Kelimpahan Zooplankton Dan Biomassa Ikan Teri (Stolephorus Spp.) Hasil Tangkapan Bagan Di Perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih Papua.

KELIMPAHAN ZOOPLANKTON DAN BIOMASSA IKAN
TERI (Stolephorus spp.) HASIL TANGKAPAN BAGAN
DI PERAIRAN KWATISORE TELUK
CENDERAWASIH PAPUA

AMELIAN DINISIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul kelimpahan zooplankton
dan biomassa ikan teri (Stolephorus spp.) hasil tangkapan bagan di perairan
kwatisore teluk cenderawasih papua adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Amelian Dinisia
NRP. C251110151

RINGKASAN
AMELIAN DINISIA. Kelimpahan Zooplankton dan Biomassa Ikan Teri
(Stolephorus spp.) Hasil Tangkapan Bagan di Perairan Kwatisore Teluk
Cenderawasih Papua. Dibimbing Oleh ENAN M. ADIWILAGA dan
YONVITNER.
Jutaan organisme dapat ditemukan dalam kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih khususnya di perairan Kwatisore, Nabire dan telah terkenal sampai
hampir ke seluruh dunia. Zooplankton berukuran besar merupakan makanan
penting bagi ikan-ikan yang bermigrasi dan larva semua jenis ikan termasuk
didalamnya ikan teri. Ikan teri merupakan makanan dari kelompok ikan pelagis
besar dan kecil. Kelompok ikan-ikan yang banyak memanfaatkan plankton dari
kelompok ikan pelagis kecil diantaranya ikan teri. Hasil tangkapan utama bagan
penangkap ikan pelagis kecil di perairan Kwatisore ialah jenis teri (Stolephorus

spp.).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kualitas variabel lingkungan
perairan dalam hubungannya dengan tingkat kelimpahan individu dan kelimpahan
jenis zooplankton serta menganalisis hubungannya dengan ketersediaan ikan teri.
Juga akan dikaji jenis-jenis zooplankton yang dikonsumsi oleh ikan teri sebagai
makanan alamiah melalui analisis isi lambung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
sampling. Pengambilan sampel zooplankton dilakukan pada malam hari
menggunakan net zooplankton dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval sebulan
sekali. Juga dilakukan pengambilan sampel ikan teri pada satu bagan milik
masyarakat yang juga berada pada lokasi penelitian.
Secara keseluruhan dari seluruh stasiun dalam setiap periode sampling,
diperoleh 51 jenis zooplankton yang terdiri atas 44 jenis holoplankton dan 7 jenis
meroplankton. Terdapat 17 jenis zooplankton yang ditemukan dalam lambung
ikan teri dengan didominasi oleh Sub-grup Copepoda (73,51%). Diantara ke-17
jenis zooplankton tersebut terdapat 2 jenis yang ditemukan pada keempat periode
sampling yaitu Calanus sp.2 dan Euterpina acutifrons, sedangkan Jenis
zooplankton yang paling disukai ikan teri adalah Sagitta sp. dan diikuti oleh
Euterpina acutifrons. Terdapat hubungan antara kelimpahan individu zooplankton
dalam perairan dengan biomassa ikan teri yang dinyatakan dengan persamaan

regresi Y = 0,0209X + 199,51. Terdapat hubungan antara kelimpahan jenis
zooplankton dengan biomassa ikan teri yang dinyatakan dengan persamaan regresi
Y = 24,852X – 323,2. Arahan pengelolaan yang dapat dilakukan pada lokasi
penelitian perairan Kwatisore adalah mempertahankan kondisi perairan seperti
saat ini dan memperkecil tekanan akibat penangkapan oleh alat tangkap bagan.

Kata Kunci: Kelimpahan zooplankton, biomassa ikan teri, Bagan di Kwatisore

SUMMARY
AMELIAN DINISIA. Abundance of Zooplankton and Biomass of Anchovy
(Stolephorus spp.) as a catch of Lift Net at Kwatisore Bay, Cenderawasih Gulf,
Papua. Supervised by ENAN M. ADIWILAGA and YONVITNER.
Millions of organisms can be found in the Cenderawasih Gulf National
Park area, especially in the waters of the Kwatisore Bay, Nabire and has been
well-known to almost all over the world. Large zooplankton is an important food
for migrated fish larvae and all kinds of fish including anchovies. Anchovy is the
food of large and small pelagic fish groups. Groups of fish that use plankton as
food were including anchovy . The main catch product of lift net at the Kwatisore
bay is anchovy (Stolephorus spp.).
The purpose of this study was to assess the quality of the water

environment variables in relation to the level of abundance of individuals and
abundance of zooplankton and to analyze its relationship with the availability of
anchovy. Will also be assessed the types of zooplankton consumed by fish as a
natural food through the stomach content analysis.
The results were obtained 51 species of zooplankton which consists of
44 types holoplankton and 7 types of meroplankton. There were 17 species of
zooplankton were found in the stomach of anchovy with the Sub-group dominated
by copepods (73.51 %). Among 17 species of zooplankton there 2 types that were
found in all four sampling periods namely Calanus sp.2 and Euterpina acutifrons,
while the most preferred type of zooplankton anchovy is Sagitta sp. and followed
by Euterpina acutifrons. There is a relationship between the abundance of
individual zooplankton in the waters of the anchovy biomass expressed by the
regression equation Y = 0,0209X + 199.51. There is a relationship between the
abundance of zooplankton biomass of anchovy which is expressed by the
regression equation Y = 24,852X - 323.2. Management directives that can be done
at the study site Kwatisore waters is to maintain water conditions such as current
and minimize pressure due to the capture by lift net.
Keywords: Abundance of zooplankton, biomass of anchovy, lift net at Kwatisore

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan pihak IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KELIMPAHAN ZOOPLANKTON DAN BIOMASSA IKAN
TERI (Stolephorus spp.) HASIL TANGKAPAN BAGAN
DI PERAIRAN KWATISORE TELUK
CENDERAWASIH PAPUA

AMELIAN DINISIA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Pengelolaan Sumberdaya Perairan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pembimbing

:

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

Penguji Mayor Pengelolaan
Sumberdaya Perairan

:

Dr Ir Ridwan Affandi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga thesis ini berhasil terselesaikan. Thesis ini berjudul “Kelimpahan

Zooplankton dan Biomassa Ikan Teri (Stolephorus spp.) Hasil Tangkapan Bagan
di Perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih Papua”. Thesis ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa Program
Magister Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
proses penyusunan proposal ini, diantaranya :
1. Bapak Dr Ir Enan M. Adiwilaga dan Bapak Dr Yonvitner, SPi, MSi
sebagai komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan banyak
memberikan saran, bimbingan, arahan, bantuan serta motivasi sehingga
thesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Bapak Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai ketua program studi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan yang telah turut membantu kelancaran penyelesaian
thesis ini.
3. Seluruh staf pengajar dan akademik IPB yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama penulis kuliah di Mayor Pengelolaan
Sumberdaya Perairan.
4. Seluruh mahasiswa Mayor Pengelolaan Sumberdaya Perairan, khususnya
angkatan 2011 atas dukungan yang tulus dan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi penulis.

