 35.75 persen, dan 43.49
persen. Berdasarkan analisis usaha yang dilakukan selama satu tahun, usaha
tersebut menghasilkan NPV sebesar Rp 30 250 550, IRR sebesar 324.50 persen,
B/C Ratio sebasar 1.20 dan Payback Period selama 3 tahun. Analisa sensitivitas
dilakukan terhadap perubahan kenaikan biaya produksi dana penurunan harga jual
produk masing-masing 5.00 persen, hasilnya usaha tersebut masih layak untuk
dijalankan.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Rosiah (2005) yang melakukan
penelitian berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan mas di
Desa Sumurgintung, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang. Dari hasil
analisisnya didapat bahwa usaha pembenihan Ikan Mas di Desa Sumurgintung,
Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, secara finansial menguntungkan dan
layak untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan rata-rata hasil
analisis per kuartal tahun 2005 memperlihatkan keuntungan sebesar Rp 8 757 399,
B/C ratio sebesar 1.14 dan payback period 4.50 tahun. Berdasarkan perhitungan
kriteria investasi dengan tingkat suku bunga 8.00 persen per kuartal diperoleh
NPV sebesar Rp 13 205 659.22, Net B/C sebesar 1.13 dan IRR sebesar 9.45
persen. Skenario adanya pinjaman dari lembaga keuangan, menurunkan nilai
kriteria investasi walaupun masih layak untuk dikembangkan. Pada skenario
dengan pinjaman menunjukan nilai NPV Rp 2 284 388.04, Net B/C sebesar 1.03
dan IRR sebesar 8.27 persen. Selain itu apabila dilihat dari sensitivitasnya
terhadap kenaikan harga pupuk (TSP sebesar 11,11 persen, PK sebesar 4.76
persen, Kaptan sebesar 3.7 persen) menunjukan nilai NPV sebesar Rp 11 230
498.59, Net B/C sebesar 1.11 dan IRR sebesar 9.30 persen. Pada skenario dengan
pinjaman apabila terjadi kenaikan harga TSP sebesar 11.11 persen, PK sebesar
4.76 persen, Kaptan sebesar 3.7 persen, menyebabkan nilai kriteria investasi

