Analisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap: kasus di pantai utara Jawa Tengah
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP :
KASUS DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH
SUSENO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2004
ABSTRAK
SUSENO. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap, Kasus Pantai
Utara Jawa Tengah. Komisi Pembimbing : Daniel R. Monintja (Ketua),
Budy Wiryawan (Anggota), Tommy Hendra P u m a k a (Anggota)
Pendekatan policy study dan analysis dari Hogwood and Gunn (1984)
terhadap kebijakan pengelolaan Perikanan Tangkap (PT) lingkup intemasional,
nasional dan daerah menunjukkan bahwa pada periode sentralistik dan
desentralistik terdapat 27 aspek dari 30 aspek pengelolaan yang telah diatur.
Memasuki periode desentralistik, terdapat lima dari 16 aspek yang secara
konsisten diatur mulai dari produk hukum intemasional sarnpai daerah.
Selanjutnya dari seluruh aspek yang berhasil dieksplorasi dan yang relevan
dengan pengelolaan PT, terdapat satu aspek yang belum secara eksplisit diatur
oleh hukum intemasional namun terdapat dalam produk hukum nasional, yaitu
pembangunan prasarana perikanan. Dilihat dari seluruh aspek yang diatur oleh
hukum internasional, nasional dan daerah, ditemukan bahwa belum terdapat satu
aspek pun yang telah diatur melalui Perda KabupatenIKota.
Hasil content analysis mengindikasikan bahwa kebijakan pengelolaan PT
cenderung mengarah pada pendekatan rasional. Hasil estimasi menggunakan
Scheafer (1954), untuk kegiatan usaha penangkapan ika? demersal yang
mengoperasikan alat tangkap arad baik di Kota Tegal dan Kabupaten Pekalongan
menunjukkan terjadinya overfshing. Kondisi ini disebabkan jumlah nelayan yang
menggunakan alat tangkap ini relatif banyak dan tingkat upaya penangkapan
yang tinggi. Artinya, kebijakan pengelolaan PT dilaksanakan tanpa control yang
memadai. Sehingga pelaksanaan kebijakan dengan paradigma rasional selama ini
tidak efektif dalam mendukung terwujudnya pengelolaan PT yang berkelanjutan.
Kondisi overfishing dan tingkat upaya yang tinggi berpotensi memicu konflik
antar nelayan (internal allocation). Alternatif strategi perencanaan yang diolah
dengan A'WOT, menunjukkan bahwa kebijakan pengelolaan PT terdesentralistik
(P2T2)menjadi prioritas pertama.
Berdasarkan temuan penelitian bahwa partisipasi masyarakat dan
pelayanan publik cenderung membaik pada periode desentralistik, maka
pendekatan co-management yang dimulai pada tahap Consultative (Pomeroy,
1997) dapat dipertimbangkan. Pelayanan publik melalui Dinas setempat masih
diharapkan untuk mengumpulkan dan menyediakan informasi tentang sumber
daya, serta memfasilitasi perencanaan dan penyusunan kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap demersal setempat. Selain itu, Dinas diharapkan dapat berperan
untuk menyeimbangkan paradigma konservasi, rasional dan sosial dan berbagai
tahapan termasuk proses resolusi konflik guna mencapai solusi konflik
Kebijakan pengelolaan PT kedepan harus dilaksanakan pemerintah daerah
melalui pembuatan kebijakan pelaksanaan bempa Peraturan Pemerintah (Perda).
Kebijakan pelaksanaan (pemerintah pusat dan daerah) hendaknya konsisten
dengan kebijakan umum. Pemerintah daerah hendaknya mengurangi kebijakan
yang berorientasi eksploitasi (rasional) dan memperkuat kebijakan yang
berorientasi pada konservasi dan sosial melalui pembuatan Perda. Pemerintah
pusat hendaknya lebih memfokuskan pada kebijakan yang bersifat strategis dan
umum daripada teknis.
ABSTRACT
SUSENO. Policy Analysis on Capture Fisheries Management, Case of
Northern Coast of Central Java. Under the direction of Daniel R. Monintja
(Chairperson), Budy Wiryawan (Members), Tommy Hendra Purwaka
(Members)
Pursuant to the policy study and analysis of Hogwood and Gunn (1984) to
all policies on Capture Fisheries Resource Management or Perikanan Tangkap
(PT), showed that during centralistic and decentralist period from 30 management
aspects there are 27 aspects which have been arranged and three aspects which not
yet been arranged. While entering decentralist period, there are 16 aspects of
national law product arranging, but only five aspects which was consistently
arranged starts from international to regional product.
Hereinafter from entire aspects were explored and relevant to the
management of PT, there is one aspect which is not explicitly set by the
international law but there are in national law product, which is development of
fishery infrastructure. On the contrary there are four aspects which explicitly set
by international policy but not been arranged yet by national policy. Seen from
entire aspect set by international ,regional and national policy, in fact there is no
aspect has been arranged yet Lkough Perda Kabupaten I Kota. Based on content
analysis it is found that fisheries management is tend to apply rational paradigm.
The result of estimation based on Scheafer (1954), both in Kota Tegal and
Kabupaten Pekalongan indicated that capture business activity of demersal fish by
using Arad fishing gear is not profit able anymore due to overfishing. This
indicate that the management of PT during the time was not effective in
supporting the sustainable of management of PT, and also can trigger conflict
(internal allocation). The alternatives decentralized strategic planning analyzed by
A'WOT, indicate that decentralized PT management policy (P2T2) should be
given as the fisrt priority.
Based on the findings that people participation and public service are tend
to improve in the period of decentralistic, co-management can be considered as an
approach through "consultative" lader (Pomeroy, 1997). Role of District1
Municipal office of Marine Affairs and Fisheries is still expected to gathering and
provide information concerning the resource, exercing the management planning
and policy and initiate concepts for local PT management for the arad fisheries. In
addition, the Office is also expected to balance the conservations, social and
rational paradigm and various steps including conflict resolution process.
PT management policy in the future legalized by Perda has to be executed
by local government through implementation policy. The technical policy (central
and regional government) should be consistent with the umbrella policy. Local
government shall lessen the exploitation oriented policy and strengthen the policy
which orienting to social and conservation, through Perda. The central
government should be more focused on the umbrella of policy rather than
technical policy.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya "Analisis Kebijakan
Pengelolaan Perikanan Tangkap: Kasus di Pantai Utara Jawa Tengah"
adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Suseno
C54260140414
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP :
KASUS DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH
SUSENO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi
:
Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap
: Kasus di Pantai Utara Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
:
Suseno
NRP
:
C5260140414
Program Studi
:
Teknologi Kelautan
Disetujui,
Prof. Dr. Daniel R. Monintia
Ketua
Dr. Tommy H. Purwaka. SH.LLM
Anggota
Anggota
Diketahui,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Tanggal ujian: 15 Oktober 2004
Tanggal lulus:
3 1 DEC
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 10 Desember 1959 sebagai
anak pertama dari Bapak Ukak Sukoyono dan Ibu Endang Sarwilis. Penulis
menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Malang pada tahun
1978 dan melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya
Malang, ldus tahun 1984. Tahun 1996 Penulis melanjutkan pendidikan Strata 2
pada Program Pascasarjana Universitas Trisakti Jakarta dan selesai pada tahun
1998. Selanjutnya tahun 2001 Pendis mengikuti Program Strata 3/Teknologi
Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 1984 setelah Penulis menyelesaikan studi Studi S1, Penulis
bekerja pada Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Perikanan Departemen
Pertanian. Pada tahun 1990 Penulis memperoleh kesempatan bekerja pada
Planning Division, United Nations Food and Agriculture Organization, Roma,
Italia. Selanjutnya pada tahun 2000 Penulis bekerja pada Inspektorat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan hingga sekarang.
Penulis menikah dengan Anita Karmelia pada tahun 1981 dan telah
dikarunia dua orang putri yaitu Shinta Meirina Hapsari yang lahir pada 9 Mei
1982 di Malang dan Gendis Asri Mailundi yang lahir pada 28 Mei 1990 di
Jakarta.
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas perkenanNya
sehingga desertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing yaitu Prof Dr Daniel R Monintja MSc sebagai Ketua Komisi
yang telah sangat tulus ikhlas mengorbankan waktunya yang sangat berharga baik
siang maupun malam dalarn membangkitkan motivasi dan membimbing Penulis
dalarn persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian disertasi. Kepada Dr.Ir.Budy
Wiryawan M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang telah merelakan
seluruh pustaka di rumah beliau dipinjarnkan dan secara proaktif memperjuangkan
waktu luang untuk terbang dari Kalimantan Timur ke Jakarta guna membimbing
dan membantu persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian disertasi
. Kepada Dr
Tommy H.Purwaka SH,LLM sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang telah
memberikan inspirasi, dan bimbingan selama persiapan, pelaksanaan dan
penyelesaian disertasi. Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada
Dr. Purwito M MSc , Prof Dr. Ir. S.Budi Prayitno MSc, dan Dr Ir. Subhat
Nurhakim MSc yang telah mengorbankan waktunya yang sangat berharga untuk
membantu Penulis menyelesaikan disertasi. Kepada Drs Nuroto, Sdr Turhadi, Ir
Ari Sulaksono,
dan pam sahabat yang telah mengupayakan begitu banyak
dukungan di lapangan selarna Penulis melakukan penelitian. Kepada kedua
orangtua ,me-
Penulis, dan Anita Karmelia ( isteri), Shinta Meirina Hapsari
(anak) dan Gendis Asri Mailundi (anak) yang mendoakan dan telah berkorban
sedemikian besarnya demi selesainya studi Penulis.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih menyimpan banyak
kekurangannya,untuk itu kritik maupun saran sangat diperlukan untuk
penyempumaan dimasa mendatang.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.
DAFTAR IS1
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................
ABSTRACT ..........................................................................................
SURAT PERNYATAAN .....................................................................
RZWAYAT HIDUP ..............................................................................
PRAKATA ............................................................................................
DAFTAR IS1 ........................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
...........................................................................
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Identifikasi dan Perumusan Masalah ...............................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
..
Hipotesis Penelitian...........................................................................
..
Manfaat Penelit~an...........................................................................
2 LANDASAN TEORI
..
......................................................................
2.1. Teori Keb~jakan.........................................................................
2.2. Kebijakan Desentralistik ...........................................................
2.3. Evaluasi Efektivitas Kebijakan ..................................................
2.4. Pelayanan Publik .......................................................................
2.5. Partisipasi Masyarakat ..............................................................
2.6. Pengelolaan Perikanan Tangkap ...............................................
2.6.1. Paradigma konservasi ......................................................
2.6.2. Paradigma rasional ..........................................................
2.6.3. Paradigma sosial/komunitas ............................................
2.7. Maximum Sustainable Yield/MSY ............................................
2.8. Pendekatan bio-ekonomi dalam Analisis Perikanan Tangkap ..
2.9. Pembangunan Berkelanjutan .....................................................
viii
I
..