5. Pihak DIKTI yang telah memberikan bantuan Beasiswa Unggulan Calon
Dosen dan semua pihak yang telah membantu dalam finansial sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi.
6. Pembimbing liqo (Ibu Elis sekeluarga), teman-teman liqo (Bunda Layli,
Kak Echi, Kak Fona, Kak Santy, Halimah, Susi), dan teman-teman
HIMMPAS yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis hingga dapat
menyelesaikan studi dengan baik.
7. Orang tua (papa dan mama), adik-adik (Fren, Nitha, Sonya, Iki), anakanak (Alif F. Al-Ghifary dan Fariz Luqman Hakim) serta sahabat (Opi,
Kak Muti, Kak Nizar, Kak Apri, Kak Fony, Vorlan, Kak Irfan, Kak Nia)
yang selalu membantu, mendukung dan mendo’akan penulis sejak awal
hingga selesainya thesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga masih
membutuhkan saran untuk tulisan berikutnya. Penulis berharap semoga thesis dan
hasil penelitian ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi semua orang.

Bogor, Agustus 2015

Amelian Dinisia

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................................4
Hipotesis Penelitian ............................................................................................4
Kerangka Pemikiran ...........................................................................................4
METODE PENELITIAN ................................................................................... 5
Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................................5
Alat dan Bahan .................................................................................................. 6
Metode Pengambilan Sampel .............................................................................7
Metode Identifikasi Sampel.................................................................................8
Analisa Data ........................................................................................................9
Analisa Kelimpahan Jenis Zooplankton .....................................................9
Analisa Biomassa Ikan Teri .....................................................................11
Analisa Isi Lambung Ikan Teri ................................................................ 11
Analisa Isi Lambung Ikan Teri dengan Kelimpahan

Zooplankton di Perairan ...........................................................................12
Analisa Hubungan Kelimpahan Total Zooplankton
Dengan Biomassa Ikan Teri .....................................................................12
Analisa Hubungan Jumlah Jenis Zooplankton
Dengan Biomassa Ikan Teri .....................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................12
Gambaran Umum Kondisi Perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih ..............12
Kelimpahan Zooplankton....................................................... .......................... 16
Komposisi Jenis dan Kelimpahan Zooplankton di Perairan............... .... 16
Komposisi dan Jumlah Jenis Zooplankton dalam Lambung Ikan Teri ....18
Indeks Seleksi Jenis Makanan Ikan Teri....................................................... ... 19
Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominasi.... .........20
Biomassa Ikan Teri Hasil Tangkapan Bagan ....................................................22
Hubungan Biomassa Ikan Teri dan Kelimpahan serta
Jumlah Jenis Zooplankton di Perairan ..............................................................22
Pengelolaan Perairan Kwatisore....................................................... ................ 24
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 25
Kesimpulan ....................................................................................................... 25
Saran ................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 25

LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
37

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Koordinat Titik Sampling Pada Lokasi Penelitian........................... ... 6
Alat dan Bahan ............................................................................................................................ 6
Nilai rata-rata, maksimum dan minimum dari parameter
Fisik kimia perairan Kwatisore, Nabire.................... .......................... 12
Indeks Seleksi Isi Lambung Ikan Teri Yang ditemukan
di Perairan Kwatisore......................................................................... 19
Indeks Keanekaragaman Zooplankton di Perairan Kwatisore........... 20
Indeks Keseragaman Zooplankton di Perairan Kwatisore................. 21
Indeks Dominasi Zooplankton di Perairan Kwatisore....................... 21

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Ruang Lingkup Penelitian. .................................................................... 5
Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 6
Metode Sampling Zooplankton ............................................................. 8
Variasi Suhu Perairan pada Lokasi Penelitian
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 13
Variasi Salinitas Perairan pada Lokasi Penelitian
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 14
Variasi pH Perairan pada Lokasi Penelitian
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 15
Variasi Oksigen Terlarut Perairan pada Lokasi Penelitian
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 15
Jumlah Jenis Zooplankton di Perairan
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 17
Kelimpahan Individu Zooplankton di Perairan
Untuk Keseluruhan Periode Sampling ............................................... 17
Preferensi Zooplankton dalam Lambung ikan teri .............................. 18
Nilai Biomassa Ikan Teri (Kg) untuk
Keseluruhan stasiun dan Periode Sampling......................................... 22
Persamaan antara Biomassa Ikan Teri dengan Kelimpahan
Zooplankton dalam Perairan ................................................................ 23
Persamaan antara Biomassa Ikan Teri dengan Jumlah Jenis
Zooplankton dalam Perairan ................................................................ 24

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Keterdapatan jenis berdasarkan stasiun pengamatan
29
dan periode sampling......................................... ........................
Komposisi Famili, Genus dan Jenis Zooplankton
yang ditemukan di Perairan Kwatisore Nabire........................... ...... 31
Total Kelimpahan Zooplankton Yang Ditemukan di
perairan Kwatisore, Nabire dari tertinggi hingga terendah................. 33
Regresi linier sederhana .................................................................... 35