5

menjadi NPV sebesar Rp 309 227.00, Net B/C sebesar 1.00 dan IRR sebesar 8.04
persen.
Hasil penelitian Atemalem (2001), yang berjudul Analisis Kelayakan
Investasi Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius sutchi) di Tapos Agro Lestari,
Ciawi, Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis usaha yang dilakukan
selama satu tahun, usaha ini memperolah keuntungan sebesar Rp 110 604 616.70.
hasil perhitungan analisis pembenihan ikan ini menguntungkan dilihat dari hasil
perhitungan B/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1.56. Analisis titik impas
(BEP) dari usaha pembenihan ini menghasilkan nilai sebesar 742 522 ekor atau
senilai Rp 82 637 703.83. Sedangkan dari hasil analisis kelayakan investasi
diperoleh NPV sebesar Rp 81 629 230.06, Net B/C sebesar 2.58, dan IRR sebesar
66.77 persen. Hasil perhitungan analisis sensitivitas pada kondisi kenaikan harga
pakan benih 16.00 persen diperoleh NPV sebesar Rp 8 203 815.31, Net B/C
sebesar 1.11 dan IRR sebesar 27.32 persen. Penurunan harga jual benih ikan patin
ukuran 1 inch (2.56 cm) sebesar 5.00 persen diperoleh NPV sebesar Rp 21 884
659.59, Net B/C 1.33, dan IRR sebesar 36.64 persen, menunjukan bahwa usaha
tersebut layak diteruskan untuk jangka panjang.
Iriani (2006) dalam Analisis Kelayakan Finansial Pembenihan dan
Pendederan Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari, Desa
Tanjungsari, Kecamatan Pondok Salam, Kabupaten Purwakarta menjelaskan
bahwa usaha pendederan dan pembenihan ikan nila layak dijalankan dengan
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 83 009 000, dengan B/C rasio sebesar
3.21, payback period sebesar 0.21 tahun dan BEP sebesar Rp 22 462 437.69.
Berdasarkan analisis kelayakan finansial terhadap usaha pembenihan dan
pendederan ikan nila ini diperoleh NPV sebesar Rp 225 116 401.83, Net B/C
lebih dari satu dan IRR sebesar 7.07 persen, sehingga usaha tersebut layak untuk
dijalankan. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap kenaikan harga
pakan sebesar 800.92 persen diperoleh nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama
dengan satu, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini
menunjukan usaha ini masih layak untuk dijalankan sampai batas kenaikan harga
pakan 800.92 persen.
Berdasarkan hasil penelitian Rohaeni (2006), yang berjudul Kelayakan
Investasi Pengembangan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di Agro Niaga Insani,
Kabupaten Bogor diperoleh hasil perhitungan analisis usaha sebesar Rp 58 451
900, B/C rasio sebesar 1.39 dan payback period sebesar 2.98. Sedangkan
perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan NPV sebesar Rp 118 976
123.41, Net B/C sebesar 1.89 dan IRR sebesar 34.80 persen. Analisis sensitivitas
dilakukan sampai pada persentase perubahan harga yang menyebabkan usaha
tidak layak adalah pada kenaikan harga pakan sebesar 25.50 persen dan
penurunan harga jual sebesar 9.80 persen. Hasil analisis menunjukan bahwa usaha
ini menguntungkan, serta layak untuk dilakukan dan dikembangkan.
Widiyanthi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kelayakan
Finansial Penambahan Mesin Vacuum Frying Pada Usaha Pengolahan Kacang
(Kasus di PD. Barokah Cikijing, Majalengka, Jawa Barat), untuk analisis aspek
non finansialnya hanya aspek pasar dan aspek teknis saja yang dilakukan dan
dapat disimpulkan bahwa secara teknis penambahan mesin vacuum frying layak
karena dalam pengolahan kacang akan memudahkan proses pengerjaannya dan
mendapatkan kualitas kacang lebih baik dibandingkan dengan kualitas kacang

6

yang diproduksi tanpa alat tersebut. Dilihat dari aspek pemasaran dapat memenuhi
permintaan kacang dengan cepat. Secara finansial penambahan mesin vacuum
frying pada usaha pengolahan layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan analisis
kelayakan finansial usaha pengolahan kacang pada tingkat diskonto 12.00 persen
diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 1 405 678 570, Net B/C sebesar 1.98, IRR
sebesar 32.22 persen dan Payback Period selama tiga tahun 10 bulan. Hasil
analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha ini sensitif terhadap perubahan
harga jual produk. Berbeda dengan perubahan kenaikan harga bahan baku tidak
terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Kenaikan maksimal harga adalah
sampai 114.06 persen dan 266.36 persen. Usaha cukup stabil meski dengan
kenaikan harga yang ekstrem sekalipun.
Siregar (2012) dalam penelitiannya mengenai Analisis Kelayakan
Pengembagan Bisnis Domba (Studi Kasus: Peternakan Domba Tawakal Desa
Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor) menganalisis aspek
finansial dan aspek non finansial secara menyeluruh. Hasil dari analisis aspek non
finansial pengembangan bisnis layak untuk dijalankan kecuali pada aspek hukum
karena belum mendapatkan izin dari pemerintah desa saja. Secara finansial usaha
peningkatan kapasitas produksi Peternakan Domba Tawakal layak untuk
dilaksanakan. Hal ini bisa dibuktikan dari hasil perhitungan kriteria kelayakan
yang dianalisis yaitu NPV yang didapat sebesar Rp 1 754 996 948.00, Net B/C
Ratio sebesar 1.85, IRR sebesar 20.12 persen dan Payback Period selama 6.18
tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas, batasan terhadap penurunan harga jual
domba jantan yaitu sebesar 20.92 persen dan peningkatan pakan hijuan sebesar
134.36 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penurunan harga domba jantan
lebih berpengaruh terhadap proses bisnis yang dijalankan daripada pakan hijauan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, persamaan penelitian yang
dilakukan terletak pada kriteria analisis kelayakan bisnis, yaitu menggunakan
analisis data seperti NPV, Net B/C Ratio, IRR, Payback Period, dan analisis
sensitivitas. Kriteria-kriteria tersebut diperlukan pada penelitian ini karena bisnis
yang menjadi obyek studi kasus terdapat investasi masing-masing. Perbedaan
dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi studi kasus yang berbeda dan
menghasilkan asumsi-asumsi dasar yang berbeda juga dalam menganalisis
kelayakan bisnis. Penelitian yang penulis lakukan yaitu di sentra industri bawang
merah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Modal awal yang ditanamkan dalam
pengusahaan bawang merah adalah modal sendiri. Data diolah dengan
menggunakan Software Microsoft Excel dan interpretasi data secara deskriptif
untuk melihat apakah investasi bisnis ini nantinya akan layak untuk dilaksanakan.