11
...
111
vi
vii
viii
xi
...
xlll
xv
1
1
1
4
4
4
3 METODOLOGI
.............................................................................
..
................................................................
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................
3.3. Pengumpulan Data ....................................................................
3.1. Rancangan Penelltian
3.4. Analisis Data ............................................................................
3.4.1. A'WOT ...........................................................................
3.4.2. Analisis AHP (Analysis Hierarchy Procces) ..................
3.4.3. Analysis SWOT
..............................................................
3.4.4. Estimasi hasil tangkapan maksimum lestari dengan
menggunakan Model Produksi Surplus ..........................
.............................
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kota Tegal .................................................................................
.
4.1.1. Letak geografis ...............................................................
4.1.2. Penduduk dan mata pencaharian .....................................
.......................................
4.2. Kabupaten Pekalongan ..............................................................
4.1.3. Dinas Pertanian dan Perikanan
4.2.1. Letak Geografis ...............................................................
4.2.2. Penduduk dan mata pencaharian .....................................
4.2.3. Dinas Kelautan dan Perikanan ........................................
4.3. Perkembangan Produksi .............................................................
.....................................................
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan Perikanan Tangkap ...............................................
5.1.l . Kebijakan intemasional ..................................................
5.1.2. Produk hukum nasional ..................................................
5.1.3. Produk hukum daerah .....................................................
5.2. Kondisi Sumberdaya clan Status PT Optimal............................
5.2.1. Kondisi sumberdaya perikanan saat ini ..........................
5.2.2. Effort optimal dan status sumberdaya ikan optimal .......
5.2.2.1. Estimasi dan perhitungan effort dun CPUE .......
5.3.Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap .................
5.4. Analisis A'WOT Terhadap Pengelolaan PT .............................
5.4. Strategi pengelolaan PT .....................................................
5.5. Kebijakan pengelolaan PT .................................................
5.5.Pelayanan Publik dan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan
PT ..............................................................................................
5.5.1. Pelayanan Publik ............................................................
5.5.1.1. Periode sentralistik ............................................
5.5.1.2. Periode desentralistik ........................................
5.5.2. Pelayanan masyarakat ....................................................
5.5.2.1. Perode sentralistik .............................................
5.5.2.2. Perode desentralistik .........................................
5.6. Pola Perencanaan Perikanan Tangkap ......................................
......................................................
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesirnpulan ...............................................................................
6.2. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
...:.......................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Policy Analysis berdasarkan perspektif ...............................
7
2. Perbandingan karakteristik analisis dan penelitian kebijakan ..........
8
3. Kriteria evaluasi kebijakan ..............................................
12
4. Tipologi partisipasi masyarakat .......................................................
14
5. Indikator pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap ..............
29
6. Skala angka perbandingan Saaty ......................................................
41
7. Nilai acak konsistensi .......................................................................
43
8. Kerangka analisis yang dipakai dalam Analisis SWOT ..................
45
9. Pengelompokan kebijakan pengelolaan PT berdasarkan periode
penerbitan ......................................................................................
59
10. Aspek pengelolaan berdasarkan periode kebijakan ..........................
66
11. Pengelompokan kebijakan pengelolaan PT berdasarkan cakupan
wilayah dan paradigma pengelolaan................................................
67
12. Perkembangan produksi perikanan laut di lokasi penelitian tahun
1997.2001 ........................................................................................
69
13. Perkembangan nilai produksi perikanan laut di lokasi penelitian ...
.............................................................. :................
t a h 1997-2001
~
14. Perkembangan jumlah RTF' di lokasi studi tahun 1997-2001 ..........
70
70
15. Perkembangan jenis alat tangkap di Kabupaten Pekalongan tahun
1998-2002 ......................................................................................
71
16. Perkembangan jenis alat tangkap di Kota Tegal tahun 1998-2002..
72
17. S p e s i f h i jaring berkantong yang diperbolehkan dan jaring arad .
76
18. Pennasalahan konflik antar alat tangkap dan alternatif
pemecahannya ..................................................................................
80
19. Produksi aktual. upaya aktual. upaya optimal dan MSY di Kota
Tegal ...............................................................................................
82
20. Produksi Aktual. upaya aktual. upaya optimal dan MSY di
Kabupaten Pekalongan ....................................................................
84
21 . Hasil identifikasi unsur-unsur SWOT ...............................................
88
22. Distribusi persepsi responden terhadap pelayanan publik pada periode
sentralistik di lokasi penelitian ........................................................
94
23. Distribusi persepsi responden terhadap pelayanan publik pada
periode desentralistik di lokasi penelitian .........................................
95
24. Pelayanan publik pada periode sentralistik dan desentralistik di
..
lokasi penelltian ................................................................................
96
25. Distribusi tingkat partisipasi nelayan periode sentralistik.................
97
26. Distribusi tingkat partisipasi nelayan pada era desentralistik ...........
98
27. Partisipasi nelayan pada periode setralistik dan desentralistik
di lokasi penelitian ..........................................................................
98
28. Perencanaan program pola P2T2 .....................................................
103
DAFTAR GAMBAR
Halaman
..
1. Strata kebijakan publik ....................................................................
6
2. Bentuk-bentuk penyllsunan kebijakan publik
(Hogwood and Gunn. 1984) ............................................................
9
3. Pengaturan use rights dalam pengelolaan perikanan tangkap .........
16
4 . Klasifikasiproperty right .................................................................
16
5. Paradigma pengelolaan sumberdaya perikanan
...............................
17
6. Tangga co-manajemen (ladder of co management) ........................
20
.............................................
23
7. Hubungan produksi lestari dan upaya
8. Hubungan manfaat dan biaya dengan upaya ....................................
24
9. Hubungan upaya penangkapan ikan terhadap populasi ikan .................
27
........................................................
11. Bagan a h proses penelitian .............................................................
12. Diagram Analisis SWOT .................................................................
33
44
13. Ilustrasi dari beberapa asumsi yang berbeda yang mendasari Model
Scheafer dan Fox .............................................................................
48
10. Kerangka pemikiran penelitian
..
34
14. Peta lokasi penel~tlan.......................................................................
50
15. Peta sedimen permukaan Laut Utara Jawa (Pusat Pengembangan
Geologi Kelautan. 1991)...................................................................
16. Peta bathimetxi Laut Jawa ................................................................
73
74
17. Lokasi konflik jaring arad dengan alat tangkap lainnya di Perairan
Kota Tegal ......................................................................................
77
18. Lokasi konflik jaring arad dengan alat tangkap lainnya di perairan
Kabupaten Pekalongan ....................................................................
78
.........................
79
20. Grafik hubungan antara CPUE dan effort Kota Tegal .....................
81
21.Grafik hubungan catch dan effort Kota Tegal ...................................
82
22 . G d i k hubungan antara CPUE dan effort Kabupaten Pekalongan ...
83
23. Grafik hubungan catch dan effort Kabupaten Pekdongan ..............
84
19. Peta konflik antar alat tangkap di lokasi penelitian
24. Struktur hirarki pengelolaan perikanan tangkap di Kota Tegal
dan Kabupaten Pekalongan .............................................................
91
25. Pola perencanaan pengelolaan perikanan tangkap terdesentralistik
(P2T2)..................................................................................................
105
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tingkat pelayanan publik Tegal periode sentralistik .......................
114
2. Tingkat pelayanan publik Tegal periode sentralistik .......................
115
3. Tingkat pelayanan publik Tegal periode desentralistik ...................
117
4 . Tingkat pelayanan publik Tegal periode desentmlistik ...................
118
5. Tingkat pelayanan publik Pekalongan, periode sentralistik ............
119
6. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode sentralistik ............
120
7. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode desentralistik ........
122
8. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode desentralistik
123
........
9. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik
124
10. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik
125
11. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik 127
12. Tingkat pelayanan pubiik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik 128
13. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik ............................
130
14. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik ............................
132
15. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik
134
........................
16. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik ........................
136
17. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik
139
.............
18. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode sentmlistik .................
19. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik .............
20. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik .............
21 . Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik .
22. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik .
23. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
24. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
25. Hasil uji beda rata-rata antara Tegal dan Pekalongan .....................
26. Hasil uji beda rata-rata antara kondisi periode sentralistik dan
. .
desentral~stlk ...................................................................................
27 . Pelayanan Publik Pekalongan periode sentralistik ...........................
141
143
145
147
149
151
153
155
155
156
28. Pelayanan Publik Pekalongan periode desentralistik .......................
29. Pelayanan Publik Tegal periode sentralistik....................................
30. Pelayanan Publik Tegal periode desentralistik .................................
31. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik.............................
32. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik .........................
33 . Partisipasi masyarakat Pekalongan periode sentralistik ...................
34. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik ...............
35 . Pelayanan Publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik ..........
36. Pelayanan Publik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik ......
37. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik ...
38. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
............
40. Uji Normalitas Data Pelayanan Publik periode sentralistik ............
41 . Uji Normalitas Data Partisipasi masyarakat periode desentralistik....
39. Uji Normalitas Data Pelayanan Publik periode sentralistik
42 . Uji Normalitas Data Partisipasi masyarakat periode desentralistik.
43 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel partisipasi
masyarakat sebelum dan periode desentralistik
..............................
44 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel pelayanan
publik sebelum dan periode desentralistik
......................................
45 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel partisipasi
masyarakat antara Tegal dan Pekalongan ........................................
46 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel pelayanan
Publik Tegal dan Pekalongan...........................................................
47 . Hasil Analysis SWOT Kota Tegal ...................................................
48 . Hasil Analysis SWOT Kabupaten Tegal ..........................................
49 . Hasil AHP Kota Tegal pengelolaan PT yang berkelanjutan ...........
50. Hasil AHP Kabupaten Pekalongan pengelolaan PT yang
berkelanjutan .....................................................................................
5 1. Struktur kebijakan pengelolaan PT berdasarkan periode ................
52. Peraturan pengelolaan PT ..................................................................
53 . Hasil estimasi perhitungan sumberdaya ikan di Kota Tegal..............
54. Hasil estimasi perhitungan sumberdaya ikan di Kabupaten Pekalongan
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meskipun sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat
renewable namun bukannya tanpa batas. Apabila dieksploitasi terus menerus,
maka sumberdaya ikan dapat berkurang bahkan punah sehingga generasi
mendatang tidak dapat menikmati sumberdaya ikan seperti halnya kita sekarang.
Dewasa ini, dilaporkan bahwa produksi ikan di dunia cenderung menurun. Untuk
itu telah diupayakan oleh banyak pihak melakukan tindakan pengelolaan melalui
berbagai kebijakan pengelolaan perikanan. Kebijakan tersebut diupayakan baik di
tingkat intemasional, nasional maupun daerah.
United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS ) mengatur
ketentuan mengenai eksploitasi dan konsewasi sumberdaya hayati laut dalam ha1
ini sumberdaya perikanan. Agenda 21 yang terdiri atas empat bagian, salah
satunya mengatur pelestarian dan pengelolaan perikanan, khususnya mengenai
pemanfaatan yang
berkelanjutan dan konsewasi
sumberdaya kelautan.
