Kinerja Sistem Pendinginan Daerah Perakaran Untuk Budidaya Tanaman Caisim Secara Hidroponik Menggunakan Static Aerated Technique

KINERJA SISTEM PENDINGINAN DAERAH PERAKARAN UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN CAISIM SECARA HIDROPONIK
MENGGUNAKAN STATIC AERATED TECHNIQUE

FAJAR FAJRUL ULUM

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Sistem
Pendinginan Daerah Perakaran untuk Budidaya Tanaman Caisim Secara
Hidroponik Menggunakan Static Aerated Technique adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Fajar Fajrul Ulum
NIM F14100107

ABSTRAK
FAJAR FAJRUL ULUM. Kinerja Sistem Pendinginan Daerah Perakaran untuk
Budidaya Tanaman Caisim Secara Hidroponik Menggunakan Static Aerated
Technique. Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO.
Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) yang dibudidayakan secara
hidroponik di dalam rumah tanaman pada umumnya dapat tumbuh dengan baik.
Namun, suhu udara di dalam rumah tanaman yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan di luar rumah tanaman dapat mengakibatkan cekaman bagi tanaman.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sistem pendinginan daerah perakaran diajukan
sebagai sistem yang lebih efisien dibandingkan mendinginkan seluruh udara di
dalam rumah tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja sistem
pendinginan daerah perakaran untuk budidaya tanaman caisim menggunakan

Static Aerated Technique, menganalisis pengaruh pendinginan terhadap
pertumbuhan tanaman caisim, dan mengukur konsumsi energi listrik selama
periode budidaya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan suhu daerah perakaran yaitu kontrol, 15oC,
dan 20oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
antara pertumbuhan tanaman yang didinginkan dan tidak didinginkan daerah
perakarannya. Perlakuan suhu daerah perakaran 20oC menunjukkan hasil
produktivitas paling tinggi dibandingkan perlakuan lain. Konsumsi energi pada
suhu daerah perakaran 20oC ternyata 14.96 % lebih rendah dibandingkan
perlakuan suhu daerah perakaran 15oC.
Kata kunci: pendinginan daerah perakaran, rumah tanaman, hidroponik, caisim

ABSTRACT
FAJAR FAJRUL ULUM. Performance of Root Zone Cooling for Caisim
Hydroponic Cultivation Using Static Aerated Technique. Suverpised by HERRY
SUHARDIYANTO.
Caisim (Brassica Juncea L.) that is cultivated using hydroponic in
greenhouse generally can grow well. However, air temperature inside the
greenhouse that is usually higher than outside can cause the stress of plant. To
overcome the problem, root zone cooling has been proposed as a more efficient

solution than cooling all of air in greenhouse. The aims of this research were to
evaluate the performance of root zone cooling for caisim cultivation using Static
Aerated Technique, to analyze the effect of root zone cooling on the growth of the
plant, and to measure the electric consumption during cultivation period.
Completely randomized design was used as experimental design with three levels
of root zone cooling temperature treatment that are consist of control (without
zone cooling), 15oC, and 20oC. The experiment results showed that there was
significant effect between using zone cooling and without zone cooling. Zone
cooling with 20oC had been the higher productivity than other treatments. Electric
consumption on zone cooling 20oC was 14.96 % lower than zone cooling 15oC.
Keywords: root zone cooling, greenhouse, hydroponic, caisim

KINERJA SISTEM PENDINGINAN DAERAH PERAKARAN UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN CAISIM SECARA HIDROPONIK
MENGGUNAKAN STATIC AERATED TECHNIQUE

FAJAR FAJRUL ULUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas Akhir dengan
Judul Kinerja Sistem Pendinginan Daerah Perakaran untuk Budidaya Tanaman
Caisim Secara Hidroponik Menggunakan Static Aerated Technique dilaksanakan
sejak bulan Agustus 2014.
Dengan selesainya tugas akhir ini, penulis ingin menyampaikan
penghaargaan dan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan, motivasi, dan nasihat kepada penulis selama

penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
2. Legina Dinianti, Asep Andi, Buddy Heriansyah, Candra Viki, Deny Saputro,
Adhika Rozi Ahmad, Oldga Agusta Dezarino, Amri Maulana, Febri Aditya
AGS, Rizki Agung Prandhita, Aulya Abrar, Muharram Al harmain, Rosma Z
Wardhani, Nariratri Kusuma Liski, Ryan Akbar Prayogi, Nurbaiti Araswati,
dan teman-teman TMB yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada
penulis selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
3. Orang tua penulis yaitu Drs Agus Kuswara dan Ai Inayah serta adik-adik
penulis yaitu Dea Fuzti Alawiah dan M. Farhan Kholil yang telah memberikan
dukungan, motivasi, semangat, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.
4. Pak Ahmad dan Pak Darma yang membantu penulis selama penelitian dan
seluruh staf UPT TMB IPB yang membantu dalam proses administrasi.
Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2015

Fajar Fajrul Ulum

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Rumah Tanaman

2

Hidroponik

3


Sistem Hidroponik dan Root Zone Cooling

4

Botani Caisim (Brassica juncea L.)

5

METODE

7

Waktu dan Tempat Penelitian

7

Alat dan Bahan

7


Pelaksanaan Penelitian

7

Pengolahan dan Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Iklim pada Rumah Tanaman

11

Pertumbuhan Tanaman

13


Konsumsi Energi Listrik

19

Pemilihan Sistem Terbaik

20

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21


DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Pemberian kode pada masing-masing perlakuan
2 Suhu larutan nutrisi yang terukur pada media tanam
3 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap tinggi rata-rata
tanaman caisim
4 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap jumlah daun
rata-rata tanaman caisim
5 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap bobot basah
rata-rata tanaman caisim
6 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap bobot kering
rata-rata tanaman caisim
7 Konsumsi energi listrik selama budidaya tanaman caisim
8 Pengaruh perlakuan pendinginan antar parameter

10
11
14
16
17
19
19
20

DAFTAR GAMBAR
Rumah tanaman tipe Modified Standard Peak
Tanaman caisim hasil budidaya secara hidroponik di rumah tanaman
Kotak plastik media tanam
Tutup media tanam
Rangkaian sistem pengaliran larutan nutrisi
Titik lokasi pemasangan thermocouple
Perubahan suhu udara di dalam rumah tanaman dan suhu media tanam
pada tanggal 4 November 2014
8 Perubahan radiasi matahari (W/m2) pada tanggal 4 November 2014
9 Perubahan kelembaban relatif udara (%) di dalam rumah tanaman pada
tanggal 4 November 2014
10 Perkembangan tinggi (cm) tanaman caisim
11 Perkembangan jumlah daun (helai) tanaman caisim
12 Tanaman caisim hasil budidaya hidroponik tanpa pendinginan (a),
pendinginan 15 oC (b), dan pendinginan 20 oC (c)
13 Perkembangan bobot basah (gram) tanaman caisim
14 Perkembangan bobot kering (gram) tanaman caisim

