Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara

(1)

ABSTRAK

CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan MUSTARUDDIN.

Perairan Sibolga cukup strategis sebagai setral produksi perikanan di Sumatera Utara. Pada tahun 2010 hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari jumlah total hasil tangkapan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil- a adalah salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis. Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan. Penelitian bertujuan untuk menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga, menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga, menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri, dan menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri di perairan Sibolga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebaran kandungan klorofil-a di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 berkisar 0,26-0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim peralihan timur-barat (September-November), yaitu 0,48 mg/m3. Puncak musim penangkapan ikan teri di perairan Sibolga terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada time lag 23 hari. Daerah penangkapan ikan teri yang menjadi tempat pengoperasian bagan apung dan pukat tarik ikan di perairan Sibolga termasuk daerah pe nangkapan yang potensial.

Kata kunci: klorofil-a, pola musim, Sibolga, teri


(2)

ABSTRACT

CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Season and Regional Analysis of Anchovies Fishing (Stolephorus spp.) based on the Content of Chlorophyll-a in the Sibolga Waters, North Sumatra. Supervised by DOMU SIMBOLON and MUSTARUDDIN.

Sibolga’s waters is an area which quite strategic as a central fishery production in North Sumatra. In 2010 production of fish catches landed 16,70% of total catches production. The number of primary productivity in the waters can be estimated by chlorophyll-a concentrations. Chlorophyll-a is one of the most dominant pigment in phytoplankton and play a role in photosynthesis. Knowledge about dissemination of area and fishing season are important factors in fishing activities. The study aims to determine the distribution of chlorophyll-a in the waters of Sibolga, determine the system of anchovy fishing season (Stolephorus spp.) in the waters of Sibolga, analyzing the influence o f chlorophyll-a towards the anchovies catch production, and determine the potential area for catching ancho vies in the waters of Sibolga . Research method which is used is survey method. The analysis result showed that the distribution of the content of chlorophyll- a in the waters of Sibolga in 2006-2010 ranged 0,26-0,68 mg/m3 with an average value of 0,45 mg/m3. Chlorophyll-a concentration was highest in the east-west transition season (September-November), which is 0,48 mg/m3. Peak of anchovy fishing season in the waters of Sibolga can be found in the west season (December-February) with the Fishing Season Index (FSI) at 134,56%. The content of chlorophyll-a in the waters of Sibolga effect on the number of anchovies catches on the 23 day time lag. Anchovy fishing area is a floating point operation of the chart and drag seine fishing in the waters of Sibolga including potential fishing area.


(3)

ABSTRAK

CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan MUSTARUDDIN.

Perairan Sibolga cukup strategis sebagai setral produksi perikanan di Sumatera Utara. Pada tahun 2010 hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari jumlah total hasil tangkapan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil- a adalah salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis. Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan. Penelitian bertujuan untuk menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga, menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga, menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri, dan menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri di perairan Sibolga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebaran kandungan klorofil-a di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 berkisar 0,26-0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim peralihan timur-barat (September-November), yaitu 0,48 mg/m3. Puncak musim penangkapan ikan teri di perairan Sibolga terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada time lag 23 hari. Daerah penangkapan ikan teri yang menjadi tempat pengoperasian bagan apung dan pukat tarik ikan di perairan Sibolga termasuk daerah pe nangkapan yang potensial.

Kata kunci: klorofil-a, pola musim, Sibolga, teri


(4)

ABSTRACT

CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Season and Regional Analysis of Anchovies Fishing (Stolephorus spp.) based on the Content of Chlorophyll-a in the Sibolga Waters, North Sumatra. Supervised by DOMU SIMBOLON and MUSTARUDDIN.

Sibolga’s waters is an area which quite strategic as a central fishery production in North Sumatra. In 2010 production of fish catches landed 16,70% of total catches production. The number of primary productivity in the waters can be estimated by chlorophyll-a concentrations. Chlorophyll-a is one of the most dominant pigment in phytoplankton and play a role in photosynthesis. Knowledge about dissemination of area and fishing season are important factors in fishing activities. The study aims to determine the distribution of chlorophyll-a in the waters of Sibolga, determine the system of anchovy fishing season (Stolephorus spp.) in the waters of Sibolga, analyzing the influence o f chlorophyll-a towards the anchovies catch production, and determine the potential area for catching ancho vies in the waters of Sibolga . Research method which is used is survey method. The analysis result showed that the distribution of the content of chlorophyll- a in the waters of Sibolga in 2006-2010 ranged 0,26-0,68 mg/m3 with an average value of 0,45 mg/m3. Chlorophyll-a concentration was highest in the east-west transition season (September-November), which is 0,48 mg/m3. Peak of anchovy fishing season in the waters of Sibolga can be found in the west season (December-February) with the Fishing Season Index (FSI) at 134,56%. The content of chlorophyll-a in the waters of Sibolga effect on the number of anchovies catches on the 23 day time lag. Anchovy fishing area is a floating point operation of the chart and drag seine fishing in the waters of Sibolga including potential fishing area.


(5)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Sibolga cukup strategis sebagai sentra produksi perikanan di Sumatera Utara. Perairan Sibolga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar karena perairan tersebut memiliki banyak jenis ikan seperti kembung perempuan (Rastrellinger brachysoma), kembung lelaki (Rastrellinger kanagurta), parang-parang (Chirocentrus dorab), beloso (Saurida rumbii), layang (Decapterus spp), biji nangka (Upeneus sulphurcus), belado kuning (Atule male), bentong/buncilak (Alepes djeddaba), selar (Selar crumenopthalmus), baledang, sotong, dan ikan teri (Stolephorus spp.). Data laporan tahunan Dinas Perikanan Sibolga menyatakan pada tahun 2010 hasil tangkapan yang didaratkan sebesar 52.694,34 ton. Jumlah penduduk Sibolga pada tahun 2010 sebesar 96.034 orang, 6,9% mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai nelayan yaitu sebanyak 6.621 orang.

Ikan teri merupakan ikan ekonomis tinggi dan setiap penangkapan jumlah yang diperoleh cukup banyak dan bersifat pelagis. Mengkonsumsi ikan teri cukup baik karena mengandung kalsium terbaik untuk mencegah osteoporosis. Permintaan akan ikan teri cukup besar karena masyarakat banyak yang suka dari kalangan yang tinggi sampai kalangan terendah dan harganya yang relatif stabil.

Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, selain itu juga memiliki kepekaan terhadap gerakan yang berasal dari luar dan ikan teri merupakan salah satu ikan pelagis kecil (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri adalah jaring pantai, pukat kantong dan bagan. Penggunaan alat tangkap ini tergantung pada iklim, letak geografi dan topografi perairan. Di Palabuhanratu, Belawan, dan Kabupaten Tuban nelayan melakukan penangkapan ikan teri dengan bagan yang mengunakan alat bantu lampu karena ikan teri merupakan fototaksis positif. Bagan apung dan pukat tarik ikan adalah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri.


(6)

2 Makanan ikan teri adalah krustasea dan plankton-plankton yang ada di perairan. Sebaran daerah penangkapan ikan sangat berhubungan dengan sebaran klorofil-a sebagai indikasi kandungan produktivitas primer. Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa anorganik (Nybakken 1992). Melimpahnya produktivitas primer di perairan akan menarik perhatian ikan untuk mencari makan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis. Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas perairan. Pigmen klorofil menyerap energi cahaya matahari yang digunakan dalam proses fotosintesis.

Distribusi klorofil-a dapat dideteksi dengan menggunakan satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dengan sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) (Girsang 2008). Teknologi penginderaan jauh (Remote Sensing) digunakan untuk membantu mendeteksi kondisi lingkungan laut seperti klorofil-a, suhu permukaan laut dan parameter-paremeter oseanografi dan biologi untuk mengetahui keadaan perairan sebenarnya. Kandungan klorofil-a dapat menentukan daerah penangkapan ikan di suatu perairan sehingga membantu nelayan, karena dengan metode ini nelayan dapat mengetahui daerah operasi penangkapan ikan lebih efektif dan efisien.

Sebelum nelayan mengetahui pengideraan jauh, nelayan tradisional menentukan daerah penangkapan ikan dengan pengalaman mereka melaut atau tradisi dari nenek moyang mereka secara turun-temurun. Dari pengalaman nelayan dapat menentukan daerah penangkapan de ngan melihat keberadaan burung dan adanya buih serta riak kecil. Setelah mengetahui daerah penangkapan ikan maka akan mudah melakukan penangkapan. Namun demikian, cara tersebut kurang efektif dan efisien karena tingkat ketidakpastiannya cukup tinggi.

Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan ikan, termasuk perikanan teri. Informasi mengenai daerah penangkapan dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. Pola musim dapat digunakan menentukan waktu yang tepat untuk


(7)

3 melakukan penangkapan ikan. Daerah dan musim penangkapan ikan teri umumnya bervariasi, tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti tingkah laku ikan. Faktor eksternal meliputi kondisi perairan seperti suhu, salinitas, kandungan klorofil-a dan faktor lainnya.