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang terletak di Pulau Papua adalah
taman laut terluas di Indonesia, dengan luas kawasan 1.453.500 Ha yang
ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No 472/Kpts-II/1993 tanggal 2
September 1993 (Partono 2011) yang secara administratif meliputi tiga Kabupaten
yaitu Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Wondama di Propinsi Papua
Barat serta Kabupaten Nabire di Propinsi Papua. Jutaan organisme dapat
ditemukan dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih khususnya di
perairan Kwatisore, Nabire dan telah terkenal sampai hampir ke seluruh dunia.
Pengelolaan sumberdaya perairan merupakan kegiatan terpadu dari seluruh
rangkaian manajemen terhadap suatu ekosistem perairan meliputi manajemen
komponen biotik dan abiotik dari ekosistem tersebut. Manajemen aspek biotik
adalah upaya pengelolaan terhadap seluruh komponen biologis yang ada di
perairan, sedangkan komponen abiotik menyangkut aspek biofisik dan
lingkungannya. Kualitas perairan dapat dikategorikan masih baik atau buruk dapat
dievaluasi dari indikator fisik dan biologi. Salah satu indikator biologi adalah
melalui keberadaan plankton. Keberadaan plankton merupakan mata rantai
makanan di dalam ekosistem perairan.
Zooplankton adalah kumpulan organisme plankton yang bersifat
heterotrofik, yang mana untuk hidupnya membutuhkan materi organik dari
organisme lainnya, khususnya fitoplankton (Wiadnyana dan Wagey 2004).
Organisme yang tergolong zooplankton, secara taxonomi maupun struktur tubuh
sangat berbeda antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya.
Zooplankton mempunyai ukuran mulai dari yang mikroskopis, unicellular, sampai
jelly fish yang dapat mencapai ukuran diameternya sampai beberapa meter
(Huliselan et al. 2006). Keanekaragaman zooplankton tinggi sebab hampir semua
filum hewan yang hidup dalam kolom perairan terwakili dalam komunitas
zooplankton (Lalli and Parsons 1997; Sumich 1999). Kelompok zooplankton
mewakili hampir semua filum hewan di laut baik hewan bersel satu/tunggal dan
hewan bersel banyak yang hidup di lautan. Berdasarkan siklus hidupnya,
zooplankton dapat dibagi atas 2 kelompok besar yaitu : holoplankton dan
meroplankton (Huliselan et al. 2006). Selanjutnya menurut Nontji (2006)
holoplankton adalah semua zooplankton yang menjalani keseluruhan hidupnya
sebagai plankton, mulai dari telur, larva hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton
termasuk dalam golongan ini. Holoplankton dapat dibagi atas dua kelompok besar
yaitu kelompok Copepoda dan Non Copepoda. Sedangkan meroplankton adalah
kelompok zooplankton yang menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya
pada tahap awal dari daur hidupnya, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja.
Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton maupun bentos.
Kelimpahan dan komposisi zooplankton adalah faktor penting dalam
mempelajari perairan tropis. Pengukuran ini biasanya digunakan dalam
mempelajari produktifitas perairan (McLaren et al, 1979; Napp at al, 1996, dalam
Sturdevant, 2001). Parameter yang kemudian dievaluasi adalah kelimpahan
plankton. Dalam mempelajari plankton dikenal istilah kelimpahan atau kepadatan

2

yang dapat didefinisikan sebagai jumlah plankton per satuan volume air dan dapat
dinyatakan dengan jumlah sel atau individu per m3 (Raymond 1963 dalam Erubun
2003).
Zooplankton seperti halnya organisme lain hanya dapat hidup dan
berkembang dengan baik pada kondisi perairan yang sesuai seperti perairan laut,
sehingga dapat mempengaruhi sturuktur komunitas zooplankton disamping itu
suhu dan salinitas juga turut mempengaruhi (Jerling 2003). Faktor fisik dapat
disebabkan oleh turbulensi atau adveksi (pergerakan massa air yang besar yang
mengandung plankton didalamnya). Angin dapat pula menyebabkan
melimpahnya plankton pada tempat tertentu seperti di sepanjang pantai di bawah
angin. Faktor biologi seperti tersedianya pakan, banyaknya predator, dan adanya
pesaing dapat mempengaruhi komposisi jenis zooplankton (Arinardi et al. 1997).
Lingkungan yang tidak menguntungkan bagi plankton dapat menyebabkan jumlah
individu atau kelimpahan atau jumlah spesiesnya berkurang (Odum 1971).
Keberadaan zooplankton sebagai trofik level kedua setelah fitoplankton
sangat penting, karena ikut menentukan trofik level diatasnya. Menurut Hauhamu
(1995), fluktuasi kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan
dipengaruhi oleh proses pemangsaan (grazing) yang terjadi di antara kedua jenis
biota tersebut. Kaswadji et al. (1995), menyatakan bahwa fitoplankton merupakan
awal dari model rantai makanan di lautan. Fitoplankton dimangsa oleh
zooplankton dan kemudian akan dimangsa oleh ikan predator lainnya sehingga
mengantarkan energi dan materi ke jenjang trofik yang lebih tinggi. Zooplankton
berukuran besar merupakan makanan penting bagi ikan-ikan yang bermigrasi dan
larva semua jenis ikan termasuk didalamnya ikan teri. Ikan teri merupakan
makanan dari kelompok ikan pelagis besar dan kecil. Kelompok ikan-ikan yang
banyak memanfaatkan plankton dari kelompok ikan pelagis kecil diantaranya ikan
teri.
Ikan teri ialah salah satu jenis ikan yang paling populer di kalangan
penduduk Indonesia. Ikan teri merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang
memiliki sifat fototaksis positif terhadap cahaya. Bagan perahu tergolong ke
dalam alat tangkap pasif yang dioperasikan pada malam hari dengan
menggunakan cahaya lampu sebagai attractor dalam melakukan upaya
penangkapan, dan untuk saat ini cukup efektif untuk menangkap ikan teri
(Stolephorus spp.) (Kusuma 2000 dalam Ernaningsih 2008, ). Kondisi inipun
dijumpai di perairan Kwatisore, Nabire sesuai pernyataan Endrawati dan Irwani
(2012) bahwa berdasarkan kepada kelimpahannya maka ikan teri (Stolephorus
sp.) dijumpai pada semua periode sampling dan pada semua stasiun khususnya
dengan alat tangkap lift-net atau bagan.
Biomassa merupakan parameter kunci untuk evaluasi keadaan stok saat ini.
Hal ini sangat diperlukan untuk menghitung rekrutmen dan pengaruh kegiatan
perikanan dan faktor lingkungan pada ekosistem. Parameter ini dapat mengalami
perubahan dari waktu ke waktu (Thurow 1997). Menurut U.S Environmental
Protection Agency (2002) pengukuran biomassa biasanya dimulai dengan
memperkirakan ukuran populasi yang kemudian dikalikan dengan bobot rata-rata
populasi untuk mendapatkan biomassa.
Keberadaan ikan teri juga ditentukan oleh ketersediaan dan kelimpahan
organisme makanan dalam perairan. Ikan ini umumnya memanfaatkan plankton
sebagai makanannya (Hutomo et al. 1987 dalam Haumahu 1995). Pada ukuran