1
2
3
4
5
6
7

2
6
8
8
9
9
12
12
13
14
15
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Alat dan bahan penelitian
Kondisi lingkungan rumah tanaman
Perhitungan konsumsi energi listrik
Analisis sidik ragam setiap parameter pertumbuhan
Suhu siang hari pada media tanam pada 4 November 2014
Suhu malam hari pada media tanam pada 4 November 2014

23
27
29
30
32
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan lingkungan rumah tanaman
dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim
di sekitar rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman cenderung lebih
tinggi dibanding suhu udara di luar rumah tanaman. Hal ini dapat mengakibatkan
cekaman bagi tanaman dan mengganggu pertumbuhan tanaman di dalam rumah
tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut diterapkan berbagai metode penurunan
suhu di dalam rumah tanaman. Zone cooling adalah salah satu penurunan suhu
yang dilakukan pada daerah terbatas di sekitar tanaman. Salah satu cara yang
dilakukan dalam metode zone cooling adalah pendinginan larutan nutrisi.
Pendinginan larutan nutrisi bertujuan untuk menjaga suhu daerah perakaran
tanaman cukup rendah walaupun suhu udara tinggi pada siang hari (Suhardiyanto
2009).
Budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik di dalam rumah
tanaman merupakan alternatif sistem produksi tanaman secara lebih terencana dari
segi mutu, waktu, dan jumlah hasil panen. Di dalam sistem tersebut, faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman diupayakan dalam kondisi optimal.
Rumah tanaman merupakan lingkungan tumbuh tanaman yang dirancang agar
tanaman dapat tumbuh secara optimal. Di dalam rumah tanaman, tanaman
terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti kecepatan
angin yang terlalu tinggi, curah hujan yang terlalu tinggi, serta serangan serangga.
Di dalam rumah tanaman, parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, yaitu cahaya matahari, suhu udara, kelembapan udara,
pasokan nutrisi, kecepatan angin, dan konsentrasi karbondioksida dapat
dikendalikan dengan lebih mudah (Suhardiyanto 2009).
Caisim merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang sangat populer di
Indonesia. Tanaman caisim adalah tanaman semusim dari genus Brassica yang
memiliki beberapa jenis. Genus Brassica umumnya hampir sama, mirip satu
dengan yang lainnya yaitu sawi putih, sawi hijau (caisim), dan sawi huma. Salah
satu alternatif budidaya tanaman yang dapat meningkatkan kualitas sayuran secara
nyata adalah menggunakan teknologi hidroponik. Salah satu jenis tanaman yang
banyak dibudidayakan pada saat ini adalah caisim karena memiliki daun yang
lebar sehingga dapat meningkatkan produktivitas.
Sistem budaya hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanam dengan penambahan nutrisi hara untuk
pertumbuhan. Penggunaan sistem hidroponik menggunakan Static Aerated
Technique dengan pendinginan daerah perakaran dalam budidaya caisim
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Jenis media dan
nutrisi yang baik merupakan penentu keberhasilan budidaya caisim. Oleh karena
itu, perlu evaluasi kerja sistem pendinginan daerah perakaran untuk budidaya
tanaman caisim secara hidroponik menggunakan Static Aerated Technique, seperti
penggunaan energi listrik yang digunakan, pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perbedaan antara tanaman didinginkan larutan nutrisi dengan larutan nutrisi tanpa
didinginkan.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan evaluasi kinerja sistem pendinginan daerah perakaran untuk
budidaya tanaman caisim menggunakan Static Aerated Technique;
2. Menganalisis pengaruh pendinginan daerah perakaran terhadap pertumbuhan
tanaman caisim;
3. Mengukur konsumsi energi listrik sistem pendinginan daerah perakaran selama
periode budidaya tanaman caisim.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman dengan suhu larutan
nutrisi yang didinginkan menggunakan chiller yang berada di luar rumah tanaman.
Analisis dibatasi untuk mengetahui kinerja dan pengaruh pendinginan daerah
perakaran menggunakan Static Aerated Technique terhadap pertumbuhan tanaman
caisim serta konsumsi energi listrik selama periode budidaya.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Tanaman
Rumah tanaman adalah suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang
memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Biasanya
budidaya tanaman dengan cara hidroponik dilakukan di dalam rumah tanaman
karena faktor lingkungan di dalamnya lebih mudah dikendalikan sehingga
tanaman yang ditanam dengan sistem hidroponik mencapai pertumbuhan dan
produktivitas yang optimal. Pada awalnya rumah tanaman dirancang untuk
wilayah subtropis dengan empat musim. Dengan adanya rumah tanaman, tanaman
dapat hidup sepanjang tahun meskipun suhu lingkungan di luar rumah tanaman
sangat rendah. Di Indonesia dengan iklim tropis, rumah tanaman berfungsi untuk
melindungi tanaman dari serangan serangga, curah hujan yang berlebihan, dan
kecepatan angin yang tinggi. Dalam hubungan ini, rumah tanaman yang sesuai
untuk Indonesia adalah rumah tanaman dengan konsep umbrella effect
(Suhardiyanto 2009). Salah satu tipe rumah tanaman yang sesuai untuk Indonesia
adalah Modified Standard Peak (Gambar 1).