Selanjutnya Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), juga
mengamanatkan bahwa generasi yang akan datang hendaknya dapat ikut
menikmati dan memperoleh manfaat dari sumberdaya perikanan tersebut.
Pengelolaan sektor perikanan tercantum dalam berbagai peraturan
perundangan mulai dari tingkat nasional hingga provinsi clan kabupatenlkota. Pada
tingkat nasional sebagian besar telah ditampung dalam UU No. 9 Tahun 1985
tentang Perikanan, dan pada tingkat Provinsi, KabupatenKota tercantum dalam
Peraturan Daerah. Selain itu guna memberi batas yang jelas kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah telah menerapkan UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahm Daerah. Semua peraturan perundangan itu menjadi
acuan yang penting dalam rangka pengelolaan Perikanan Tangkap (PT).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kebijakan pengelolaan PT selama ini umumnya didasarkan pada konsep
"hasil maksimum yang lestari" (Maximum Sustainable YfeldMSY). Inti dari
konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, sehingga
dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Hasil
pengkajian terakhir Komite Nasional Stock Assessment (1998) yang telah
dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukkan bahwa jumlah
potensi lestarinya adalah sebesar 6,409 juta ton ikdtahun, dengan tingkat
pemanfaatan pada tahun 1998 mencapai 4,069 juta ton ikanltahun (63,49%). Hal
ini menunjukan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi
perikanan nasional. Namun demikian, seyogyanya perlu diperhatikan bahwa
terdapat beberapa daerah penangkapan yang kondisi sumberdaya ikannya telah
melampaui potensi lestarinya (over fishing), yaitu di Perairan Selat Malaka dan
Perairan Laut Jawa.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2003), sebagian besar
(60%) produksi PT di Indonesia diasilkan oleh perikanan skala kecil, yang
banyak menyerap tenaga kerja. Berkaitan dengan ha1 ini terdapat beberapa ha1
yang harus diperhatikan didalam pengelolaan PT, yaitu: (a) Jumlah stakeholder
perikanan adalah banyak, (b) Kebijakan pengelolaan harus dapat diterima oleh
semua stakeholders, (c) Hormati sebanyak mungkin nilai-nilai yang berkembang
di masyarakat, dan (d) Kebijakan hams mempertimbangkan aspek sosial, politik
dan ekonomi.
Cara pandang pengelolaan PT seperti ini pada hakekatnya telah dipahami
oleh sebagian besar masyarakat perikanan Indonesia. Namun kenyataannya
banyak pengelolaan PT yang dijumpai di Indonesia masih berbasis pada
pemerintah pusat (Government Based Management). Dalam pengelolaan seperti
ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai pada pengawasan. Sedangkan kelompok masyarakat pengguna hanya
menerima informasi mengenai produk-produk kebijakan dari pemerintah. Hal itu
menunjukan Lahwa perspektif kebijakan pengelolaan PT di Indonesia khususnya
pada periode sebelum tahun 1999 (sebelum diberlakukannya otonomi daerah)
cenderung didominasi oleh pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan-kebijakan
yang bersifat sentralistik. Pada periode tersebut inisiatif dan partisipasi daerah
dalam pengelolaan PT belum mendapatkan porsi yang sesuai dengan
kewenangannya. Meskipun hams diakui bahwa kebijakan-kebijakan yang bersifat
sentralistik telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi PT.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah secara
jelas mengatur jurisdiksi pemerintah pusat, provinsi dan kebupatenkota dalam
pengelolaan sumberdaya laut. Namun kewenangan Daerah sesuai dengan
undang-undang tersebut masih terbatas pada wilayah pengelolaan dan bukan
sumberdaya di bawah laut. Pemberlakuan undang-undang tersebut membawa
konsekuensi terhadap perubahan : pelayanan publik dan partisipasi masyarakat.
Uraian tersebut diatas, memunculkan pennasalahan yang perlu dijawab
dalam penelitian sebagai berikut :
(1) Bagaimana efektivitas kebijakan pengelolaan PT dewasa ini ?
Pemerintah selama ini telah berupaya untuk merumuskan dan
melaksanakan berbagai kebijakan pengelolaan guna memanfaatkan PT yang
berkelanjutan dan mensejahterakan nelayan. Namun sejauh mana upaya tersebut
bermanfaat bagi nelayan masih perlu untuk dikaji. Seiring dengiui kewenangan
daerah dalam pengelolaan PT sesuai undang-undang No. 22 yang memberi ruang
lebih luas bagi pelayanan publik dan partisipasi masyarakat yang lebih baik,
maka pennasalahan ke dua yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :
(2) Bagaimana tingkat pelayanan publik dalam rangka mewujudkan
pengelolaan PT yang berkelanjutan?
Dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat, Dutton (2003)
menyatakan bahwa stakeholder memiliki perbedaan-perbedaan yang mencakup
perbedaan keinginan, kebutuhan, tatanan ~ l a itingkat
,
pengetahuan, motivasi dan
aspirasi. Perbedaan-perbedaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan
memicu tejadinya konflik, sehingga dikhawatirkan rnenurunkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan PT. Berdasarkan uraian tersebut, maka
pennasalahan selanjutnya yang hendak dicari jawabannya dalam penelitian ini
adalah:
(3) Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam rangka mewujudkan
pengelolaan PT yang berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1)
Menganalisis efektivitas kebijakan pengelolaan PT pada masa transformasi
dari sentralistik ke desentralistik ditinjau dari perspektif pembangunan
perikanan yang berkelanjutan.
(2) Menganalisis tingkat pelayanan publik dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan PT yang berkelanjutan.
(3)
Menyusun altematif kebijakan dan pola pengelolaan PT terdesentralistik
yang berkelanjutan.
1.4 Hipotesis
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka hipotesis yang hendak diuji
adalah: (1)
Pelaksanaan kebijakan pengelolaan PT dewasa ini efektif dalarn
mewujudkan pembangunan PT yang berkelanjutan.
(2)
Kebijakan desentralistik berdampak positif terhadap tingkat pelayanan
publik dan partisipasi masyarakat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan berbagai
pihak yang berkompeten dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi pengelolaan
PT, khususnya berupa:
(1) Alat penunjang keputusan bagi Pemerintah pusat (Departemen Kelautan dan
Perikanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehutanan dan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup) dan daerah (BAPPEDA, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk menetapkan
kebijakan dalam perencanaan pembangunan PT yang berkelanjutan.
(2) Kontribusi berupa pendekatan baru dalam pola kebijakan pengelolaan PT
terdesentralistik yang berkelanjutan.
2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori Kebijakan
Kebijakan pengelolaan (policy management) merujuk pada upaya atau
tindakan yang sedemikian rupa (deliberate way) untuk menangani isu kebijakan
dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang ti&
terpisahkan dari kebijakan pengelolaan (De Coning, 2004). Selanjutnya Abidin
(2004) menyatakan bahwa kebijakan yang dianggap resmi adalah kebijakan
pemerintah yang mempunyai kewenangan dan dapat memaksa masyarakat untuk
mematuhinya dimana dibuat sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dapat mempengaruhi keseluruhan proses kebijakan
dimulai dari perurnusan, pelaksanaan sampai pada penilaian kebijakan. Lebih
lanjut Thomas Dye dalam Abidii (2004) menyatakan bahwa kebijakan
merupakan-pilihan pemerintah untuk melakukan atau ti&
melakukan sesuatu
(whatever government chooses to do or not to do). Menurut Weimer et.al. (1998)
produk dari analisis kebijakan adalah berupa saran (advice). Kebijakan secara
umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu kebijakan mum, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis.
Kebijakan umum antara lain mengambil bentuk Undang-undang atau
Keputusan Presiden. Kebijakan p e l h a a n adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum antara lain berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah.
Sedangkan kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan tersebut. Secara m u m dapat disebutkan bahwa kebijakan
umum adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan
tingkat kedua dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ketiga atau yang
terbawah.
Selain dari perbedaan cakupan, juga terdapat perbedaan isi atau tekanan
masing-masing kebijakan. Kebijakan umum lebii banyak berkenaan dengan isuisu strategis dan sedikit unsur teknis. Kebijakan pelaksanaan memiliki unsur
strategis dan teknis yang berimbang. Kebijakan teknis, yang dominan adalah
unsur teknis dan sedikit isu strategis. Strata kebijakan publik menurut Abidin
(2004)diilustrasikao pada Gambar 1 berikut:
Garnbar 1. Strata kebijakan publik (Weimer and Vining, 1998)
Weimer and Vining (1998) menyatakan bahwa analisis kebijakan
menghasilkan saran yang berorientasi pada pengguna berkaitan dengan
keputusan-keputusanpublik bedasarkan nilai-nilai sosid. Lebih Ianjut dinyatakan
b&wa analisis k e b i j h dapat didekati dengan lima perspektif yang berbeda:
Academic social science research, Policy research, Classical planning, The
"Old"public adminisiration, Journalism, d an Policy analysis seperti pada TabeI
1 berikut ini :
Tabel 1. Policy Analysis berdasarkan perspektif
Major Objraive
"Clial"
Common Slyk
Thne Conrminb
I C o n s m thmriw I Truth" m defined I Rigorous mefhodli I Rarely extcmal
A d m i c S0ci.l
S c h aRaartb
for "&astanding
by the disciplines;
society
other d o I a n
for consrmcfing
and t&ng
time comtnintr
Geaenl
WUha,
I OAcn inclevant to
information nad
todkirionmalc
thwria: usually
rempstivc
Prrdia impacB of
changes in
variables that can
Poliq R a a m b
Aeton in Ur
Application of
Sometima
Difficulty in
policy amw the
related dirciplina
formal
deadline p a s u n ,
mlating
memodolw to
perhaps mitigated
findrngr into
be almed by
policy- rcl-t
by i n w
govmurmt &o
public palicy
qucstiom:
rceurrcncc
prediction of
conscquenca
Dcfining and
"public i n h a "
Establ'bhed rules
achieving
aspmfusiaully
andpmfasianal
fimeprpsun
in p l m whcn
Cluaial
kinbkfutun
ddvKd
n m ;
kauscdea* with
political p c e s e
Phmbg
smteofsocisty
rpsifiution of
long-tmn fume
iwnd
Little immsdilte
Wishful thinking
gmls and
objdvc
TLe "OW h b l k
Admtaktntiw
Efficient
'public i n m a r
Managerial and
sxaution of
m anbodied in
legal
Time pressure tied
Exclusion of
m mutine dceiiim
almativcs
pmgrana
making such as
memal to
caablirhcd by
political pacssa
budgst cycles
pogram
Focusing public
Jaortulirm
OaKI.l public
atfention on
Dcscripcrika~n
Sbong dcadlinc
Lack oflnalylical
tangkapive
pressure-mikc
deprikm
whik iuue is
tan&ph and
bahlcc
~~poblanr
Pollcyhlysir
.