7

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Investasi
Investasi merupakan keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumbersumber untuk mendapat kemanfaatan (benefit) atau suatu kegiatan dengan
mengeluarkan sumber-sumber untuk memperoleh hasil pada waktu yang akan
datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit.
Kegiatan suatu usaha selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan
mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point)
baik biaya maupun hasilnya yang dapat diukur (Kadariah, 1988).
Menurut Gittinger (1986) dalam Nurmalina et al. (2009), kegiatan pertanian
adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi
barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau
manfaat setelah beberapa periode waktu. Sementara itu Gray et al. (1992) dalam
Nurmalina et al. (2009) mendefinisikan suatu kegiatan investasi sebagai kegiatan
yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan
mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit.
Pengolahan Bawang Goreng
Agroindustri menurut Soekartawi (2000) adalah pengolahan hasil pertanian
dan merupakan bagian dari subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan
sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan. Sedangkan menurut Soeharjo (2000) agroindustri mempunyai definisi
sebagai salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung
dengan pertanian, yakni keterkaitan antara subsistem primer dengan subsistem
lainnya dalam sistem agribisnis, baik keterkaitan ke depan (forward linkage)
maupun ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan (forward linkage)
berlangsung karena produk pertanian bersifat musiman, mudah rusak, dan
memerlukan ruang penyimpanan yang besar. Sedangkan keterkaitan ke belakang
(backward linkage) berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana
produksi yang langsung dipakai. Industri yang menghasilkan sarana produksi
seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut industri hulu. Sedanglan
industri yang melakukan kegiatan pengolahan produk pertanian disebut
agroindustri hilir.
Bawang merah (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum) adalah sejenis
tanaman yang menjadi bumbu berbagai masakan Asia Tenggara dan dunia. Orang
Jawa mengenalnya sebagai brambang. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan
adalah umbi, meskipun beberapa tradisi kuliner juga menggunakan daun serta
tangkai bunganya sebagai bumbu penyedap masakan. Tanaman ini diduga berasal
dari daerah Asia Tengah dan Asia Tenggara (Tindal, 1986).
Bawang merah mengandung vitamin C, kalium, serat, dan asam folat. Selain
itu, bawang merah juga mengandung kalsium dan zat besi. Bawang merah juga
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormon auksin dan giberelin.
Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional, bawang merah
dikenal sebagai obat karena mengandung efek antiseptik dan senyawa alliin.