Gambar 1 Rumah tanaman tipe Modified Standard Peak

3
Hidroponik
Lingga (1991) menyatakan salah satu alternatif pemecahan masalah
penanaman caisim adalah secara hidroponik di rumah kaca (greenhouse), yaitu
bercocok tanam tanpa tanah tetapi mengunakan media air atau bahan porus seperti
kerikil, pecahan genteng, pasir kali, styrofoam, atau bahan sejenis ditambah
larutan hara yang mengandung unsur esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Lebih lanjut dikemukakan oleh Wibowo (1993) bahwa
dengan teknik ini kondisi lingkungan dapat diatur dan tidak bergantung musim
sehingga tanaman terhindar dari pengaruh buruk cuaca dan serangan hama
penyakit. Pakcoy dan caisim umum ditanam konvensional di lahan, maupun
dengan cara hidroponik (Widiastuti 2000).
Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam
bahasa asalnya yaitu Yunani, hidroponik berasal dari kata hydro (air) dan ponos
(kerja) yang berarti pengerjaan (budidaya tanaman) dengan air (Prihmantoro dan
Indriani 1995). Jadi hidroponik adalah budidaya tanaman dengan air. Banyak
tafsiran mengenai hidroponik seperti budidaya tanpa tanah, dilakukan di rumah
tanaman, harus menggunakan pupuk organik, dan tanpa pestisida. Namun apapun
istilahnya, penanaman hidroponik harus ada pengaturan baik terhadap pH larutan,
komposisi hara, konsentrasi unsur hara, sirkulasi oksigen, suhu dan sebagainya.
Definisi hidroponik modern dikemukakan oleh Harris (1994) bahwa hidroponik
adalah seni bertanam tumbuhan di dalam medium padat selain tanah, diairi
dengan bahan gizi unsur tumbuhan yang penting dan dilarutkan di dalam air.
Karsono et al. (2002) menyatakan bahwa tanaman sayuran yang cocok
dengan cara hidroponik, antara lain, pakchoy, selada, caisim, dan bayam.
Keuntungan hidroponik antara lain banyak variasi penanaman, pengendalian lebih
baik, tanpa media tanah, produktivitas lebih tinggi, hasil lebih seragam dan lebih
bersih, lebih sedikit tenaga kerja, hampir tidak ada rumput liar dan sebagai suatu
pengembangan hobby. Keuntungan dari budidaya secara sistem hidroponik antara
lain kemudahan sterilisasi media, kemudahan penanganan nutrisi tanaman,
penghematan luasan lahan, penghematan pupuk, kemudahan penanganan gulma
dan serangan hama penyakit, kemudahan dalam hal penyiraman, kualitas produk
lebih baik, dan produktivitas lebih tinggi.
Terdapat empat sistem berbeda budidaya hidroponik. Salah satu sistem
tersebut adalah Static Aerated Technique atau yang dikenal dengan nama
hidroponik rakit apung. Pada hidroponik jenis ini, tanaman ditanam dengan posisi
akar terendam di dalam larutan nutrisi yang tidak mengalir. Tanaman yang
dibudidayakan ditempatkan pada styrofoam yang mengapung di atas permukaan
larutan nutrisi sehingga akar-akar tanaman terendam dan dapat menyerap nutrisi
dan air. Larutan nutrisi dapat didaur ulang setelah dilakukan pengukuran
kepekatan kurang lebih setiap minggu. Kandungan oksigen dalam larutan nutrisi
pada sistem ini dapat dijaga agar tidak turun dengan mengalirkan oksigen ke
dalam larutan nutrisi. Dengan demikian sistem ini sering disebut Static Aerated
Technique (SAT). Jika sistem rakit apung ini tidak dialiri oksigen, maka sistem
tersebut dinamakan Static Unaerated Technique (SUT). Pada Static Aerated
Technique, oksigen dihasilkan dari aerator yang dipompakan di dalam larutan
nutrisi. Meski demikian, sistem ini membutuhkan energi listrik yang cukup besar
untuk memompakan larutan nutrisi dan menghidupkan aerator.

4
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas larutan nutrisi ialah
konduktivitas listrik atau kemampuan untuk menghantarkan ion listrik yang ada di
dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik merupakan parameter yang
menunjukkan konsentrasi ion terlarut di dalam larutan. Semakin banyak ion
terlarut maka semakin tinggi konduktivitas litrik larutan nutrisi tersebut. Hal ini
mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman,
aktivitas enzim, dan potensial penyerapan ion larutan oleh akar sehingga
mempengaruhi absorbsi hara.
Morgan (1999) menyatakan bahwa untuk mengetahui konduktivitas listrik
konsentrasi larutan hara mineral pada air diukur dengan suatu alat sederhana yaitu
EC (electrical conductivity) atau TDS (total dissolved salts) meter. Ada beberapa
unit dari penggunaan ukuran untuk menyatakan konduktivitas dalam larutan
hidroponik. Unit lebih umum adalah millisiemens/cm (mS/cm atau mS cm-1), atau
juga disebut millimhos/cm (mho). Satu mho/cm = 1 millisiemen/cm (mS cm-1).
Sedang penggunaan tingkatan EC dalam hidroponik untuk kelompok selada
termasuk caisim berkisar antara 0.5 – 2.5 mS cm-1 (5 – 25 unit). Konsentrasi
larutan juga diukur dalam satuan ppm (parts per miilion), dimana total konsentrasi
1000 dan 1500 ppm sebanding dengan 1.5 dan 3.5 mS cm-1 dalam satuan EC. Nilai
pH yang sesuai untuk tanaman caisim berkisar antara 5.5 – 6.5. Agar pertumbuhan
tanaman tidak terganggu maka konsentrasi larutan harus selalu diperiksa.
Pemeriksaan larutan hara terutama pH dan nilai EC, apabila kualitas larutan
berkurang maka dapat dilakukan penambahan bahan tertentu dan jika larutan
sudah tidak mungkin dipakai, harus diganti dengan larutan baru.
Sistem Hidroponik dan Root Zone Cooling
Daerah lingkungan sekitar tanaman sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, yaitu daerah perakaran maupun daerah kanopi tanaman. Zone
cooling telah dikembangkan sebagai metode pendinginan di dalam rumah
tanaman untuk kondisi lingkungan panas dan lembab. Meskipun suhu udara di
dalam rumah tanaman tinggi, tetapi apabila suhu di daerah perakaran dapat
dipertahankan cukup rendah, maka pertumbuhan tanaman akan cukup baik.
Dengan demikian, energi yang diperlukan lebih sedikit jika dibandingkan dengan
energi untuk mendinginkan seluruh volume dalam rumah tanaman (Suhardiyanto
2009).
Menurut Delucia et al. (1992), peningkatan suhu akar dapat meningkatkan
respirasi akar dan memperlambat pertumbuhan daun rumput Andropogon gerardii,
yang memiliki suhu optimal pertumbuhan daun pada suhu akar 25 °C. Suhu akar
yang rendah, dapat menyebabkan serapan air atau nutrisi dari akar berkurang
karena penurunan transpor transmembran (Markhart et al. 1979). Penurunan suhu
daerah akar juga dapat menyebabkan tanaman mengalami gelaja stres dan layu
yang disebabkan oleh ketersediaan air akar menurun.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan kondisi lingkungan
di dalam rumah tanaman yang menyebabkan suhu udara di dalam rumah tanaman
lebih tinggi dari udara sekitar rumah tanaman. Metode pendinginan seperti
evaporative cooling dengan mendistribusikan kabut air sehingga dapat
menurunkan suhu udara di dalam rumah tanaman tetapi dapat meningkatkan
kelembaban di dalam rumah tanaman sehingga dapat memicu