System&
Spsific p e m or
Synthesis of
topical
S k n g deadline
com@onmd
~ a l & of
inni(ufions,
cxidngraearch
pprm
han client
decision maker
and theory to
mpletion of
orisntstion Md
pndict
mnscquenca of
~faroiving
alternative polieia
@is
usually
lidto specific
dabion
time p a s u n
aVILil.Mc m public
allmmthw
Myopia resulting
social p o b h
Sumber :Weimer and Vining (1998)
Berdasarkan Tabel 1 tersebut di atas, Weimer and Vining (1998)
mendefinisikan analisis kebijakan sebagai proses atau kegiatan mensintesa
informasi, termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi
disain kebijakan publik. Menurut Weimer and Vining (1998), analisis kebijakan
(policy analysis) berbeda dengan penelitian kebijakan (policy research).
Perbedaan utama terletak pada obyek tujuan, klien, metode, penyajian dan jadwal
perbedaan ini terutama terletak pada klien, yang mana klien analisis kebijakan
adalah pengambil keputusan spesifik perorangan dan organisasi (spesijic client
oriented), sedangkan klien penelitian kebijakan tidak bersifat spesifik, yaitu
semua pihak yang berkepentingan baik pengambil keputusan, ilmuwan, maupun
masyarakat umum.
Tabel 2. Perbandingan karakteristik penelitian dan analisis kebijakan
iterjemahkan kedalam "bahasa"
pengambil kebijakan dan tidak ada
engambil kebijakan, hasilnya sesuai
kebutuhan pengguna
hubungan langsung peneliti pengguna
Dengan menggunakan dikotomi Laswell (1970) dalam Abidin (2004),
penelitian kebijakan berorientasi kepada pengetahuan mengenai perumusan
kebijakan (knowledge of policy making), sedangkan analisis kebijakan lebih
berorientasi pada pengetahuan dalarn perumusan kebijakan (knowledge in policy
making). Selanjutnya menurut klasifikasi Johnson (1986) dalam Abidin (2004),
ourput penelitian kebijakan adalah pengetahuan deskriperikanan tangkapif
(descripfive knowledge) yang bersifat obyektif, sedangkan output analisis
kebijakan adalah pengetahuan preskriptif (prescriptive knowledge) yang bersifat
normatif mengenai kebijakan publik, gabungan dari ilmu pengetahuan "tentang"
dan "dalam" perumusan kebijakan ini disebut ilmu kebijakan (policy science).
Hogwood clan Gunn (1984) membagi dua proses perumusan suatu
kebijakan, yaitu: studi kebijakan (policy sfudies) dan analisis kebijakan (policy
analysis). Studi
kebijakan dipergunakan untuk
menggambarkan proses
pengetahuan tentang suatu kebijakan atau proses kebijakan itu sendiri. Didalam
studi kebijakan terdapat beberapa aktivitas yaitu: studi isi kebijakan (policy
content), studi proses kebijakan (policy process), studi output kebijakan (policy
output), dan studi evaluasi kebijakan
I
Information for policy making
Advocacy
content
process
Advocacy
output
-
I
I
I
I
Policy studies (knowledge of policy and the policy
process)
Analyst as
political actor
Political
actor as
analyst
Policy Analysis (knowledge in policy process)
Gambar 2. Bentuk-bentuk penyusunan kebijakan publik (Hogwood and Gunn,
1984)
Content analysis mempakan teknik penelitian guna memperoleh
pemahaman secara sistimatik dan obyektif dalam melakutan identifikasi karakter
tertentu dalam suatu kebijakan (Content analysis is any research technique for
making inferences by systematically and objectively identzfLing speczped
characteristics within text). Tahapan yang dilakukan meliputi: (1) Menyeleksi
topik dan membuat kategori, (2) Mengkaji dan memberi kode pada topik yang di
seleksi sesuai dengan tujuan perumusan masalah penelitian, (3) Melakukan
pengecekan terhadap validitas dan reabilitas dari topik, bila diperlukan kembali
ke tahap sebelumnya, ( 4 ) Mengkaji dan mebuat kode atau pengelompokan dari
semua topik, (5) Melakukan analisis, (6) Melakukan perbandingan dengan fakta
lain dan (7) Melakukan interpretasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa landasan pokok
waktu sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Secara umum dapat dikatakan bahwa
dari content analysis adalah melakukan pemfokusan secara selektif (selective
;
;
;
reduction) kedalam beberapa kategorikelompok yang terdiri dari kata,
sekumpulan kata-kata atau h e dimana peneliti &pat mendalami. Kata-kata
spesifik atau pola dikaitkan dengan pertanyaan penelitian dan menentukan tingkat
analisis serta kesimpulan umum (Palmquist, 2004).
2.2 Kebijakan Desentralistik
Ditinjau dari etimologi, kata desentralistik berasal dari bahasa latin, yaitu
"dewdan "cenhum". "De" artinya "Lepas" dan "centrum"artinya "pusat". Dengan
demikian arti kata desentralistik adalah melepaskan dari pusat. World Bank
(2001) memberi batasan desentralistik adalah p e n g a l i i kewenangan dan
tanggung jawab fungsi publik dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal atau
organisasi pemerintah independen semua. Sedangkan berdasarkan pada ketentuan
urnum UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, desentralistik adalah
penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom daiam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya yang dimaksud daerah
otonom dalam ketentuan umum tersebut adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut pmkarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan desentralistik setidaknya membawa berbagai implikasi penting
diantaranya adalah terhadap kelembagaan, pengelolaan sumberdaya perikanan
serta partisipasi masyarakat. Melalui otonomi diharapkan lembaga pemerintah
mampu merumuskan tugas, h g s i dan kewenangannya dengan baik sehingga
mampu melayani masyarakat dengan baik. Selain itu, melalui desentralistik
diharapkan juga terjadi pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan.
World Bank (2001) melihat bahwa desentralistik dapat memberikan manfaat
dalam bentuk peningkatan partisipasi masyarakat dan kualitas pelayanan publik.
Partisipasi masyarakat akan tejadi apabila masyarakat nelayan dapat memainkan
W
y
a (role) secara jelas, memperoleh k e a d i h (equityl, akses dan kontrol
terhadap sumberdaya.
Menurut Osborne dan Gaebler (2001) terdapat 4 (empat) manfaat
desentralistik ditinjau dari segi kelembagaan, yaitu: (1) Lembaga yang
terdesentralistik jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralistik. Artinya
lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan
kebutuhan pelanggan yang berbeda, (2) Lembaga yang terdesentralistik jauh lebih
efektif dari pada tersentralisasi. Artinya pegawai atau organisasi yang
terdesentralistik paling dekat masalah dan peluang publik yang dapat mencirikan
perikanan tangkap dengan solusi terbaik, (3) Lembaga yang terdesentralistik jauh
lebih inovatif dari pada lembaga yang tersentralisasi, dan (4) Lembaga yang
terdesentralistik menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi.
World Bank (2001) melihat manfaat desentralistik dari segi paiisipasi
masyarakat dan kualitas pelayanan publik, seperti :(1) Partisipasi luas masyarakat
dalam aktivitas sosial, ekonorni dan politik, (2) Memotong prosedur birokrasi
yang kompleks dan meningkatkan sensitivitas aparatur pemerintah terhadap
kondisi lokal, (3) Melibatkan partisipasi yang luas berbagai pemakilan
masyarakat dari berbagai kelompok etnis, agama dan budaya dalam proses
pengambilan keputmap publik, (4) menghasilkan program pelayanan publik yang
lebih kreatif, inovatif dm responsif karena melibatkan partisipasi masyarakat, (5)
memberi peluang pa& masyarakat dalam mengawasi program publik dan (6)
pelayanan p u b l i yang lebih efisien, merata dan efektif.
2 3 Evaluasi Efektivitas Kebijakan
Efektivitas menduduki posisi sentral dalam evaluasi kebijakan. Pertanyaan
pokok yang sering muncul dalam evaluasi kebijakan adalah "Apakah kebijakan
ini atau itu bejalan dengan baik?". Gysen (2002) mengelompokkan pertanyaanpertanyaan yang terkait dengan efektivitas suatu kebijakan kedalam tiga kategori,
yaitu:
-
-
Pertama, pertanyaan dapat berbentuk desbiperikanan tangkqiif. P m y a a n
ini berkenaan atau berhubungan dengan apa yang terjadi.
Kedua, m y a a n yang terkait dengan asal muasal. Pada kategori ini,
pertanyaannya tidak hanya terkait dengan apa yang terjadi, tetapi juga
berusaha untuk memahami latar belakang terjadinya, pe~bahan-pembahan
yang muncul dan lain-lain sebagai akibat dari munculnya suatu kebijakan.
-
Ketiga, pertanyaan dapat berbentuk normatij: Pertanyaan dalam kategori ini
berkutat disekitar kepuasan terhadap suatu kebijakan, seperti apakah
implementasi kebijakan memberikan hasil yang memuaskan?
Sedangkan menurut Sprinz dalam Joos et al. (2004), efektivitas dapat
dinilai dengan membandingkan pencapaian saat ini dengan pencapaian kondisi
idealnya. Secara umurn kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik digambarkan
pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Kriteria evaluasi kebijakan
Tipe Kriteria
Pertanyaan
Ilustrasi
Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan telah Unit pelayanan
dicapai
Efisiensi
Seberapa banyak usaha diperlukan Unit biaya, Manfaat bersih,
untuk mencapai basil yang diinginkan Rasio cost-benefir
Kecukupan
Seberapa jauh pe~capaianbasil yang Biaya tetap
diinginkan memecahkan masalah
tetap
Perataan
I Apakah biaya manfaat didistribusikan
Efekivitas
Kriteria Pareto, Kriteria
dengan merata kepada kelompok- Kaldor-Hicks,
kelompok yang berbeda.
Rawls
Responsivitas
I
Kriteria
Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan survei
kebutuhan, preferensi, atau nilai warga negara
I
kelompok-kelompok tertentu
Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan Program publik
benar-benar berguna atau bernilai
merata dan efisien
hams
Sumber :Durn, 1994
2.4 Pelayanan Publii
Menurut World Bank (2001) terdapat tiga prinsip utama yang melandasi
good governance, yaitu ( 1 ) Akuntabilitas, (2) Transparami, dan (3) Partisipasi
Masyarakat. Akuntabilitas merupakan prinsip yang menjamin bahwa setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan
kebijakan karena pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi publik
melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu, wajar apabila rumusan kebijakan
1
merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency), para pemimpin
politik, teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.