Penelitian dilakukan untuk memahami hubungan antara sebaran klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan teri, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan teri dan musim penangkapan. Sehubungan dengan penentuan daerah penangkapan berdasarkan kandungan klorofil-a, nelayan diharapkan dapat lebih mudah menentukan daerah penangkapan dengan menggunakan teknologi yang sedang berkembang.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1) Menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga;

2) Menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga;

3) Menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.); dan

4) Menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi p ihak yang terkait seperti mahasiswa, nelayan dan pihak pemerintah dalam penentua n daerah penangkapan ikan teri. Bagi mahasiswa penelitian bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan terkait dengan daerah penangkapan ikan. Bagi nelayan adalah optimalisasi dalam operasi penangkapan ikan seperti hemat bia ya, waktu dan tenaga. Pihak pengelola perikanan perairan Sibolga dapat menggunakannnya untuk mengatur atau menentukan kebijakan pola penangkapan ikan khususnya ikan teri di perairan Sibolga.


(8)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Teri

2.1.1 Identifikasi dan habitat penyebaran ikan teri

Klasifikasi lengkap mengenai ikan teri menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Subfilum: Vertebrata Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii Famili : Clupeidae

Subfamili : Engraulidae Genus :Stolephorus

Spesies: Stolephorus spp.

Sumber: Hutomo et al. (1987)

Gambar 1 Tatanan morfologi Stolephorus

Ikan teri (Stolephorus spp.) bersifat pelagik dan memenuhi perairan pesisir dan estuary (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987), tetapi ikan teri dapat hidup pada kisaran suhu 26-290C. Teri pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya Stolephorus


(9)

5 commersoni, dan S. indicu yang berukuran mencapai panjang 17,5 cm (Nontji 1993).

Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa teri termasuk ke dalam golongan ikan omnivora yang memiliki ciri anatomi yaitu gigi runcing pada gigi taringnya yang berfungsi untuk memangsa makanan, memiliki lambung, panjang usus sama atau lebih pendek dari panjang badannya. Menurut Subani (1982) dalam Priyanto (2001) terdapat 20 jenis ikan teri di Perairan Indo Pasifik. Nama- nama jenis serta wilayah sebarannya adalah

1) Jenis yang tidak terdapat di Samudra Pasifik, yaitu Stolephorus andhraensis, S. chinensis, S. dubiosus, S. holodon;

2) Jenis yang terdapat hanya di Samudra Pasifik, yaitu Stolephorus oligobranchus, S. purpureus, S. branchycephalus, S. pasificus, S. ronguilloi, S. tysoni, S. waitei; dan

3) Jenis yang mempunyai sebaran luas, baik di Samudra Pasifik.

Tampak adanya kemungkinan arah migrasi ikan teri menuju utara. Berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi sehingga ikan teri melakukan penyebaran yang dilakukan dipengaruhi oleh perubahan musim pada perairan. Pola musim ikan teri terjadi secara periode setiap tahunnya (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).

2.1.2 Tingkah laku ikan teri

Ikan teri memiliki jumlah mencapai ratusan bahkan sampai ribuan ekor dan hidup bergerombol terutama jenis yang berukuran kecil. Jenis ikan teri yang berukuran besar seperti jenis Stolephorus indikus dan Stolephorus commersonii lebih bersifat soliter (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).

Ikan teri bardasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi, untuk jenis ikan teri yang lebih besar biasanya bersifat soliter dikarenakan adanya asumsi ikan teri yang tertangkap dalam jumlah kecil. Ikan teri yang tertangkap oleh nelayan yang umumnya berkelompok memiliki respon yang positif terhadap cahaya dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa getaran yang berasal dari luar (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).


(10)

6 2.1.3 Makanan

Stolephorus umumnya terdiri dari organisme pelagis, meskipun komposisinya berbeda pada masing- masing spesies. Jenis-jenis ikan teri yang berukuran besar seperti S. indikus dan S. commersonii memangsa sebagian besar larva ikan bersama dengan Sergestes dan Mysis. Jenis-jenis yang berukuran kecil memangsa krustasea kecil seperti Copepoda, Ostracoda, individu- individu kecil Mysis, Sergestes, dan Euphasia serta larva krustasea tingkat Nauplius dan Zoea (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).

Isi perut ikan teri didapat larva Bivalvia dan Gastropoda, Anelida, Pteropoda dan Diatomea. Stolephorus tri, Stolephorus baganensis dan Stolephorus insuralis memakan jenis-jenis Sergestes dan Mysis. Organisme lain yang didapatkan yaitu Copepoda dalam frekuensi dan jumlah yang lebih renda h (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Tham 1951 diacu dalam Hutomo et al. 1987 menyatakan bahwa di Selat Singapura terdapat juvenile S. heterolobus sampai ukuran 40 mm terutama memangsa fitoplankton dan copepod dan setelah dewasa mulai memangsa calanoid yang lebih besar seperti Leptochela, polychaets, Mysis, Larva Squilla, Lucifer dan branhyura serta larva decapods yang lain.

2.1.4 Reproduksi ikan teri

Tiews et al. 1968 diacu dalam Hutomoet al. 1987, jenis-jenis Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan betina. Tingkat kematangan gonad Stolephorus secara umum, yaitu:

1) Tingkat I : Remaja (Immature);

2) Tingkat II : Tingkat tenang (Quiet Strage); 3) Tingkat III : Tingakat persiapan;

4) Tingkat IV : Tingkat penggabungan (Fusing Stage); 5) Tingkat V : Tingkat berkembang;

6) Tingkat VI : Dewasa;

7) Tingkat VII : Memijah sebagian; dan 8) Tingkat VIII : Memijah.

Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan Apr il


(11)

7 dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari. Puncak-puncak pemijahan yang terjadi pada satu tahun tidak selalu terulang pada tahun-tahun berikutnya (Dalzell dan Wankowski (1980) diacu dalam Hotomo et al. 1987).

2.1.5 Produksi ikan Teri

Produksi ikan teri dalam negeri dari tahun 2000 sampai tahun 2005 barvariasi adalah yaitu pada tahun 2000 mencapai 173.944 ton, pada tahun 2001 mencapai 190.182 ton, tahun 2002 mencapai 168.959 ton, tahun 2003 mencapai 161.141 ton, tahun 2004 mencapai 154.811 ton, dan tahun 2005 mencapai 151.926 ton. Ikan teri di Indonesia telah banyak di ekspor ke luar negeri, volume ekspor setiap tahunnya meningkat pada tahun 2001 mencapai 1.980 ton dengan nilai 7.930.000 US$, pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi 2.443 ton dengan nilai 16.287.284 ton, dan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 5% menjadi 2.597 ton dengan nilai 16.437.255 US$ (DJPT 2008). Menurut DJPT (2005) produksi ikan teri di Sumatra Utara terjadi penurunan sebesar 1,42% pada tahun 1999-2003.

2.2 Produktivitas Primer dan Klorofil-a

Plankton adalah organisme yang hidup melayang ata u mengambang di perairan. Plankton dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal- usul, ukuran, bentuk dan koloni sel, serta alat penangkapan. Pengelompokan plankton yang paling umum didasarkan pada cara makannya. Berdasarkan cara makannya, plankton dapat dikelompokkan ke dalam bakterioplankton, fitoplankton, dan zooplankton (Wardhana 2003).

Menurut Wardhana (2003) fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil yang umumnya terdiri atas Bacillariphyceae, Clorophyceae, Dinophyceae dan Haptophyceae. Selain berklorofil, fitoplankton juga memiliki bahan makanan cadangan yang umumnya berupa pati atau lemak, dinding sel yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang beragam. Zooplankton merupakan kelompok planter yang mempunyai cara makan holozoik.


(12)

8 Menurut Odum (1971) fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang hidupnya melayang dalam air dan pergerakannya pasif tergantung pada gerakan air. Fitoplankton memiliki berbagai fungsi yaitu:

1) Sebagai pemosok oksigen utama bagi organisme akuatik; 2) Mengubah zat anorganik menjadi zat organik ;

3) Sebagai sumber makanan bagi zooplankton; 4) Menyerap gas- gas beracun seperti NH3 dan H2S;

5) Sebagai indikator tingkat kesuburan perairan;

6) Sebagai indikator pencemaran, contohnya Skeletonema sp akan melimpah di perairan dengan kadar nutrisi tinggi; dan

7) Sebagai penyedia zat antibiotik seperti penisilin dan streptomisin.

Sebaran klorofil-a di laut barvariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan kosentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Fujita (1970) diacu dalam Hatta (2001) mengklasifikasikan alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa pigmennya yaitu tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c dan caratenoid untuk diatom, dinoflagellata dan alga coklat; serta tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru. Levinto (1982) diacu dalam Hatta (2001) menyatakan bahwa fitoplankton berfotosintesis menggunakan klorofil-a, c dan pigmen tambahan seperti protein fucoxanthin dan peridinin yang secara lengkap menggunkan semua cahaya da lam spectrum tampak. Sebaran klorofil-a di laut lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pesisir pantai dan semakin rendah pada lepas pantai. Namun beberapa daerah perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofl-a yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela 1984).

Tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan dapat digambarkan dengan produktivitas primer. Indikator variabel produktifitas primer perairan adalah jumlah kuantitatif fotosintesis seperti kandungan oksigen (DO), jumlah dan kelimpahan komponen produsen. Kelimpahan komponen produsen akan berpengaruh terhadap keanekaragaman produktivitas perikanan.


(13)

9 Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Biasanya produktivitas primer dianggap sebagai pendanaan fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor atau produksi total. Jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan tumbuhan untuk respirasi (Nybakken 1992). Produktivitas primer dari suatu ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan yang lain didefinisikan sebagai kecepatan daripada penyimpanan energi radiasi matahari melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dari organisme. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produktivitas primer dari tumbuhan hijau adalah sebagai jumla h energi yang disimpan per unit waktu per area (Odum 1971).

