Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bpr Di Daerah Padat Penduduk Dengan Bpr Di Daerah Jarang Penduduk

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BPR
DI DAERAH PADAT PENDUDUK DENGAN
BPR DI DAERAH JARANG PENDUDUK

SIH MAHARTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan BPR di Daerah Padat Penduduk dengan BPR di
Daerah Jarang Penduduk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Sih Maharti
NIM H24090026

ABSTRAK
SIH MAHARTI. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan BPR di Daerah Padat
Penduduk dengan BPR di Daerah Jarang Penduduk. Dibimbing oleh BUDI
PURWANTO
Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah (1) Menganalisis
kesehatan kinerja BPR di daerah berpenduduk padat dengan BPR di daerah
berpenduduk jarang, (2) Menganalisis perbandingan kinerja keuangan BPR di
daerah padat dengan BPR daerah jarang penduduk (3) Menganalisis variabel
independen (CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, dan BI rate) yang berpengaruh
terhadap variabel dependen (ROA) dengan variabel moderator dan tanpa variabel
moderator. Hasil penelitian menunjukkan kinerja keuangan kedua kelompok BPR

dalam kondisi sehat sesuai kriteria kondisi yang telah ditetapkan. Perbandingan
Hasil uji statistik independent sample t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap kedua kelompok BPR tersebut pada rasio BOPO, dan untuk
ROA terdapat perbedaan pada bulan-bulan tertentu saja. Hasil uji BPR jarang
penduduk menunjukkan kepadatan penduduk memoderasi variabel independen
(NPL dan LDR) dengan vaeriabel dependennya (ROA).
Kata Kunci : BPR Jarang Penduduk, BPR Padat Penduduk, Perbandingan Kinerja,
Rasio Keuangan.

ABSTRACT
SIH MAHARTI. Analysis Performance banking comparison between BPR
groups─at densely populated and less densely populated areas. Supervised by
BUDI PURWANTO.
The purposes of research that want to be achieved are: (1) to analyze the
perfomance wealth of BPR at densely and less densely populated areas, (2) to
analyze the ratio of financial performance at densely and less densely populated
areas, (3) and to analyze independent variables, such as CAR, NPR, LDR, BOPO,
Inflation, and BI rate, which affect dependent variable (ROA) with or without
moderator variable. This research shows that the financial performance between
two BPR groups─at densely populated and less densely populated areas─ is

prosperous corresponding to a fixed criterion. The comparison of independent
sample t-test statistic experiment result shows there are significant differences
between two BPR groups in the ratio of BOPO, and there are also differences in
the ratio of ROA at certain months The result between independent variables
towards dependent variables and moderate variables shows that there is
interaction between independent variables (NPL, LDR) and moderate variables
which affects ROA of BPR at less densely populated areas.
Keywords: BPR groups─at densely populated and less densely populated areas,
Financial Ratio, Performance banking comparison.

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BPR
DI DAERAH PADAT PENDUDUK DENGAN
BPR DI DAERAH JARANG PENDUDUK

SIH MAHARTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini adalah
Manajemen Keuangan, dengan judul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan
BPR di Daerah Padat Penduduk dengan BPR di Daerah Jarang Penduduk.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Purwanto, MM
selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc dan Bapak M.
Syaefudin Andrianto, STP, M.Si sebagai dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang
tua tercinta dan seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya

yang tidak pernah berhenti selama ini. Terima kasih juga diucapkan kepada
sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada (Yustisia Annisa dan Suci Ariyanti).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Sih Maharti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

vi
vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA


5

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

5

Analisis Kinerja Keuangan

6

Capital Adequacy Ratio (CAR)

6

Non Performing Loan (NPL)

6

Loan to Deposit Ratio (LDR)


7

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

7

Retun On Asset (ROA)

7

Inflasi

7

Tingkat Suku Bunga (BI rate)

8

Nilai Tukar Rupiah


8

Penelitian Terdahulu
METODE
Kerangka Pemikiran

8
9
9

Jenis dan Sumber Data

10

Populasi dan Sampel

10

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data


11

Perhitungan Kinerja Keuangan

11

Analisis Statistik Deskriptif

12

Uji Asumsi Klasik

12

Uji Normalitas

12

Uji Multikolinearitas


12

Uji Autokorelasi

13

Uji Heteroskedastisitas

13

Uji Beda Rata-Rata Dua Sampel Independen

13

Analisis Regresi

15

Analisis Regresi Linier Berganda

15

Analisis Regresi dengan Variabel Moderasi

15

Uji Hipotesis

15

Uji F

15

Uji T

16

Determinasi R2

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Gambaran Umum BPR

16

Hasil Analisis Klasik

17

Hasil Uji Normalitas

17

Hasil Uji Multikolinearitas

19

Hasil Uji Autokorelasi

20

Hasil Uji Heteroskedastisitas

20

Hasil Uji Perbandingan

22

Capital Adequacy Ratio (CAR)

22

Non Performing Loan (NPL)

23

Loan to Deposit Ratio (LDR)

24

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

25

Return On Asset (ROA)

26

Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan
Variabel Moderasi

27

Implikasi Manajerial

32

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada daerah padat
penduduk (Yogyakarta) dan daerah jarang penduduk (Sumatra Barat)
Perbandingan rata-rata rasio keuangan BPR di daerah padat penduduk
(Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) (%)
Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi
Hasil Uji Normalitas Dengan Variabel Moderasi
Hasil Uji Multikolinearitas Tanpa Variabel Moderasi
Hasil Uji Multikolinearitas Dengan Variabel Moderasi
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Variabel Moderasi
Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan
Variabel Moderasi BPR Padat
Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan
Variabel Moderasi BPR Jarang

1
3
17
18
19
19
21
28
29

DAFTAR GAMBAR

1.
2.

