Korelasi antara tingkat pendidikan, sumber informasi utama keamanan pangan, dan praktik penanganan pangan ibu rumah tangga

KORELASI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, SUMBER INFORMASI
UTAMA KEAMANAN PANGAN, DAN PRAKTIK PENANGANAN
PANGAN IBU RUMAH TANGGA

ZACKUARY SWANDHARU

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Korelasi antara
Tingkat Pendidikan, Sumber Informasi Utama Keamanan Pangan, dan Praktik
Penanganan Pangan Ibu Rumah Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Zackuary Swandharu
NIM F24100061

ABSTRAK
ZACKUARY SWANDHARU. Korelasi antara Tingkat Pendidikan, Sumber
Informasi Utama Keamanan Pangan, dan Praktik Penanganan Pangan Ibu Rumah
Tangga. Dibimbing oleh HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan
YANTI RATNASARI.
Keamanan pangan di tingkat rumah tangga sangat erat kaitannya dengan
peran ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) dalam keluarga.
Salah satu peran tersebut adalah praktik penanganan pangan yang baik. Faktor
yang diduga mempengaruhi kualitas praktik penanganan pangan (PPP) ibu rumah
tangga antara lain ialah tingkat pendidikan dan sumber informasi utama keamanan
pangan (SIUKP). Menindaklanjuti persoalan tersebut, maka dilakukan
kajian/analisis korelasi antara PPP, tingkat pendidikan, dan SIUKP yang dimiliki
oleh ibu rumah tangga di Indonesia menggunakan metode analisis crosstabs
dengan uji chi-square dan rangking spearman. Kajian tersebut menggunakan data

sekunder hasil survei “Kajian Awareness Keamanan Pangan Konsumen di Rumah
Tangga” tahun 2013 dengan jumlah responden sebanyak 3250 ibu rumah tangga
yang dilakukan oleh Badan POM. Hasil survei menunjukkan bahwa 73 %
responden memilih televisi sebagai SIUKP, skor rata-rata PPP ibu rumah tangga
sebesar 3.78 (kategori baik) yang berarti sudah mempraktikkan lima kunci
keamanan pangan dengan baik, dan persentase tingkat pendidikan ibu rumah
tangga tertinggi adalah SMA (41.8 %) sedangkan yang terendah adalah ≤ SD
(6.2 %). Uji korelasi antara variabel tingkat pendidikan dengan PPP menunjukkan
tidak ada hubungan diantara variabel tersebut, yang berarti bahwa nilai praktik
penanganan pangan ibu rumah tangga di Indonesia cenderung sama walau tingkat
pendidikannya berbeda. Analisis korelasi antara variabel tingkat pendidikan
dengan kesatuan korelasi SIUKP-PPP menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
diploma dan sarjana memiliki hubungan dengan kesatuan korelasi SIUKP-PPP.
Hal tersebut berarti ibu rumah tangga dengan pendidikan diploma dan sarjana
yang memilih SIUKP berbeda cenderung memiliki skor PPP yang berbeda.
Kata kunci : analisis statistik nonparametrik, ibu rumah tangga, keamanan pangan.

ABSTRACT
ZACKUARY SWANDHARU. Correlation between the Level of Education, Key
Resources for Food Safety, and Food Handling Practices Housewives. Supervised

by HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM and YANTI RATNASARI.
Food safety at household level is closely associated with the housewife
roles as a gatekeeper in the family. One of these roles is a good food handling
practices. The level of education and the main source of food safety information
(SIUKP) are suspected to affect the quality of the food handling practices (PPP).
The study/analysis of the correlation between PPP, level of education, and SIUKP
that using analytical methods such as crosstabs, chi-square test and rank spearman
are conducted to follow up these issues. The study uses secondary data survey
from "Study of Consumer Food Safety Awareness in the Household" in 2013 by
the number of respondents was 3250 housewives that conducted by Badan POM.
The survey results showed that 73 % of respondents chose television as SIUKP,
the average score for housewives PPP is 3.78 (good) which means the Indonesian
housewives have done the five key of food safety practices well, and the highest
percentage of mother's education level is high school (41.8 %) while the lowest is
≤ SD (6.2 %). The study resulted there is no correlation between the education
level and PPP. It means the score of food handling practices in Indonesian
housewives tend to be similar despite the different levels of education. Analysis of
the correlation between education level and SIUKP-PPP indicates that the level of
diploma and bachelor education have a relationship with a correlation of unity
SIUKP-PPP. It means that Indonesian housewives (who have diploma and

bachelor education level) will have different PPP score if they choose different
SIUKP.
Keywords: food safety, housewives, nonparametric statistical analysis.

KORELASI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, SUMBER INFORMASI
UTAMA KEAMANAN PANGAN, DAN PRAKTIK PENANGANAN
PANGAN IBU RUMAH TANGGA

ZACKUARY SWANDHARU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 hingga Juni
2014 ialah keamanan pangan ditingkat rumah tangga, dengan judul “Korelasi
antara Tingkat Pendidikan, Sumber Infomasi Keamanan Pangan, dan Praktik
Penanganan Pangan Ibu Rumah Tangga”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum
dan Ibu Yanti Ratnasari, SP. MP. selaku pembimbing, serta Prof. Winiati P.
Rahayu yang telah memberikan kesempatan mengerjakan topik skripsi ini. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, teman-teman magang, keluarga
pondok agathis, sahabat di ITP 47 (Muti, Rizki, Ayas, Jeni, Mala, Ritonga, Devi,
dan Boti), dan Bang Fahmi Aceh yang telah membantu dan memberikan dorongan
moral selama pengerjaan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Papah, Mamah, Zahrie serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, November 2014
Zackuary Swandharu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Bahan

2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktik Penanganan Pangan Ibu Rumah Tangga
Korelasi antara Tingkat Pendidikan, SIUKP, dan PPP
SIMPULAN DAN SARAN