5
berkembangbiaknya mikroorganisme dan jamur. Untuk itu beberapa metode
pendinginan daerah terbatas dikembangkan dengan tujuan untuk menghemat
biaya operasional dan memberikan lingkungan pertumbuhan optimum pada
tanaman. Pertumbuhan akar, tingkat pelebaran daun, kadar air di daun, laju
fotosintesis, dan konsentrasi mineral daun menurun drastis karena suhu pada zona
perakaran yang tinggi. Dalam mengatasi hal tersebut, root zone cooling dapat
mengurangi stres tanaman pada saat suhu udara tanaman cukup tinggi. Metode
pendinginan daerah terbatas contohnya yaitu root zone cooling dengan menjaga
suhu daerah perakaran dalam kondisi optimal. Metode ini sudah banyak
dikembangkan untuk bermacam tanaman.
Penelitian mengenai sayuran selada menunjukkan bahwa suhu yang tinggi
menambah luasan daun. Kemudian penelitian lain menjelaskan bahwa penurunan
yang signifikan terhadap rasio luas daun terjadi pada beberapa jenis tanaman
ketika tumbuh dengan suhu yang lebih dingin. Untuk daerah subtropis, pada
musim dingin dimana suhu lingkungan berada pada titik yang rendah,
meningkatkan suhu daerah akar memiliki dampak positif terhadap produktivitas
tanaman yang dipengaruhi oleh reduksi resistansi akar sehingga keseimbangan air
tanaman terjaga. Penelitian yang dilakukan pada sayuran selada di musim dingin,
menjelaskan bahwa dengan meningkatkan suhu di daerah akar pada sistem
hidroponik, menghasilkan peningkatan nilai luasan daun, rasio luas daun, dan
rasio berat daun yang diukur pada saat pemanenan. Penjelasan dari beberapa
penelitian tersebut, dapat diartikan bahwa pertumbuhan tanaman dapat
dioptimalkan dengan menjaga suhu daerah perakaran, baik itu didinginkan atau
dipanaskan untuk mencapai suhu akar yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.
Untuk itu root zone cooling adalah cara yang tepat dilakukan guna menciptakan
pertumbuhan tanaman yang optimal ditengah suhu lingkungan yang tinggi.
Botani Caisim (Brassica juncea L.)
Caisim merupakan tanaman sayuran daun termasuk famili Cruciferae.
Caisim mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berkembang pesat di daerah
subtropis maupun tropis. Tanaman yang berasal dari Tiongkok atau Cina ini
memiliki batang (caulis) pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak
kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun.
Caisim masuk ke wilayah Indonesia diduga pada Abad XIX dan budidaya
umumnya dilakukan di dataran tinggi (lebih dari 1000 meter di atas permukaan
laut). Tanaman caisim umumnya mudah berbunga secara alami, baik di dataran
tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga tanaman caisim tersusun dalam
tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang
banyak. Tiap kuntum bunga terdiri dari empat helai daun kelopak, empat helai
daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu
buah putik (Rukmana 2007).
Tanaman caisim berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara
menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah serta perakaran sangat
dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman caisim tidak memiliki akar
tunggang. Perakaran tanaman hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah
cukup dalam (Cahyono 2003).

6
Menurut Haryanto et al. (2003), caisim sangat cocok ditanam pada tanah
gembur yang bertekstur lempung dan banyak mengandung humus, subur, serta
pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman optimum untuk pertumbuhan
Brassica juncea berkisar antara 6-7. Sistematika botani dari tanaman caisim
adalah sebagai berikut :
Kingdom
Divisio
Class
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Dicotyledonae
: Cruciferae
: Brassica
: Brassica juncea L.

Caisim berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Pada
umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk
krop. Tanaman caisim yang dibudidayakan secara hidroponik dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2 Tanaman caisim hasil budidaya secara
hidroponik di rumah tanaman
Tanaman caisim pada umumnya mudah berbunga secara alami, baik di
dataran tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga tanaman caisim tersusun
dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan
bercabang banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun klopak, empat
helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan
satu buah putik yang berongga dua (Rukmana 2007).
Bunga tanaman caisim termasuk tipe buah polong, yakni berbentuk
memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2 – 8 butir biji (Rukmana
2007). Biji caisim berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaan licin dan
mengkilap, agak keras, dan berwarna coklat kehitaman (Cahyono 2003).

7
Syarat Tumbuh Tanaman Caisim
Daerah penanaman yang cocok untuk pertumbuhan tanaman caisim adalah
mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1200 meter di atas permukaan laut. Namun,
biasanya tanaman ini dibudidayakan di daerah yang berketinggian 100 – 500
meter di atas permukaan laut. Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia
memenuhi syarat ketinggian tersebut (Haryanto et al. 2003).
Tanaman caisim dapat melakukan fotosintesis dengan baik bila tersedia
cahaya. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman
untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan
tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350 – 400 cal/cm2
setiap hari. Tanaman caisim memerlukan cahaya matahari tinggi (Cahyono 2003).
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman caisim adalah
daerah yang mempunyai suhu malam hari 15.6 oC dan siang harinya 21.1 oC serta
penyinaran matahari antara 10 – 13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa
varietas tanaman tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik di daerah yang suhu udaranya antara 27 – 32 oC (Rukmana 2007).
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman caisim yang
optimal berkisar antara 80 – 90 %. Tanaman caisim tergolong tanaman yang tahan
terhadap hujan, sehingga penanamannya pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaaan tanaman hijau adalah 1000 – 1500 mm/tahun. Daerah yang
memiliki curah hujan sekitar 1000 – 1500 mm/tahun dapat dijumpai di dataran
tinggi pada ketinggian 1000 – 1500 meter di atas permukaan laut, akan tetapi
tanaman caisim tidak tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono 2003).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman Laboratorium Lapangan
Siswadi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2014
sampai November 2014.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, pupuk
hidroponik (A dan B), dan bibit tanaman caisim. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pompa air, pipa PVC, aerator, chiller, hybrid recorder,
thermocouple, weather station, thermal conductivity meter, timbangan digital,
thermometer, kotak plastik, styrofoam, PC, alat tulis, dan peralatan perbengkelan.
Gambar peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : pembuatan media
tanam hidroponik menggunakan Static Aerated Technique, pembuatan sistem

8
saluran nutrisi, pemasangan alat ukur penelitian, persemaian tanaman caisim,
pemindahan tanaman ke sistem hidroponik Static Aerated Technique, dan
pengambilan data. Tahapan tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan media tanam hidroponik Static Aerated Technique.
a. Bahan kotak plastik dan styrofoam disiapkan untuk pembuatan media tanam
hidoponik Static Aerated Technique.
b. Media tanam hidroponik Static Aerated Technique yang dibuat berupa kotak
dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi berturut-turut adalah 73 x 50 x 45
cm seperti pada Gambar 3.