8

Senyawa alliin oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi asam piruvat,
amonia, dan alliisin sebagai anti mikoba yang bersifat bakterisida. Bawang merah
akan mempunyai pertumbuhan terbaik jika lama penyinaran matahari lebih dari
12 jam pada ketinggian 30 dpl dengan suhu rata-rata 30 derajat celcius
(Wibowo, 1999).
Menurut Shintania (1999) Bawang goreng adalah bawang merah yang diiris
tipis dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Pada umumnya, masakan
Indonesia berupa soto dan sup menggunakan bawang goreng sebagai penyedap
sewaktu dihidangkan. Adapun teknik agar bawang goreng lebih renyah dan tahan
lama. Sebelum digoreng, rendam irisan bawang merah dalam air garam,
banyaknya garam bisa diatur, bisa juga direndam dengan air kapur sirih jika ingin
hasil yang tawar. Ada bawang yang memang khusus dipergunakan untuk
membuat bawang goreng menjadi renyah, biasanya dinamakan varietas bawang
Sumenep. Belakangan diketahui ada varietas yang endemik di Palu, Sulawesi
Tengah.
Dilihat dari prospek pasarnya, bawang goreng mempunyai kontribusi
terhadap struktur nilai agroindustri di Kabupaten Kuningan rata-rata 9.09 persen
dan terhadap industri kecil sebesar 21.12 persen. Tenaga kerja pada industri
bawang goreng di Kabupaten Kuningan rata-rata menghasilkan Rp 49 045 800 per
tahun dan nilai investasi yang ditanam untuk seorang tenaga kerja rata-rata
Rp 1 191 560 (Hapidin, 1997).

Kriteria Kelayakan Bisnis
Aspek yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan bisnis terbagi ke
dalam dua kelompok yaitu aspek finansial (keuangan) dan aspek non finansial.
Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemenhukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, aspek lingkungan (Nurmalina et al. 2009).
Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu studi kelayakan bisnis sangat
tergantung kepada karakteristik dari masing-masing bisnis.
1. Aspek Pasar
Aspek pasar dan pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatankegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun kepada pembeli potensial
(Hakim, 2005). Menurut Kadariah (1999), aspek komersial menganalisa
penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan usaha, baik pada waktu
membangun usaha, maupun pada waktu usaha sudah berproduksi, dan
menganalisa pasaran output yang dihasilkan dari kegiatan usaha.
Menurut Gittinger (1986), analisis aspek komersial terdiri dari rencana
pemasaran output yang dihasilkan oleh usaha dan rencana penyediaan input yang
dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan usaha. Dari sisi output, analisis
pasar untuk hasil usaha adalah sangat penting dalam menyakinkan bahwa
terdapat suatu permintaan yang efektif pada harga yang menguntungkan. Dari
sudut pandang input, saluran distribusi, kapasitas, kontinuitas, dan tingkat harga.

9

2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah usaha tersebut
selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya (Nurmalina,et al, 2009).
Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis akan menguji hubunganhubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha yang diusulkan, misalnya
keadaan tanah di daerah usaha dan potensinya bagi pembangunan usaha,
ketersediaan air baik secara alami (hujan dan penyebaran hujan) serta pengadaan
(kemungkinan-kemungkinan untuk membangun irigasi), varietas bawang merah
yang cocok. Atas dasar pertimbangan–pertimbangan ini analisis secara teknis
akan dapat menentukan hasil-hasil yang potensial. Analisis secara teknis juga
berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan output (produksi) berupa
barang dan jasa. Kerangka kerja usaha harus dibuat secara jelas agar analisis
secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain dari analisis usaha
akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan.
3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan usaha dan manajemen dalam masa operasi. Dalam masa
pembangunan usaha hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana usaha, bagaimana
jadwal penyelesaian usaha tersebut, dan siapa yang melakukan studi masingmasing aspek kelayakan usaha. Sedangkan manajemen dalam operasi mempelajari
bagaimana bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur
organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah
tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa-siapa anggota direksi dan
tenaga inti (Nurmalina,et al, 2009).
Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan
digunakan (dikaitkan dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya), dan
mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan
sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin. Disamping
hal tersebut aspek hukum dari suatu kegiatan usaha diperlukan dalam hal
mempermudah dan memperlancar kegiatan usaha pada saat menjalin jaringan
kerjasama dengan pihak lain.
4. Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Aspek sosial, budaya, dan ekonomi akan menilai seberapa besar usaha
mempunyai dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat keseluruhan. Pada
aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau
pengurangan pengangguran. Selain itu aspek ini mempelajari pemerataan
kesempatan kerja dan bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap lingkungan
sekitar lokasi usaha. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial
yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi usaha.
Sedangkan dari aspek ekonomi suatu usaha yang dinilai dan dipelajari
adalah apakah suatu usaha yang akan dijalankan dapat memberikan peluang
peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan
dari pajak, dan dapat menambah aktifitas ekonomi. Suatu bisnis tidak akan