3

< 40 mm, teri umumnya memakan fitoplankton dan zooplankton berukuran kecil,
sedangkan pada ukuran > 40 mm, ikan teri memanfaatkan zooplankton
(Copepoda) berukuran besar (Hutomo et al. 1987 dalam Amiruddin 2006).
Dalam penelitian ini dilakukan analisis kelimpahan dan komposisi jenis
zooplankton dengan biomassa ikan teri hasil tangkapan bagan yang di perairan
Kwatisore Teluk Cenderawasih, Papua.

Perumusan Masalah
Ketersediaan makanan baik dalam jumlah dan kualitas serta kemudahan
mendapatkan makanan merupakan variabel penting bagi struktur komunitas dalam
suatu perairan. Ketersediaan makanan selain dipengaruhi oleh kondisi biotik, juga
oleh kondisi abiotik (Effendie 1997).
Hasil tangkapan utama bagan penangkap ikan pelagis kecil di perairan
Kwatisore ialah jenis teri (Stolephorus spp.). Ikan teri adalah salah satu dari enam
jenis ikan pelagis penting yang berkontribusi besar terhadap perikanan dunia
(FAO, 1979 dalam Cury et al, 2000)), dimana ikan jenis ini bersifat pemakan
plankton (Balxter dan Hunter, 1982 dalam Cury et al, 2000) dan mereka
merupakan sumber makanan penting bagi berbagai jenis predator (Anon, 1997
dalam Cury et al, 2000).
Variasi hasil tangkapan teri selain disebabkan oleh faktor pencahayaan,
dapat disebabkan oleh ketersediaan makanannnya dalam kolom perairan saat itu.
Laevastu dan Hayes (1981) dalam Amiruddin (2006) menyatakan bahwa teri
mempunyai pola pergerakan vertikal yang jelas, dimana pada siang hari berada di
dasar perairan dan bermigrasi ke daerah dangkal dan permukaan pada malam hari.
Terdapat suatu dugaan bahwa migrasi vertikal teri pada malam hari bertujuan
untuk mencari makan. Kondisi perairan yang terang karena pencahayaan bagan
membantu teri dalam menangkap mangsanya. Sehingga pada bagan terjadi
interaksi teri memakan zooplankton, sedangkan teri sendiri dimangsa oleh ikanikan yang lebih besar. Selain itu aktivitas penangkapan oleh nelayan secara
kontinyu diduga dapat merubah struktur komunitas teri di perairan Kwatisore.
Faktor yang diduga kuat berpengaruh terhadap penurunan hasil tangkapan yaitu:
jenis dan jumlah alat tangkap, teknik penangkapan; distribusi, kelimpahan,
potensi ikan, serta tingkat eksploitasi (pengelolaan) ikan teri, dan pencemaran
(Sahubawa 2001).
Di dalam suatu perairan, zooplankton merupakan konsumen pertama yang
memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan fitoplankton, yang berperan
sebagai penghubung fitoplankton dengan karnivora besar maupun kecil, termasuk
ikan teri. Keberadaan zooplankton di dalam perairan banyak ditentukan oleh
interaksi terhadap faktor fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Zooplankton
seperti halnya organisme lain, hanya hidup dan berkembang baik pada kondisi
perairan yang serasi. Keberadaan zooplankton sebagai makanan teri, diduga
sebagai penentu keberadaan teri pada perairan Kwatisore.
Kelimpahan zooplankton dalam perairan dapat dihubungkan dengan daya
dukung (Simenstad dan Salo, 1982; Cooney, 1993 dalam Sturdevant, 2001) dan
seleksi makanan (Parson dan LeBrasseur, 1970; Checkley 1982; Suzuki et all
1994, dalam Sturdevant, 2001). Sementara Krebs (1989) dalam Sturdevant (2001)

4

mengatakan bahwa indeks seleksi dapat digunakan untuk menduga jenis makanan
yang disenangi dengan jalan membandingkan proporsi jumlah jenis makanan
dalam lambung dengan kelimpahannya di perairan. Nilai indeks ini adalah suatu
gambaran yang tepat tentang seleksi makanan oleh suatu organisme (Feller dan
Kaczynski 1975; Frank 1988; Siefert 1994, dalam Sturdevant, 2001).
Dengan demikian kajian tentang hubungan antara kelimpahan individu
serta kelimpahan jenis zooplankton dengan biomassa ikan teri perlu dilakukan.
Harapannya bahwa hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pengelolaan ekosistem perairan tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang teridentifikasi
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kondisi kualitas variabel fisika dan kimia perairan
sebagai penentu keberadaan zooplankton di perairan tersebut?
2. Apakah ada hubungan antara kelimpahan individu serta
kelimpahan jenis zooplankton dengan biomasa teri di perairan
Kwatisore?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kualitas variabel lingkungan
perairan dalam hubungannya dengan tingkat kelimpahan individu dan kelimpahan
jenis zooplankton serta menganalisis hubungannya dengan ketersediaan ikan teri.
Juga akan dikaji jenis-jenis zooplankton yang dikonsumsi oleh ikan teri sebagai
makanan alamiah melalui analisis isi lambung.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai penelitian awal yang
dapat memberikan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat yang
membutuhkan informasi mengenai keberadaan zooplankton di perairan maupun
dalam lambung ikan teri, dan biomassa ikan teri hasil tangkapan bagan di perairan
Kwatisore Teluk Cenderawasih, Papua.

Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan dibuktikan adalah kelimpahan
zooplankton yang tinggi akan mengakibatkan tingkat kelimpahan ikan teri yang
tinggi, sehingga dapat menjamin aktivitas penangkapan di Perairan Kwatisore
Teluk Cenderawasih, Papua.