Kerangka Pemikiran
Hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
dipengaruhi oleh variabel moderator
3. Scatterplot pada BPR Padat Penduduk
4. Scatterplot pada BPR Jarang Penduduk
5. Perkembangan CAR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk
6. Perkembangan NPL BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk
7. Perkembangan LDR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk
8. Perkembangan BOPO BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk
9 Perkembangan ROA BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk
10. Grafik Variabel Independen Terhadap ROA dengan dan Tanpa Variabel
Moderasi BPR Padat Penduduk
11. Grafik Variabel Independen Terhadap ROA dengan dan Tanpa Variabel
Moderasi BPR Jarang Penduduk

9
10
21
21
23
24
25
26
27
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi
Hasil Uji MultikolinearitasTanpa Variabel Moderasi
Hasil Uji AutokolerasiTanpa Variabel Moderasi
Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi
Hasil Uji Beda CAR
Hasil Uji Beda NPL
Hasil Uji Beda LDR
Hasil Uji Beda BOPO
Hasil Uji Beda ROA
Hasil Uji Normalitas dengan Variabel Moderasi
Hasil Uji Multikolinearitas dengan Variabel Moderasi
Hasil Uji Autokolerasi dengan Variabel Moderasi
Hasil Heterokedasitas dengan Variabel Moderasi
Hasil Regresi Linier Berganda dengan Variabel Moderasi

36
36
37
37
38
39
40
41
42
43
44
44
45
46

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya dibandingkan dengan
pulau-pulau lainnya di Indonesia. Yogyakarta adalah salah satu provinsi di pulau
Jawa yang kepadatan penduduknya saat ini berada di peringkat dua setelah
Jakarta. Selain padat penduduknya, Yogyakarta merupakan provinsi yang menjadi
tujuan pariwisata bagi penduduk lokal maupun mancanegara. Pesatnya
pertumbuhan industri pariwisata di Yogyakarta membuat industri dibidang lain
juga secara tidak langsung ikut tumbuh dan menciptakan aktivitas ekonomi.
Adanya aktivitas ekonomi menarik perhatian penduduk asli, maupun luar
Yogyakarta untuk pindah ke daerah tersebut agar mendapatkan pekerjaan maupun
membuka usaha. Dengan terus bertambahnya penduduk Yogyakarta, saat ini
kepadatan penduduknya mencapai 1.084 jiwa per km2, sehingga Yogyakarta dapat
dikategorikan sebagai daerah padat penduduk.
Berbeda halnya dengan kondisi pada daerah di luar pulau Jawa, dengan
sample Sumatra Barat. Perkembangan kondisi di Sumatra Barat mengalami
pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dibandingkan Yogyakarta (Tabel1),
namun hal ini tidak cukup menarik perhatian penduduk luar Sumatra Barat untuk
datang mencari pekerjaan maupun membuat usaha. Hingga saat ini, Sumatera
Barat memiliki kepadatan penduduk yang cenderung lebih sedikit, yaitu sebesar
110 jiwa per km2 dan Sumatra Barat dapat dikategorikan sebagai daerah jarang
penduduk.
Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada daerah padat penduduk
(Yogyakarta) dan daerah jarang penduduk (Sumatra Barat)
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
Tahun
DIY
SumBar Nasional
DIY
SumBar Nasional
2009
4.43
4.28
4.5
4.64
4.39
4.80
2010
4.88
5.94
6.10
5.41
5.67
5.10
2011
5.18
6.29
6.50
5.50
6.46
5.38
2012
5.35
6.33
6.23
3.99
4.76
4.28
2013
5.41
6.18
5.78
6.74
8.83
6.97
2014
5.04
6.10
5.10
5.69
6.93
6.42
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
Tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang berbeda, besarnya inflasi
tiap daerah juga berbeda. Inflasi merupakan meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (continue). Inflasi menyebabkan masyarakat enggan
untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Oleh karena itu, Bank
Indonesia menetapkan tingkat suku bunga (BI rate) yang sesuai sebagai dasar atau
patokan bank umum dan swasta untuk menentukan suku bunga mereka agar
mereka dapat tetap likuid dan menguntungkan. Besarnya tingkat suku bunga (BI
rate) manjadi salah satu faktor bagi perbankan untuk menentukan besarnya suku
bunga yang ditawarkan kepada masyarakat. Suku bunga berpengaruh terhadap