10

ditolak oleh masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara
ekonomi memberikan kesejahteraan (Nurmalina et al. 2009).
5. Aspek Lingkungan
Merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan bagaimana suatu usaha
berpengaruh terhadap lingkungan. Apakah dengan adanya kegiatan usaha
lingkungan dapat menjadi lebih baik atau bahkan bertambah buruk. Dalam
merancang atau menganalisis kegiatan investasi harus mempertimbangkan pula
dampak terhadap lingkungan.
Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis
suatu usaha justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri. Tidak
akan ada usaha yang dapat bertahan lama apabila tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar (Hufschmidt et al. 1987 dalam Nurmalina et al. 2009).
6. Aspek Finansial
Menurut Kadariah (1988), analisis aspek finansial suatu usaha dilihat dari
sudut badan atau orang yang menanam modalnya dalam usaha atau yang
berkepentingan langsung dalam usaha. Dalam analisis ini yang diperhatikan
adalah hasil untuk modal yang ditanam dalam suatu usaha. Analisis finansial ini
penting dalam memperhitungkan rangsangan bagi mereka yang turut serta dalam
mensukseskan pelaksanaan usaha. Sebab tidak ada gunanya melaksanakan usaha
yang menguntungkan dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika
mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaanya.
Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap peserta
yang tergabung di dalamnya. Dalam usaha-usaha pertanian para peserta terdiri
dari petani, perusahaan swasta, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Tujuan
utama dari analisis finansial adalah menentukan insentif bagi orang-orang yang
terlibat dalam pelaksanaan usaha (Gittinger, 1986)
Analisis usaha pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan
manfaatnya dan menentukan usaha yang mempunyai keuntungan yang layak.
Dalam analisis usaha diperlukan kriteria investasi yang merupakan metode yang
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Adapun beberapa
kriteria sebagai tolak ukur kelayakan investasi diantaranya :
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara manfaat dan biaya atau
yang disebut dengan arus kas. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh
manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan (Nurmalina et al.
2009). Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net
Present Value (NPV) yaitu :
a. NPV sama dengan nol (NPV = 0) artinya, bisnis yang dijalankan tidak
menguntungkan atau tidak merugikan.
b. NPV lebih besar dari nol (NPV > 0) artinya, bisnis yang dijalankan
menguntungkan atau memberikan manfaat dan layak untuk dijalankan.
c. NPV lebih kecil dari nol (NPV < 0) artinya, bisnis tersebut tidak layak untuk
dijalankan atau merugikan.