Kerangka Pemikiran
Ikan teri sebagai penghubung antara zooplankton dan ikan berukuran lebih
besar merupakan aspek penting yang harus diamati. Ikan teri memanfaatkan
energi dari zooplankton sebagai makanannya. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pengkajian tentang kelimpahan dan komposisi jenis zooplankton di perairan
dengan biomassa teri hasil tangkapan bagan, serta kelimpahan dominan

5

zooplankton dalam isi lambung ikan teri dengan produksi teri hasil tangkapan
bagan di perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih, Nabire.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kerangka pemikiran penelitian yang
dapat saya kembangkan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

Kelimpahan
Zooplankton
Zooplankton
Pemanfaatan
zooplankton oleh

Ikan Teri

ikan teri

Biomassa

Keberadaan

Ikan Teri

Gorano Bintang

Aktivitas
Penangkapan

Gambar 1. Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yakni bulan Juli hingga Oktober
2012, diharapkan waktu penelitian akan dapat mewakili dua musim yang ada,
yaitu bulan Juli-September (Peralihan II) dimana musim panas mendominasi dan
curah hujan rendah serta bulan Oktober (Musim Barat) dengan curah hujan tinggi.
Penelitian lapang dilakukan di Kawasan Teluk Cenderawasih khususnya di
Perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Propinsi Papua (Gambar 2.)
Analisis dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Perikanan Universitas
Negeri Papua Manokwari dan Laboratorium Mikro Biologi I Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.

6

Pengambilan sampel pada 3 buah bagan penangkap teri sebagai titik stasiun
pengamatan yang diharapkan akan dapat mewakili keseluruhan lokasi penelitian.
Koordinat titik sampling ketiga stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1. Koordinat Titik Sampling Pada Lokasi Penelitian
Stasiun

Titik Koordinat

1

03° 13’13.47” LS dan 134° 57’ 30.27” BT

Jarak Dengan Daratan
Terdekat
0,5 kilometer

2

03° 13’ 27.66” LS dan 134° 59’ 3.31” BT

3,4 kilometer

3

03° 12’ 45.66” LS dan 134° 57’16.28” BT

1,48 kilometer

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut.

7

Tabel 2. Alat dan Bahan
No.
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

10.
11.
12.

13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Alat Dan Bahan

Kegunaan

Net Zooplankton dengan diameter mengoleksi sampel
mulut net 25 cm, panjang badan net 60 zooplankton
cm dengan ukuran mata jaring 50 µm
Botol sampel
menampung sampel
zooplankton
Ember
menampung sampel ikan teri
Alat bedah
mengeluarkan isi lambung ikan
teri
Lugol
mengawetkan sampel
zooplankton
Alkohol konsentrasi akhir 4%
mengawetkan isi lambung ikan
teri
Gelas ukur
mengendapkan sampel agar
dapat diukur tinggi endapan
Aquades
Botol Sampel

pengenceran sampel
menampung sampel
zooplankton dan isi lambung
ikan teri
Sedgwick Rafter Cell
menampung objek yang akan
diidentifikasi
mengambil objek yang akan
Pipet
diamati
dilengkapi identifikasi sampel
Mikroskop
Trinokuler
zooplankton dan isi lambung
kamera dan Display Monitor
ikan teri
menentukan posisi stasiun
GPS
pengamatan
mengukur suhu perairan
Termometer
mengukur pH perairan
pH Meter
mengukur salinitas perairan
Refraktometer
mengukur oksigen terlarut
DO Meter
dalam perairan
mencatat data yang diperoleh
Alat tulis-menulis
Kamera
dokumentasi

Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
sampling. Pengambilan sampel zooplankton dilakukan pada malam hari

8

menggunakan net zooplankton. Net tersebut ditarik secara horizontal dengan jarak
tarikan adalah 50 meter dari titik pusat bagan yang mengeliling bagan secara
sempurna pada kedalaman 0 meter. Hal ini dilakukan untuk masing-masing bagan
pada 3 buah bagan sebagai stasiun pengamatan (Gambar 3). Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval sebulan sekali. Selain itu juga
dilakukan pengambilan parameter kualitas air yaitu : suhu, salinitas, oksigen
terlarut (DO), dan pH perairan pada saat bersamaan dengan pengambilan sampel
zooplankton.
Selain itu, juga dilakukan pengambilan sampel ikan teri pada satu bagan
milik masyarakat yang juga berada pada lokasi penelitian, yaitu stasiun 1. Sampel
ikan teri dilakukan dengan cara mendatangi alat tangkap bagan, yakni alat tangkap
ikan yang menggunakan lampu untuk menarik ikan teri yang letak alatnya tetap
(bagan apung). Juga dilakukan wawancara untuk mengetahui jumlah hasil
tangkapan ikan teri pada saat sampling dilakukan pada masing-masing bagan
sebagai stasiun pengamatan.

50 m

Gambar 3. Metode Sampling Zooplankton

Metode Identifikasi Sampel
Setelah dilakukan pengambilan sampel ikan teri maka kemudian dilakukan
pembedahan dari bagian anus kearah perut bagian atas untuk mengambil isi
lambung. Selanjutnya isi lambung yang telah dikeluarkan diawetkan dalam
alkohol 4% untuk menganalisis makanan dalam hal ini identifikasi zooplankton
yang dimakan oleh ikan teri tersebut. Perhitungan jumlah organisme makanan teri
dilakukan dengan terutama pada organisme makanan dengan bagian tubuh yang
tidak utuh, dimana organisme yang berukuran setengah dari ukuran tubuh
dihitung sebagai 1 organisme makanan sedangkan bagian tubuh lain yang terpisah
seperti kaki dan antena tidak dihitung.
Setelah diawetkan dengan lugol di lapangan dan dibawa ke laboratorium,
sampel zooplankton kemudian diendapkan selama 24 jam untuk mengukur
volume endapan, kemudian diencerkan 10 kali. Sub sampel diambil sebanyak 1
ml dengan 2 kali ulangan lalu diamati di bawah mikroskop Trinokuler dengan

9

pembesaran yang dibutuhkan. Selanjutnya diidentifikasi menurut buku
Identifikasi Plankton Laut yang ditulis oleh Davis (1955), Newell and Newell
(1963), Smith (1977), Yamaji (1979), dan Basmi (2000).