2
keinginan dan ketertarikan masyarakat untuk menanamkan dananya di bank
melalui produk-produk yang ditawarkan. Dampak bagi bank itu sendiri, yakni
dengan semakin banyaknya dana yang ditanamkan oleh masyarakat, akan
meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
kredit dimana dari kredit yang disalurkan tersebut, bank memperoleh profit.
Selain itu, inflasi dapat mengakibatkan perekonomian suatu daerah tidak
berkembang. Untuk mengatasi masalah tersebut di sini BPR memiliki peran untuk
peningkatan perekonomian masyarakat pada sektor ekonomi, terutama
perekonomian mikro. Sesuai peraturan pemerintah tentang BPR berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) merupakan salah satu jenis bank yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana dan menyalurkan kredit khususnya kepada para pengusaha
mikro, kecil, dan menengah.
Perkembangan BPR dapat dilihat dari kinerja BPR dan jumlah BPR yang
ada. Di Sumatra Barat, walaupun kepadatan penduduknya lebih sedikit
dibandingkan Yogyakarta, namun jumlah BPR di Sumatra Barat saat ini lebih
banyak dibandingkan BPR di Yogyakarta. Jumlah BPR pada Sumatra Barat
sebanyak 95 bank dan BPR di Yogyakarta sebanyak 54 bank. Adanya persaingan
antar BPR yang semakin ketat, diperlukan kepercayaan masyarakat agar BPR
semakin maju. Untuk memperoleh kepercayaan masyarakat, BPR memberikan
informasi mengenai kegiatan usaha, produk, dan jasa yang ditawarkan. Namun,
hal itu saja belum cukup untuk memperoleh kepercayaan masyarakat karena
masih adanya asymmetric information, yakni suatu situasi di mana satu pihak
yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat
dibanding pihak lain. Sebagai contoh, BPR biasanya memiliki informasi yang
lebih mengenai keuntungan dan kerugian potensial dari suatu proyek investasi
yang direncanakan dibandingkan dengan debitur. Dengan demikian, debitur tidak
dapat membedakan antara pinjaman yang sehat dan tidak sehat. Untuk mengatasi
hal tersebut, kepercayaan masyarakat juga dapat diperoleh dengan adanya
transparansi terhadap kinerja keuangan.
Penilaian kinerja keuangan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia
mencakup penilaian terhadap faktor Capital, Assets Qualit, Management,
Earning, Liquidity (CAMEL) yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Loan (NPL), Return on Assets (ROA), Biaya Operasional
dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio
(LDR). Kinerja keuangan dari sisi permodalan (capital) yang diwakili dengan
nilai CAR menunjukkan perubahan yang berfluktuatif setiap tahunnya pada BPR
di daerah padat penduduk (Yogyakarta). Sedangkan, CAR BPR di daerah jarang
penduduk (Sumatra Barat) megalami pertumbuhan setiap tahunnya yang
ditunjukkan dengan adanya trend yang meningkat dari 12.99% di tahun 2011
hingga mencapai 15.02% di akhir 2014. Walaupun BPR jarang penduduk
memiliki trend yang meningkat setiap tahunnya, namun nilai rata-rata CAR BPR
di daerah jarang penduduk masih berada di bawah nilai rata-rata CAR BPR di
daerah jarang penduduk (Tabel 2).
Dari aspek kualitas aktiva (asset) diwakili NPL, NPL pada BPR di daerah
padat penduduk mengalami tern penurunan dari 2.18% di tahun 2011 hingga
mencapai 1.88% di akhir 2014. Sedangkan, NPL pada BPR di daerah jarang

3
penduduk mengalami ternd peningkatan dari 1.48% di tahun 2011 hingga
mencapai 2.27% di akhir 2014.
Tabel 2 Perbandingan rata-rata rasio keuangan BPR di daerah padat penduduk
(Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) (%)
Indikator

CAR

NPL

Perkembangan

LDR

Perkembangan

Perkembangan

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

11-Mar
11-Jun
11-Sep
11-Dec
12-Mar
12-Jun
12-Sep
12-Dec
13-Mar
13-Jun
13-Sep
13-Dec
14-Mar
14-Jun

17.08
15.59
15.5
15.79
15.48
14.18
15.46
15.83
15.47
16.64
16.98
17.54
17.88
16.41

12.99
12.65
14.04
13.7
13.87
13.14
13.53
13.68
13.55
13.51
14.25
15.49
15.29
14.95

-1.49
-0.09
0.29
-0.31
-1.3
1.28
0.37
-0.36
1.17
0.34
0.56
0.34
-1.47

-0.34
1.39
-0.34
0.17
-0.73
0.39
0.15
-0.13
-0.04
0.74
1.24
-0.2
-0.34

2.18
2.37
2.3
1.96
1.8
1.75
2.16
1.99
2.05
2.07
2.02
2.06
2.03
1.9

1.48
1.56
1.39
1.21
1.41
1.37
1.54
1.89
2.05
2.12
2.27
1.78
1.92
2

0.19
-0.07
-0.34
-0.16
-0.05
0.41
-0.17
0.06
0.02
-0.05
0.04
-0.03
-0.13

0.08
-0.17
-0.18
0.2
-0.04
0.17
0.35
0.16
0.07
0.15
-0.49
0.14
0.08

89.59
89.34
90.11
93.83
100.63
96.25
89.11
86.95
87.81
88.57
88
84.72
87.04
90.58

81.65
84.84
88.44
87.28
91.06
89.7
87.48
83.86
83.97
88.35
86.95
79.39
80.94
84.41

-0.25
0.77
3.72
6.8
-4.38
-7.14
-2.16
0.86
0.76
-0.57
-3.28
2.32
3.54

3.19
3.6
-1.16
3.78
-1.36
-2.22
-3.62
0.11
4.38
-1.4
-7.56
1.55
3.47

14-Sep

16.4

15.02

-0.01

0.07

1.88

2.27

-0.02

0.27

89.22

82.47

-1.36

-1.94

Rata-rata

16.15

13.98

(0.05)

0.15

2.03

1.75

(0.02)

0.06

90.12

85.39

(0.03)

0.06

Indikator

BOPO
Perkembangan

ROA
Perkembangan

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

Padat

Jarang

11-Mar
11-Jun
11-Sep
11-Dec
12-Mar
12-Jun
12-Sep
12-Dec
13-Mar
13-Jun
13-Sep
13-Dec
14-Mar
14-Jun
14-Sep

81.75
83.05
83.41
83.74
81.21
78.95
79.68
79.56
71.31
67.99
67.51
67.38
65.22
66.64
65.88

77.82
80.04
79.72
83.31
82.21
82.29
84.63
85.83
83.27
82.71
83.73
81.28
84.27
84.47
83.68

1.3
0.36
0.33
-2.53
-2.26
0.73
-0.12
-8.25
-3.32
-0.48
-0.13
-2.16
1.42
-0.76

2.22
-0.32
3.59
-1.1
0.08
2.34
1.2
-2.56
-0.56
1.02
-2.45
2.99
0.2
-0.79

3.54
3.38
3.08
3.12
3.45
3.68
3.46
3.33
3.47
3.88
3.76
3.81
3.82
3.59
3.66

4.73
4.05
4.21
3.26
3.77
3.81
3.18
2.69
2.36
2.57
2.34
2.39
2.08
2.44
2.46

-0.16
-0.3
0.04
0.33
0.23
-0.22
-0.13
0.14
0.41
-0.12
0.05
0.01
-0.23
0.07

-0.68
0.16
-0.95
0.51
0.04
-0.63
-0.49
-0.33
0.21
-0.23
0.05
-0.31
0.36
0.02

Rata-rata

74.89

82.62

(1.13)