Nontji (1993) mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3 dan 0,16 mg/m3 selama musim barat sedangkan 0,24 mg/m3 selama musim timur. Faktor yang dapat meningkatkan konsentrasi klorofil-a di lautan adalah adanya peristiwa upwelling yang salah satu pemicunya adalah sistem angin muson. Hal ini berkaitan dengan daerah asal dimana massa air diperoleh. Rendahnya kosentrasi klorofil-a tersebut disebabkan konsentrasi nutrien lebih rendah akibat upwelling tidak terjadi dalam skala besar. Fitoplankton yang subur umunya terdapat diperairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai yang mengalami upwelling. Kedua lokasi tersebut terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara kedalam lingkungan. Zat- zat hara yang ada di laut berasal dari daratan yang dialirkan oleh sungai. Pada tipe rantai makanan, produsen utama diawali dengan tumbuhan hijau yang ada di laut, selanjutnya dimakan oleh konsumen pertama hingga konsumen tertinggi.

Sumber: Nybakken 1992


(14)

10 Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosistesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur. Oksigen merupakan komponen penting yang dibutuhkan organisme perairan yang berfungsi sebagai regulator pada proses metabolisme tanaman dan hewan air (Odum 1971). Fotosintesis adalah suatu proses permulaan yang penting dimana organisme dapat membantu atau mensintesa glukosa (karbohidrat) dari ikatan- ikatan anorganik karbondioksida (CO2) dan air (HO2). Hal ini menyangkut

serangkaian reaksi- reaksi yang dapat disingkat sebagai reaksi berikut ini (Nybakken 1992):

Karbondioksida + Air Glukosa + Oksigen

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

Hubungan makan- memakan sedemikian rupa sehingga setiap pemangsa memangsa beberapa jenis makanan dan setiap jenis makan dimakan oleh banyak jenis hewan, maka demikian tidak dapat dinyatakan sebagai deretan-deretan mata rantai yang terletak bersebelahan. Jika digambarkan maka jumlah seluruh rantai makanan dalam suatu masyarakat ini dimanakan jejaring makan (food web) (Romimohtarto 2005).

2.3 Pola Musim Penangkapan

Pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan. Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode moving average (rata-rata bergerak). Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan bulanan.

Pengukuran variasi musim dilakukan dengan cara mengisolasi trend, variasi, cycle dan residu dari deret berkala asal. Variasi musim adalah fluktuasi-fluktuasi sekitar trend yang berulang secara teratur setiap tahun, residu

Matahari Nutrien


(15)

11 merupakan fluktuasi yang disebabkan oleh faktor-faktor random, trend menggambarkan gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi cycle adalah variasi deret berkala yang meliputi priode setahun lebih, dimana lama dan amplitude cycle tidak pernah sama. Variasi musim murni diperoleh dengan cara merata-ratakan deret berkala yang bebas dari trend dan cycle (Dajan 1985).

Dajan (1985) mengatakan bahwa keunggulan menggunakan metode rata-rata bergerak yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan dan dapat menghilangkan trend atau kecenderungan yang bisa dijumpai pada metode deret waktu. Metode ini juga memiliki kerugian yaitu tidak dapat menghitung pola musim penangkapan sampai tahun terakhir data.

2.4 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

Penginderaan jauh adalah pengambilan atau pengukuran data/informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek atau benda yang menggunakan sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi. Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi dan sensor. Komponen dalam sistem ini bekerja sama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek tersebut.

Sutanto (1987) menyebutkan ada empat komponen penting dalam sistem penginderaan jauh, yaitu:

1) Matahari, sebagai sumber energi berupa radiasi elektromagnetik.

Matahari merupakan sumber energi radiasi elektronik yang paling penting untuk penginderaan jauh. Semua benda pada suhu di atas nol derajat absolut (00K atau -2730C) memancarkan radiasi elektromagnetik secara terus menerus, oleh sebab itu objek di bumi juga merupakan sumber radiasi;

2) Atmosfer, merupakan media lintasan dari energi elektromagnetik;

3) Sensor, yaitu alat mendeteksi radiasi gelombang elektromagnetik dari suatu objek dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal yang bisa direkam; dan

4) Target, yaitu objek atau fenomena yang dideteksi oleh sensor.


(16)

12

Sumber : Sutanto 1994

Gambar 3 Sistem kerja penginderaan jauh

Keberhasilan teknik penginderaan jauh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketelitian dari suatu sensor serta kemampuan menginterpretasikan data secara tepat. Ketelitian sensor terkait dengan rancangan yang tepat dari sensor itu sendiri serta kalibrasi instrumen. Matahari merupakan sumber tenaga alamiah yang utama, yang dipancarkan ke segala arah, sebagian mengarah ke bumi. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah data.

Ada tiga faktor fisika yang mendasari penginderaan jauh (Sutanto 1987) yaitu tenaga untuk penginderaan jauh, tenaga elektromagnetik, spektrum elektromagnetik untuk penginderaan jauh yang meliputi jendela atmosfer dan hambatan atmosfer. Spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan jauh disajikan dalam Tabel 1.

Pendeteksian klorofil-a pada suatu perairan dilakukan dengan pengukuran radiasi warna perairan pada spektrum 433-520 nm dari kanal 2, 3, dan 4 dari sensor SeaWIFS dengan menggunakan sensor satelit SeaStar maka tingkat kandungan klorofil-a dapat diketahui. Pengukuran konsentrasi klorofil-a dengan menggunakan remote sensing dapat dilakukan oleh beberapa satelit yang salah satunya adalah satelit TERRA dengan sensor MODIS.


(17)

13 Tabel 1 Spektrum gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh

Spektrum/ saluran λ Keterangan

Gamma 0,03 nm Diserap oleh atmosfer

X 0,03 – 3 nm Diserap oleh atmosfer

Ultra Violet (UV) 0,3nmm – 0,4 m 0,3 m diserap oleh atmosfer

UV Fotografi 0,3 – 0,4 m Hamburan atmosfer berat sekali, diperlukan lensa kuarsa dan kamera Tampak

Biru Hijau Merah

0,4 – 0,7 m 0,4 – 0,5 m 0,5 – 0,6 m 0,6 – 0,7 m Infra Merah (IM)

IM Pantulan IM Fotografik IM Thermal

0,7 – 1.00 m 0,7 – 3 m 0,7 – 0,9 m 3– 5 m 8- 14 m

Jendela atmosfer terpisah-pisah oleh saluran absorpsi

Jendela atmosfer dalam spektrum ini Gelombang Mikro 0,3 – 300 cm Gelombang panjang yang mampu

menembus awan, citra dapat dibuat dengan pasif dan aktif

Radar 0,3 – 300 cm Penginderaan jauh sistem aktif

Gelombang Radio Tidak digunakan dalam inderaja

Sumber : Sutanto 1987

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah satu perangkat utama yang dibawa oleh Earth Observing System (EOS) satelit TERRA, yang merupakan bagian dari program antariksa AS. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor- faktor ini (Mustafa 2004). Menurut Girsang (2008) MODIS merupakan instrumen kunci pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). Satelit Terra melintasi bumi dari utara ke selatan pada pukul 10.30 pagi, sedangkan satelit Aqua melintasi bumi dari arah selatan ke arah utara dan melintasi ekuator pada pukul 01.30 siang. Kedua satelit ini dapat meliputi seluruh permukaan bumi dalam waktu satu sampai dua hari. Produk modis untuk perairan termasuk warna perairan, suhu permukaan laut, dan produksi primer perairan. Produk ini dapat digunakan untuk keperluan penelitian sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut termaksuk siklus karbon di perairan.


(18)

14

3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dilakukan pada bulan Agustus 2011 dengan mengumpulkan data hasil tangkapan, unit penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan, kondisi daerah penangkapan ikan dan data produksi triwulan dan tahunan yang berdasarkan dari armada penangkapan ikan teri yang berada di kota Sibolga dengan lokasi penelitian pada Lampiran 1. Tahap kedua dilakukan pada bulan September untuk pengumpulan citra klorofil-a dari satelit dengan cara mendownload dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Kamera, digunakan untuk mengambil gambar yang d ibutuhkan pada saat di lapangan;

2) Alat tulis, digunakan untuk mencatat data yang dibutuhkan;

3) Sofware Microsoft Office Excel untuk menghitung CPUE dan nilai kosentrasi klorofil-a;

4) Data sheet, yang digunakan untuk tempat mencatat data yang dibutuhkan; 5) Software Surfer 9.0, digunakan untuk membuat gambar sebaran konsentrasi

klorofil-a;

6) Software SeaDas (Seadisp Data Analysis System) dengan sistem operasi Linux Ubuntu 10.04 digunakan untuk membaca nilai kosentrasi klorofil-a; dan 7) Program SPSS yang digunakan untuk menentukan hubungan hasil tangkapan

dengan kandungan klorofil-a di perairan Sibolga. 3.3 Jenis dan Sumbe r Data

Data yang diambil untuk penentuan musim ikan teri adalah jumlah hasil tangkapan dan upaya penangkapan setiap bulannya selama lima tahun (2006-2010). Penentuan daerah penangkapan ikan berdasarkan jenis ikan teri yang


(19)

15 tertangkap. Data tersebut diperoleh dari pihak dinas perikanan Sibolga dan para nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan teri.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan metode survei. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan ukuran (spesies) ikan teri yang ditangkap oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan, pengambilan dilakukan menggunakan metode survei melalui kegiatan experimental fishing. Pengambilan sampel dengan purposive sampling merupakan metode penentuan jumlah nelayan yang akan diwawancarai. Kegiatan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan yang berjumlah 30 orang.