11

2. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat
bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau
disebut juga manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap
setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau
bisnis dapat dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan
tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al. 2009). Terdapat
tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net Benefit – Cost Ratio
(Net B/C Ratio) yaitu :
a. Net B/C Ratio sama dengan satu (Net B/C = 1) artinya, bisnis tersebut tidak
menguntungkan atau tidak merugikan.
b. Net B/C Ratio lebih dari satu (Net B/C > 1) artinya, usaha tersebut
menguntungkan atau layak untuk dijalankan.
c. Net B/C Ratio kurang dari satu (Net B/C < 1) artinya, usaha tersebut tidak
menguntungkan atau tidak layak dijalankan.
3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menjadikan
manfaat bersih sekarang sama dengan nol. Tingkat suku bunga tersebut
merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha untuk
sumberdaya yang digunakan. Menurut Nurmalina et al. (2009), penilaian suatu
bisnis dapat dikatakan layak dilihat dari seberapa besar pengembalian bisnis
terhadap investasi yang ditanamkan, ditujukan dengan mengukur besarnya
Internal Rate of Return. Sedangkan Gittinger (1986) mendefinisikan Internal Rate
of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan interval tahunan bagi perusahaan
yang melakukan kegiatan investasi dan dinyatakan dalam bentuk persentase.
Umumnya untuk penghitungan tingkat IRR digunakan metode interpolasi diantara
tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan
tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatif).
4. Payback Period (PP)
Payback Period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan
untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh
pengeluaran investasi. Menurut Nurmalina et al. (2009) Payback Period
merupakan suatu analisis yang berfungsi untuk mengukur seberapa cepat
investasi yang ditanam pada suatu bisnis dapat kembali. Bisnis yang Payback
Period-nya cepat pengembaliannya memiliki kemungkinan untuk dijalankan.
Kelemahan dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode Payback Period
maksimum yang diisyaratkan untuk digunakan sebagai angka pembanding, selain
itu diabaikannya konsep nilai waktu uang (time value of money) dan cashflow
setelah Payback Period.

Analisis Sensitivitas
Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan
hasil analisis usaha jika terjadi perubahan dalam input yang digunakan ataupun
dalam output yang dihasilkan. Dalam analisis kepekaan setiap kemungkinan harus
dicoba, yang berarti bahwa setiap kombinasi harus diadakan analisis kembali. Hal

12

ini diperlukan karena analisis usaha didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan
datang. Pada sektor-sektor pertanian, usaha biasanya dapat berubah-ubah yang
disebabkan karena fluktuasi harga-harga input dan output maupun perubahan pada
volume produksi (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat
pengaruh penurunan harga dan kenaikan biaya yang terjadi terhadap kelayakan
suatu usaha, yaitu layak ataupun menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Gittinger (1986) mengatakan bahwa untuk menghitung nilai pengganti
maka terlebih dahulu harus menentukan berapa banyak elemen yang kurang baik
dalam suatu usaha yang akan diganti agar dapat memenuhi tingkat minimum yang
masih dapat diterima. Oleh karena itu perubahan jangan melebihi tingkat
minimum tersebut. Analisis dengan nilai pengganti mengacu kepada berapa besar
perubahan yang terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol.
Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value
adalah pada analisis sensitivitas perubahan sudah diketahui secara empirik dan
dapat dilihat bagaimana dampaknya terhadap hasil analisis kelayakan. Sedangkan
pada perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari, berapa besar
perubahan yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak untuk
dijalankan.

Umur Bisnis
Menurut Nurmalina, et al (2009), ada beberapa pedoman untuk
menentukan panjangnya umur bisnis berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan
bisnis, antara lain :
1) Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode)
yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada pada
suatu bisnis, yaitu jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat
meminimumkan biaya tahunan dari pemakaiannya.
2) Untuk usaha besar bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan
umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih panjang
dari umur ekonomis. Tetapi hal ini tidak berlaku apabila adanya keusangan
teknologi (Absolence) dengan adanya penemuan teknologi baru.
3) Untuk usaha yang umurnya lebih lama dari 25 tahun, biasanya umur usaha
ditentukan selama 25 tahun karena nilai-nilai setelah itu jika di discount rate
dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10 persen maka present value-nya
akan kecil sekali, karena nilai discount factor nya kecil mendekati nol.