5
5
18
21

Simpulan


21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nilai tiap kunci keamanan pangan, nilai rata-rata, dan hasil
rangking
Tabel 2 Jumlah responden pada masing-masing kategori PPP
Tabel 3 Skor rata-rata PPP tiap kunci keamanan pangan
Tabel 4 Skor rata-rata kunci keamanan pangan pertama (menjaga
kebersihan) tiap provinsi
Tabel 5 Skor rata-rata kunci keamanan pangan kedua (memisahkan
pangan mentah dan matang) tiap provinsi
Tabel 6 Skor rata-rata kunci keamanan pangan ketiga (memasak
dengan benar) tiap provinsi
Tabel 7 Skor rata-rata kunci keamanan pangan keempat (menyimpan
pangan dengan benar) tiap provinsi
Tabel 8 Skor rata-rata kunci keamanan pangan kelima (menggunakan
air dan bahan baku yang aman) tiap provinsi
Tabel 9 Skor rata-rata PPP berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 10 Uji lanjut scheffe pada skor rata-rata PPP berdasarkan tingkat
pendidikan
Tabel 11 Skor rata-rata PPP berdasarkan SIUKP
Tabel 12 Uji lanjut scheffe pada skor rata-rata PPP berdasarkan SIUKP
Tabel 13 Analisis chi-square variabel tingkat pendidikan, SIUKP, dan

PPPª
Tabel 14 Korelasi rangking spearman

3
6
6
7
10
13
14
15
16
16
17
17
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar pertanyaan yang dianalisis dari kuesioner “Kajian
Awareness Keamanan Pangan Konsumen di Rumah Tangga
Lampiran 2 Prosedur scoring blok 4a
Lampiran 3 Tabel Chi-square
Lampiran 4 Post hoc tests skor rata-rata PPP berdasarkan tingkat
pendidikanLampiran 4
Lampiran 5 Post hoc tests skor rata-rata PPP berdasarkan SIUKP
Lampiran 6 Tabel silang variabel tingkat pendidikan, SIUKP, dan PPP
Lampiran 7 Prosedur pengolahan data menggunakan analisis korelasi
chi-square pada aplikasi SPSS

25
27
28
28
29
31
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum, keamanan pangan adalah hal-hal yang membuat produk
pangan aman untuk dimakan; bebas dari faktor-faktor yang bisa menyebabkan
penyakit, misalnya sumber penular penyakit, mengandung bahan kimia beracun,
dan mengandung benda asing. Keamanan pangan menurut UU nomor 18 tahun
2012 tentang pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
sehingga aman untuk dikonsumsi.
Tingkat keamanan pangan suatu negara dapat dilihat dari banyaknya
kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di negara tersebut. Menurut
Permenkes nomor 2 tahun 2013 tentang kejadian luar biasa (KLB) keracunan
pangan, KLB keracunan pangan merupakan suatu kejadian dimana terdapat dua
orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama
setelah mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan
tersebut terbukti sebagai sumber keracunan. Laporan tahunan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) sejak tahun 2009 hingga 2013 menyebutkan bahwa
penyebab KLB keracunan pangan terbesar di Indonesia berdasarkan lokasi
kejadiannya adalah pangan olahan rumah tangga yaitu sebanyak 65, 76, 59, 23,
dan 22 kejadian secara berurutan dari tahun 2009 s.d. 2013 (BPOM 2013). Data
tersebut menunjukkan risiko keamanan pangan yang tinggi pada pangan hasil
olahan rumah tangga sehingga praktik penanganan pangan dan profil ibu rumah
tangga sebagai gate keeper dalam menjaga keamanan pangan keluarga perlu
untuk dikaji.
Kajian mengenai praktik penanganan ibu rumah tangga dilakukan sebagai
salah satu kajian lanjutan dari “Kajian Awareness Keamanan Pangan Konsumen
di Rumah Tangga” yang dilaporkan BPOM pada tahun 2013. Hasil rekapitulasi
data kajian tersebut dipilih variabel tingkat pendidikan, sumber informasi utama
keamanan pangan (SIUKP), dan praktik penanganan pangan (PPP) sebagai obyek
kajian lanjutan. Kajian lanjutan tersebut digunakan untuk mengetahui kualitas
praktik penanganan pangan (PPP) ibu rumah tangga yang kemudian akan
diketahui ada/tidaknya hubungan dengan variabel tingkat pendidikan dan sumber
media informasi utama keamanan pangan (SIUKP) sehingga nantinya dapat
dibuat strategi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) untuk ibu rumah tangga.

Perumusan Masalah
Data kejadian luar biasa keracunan pangan di tingkat rumah tangga selama
lima tahun terakhir menunjukkan perlunya kajian keamanan pangan di tingkat
rumah tangga mengenai praktik penanganan pangan ibu rumah tangga sehingga
dapat memberikan dasar ilmiah dalam pengambilan kebijakan keamanan pangan.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka lingkup kajian yang dibahas dalam skripsi
ini dirumuskan sebagai berikut :

2
1. Bagaimana kondisi praktik penanganan pangan responden di setiap
kunci keamanan pangan dan provinsi ?
2. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan PPP ?
3. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan SIUKP ?
4. Bagaimana hubungan antara SIUKP dengan PPP ?
5. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesatuan
SIUKP-PPP ?
Tujuan Penelitian
Menganalisis korelasi antara tingkat pendidikan, sumber informasi utama
keamanan pangan, dan praktik penanganan pangan dari hasil survei “Kajian
Awareness Keamanan Pangan Konsumen di Rumah Tangga” pada tahun 2013.
Hal ini guna memberikan gambaran seberapa kuat hubungan beserta arah
korelasinya sehingga dapat disimpulkan bagaimana strategi terbaik dalam
memberikan edukasi dan informasi tentang keamanan pangan melalui media
infomasi yang paling baik.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkannya gambaran secara nasional
tentang praktik penanganan pangan ibu rumah tangga serta hubungannya dengan
tingkat pendidikan dan media informasi, sehingga selanjutnya dapat disusun
strategi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) yang baik dengan
menggunakan media informasi yang paling baik.