Selanjutnya untuk menilai akuntabilitas, maka alat ukur yang digunakan meliputi:
Job
description
mekanismelstandar
(acuan
pelayanan),
pelayanan,
informasi
produk-produk
KASUS DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH
SUSENO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2004
ABSTRAK
SUSENO. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap, Kasus Pantai
Utara Jawa Tengah. Komisi Pembimbing : Daniel R. Monintja (Ketua),
Budy Wiryawan (Anggota), Tommy Hendra P u m a k a (Anggota)
Pendekatan policy study dan analysis dari Hogwood and Gunn (1984)
terhadap kebijakan pengelolaan Perikanan Tangkap (PT) lingkup intemasional,
nasional dan daerah menunjukkan bahwa pada periode sentralistik dan
desentralistik terdapat 27 aspek dari 30 aspek pengelolaan yang telah diatur.
Memasuki periode desentralistik, terdapat lima dari 16 aspek yang secara
konsisten diatur mulai dari produk hukum intemasional sarnpai daerah.
Selanjutnya dari seluruh aspek yang berhasil dieksplorasi dan yang relevan
dengan pengelolaan PT, terdapat satu aspek yang belum secara eksplisit diatur
oleh hukum intemasional namun terdapat dalam produk hukum nasional, yaitu
pembangunan prasarana perikanan. Dilihat dari seluruh aspek yang diatur oleh
hukum internasional, nasional dan daerah, ditemukan bahwa belum terdapat satu
aspek pun yang telah diatur melalui Perda KabupatenIKota.
Hasil content analysis mengindikasikan bahwa kebijakan pengelolaan PT
cenderung mengarah pada pendekatan rasional. Hasil estimasi menggunakan
Scheafer (1954), untuk kegiatan usaha penangkapan ika? demersal yang
mengoperasikan alat tangkap arad baik di Kota Tegal dan Kabupaten Pekalongan
menunjukkan terjadinya overfshing. Kondisi ini disebabkan jumlah nelayan yang
menggunakan alat tangkap ini relatif banyak dan tingkat upaya penangkapan
yang tinggi. Artinya, kebijakan pengelolaan PT dilaksanakan tanpa control yang
memadai. Sehingga pelaksanaan kebijakan dengan paradigma rasional selama ini
tidak efektif dalam mendukung terwujudnya pengelolaan PT yang berkelanjutan.
Kondisi overfishing dan tingkat upaya yang tinggi berpotensi memicu konflik
antar nelayan (internal allocation). Alternatif strategi perencanaan yang diolah
dengan A'WOT, menunjukkan bahwa kebijakan pengelolaan PT terdesentralistik
(P2T2)menjadi prioritas pertama.
Berdasarkan temuan penelitian bahwa partisipasi masyarakat dan
pelayanan publik cenderung membaik pada periode desentralistik, maka
pendekatan co-management yang dimulai pada tahap Consultative (Pomeroy,
1997) dapat dipertimbangkan. Pelayanan publik melalui Dinas setempat masih
diharapkan untuk mengumpulkan dan menyediakan informasi tentang sumber
daya, serta memfasilitasi perencanaan dan penyusunan kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap demersal setempat. Selain itu, Dinas diharapkan dapat berperan
untuk menyeimbangkan paradigma konservasi, rasional dan sosial dan berbagai
tahapan termasuk proses resolusi konflik guna mencapai solusi konflik
Kebijakan pengelolaan PT kedepan harus dilaksanakan pemerintah daerah
melalui pembuatan kebijakan pelaksanaan bempa Peraturan Pemerintah (Perda).
Kebijakan pelaksanaan (pemerintah pusat dan daerah) hendaknya konsisten
dengan kebijakan umum. Pemerintah daerah hendaknya mengurangi kebijakan
yang berorientasi eksploitasi (rasional) dan memperkuat kebijakan yang
berorientasi pada konservasi dan sosial melalui pembuatan Perda. Pemerintah
pusat hendaknya lebih memfokuskan pada kebijakan yang bersifat strategis dan
umum daripada teknis.
ABSTRACT
SUSENO. Policy Analysis on Capture Fisheries Management, Case of
Northern Coast of Central Java. Under the direction of Daniel R. Monintja
(Chairperson), Budy Wiryawan (Members), Tommy Hendra Purwaka
(Members)
Pursuant to the policy study and analysis of Hogwood and Gunn (1984) to
all policies on Capture Fisheries Resource Management or Perikanan Tangkap
(PT), showed that during centralistic and decentralist period from 30 management
aspects there are 27 aspects which have been arranged and three aspects which not
yet been arranged. While entering decentralist period, there are 16 aspects of
national law product arranging, but only five aspects which was consistently
arranged starts from international to regional product.
Hereinafter from entire aspects were explored and relevant to the
management of PT, there is one aspect which is not explicitly set by the
international law but there are in national law product, which is development of
fishery infrastructure. On the contrary there are four aspects which explicitly set
by international policy but not been arranged yet by national policy. Seen from
entire aspect set by international ,regional and national policy, in fact there is no
aspect has been arranged yet Lkough Perda Kabupaten I Kota. Based on content
analysis it is found that fisheries management is tend to apply rational paradigm.
The result of estimation based on Scheafer (1954), both in Kota Tegal and
Kabupaten Pekalongan indicated that capture business activity of demersal fish by
using Arad fishing gear is not profit able anymore due to overfishing. This
indicate that the management of PT during the time was not effective in
supporting the sustainable of management of PT, and also can trigger conflict
(internal allocation). The alternatives decentralized strategic planning analyzed by
A'WOT, indicate that decentralized PT management policy (P2T2) should be
given as the fisrt priority.
Based on the findings that people participation and public service are tend
to improve in the period of decentralistic, co-management can be considered as an
approach through "consultative" lader (Pomeroy, 1997). Role of District1
Municipal office of Marine Affairs and Fisheries is still expected to gathering and
provide information concerning the resource, exercing the management planning
and policy and initiate concepts for local PT management for the arad fisheries. In
addition, the Office is also expected to balance the conservations, social and
rational paradigm and various steps including conflict resolution process.
PT management policy in the future legalized by Perda has to be executed
by local government through implementation policy. The technical policy (central
and regional government) should be consistent with the umbrella policy. Local
government shall lessen the exploitation oriented policy and strengthen the policy
which orienting to social and conservation, through Perda. The central
government should be more focused on the umbrella of policy rather than
technical policy.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya "Analisis Kebijakan
Pengelolaan Perikanan Tangkap: Kasus di Pantai Utara Jawa Tengah"
adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Suseno
C54260140414
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP :
KASUS DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH
SUSENO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi
:
Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap
: Kasus di Pantai Utara Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
:
Suseno
NRP
:
C5260140414
Program Studi
:
Teknologi Kelautan
Disetujui,
Prof. Dr. Daniel R. Monintia
Ketua
Dr. Tommy H. Purwaka. SH.LLM
Anggota
Anggota
Diketahui,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Tanggal ujian: 15 Oktober 2004
Tanggal lulus:
3 1 DEC
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 10 Desember 1959 sebagai
anak pertama dari Bapak Ukak Sukoyono dan Ibu Endang Sarwilis. Penulis
menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Malang pada tahun
1978 dan melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya
Malang, ldus tahun 1984. Tahun 1996 Penulis melanjutkan pendidikan Strata 2
pada Program Pascasarjana Universitas Trisakti Jakarta dan selesai pada tahun
1998. Selanjutnya tahun 2001 Pendis mengikuti Program Strata 3/Teknologi
Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 1984 setelah Penulis menyelesaikan studi Studi S1, Penulis
bekerja pada Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Perikanan Departemen
Pertanian. Pada tahun 1990 Penulis memperoleh kesempatan bekerja pada
Planning Division, United Nations Food and Agriculture Organization, Roma,
Italia. Selanjutnya pada tahun 2000 Penulis bekerja pada Inspektorat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan hingga sekarang.
Penulis menikah dengan Anita Karmelia pada tahun 1981 dan telah
dikarunia dua orang putri yaitu Shinta Meirina Hapsari yang lahir pada 9 Mei
1982 di Malang dan Gendis Asri Mailundi yang lahir pada 28 Mei 1990 di
Jakarta.
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas perkenanNya
sehingga desertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing yaitu Prof Dr Daniel R Monintja MSc sebagai Ketua Komisi
yang telah sangat tulus ikhlas mengorbankan waktunya yang sangat berharga baik
siang maupun malam dalarn membangkitkan motivasi dan membimbing Penulis
dalarn persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian disertasi. Kepada Dr.Ir.Budy
Wiryawan M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang telah merelakan
seluruh pustaka di rumah beliau dipinjarnkan dan secara proaktif memperjuangkan
waktu luang untuk terbang dari Kalimantan Timur ke Jakarta guna membimbing
dan membantu persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian disertasi
. Kepada Dr
Tommy H.Purwaka SH,LLM sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang telah
memberikan inspirasi, dan bimbingan selama persiapan, pelaksanaan dan
penyelesaian disertasi. Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada
Dr. Purwito M MSc , Prof Dr. Ir. S.Budi Prayitno MSc, dan Dr Ir. Subhat
Nurhakim MSc yang telah mengorbankan waktunya yang sangat berharga untuk
membantu Penulis menyelesaikan disertasi. Kepada Drs Nuroto, Sdr Turhadi, Ir
Ari Sulaksono,
dan pam sahabat yang telah mengupayakan begitu banyak
dukungan di lapangan selarna Penulis melakukan penelitian. Kepada kedua
orangtua ,me-
Penulis, dan Anita Karmelia ( isteri), Shinta Meirina Hapsari
(anak) dan Gendis Asri Mailundi (anak) yang mendoakan dan telah berkorban
sedemikian besarnya demi selesainya studi Penulis.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih menyimpan banyak
kekurangannya,untuk itu kritik maupun saran sangat diperlukan untuk
penyempumaan dimasa mendatang.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.
DAFTAR IS1
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................
ABSTRACT ..........................................................................................
SURAT PERNYATAAN .....................................................................
RZWAYAT HIDUP ..............................................................................
PRAKATA ............................................................................................
DAFTAR IS1 ........................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
...........................................................................
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Identifikasi dan Perumusan Masalah ...............................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
..
Hipotesis Penelitian...........................................................................
..
Manfaat Penelit~an...........................................................................
2 LANDASAN TEORI
..
......................................................................
2.1. Teori Keb~jakan.........................................................................
2.2. Kebijakan Desentralistik ...........................................................
2.3. Evaluasi Efektivitas Kebijakan ..................................................
2.4. Pelayanan Publik .......................................................................
2.5. Partisipasi Masyarakat ..............................................................
2.6. Pengelolaan Perikanan Tangkap ...............................................
2.6.1. Paradigma konservasi ......................................................
2.6.2. Paradigma rasional ..........................................................
2.6.3. Paradigma sosial/komunitas ............................................
2.7. Maximum Sustainable Yield/MSY ............................................
2.8. Pendekatan bio-ekonomi dalam Analisis Perikanan Tangkap ..
2.9. Pembangunan Berkelanjutan .....................................................
viii
I
..
11
...
111
vi
vii
viii
xi
...
xlll
xv
1
1
1
4
4
4
3 METODOLOGI
.............................................................................
..
................................................................
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................