0.42

3.54

3.09

0.01

(0.16)

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))
Semakin tinggi profitabilitas BPR, maka semakin baik pula kinerja suatu
bank tersebut. Salah satu rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam
pengukuran kinerja keuangan yaitu ROA. Dari tabel 2 dapat dilihat rata-rata ROA
BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk mengalami fluktuasi dari
triwulan ke triwulan berikutnya. Rata-rata yang dihasilkan ROA BPR padat
penduduk dari tahun 2011 sampai 2014 memiliki trend yang naik, sedangkan

4
ROA BPR jarang penduduk memiliki trend yang menurun. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan persaingan yang ketat antara BPR padat penduduk dengan BPR
jarang penduduk. BPR jarang penduduk yang tadinya memiliki ROA yang lebih
unggul dibandingkan BPR padat penduduk (Maret 2011 - Juni 2012), tetapi pada
akhirnya, nilai ROA BPR jarang penduduk harus berada di bawah BPR padat
penduduk (September 2012 - September 2014).
Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian atau
ketidakcukupan dari proses internal, sumber daya manusia, dan sistem yang gagal
atau dari peristiwa eksternal (Idroes, 2011). Untuk mengantisipasi hal ini, BPR
perlu mengukur kinerja keuangan dengan melihat seberapa besar risiko
operasional yang mungkin akan dihadapi dengan menggunakan rasio keuangan
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Bank yang
memiliki tingkat BOPO yang tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut tidak
menjalankan kegiatan operasionalnya dengan efisien sehingga memungkinkan
risiko operasional yang dimiliki oleh bank akan semakin besar (Amriani, 2012).
Pada tabel 2, selama tahun 2011 rata-rata BOPO BPR di daerah padat penduduk
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan BPR di daerah jarang penduduk.
Akan tetapi, mulai awal tahun 2012 hingga September 2014, nilai rata-rata
BOPOnya mengalami penurunan hingga berada di bawah rata-rata BPR daerah
jarang penduduk.
Berdasarkan tabel 2 nilai rata-rata LDR pada BPR di daerah padat
penduduk cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata LDR pada BPR di
daerah jarang penduduk. LDR menunjukkan aspek liquidity, Semakin tinggi Loan
to Deposit Ratio memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas
bank yang bersangkutan, hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan
untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Sebaliknya, angka LDR yang
rendah menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang rendah dibandingkan dengan
dana yang diterimanya dan menunjukkan bahwa bank masih jauh dari maksimal
dalam menjalankan fungsi intermediasi (Dendawijaya, 2000).
Bank yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah BPR di daerah jarang
penduduk (Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat).
Dengan adanya perbedaan kondisi (kepadatan penduduk, inflasi dan BI rate) dan
kinerja keuangan (CAR, NPL, LDR, BOPO, ROA) pada BPR padat penduduk
dan BPR jarang penduduk agar nasabah merasa aman dalam meminjam dan
menabung uangnya di BPR, peneliti melakukan analisis terhadap kinerja
keuangan BPR yang berada pada daerah padat dan jarang penduduk.

Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah
tigkat kesehatan kinerja keuangan BPR di daerah padat dengan BPR daerah jarang
penduduk?; (2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja
keuangan BPR di daerah padat dengan BPR daerah jarang penduduk?; (3)
Variabel independen (CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate) apasa jakah yang
mempengaruhi variabel dependen (ROA), dengan dan tanpa pengaruh kepadatan
penduduk sebagai variabel moderator?

5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh penelitian ini adalah (1) Menganalisis kesehatan kinerja BPR di daerah
berpenduduk padat dengan BPR di daerah berpenduduk jarang, (2) Menganalisis
perbandingan kinerja keuangan BPR di daerah padat dengan BPR daerah jarang
penduduk (3) Menganalisis variabel independen yang berpengaruh terhadap
variabel dependen (ROA), dengan dan tanpa variabel moderator.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai dan manfaat
kepada berbagai pihak yang membutuhkan terutama bagi masyarakat yang ingin
menyimpan uangnya ke BPR, berguna bagi BPR sebagai masukan yang berarti
terhadap isu yang terjadi dan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam melihat
peluang usaha. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi
atau pedoman untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian sebagai berikut: (1) penelitian ini
menganalisis kinerja keuangan BPR pada daerah padat dan daerah jarang.
Menggunakan beberapa sampel dari BPR DI Yogyakarta sebagai BPR daerah
padat dan BPR Sumatra Barat sebagai sampel BPR daerah jarang; (2) data yang
digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang bersifat kuantitatif
dari tahun 2011 sampai dengan 2014 yang diperoleh dari Pusat Data On-line
Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Data On-line Bank Indonesia (setelah kebijakan
transparansi dilakukan).

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir 2008). Kegiatan
usaha yang dilakukan oleh BPR diatur dalam Undang-Undang Perbankan Nomor
10 Tahun 1998 pasal 13 yaitu meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

6
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bentuk lain.
Sedangkan kegiatan atau usaha yang dilarang bagi BPR berdasarkan
Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 pasal 14 adalah
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing.
3. Melakukan penyetoran modal.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan dalam pasal 13.
(Manurung dan Rahardja 2004).

Analisis Kinerja Keuangan
Berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12
April 2004 mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum. suatu bank
dinyatakan sehat apabila memenuhi kriteria CAMELS. Dari sisi rasio keuangan,
kesehatan bank dapat diukur dari rasio permodalan (capital), rasio aset(asset),
rasio laba (earning) dan rasio likuiditas (liquiditas). Penelitian ini hanya
mengunakan rasio permodalan yang diwakili CAR, rasio aset yang diwakili NPL,
rasio laba diwakili ROA, rasio efisiensi diwakili BOPO, rasio liquiditas diwakili
oleh LDR. Sementara itu, Hendrayanti (2013) mengungkapkan bahwa faktor
eksternal merupakan faktor yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
manajemen bank tetapi faktor tersebut secara tidak langsung memberikan efek
bagi perekonomian yang akan berdampak juga pada kinerja lembaga keuangan
bank. Faktor eksternal yang digunakan diantaranya adalah inflasi, suku bunga, dan
nilai tukar rupiah.