METODE
Bahan
Data yang digunakan merupakan data sekunder dari hasil survei “Kajian
Awareness Keamanan Pangan Konsumen di Rumah Tangga” pada tahun 2013.
Variabel yang dipilih adalah variabel praktik penanganan pangan (blok 4), sumber
informasi utama keamanan pangan (blok 5 pertanyaan B5.1), dan tingkat
pendidikan (blok 1 pertanyaan B1.3). Bentuk pertanyaan dan pilihan jawaban
dapat dirujuk pada Lampiran 1.
Blok 4 disusun berdasarkan lima kunci keamanan pangan World Health
Organization (WHO), yaitu menjaga kebersihan; memisahkan pangan mentah dan
matang; memasak dengan benar; menyimpan pangan dengan benar; serta
menggunakan air dan bahan baku yang aman (WHO 2006). Kunci pertama yaitu
menjaga kebersihan terkandung dalam pertanyaan B4.2 (mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan), B4.3 (kebiasaan setelah memecah telur), B4.4 (kebiasaan
setelah menangani ikan segar atau daging mentah), dan B7.7 (cara membersihkan
sayuran dan buah). Kunci kedua yaitu memisahkan pangan mentah dan matang
terkandung dalam pertanyaan B4.5 (kebiasaan menggunakan talenan), B4.6
(kebiasaan menggunakan pisau), dan B4.9 (penggunaan piring untuk bahan

3
mentah dan matang). Kunci ketiga yaitu memasak dengan benar terkandung
dalam pertanyaan B4.8 (cara memastikan kematangan daging yang dimasak).
Kunci keempat yaitu menyimpan pangan dengan benar terkandung dalam
pertanyaan B4.10 (tempat menyimpan daging, telur, atau ikan segar sebelum
dimasak), B4.11 (bagian kulkas untuk menyimpan daging mentah atau ikan
segar), dan B4.12 (tempat menyimpan makanan untuk konsumsi esok hari). Kunci
kelima yaitu menggunakan air dan bahan baku yang aman terkandung dalam
pertanyaan B4.1 (penggunaan air bersih untuk menyiapkan makanan).

Prosedur Analisis Data
Variabel praktik penanganan pangan (PPP), tingkat pendidikan, dan sumber
informasi utama keamanan pangan (SIUKP) dari hasil survei 3250 responden
dianalisis lebih lanjut menggunakan aplikasi microsoft excel 2007 dan SPSS versi
20. Analisis tersebut diawali dengan skoring PPP ibu rumah tangga, kemudian
korelasi antara tingkat pendidikan dengan PPP, korelasi antara SIUKP dengan
PPP, korelasi antara tingkat pendidikan dengan SIUKP, dan diakhiri dengan
korelasi antara tingkat pendidikan dengan kesatuan korelasi SIUKP-PPP.
Skoring Praktik Penanganan Pangan Ibu Rumah Tangga
Variabel praktik penanganan pangan (PPP) merupakan hasil skoring
jawaban dari 12 buah pertanyaan yang termasuk dalam blok 4 pada kuesioner
“Kajian Awareness Keamanan Pangan Konsumen di Rumah Tangga”. Lampiran 2
menunjukkan prosedur pengolahan data kuesioner untuk blok 4 agar data-data
tersebut dapat diubah menjadi bentuk data rangking. Penilaian dilakukan
berdasarkan expert judgement dengan memberikan nilai 0.00 s.d. 5.00 kemudian
diubah menjadi data skala ordinal, yaitu sangat tidak baik, tidak baik, sedang, baik,
dan sangat baik. Expert judgement didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman
beberapa ahli sehingga dapat memberikan penilaian seobjektif mungkin terhadap
suatu permasalahan (Maimun 2013). Hasil scoring tahap ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Nilai tiap kunci keamanan pangan, nilai rata-rata, dan hasil rangking
No.
1
2
3
4
5
6
...

K1
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
...

K2
4.25
2.50
4.00
5.00
4.50
4.50
...

K3
4.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
...

K4
2.00
5.00
4.33
5.00
5.00
5.00
...

K5
4.67
4 .67
4.67
4.67
3.00
4.67
...

Rata-rata
3.98
3.83
4.00
3.98
3.90
4.23
...

Rank blok 4
4.00
4.00
5.00
5.00
4.00
5.00
...

Keterangan :
K1 =
Menjaga kebersihan. Skor diambil dari rata-rata pertanyaan B4.2 (mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan), B4.3 (kebiasaan setelah memecah telur), B4.4 (kebiasaan
setelah menangani ikan segar atau daging mentah), dan B4.7 (cara membersihkan sayuran
dan buah).

4
K2 =

K3 =
K4 =

K5 =

Memisahkan pangan mentah dan matang. Skor diambil dari rata-rata pertanyaan B4.5
(kebiasaan menggunakan talenan), B4.6 (kebiasaan menggunakan pisau), dan B4.9
(penggunaan piring untuk bahan mentah dan matang).
Memasak dengan benar. Skor diambil dari pertanyaan B4.8 (cara memastikan
kematangan daging yang dimasak).
Menyimpan pangan dengan benar. Skor diambil dari rata-rata pertanyaan B4.10 (tempat
menyimpan daging, telur, atau ikan segar sebelum dimasak), B.411 (bagian kulkas untuk
menyimpan daging mentah atau ikan segar), dan B4.12 (tempat menyimpan makanan
untuk konsumsi esok hari).
Menggunakan air dan bahan baku yang aman. Skor diambil dari pertanyaan B4.1
(penggunaan air bersih untuk menyiapkan makanan).

Keterangan untuk kolom “rank blok 4” :
1=
Sangat tidak baik atau nilai rata-rata 0-0.99.
2=
Tidak baik atau nilai rata-rata 1.00-1.99.
3=
Sedang atau nilai rata-rata 2.00-2.99.
4=
Baik atau nilai rata-rata 3.00-3.99.
5=
Sangat baik atau nilai rata-rata 4.00-5.00.