Analisa Data
Analisa Kelimpahan Jenis Zooplankton
Volume air yang disaring dihitung menggunakan formula menurut Newell
dan Newell (1977) :
V = π.r2.l ............................................................................................... (1)
Dimana : V = Volume air yang disaring (m3)
π = Nilai tetapan
r = Jari-jari bagian depan mulut jaring (m)
l = Jarak yang ditempuh oleh jaring selama penarikan (m)
Rumus penentuan kelimpahan plankton dengan rumus umum (Eaton et al. 1995) :
N=

C x 1000 mm3 ................................................................................(2)
LxDxWxS

Keterangan :
N = Kelimpahan plankton (ind/m3)
C = Jumlah Individu
L = Panjang slide/strip (50 mm)
D = Kedalaman slide/strip (10 mm)
W = Lebar slide/strip (20 mm)
S = Jumlah strip yang diamati (1000 strip)

Sampel plankton yang telah dimampatkan dengan plankton net, maka rumus (2)
dimodifikasi sebagai berikut :
N = 1 x B x Fp x n ........................................................................................(3)
A C
K
Keterangan :
N = Kelimpahan plankton (ind/m3)
A = Volume air yang disaring (15,4056 m3)
B = Volume air tersaring (ml)
C = Volume slide (1 ml)
Fp = Faktor pengenceran (10 kali)
n = Jumlah individu (individu)

10

Untuk mengetahui keanekaragaman hayati zooplankton yang diteliti
digunakan Indeks Keanekaragaman (diversity index atau Indeks Shannon).
Apabila nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas biota (zooplankton) di
perairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau dua takson saja.
Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan rumus Shannon dan Wiener dalam
Nugroho (2006) :

s

H’ = - ∑ Pi ln Pi ..........................................................................................(4)
i=1
Pi = ni ..........................................................................................................(5)
N
Dimana :
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i yang besarnya antara 0,0 dan
1,0
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
S = jumlah jenis
∑ = jumlah
Menurut Nugroho (2006), indeks keseragaman bertujuan untuk mengetahui
apakah penyebaran jenis tersebut merata atau tidak. Jika nilai keseragaman tinggi
maka kandungan dalam setiap jenis seragam atau tidak terlalu berbeda. Nilai
keseragaman diketahui melalui cara membandingkan indeks keanekaragaman
dengan nilai maksimumnya, yang dihitung dengan rumus :
e=
H’_
............................................................................................(6)
Keterangan
:
H’ maks
e (Eveness)
H’
H’ Maks
S

= Indeks Keseragaman
= Indeks Keanekaragaman
= ln S
= jumlah jenis

Menurut Au doris et al. (1989) dalam Nugroho (2006) menyatakan bahwa
nilai indeks keseragaman (e) berkisar antara 0-1, dan dapat diinterpretasi sebagai
berikut :
a. Jika indeks Keseragaman (e) mendekati 0, maka keseragaman antara
spesies rendah, hal ini mencerminkan bahwa kekayaan individu masingmasing spesies sangat jauh berbeda.
b. Jika indeks Keseragaman (e) mendekati 1, maka nilai keseragaman antara
spesies relatif merata dan perbedaannya tidak begitu menyolok.
Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominansi
dari Simpson (Odum, 1971) :

11

D = Σ (ni/N)2.........................................................................................(7)
Dimana :
D
= Indeks Dominansi Simpson
ni
= Jumlah Individu tiap spesies
N
= Jumlah Individu seluruh spesies
Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin kecil nilai
indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada spesies yang mendominsi
sebaliknya semakin besar dominansi maka menunjukan ada spesies tertentu
(Odum, 1971)
Analisa Biomassa Ikan Teri
Menurut Hayes et al. (2007), umumnya biomassa diperkirakan secara tidak
langsung dengan mengalikan kelimpahan numerik dengan berat rata-rata atau
dengan menerapkan metode seperti kelebihan model produksi yang secara
langsung memperkirakan biomassa. Dalam situasi yang paling sederhana,
biomassa dihitung sebagai :
................................................................................................(8)
Dimana :
Biomassa (kilogram)
Kelimpahan ikan teri (kilogram)
Rata-rata berat ikan teri (gram)

Analisa Isi Lambung Ikan Teri
Untuk melakukan analisa isi lambung ikan teri dilakukan sebagai berikut,
lambung 30 ekor ikan teri berukuran hampir sama yaitu 5-7 cm dibuka, isinya
diencerkan menggunakan aquades, diawetkan dengan alkohol konsentrasi akhir
4%, kemudian diamati dibawah mikroskop untuk mengidentifikasi jenis
zooplankton yang dikonsumsi ikan teri. Pengambilan sampel teri dengan ukuran
tubuh yang relatif sama dilakukan untuk menghindari bias data terhadap
perubahan kebiasaan makanan karena perbedaan ukuran tubuh, seperti yang
diungkapkan oleh Effendie (1997) bahwa pada ikan jenis yang sama dapat
berbeda kebiasaan makanannya antara lain disebabkan oleh perbedaan umur dan
ukuran tubuh. Analisis jenis zooplankton yang disenangi teri dilakukan
berdasarkan indeks seleksi yang dikemukakan oleh Krebs (1989) dalam
Sturdevant (2001). Yakni rasio antara jumlah zooplankton yang ditemukan dalam
lambung dengan jumlah jenis tersebut di perairan.

12

Analisa Isi Lambung Ikan Teri dengan Kelimpahan Zooplankton di Perairan
Frekuensi kehadiran tiap jenis zooplankton yang teramati dicatat.
Selanjutnya kelimpahan jenis dominan zooplankton dalam lambung dikorelasikan
dengan kelimpahan zooplankton sejenis diperairan. Analisis korelasi dilakukan
dengan rumus (Walpole 1993) :

..........................................................(9)
Dimana:
Y = Kelimpahan jenis yang dominan dalam lambung.
X = Kelimpahan jenis yang sama dalam perairan.