3.3. Pengumpulan Data ....................................................................
3.1. Rancangan Penelltian
3.4. Analisis Data ............................................................................
3.4.1. A'WOT ...........................................................................
3.4.2. Analisis AHP (Analysis Hierarchy Procces) ..................
3.4.3. Analysis SWOT
..............................................................
3.4.4. Estimasi hasil tangkapan maksimum lestari dengan
menggunakan Model Produksi Surplus ..........................
.............................
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kota Tegal .................................................................................
.
4.1.1. Letak geografis ...............................................................
4.1.2. Penduduk dan mata pencaharian .....................................
.......................................
4.2. Kabupaten Pekalongan ..............................................................
4.1.3. Dinas Pertanian dan Perikanan
4.2.1. Letak Geografis ...............................................................
4.2.2. Penduduk dan mata pencaharian .....................................
4.2.3. Dinas Kelautan dan Perikanan ........................................
4.3. Perkembangan Produksi .............................................................
.....................................................
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan Perikanan Tangkap ...............................................
5.1.l . Kebijakan intemasional ..................................................
5.1.2. Produk hukum nasional ..................................................
5.1.3. Produk hukum daerah .....................................................
5.2. Kondisi Sumberdaya clan Status PT Optimal............................
5.2.1. Kondisi sumberdaya perikanan saat ini ..........................
5.2.2. Effort optimal dan status sumberdaya ikan optimal .......
5.2.2.1. Estimasi dan perhitungan effort dun CPUE .......
5.3.Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap .................
5.4. Analisis A'WOT Terhadap Pengelolaan PT .............................
5.4. Strategi pengelolaan PT .....................................................
5.5. Kebijakan pengelolaan PT .................................................
5.5.Pelayanan Publik dan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan
PT ..............................................................................................
5.5.1. Pelayanan Publik ............................................................
5.5.1.1. Periode sentralistik ............................................
5.5.1.2. Periode desentralistik ........................................
5.5.2. Pelayanan masyarakat ....................................................
5.5.2.1. Perode sentralistik .............................................
5.5.2.2. Perode desentralistik .........................................
5.6. Pola Perencanaan Perikanan Tangkap ......................................
......................................................
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesirnpulan ...............................................................................
6.2. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
...:.......................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Policy Analysis berdasarkan perspektif ...............................
7
2. Perbandingan karakteristik analisis dan penelitian kebijakan ..........
8
3. Kriteria evaluasi kebijakan ..............................................
12
4. Tipologi partisipasi masyarakat .......................................................
14
5. Indikator pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap ..............
29
6. Skala angka perbandingan Saaty ......................................................
41
7. Nilai acak konsistensi .......................................................................
43
8. Kerangka analisis yang dipakai dalam Analisis SWOT ..................
45
9. Pengelompokan kebijakan pengelolaan PT berdasarkan periode
penerbitan ......................................................................................
59
10. Aspek pengelolaan berdasarkan periode kebijakan ..........................
66
11. Pengelompokan kebijakan pengelolaan PT berdasarkan cakupan
wilayah dan paradigma pengelolaan................................................
67
12. Perkembangan produksi perikanan laut di lokasi penelitian tahun
1997.2001 ........................................................................................
69
13. Perkembangan nilai produksi perikanan laut di lokasi penelitian ...
.............................................................. :................
t a h 1997-2001
~
14. Perkembangan jumlah RTF' di lokasi studi tahun 1997-2001 ..........
70
70
15. Perkembangan jenis alat tangkap di Kabupaten Pekalongan tahun
1998-2002 ......................................................................................
71
16. Perkembangan jenis alat tangkap di Kota Tegal tahun 1998-2002..
72
17. S p e s i f h i jaring berkantong yang diperbolehkan dan jaring arad .
76
18. Pennasalahan konflik antar alat tangkap dan alternatif
pemecahannya ..................................................................................
80
19. Produksi aktual. upaya aktual. upaya optimal dan MSY di Kota
Tegal ...............................................................................................
82
20. Produksi Aktual. upaya aktual. upaya optimal dan MSY di
Kabupaten Pekalongan ....................................................................
84
21 . Hasil identifikasi unsur-unsur SWOT ...............................................
88
22. Distribusi persepsi responden terhadap pelayanan publik pada periode
sentralistik di lokasi penelitian ........................................................
94
23. Distribusi persepsi responden terhadap pelayanan publik pada
periode desentralistik di lokasi penelitian .........................................
95
24. Pelayanan publik pada periode sentralistik dan desentralistik di
..
lokasi penelltian ................................................................................
96
25. Distribusi tingkat partisipasi nelayan periode sentralistik.................
97
26. Distribusi tingkat partisipasi nelayan pada era desentralistik ...........
98
27. Partisipasi nelayan pada periode setralistik dan desentralistik
di lokasi penelitian ..........................................................................
98
28. Perencanaan program pola P2T2 .....................................................
103
DAFTAR GAMBAR
Halaman
..
1. Strata kebijakan publik ....................................................................
6
2. Bentuk-bentuk penyllsunan kebijakan publik
(Hogwood and Gunn. 1984) ............................................................
9
3. Pengaturan use rights dalam pengelolaan perikanan tangkap .........
16
4 . Klasifikasiproperty right .................................................................
16
5. Paradigma pengelolaan sumberdaya perikanan
...............................
17
6. Tangga co-manajemen (ladder of co management) ........................
20
.............................................
23
7. Hubungan produksi lestari dan upaya
8. Hubungan manfaat dan biaya dengan upaya ....................................
24
9. Hubungan upaya penangkapan ikan terhadap populasi ikan .................
27
........................................................
11. Bagan a h proses penelitian .............................................................
12. Diagram Analisis SWOT .................................................................
33
44
13. Ilustrasi dari beberapa asumsi yang berbeda yang mendasari Model
Scheafer dan Fox .............................................................................
48
10. Kerangka pemikiran penelitian
..
34
14. Peta lokasi penel~tlan.......................................................................
50
15. Peta sedimen permukaan Laut Utara Jawa (Pusat Pengembangan
Geologi Kelautan. 1991)...................................................................
16. Peta bathimetxi Laut Jawa ................................................................
73
74
17. Lokasi konflik jaring arad dengan alat tangkap lainnya di Perairan
Kota Tegal ......................................................................................
77
18. Lokasi konflik jaring arad dengan alat tangkap lainnya di perairan
Kabupaten Pekalongan ....................................................................
78
.........................
79
20. Grafik hubungan antara CPUE dan effort Kota Tegal .....................
81
21.Grafik hubungan catch dan effort Kota Tegal ...................................
82
22 . G d i k hubungan antara CPUE dan effort Kabupaten Pekalongan ...
83
23. Grafik hubungan catch dan effort Kabupaten Pekdongan ..............
84
19. Peta konflik antar alat tangkap di lokasi penelitian
24. Struktur hirarki pengelolaan perikanan tangkap di Kota Tegal
dan Kabupaten Pekalongan .............................................................
91
25. Pola perencanaan pengelolaan perikanan tangkap terdesentralistik
(P2T2)..................................................................................................
105
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tingkat pelayanan publik Tegal periode sentralistik .......................
114
2. Tingkat pelayanan publik Tegal periode sentralistik .......................
115
3. Tingkat pelayanan publik Tegal periode desentralistik ...................
117
4 . Tingkat pelayanan publik Tegal periode desentmlistik ...................
118
5. Tingkat pelayanan publik Pekalongan, periode sentralistik ............
119
6. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode sentralistik ............
120
7. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode desentralistik ........
122
8. Tingkat pelayanan publik Pekalongan periode desentralistik
123
........
9. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik
124
10. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik
125
11. Tingkat pelayanan publik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik 127
12. Tingkat pelayanan pubiik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik 128
13. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik ............................
130
14. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik ............................
132
15. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik
134
........................
16. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik ........................
136
17. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik
139
.............
18. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode sentmlistik .................
19. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik .............
20. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik .............
21 . Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik .
22. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik .
23. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
24. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
25. Hasil uji beda rata-rata antara Tegal dan Pekalongan .....................
26. Hasil uji beda rata-rata antara kondisi periode sentralistik dan
. .
desentral~stlk ...................................................................................
27 . Pelayanan Publik Pekalongan periode sentralistik ...........................
141
143
145
147
149
151
153
155
155
156
28. Pelayanan Publik Pekalongan periode desentralistik .......................
29. Pelayanan Publik Tegal periode sentralistik....................................
30. Pelayanan Publik Tegal periode desentralistik .................................
31. Partisipasi masyarakat Tegal periode sentralistik.............................
32. Partisipasi masyarakat Tegal periode desentralistik .........................
33 . Partisipasi masyarakat Pekalongan periode sentralistik ...................
34. Partisipasi masyarakat Pekalongan periode desentralistik ...............
35 . Pelayanan Publik Tegal dan Pekalongan periode sentralistik ..........
36. Pelayanan Publik Tegal dan Pekalongan periode desentralistik ......
37. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode sentralistik ...
38. Partisipasi masyarakat Tegal dan Pekalongan periode desentralistik
............
40. Uji Normalitas Data Pelayanan Publik periode sentralistik ............
41 . Uji Normalitas Data Partisipasi masyarakat periode desentralistik....
39. Uji Normalitas Data Pelayanan Publik periode sentralistik
42 . Uji Normalitas Data Partisipasi masyarakat periode desentralistik.
43 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel partisipasi
masyarakat sebelum dan periode desentralistik
..............................
44 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel pelayanan
publik sebelum dan periode desentralistik
......................................
45 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel partisipasi
masyarakat antara Tegal dan Pekalongan ........................................
46 . Hasil Uji Corespondence Analysis (CA) variabel pelayanan
Publik Tegal dan Pekalongan...........................................................
47 . Hasil Analysis SWOT Kota Tegal ...................................................
48 . Hasil Analysis SWOT Kabupaten Tegal ..........................................
49 . Hasil AHP Kota Tegal pengelolaan PT yang berkelanjutan ...........
50. Hasil AHP Kabupaten Pekalongan pengelolaan PT yang
berkelanjutan .....................................................................................
5 1. Struktur kebijakan pengelolaan PT berdasarkan periode ................
52. Peraturan pengelolaan PT ..................................................................
53 . Hasil estimasi perhitungan sumberdaya ikan di Kota Tegal..............
54. Hasil estimasi perhitungan sumberdaya ikan di Kabupaten Pekalongan
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meskipun sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat
renewable namun bukannya tanpa batas. Apabila dieksploitasi terus menerus,
maka sumberdaya ikan dapat berkurang bahkan punah sehingga generasi
mendatang tidak dapat menikmati sumberdaya ikan seperti halnya kita sekarang.
Dewasa ini, dilaporkan bahwa produksi ikan di dunia cenderung menurun. Untuk
itu telah diupayakan oleh banyak pihak melakukan tindakan pengelolaan melalui
berbagai kebijakan pengelolaan perikanan. Kebijakan tersebut diupayakan baik di
tingkat intemasional, nasional maupun daerah.