45 cm

50 cm
73 cm
Gambar 3 Kotak plastik media tanam
c. Media tanam Static Aerated Technique berupa kotak plastik yang dilapisi
dengan styrofoam.
d. Penutup media tanam dibuat dari styrofoam yang dilapisi dengan plastik
dengan jarak tanam 15 x 15 cm seperti pada Gambar 4.
15 cm
15 cm

Gambar 4 Tutup media tanam
e. Media tanam dibuat sebanyak 2 buah untuk masing-masing perlakuan.
2. Pembuatan sistem penyaluran larutan nutrisi
a. Peralatan penunjang disiapkan seperti pipa PVC, chiller, aerator, pompa
celup, pompa, dan tangki.
b. Rangkaian sistem penyaluran nutrisi ke tanaman dibuat dengan
memompakan larutan nutrisi ke bagian chiller yang kemudian dilanjutkan
menuju media tanam. Agar tidak terjadi limpasan larutan nutrisi pada bagian
media tanam maka larutan nutrisi disirkulasikan kembali menuju tangki
nutrisi dan seterusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
c. Aerator dipasang di dalam media tanam untuk menghasilkan gelembung
udara sehingga media tanam kaya akan oksigen.

9
1
6

7

8
2

3

4

5

Keterangan :
1. Pipa saluran limpasan larutan nutrisi
2. Media tanam hidroponik
3. Aerator (di dalam media tanam)
4. Pipa saluran larutan nutrisi dingin
5. Chiller
6. Tangki larutan nutrisi hasil limpasan (di bawah tanah)
7. Pompa larutan nutrisi
8. Tangki larutan nutrisi yang belum didinginkan

Gambar 5 Rangkaian sistem pengaliran larutan nutrisi
3. Pemasangan alat ukur penelitian
a. Sebuah hybrid recorder dan beberapa thermocouple dipasang untuk
mengetahui sebaran suhu media tanam. Thermocouple dipasang di dua titik,
yaitu di bagian bawah pipa saluran input (thermocouple 1) dan di bagian
bawah daerah perakaran (thermocouple 2) seperti pada Gambar 6.
b. Sebuah weather station dipasang untuk mengetahui suhu udara, arah angin,
kecepatan angin, kelembaban relatif udara, tekanan udara, dan radiasi
matahari di dalam rumah tanaman.
c. Sebuah kWh meter dipasang untuk mengetahui konsumsi energi listrik yang
digunakan selama periode budidaya tanaman.
Thermocouple 2

Saluran input nutrisi

Thermocouple 1

Gambar 6 Titik lokasi pemasangan thermocouple

10
4. Pemindahan tanaman ke sistem hidroponik Static Aerated Technique.
Bibit caisim diambil dari persemaian kemudian disiapkan untuk
dilakukan pindah tanam. Bak media tanam dialiri larutan nutrisi dingin yang
berasal dari chiller. Larutan nutrisi ini merupakan campuran pupuk A, B, dan
air sesuai dengan takaran dan tercampur merata. Larutan nutrisi dipertahankan
pada 1000 – 2000 ppm yang diukur dengan EC meter. Pompa dan chiller
dihidupkan agar larutan nutrisi menjadi dingin dan mengalir menuju media
tanam. Bibit caisim dipindahkan ke media tanam setelah berumur 2-3 minggu
(setelah persemaian dan penjarangan bibit tanaman). Tanaman dipelihara
sehingga tumbuh dengan baik dan siap untuk dilakukan pengambilan data yaitu
pada 25 hari setelah tanam (HST).
5. Pengambilan data
a. Data suhu udara, kelembaban relatif udara, dan radiasi matahari diambil
menggunakan wether station.
b. Data suhu di dalam media tanam diambil menggunakan thermocouple dan
hybrid recorder.
c. Data pertumbuhan diukur 5 hari sekali setelah transplanting (pada 25, 30,
35, 40, 45, 50, 55, dan 60 HST) yaitu meliputi tingggi tanaman, jumlah daun,
bobot basah, dan bobot kering tanaman caisim.
d. Data konsumsi energi listrik diperoleh untuk periode selama pemakaian
pendinginan dengan chiller dan pompa selama 9 jam dari pukul 08.00 –
17.00 WIB sedangkan aerator selama 24 jam menggunakan kWh meter.
Pengolahan dan Analisis Data
Data produktivitas dan pertumbuhan tanaman yang didapatkan selama
periode budidaya tanaman berupa tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah, dan
bobot kering dihitung untuk melihat pengaruhnya akibat pendinginan daerah
perakaran. Perlakuan suhu larutan nutrisi meliputi suhu larutan nutrisi dengan set
point pada chiller adalah 15 oC, 20 oC, dan tanpa didinginkan sebagai kontrol.
Untuk memudahkan pengolahan data, dilakukan pemberian kode pada setiap
perlakuan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Pemberian kode pada masing-masing perlakuan
Kode Perlakuan
Tanpa Pendinginan
Pendinginan 15 oC
Pendinginan 20 oC

Keterangan
Tanpa pendinginan sebagai kontrol, suhu rata-rata 29 oC
Pendinginan larutan nutrisi dengan set point pada chiller
15 oC
Pendinginan larutan nutrisi dengan set point pada chiller
20 oC

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan perlakuan pendinginan suhu daerah perakaran. Nilai EC
dipertahankan tetap pada 1900 ppm dan pH 6.82. Sampel untuk parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun adalah 6 ulangan, sedangkan untuk bobot basah dan
bobot kering adalah 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan. Uji yang
dilakukan adalah uji sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada
taraf α = 5 % untuk masing-masing HST.