Analisis Korelasi Menggunakan Crosstabs dengan Metode Uji Chi-square
dan Rangking Spearman
Tahap ini menjelaskan korelasi antara dua variabel berskala ordinal atau
nominal menggunakan aplikasi SPSS. Metode analisis statistika yang digunakan
adalah crosstabs dengan uji chi-square dan rank spearman. Pada dasarnya
crosstabs sama dengan menu tabel, namun perbedaannya terletak pada adanya
metode-metode statistik untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) antara dua
variabel yang berskala ordinal maupun nominal. Metode uji chi-square pada
program SPSS merupakan bagian dari analisis crosstabs yang diterapkan untuk
menguji apakah terdapat hubungan antara baris dan kolom pada sebuah tabel
silang (Santoso 2009). Korelasi Rank Spearman merupakan pengukuran dua
variabel berskala ordinal dengan hasil berupa kekuatan, arah, dan ada-tidaknya
hubungan antara kedua variabel yang diuji (Sarwono 2010). Urutan analisis pada
tahap ini adalah memilih analyze > descriptive statistics > crosstabs. Kemudian
memasukkan salah satu variabel pada kotak row dan satu variabel lainnya pada
kotak coloumn. Memilih menu statistics kemudian mengaktifkan menu chi-square
dan correlation. Memilih continue kemudian memilih OK untuk melihat hasil
analisis. Urutan analisis ini digunakan pada korelasi antara tingkat pendidikan
dengan PPP, korelasi antara SIUKP dengan PPP, dan korelasi antara tingkat
pendidikan dengan SIUKP. Urutan analisis korelasi antara tingkat pendidikan
dengan kesatuan korelasi SIUKP-PPP sama dengan urutan analisis korelasi antara
SIUKP dengan PPP, hanya saja letak perbedaannya adalah penambahan variabel
tingkat pendidikan pada kotak layer.
Hasil analisis yang perlu diperhatikan adalah tabel silang, nilai chi-square
test (nilai pearson chi-square dan angka signifikansi), symmetric measures (nilai
spearman correlation dan angka signifikansi), dan nilai chi-square tabel yang
terdapat pada Lampiran 3. Tata cara penetapan nilai chi-square tabel adalah
dengan menarik ke bawah nilai signifikansi (yang digunakan) dari kolom tabel
hingga bertemu dengan derajat bebas (db) yang sesuai pada baris tabel. Titik
pertemuan tersebut akan menunjukkan suatu nilai, dimana nilai tersebut adalah
nilai chi-square tabel. Tata cara penetapan hipotesis, interpretasi, dan
pengambilan keputusannya sebagai berikut :

5
 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolom.
H1 : Ada hubungan antara baris dan kolom.
 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai chi-square
Jika chi-square hitung < chi-square tabel maka H0 diterima.
Jika chi-square hitung > chi-square tabel maka H0 ditolak.
 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi
Jika signifikansi > α (0,05) maka H0 diterima.
Jika signifikansi < α (0,05) maka H0 ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktik Penanganan Pangan Ibu Rumah Tangga
Persentase jumlah ibu rumah tangga dengan PPP kategori baik dan sangat
baik adalah 95.10 %, seperti yang ditunjukkan Tabel 2. Tabel 3 menunjukkan skor
rata-rata praktik penanganan pangan ibu rumah tangga di Indonesia pada tahun
2013 adalah 3.78 (skala 0.00-5.00) yang termasuk dalam kategori baik. Skor ratarata kunci keamanan pangan pertama sebesar 3.44 (baik) yang berarti rata-rata ibu
rumah tangga di Indonesia mencuci tangan dengan sabun sebelum memasak
(B4.2); mencuci tangan setelah memecah telur dan menangani daging-dagingan
(B4.3 dan B4.4); dan membersihkan sayur maupun buah-buahan dengan cara
mencuci menggunakan air yang mengalir (B4.7). Skor rata-rata kunci keamanan
pangan kedua sebesar 3.99 (baik) yang berarti ibu rumah tangga di Indonesia
mencuci talenan, pisau, dan piring yang digunakan untuk mempersiapkan bahan
mentah dengan sabun kemudian mengeringkannya sebelum menggunakannya
kembali untuk mempersiapkan bahan matang (B4.5 dan B4.6); dan menggunakan
piring yang berbeda untuk bahan mentah dan bahan matang (B4.9). Skor rata-rata
kunci keamanan pangan ketiga sebesar 2.46 (sedang) yang berarti rata-rata ibu
rumah tangga di Indonesia memastikan daging yang dimasak sudah matang
dengan cara mencicipi, melihat waktu memasak, atau melihat penampakan (warna
atau tekstur) (B4.8). Skor rata-rata kunci keamanan pangan keempat sebesar 4.07
(sangat baik) yang berarti ibu rumah tangga Indonesia menyimpan daging mentah,
telur, dan ikan segar di dalam kulkas sebelum menggunakannya untuk memasak
(B4.10); menyimpan daging mentah atau ikan segar dalam freezer (B4.11); dan
menyimpan masakan dalam jumlah besar yang mengandung daging atau ikan di
dalam kulkas dengan segera apabila hendak dikonsumsi untuk esok hari (B4.12).
Skor rata-rata kunci keamanan pangan kelima sebesar 4.94 (sangat baik) yang
berarti ibu rumah tangga di Indonesia menggunakan air bersih dalam menyiapkan
makanan sehari-hari (B4.1).

6
Tabel 2 Jumlah responden pada masing-masing kategori PPP
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kategori PPP
Sangat tidak baik
Tidak baik
Sedang
Baik
Sangat baik
Total

Jumlah
2
9
148
1614
1477
3250

Persentase
0.10 %
0.30 %
4.60 %
49.70 %
45.40 %
100.00 %

Tabel 3 Skor rata-rata PPP tiap kunci keamanan pangan
Kunci
Pangan

Keamanan
1.
2.
3.
4.
5.