Analisa Hubungan Kelimpahan Individu serta Kelimpahan Jenis
Zooplankton dengan Biomassa Ikan Teri
Hubungan antara kelimpahan zooplankton dalam perairan dengan biomassa
ikan teri hasil tangkapan bagan serta hubungan antara jumlah jenis zooplankton
dalam perairan dengan biomassa ikan teri hasil tangkapan bagan dianalisis dengan
analisis regresi sederhana menurut Walpole (1993) sebagai berikut :
Y = α + βX ......................................................................................... (10)
Y = Biomassa ikan teri, X = Kelimpahan zooplankton dalam perairan, atau
Jumlah jenis zooplankton. α = Intersep dan β = slope.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kondisi Perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih
Kondisi perairan di lokasi penelitian digambarkan melalui data-data suhu,
salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO) yang diperoleh melalui hasil pengukuran
malam hari di permukaan perairan pada tiga stasiun pengambilan data (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum dari parameter fisika kimia
perairan Kwatisore, Nabire
Suhu (°C)
Parameter
Salinitas (‰)
pH
DO (mg/l)
Rata-rata
30,19
32,75
7,52
6,52
Maksimum
31,70
38
7,94
6,80
Minimum
29,50
29
6,96
6,29
Suhu perairan dari hasil pengukuran di lapangan untuk ketiga stasiun
pengamatan dan seluruh periode sampling memiliki nilai rata-rata 30,19 °C

13

dengan nilai maksimum ditemukan pada stasiun 1 untuk bulan Oktober yakni 31,7
°C dan nilai minimum pada stasiun 2 periode bulan September yaitu 29,5 °C
(Gambar 4). Hal ini mirip dengan hasil pengukuran suhu pada lapisan permukaan
pada tahun 2005 yaitu 29-31°C, tahun 2007 yakni 28-29 °C, tahun 2009 yaitu 2930 °C dan tahun 2011 yakni 29-30 °C, hal ini berdasarkan data lapangan Balai
Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Unpublished) sehingga dapat
dikatakan bahwa suhu perairan Kwatisore Teluk Cenderawasih, masih termasuk
suhu optimal yang dapat digunakan oleh zooplankton dan teri untuk pertumbuhan
yaitu 29-30 °C. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nugroho
(2006) bahwa pada umumnya suhu optimal pada perkembiakan plankton adalah
antara 29-30 °C tetapi pada umumnya jenis plankton dapat berkembang dengan
baik pada suhu 25 °C atau lebih. Menurut Laevastu dan Hela (1970) dalam Sinaga
(2009), pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti
pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh seperti kecepatan renang
serta dalam rangsangan syaraf. Pada periode sampling bulan Oktober, sampling
kualitas air, zooplankton maupun ikan teri pada stasiun 3 tidak dapat dilakukan
karena bagan sebagai stasiun pengambil sampel tidak beroperasi diakibatkan
keadaan perairan yang tidak mendukung untuk bagan stasiun 3 yang berada cukup
jauh dari pesisir. Hal tersebut juga mempengaruhi nilai suhu perairan pada periode
bulan Oktober yang cukup tinggi, hal ini diduga karena terjadinya percampuran
massa air dengan suhu yang lebih tinggi yang terbawa dari Samudera Pasifik
karena pada saat sampling dilakukan terjadi pergerakan gelombang dan arus yang
cukup kuat. Faktor abiotik seperti salinitas (Ayad, 2002 dalam Badsi et all 2010)
serta prsesipitasi dan kekeruhan telah didentifikasi sebagai faktor kritis dalam
perkembangan zooplankton (Dejen et all, 2004 dalam Badsi, 2010). Penulis lain
(Wetzel, 2001; Fernandez-Rosado dan Lucena 2001; semuanya dalam Badsi
2010) juga mengatakan bahwa ada pengaruh interaksi faktor abiotik dan biotik
dalam lingkungan yang berpengaruh terhadap komposisi, kelimpahan dan
dinamika zooplankton.

Gambar 4. Variasi Suhu Perairan pada Lokasi Penelitian untuk
Keseluruhan Periode Sampling

14

Salinitas selama penelitian memiliki rata-rata 32,75‰ dengan nilai
maksimum diperoleh pada stasiun 1 dan 2 periode bulan September yakni 38‰
dan nilai minimum diperoleh pada stasiun 1 periode bulan Oktober yakni 29‰
(Gambar 5). Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran salinitas pada lapisan
permukaan perairan Kwatisore pada tahun 2005 yaitu 31-34‰, tahun 2007 yakni
32-33‰, tahun 2008 berkisar 35-36‰, tahun 2009 yaitu 35-36‰, tahun 2010
yakni 35-36‰ dan tahun 2011 berkisar antara 33-35‰ yang dilakukan Balai
Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Unpublished) setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa salinitas perairan Perairan
Kwatisore termasuk salinitas air campuran (32-34‰) dan air samudera (>34‰)
karena perairan ini berhubungan langsung dengan perairan Samudera Pasifik di
bagian Utara. Tingginya salinitas pada sampling bulan September/akhir musim
peralihan II diduga akibat adanya pergerakan massa air dari samudera Pasifik
yang memiliki salinitas tinggi yang masuk ke perairan Kwatisore, pada saat
sampling terjadi angin dan gelombang yang cukup kencang.

Gambar 5. Variasi Salinitas Perairan pada Lokasi Penelitian untuk
Keseluruhan Periode Sampling

Derajat keasaman perairan (pH) di lokasi penelitian untuk keseluruhan
periode sampling memiliki rata-rata 7,52 dengan nilai maksimum ditemukan pada
stasiun 1 periode bulan Agustus yaitu 7,94 dan nilai minimum ditemukan pada
stasiun 1 periode bulan September yakni 6,96 (Gambar 6), sehingga perairan
Kwatisore dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik sebagai lingkungan
hidup. Nilai pH yang cukup baik ini dapat menunjukkan tinggi rendahnya
produktivitas perairan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Effendi
(2003) bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5, hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan
Omori dan Ikeda (1984) dalam Nuraini (1997) bahwa di laut pH merupakan
faktor pembatas bagi pertumbuhan plankton dan nilai pH optimum untuk bisa
tumbuh dengan baik berkisar antara 7-8,5.