11
Analisis konsumsi energi listrik dilakukan untuk menghitung kebutuhan
energi listrik yang digunakan untuk menyalakan pompa, chiller, dan aerator. Data
yang terbaca pada kWh meter kemudian diolah untuk mengetahui konsumsi
energi total selama periode budidaya tanaman dengan memperhatikan lama
pemakaian masing-masing peralatan yang menggunakan listrik tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim pada Rumah Tanaman
Pengambilan data dilakukan dalam lima hari sekali selama periode
budidaya tanaman caisim (60 HST). Pengambilan data iklim pada rumah tanaman
tersebut dilakukan setelah penanaman (transpanting) yaitu meliputi suhu rumah
tanaman, kelembaban udara, dan radiasi sinar matahari. Kondisi suhu lingkungan
yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman caisim adalah 15.6 oC pada malam
hari dan 21.1 oC pada siang hari. Lama penyinaran matahari yang ideal adalah
selama 10 – 13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas tanaman
tahan terhadap suhu tinggi dan dapat tumbuh serta beradaptasi dengan baik di
daerah dengan suhu udara 27 – 32 oC (Rukmana 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan, suhu udara tertinggi di dalam rumah
tanaman adalah 34 oC pada pukul 14.30 WIB, sedangkan suhu udara terendah
adalah 25 oC pada pukul 17.00 WIB. Kondisi lingkungan rumah tanaman dari
pukul 08.00 – 17.00 WIB pada tanggal 4 November 2014 dapat dilihat pada
Lampiran 2. Suhu yang terukur secara nyata di dalam media tanam tidak sama
dengan tingkat suhu sebagai set point pada chiller. Hal tersebut terjadi karena
adanya pengaruh pindah panas dari lingkungan terhadap pipa yang menyalurkan
larutan nutrisi dari chiller ke media tanam. Suhu udara yang terukur pada media
tanam dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan suhu media tanam pada siang hari
dan malam hari secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Tabel 2 Suhu larutan nutrisi yang terukur pada media tanam
Kode Perlakuan
Tanpa Pendinginan
Pendinginan 15 oC
Pendinginan 20 oC

Suhu Set Point pada Chiller
15 oC
20 oC

Suhu Larutan Nutrisi
27.8 – 30.2 oC
18.1 – 23.1 oC
20.2 – 23.0 oC

Perbandingan antara suhu rumah tanaman dengan suhu media tanam pada
pertumbuhan tipikal dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan adanya pendinginan pada daerah
perakaran, suhu media tanam dapat dipertahankan relatif tetap, meskipun suhu
lingkungan di dalam rumah tanaman terjadi fluktuasi. Hal tersebut dinilai lebih
efektif dibandingkan dengan mempertahankan suhu keseluruhan dalam rumah
tanaman yang akan menghabiskan konsumsi energi yang sangat tinggi.

12
40
35

Suhu (0C )

30
25
20
15

Suhu Udara dalam Rumah Tanaman
Tanpa Pendinginan
Pendinginan 15 C
Pendinginan 20 C

10
5
0
8.00

9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

Waktu Setempat (WIB)
Gambar 7 Perubahan suhu udara di dalam rumah tanaman dan
suhu media tanam pada tanggal 4 November 2014

Radiasi Radiasi Matahari (W/m2)

Radiasi matahari yang diukur dengan menggunakan weather station
menghasilkan data radiasi yang diterima setiap luasan permukaan horizontal
tertentu. Pada Gambar 8 disajikan perubahan radiasi matahari tipikal yaitu pada
tanggal 4 November 2014. Menurut Cahyono (2003), energi kinetik matahari
yang optimal untuk pertumbuhan tanaman berkisar antara 313 – 358 W/m2 dalam
13 jam penyinaran per hari.
450
Radiasi Matahari (W/m^2)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
8.00

9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

Waktu Setempat (WIB)
Gambar 8 Perubahan radiasi matahari (W/m2) pada tanggal 4
November 2014
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman caisim yang
optimal berkisar antara 80 – 90 %. Tanaman caisim tergolong kedalam tanaman
yang tahan terhadap kondisi curah hujan tinggi, sehingga penanamannya pada
musim hujan masih dapat memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang

13
sesuai untuk budidaya tanaman caisim adalah 1000 – 1500 mm per tahun. Daerah
yang memiliki curah hujan sekitar 1000 – 1500 mm per tahun dapat dijumpai di
dataran tinggi pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl. Namun, tanaman caisim tidak
tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono 2003).
Pada tanggal 4 November 2014, kelembaban relatif udara di dalam rumah
tanaman tempat dilakukan percobaan tercatat yang paling tinggi adalah 84 %,
yaitu pada pukul 08.00 WIB. Kelembaban relatif udara di dalam rumah tanaman
tipikal yaitu pada tanggal 4 November 2014 tersebut sepanjang hari dapat dilihat
pada Gambar 9. Berdasarkan data kelembaban relatif udara tersebut, dapat dilihat
bahwa jumlah uap air yang terkandung di dalam campuran air-udara dalam fase
gas di dalam rumah tanaman cukup tinggi pada pagi hari kemudian menurun pada
siang hari dan naik lagi pada sore hari. Jika suhu media tanam tidak dikendalikan
maka lingkungan termal media tanam akan mengalami penyesuaian melalui
proses pindah panas dengan lingkungan di dalam rumah tanaman.
Kelembaban relatif udara dalam rentang waktu pengamatan pukul 8.00
(pagi) sampai 17.00 (sore) paling tinggi terjadi pada pukul 8.00 yakni sebesar 84
% dan terendah terjadi pada pukul 13.20 yaitu sebesar 60 %.

Kelembaban Relatif Udara (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
Kelembaban Relatif Udara (%)

20
10
0
9.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

Waktu Setempat (WIB)
Gambar 9 Perubahan kelembaban relatif udara (%) di dalam rumah
tanaman pada tanggal 4 November 2014

Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan tanaman dari 25 hari setelah tanam
(HST) sampai 60 HST. Semakin bertambah tua umur tanaman, tinggi tanaman
caisim semakin bertambah. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh suhu
daerah perakaran terhadap pertumbuhan tanaman, analisis dilakukan pada masingmasing HST.

14
45

Pendinginan 20 C

Tinggi Tanaman (cm)

40

Pendinginan 15 C

35

Tanpa Pendinginan

30
25
20
15
10
05
00
25

30

35

40

45

50

55

60

Waktu (Hari)
Gambar 10 Perkembangan tinggi (cm) tanaman caisim
Tinggi tanaman pada tiga perlakuan yang berbeda menunjukkan bahwa
perlakuan kontrol dengan suhu daerah perakaran 27.8 – 30.2 oC menghasilkan
pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih lambat dibandingkan pada perlakuan
pendinginan di daerah perakaran (dengan suhu riil daerah perakaran 18.1 – 23.1
o
C dan 20.2 – 23.0 oC). Dapat disimpulkan bahwa pendinginan daerah perakaran
meningkatkan tinggi tanaman caisim dari kondisi normalnya seperti perlakuan
15 oC dan 20 oC. Eni Sumarni et al. (2013) melaporkan penelitian tentang
pendinginan daerah perakaran untuk tanaman kentang. Hasilnya menunjukkan
bahwa pendinginan daerah perakaran memberikan pengaruh yang berbeda pada
rata-rata tinggi tanaman dan pemberian zone cooling dengan set point 20 oC
menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi dibandingkan perlakuan lain dan
terendah pada suhu kontrol.
Tinggi tanaman setiap tahap pertumbuhan dianalisis untuk melihat pengaruh
pendinginan daerah perakaran antar perlakuan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap tinggi rata-rata
tanaman caisim
Kode
Perlakuan
Tanpa
Pendinginan
Pendinginan
15 oC
Pendinginan
20 oC

Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm)
35
40
45
50
HST
HST
HST
HST

25
HST

30
HST

3.45a

7.73a

11.48a

3.55a

9.15b

13.50b 19.77b 25.40b 31.73b 38.30b 42.02b

3.40a

9.38b

14.62b 21.30b 26.98b 31.98b 38.72b 41.35b

15.62a

18.12a

21.65a

55
HST

60
HST

26.67a

29.72a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% uji
Lanjut Duncan.

15
Perlakuan kontrol menunjukkan bahwa pada setiap tahap pertumbuhan,
tinggi tanaman yang dihasilkan berbeda nyata dengan perlakuan selain kontrol,
namun antara perlakuan pendinginan 15 oC dan pendinginan 20 oC tidak berbeda
nyata pada taraf α = 5%. Meskipun tidak berbeda nyata, namun dapat dilihat
bahwa perlakuan pendinginan 20 oC menghasilkan angka tinggi tanaman yang
lebih besar dari perlakuan pendinginan 15 oC. Selain itu, semakin tinggi suhu
daerah perakaran tanaman caisim, perkembangannya semakin cepat sehingga
umur panen caisim juga semakin cepat dan berpengaruh terhadap parameter
pertumbuhan lainnya seperti jumlah daun, bobot basah, bobot kering, dan bobot
daun.
Jumlah Daun
Jumlah daun semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur
tanaman. Jumlah daun terbanyak dihasilkan pada perlakuan pendinginan 20 oC
(suhu terukur 20.2 – 23.0 oC) sampai umur 60 HST yaitu berjumlah 10 helai.
Pada setiap perlakuan, jumlah daun yang dihasilkan berbeda meskipun dalam
jumlah yang tidak signifikan. Jumlah daun pada 35 HST untuk semua perlakuan
adalah sama yaitu berjumlah 4 helai. Namun pada perlakuan tanpa pendinginan,
sempat terjadi penurunan satu helai daun pada 40 HST yang diakibatkan oleh
adanya daun yang kering dan jatuh seperti pada Gambar 11. Selain karena
pendinginan daerah perakaran, jumlah daun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
di dalam rumah tanaman karena terjadi kontak langung dengan lingkungan
sekitarnya.

Jumlah Daun (Helai)

10
9

Pendinginan 20 C

8

Pendinginan 15 C

7

Tanpa Pendinginan

6
5
4
3
2
1
0
25

30

35

40

45

50

55

60

Waktu (Hari)
Gambar 11 Perkembangan jumlah daun (helai) tanaman caisim
Pendinginan daerah perakaran memberikan dampak pada jumlah daun yang
dihasilkan, namun menurut uji ragam dan uji lanjut Duncan hal tersebut tidak
memberikan pengaruh yang signifikan pada awal pertumbuhan (25 HST sampai
35 HST) dan mulai memberikan pengaruh nyata pada tahap pertumbuhan
selanjutnya (40 HST sampai 60 HST) seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Seperti
halnya tinggi tanaman, jumlah daun pada perlakuan kontrol menunjukkan nilai
yang lebih rendah pada setiap tahap pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan
perlakuan pendinginan 15 oC dan pendinginan 20 oC.

16
Tabel 4 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap jumlah daun
rata-rata tanaman caisim
Kode
Perlakuan
Tanpa
Pendinginan
Pendinginan
15 oC
Pendinginan
20 oC

25
HST

30
HST

Rata-Rata Jumlah Daun (helai)
35
40
45
50
HST
HST
HST
HST

55
HST

60
HST

2.00a

2.00a

3.50a

3.33a

4.00a

4.50a

5.83a

7.17a

2.17a

2.17a

3.67a

3.83ab

5.00b

5.83b

7.67b

8.33ab

2.17a

2.50a

3.50a

4.33b

5.50b

6.33b

8.17b

9.50b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% uji
Lanjut Duncan.
Perbedaan jumlah daun tersebut terjadi karena adanya laju respirasi yang
lebih tinggi akibat kondisi suhu lingkungan di dalam rumah tanaman yang tidak
sebanding dengan laju fotosintesis yang terjadi pada daun tanaman caisim.
Sehingga pada perlakuan kontrol dapat terlihat bahwa warna daun tanaman
caisim terlihat lebih pudar dibandingkan perlakuan pendinginan 15 oC dan
pendinginan 20 oC. Jumlah daun tanaman menjadi sangat penting dalam budidaya
tanaman sayuran (berbentuk daun) karena produktivitas dari tanaman sayur
tersebut salah satunya dilihat dari jumlah daun yang dihasilkan. Semakin banyak
jumlah daun yang dihasilkan, semakin tinggi produktivitasnya.
Bobot Basah
Bobot segar tanaman caisim berkembang secara lambat sampai umur 40
HST, kemudian pada 45 HST mulai berkembang secara pesat sampai umur 60
HST. Perlakuan pendinginan daerah perakaran memberikan angka bobot basah
yang lebih tinggi daripada kondisi kontrol (perlakuan tanpa pendinginan). Bobot
basah tertinggi didapatkan pada perlakuan pendinginan 20 oC dengan bobot
mencapai 85.52 gram per tanaman pada 60 HST seperti pada Gambar 12. Pada
umur yang sama, bobot basah tanaman pada perlakuan kontrol adalah 27.29 gram
per tanaman dan perlakuan pendinginan 15 oC adalah 72.21 gram per tanaman.
Pertambahan bobot basah tanaman menunjukkan bertambahnya protoplasma
yang terjadi akibat ukuran dan jumlah sel pada tanaman caisim bertambah.