Capital Adequacy Ratio (CAR)
Tingginya CAR dapat melindungi nasabah sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan nasabah terhadap bank. Jika nilai CAR tinggi berarti bahwa bank
tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan
tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank
(ROA) yang bersangkutan (Dendawijaya,2010). Taswan (2010) Semakin tinggi
rasio CAR mengindikasikan bank tersebut semakin sehat permodalannya.
Pemenuhan CAR minimum 8% mengindikasikan bank mematuhi regulasi
permodalan.

Non Performing Loan (NPL)
Menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005) semakin tinggi rasio ini maka
akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Berdasarkan Surat Keputusan DIR BI Nomor
30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1998 adalah NPL < 5% yang termasuk dalam
bank sehat.

7
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004 batas aman dari LDR suatu bank berkisar antara 85% dan 100%.
Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bank itu semakin agresif likuiditasnya,
sebaliknya semakin kecil rasio ini juga semakin besar dana pihak ketiga yang
tidak digunakan untuk penempatan ke kredit (banyak dana yang menganggur).

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Taswan (2010) BOPO mengindikasikan efisiensi operasional
bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank ada dalam
kondisi bermasalah semakin kecil. Setiap peningkatan biaya operasional akan
berakibat pada menurunya laba sebelum pajak dan akhirnya akan menurunkan
laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan. Meningkatnya BOPO
menunjukkan inefisiensi bank dalam mengelola kegiatannya dan akan
menurunkan laba. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya BOPO yang
normal berkisar antara 94%-96% (Dendawijaya,2010).

Retun On Asset (ROA)
Menurut Kasmir (2011:196) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Bank Indonesia
menetapkan ROA minimum suatu bank untuk dapat dikatakan dalam keadaan
sehat adalah minimum 1,5%. Semakin besar ROA, maka semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil.

Inflasi
Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2004) inflasi adalah
gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari
definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah
terjadi inflasi:
Kenaikan harga: harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih
tinggi dari pada harga periode sebelumnya.
Bersifat umum: Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi
jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Berlangsung terus-menerus: Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum
akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan
inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan
akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus-menerus.
Dampak dari inflasi diantaranya adalah melemahkan semangat untuk
menabung. Meningkatnya inflasi maka nilai uang akan “menurun” dan hal
tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan dengan
menyimpan uang di bank dengan harapan bunga ditengah inflasi yang tinggi,
sehingga mereka enggan untuk menabung, yang menyebabkan dana yang
dihimpun bank akan menjadi lebih kecil.

8

Tingkat Suku Bunga (BI rate)
Pohan (2008:53) menyebutkan bahwa suku bunga yang tinggi akan
berdampak pada sektor perbankan karena suku bunga yang tinggi di satu sisi akan
meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana
perbankan akan meningkat. Sebaliknya, tingkat bunga yang relatif terlalu rendah
dibandingkan dengan tingkat bunga luar negeri, di satu sisi akan mengurangi
hasrat masyarakat untuk menabung dan mendorong pengaliran dana ke luar negeri
sehingga bank-bank akan kesulitan dalam menghimpun dana. Untuk mendapatkan
keuntungan maka bank meningkatkan suku bunga agar semangat menabung
masyarakat menjadi tinggi (Putong, 2009). Tingkat suku bunga yang digunakan
dalam penelitian ini adalah BI rate. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia
menggunakan BI rate sebagai acuan suku bunga yang berlaku di Indonesia.

Nilai Tukar Rupiah
BPR tidak melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing makan nilai tukar
tidak menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja BPR.

Penelitian Terdahulu

Inge J.L.M. Palm (2007) dengan judul penelitiannya The relation between
Leadership and Outcome Variables Follower Personality as a moderator. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi efek moderasi kepribadian pada
hubungan antara variabel kepemimpinan dan variabel hasil. Hasilnya
menunjukkan. Interaksi inspirational leadership dengan extroversion berpengaruh
secara signifikan terhadap job satisfaction, burnout, exhaustion dan effectiveness.
Ketika inspirational leadership mengalami peningkatan, maka introverts
mengalami sedikit burnout dan exhaustion dengan lebih effectiveness
dibandingkan ekstrovert. Ekstrovert mengalami peningkatan job satisfaction
dibandingkan introvert, ketika inspirational leadership mengalami peningkatan.
Selain itu, apabila karyawan stess meningkat maka interaksi antara kepuaan kerja
dalam memprediksi kelelahan juga meningkat.
Ira Prawita Sari 2011 dengan judul penelitiannya Pengaruh Growth
Opportunity Terhadap Leverage dengan Debet Covenant Sebagai Variabel
Moderating. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh growth
opportunity terhadap leverage dan mengetahui pengaruh debt covenant sebagai
variabel yang memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage.
Hasil analisis menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif
terhadap leverage. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa debt
covenant terbukti secara signifikan memperlemah efek negatif growth opportunity
terhadap leverage.