United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS ) mengatur
ketentuan mengenai eksploitasi dan konsewasi sumberdaya hayati laut dalam ha1
ini sumberdaya perikanan. Agenda 21 yang terdiri atas empat bagian, salah
satunya mengatur pelestarian dan pengelolaan perikanan, khususnya mengenai
pemanfaatan yang
berkelanjutan dan konsewasi
sumberdaya kelautan.
Selanjutnya Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), juga
mengamanatkan bahwa generasi yang akan datang hendaknya dapat ikut
menikmati dan memperoleh manfaat dari sumberdaya perikanan tersebut.
Pengelolaan sektor perikanan tercantum dalam berbagai peraturan
perundangan mulai dari tingkat nasional hingga provinsi clan kabupatenlkota. Pada
tingkat nasional sebagian besar telah ditampung dalam UU No. 9 Tahun 1985
tentang Perikanan, dan pada tingkat Provinsi, KabupatenKota tercantum dalam
Peraturan Daerah. Selain itu guna memberi batas yang jelas kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah telah menerapkan UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahm Daerah. Semua peraturan perundangan itu menjadi
acuan yang penting dalam rangka pengelolaan Perikanan Tangkap (PT).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kebijakan pengelolaan PT selama ini umumnya didasarkan pada konsep
"hasil maksimum yang lestari" (Maximum Sustainable YfeldMSY). Inti dari
konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, sehingga
dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Hasil
pengkajian terakhir Komite Nasional Stock Assessment (1998) yang telah
dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukkan bahwa jumlah
potensi lestarinya adalah sebesar 6,409 juta ton ikdtahun, dengan tingkat
pemanfaatan pada tahun 1998 mencapai 4,069 juta ton ikanltahun (63,49%). Hal
ini menunjukan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi
perikanan nasional. Namun demikian, seyogyanya perlu diperhatikan bahwa
terdapat beberapa daerah penangkapan yang kondisi sumberdaya ikannya telah
melampaui potensi lestarinya (over fishing), yaitu di Perairan Selat Malaka dan
Perairan Laut Jawa.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2003), sebagian besar
(60%) produksi PT di Indonesia diasilkan oleh perikanan skala kecil, yang
banyak menyerap tenaga kerja. Berkaitan dengan ha1 ini terdapat beberapa ha1
yang harus diperhatikan didalam pengelolaan PT, yaitu: (a) Jumlah stakeholder
perikanan adalah banyak, (b) Kebijakan pengelolaan harus dapat diterima oleh
semua stakeholders, (c) Hormati sebanyak mungkin nilai-nilai yang berkembang
di masyarakat, dan (d) Kebijakan hams mempertimbangkan aspek sosial, politik
dan ekonomi.
Cara pandang pengelolaan PT seperti ini pada hakekatnya telah dipahami
oleh sebagian besar masyarakat perikanan Indonesia. Namun kenyataannya
banyak pengelolaan PT yang dijumpai di Indonesia masih berbasis pada
pemerintah pusat (Government Based Management). Dalam pengelolaan seperti
ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai pada pengawasan. Sedangkan kelompok masyarakat pengguna hanya
menerima informasi mengenai produk-produk kebijakan dari pemerintah. Hal itu
menunjukan Lahwa perspektif kebijakan pengelolaan PT di Indonesia khususnya
pada periode sebelum tahun 1999 (sebelum diberlakukannya otonomi daerah)
cenderung didominasi oleh pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan-kebijakan
yang bersifat sentralistik. Pada periode tersebut inisiatif dan partisipasi daerah
dalam pengelolaan PT belum mendapatkan porsi yang sesuai dengan
kewenangannya. Meskipun hams diakui bahwa kebijakan-kebijakan yang bersifat
sentralistik telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi PT.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah secara
jelas mengatur jurisdiksi pemerintah pusat, provinsi dan kebupatenkota dalam
pengelolaan sumberdaya laut. Namun kewenangan Daerah sesuai dengan
undang-undang tersebut masih terbatas pada wilayah pengelolaan dan bukan
sumberdaya di bawah laut. Pemberlakuan undang-undang tersebut membawa
konsekuensi terhadap perubahan : pelayanan publik dan partisipasi masyarakat.
Uraian tersebut diatas, memunculkan pennasalahan yang perlu dijawab
dalam penelitian sebagai berikut :
(1) Bagaimana efektivitas kebijakan pengelolaan PT dewasa ini ?
Pemerintah selama ini telah berupaya untuk merumuskan dan
melaksanakan berbagai kebijakan pengelolaan guna memanfaatkan PT yang
berkelanjutan dan mensejahterakan nelayan. Namun sejauh mana upaya tersebut
bermanfaat bagi nelayan masih perlu untuk dikaji. Seiring dengiui kewenangan
daerah dalam pengelolaan PT sesuai undang-undang No. 22 yang memberi ruang
lebih luas bagi pelayanan publik dan partisipasi masyarakat yang lebih baik,
maka pennasalahan ke dua yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :
(2) Bagaimana tingkat pelayanan publik dalam rangka mewujudkan
pengelolaan PT yang berkelanjutan?
Dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat, Dutton (2003)
menyatakan bahwa stakeholder memiliki perbedaan-perbedaan yang mencakup
perbedaan keinginan, kebutuhan, tatanan ~ l a itingkat
,
pengetahuan, motivasi dan
aspirasi. Perbedaan-perbedaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan
memicu tejadinya konflik, sehingga dikhawatirkan rnenurunkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan PT. Berdasarkan uraian tersebut, maka
pennasalahan selanjutnya yang hendak dicari jawabannya dalam penelitian ini
adalah:
(3) Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam rangka mewujudkan
pengelolaan PT yang berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1)
Menganalisis efektivitas kebijakan pengelolaan PT pada masa transformasi
dari sentralistik ke desentralistik ditinjau dari perspektif pembangunan
perikanan yang berkelanjutan.
(2) Menganalisis tingkat pelayanan publik dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan PT yang berkelanjutan.
(3)
Menyusun altematif kebijakan dan pola pengelolaan PT terdesentralistik
yang berkelanjutan.
1.4 Hipotesis
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka hipotesis yang hendak diuji
adalah: (1)
Pelaksanaan kebijakan pengelolaan PT dewasa ini efektif dalarn
mewujudkan pembangunan PT yang berkelanjutan.
(2)
Kebijakan desentralistik berdampak positif terhadap tingkat pelayanan
publik dan partisipasi masyarakat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan berbagai
pihak yang berkompeten dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi pengelolaan
PT, khususnya berupa:
(1) Alat penunjang keputusan bagi Pemerintah pusat (Departemen Kelautan dan
Perikanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehutanan dan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup) dan daerah (BAPPEDA, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk menetapkan
kebijakan dalam perencanaan pembangunan PT yang berkelanjutan.
(2) Kontribusi berupa pendekatan baru dalam pola kebijakan pengelolaan PT
terdesentralistik yang berkelanjutan.
2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori Kebijakan
Kebijakan pengelolaan (policy management) merujuk pada upaya atau
tindakan yang sedemikian rupa (deliberate way) untuk menangani isu kebijakan
dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang ti&
terpisahkan dari kebijakan pengelolaan (De Coning, 2004). Selanjutnya Abidin
(2004) menyatakan bahwa kebijakan yang dianggap resmi adalah kebijakan
pemerintah yang mempunyai kewenangan dan dapat memaksa masyarakat untuk
mematuhinya dimana dibuat sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dapat mempengaruhi keseluruhan proses kebijakan
dimulai dari perurnusan, pelaksanaan sampai pada penilaian kebijakan. Lebih
lanjut Thomas Dye dalam Abidii (2004) menyatakan bahwa kebijakan
merupakan-pilihan pemerintah untuk melakukan atau ti&
melakukan sesuatu
(whatever government chooses to do or not to do). Menurut Weimer et.al. (1998)
produk dari analisis kebijakan adalah berupa saran (advice). Kebijakan secara
umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu kebijakan mum, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis.
Kebijakan umum antara lain mengambil bentuk Undang-undang atau
Keputusan Presiden. Kebijakan p e l h a a n adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum antara lain berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah.
Sedangkan kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan tersebut. Secara m u m dapat disebutkan bahwa kebijakan
umum adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan
tingkat kedua dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ketiga atau yang
terbawah.
Selain dari perbedaan cakupan, juga terdapat perbedaan isi atau tekanan
masing-masing kebijakan. Kebijakan umum lebii banyak berkenaan dengan isuisu strategis dan sedikit unsur teknis. Kebijakan pelaksanaan memiliki unsur
strategis dan teknis yang berimbang. Kebijakan teknis, yang dominan adalah
unsur teknis dan sedikit isu strategis. Strata kebijakan publik menurut Abidin
(2004)diilustrasikao pada Gambar 1 berikut:
Garnbar 1. Strata kebijakan publik (Weimer and Vining, 1998)
Weimer and Vining (1998) menyatakan bahwa analisis kebijakan
menghasilkan saran yang berorientasi pada pengguna berkaitan dengan
keputusan-keputusanpublik bedasarkan nilai-nilai sosid. Lebih Ianjut dinyatakan
b&wa analisis k e b i j h dapat didekati dengan lima perspektif yang berbeda:
Academic social science research, Policy research, Classical planning, The
"Old"public adminisiration, Journalism, d an Policy analysis seperti pada TabeI
1 berikut ini :
Tabel 1. Policy Analysis berdasarkan perspektif
Major Objraive
"Clial"
Common Slyk
Thne Conrminb
I C o n s m thmriw I Truth" m defined I Rigorous mefhodli I Rarely extcmal
A d m i c S0ci.l
S c h aRaartb
for "&astanding
by the disciplines;
society
other d o I a n
for consrmcfing
and t&ng
time comtnintr
Geaenl
WUha,
I OAcn inclevant to
information nad
todkirionmalc
thwria: usually
rempstivc
Prrdia impacB of
changes in
variables that can
Poliq R a a m b
Aeton in Ur
Application of
Sometima
Difficulty in
policy amw the
related dirciplina
formal
deadline p a s u n ,
mlating
memodolw to
perhaps mitigated
findrngr into
be almed by
policy- rcl-t
by i n w
govmurmt &o
public palicy
qucstiom:
rceurrcncc
prediction of
conscquenca
Dcfining and
"public i n h a "
Establ'bhed rules
achieving
aspmfusiaully
andpmfasianal
fimeprpsun
in p l m whcn
Cluaial
kinbkfutun
ddvKd
n m ;
kauscdea* with
political p c e s e
Phmbg
smteofsocisty
rpsifiution of
long-tmn fume
iwnd
Little immsdilte
Wishful thinking
gmls and
objdvc
TLe "OW h b l k
Admtaktntiw
Efficient
'public i n m a r
Managerial and
sxaution of
m anbodied in
legal
Time pressure tied
Exclusion of
m mutine dceiiim
almativcs
pmgrana
making such as
memal to
caablirhcd by
political pacssa
budgst cycles
pogram
Focusing public
Jaortulirm
OaKI.l public
atfention on
Dcscripcrika~n
Sbong dcadlinc
Lack oflnalylical
tangkapive
pressure-mikc
deprikm
whik iuue is
tan&ph and
bahlcc
~~poblanr
Pollcyhlysir
.