Deskripsi
Menjaga kebersihan
Memisahkan pangan mentah dan matang
Memasak dengan benar
Menyimpan pangan dengan benar
Menggunakan air dan bahan baku yang aman
Total

Skor Rata-rata
3.44
3.99
2.46
4.07
4.94
3.78

Perincian skor rata-rata PPP di tiap provinsi dan pertanyaan akan lebih
detail memberi informasi tentang kondisi yang terdapat di lapangan. Informasi
tersebut akan mempermudah pihak terkait (BPOM) dalam menyusun program
edukasi terhadap praktik penanganan pangan yang masih dianggap kurang.
Menjaga Kebersihan
Skor rata-rata kunci keamanan pangan pertama terinci pada Tabel 4. Skor
terendah pada pertanyaan B4.2 dimiliki oleh provinsi Bengkulu sebesar 3.66
(baik), sedangkan provinsi lainnya masuk dalam kategori sangat baik. Hal ini
menandakan bahwa kesadaran ibu rumah tangga untuk mencuci tangan dengan
sabun sebelum menyiapkan makanan sudah sangat baik. Skor terendah pada
pertanyaan B4.3 dimiliki oleh provinsi Papua Barat sebesar 2.14 (sedang),
sedangkan yang terbesar ialah provinsi Jawa Timur dengan skor 3.76 (baik). Pada
pertanyaan ini terdapat 6 provinsi yang masuk dalam kategori sedang, sedangkan
7 provinsi lainnya masuk dalam kategori baik. Skor rata-rata pada pertanyaan
tersebut masih dalam kategori sedang dengan skor sebesar 2.96. Hal tersebut
menandakan sebagian besar ibu rumah tangga di Indonesia membasuh/merendam
tangan dalam air atau melanjutkan memasak setelah memecah telur mentah. Skor
terendah pada pertanyaan B4.4 dimiliki oleh provinsi Sulawesi Tengah sebesar
2.95 (sedang), sedangkan provinsi lainnya termasuk dalam kategori baik dan
sangat baik. Skor rata-rata pada pertanyaan tersebut sebesar 4.04 (sangat baik).
Hal tersebut berarti sebagian besar ibu rumah tangga di Indonesia mencuci tangan
dengan sabun setelah menangani ikan segar atau daging mentah, sedangkan ratarata ibu rumah tangga di Sulawesi Tengah hanya membasuh/merendam tangan
dalam air. Skor terendah pada pertanyaan B4.7 dimiliki oleh provinsi NTT sebesar
3.57 (baik), sedangkan skor tertinggi dimiliki oleh provinsi Jawa Tengah sebesar
4.18 (sangat baik). Hal tersebut menandakan kebiasaan mencuci buah dan sayuran
yg dilakukan rata-rata ibu rumah tangga di Indonesia sudah baik. Menggosok
sayur dan buah di air mengalir adalah jawaban dengan bobot skor tertinggi dan
menjadi pilihan terbanyak oleh responden. Jawaban dengan bobot skor tertinggi

7
juga dimiliki oleh “mencuci menggunakan sabun”, namun responden yang
memilih jawaban ini masih minim.
Tabel 4 Skor rata-rata kunci keamanan pangan pertama (menjaga kebersihan) tiap
provinsi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nama Provinsi
Bali
Bengkulu
Gorontalo
NTT
Papua Barat
Sumatera Barat
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Tengah
Lampung
Rata-rata

B4.2

Skor Rata-rataª
B4.3
B4.4

B4.7

4.76
3.66
4.66
4.49
4.41
4.47
4.20
4.47
4.69
4.73
4.81
4.60
4.74
4.51

3.32
2.37
2.46
2.45
2.14
3.09
2.50
2.56
3.72
3.70
3.76
3.14
3.28
2.96

3.80
3.82
3.78
3.57
3.83
3.83
3.66
3.65
4.15
4.18
4.06
4.03
3.78
3.86

4.25
3.50
3.94
4.11
3.58
4.22
2.95
4.00
4.49
4.56
4.45
4.20
4.15
4.03

ªB4.2: mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, B4.3: kebiasaan setelah memecah telur,
B4.4: kebiasaan setelah menangani ikan segar atau daging mentah, B4.7: cara membersihkan
sayuran dan buah.

Keamanan pangan erat kaitannya dengan budaya praktik higiene perorangan,
keluarga, dan masyarakat setempat, bahan mentah yang digunakan, polusi
lingkungan, serta kemajuan teknologi dalam pertanian dan pengolahan pangan.
Pangan yang aman dapat diproduksi menandakan kebersihan diri, lingkungan,
peralatan, bahan, dan penanganan yang baik. Pangan yang baik dan aman adalah
harapan seluruh manusia, maka dari itu sudah semestinya manusia mengupayakan
terjaminnya kebersihan diri, lingkungan, peralatan, bahan baku, dan pangan yang
hendak dikonsumsi.
Budaya praktik higiene perorangan sangat besar peranannya dalam
menentukan tingkat pencemaran mikroba dalam makanan. Suatu contoh kebiasaan
baik yang jarang dimiliki oleh anggota keluarga adalah kebiasaan sering mencuci
tangan. Cuci tangan merupakan persyaratan penting untuk mencegah kontaminasi
karena tangan merupakan organ tubuh manusia yang sangat aktif bersentuhan
dengan aneka benda termasuk bersentuhan dengan produk pangan yang diolah.
Kebersihan tangan yang dicuci dengan baik, menekan jumlah kontaminasi
mikroba (Winarno 2004a). Cara mencuci tangan yang baik adalah sebagai berikut:
mencuci dan menggosok tangan pada air bersih yang mengalir, menggunakan
sabun yang cukup dan menggosok tangan sampai ke sela-sela jari dan kuku
selama 20 detik, membilas tangan pada air bersih yang mengalir, kemudian
mengeringkan tangan dengan lap bersih (Hariyadi dan Hariyadi 2011). Alangkah
baiknya bila individu yang menangani pangan dapat mencuci tangan secara rutin
saat sebelum mengolah pangan, sehabis menangani bahan baku, dan setelah
mengolah pangan.
Praktik sanitasi dan higiene yang kurang dapat menimbulkan resiko pangan
yang terkontaminasi. Pangan yang terkontaminasi dapat menyebabkan foodborne