9

METODE

Kerangka Pemikiran
Perbandingan BPR Padat Penduduk dengan BPR Jarang
Penduduk

Faktor Internal :
Rasio Keuangan

Fakor Eksternal
Inflasi

Rasio Profitabilitas:
ROA

BI rate

Rasio Permodalan:
CAR

Rasio Kualitas Aktiva
Produktif:
NPL

Regresi
linier
Berganda

Rasio Likuiditas:
LDR

Rasio Efisiensi: BOPO

Kinerja Keuangan
Keseluruhan

Independent t-test

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Perkembangan BPR di daerah padat penduduk berbeda dengan BPR di
daerah jarang penduduk. Perbedaan ini dapat dilihat dari kinerja BPR dengan
menganalisis perbandingan kinerjanya. Analisis dimulai dengan tahap menghitung
rasio keuangan masing-masing BPR dalam objek penelitian dengan bantuan
SPSS17. Akan didapatkan hasil kinerja keseluruhan dari masing-masing BPR
untuk dibandingkan dengan uji beda rata-rata (independent sample t-test).
Setelah menganalisis perbandingan kinerja keuangan BPR secara
keseluruhan rasio keuangan, dilanjutkan dengan menganalisis kinerja dilihat dari
sisi profitabiltas. Dalam menganalisis kinerja dari sisi profitabilitas digunakan
salah satu indikator yaitu ROA. Pengolahan data digunakan metode regresi linier
berganda untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
keuangan diihat dari profitabilitas BPR (ROA). Penelitian ini akan menggunakan

10
variabel dari faktor internal dan eksternal BPR yang berpengaruh terhadap kinerja
keuangan BPR. Variabel dari faktor internal menggunakan rasio keuangan (CAR,
NPL, LDR, BOPO, ROA), sedangkan variabel dari faktor eksternal menggunakan
tingkat inflasi dan tingkat suku bunga (BI rate). Selain melihat pengaruh variabel
internal dan eksternal terhadap ROA, kepadatan penduduk dimasukkan sebagai
variabel moderasi. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (CAR,
NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate) dengan variabel dependen (ROA) yang
dimoderasi oleh kepadatan penduduk yang memberikan pengaruh memperkuat
atau memperlemah hubungan secara langsung. Artinya, semakin tinggi kepadatan
penduduk maka semakin tinggi juga variabel independen dan variabel dependen,
dan sebaliknya semakin rendah kepadatan penduduk, maka semakin rendah pula
variabel independen dan variabel dependennya. Model hubungan ini dapat dilihat
pada gambar 2. Untuk lebih jelasnya Kerangka Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan BPR padat penduduk dengan BPR jarang penduduk dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 2 Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang
dimoderasi oleh variabel moderasi

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data
laporan keuangan tahunan (annual report) yang telah dipublikasi dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2014 dan diunduh melalui website Bank Indonesia serta
Otoritas Jasa Keuangan. Adapun jenis laporan yang digunakan antara lain Neraca
Keuangan, Laporan Laba-Rugi. Data penunjang lainnya dalam penelitian ini
melalui studi literatur dari buku, jurnal, maupun internet.

Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPR Konvensional di
Provinsi Yogyakarta dan Sumatra Barat yang terdaftar di webside Otoritas Jasa
Keuangan. Penulis mengambil 20 sampel laporan keuangan BPR yang terdiri dari
10 laporan keuangan BPR di Yogyakarta dan 10 laporan keuangan BPR di
Sumatra Barat.

11
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Perhitungan Kinerja Keuangan
Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan
data yang diawali dengan menghitung rasio keuangan masing-masing bank dalam
objek penelitian. Rasio keuangan yang digunakan dibagi kedalam lima kategori
yaitu Rasio Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Rentabilitas, Likuiditas dan
Efisiensi dengan perincian sebagai berikut:
1. Rasio Permodalan
Dari kelompok permodalan rasio yang dipilih adalah Capital Adequacy Ratio
(CAR), dengan rumus:
................................................1
2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif
Dari kelompok Aktiva Produktif rasio yang dipilih adalah Non Performing
Loans (NPL) dengan rumus:
................................................................2
3. Rasio Rentabilitas
Dari kelompok Rentabilitas rasio yang dipilih adalah Return On Asset (ROA)
dengan rumus:
..................................................................................3
4. Rasio Efisiensi
Rasio yang digunakan adalah Beban Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) dengan rumus:
.............................................................4
5. Rasio Likuiditas
Dari kelompok Likuiditas rasio yang dipilih adalah Loan to Deposit Ratio
(LDR) dengan rumus:
..........................................................5

12
Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Statistik deskriptif yang digunakan untik memberikan
deskripsi atas variabel-variabel penelitian secara statistik. Statistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), maksimal, minimal, dan
standar deviasi (Sugiyono, 2010).

Uji Asumsi Klasik
Di dalam analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi
sehingga persamaan regresi yang dihasilkan akan valid jika digunakan untuk
memprediksi (Walpole, 1995). Untuk itu, diperlukan pengujian melalui uji
normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat, variabel pengganggu atau residual di dalam suatu persamaan
memiliki distribusi normal. Suliyanto (2006) menyatakan bahwa dasar
pengambilan keputusannya sebagai berikut:
Jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z ≤ Ztabel, atau nilai nilai asytotic sig > taraf
signifikan (α), maka data residual terdistribusi normal.
Jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z > Ztabel, atau nilai asytotic sig < taraf
signifikan (α), maka data residual terdistribusi tidak normal
Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2011) uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari
tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai
tolerance yang rendah sama dengan niali VIF yang tinggi. Nilai cut off yang
umum dipakai adalah:
Jika nilai tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antarvariabel independen dalam model
regresi.
Jika nilai tolerance < 10 persen dan nuali VIF >10, maka dapat disimpulkan
bahwa ada multikolonearitas antar variabel independen dalam model regresi.