Data sekunder yang digunakan adalah data sebaran klorofil-a yang diperoleh dengan cara mendownload citra satelit MODIS. Selain itu, data sekunder lain yang diperlukan adalah data produksi bulanan, upaya penangkapan, dan sarana prasarana perikanan teri yang terdapat di perairan Sibolga.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Konsentrasi klorofil-a

Kosentrasi klorofil-a diketahui dengan mendownload data melalui situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data tersebut diolah untuk memperoleh nilai dan gambar sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga. Langkah- langkah yang dilakukan dalam pengolahan citra adalah sebagai berikut:

1) Pembacaan nilai kosentrasi klorofil-a dengan menggunakan program Seadas. Membuka program Seadas dengan pilihan applikasi dan membuka menu

pilihan “terminal”, kemudian ketik seadas –em.

2) Seadas main menu muncul, pilih display kemudian masukkan data yang akan diolah. Memasukkan koordinat daerah penelitian pada lang range (N/S) dan long range (W/E). Pilih chlorophyll a concentrationpada select one or many products, kemudian load. Maka keluar band lish selection, klik display maka muncul gambar dari daerah penelitian yang akan diolah.


(20)

16 a) Grid line; berfungsi untuk menampilkan garis koordinat (Longitude dan

Latitude).

b) Coastline; berfungsi untuk menampilkan garis pantai atau garis terluar dari pulau.

c) Landmask; berfungsi untuk memberikan warna daratan pada citra.

d) Color bar; berfungsi untuk menampilkan skala warna konsentrasi citra yang telah dipilih.

4) Nilai konsentrasi klorofil-a dapat disimpan dalam bentuk data ASCII dengan memilih functions, output, data dan ASCII (Lampiran 2).

5) Hasil dari ASCII diolah dalam Surfer 9.0. 3.5.2 Pola musim penangkapan

Data hasil tangkapan ikan teri dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total hasil tangkapan yang didaratkan di Sibolga dengan jumlah upaya penangkapan ikan pada hari tertentu (CPUE). Secara sistematik nilai CPUE dapat ditulis sebagai berikut:

CPUEi = Keterangan :

CPUEi = jumlah tangkapan per upaya penangkapan bulan ke- i (ton/ hari); Ci = total hasil tangkapan bulan ke- i (ton); dan

fi = total upaya penangkapan bulan ke- i (hari).

Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

1) Menyusun deret CPUE

ni = CPUEi Keterangan:

i = 1,2,3,…….60 ni = urutan ke- i


(21)

17

Keterangan:

p = 6,7,8,9…..54 np = urutan ke-p;dan

j = urutan ke-j pada deret ke- i

3) Menyusun deret jumlah CPUE selama 24 bulan untuk setiap bulan

Keterangan :

q = 7,8,9….. 54 nq = urutan ke-q; dan

k = urutan ke-k pada deret np.

4) Menyusun deret rata-rata bulanan selama 24 bulan untuk setiap bulan

Keterangan :

r = 7,8,9,…..54; nr = urutan ke-r; dan

i = urutan ke- i pada deret nq 5) Menghitung rasio rata-rata untuk setiap bulan

6) Menyusun nilai rasio rata–rata dengan suatu matrik, kemudian menghitung rata-rata variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan:


(22)

18

x 100%

3.5.3 Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a

Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan jumlah hasil tangkapan ikan teri dapat dilihat dengan membandingkan trend CPUEstd ikan teri selama lima tahun dan konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga. Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a dianalisis dengan menggunakan SPSS. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari SPSS memiliki kisaran 0 ≤ r ≤ +1 (Sarwono 2006). Semakin tinggi nilai korelasi maka semakin erat hubungan antara dua variabel. Kisaran nilai korelasi adalah

0 = tidak ada korelasi

0 ≤ r < 0,25 = korelasi sangat lemah

0,25 ≤ r <0,5 = korelasi cukup

0,5 ≤ r < 0,75 = korelasi kuat

0,75 ≤ r < 1 = korelasi sangat kuat

1 = korelasi sempurna

Jika dari analisis SPSS diperoleh nilai signifikansi < 0,05 maka hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a berbeda nyata. Apabila nilai signifikansi > 0,05 maka hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a tidak berbeda nyata.

3.5.4 Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial

Penentuan daerah penangkapan ikan potensial didasarkan pada jenis ikan teri yang tertangkap dan sebaran nilai klorofil-a pada daerah penangkapan. Jenis (spesies) diidentifikasi untuk mengetahui spesies ikan teri jika tangkapan didominasi oleh ikan- ikan juvenil (teri nasi) menunjukkan penangkapan yang dilakukan tidak berwawasan lingkungan karena tidak memberi kesempatan bagi ikan untuk bereproduksi. Hal ini berarti daerah penangkapa n ikan tersebut kurang baik. Sebaliknya apabila jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan teri


(23)

19 (Stolephorus spp.) yang menjadi tujuan utama berarti daerah penangkapan ikan tersebut baik.

Menurut Gower (1972) diacu dalam Widodo (1999) mengelompokkan daerah potensial berdasarkan pada pertimbangan konsentrasi klorofil-a di atas 0,2 mg/m3 menunjukkan bahwa adanya kehidupan fitoplankton sehingga dapat mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan. Klorofil-a di permukaan perairan dikelompokkan dalam tiga kategori (Tabel 2).

Tabel 2 Pengklasifikasian konsentrasi klorofil-a

Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3) Penilaian Kategori DPI

< 0,1 Sedikit Kurang potensial

0,1 – 0,2 Sedang Sedikit potensial

> 0,2 Banyak Potensial


(24)

20

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga

Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai di sebelah timur terdiri dari gunung dan lautan di barat. Wilayah Sibolga seluas 10,77 km2 atau 1.077 ha yang terdiri dari daratan Sumatera 889,16 ha daratan kepelautan 187,84 ha. Secara geografis kawasan ini terletak diantara 10 44’4564’’N dan 98046’3164’’E dengan batas-batas wilayah:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; 2) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; dan

4) Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah

Iklim di Kota Sibolga cukup panas karena hanya beberapa meter di atas permukaan laut dengan suhu maksimal 320 C dan minimum 21,60 C. Kota Sibolga terletak di atas permukaan laut 0-150 m, dan kemiringan lereng lahan bervariasi antara 0-2 persen sampai lebih dari 40 persen (Tabel 3).

Tabel 3 Kemiringan lereng berdasarkan kawasan di Sibolga

Ke miring an lereng (% ) Kawasan

0-2 Kawasan seluas 3,12 kilo meter persegi atau 29,10 persen meliputi

daratan Sumatera seluas 2,17 kilo meter persegi dan kepulauan 0,95 kilo meter persegi

2-15 Lahan seluas 0,91 kilo meter persegi atau 8,49 persen yang meliputi

daratan Sumatera seluas 0,73 kilo meter persegi dan kepulauan seluas 0,18 kilo meter persegi

15-40 Lahan seluas 0,31 kilo meter persegi atau 2,89 persen terdiri dari

0,10 kilo meter persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan 0,21 kilo meter persegi

>40 Lahan seluas 6,31 kilo meter persegi atau 59,51 persen terdiri dari

lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilo meter persegi dan kepulauan seluas 0,53 kilo meter persegi


(25)

21 4.2 Kondisi Perikanan Tangkap di Sibolga

4.2.1 Sumberdaya manusia (SDM) nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Undang-Undang [UU] Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Menurut DJPT 1997, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang lainnya atau tanaman air;

2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air; dan

3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya, atau tanaman air.

Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah nelayan Sibolga sebanyak 6.621 jiwa, dengan tingkat pendidikan relatif rendah atau rata-rata sekolah dasar (SD). Nelayan tersebut tergabung ke dalam beberapa rumah tanggan perikanan (RTP) sebagaimana pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang ada di kota Sibolga tahun 2006-2010

Jenis RTP Jumlah RTP

2006 2007 2008 2009 2010

Perahu Tampa motor 20 25 11 53 28

Motor Tempel 98 136 68 77 156

Armada Perikanan

0 – 10 GT 127 117 71 71 71

10 – 30 GT 106 112 126 126 126

>30 GT 116 67 45 45 45

Jumlah 467 457 321 372 427

Sumber: Dinas Perikanan Sibolga 2011

Kepemilikan unit penangkapan dapat dikelompokan berdasarkan nela yan pemilik dan nelayan buruh. Biaya operasional penangkapan ikan diperoleh dari nelayan pemilik armada penangkapan sedangkan nelayan buruh mendapatkan


(26)

22 bagian dari bagi hasil yang telah ditentukan. Selain sebagai nelayan penangkapan ikan, adapun sebagian mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai nelayan pengolah ikan sebanyak 125 unit usaha. Unit- unit pengolahan tersebut dapat menampung tenaga kerja sebanyak 625 orang. Pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat nelayan dalam penanganan produksi perikanan masih perlu ditingkatkan agar produk yang dihasilkan nilai dan daya saing yang lebih tinggi (Dinas Perikanan Sibolga 2011).

4.2.2 Armada penangkapan

Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan (Undang- undang [UU] Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Kapal penangkapan ikan dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) Perahu tanpa motor (PTM) yaitu perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak dayung atau layar dan perahu tersebut berukuran sangat kecil. (2) Perahu motor tempel (PMT) yaitu kapal atau perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang pada saat kapal dioperasikan dan dilepas pada saat selesai dioperasikan. (3) Kapal motor (KM) (Diniah 2008).