Konsep Time Value of Money (Nilai Waktu Uang)
Menurut Nurmalina et al. (2009) Unsur nilai waktu memegang peranan
penting dalam mengukur kemampuan bisnis dalam menghasilkan berbagai
manfaat. Biaya dan manfaat dalam studi kelayakan bisnis bukan hanya jumlahnya
yang berbeda tetapi juga waktu yang dibayarkan dan diterima yang berbeda
selama umur bisnis. Biaya-biaya bisnis banyak dikeluarkan pada awal waktu
bisnis, sedangkan manfaat baru akan diterima kemudian. Pengaruh waktu
menyebabkan perbedaan nilai uang karena secara ekonomi disebabkan oleh

13

adanya inflasi, kesempatan konsumsi yang berbeda, dan produktivitas yang
dihasilkan pada waktu yang berbeda.
Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Nurmalina et al (2009), secara umum biaya didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis, dan manfaat adalah segala sesuatu
yang membantu suatu tujuan. Manfaat terdiri dari tiga macam yaitu, manfaat yang
dapat diukur (tangible benefit), manfaat yang dirasakan di luar usaha itu sendiri
(indirect or secondary benefit), dan manfaat yang secara nyata ada tapi sulit
diukur (intangible benefit). Periode waktu analisis yang direncanakan seringkali
ditetapkan dalam satuan waktu yang panjang, sehingga mengakibatkan arus biaya
maupun manfaat tidak terjadi pada waktu yang sama, melainkan sepanjang umur
usaha. Berdasarkan kenyataan tersebut komponen-komponen biaya dan manfaat
diidentifikasi berdasarkan kapan komponen-komponen tersebut muncul, sehingga
diukur berdasarkan arus riil dari dana dan biaya usaha.
Biaya dan manfaat yang digunakan dalam melakukan analisis usaha,
biasanya adalah yang bersifat tangible (dapat dinilai dengan uang), sedangkan
biaya dan manfaat yang bersifat intangible (tidak dapat dinilai dengan uang)
seperti halnya sebagai masukan tambahan yang digunakan sebagai pertimbangan
subyektif untuk pengambilan keputusan. Pada analisis kelayakan usaha secara
finansial, biaya dan manfaat yang digunakan adalah yang berpengaruh langsung
terhadap usaha yang bersangkutan (biaya investasi, biaya operasional dan lainlain), sedangkan yang termasuk manfaat antara lain nilai produksi total,
penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa dan nilai sisa. Komponen-komponen
biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya
tak terduga (contingency allowance), dan sunk cost.

Kerangka Pemikiran Operasional
Industri bawang goreng adalah suatu usaha yang dilakukan oleh rumah
tangga tertentu dalam mengolah bawang merah sebagai bahan baku utama
menjadi bawang goreng sebagai produk untuk dipasarkan sehingga memperoleh
nilai tambah secara materi. Adanya permintaan pasar yang dihadapi industri
bawang goreng dan belum dapat dipenuhi seluruhnya menjadi penghambat dalam
menjalankan usahanya selama ini.
Analisis aspek non finansial menggunakan kriteria kelayakan yang
digunakan adalah aspek pasar yang ditunjukan dengan adanya permintaan pasar
bawang goreng yang dihasilkan. Kriteria kelayakan pada aspek teknis ditunjukan
dengan adanya peningkatan produksi yang ditunjukan dengan peningkatan
produksi dan nilai penjualan. Aspek manajemen dan hukum ditunjukan dengan
pengelolaan dan pengendalian manajemen yang baik dan benar sesuai dengan
kebutuhan usaha, serta bagaimana status badan hukum perusahaan tersebut. Aspek
sosial, budaya, dan ekonomi ditunjukan dengan bagaimana respon masyarakat
sekitar dengan adanya kegiatan usaha dan apakah masyarakat ikut menikmati
keuntungan atau kerugian dari kegiatan usaha. Dari aspek lingkungan ditunjukan
apakah dengan adanya usaha lingkungan dapat menjadi lebih baik atau bahkan
bertambah buruk.

14

Penilaian mengenai aspek finansial dilakukan dengan menggunakan NPV,
IRR, Net B/C, dan Payback Period dengan kriteria penilaian yang digunakan
adalah jika NPV>0, maka investasi dikatakan layak atau bermanfaat karena dapat
menghasilkan manfaat lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi
modal. Jika nilai NPV