13
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada
problem autokorelasi. Uji Durbin Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat
satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta)
dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independent
(Gujarati, 2003).
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :
Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 - du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl), maka koefisien autokorelasi lebih
kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) ada DW
terletak antara (4 - du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Bila nilai DW terletak antara (4-du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan

Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan sebagai berikut (Ghozali, 2005)
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur, maka diidentifikasikan telah terjasdi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi.
Selain dengan melihat titik dengan pola tertentu, ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat di uji dengan menggunakan Uji Park. Menurut Ghozali
(2011), Uji Park dapat lebih teliti dalam memantau gejala heteroskedastisitas ini.
Dengan demikian, penelitian ini akan menggunakan Uji Park guna menentukan
gejala heteroskedastisitas variabel-variabelnya. Uji Park dilakukan dengan cara
meregresikan variabel independen dengan nilai logaritma residual yang telah
dikuadratkan. Jika hasilnya menunjukkan secara statistik tidak signifikan (tingkat
signifikansinya lebih besar dari 0,05) berarti tidak terdapat heteroskedastisitas
dalam model penelitian tersebut dan sebaliknya (Ghozali, 2005)

Uji Beda Rata-Rata Dua Sampel Independen
Uji ini ditujukan untuk mengungkap apakah ada perbedaan rata-rata
(mean) antara dua populasi dengan dasar dua sampelnya (Sugiama, 2008). Tujuan
uji beda t-test adalah membandingkan rata-rata grup yang tidak berhubungan satu
dengan yang lain. Apakah kedua grup tersebut mempunyai nilai rata-rata yang

14
sama ataukah tidak sama secara signifikan (Ghozali, 2011). Terdapat dua tahapan
analisis yang harus dilakukan dalam uji ini. Pertama menguji asumsi apakah
varians populasi kedua sampel tersebut sama (equal variance assumed) atau
berbeda (equal variance not assumed). Setelah diketahui apakah varians populasi
kedua sampel sama atau tidak, langkah kedua adalah menentukan apakah terdapat
perbedaan nilai rata-rata secara signifikan (Ghozali, 2011). Berikut adalah tahapan
analisis uji beda rata-rata dua sampel independen (independent sample t-test) :

Pengujian asumsi varians populasi kedua sampel
Sebelum melakukan uji beda t-test, harus dilakukan uji kesamaan varians
dengan uji F berdasarkan nilai levene’s test. Jika varians populasi kedua sampel
sama, maka analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance
assumed. Sebaliknya, jika varians populasi kedua sampel tidak sama, maka
analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance not assumed.
Berikut adalah langkah-langkah uji T :
a. Menentukan Hipotesis
H0 : varian populasi antara BPR Padat dan BPR Jarang adalah sama
H1 : varian populasi antara BPR Padat dan BPR Jarang adalah beda
b. Pengambilan keputusan
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima, jadi varians sama.

Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak, jadi varians beda.

Keterangan :
n1 dan n2 = jumlah data
x1 = rata rata sampel ke 1
x2 = rata rata sampel ke 2
S12 = varians sampel ke 1
s22 = varian sampel ke 2
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
H0 = besarnya rasio keuangan daerah padat sama dengan besarnya rasio
keuangan daerah jarang
H1 = besarnya rasio keuangan daerah padat tidak sama dengan besarnya rasio
keuangan daerah jarang.
Dari uji t independent dengan menggunaka SPSS 17, variabel dikatakan
tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau terima H0 apabila asymptoticsig>
taraf signifikan yang digunakan dalam pengujian. Dalam pengujian ini
menggunakan taraf signifikan 95% atau α= 0.05.

15
Analisis Regresi
Analisis Regresi Linier Berganda
Pengertian analisis regresi linier berganda menurut Sugiyono (2010),
Analisis yang bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)
variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor
prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Adapun model dasar dari
analisis regresi linier berganda ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a+ b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6+ e

Analisis Regresi dengan Variabel Moderasi
Teknik analisis yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis
(MRA) atau uji interaksi merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear
dengan rumus persamaan sebagai berikut (Hayes, Andrew F, 2005):
Y= a+ b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 +b7X1Z+ b8X2Z +b9X3Z +b10X4Z
+b11X5Z +b12X6Z +e
Keterangan :
Y
a
b1 – b7
X1
X2
X3
X4
X5
X6
E
Z
X

= ROA (Return on Asset)
= Konstanta
= Koefisien regresi
= CAR (Capital Adequacy Ratio)
= NPL (Non Performing Loan)
= LDR (Loan to Deposit Ratio)
= BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional)
= Inflasi (IHK)
= BI rate
= Nilai kesalahan
= kepadatan penduduk
= interaksi CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate dengan
kepadatan penduduk.

Uji Hipotesis
Uji F
Menurut Imam Ghozali (2011) Uji statistik F menunjukkan apakah semua
variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji kedua hipotesis ini
digunakan uji statistik F:
Taraf signifikan α = 0,05
Kriteria pengujian dimana Ha diterima apabila p value < α dan Ha ditolak apabila
p value > α.

16
Uji T
Menurut Imam Ghozali (2011) uji statistik t menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05
(α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:
Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan ). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Determinasi R2
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien
determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu
variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain
(Walpole, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum BPR
Objek penelitian yang digunakan adalah BPR Konvensional yang terdiri
dari BPR daerah padat penduduk yang diwakili oleh provinsi Yogyakarta dan
BPR daerah jarang penduduk yang diwakili oleh provinsi Sumatra Barat.
BPR Padat Penduduk (Yogyakarta)
Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Jawa bagian
tengah memiliki luas 3.185,80 km2. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki
jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa
per km2. DIY dikategorikan sebagai daerah padat penduduk karena memiliki
kepadatan lebih dari 600 jiwa/km2. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/26/PBI/2006 wilayah Yogyakarta harus memiliki modal minimal Rp2 miliar
untuk mendirikan BPR. Jumlah BPR dari tahun 2011 hingga 2014 jumlah adalah
54 BPR. Sejalan dengan bertambahnya lembaga-lembaga keuangan yang juga
memberikan pembiayaan kepada UMKM, persaingan di masa depan dalam
pembiayaan kepada UMKM akan semakin meningkat. Persaingan tersebut dapat
terjadi dengan Bank Umum yang mengembangkan unit-unit pelayanan mikro,
LKM non-bank dan lembaga penyalur dana bergulir yang didukung oleh
Pemerintah. Persaingan juga muncul sebagai akibat dari penyaluran dana donor,
pemerintah dan BUMN secara langsung melalui proyek atau secara tidak
langsung melalui Bank Umum dan/ atau koperasi.