Tabel 5 Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di kota Sibolga tercatat mulai tahun 2006-2010

Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011

Jenis Armada Jumlah (Unit)

2006 2007 2008 2009 2010

Perahu Tanpa motor 27 27 11 53 28

Motor Tempel 107 136 142 151 221

Armada Perikanan

0 – 10 GT 127 161 104 69 69

10 – 30 GT 132 125 149 149 149

>30 GT 215 137 122 122 122


(27)

23 Jumlah armada penangkapan di Sibolga terjad i penurunan pada tahun 2006-2008. Armada penangkapan dengan perahu tanpa motor mengalami penurunan dikarenakan semakin jauh lokasi daerah penangkapan yang berpotensi sehingga nelayan beralih ke perahu tempel dan perahu motor dan pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan jumlah kapal tanpa motor. Hal ini disebabkan oleh naiknya harga BBM sehingga nelayan kembali ke kapal tanpa motor. Jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2010 adalah 579 unit sebagaimana tercantum pada Tabel 5.

Perikanan Sibolga sebagian besar didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga. PPN Sibolga merupakan prasarana perikanan tangkap milik pemerintah yang diberikan bagi semua penduduk khususnya masyarakat yang bergerak di sektor perikanan. Fasilitas yang ada di pelabuhan ini dibagi menjadi tiga jenis fasilitas yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas pendukung (Tabel 6).

Prasarana-prasarana pada Tabel 6 dikelola oleh beberapa unit pelaksana teknis (UPT) dan perusahaan umum (Perum) yang memiliki wewenang langsung didalamnya. Unit pelaksanaan teknis (UPT) di pelabuhan memiliki instansi yang terkait seperti UPT pelabuhan perikanan, satuan kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, kesehatan pelabuhan, dan polisi air. PPN Sibolga terdapat Perum seperti Pertamina dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Perusahaan umum (Perum) adalah perusahan yang dibangun pemerintah untuk membantu menyediakan kebutuhan masyarakat sekitarnya dan tujuannya bukan komersil atau mendapatkan keuntungan.


(28)

24 Tabel 6 Fasilitas yang terdapat di PPN Sibolga

Sumber : PPN Sibolga 2008

4.2.3 Perkembangan jenis alat tangkap

Perkembangan jenis alat tangkap ikan selama tahun 2006-2010 di Sibolga adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 7. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan angka jumlah alat tangkap, hal ini disebabkan oleh banyaknya armada yang menambah jenis alat tangkapannya dalam satu unit kapal. Contoh penambahan jenis alat tangkap adalah bubu dan gillnet.

Jenis Fasilitas Volume

Fasilitas Pokok

Kolam pelabuhan 2,1 ha

Dermaga 247 m

Turap beton 382 m

Jalan kompleks 21.461 m2

Tanah 12,4 ha

Fasilitas Fungsional

Pagar keliling 1.824 m2

Gedung kantor 440 m2

Gedung pelelangan ikan 864 m2

Balai pertemuan nelayan 150 m2

Gedung pemasaran BBM 159 m2

Tangki BBM 3 unit

Toilet umum 150 m2

Gedung utility 200 m2

Pos jaga 20 m2

Lampu tanda pelabuhan 3 unit

Pagar kolam limbah 125 m

Gapura pelabuhan 1 unit

Gudang ikan olahan 100 m2

Instalasi air tawar 150 m2

Instalasi listrik 82.5 KVA

Gudang peralatan 200 m2

Lapangan parker 4.500 m2

Gorong-gorong 1 unit

Drainase 2.575 m

Radio SSB 1 unit

Fasilitas Pendukung

Rumah staf 7 unit

Mess operator 150 m2


(29)

25 Tabel 7 Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Sibolga

Jenis Alat Tangkap 2006 2007 2008 2009 2010

Pukat Cincin 164 102 105 105 105

Bagan Terapung 96 74 104 104 104

Bagan Tancap 25 25 64 42 42

Rawai Tetap 39 5 1 1 1

Gill Net 125 124 53 53 62

Pukat Ikan 38 30 20 20 20

Pancing Ulur 80 141 168 168 168

Bubu 206 392 340 340 340

Tramel Net 21 26 6 6 6

Serok - 18 37 37 37

Jumlah 794 937 898 876 885

Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011

4.3 Potensi Sumberdaya Ikan Teri di Sibolga

Produksi ikan teri berdasarkan alat tangkap pada tahun 2006-2010 berubah-ubah seperti yang terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Produksi ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010

Tahun Triwulan Jumalah produksi (ton)

Bagan apung Pukat ikan

2006 I 726,22 295,94

II 505,48 275,84

III 561,50 276,97

IV 648,70 289,35

2007 I 740,88 319,02

II 557,26 293,15

III 561,50 301,02

IV 672,26 290,31

2008 I 983,80 440,49

II 819,80 367,70

III 885,40 373,23

IV 655,80 392,78

2009 I 1149,50 540,90

II 1126,50 530,10

III 976,90 459,80

IV 1011,50 476,00

2010 I 535,10 251,80

II 497,70 234,20

III 825,1 262,7

IV 551,10 261,4


(30)

26 Hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan d i Perairan Sibolga ditangkap dengan menggunakan alat tangkap bagan apung dan pukat tarik. Jumlah produksi ikan teri selama 5 tahun lebih didominan ditangkap dengan bagan apung. Setiap triwulannya jumlah produksi ikan teri berfluktuasi setiap tahunnya. Pada Tabel 8 terlihat bahwa jumlah produksi ikan teri tertinggi pada triwulan I.

4.4 Unit Penangkapan Ikan Te ri di Sibolga

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam, alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi lautan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai, pukat kantong dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri adalah bagan apung dan pukat tarik ikan.

4.4.1 Bagan apung

Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Subani dan Barus (1989) mengk lasifikasikan-ikan bagan ke dalam jaring angkat, pengoperasian bagan biasanya menggunakan lampu yang digunakan untuk memikat ikan agar berada di dalam jaring. Dilihat dalam pengoperasian dan bentuk, bagan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bagan tancap, bagan rakit dan bagan perahu.

Bagan apung di Perairan Sibolga terdiri dari bagian-bagian yang penting seperti rumah bagan, jaring bagan, serok, dan lampu.

1) Rumah bagan terbuat dari bambu dan kayu dan pada bagian belakang rumah bagan terdapat alat pengulung yang berfungsi menurunkan dan menaikkan jaring bagan pada saat penangkapan;

2) Jaring bagan umumnya terbuat dari bahan nilon atau benang katun Jaring tersebut diikat pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu, tapi kadang juga tanpa diberi bingkai pada bagan perahu;

3) Serok, berfungsi sebagai alat bantu dalam mengambil hasil tangkapan; dan 4) Lampu, ciri khas penangkapan dengan bagan ialah menggunakan lampu (light


(31)

27 diperlukan lampu untuk menarik perhatian ikan agar berada di bagian atas jaring.

Alat tangkap bagan yang mengunakan kapal dalam pengoperasiannya adalah bagan perahu, sedangkan jenis bagan yang lain misalnya bagan tancap tidak menggunakan kapal. Nelayan bagan tancap hanya menggunakan kapal sebagai alat transportasi menuju bagan dan kembali ke pantai. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap bagan berjumlah 3-5 orang.

4.4.2 Pukat tarik ikan

Pukat tarik ikan (fish net) adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan cara cara menyapu dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik oleh kapal (Diniah 2008). Pukat tarik ikan yang di operasikan di perairan Sibolga memiliki bentuk yang sama dengan trawl. Alat tangkap ini berbentuk kantong yang terdiri dari dua bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian-bagian dari pukat tarik ikan adalah:

1) Sayap/kaki jaring adalah bagian jaring terpanjang yang terletak di ujung depan pukat tarik. Sayap jaring terdiri dari sayap atas dan sayap bawah;

2) Badan jaring adalah bagian jaring yang terpendek dan terletak diantara bagian kantong dan bagian sayap jaring;

3) Kantong jaring adalah bagian jaring yang terletak di ujung belakang dari pukat tarik;

4) Palang rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk batang bambu/kayu atau besi yang dugunakan sebagai alat pembuka mata jaring; 5) Papan rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk papan empat

persegi panjang yang digunakan sebagai alat pembuka mulut jaring;

6) Tali iris bawah adalah tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut jaring bagian bawah;

7) Tali iris atas adalah tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas, melalui bagian square jaring; dan


(32)

28 8) Tali selembar (warp rope) adalah tali yang berfungsi sebagai penghela di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik pukat tarik ke atas geladak kapal.

Pukat tarik ikan menggunakan kapal untuk menarik jaring sehingga menyapu kolom perairan. Jumlah kapal yang digunakan biasanya satu sampai dua kapal. Nelayan yang mengoperasikan pukat tarik ikan sebanyak 5-10 orang yang memiliki tugas yang berbeda.

4.5 Metode Pengoperasian

4.5.1 Metode pengope rasian bagan apung

Pengoperasian bagan di Sibolga dilakukan dengan cara menurunkan jaring, selanjutnya dengan menyalakan lampu yang telah dipasang di sekitar rumah bagan. Setelah banyak ikan yang berkumpul di permukaan maka lampu dipadamkan, tetapi ada satu lampu yang tetap menyala. Tujuan dari pemadaman lampu adalah agar ikan berkumpul di permukaan air yang masih terkena cahaya lampu.