8
disease. Foodborne disease didefinisikan sebagai penyakit yang umumnya
bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agen yang masuk ke dalam
tubuh melalui makanan yang dicerna.
Sebanyak 90 % foodborne disease yang terjadi pada manusia disebabkan
oleh kontaminasi mikrobiologi. Anak berusia 5 tahun ke bawah (balita) rata-rata
menderita diare 2-3 kali per-tahun. Sebanyak 70 % penyakit diare dianggap
berawal dari makanan yang mengandung penyakit pada kasus di negara-negara
berkembang. Masalah diare karena mengkonsumsi makanan yang mengandung
penyakit tertentu terjadi di seluruh dunia, namun secara khusus telah menjadi akut
di negara-negara sedang berkembang. Korban kematian anak-anak di seluruh
dunia akibat penyakit diare adalah 4.6-6.0 juta anak/tahun khususnya berasal dari
Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Winarno 2004b). Sebagian kematian tersebut
ada yang disebabkan oleh air minum yang terkontaminasi dan sebagian lainnya
disebabkan oleh pemasakan dan penanganan yang tidak sempurna terhadap
berbagai jenis komoditi pangan.
Beberapa penyakit diare dapat berpengaruh pada organ lain disamping
pengaruhnya terhadap sistem alat pencernaan dan hati, seperti: pada alat
pernapasan oleh Campylobacter jejuni, Salmonella sp., enteric virus; Ginjal oleh
Eschericia coli O157:H7, Salmonella sp., Shigella sp., Campylobacter sp.;
Jantung oleh Yersinia; Kulit oleh Campylobacter sp., Salmonella, Yersinia
enterocolitica. Penyakit-penyakit mengerikan seperti yang disebutkan di atas
tentunya tidak diharapkan oleh semua manusia, maka sudah semestinya manusia
menjaga kebersihan panganannya dimulai dari menjaga kebersihan diri sendiri
(Winarno 2004b).
Ibu rumah tangga di Indonesia sudah memiliki kesadaran untuk mencuci
tangan menggunakan sabun sebelum menyiapkan makanan. Hal tersebut
dicerminkan dengan skor rata-rata pertanyaan B4.2 secara nasional maupun perprovinsi yang termasuk dalam kategori sangat baik.
Berbeda dengan skor pada pertanyaan B4.2, skor rata-rata pada pertanyaan
B4.3 secara nasional masih dalam kategori sedang. Kebiasaan rata-rata ibu rumah
tangga setelah memecah telur ialah hanya membasuh tangan dalam air atau
melanjutkan memasak. Kebiasaan untuk mencuci tangan dengan sabun setelah
memecah telur belum banyak dilakukan oleh ibu rumah tangga dikarenakan
anggapan bahwa “Tadi saya sudah mencuci tangan dengan sabun sebelum
memulai memasak” (dicerminkan dengan skor pada pertanyaan B4.2 yang tinggi),
adapula anggapan secara visual bahwa permukaan cangkang telur yang bersih
(tidak ada noda, sisa kotoran, atau sisa tanah yang menempel) sehingga dengan
santainya ibu rumah tangga melanjutkan memasak. Apabila telur diberi perlakuan
sanitasi dan higiene terlebih dahulu sebelum dipecahkan, ibu rumah tangga tidak
perlu mencuci tangan setelah memecah telur. Karena melakukan sanitasi dan
higiene terhadap telur utuh dirasa rumit, sebaiknya ibu rumah tangga mencuci
tangannya menggunakan sabun setelah memecah telur.
Skor rata-rata pada pertanyaan B4.4 per-provinsi maupun nasional masuk
dalam kategori baik dan sangat baik, kecuali provinsi Sulawesi Tengah yang
memiliki skor sedang. Ibu rumah tangga di Sulawesi Tengah sepertinya juga
beranggapan bahwa sudah memulai kegiatan memasak dengan mencuci tangan
menggunakan sabun terlebih dahulu sehingga tangan akan selalu bersih sampai