17
BPR Jarang Penduduk (Sumatra Barat)
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di
pulau Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Provinsi ini memiliki daratan
seluas 42.297,30 km² dengan jumlah penduduknya berkisar 4.846.909 jiwa yang
berarti kepadatan penduduknya sebesar 110 jiwa per km2. Sumbar dikategorikan
sebagai daerah padat jarang penduduk karena memiliki kepadatan kurang dari
150 jiwa/km2. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006
wilayah Sumatra Barat harus memiliki modal minimal Rp 500 juta untuk
mendirikan BPR. Dengan kecilnya modal dalam mendirikan BPR maka Sumbar
memiliki jumlah BPR terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat atau terbanyak
di Sumatera. Saat ini, jumlah BPR di Sumbar ada sekitar 95 bank. Banyaknya
jumlah BPR didukung juga oleh berkembangnya UMKM. Meski memiliki jumlah
yang cukup banyak, dari tahun 2011 hingga 2014 sebanyak 8 BPR yang telah
dilikuidasi akibat kredit macet. Dalam perkembangan BPR terdapat masalahmasalah yang harus dihadapi seperti: 1) perkembangan kondisi ekonomi yang
cenderung lambat mengakibatkan penduduk setempat enggan menabung.
Ketidakinginan penduduk untuk menabung menghambat BPR untuk
mengekspansikan kegiatan usahanya dalam menyalurkan kredit. Dengan
sedikitnya DPK maka kredit yang disalurkan juga tidak akan banyak. 2)
Kurangnya sumberdaya manusia yang handal menjadi membuat mutu pelayanan
BPR tidak cukup baik. 3) Tingkat bunga BPR yang lebih tinggi dibanding bank
umum, menyebabkan tingginya risiko kredit.

Hasil Analisis Klasik
Hasil Uji Normalitas
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi
BPR
Variabel
Sig
Taraf Signifikan
ROA
0.999
0.05
CAR
0.77
0.05
di daerah
NPL
0.882
0.05
padat
LDR
0.288
0.05
penduduk
BOPO
0.352
0.05
(Yogyakarta)
Inflasi
0.732
0.05
BI rate
0.401
0.05
ROA
0.478
0.05
CAR
0.838
0.05
di daerah
NPL
0.756
0.05
jarang
LDR
0.918
0.05
penduduk
BOPO
0.849
0.05
(Sumatra Barat)
Inflasi
0.913
0.05
BI rate
0.401
0.05
Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Kesimpulan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

18
Berdasarkan hasil uji normalitas pada BPR di daerah padat penduduk dan
BPR daerah jarang penduduk untuk variabel ROA, CAR, NPL, LDR, BOPO,
Inflasi, BI rate berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari semua variabel memiliki
asytotic sig > taraf signifikan (α = 0.05) atau terima Ho. Hasil uji normalitas data
rasio keuangan dengan Kolmogrov Smirnov test dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Dengan Variabel Moderasi
BPR
Variabel
Sig
Taraf Signifikan
ROA
0.999
0.05
CAR
0.77
0.05
di daerah
NPL
0.882
0.05
padat
LDR
0.288
0.05
penduduk
BOPO
0.352
0.05
(Yogyakarta)
Inflasi
0.732
0.05
BI rate
0.401
0.05
Kepadatan (M)
0.07
0.05
CAR*M
0.617
0.05
NPL*M
0.869
0.05
LDR*M
0.588
0.05
BOPO*M
0.139
0.05
Inflasi*M
0.846
0.05
BI rate*M
0.17
0.05
ROA
0.478
0.05
CAR
0.838
0.05
NPL
0.756
0.05
LDR
0.918
0.05
di daerah
BOPO
0.849
0.05
jarang
Inflasi
0.913
0.05
penduduk
BI rate
0.401
0.05
(SumatraBarat) Kepadatan (M)
0.16
0.05
CAR*M
0.822
0.05
NPL*M
0.678
0.05
LDR*M
0.838
0.05
BOPO*M
0.88
0.05
Inflasi*M
0.933
0.05
BI rate*M
0.262
0.05
Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Kesimpulan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Hasil uji normalitas pada BPR di daerah padat penduduk dan BPR daerah
jarang penduduk dengan variabel dependen (ROA) dan variabel independen
(CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate) yang dimoderasi kepadatan penduduk
berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari semua variabel memiliki asytotic sig >
taraf signifikan (α = 0.05) atau terima Ho. Hasil uji normalitas data rasio
keuangan dengan Kolmogrov Smirnov test dapat dilihat pada tabel

Dokumen yang terkait

Analisis Komparatif Risiko Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah dan BPR Milik Swasta

0 6 56

Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

24 116 108

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PD. BPR BANK DAERAH KARANGANYAR PERIODE 2006 2008

0 19 76

Analisis Perbandingan Efisiensi antara BPR Konvensional dan BPR Syariah di Surakarta dengan Analisis Perbandingan Efisiensi Antara BPR Konvensional Dan BPR Syariah Di Surakarta Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ( Periode Tahun 201

0 1 14

Analisis Perbandingan Efisiensi antara BPR Konvensional dan BPR Syariah di Surakarta dengan menggunakan Metode Data Envelopment Analysis Analisis Perbandingan Efisiensi Antara BPR Konvensional Dan BPR Syariah Di Surakarta Dengan Menggunakan Metode Data E

0 1 13

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PD. BPR WONOGIRI KOTA ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PD. BPR WONOGIRI KOTA.

0 2 12

ANALISIS PERBANDINGAN PENILAIAN KINERJA BPR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD.

0 0 19

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN ANTARA BPR SYARIAH DENGAN BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 13

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN ANTARA BPR SYARIAH DENGAN BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 1 16

PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, KEKAYAAN DAERAH DAN BELANJA DAERAH TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

0 0 17