Penurunan jaring oleh nelayan Sibolga dilakukan hingga kedalaman 10-15 m di bawah permukaan air. Pengangkatan jaring pada saat ikan sudah berkumpul banyak di bawah lampu yang masih menyala. Pengangkatan jaring tersebut tidak bergantung pada lamanya waktu, tetapi bergantung pada jumlah ikan yang sudah berkerumun dibawah lampu sehingga waring dinaikkan ke atas dengan bertahap menggunakan troller. Ikan-ikan yang tertangkap kemudian disimpan di keranjang.

4.5.2 Metode pengope rasian pukat tarik ikan

Teknik pengoperasian pukat tarik di Sibolga dapat dilakukan dengan penurunan jaring terlebih dahulu. Penurunan jaring dilakukan dari bagian buritan kapal dan kapal bergerak maju dengan bantuan atau perentakan tali selambar. Panjang tali selambar disesuaikan dengan kedalaman perairan. Setelah jaring berada di dasar perairan maka dilakukan penarikan tali selambar pada buritan kapal. Penarikan jaring dilakukan selama 1-3 jam dengan kecepatan hela 2-4 knot. Pengangkatan jaring dilakukan dari buritan kapal atau sisi lambung kapal dengan menarik tali selambar.


(33)

29

5 HASIL

5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai 0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a pada setiap bulannya barvariasi bahkan terjadi variasi/fluktuasi pada bulan yang sama tetapi pada tahun yang berbeda. Perubahan musim setiap tahunnya memiliki kandungan klorofil-a yang berbeda pula di perairan Sibolga. Nilai variabilitas dari data kandungan klorofil-a setiap musim bervariasi.

Sebaran klorofil-a perairan Sibolga pada musim barat (Desember– Februari) rata-rata 0,47 mg/m3 dengan klorofil- a dominan 0,27 mg/m3 dan variabilitas 0,17. Pada musim barat pada tahun 2006-2010 konsentrasi klorofil-a pada bulan Desember umunya lebih tinggi dibandingkan bulan Januari-Februari. Konsentrasi klorofil- a terendah pada musim barat dari tahun 2006-2010 adalah 0,26 mg/m3 terdapat pada bulan Februari 2008 sedangkan sebaran klorofil tertinggi pada bulan Desember 2010 sebesar 0,83 mg/m3.

Musim peralihan barat-timur terjadi pada bulan Maret, April dan Mei. Sebaran klorofil pada musim peralihan ini rata-rata 0,46 mg/m3 dan dominan sebesar 0,25 mg/m3. Konsentrasi kolorifil-a terendah adalah 0,26 mg/m3 pada bulan Mei 2008 dan tertinggi adalah 0,68 mg/m3 bulan April tahun 2006 serta nilai rata-rata variabilitas 0,16.

Sebaran klorofil-a pada musim timur (Juli-Agustus) memiliki rata-rata 0,40 mg/m3 dengan klorofil-a dominan sebesar 0,27 mg/m3 . Pada tahun 2006-2010 konsentrasi klorofil-a yang terendah adalah 0,27 mg/m3 pada bulan Agustus 2009 sedangkan konsentrasi tertinggi pada bulan Juni 2006 sebesar 0,50 mg/m3 . Pada musim timur, bulan Juni memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli dan Agustus selama lima tahun berturut-turut. Nilai rata-rata variabilitas pada musim timur adalah 0,09.

Pada musim peralihan timur-barat (September-November), konsentrasi klorofil-a memiliki rata-rata 0,48 mg/m3 dan dominan sebesar 0,30 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada bulan November 2008 yaitu sebesar 0,71


(34)

30 mg/m3 dan terendah pada bulan Oktober 2009 yaitu sebesar 0,32 mg/m3. Sebaran klorofil-a pada musim peralihan timur-barat, bulan November memiliki nilai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan bulan September dan Oktober. Nilai rata-rata variabilitas pada musim timur-barat adalah 0,15.

Secara deret waktu, kandungan klorofil-a yang dapat dideteksi citra satelit dapat dilihat pada Gambar 4. Secara keseluruhan, trend konsentrasi klorofil-a yang terdapat di perairan Sibolga meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Gambar 4 Fluktuasi rata-rata konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006-2010 Pada Gambar 4, nilai kosentrasi klorofil-a setiap tahunnya bervariasi. Nilai konsentrasi klorofil-a meningkat pada saat musim barat kecuali pada tahun 2007 terjadi penurunan. Fluktuasi setiap bulannya mengikuti musim angin yang sedang berlangsung dan mencapai puncaknya pada musim barat.

Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 5 sampai Gambar 8. Perbedaan warna pada gambar nenunjuknan perbedaan konsentrasi klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga.

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90

K

lo

r

o

fi

l-a

(

m

g

/m

³)

2006 2007 2008 2009 2010


(35)

31

Gambar 5 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim barat

Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada musim barat cenderung tinggi dengan kisaran 0,15 mg/m3 sampai 4,96 mg/m3 (Gambar 5) dengan kandungan klorofil-a yang lebih tinggi terdapat disekitar pantai. Konsentrasi


(36)

32 klorofil-a menurun di sebelah barat daya perairan Sibolga. Pada bulan Februari, konsentrasi awan mencakup tepi pantai perairan Sibolga.


(37)

33 Pada bulan Meret-Mei (Gambar 6), kandungan klorofil-a berkisar antara 0,11-5,00 mg/m3, dan perairan sekitar pantai cenderung memiliki klorofil-a yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengarah ke lepas pantai. Pada musim peralihan barat-timur ini, perairan yang memiliki kandungan klorofil-a rendah lebih luas (menyebar) dibandingkan dengan musim barat. Pada musim peralihan barat-timur kandungan klorofil-a yang tertinggi adalah bulan April.


(38)

34

Gambar 7 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim timur

Pada musim timur (Juni-Agustus), konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan musim sebelumnya yaitu musim peralihan barat-timur. Kandungan klorofil-a pada musim timur berkisar antara 0,11-4,94 mg/m3. Pada bulan Juni di bagian selatan terlihat menyebar kandungan klorofil yang berkisar 0,2 mg/m3 .


(39)

35

Gambar 8 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan timur-barat Pada musim peralihan timur-barat terjadi peningkatan konsentrasi dibandingkan dengan musim timur. Kandungan klorofil-a berkisar 0,10-4,77 mg/m3. Sebaran klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 8. Pada bulan November konsentrasi awan didominasi di tepi perairan Sibolga.

5.2 Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Teri

Hasil tangkapan ikan teri yang diperoleh dari perairan Sibolga biasa ditangkap oleh pukat tarik ikan dan bagan apung. Jumlah total produksi ikan yang didaratkan di Sibolga pada tahun 2010 sebanyak 52.694,34 ton, dan salah satu tangkapan yang dominan adalah ikan teri yaitu 3.156,4 ton atau 16,70% dari total produksi.


(40)

36 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat hingga puncak tertinggi pada tahun 2009 sebesar 6.271,2 ton. Eksploitasi pada tahun 2009 berpengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun 2010 hingga 50% dari hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dalam periode tahun 2006-2010, produksi ikan teri pada musim barat (Desember-Februari) relatif lebih banyak dibandingkan dengan musim sebelumnya. Puncak produksi ikan teri selama musim barat yaitu bulan Januari (Gambar 9).

Hasil tangkapan ikan teri cenderung sedikit terdapat pada musim peralihan timur-barat (September-November). Hasil tangkapan yang berfluktuasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antara adanya perubahan cuaca setiap bulannya dan faktor oseanografi.

Gambar 9 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2010 5.3 Dinamika Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri di perairan Sibolga adalah bagan apung dan pukat tarik. Pada tahun 2006 jumlah bagan apung adalah 96 unit, pada tahun 2007 menurun menjadi 74 unit, dan meningkat kembali pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing- masing 104 unit. Unit penangkapan pukat tarik ikan cenderung menurun dari 38 unit pada tahun 2006,

0 100 200 300 400 500 600 700

C

a

tc

h

(t

o

n

)


(41)

37 30 unit pada tahun 2007 hingga sebanyak 20 unit pada tahun 2008, 2009 dan tahun 2010.

Gambar 10 Jumlah unit penangkapan ikan teri tahun 2006-2010 di peraira Sibolga

Gambar 11 Upaya penangkapan ikan teri bulanan pada tahun 2006-2010 Gambar 11 menunjukkan upaya penangkapan ikan teri yang telah distandarisasi dengan alat tangkap standar adalah pukat tarik ikan. Upaya penangkapan setiap bulannya berbeda. Upaya penangkapan pada bulan Desember, Januari, dan Februari sangat sedikit karena pada musim barat keadaan perairan tidak baik dan curah hujan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan melakukan operasi penangkapan dengan

0 20 40 60 80 100 120

2006 2007 2008 2009 2010

J u m la h ( u n it ) Tahun Bagan Apung Pukat Tarik 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 E ff o rt s td ( h a r i)


(42)

38 frekuensi yang rendah. Nelayan bagan pada umumnya tidak melakukan penangkapan ikan terjadi waktu munculnya bulan terang (bulan tampak penuh) karena nelayan kesulitan untuk mendapatkan gerombolan ikan teri akibat pada saat bulan terang ini ikan teri cenderung menyebar di permukaan perairan.

5.4 Pola Musim Penangkapan

Hasil tangkapan per unit effort standar diperoleh dari perbandingan total hasil tangkapan ikan teri dengan effort yang sudah distandarisasi. Nilai hasil tangkapan per unit effort standar (CPUE std) meningkat selama tahun 2006-2009 tetapi pada tahun 2010 terjadi penurunan secara drastis. Nilai CPUEstd tertinggi mencapai 682,15 kg/hari pada bulan Desember tahun 2009 (Gambar 12). Peningkatan CPUE tersebut disebabkan produksi ikan teri yang meningkat.