System&
Spsific p e m or
Synthesis of
topical
S k n g deadline
com@onmd
~ a l & of
inni(ufions,
cxidngraearch
pprm
han client
decision maker
and theory to
mpletion of
orisntstion Md
pndict
mnscquenca of
~faroiving
alternative polieia
@is
usually
lidto specific
dabion
time p a s u n
aVILil.Mc m public
allmmthw
Myopia resulting
social p o b h
Sumber :Weimer and Vining (1998)
Berdasarkan Tabel 1 tersebut di atas, Weimer and Vining (1998)
mendefinisikan analisis kebijakan sebagai proses atau kegiatan mensintesa
informasi, termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi
disain kebijakan publik. Menurut Weimer and Vining (1998), analisis kebijakan
(policy analysis) berbeda dengan penelitian kebijakan (policy research).
Perbedaan utama terletak pada obyek tujuan, klien, metode, penyajian dan jadwal
perbedaan ini terutama terletak pada klien, yang mana klien analisis kebijakan
adalah pengambil keputusan spesifik perorangan dan organisasi (spesijic client
oriented), sedangkan klien penelitian kebijakan tidak bersifat spesifik, yaitu
semua pihak yang berkepentingan baik pengambil keputusan, ilmuwan, maupun
masyarakat umum.
Tabel 2. Perbandingan karakteristik penelitian dan analisis kebijakan
iterjemahkan kedalam "bahasa"
pengambil kebijakan dan tidak ada
engambil kebijakan, hasilnya sesuai
kebutuhan pengguna
hubungan langsung peneliti pengguna
Dengan menggunakan dikotomi Laswell (1970) dalam Abidin (2004),
penelitian kebijakan berorientasi kepada pengetahuan mengenai perumusan
kebijakan (knowledge of policy making), sedangkan analisis kebijakan lebih
berorientasi pada pengetahuan dalarn perumusan kebijakan (knowledge in policy
making). Selanjutnya menurut klasifikasi Johnson (1986) dalam Abidin (2004),
ourput penelitian kebijakan adalah pengetahuan deskriperikanan tangkapif
(descripfive knowledge) yang bersifat obyektif, sedangkan output analisis
kebijakan adalah pengetahuan preskriptif (prescriptive knowledge) yang bersifat
normatif mengenai kebijakan publik, gabungan dari ilmu pengetahuan "tentang"
dan "dalam" perumusan kebijakan ini disebut ilmu kebijakan (policy science).
Hogwood clan Gunn (1984) membagi dua proses perumusan suatu
kebijakan, yaitu: studi kebijakan (policy sfudies) dan analisis kebijakan (policy
analysis). Studi
kebijakan dipergunakan untuk
menggambarkan proses
pengetahuan tentang suatu kebijakan atau proses kebijakan itu sendiri. Didalam
studi kebijakan terdapat beberapa aktivitas yaitu: studi isi kebijakan (policy
content), studi proses kebijakan (policy process), studi output kebijakan (policy
output), dan studi evaluasi kebijakan
I
Information for policy making
Advocacy
content
process
Advocacy
output
-
I
I
I
I
Policy studies (knowledge of policy and the policy
process)
Analyst as
political actor
Political
actor as
analyst
Policy Analysis (knowledge in policy process)
Gambar 2. Bentuk-bentuk penyusunan kebijakan publik (Hogwood and Gunn,
1984)
Content analysis mempakan teknik penelitian guna memperoleh
pemahaman secara sistimatik dan obyektif dalam melakutan identifikasi karakter
tertentu dalam suatu kebijakan (Content analysis is any research technique for
making inferences by systematically and objectively identzfLing speczped
characteristics within text). Tahapan yang dilakukan meliputi: (1) Menyeleksi
topik dan membuat kategori, (2) Mengkaji dan memberi kode pada topik yang di
seleksi sesuai dengan tujuan perumusan masalah penelitian, (3) Melakukan
pengecekan terhadap validitas dan reabilitas dari topik, bila diperlukan kembali
ke tahap sebelumnya, ( 4 ) Mengkaji dan mebuat kode atau pengelompokan dari
semua topik, (5) Melakukan analisis, (6) Melakukan perbandingan dengan fakta
lain dan (7) Melakukan interpretasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa landasan pokok
waktu sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Secara umum dapat dikatakan bahwa
dari content analysis adalah melakukan pemfokusan secara selektif (selective
;
;
;
reduction) kedalam beberapa kategorikelompok yang terdiri dari kata,
sekumpulan kata-kata atau h e dimana peneliti &pat mendalami. Kata-kata
spesifik atau pola dikaitkan dengan pertanyaan penelitian dan menentukan tingkat
analisis serta kesimpulan umum (Palmquist, 2004).
2.2 Kebijakan Desentralistik
Ditinjau dari etimologi, kata desentralistik berasal dari bahasa latin, yaitu
"dewdan "cenhum". "De" artinya "Lepas" dan "centrum"artinya "pusat". Dengan
demikian arti kata desentralistik adalah melepaskan dari pusat. World Bank
(2001) memberi batasan desentralistik adalah p e n g a l i i kewenangan dan
tanggung jawab fungsi publik dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal atau
organisasi pemerintah independen semua. Sedangkan berdasarkan pada ketentuan
urnum UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, desentralistik adalah
penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom daiam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya yang dimaksud daerah
otonom dalam ketentuan umum tersebut adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut pmkarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan desentralistik setidaknya membawa berbagai implikasi penting
diantaranya adalah terhadap kelembagaan, pengelolaan sumberdaya perikanan
serta partisipasi masyarakat. Melalui otonomi diharapkan lembaga pemerintah
mampu merumuskan tugas, h g s i dan kewenangannya dengan baik sehingga
mampu melayani masyarakat dengan baik. Selain itu, melalui desentralistik
diharapkan juga terjadi pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan.
World Bank (2001) melihat bahwa desentralistik dapat memberikan manfaat
dalam bentuk peningkatan partisipasi masyarakat dan kualitas pelayanan publik.
Partisipasi masyarakat akan tejadi apabila masyarakat nelayan dapat memainkan
W
y
a (role) secara jelas, memperoleh k e a d i h (equityl, akses dan kontrol
terhadap sumberdaya.
Menurut Osborne dan Gaebler (2001) terdapat 4 (empat) manfaat
desentralistik ditinjau dari segi kelembagaan, yaitu: (1) Lembaga yang
terdesentralistik jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralistik. Artinya
lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan
kebutuhan pelanggan yang berbeda, (2) Lembaga yang terdesentralistik jauh lebih
efektif dari pada tersentralisasi. Artinya pegawai atau organisasi yang
terdesentralistik paling dekat masalah dan peluang publik yang dapat mencirikan
perikanan tangkap dengan solusi terbaik, (3) Lembaga yang terdesentralistik jauh
lebih inovatif dari pada lembaga yang tersentralisasi, dan (4) Lembaga yang
terdesentralistik menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi.
World Bank (2001) melihat manfaat desentralistik dari segi paiisipasi
masyarakat dan kualitas pelayanan publik, seperti :(1) Partisipasi luas masyarakat
dalam aktivitas sosial, ekonorni dan politik, (2) Memotong prosedur birokrasi
yang kompleks dan meningkatkan sensitivitas aparatur pemerintah terhadap
kondisi lokal, (3) Melibatkan partisipasi yang luas berbagai pemakilan
masyarakat dari berbagai kelompok etnis, agama dan budaya dalam proses
pengambilan keputmap publik, (4) menghasilkan program pelayanan publik yang
lebih kreatif, inovatif dm responsif karena melibatkan partisipasi masyarakat, (5)
memberi peluang pa& masyarakat dalam mengawasi program publik dan (6)
pelayanan p u b l i yang lebih efisien, merata dan efektif.
2 3 Evaluasi Efektivitas Kebijakan
Efektivitas menduduki posisi sentral dalam evaluasi kebijakan. Pertanyaan
pokok yang sering muncul dalam evaluasi kebijakan adalah "Apakah kebijakan
ini atau itu bejalan dengan baik?". Gysen (2002) mengelompokkan pertanyaanpertanyaan yang terkait dengan efektivitas suatu kebijakan kedalam tiga kategori,
yaitu:
-
-
Pertama, pertanyaan dapat berbentuk desbiperikanan tangkqiif. P m y a a n
ini berkenaan atau berhubungan dengan apa yang terjadi.
Kedua, m y a a n yang terkait dengan asal muasal. Pada kategori ini,
pertanyaannya tidak hanya terkait dengan apa yang terjadi, tetapi juga
berusaha untuk memahami latar belakang terjadinya, pe~bahan-pembahan
yang muncul dan lain-lain sebagai akibat dari munculnya suatu kebijakan.
-
Ketiga, pertanyaan dapat berbentuk normatij: Pertanyaan dalam kategori ini
berkutat disekitar kepuasan terhadap suatu kebijakan, seperti apakah
implementasi kebijakan memberikan hasil yang memuaskan?
Sedangkan menurut Sprinz dalam Joos et al. (2004), efektivitas dapat
dinilai dengan membandingkan pencapaian saat ini dengan pencapaian kondisi
idealnya. Secara umurn kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik digambarkan
pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Kriteria evaluasi kebijakan
Tipe Kriteria
Pertanyaan
Ilustrasi
Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan telah Unit pelayanan
dicapai
Efisiensi
Seberapa banyak usaha diperlukan Unit biaya, Manfaat bersih,
untuk mencapai basil yang diinginkan Rasio cost-benefir
Kecukupan
Seberapa jauh pe~capaianbasil yang Biaya tetap
diinginkan memecahkan masalah
tetap
Perataan
I Apakah biaya manfaat didistribusikan
Efekivitas
Kriteria Pareto, Kriteria
dengan merata kepada kelompok- Kaldor-Hicks,
kelompok yang berbeda.
Rawls
Responsivitas
I
Kriteria
Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan survei
kebutuhan, preferensi, atau nilai warga negara
I
kelompok-kelompok tertentu
Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan Program publik
benar-benar berguna atau bernilai
merata dan efisien
hams
Sumber :Durn, 1994
2.4 Pelayanan Publii
Menurut World Bank (2001) terdapat tiga prinsip utama yang melandasi
good governance, yaitu ( 1 ) Akuntabilitas, (2) Transparami, dan (3) Partisipasi
Masyarakat. Akuntabilitas merupakan prinsip yang menjamin bahwa setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan
kebijakan karena pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi publik
melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu, wajar apabila rumusan kebijakan
1
merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency), para pemimpin
politik, teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.
Selanjutnya untuk menilai akuntabilitas, maka alat ukur yang digunakan meliputi:
Job
description
mekanismelstandar
(acuan
pelayanan),
pelayanan,
informasi
produk-produk