15

Gambar 6. Variasi pH Perairan pada Lokasi Penelitian untuk
Keseluruhan Periode Sampling

Berdasarkan hasil penelitian, maka oksigen terlarut yang diperoleh di
lapangan berkisar memiliki rata-rata 6,52 mg/L dengan nilai maksimum
ditemukan pada stasiun 2 periode bulan Oktober yaitu 6,8 mg/L dan nilai
minimum ditemukan pada stasiun 3 periode bulan September yakni 6,29 mg/L
(Gambar 7). Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) memperlihatkan nilai yang
cukup besar. Pada periode bulan Oktober/musim barat diduga karena saat
sampling terjadi angin kencang, gelombang serta hujan yang cukup deras
sehingga terjadi percampuran massa air yang mengakibatkan tingginya oksigen
terlarut. Konsentrasi DO di perairan ini berada di atas batas minimum untuk
mendukung kehidupan di perairan seperti yang disebutkan oleh Prescot (1973)
dalam Amiruddin (2006) yaitu sebesar 2,0 mg/L. Selain itu menurut Basmi et al.
(1995) dalam Rimper (2001) bahwa makin tinggi suhu, kadar garam dan tekanan
parsial dalam air maka kandungan oksigen makin berkurang. Kandungan oksigen
terlarut dalam suatu perairan dapat memberi petunjuk tentang tingginya
produktivitas primer suatu perairan.

Gambar 7. Variasi Oksigen Terlarut Perairan pada Lokasi Penelitian
untuk Keseluruhan Periode Sampling

16

Kelimpahan Zooplankton
Komposisi Jenis dan Kelimpahan Zooplankton di Perairan
Secara keseluruhan dari seluruh stasiun dalam setiap periode sampling,
diperoleh 51 jenis zooplankton yang terdiri atas 44 jenis holoplankton dan 7 jenis
meroplankton (Lampiran 1).
Holoplankton yang teridentifikasi termasuk dalam 31 famili, dan 1 ordo
yang terbagi atas 35 genus (Lampiran 2) yang sebagian besar merupakan
holoplankton kelas Crustacea Sub-Grup Copepoda (Calanoida, Cyclopoida dan
Harpacticoida) yang ditemukan 30 jenis, dan sisanya termasuk sub-grup
Cladocera, Amphipoda, Chaetognatha, Radiolaria, Holotricha, Appendicularia,
Ostracoda dan Heteropoda.
Terdapat 8 jenis holoplankton yang selalu muncul pada setiap stasiun
pengamatan dan setiap periode sampling yaitu Acartia Sp.1, Calanus Sp.2,
Oithona Sp., Oncaea venusta, Calanus Sp.1, Corycaeus Sp.2, Eucalanus Sp.2,
dan Euterpina acutifrons. Kedelapan jenis tersebut merupakan “grazer” atau
pemakan fitoplankton dimana selanjutnya energi yang dihasilkan akan
dimanfaatkan oleh organisme tingkatan diatasnya dalam hal ini adalah ikan teri.
Copepoda yang ditemukan pada penelitian ini mencapai 58,82% dari seluruh
komunitas zooplankton di perairan Kwatisore, hal yang sama juga ditemukan oleh
Amiruddin (2006) bahwa Kelimpahan zooplankton di Perairan Selat Makassar
secara umum didominasi oleh sub-Grup Copepoda, dan juga sesuai dengan
pernyataan Wiadnyana (1996) bahwa kelompok copepoda dapat dianggap sebagai
unsur yang dapat mewakili komunitas zooplankton karena kelompok tersebut
sering mendominasi komunitas zooplankton pada berbagai perairan.
Meroplankton atau biasa disebut plankton larva, termasuk di dalamnya
telur dan larva biota laut. Meroplankton merupakan kelompok penting dari
komunitas zooplankton karena keberadaan meroplankton mempunyai kaitan yang
erat dengan kepentingan usaha budidaya, pendugaan stok ikan atau hewan bentik
lainnya (Huliselan et al. 2006). Meroplankton yang diperoleh dalam penelitian ini
berjumlah 8 jenis, semuanya merupakan larva dan telur dari organisme laut yang
sebagian hidupnya dilewatkan dalam bentuk planktonik, yang setelah dewasa
hidup di dasar laut sebagai bentos maupun berenang bebas aktif. Larva yang
ditemukan diantaranya dari kelas bivalvia, crustacea, polychaeta dan
echinodermata serta 1 jenis telur ikan. Untuk meroplankton terdapat 1 jenis yang
selalu muncul pada setiap stasiun dan periode sampling yaitu dari kelas bivalvia,
meski siklus hidup meroplankton neritik yang lebih pendek dalam bentuk
planktonik namun larva bivalvia selalu muncul diduga perairan tersebut
merupakan lingkungan yang baik keberadaan sumberdaya bivalvia. Data
mengenai jumlah jenis zooplankton yang ditemukan pada lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 8.

17

Gambar 8. Jumlah Jenis Zooplankton di Perairan untuk Keseluruhan
Stasiun Dan Periode Sampling

Berdasarkan Gambar 8, maka jumlah jenis tertinggi ditemukan pada
stasiun 1 periode bulan Juli yaitu 32 jenis dan terendah ditemukan pada stasiun 2
periode bulan September yakni 19 jenis. Hal ini juga berbanding lurus dengan
kelimpahan individu zooplankton yang ditemukan, dan akan berhubungan dengan
nilai keanekaragaman, keseragaman dan dominansi.

Gambar 9. Kelimpahan Individu Zooplankton di Perairan untuk
Keseluruhan Stasiun Dan Periode Sampling

Kelimpahan zooplankton pada lokasi penelitian yang dapat dilihat pada
Gambar 9. Nilai kelimpahan individu tertinggi diperoleh pada stasiun 1 periode
bulan Juli yaitu 12.035 ind/m3 dan terendah pada stasiun 3 periode bulan
September yakni 961 ind/m3. Hal ini terjadi karena pada akhir bulan Juli masih
berada pada akhir musim timur memasuki musim Peralihan II dimana musim
panas masih mendominasi dan curah hujan rendah sehingga juga turut
mempengaruhi komposisi jenis dan kelimpahan zooplankton. Hal ini diduga
karena pada periode bulan Juli intensitas cahaya matahari lebih tinggi, yang
sangat diperlukan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis. Kelimpahan

18

zooplankton yang paling tinggi pada periode ini diasumsikan mengikuti
kelimpahan fitoplankton dalam perairan. Pada periode bulan September yang
kelimpahan zooplanktonnya paling rendah daripada periode sampling lainnya
diduga akibat pada saat sampling tersebut d