Gambar 12 Nilai CPUE (ton/hari) ikan teri pada tahun 2006-2010

Indeks musim penangkapan (IMP) ikan teri selama lima tahun (2006-2010) yang diperoleh dengan menggunakan analisis deret waktu metode rata-rata bergerak (moving average) disajikan pada Lampiran 5. Nilai IMP setiap bulan bervariasi dan berkisar pada 79,25% sampai 153,66%. Nilai rata-rata IMP ikan teri di Perairan Sibolga adalah 99,48%. Nilai IMP tertinggi pada bulan Januari yaitu sebesar 153,66% dan nilai IMP yang terendah adalah 79,25% pada bulan Mei. Nilai rata-rata IMP pada musim timur lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 82,60%. Nilai IMP pada bulan Desember, Januari, Februari (musim barat) lebih

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 C P U E st a n d a r ( to n /h a r i)


(43)

39 besar dari 100% dan lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya yaitu sebesar 134,56%. Namun demikian, pada pertengahan musim peralihan timur-barat (Oktober) IMP juga lebih besar dari 100% (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa musim puncak penangkapan ikan teri di perairan Sibolga terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, dan Oktober.

Keterangan:

MB = Musim barat M B-T = Musim barat-timur MT = Musim timur M T-B = Musim timur-barat

Gambar 13 Grafik IMP tahun 2006-2010

5.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a

Kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan jumlah produksi ikan di suatu perairan. Jumlah fitoplankton yang ada di suatu perairan dipengaruhi oleh kandungan klorfil-a sehingga terbentuk rantai makanan. Hubungan klorofil-a dan CPUE selama lima tahun (2006-2010) dapat dilihat pada Gambar 14. Jumlah produksi ikan teri setiap tahunnya meningkat begitu juga dengan kandungan klorofil-a. Berdasarkan Gambar 14 tersebut terlihat bahwa adanya pengaruh konsentrasi klorofil-a terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri terutama pada

138,60 153,66

111,40

84,43 88,91 79,25 80,60 81,2885,92

92,86 102,70 94,17 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 N il a i IM P (%)


(44)

40 musim barat tetapi pengaruh tersebut tidak terlihat jelas pada Januari-Febuari 2006 dan Desember 2006-Febuari 2007.

Gambar 14 Hubungan antara CPUE dan konsentrasi klorofil-a

Penentuan hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan juga dapat diperoleh dengan menggunakan SPSS melalui hubungan korelasi silang. Hasil tangkapan dan kandungan klorofil-a memiliki jarak untuk korelasi (lag) terjadi pada hari ke 23 (Gambar 15). Nilai korelasi (r) diperoleh 0,1 dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,579. Sebaran kandungan klorofil-a dan CPUEstd memiliki nilai sig (p-value) > 0,05 yaitu 0,474. Hal ini berarti bahwa kandungan klorofil-a berpotensi secara tidak nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada hari ke 23 (time lag 23).

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80

Jan Ap

r J u l O k t

Jan Ap

r J u l O k t

Jan Ap

r J u l O k t

Jan Ap

r J u l O k t

Jan Ap

r J u l O k t K a n d u n g a n k lo r o fi l-a C PU E ( to n /h a r i)

2006 2007 2008 2009 2010

CPUE

Ka ndungan klorofil-a


(45)

41

Gambar 15 Grafik korelasi silang antara hasil tangkapan dengan klorofil-a

5.6 Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Potensial

Spesies ikan teri yang layak tangkap adalah ikan teri yang berukura n besar dan sudah matang gonad. Jenis ikan teri yang biasanya tertangkap oleh nelayan adalah juvenile ikan teri (teri nasi/teri berukuran kecil). Nelayan bagan lebih senang apabila menangkap ikan teri yang berukuran kecil dalam jumlah yang banyak bila dibandingkan dengan ikan teri yang berukuran besar.

Daerah penangkapan ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 berdasarkan evaluasi kandungan klorofil-a dapat dikategorikan daerah penangkapan potensial karena memiliki kandungan klorofil-a di atas 0,2 mg/m3. Klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga selama lima tahun adalah 0,45 mg/m3 sehingga perairan tersebut menunjukkan adanya kehidupan fitoplankton yang dapat mempertahankan rantai makanan di perairan.

Posisi daerah penangkapan ikan teri yang dilakukan oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan berdasarkan kandungan klorofil-a dapat dilihat pada Gambar 16. Indikator kandungan klorofil-a membuktikan bahwa seluruh posisi penangkapan ikan teri tersebut termasuk dalam kategori daerah penangkapan ikan (DPI) yang potensial. Namun demikian, penentuan DPI potensial ini seyogyanya mempertimbangkan komposisi hasil tangkapan akan tetapi data jenis spesies dan


(46)

42 jumlah hasil tangkapan ikan teri pada masing- masing posisi penangkapan tersebut tidak dapat diperoleh.

Gambar 16 Posisi daerah penangkapan


(47)

43

6 PEMBAHASAN

6.1 Penyebaran Klofofil-a

Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling dominan pada fitoplankton. Secara kualitatif konsentrasi klorofil-a dapat menggambarkan konsentrasi fitoplankton dalam suatu perairan (Alimina 2008). Konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga bervariasi/fluktuasi setiap bulannya. Pada tahun 2006-2010 data yang diperoleh dari pengolahan citra satelit MODIS menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a dapat berubah-ubah sesuai keadaan perairan. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berkisar dari 0,26-8,3 mg/m3 dan rata-rata kandungan klorofil- a pada tahun 2006-2010 sebesar 0,45 mg/m3. Hal tersebut menunjukkan adanya fitoplankton yang melimpah di perairan Sibolga. Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a semakin berkurang saat menuju lepas pantai. Daerah pesisir memiliki konsentrasi yang lebih tinggi bila di bandingkan di daerah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan wilayah pesisir lebih banyak terakumulasi dengan zat- zat hara yang berasal dari aliran sungai yang ada di daerah daratan Sibolga. Perairan Indonesia mempunyai kandungan klorofil- a antara 0,5-1,0 mg/m3 berada di perairan pesisir timur Sumatera dan kandungan klorofil-a antara 0,3-0,5 mg/m3 berada di pesisir barat Sumatera. Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi kemungkinan karena banyaknya sungai yang bermuara disana, sehingga membawa substrat yang mengandung unsur organik dan zat hara lainnya (Bakosurtanal 2004).

Pada musim barat nilai rata-rata dari kandungan klorofil-a di perairan Sibolga sebesar 0,47 mg/m3 dengan nilai dominan 0,27 mg/m3 sehingga perairan tersebut berpotensi dalam kegiatan perikanan. Gambar 5 menunjukkan bahwa musim barat memiliki nilai kandungan klorofil- a yang tinggi di sekitar pantai Sibolga. Pada gambar bulan Februari tersebut terlihat bahwa di perairan tersebut berwarna putih dikarenakan pada saat bulan tersebut sinar matahari kurang sehingga tertutup awan. Konsentrasi klorofil-a yang mencapai maksimum pada musim barat diduga karena mendapatkan masukan material organik dan non organik yang terbawa dari pesisir yang terjadi pada musim hujan, zat hara yang datang dari daratan pada musim hujan yang dialirkan oleh sungai ke laut (run-off),


(48)

44 material dari tambak perikanan dan pengadukan dasar (Ramansyah 2009). Fluktuasi curah hujan bulanan diakibatkan karena adanya perbedaan pola angin yang terjadi di Indonesia. Pada musim barat, angin membawa banyak uap air yang berasal dari Samudra Pasifik sehingga menyebabkan curah hujan semakin tinggi (Nababan et al. 2009). Nilai variabilitas pada musim barat adalah 0,17. Nilai tersebut menunjukkan bahwa data kandungan klorofil-a bersifat homogen.

Musim peralihan barat-timur memiliki nilai rata-rata kandungan klorofil-a sebesar 0,46 mg/m3 dan nilai dominan sebesar 0,25 mg/m3. Keadaan tersebut tidak jauh beda dengan musim barat tetapi curah hujan sudah berkurang pada bulan Maret. Musim peralihan barat-timur nilai kandungan klorofil-a tertinggi pada bulan April hal tersebut dikarenakan pada bulan April penyinaran matahari sudah semakin meningkat sehingga fitoplankton dapat berkembang. Nilai variabilitas pada musim ini adalah 0,16 dan memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai variabilitas pada musim barat sehingga data penyebaran kandungan klorofil-a pklorofil-adklorofil-a musim bklorofil-arklorofil-at-timur lebih homogen.

Pada bulan Juni sampai Agustus merupakan musim timur sehingga nilai kandungan klorofil-a menurun. Musim timur memiliki nilai rata-rata kandungan klorofil-a senilai 0,40 mg/m3 dan nilai dominan adalah 0,27 mg/m3. Kandungan a pada musim timur lebih kecil dibandingkan dengan kandungan klorofil-a pklorofil-adklorofil-a musim bklorofil-arklorofil-at dklorofil-an musim perklorofil-alihklorofil-an bklorofil-arklorofil-at-timur. Hklorofil-al tersebut dikklorofil-arenklorofil-akklorofil-an pada bulan Juni-Agustus terjadi musim kemarau sehingga zat-zat hara yang dibawa oleh aliran sungai ke perairan Sibolga sudah semakin berkurang. Musim timur memiliki penyebaran kandungan klorofil- a yang sangat homogen hal tersebut ditunjukkan dengan nilai variabilitas 0,09.