9
prosesi masak memasak berakhir. Komunikasi, informasi, dan edukasi yang
kurang juga menjadi sebab rendahnya skor ibu rumah tangga di Sulawesi Tengah.
Badan POM dapat merancang strategi KIE (komunikasi, informasi, dan
edukasi) baik secara nasional maupun dikhususkan untuk provinsi yang masih
memiliki skor sedang pada kunci keamanan pangan pertama, seperti Bengkulu,
Gorontalo, NTT, Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara. Konten KIE
harus menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan, dampak negatif dari
kebersihan yang tidak dijaga, tata cara mencuci tangan yang baik dan benar, dan
macam-macam foodborne diseases seperti yang sudah dijelaskan di atas. Ajakan
untuk menjaga kebersihan diri dan membiasakan mencuci tangan, serta visualisasi
individu yang mengalami foodborne disease dapat menjadi penguat pesan.
Kontaminasi pada pangan tidak hanya berasal dari mikroba, meskipun
kontaminasi mikroba mendominasi sebab terjadinya foodborne disease.
Kontaminasi kimia seperti residu pestisida pada sayuran dan buah juga harus
diwaspadai. Pestisida dicurigai karena kemungkinannya sebagai penyebab
leukimia, aplastic anemia, alergi, dan asma. Rathus (1973) berkesimpulan bahwa
analisis yang telah dilakukan dengan hati-hati membuktikan adanya hubungan
antara residu pestisida pada manusia dengan masalah-masalah epidemiologi.
Berbagai penelitian mengenai pengaruh pestisida terhadap timbulnya tumor
telah banyak dilakukan. Walau masih banyak pertentangan, tidak ada salahnya
bila kita berhati-hati dengan mengambil kesimpulan dari beberapa penelitian yang
menyatakan pestisida dapat menimbulkan tumor pada manusia. Beberapa
penelitian tersebut menggunakan binatang percobaan sebagai petunjuk bagi
manusia. Tomatis et al. (1972) menerangkan lima laporan penelitian mengenai
pengaruh DDT terhadap timbulnya tumor, yaitu: satu penelitian memberikan
petunjuk meningkatnya kejadian tumor pada tikus (rat), tiga lainnya terjadi pada
mencit (mice), dan satu lagi pada ikan traut. Tumor yang diamati pada umumnya
tumor hati (hepatoma). Van Realte (1973) merangkum tiga penelitian yang
menggunakan suatu pestisida bernama dieldrin. Beliau menyatakan bahwa
dieldrin dapat menyebabkan tumor hati pada mencit (mice).
Pencucian pada buah dan sayuran dapat menghilangkan residu carbamyl
sebanyak 66-87 %, sejumlah besar DDT (17-48 %), dan sebagian kecil (0-9 %)
residu parathion. Kadar residu dapat turun sangat drastis dengan penambahan
deterjen pada air yang digunakan untuk mencuci buah dan sayuran (Lamb et al.
1968). Dewasa ini, terdapat beberapa sabun pencuci piring yang dapat sekaligus
mencuci buah dan sayuran mengklaim dapat menghilangkan sisa pestisida pada
buah dan sayur, food grade, dan dapat membunuh 99 % kuman (Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus). Bahan aktif yang terdapat pada sabun cuci piring
tersebut diantaranya adalah natrium linier alkil sulfonat, natrium lauril
sulfat,cocamido propil betain, dan natrium alkil benzena sulfonat. Senyawasenyawa tersebut berperan sebagai surfaktan sehingga dapat menghilangkan
kotoran bahkan residu pestisida pada permukaan sayur dan buah. Surfaktan adalah
senyawa pembasah dan pembersih permukaan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan cairan. Penurunan tegangan permukaan cairan terjadi akibat peran
bagian hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan (EPA 1993).
Skor rata-rata nasional maupun tiap provinsi pada praktik membersihkan
buah dan sayuran masuk dalam kategori baik dan sangat baik. Walau skor ratarata praktik membersihkan buah dan sayur sudah baik dan sangat baik, tidak ada

10
salahnya Badan POM memberikan KIE kepada masyarakat Indonesia akan tata
cara mencuci yang benar dan pentingnya kebersihan pada buah dan sayuran agar
kebiasaan baik ini tidak memudar dikemudian hari. Konten KIE tersebut dapat
berupa penjelasan adanya residu pestisida pada buah dan sayuran, dampak negatif
residu pestisida bagi kesehatan manusia, dan cara menghilangkan residu pestisida
agar pangan menjadi aman, seperti yang dijabarkan di atas. Badan POM dapat
bekerjasama dengan perusahaan sabun cuci yang menyatakan food grade untuk
buah dan sayur dalam menjalankan program KIE tersebut. Harapan dari kerjasama
tersebut adalah pesan yang ingin disampaikan BPOM kepada masyarakat dapat
lebih mudah diterima, bantuan tenaga profesional yang lebih banyak, hingga dapat
membuat iklan bersama agar masyarakat lebih memperhatikan praktik
membersihkan sayuran dan buah yang baik.
Memisahkan Pangan Mentah dan Matang
Skor rata-rata kunci keamanan pangan kedua terinci pada Tabel 3. Skor
terendah pada pertanyaan B4.5 dimiliki oleh provinsi Sulawesi Tengah sebesar
2.74 (sedang), sedangkan skor tertinggi dimiliki oleh provinsi Banten sebesar 4.26
(sangat baik). Hanya provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki skor sedang yang
berarti rata-rata ibu rumah tangga di Sulawesi Tengah membilas talenan yang
sudah digunakan sebelum menggunakannya kembali untuk pangan yang siap
dikonsumsi langsung, sedangkan responden provinsi lainnya mencuci talenan
dengan air sabun kemudian mengeringkannya terlebih dahulu sebelum
menggunakannya kembali. Skor terendah pada pertanyaan B4.6 dimiliki oleh
provinsi Sulawesi Tengah sebesar 2.70 (sedang) yang berarti ibu rumah tangga di
Sulawesi Tengah membilas pisau terlebih dahulu setelah menggunakannya pada
bahan pangan mentah sebelum menggunakannya kembali untuk pangan yang siap
konsumsi. Provinsi selain Sulawesi Tengah memiliki skor dengan kategori baik
dan sangat baik. Skor rata-rata pada pertanyaan B4.6 adalah 3.89 (baik) yang
berarti rata-rata ibu rumah tangga di Indonesia mencuci pisau yang sudah
digunakan dengan sabun kemudian mengeringkannya sebelum menggunakannya
kembali untuk pangan siap konsumsi. Skor terendah pada pertanyaan B4.9
dimiliki oleh provinsi Jawa Timur sebesar 2.98 (sedang), sedangkan skor provinsi
lainnya masuk dalam kategori baik dan sangat baik. Skor rata-rata pada
pertanyaan B4.9 adalah 4.26 (sangat baik) yang berarti rata-rata ibu rumah tangga
di Indonesia tidak menggunakan piring yang sama untuk menaruh bahan pangan
mentah dan makanan yang sudah masak.
Tabel 5 Skor rata-rata kunci keamanan pangan kedua (memisahkan pangan
mentah dan matang) tiap provinsi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nama Provinsi
Bali
Bengkulu
Gorontalo
NTT
Papua Barat
Sumatera Barat
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara

Skor Rata-rataª

B4.5

B4.6

B4.9

4.03
3.14
3.93
4.14
3.65
3.99
2.74
3.88

4.23
3.31
3.66
4.12
4.12
3.94
2.70
4.05

4.58
3.72
4.50
4.68
4.64
4.42
3.64
4.34

11
No.
9.
10.
11.
12.
13.

Nama Provinsi
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Tengah
Lampung
Rata-rata