(a)
(b)
(c)
Gambar 12 Tanaman caisim hasil budidaya hidroponik tanpa pendinginan (a),
pendinginan 15 oC (b), dan pendinginan 20 oC (c)

17

Bobot Basah (gram)

90
80

Pendinginan 20 C

70

Pendinginan 15 C

60

Tanpa Pendinginan

50
40
30
20
10
0
25

30

35

40

45

50

55

60

Waktu (Hari)
Gambar 13 Perkembangan bobot basah (gram) tanaman caisim
Pada periode awal pertumbuhan (sampai 25 HST), pendinginan daerah
perakaran tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada bobot basah tanaman
caisim. Kemudian pengaruh pendinginan daerah perakaran semakin nyata seiring
dengan bertambahnya massa tanam seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Bobot basah
tanaman pada perlakuan pendinginan 20 oC menunjukkan hasil rata-rata yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan pendinginan 15 oC dan tanpa pendinginan
(kontrol). Selain perkembangan jaringan protoplasma dalam struktur tanaman,
kandungan air juga mempengaruhi bobot basah tanaman tersebut. Dengan
demikian, efektivitas penyerapan air dan hara menjadi salah satu faktor penentu
bobot basah tanaman caisim tersebut. Menurut Aria Sesmininggar (2006),
semakin luas permukaan akar tanaman, semakin tinggi pula penyerapan hara
pada tanaman caisim dan pendeknya akar tanaman tersebut diakibatkan oleh
rendahnya nilai oksigen terlarut (DO) yang membantu proses respirasi akar
tanaman.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap bobot basah
rata-rata tanaman caisim
Kode
Perlakuan
Tanpa
Pendinginan
Pendinginan
15 oC
Pendinginan
20 oC

25
HST

30
HST

Rata-Rata Bobot Basah (gram)
35
40
45
50
HST
HST
HST
HST

55
HST

60
HST

0.33a

0.42a

1.12a

1.28a

2.75a

3.92a

5.90a

27.29a

0.27a

0.80b

2.21b

3.43b

7.52b

15.68b 28.79b 74.21b

0.30a

0.72b

1.92ab

3.14b

9.83c

17.45b 33.77b 85.52b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% uji
Lanjut Duncan.

18
Bobot Kering
Gambar 13 menunjukkan bobot kering tanaman caisim pada setiap tahap
pertumbuhan. Seperti parameter pertumbuhan yang lainnya, bobot kering tanaman
meningkat seiring bertambahnya massa tanam. Menurut Gandhi Yudhistira et al.
(2014), pertambahan bobot kering tanaman menunjukkan adanya fotosintat (hasil
fotosintesis) selama massa pertumbuhan tanaman. Bagian tanaman yang
menghasilkan fotosintat paling banyak adalah bagian yang paling banyak
mengandung klorofil. Bagian yang paling banyak mengandung klorofil tersebut
adalah bagian daun. Bila pasokan nitrogen cukup, maka daun akan menjadi
terlihat hijau dan proses fotosintesis menjadi optimal. Hal tersebut menjadi
penting karena tanaman caisim merupakan sayuran konsumsi yang berbentuk
daun sehingga banyaknya fotosintat dalam daun sangat berpengaruh terhadap
bobot kering per tanaman. Selain itu, banyaknya daun akan mengakibatkan proses
fotosintesis menjadi lebih maksimal dan mengahasilkan energi pembentukan sel
tanaman yang lebih produktif.
7

Bobot Kering (gram)

Pendinginan 20 C
6

Pendinginan 15 C

5

Tanpa Pendinginan

4
3
2
1
0
25

30

35

40

45

50

55

60

Waktu (Hari)
Gambar 14 Perkembangan bobot kering (gram) tanaman caisim
Berdasarkan hasil uji ragam yang ditunjukkan pada Tabel 6, pada 25 HST
tidak terjadi perbedaan yang nyata pada taraf α = 5 %. Kemudian terjadi
perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol dengan perlakuan pendinginan 15
o
C dan pendinginan 20 oC setelah 30 HST sampai 60 HST.
Dalam penelitian ini, larutan nutrisi dijaga pada 1500 – 2000 ppm dan
pH 6 – 7 sedangkan suhunya dibuat berbeda sehingga pengaruh larutan nutrisi
pada tanaman adalah sama untuk setiap perlakuan. Dengan demikian jelas bahwa
dengan mendinginkan daerah perakaran dapat meningkatkan produktivitas
tanaman caisim pada kondisi hara yang tersedia di media tanam sama.

19
Tabel 6 Pengaruh perlakuan pendinginan zona perakaran terhadap bobot kering
rata-rata tanaman caisim
Kode
Perlakuan
Tanpa
Pendinginan
Pendinginan
15 oC
Pendinginan
20 oC

25
HST

30
HST

Rata-Rata Bobot Kering (gram)
35
40
45
50
HST
HST
HST
HST

55
HST

60
HST

0.02a

0.03a

0.07a

0.08a

0.19a

0.27a

0.39a

1.74a

0.02a

0.057b

0.15b

0.23b

0.52b

1.05b

1.92b

4.87b

0.02a

0.047c

0.13b

0.22b

0.68c

1.17b

2.30b

5.76b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% uji
Lanjut Duncan.
Konsumsi Energi Listrik
Konsumsi energi listrik merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam
melakukan budidaya tanaman secara hidroponik dengan menggunakan zone
cooling di dalam rumah tanaman. Konsumsi energi listrik tersebut dihitung dari
awal proses pindah tanam ke media tanam dengan sistem static aerated technique
sampai proses pemanenan (35 hari). Data konsumsi energi listrik tersebut dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Konsumsi energi listrik selama budidaya tanaman caisim
No
1
2
3
4
Total

Perlakuan

Peralatan

Pendinginan
15 oC
Pendinginan
20 oC
semua
semua

Chiller & Pompa
Celup
Chiller & Pompa
Celup
Pompa Air (Input)
Aerator

Energi
Total Energi
per hari
(kWh)
(kWh)

Jumlah

Waktu
(jam)

1

9

9.3

325.5

1

9

7.1

248.5

1
6

9
24

1.8
3.6

63.0
126
763

Chiller dan pompa celup dinyalakan selama 9 jam per hari dan aerator
selama 24 jam per hari. Konsumsi energi listrik yang paling besar adalah pada
perlakuan pendinginan 15 oC dimana perbedaan antar perlakuan adalah konsumsi
listrik untuk mendinginkan larutan nutrisi oleh chiller. Pada perlakuan
pendinginan 15 oC, chiller bekerja mendinginkan larutan nutrisi sampai dengan
set point 15 oC, sedangkan pada perlakuan pendinginan 20 oC, chiller bekerja
mendinginkan larutan nutrisi sampai suhu 20 oC. Perhitungan secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 3.

20
Pemilihan Sistem Terbaik
Setelah dilakukan analisis ragam pada masing-masing parameter dan tahap
pertumbuhan, analisis juga dilakukan antar parameter pada rata-rata setiap
perlakuan seperti ditunjukkan pada