Musim peralihan timur-barat (September-November) memiliki nilai kandungan klorofil-a yang lebih tinggi. Nilai rata-rata kandungan klorofil-a pada musim peralihan timur-barat sebesar 0,48 mg/m3 dan nilai dominan 0,30 mg/m3. Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada bulan September, Oktober dan November memiliki nilai kandungan klorofil-a yang cukup tinggi. Awal curah hujan terjadi pada musim peralihan barat-timur sehingga kandungan klorofil-a pada perairan Sibolga tinggi. Hal ini berbeda dengan Syahdan et al. (2007) yang menyatakan bulan Juni kandungan klorofil-a tersebar secara heterogen pada seluruh sisi


(49)

45 kawasan perairan dengan kisaran konsentrasi yang lebih tinggi. Nilai variabilitas pada musim peralihan timur-barat adalah 0,15. Hal tersebut menunjukkan bahwa data penyebaran kandungan klorofil-a menyebar secara homogen.

Keadaan perairan yang memiliki kandungan klorofil- a yang cukup tinggi membuat ikan teri berkumpul dalam jumlah banyak. Upwelling adalah proses naiknya massa air laut dari lapisan yang lebih dalam dan kaya akan nutrisi ke lapisan permukaan. Nutrisi (Fosfot dan Nitrat) merupakan makanan utama fitoplankton yang menghasilkan klorofil-a (Sediadi dan Edward 2000). Fitoplakton berkembang dikarenakan banyaknya curah hujan dan adanya peristiwa upwelling yang membawa banyak unsur hara ke perairan. Proses upwelling adalah suatu proses dimana masa air dingin didorong ke arah atas dari kedalamam sekitar 100-200 meter yang terjadi disepanjang pantai barat di banyak benua. Upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan akibat adanya pertumbuhan fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan di laut (Hutabarat dan Evans 1988).

Pola SPL di Samudera Hindia timur saat fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) menunjukan bahwa fase pembentukan fenomena IOD terjadi pada bulan Juni, fase pematangan umumnya mencapai puncaknya pada bulan September dan untuk fase peluruhan terjadi pada bulan November. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya Upwelling di selatan Jawa pada bulan Juni, September dan November (Dipo et al. 2011).

Klorofil-a mempunyai pengaruh terhadap kesuburan suatu perairan sehingga perairan dikatakan subur apabila kandungan zat hara yang terkandung di dalamnya cukup banyak. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi di perairan mengakibatkan perairan tersebut memiliki banyak fitoplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan yang dapat membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan di waktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari proses fotosintesa. Peningkatan zat- zat hara di perairan akan mempengaruhi produktivitas primer di samping faktor cahaya matahari dan temperatur.


(1)

69

Lampiran 4 (lanjutan) Tahun 2010

Bulan Bagan apung Pukat tarik ikan CPUEstd

CPUE FPI F std CPUE FPI F std

Januari 0,10 0,28 520,23 0,35 1 250 0,35

Februari 0,08 0,38 788,38 0,22 1 380 0,22

Maret 0,10 0,57 1001,62 0,18 1 450 0,18

April 0,08 0,42 913,57 0,18 1 420 0,18

Mei 0,07 0,39 983,73 0,17 1 460 0,17

Juni 0,07 0,38 866,71 0,19 1 420 0,19

Juli 0,08 0,41 905,43 0,20 1 440 0,20

Agustus 0,09 0,37 762,38 0,24 1 360 0,24

September 0,07 0,32 920,90 0,22 1 410 0,22

Oktober 0,08 0,30 665,51 0,27 1 310 0,27

November 0,09 0,37 763,12 0,24 1 340 0,24


(2)

70

Lampiran 5 Penentuan nilai IMP dengan menggunakan metode rata-rata bergerak

Tahun Bulan

Indeks waktu

CPUE

Standar P Q R

2006

Januari 1 0,35

Februari 2 0,27

Maret 3 0,21

April 4 0,24

Mei 5 0,25

Juni 6 0,25

Juli 7 0,26 0,29 0,33 0,90

Agustus 8 0,25 0,30 0,36 0,82

September 9 0,33 0,32 0,38 1,04

Oktober 10 0,28 0,33 0,40 0,85

November 11 0,34 0,33 0,42 1,03

Desember 12 0,43 0,34 0,43 1,26

2007

Januari 13 0,53 0,34 0,45 1,55

Februari 14 0,43 0,35 0,46 1,24

Maret 15 0,33 0,35 0,48 0,96

April 16 0,30 0,35 0,49 0,84

Mei 17 0,34 0,37 0,52 0,92

Juni 18 0,28 0,37 0,53 0,76

Juli 19 0,31 0,37 0,57 0,84

Agustus 20 0,30 0,42 0,60 0,70

September 21 0,39 0,45 0,62 0,86

Oktober 22 0,46 0,48 0,64 0,96

November 23 0,35 0,51 0,66 0,70

Desember 24 0,44 0,53 0,68 0,83

2008

Januari 25 1,13 0,55 0,70 2,05

Februari 26 0,80 0,57 0,72 1,40

Maret 27 0,63 0,60 0,74 1,04

April 28 0,68 0,63 0,76 1,08

Mei 29 0,58 0,66 0,78 0,88

Juni 30 0,52 0,69 0,80 0,75

Juli 31 0,54 0,76 0,84 0,71

Agustus 32 0,72 0,78 0,82 0,92

September 33 0,70 0,79 0,80 0,88

Oktober 34 0,87 0,80 0,79 1,09

November 35 0,72 0,81 0,78 0,88


(3)

71

Lampiran 5 (lanjutan)

Tahun Bulan

Indeks waktu

CPUE

Standar P Q R

2009

Januari 37 1,29 0,85 0,76 1,51

Februari 38 0,98 0,87 0,76 1,13

Maret 39 0,70 0,88 0,75 0,80

April 40 0,89 0,88 0,74 1,01

Mei 41 0,68 0,89 0,72 0,77

Juni 42 0,89 0,90 0,71 0,98

Juli 43 0,71 0,91 0,69 0,78

Agustus 44 0,85 0,86 0,67 0,99

September 45 0,76 0,82 0,65 0,93

Oktober 46 0,96 0,79 0,65 1,22

November 47 0,86 0,74 96,23 1,16

Desember 48 1,36 0,72 96,29 1,91

2010

Januari 49 0,69 0,67 96,32 1,03

Februari 50 0,45 0,65 96,33 0,69

Maret 51 0,36 0,62 96,34 0,58

April 52 0,37 0,59 96,35 0,62

Mei 53 0,34 0,56 96,34 0,61

Juni 54 0,38 0,52 96,33 0,72

Juli 55 0,40 0,47 96,31 0,84

Agustus 56 0,48

September 57 0,43

Oktober 58 0,55

November 59 0,48


(4)

72

Lampiran 6 Kandungan klorofil-a dan kategori DPI di setiap posisi penangkapan

Musim Posisi DPI Kandungan klorofil-a Kategori DPI Latitude Longitude

Barat

1˚40,456' 98˚40,312' 0,31 Potensial

1˚47,993' 98˚47,378' 0,57 Potensial

1˚43,044' 98˚27,769' 0,30 Potensial

1˚47,474' 98˚25,584' 0,34 Potensial

1˚30,952' 98˚40,147' 0,30 Potensial

1˚35,062' 98˚40,367' 0,32 Potensial

1˚43,980' 98˚48,575' 0,39 Potensial

1˚47,984' 98˚26,572' 0,35 Potensial

1˚48,347' 98˚46,578' 0,38 Potensial

1˚43,247' 98˚50,147' 0,41 Potensial

B ar at -T im ur

1˚40,456' 98˚40,312' 0,30 Potensial

1˚47,993' 98˚47,378' 0,35 Potensial

1˚43,044' 98˚27,769' 0,29 Potensial

1˚47,474' 98˚25,584' 0,30 Potensial

1˚30,952' 98˚40,147' 0,27 Potensial

1˚35,062' 98˚40,367' 0,28 Potensial

1˚43,980' 98˚48,575' 0,32 Potensial

1˚47,984' 98˚26,572' 0,30 Potensial

1˚48,347' 98˚46,578' 0,34 Potensial

1˚43,247' 98˚50,147' 0,32 Potensial

Timur

1˚40,456' 98˚40,312' 0,26 Potensial

1˚47,993' 98˚47,378' 0,25 Potensial

1˚43,044' 98˚27,769' 0,26 Potensial

1˚47,474' 98˚25,584' 0,30 Potensial

1˚30,952' 98˚40,147' 0,30 Potensial

1˚35,062' 98˚40,367' 0,30 Potensial

1˚43,980' 98˚48,575' 0,31 Potensial

1˚47,984' 98˚26,572' 0,30 Potensial

1˚48,347' 98˚46,578' 0,25 Potensial


(5)

73

Lampiran 6 (lanjutan)

Musim Posisi DPI Kandungan klorofil-a Kategori DPI Latitude Longitude

T

im

ur

-B

ar

at

1˚40,456' 98˚40,312' 0,34 Potensial

1˚47,993' 98˚47,378' 0,33 Potensial

1˚43,044' 98˚27,769' 0,36 Potensial

1˚47,474' 98˚25,584' 0,39 Potensial

1˚30,952' 98˚40,147' 0,37 Potensial

1˚35,062' 98˚40,367' 0,31 Potensial

1˚43,980' 98˚48,575' 0,34 Potensial

1˚47,984' 98˚26,572' 0,37 Potensial

1˚48,347' 98˚46,578' 0,39 Potensial


(6)