Skor Rata-rataª

B4.5

B4.6

B4.9

4.26
4.02
4.16
4.12
3.93
3.84

4.10
4.26
4.16
4.20
3.75
3.89

4.48
4.54
2.98
4.58
4.30
4.26

Memisahkan pangan mentah dan matang sangat penting dalam menjaga
makanan yang hendak dikonsumsi tetap aman. Hal tersebut dikarenakan makanan
yang terkontaminasi silang dapat menimbulkan gejala penyakit, baik infeksi
maupun keracunan. Kontaminasi silang ialah kontaminasi yang terjadi secara
tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam pengelolaan makanan sehingga bahan
makanan mentah dan matang dapat bercampur, bersentuhan, atau bersinggungan
melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui
berbagai pembawa, antara lain serangga, tikus, peralatan ataupun manusia yang
menangani makanan tersebut. Jenis mikroorganisme yang umumnya mencemari
makanan adalah bakteri (Clostridium perfringens, Streptococci fecal, dan
Salmonella sp.), kapang (Aspergillus, Penicillium, dan Fusarium), parasit
(Entamoeba histolytica, Taenia saginata, dan Trichinella spiralis), dan virus
(virus hepatitis A). Beberapa jenis bakteri patogen pun ikut andil dalam kasus
gejala sakit maupun keracunan (KESMAS 2014). Bakteri patogen tersebut
diantaranya adalah Escerichia coli, Salmonella typhi, dan Shigella dysentriae.
Gejala penyakit yang timbul disebabkan oleh masuknya bakteri patogen ke dalam
tubuh melalui makanan, kemudian berkembang biak di dalam saluran pencernaan
dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, dan gejala lainnya (KESMAS
2012). Memisahkan bahan mentah dan matang, tidak menggunakan alat memasak
yang sama disaat yang bersamaan, dan mencuci dengan sabun lalu
mengeringkannya sebelum menggunakannya kembali dapat mencegah terjadinya
efek negatif dari kontaminasi silang.
Seluruh peralatan yang akan digunakan dan bersentuhan dengan bahan
pangan harus dijaga agar dalam keadaan yang bersih. Peralatan-peralatan
memasak yang terdiri dari alat-alat tradisional yang didesain rumit dan banyak
lubang yang sulit dibersihkan, sehingga merupakan sarang persembunyian yang
nyaman bagi bakteri, contohnya talenan, parutan, penyerut es, “irus”, dan lain
sebagainya. Jadi, peralatan dapur merupakan sumber kontaminasi apabila tidak
dicuci dengan baik. Idealnya, pencucian peralatan dapur harus dikukus agar
bakteri-bakteri pembusuk dan patogen mati oleh panas (Winarno 2004a).
Secara tradisional, pembersihan peralatan di rumah tangga dilakukan
dengan menggosok alat memasak menggunakan abu gosok, kemudian
membilasnya dengan air, dan setelah itu baru dipanaskan di bawah sinar matahari
agar menjadi kering. Teknik tersebut secara ilmiah ada benarnya. Larutan abu
(alkali) merupakan senyawa yang dapat membunuh mikroba-mikroba yang
melekat pada peralatan memasak. Efek sanitasi lainnya diberikan oleh sinar
matahari melalui proses pengeringan dengan suhu tinggi maupun sinar ultraviolet
yang memapar permukaan peralatan tersebut. Idealnya, peralatan digosok bersih,
dibilas dengan air bersih, kemudian direndam dalam air panas 80 °C selama 30

12
detik atau lebih (untuk peralatan yang tahan panas), setelah itu baru ditiriskan
sampai kering (Winarno 2004a).
Prosedur untuk melaksanakan sanitasi dan higiene sudah dibuat standar
kerjanya yang terangkum dalam pedoman CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan
Yang Baik). CPPOB didefinisikan sebagai sekumpulan tata cara khusus (specific
codes) yang diperlukan bagi setiap rantai pangan, proses pengolahan, atau
penanganan komoditi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan
meningkatkan prinsip pelaksanaan persyaratan higiene yang spesifik bagi masingmasing bidang. Winarno (2004a) menjelaskan tahap-tahap sanitasi dan higiene
tersebut :
1. Pre rinse atau langkah awal. Tahap yang bertujuan menghilangkan tanah
dan sisa makanan dengan cara mengerok, membilas dengan air, menyedot
kotoran, dan sebagainya.
2. Pembersihan. Tahap ini bertujuan menghilangkan tanah dengan cara
mekanis atau mencuci dengan lebih efektif.
3. Pembilasan. Tahap pembilasan dilakukan dengan cara membilas tanah
menggunakan pembersih seperti sabun/deterjen pada permukaan peralatan.
4. Pengecekan visual. Tahap pengecekan visual bertujuan memastikan
dengan indera mata bahwa permukaan alat-alat bersih.
5. Penggunaan desinfektan untuk membunuh mikroba.
6. Pembersihan akhir. Tahap pembersihan akhir dilakukan bila diperlukan
untuk membilas cairan desinfektan yang padat.
7. Drain dry atau pembilasan kering. Desinfektan dikeringkan dari alat-alat
tanpa diseka/dilap. Air yang menggenang atau butiran air yang masih
tersisa diusahakan tidak ada karena air tersebut dapat menjadi tempat yang
baik bagi pertumbuhan mikroba.
Skor rata-rata nasional kunci keamanan pangan kedua di tiap pertanyaan
masuk dalam kategori baik dan sangat baik, namun skor rata-rata provinsi Jawa
Timur pada pertanyaan B4.9 dan Sulawesi Tengah pada pertanyaan B4.5 dan B4.6
masih dalam kategori sedang. Pemberian KIE mengenai sanitasi peralatan dan
pencegahan kontaminasi silang sebaiknya dilakukan lebih gencar pada kedua
provinsi tersebut. Konten KIE tersebut dapat berupa penjelasan definisi
kontaminasi silang, dampak negatif dari kontaminasi silang, dampak negatif dari
kurangnya sanitasi peralatan memasak, dan tata cara menjaga sanitasi peralatan
memasak seperti yang disebutkan di atas.
Memasak dengan Benar
Skor rata-rata kunci keamanan pangan ketiga terinci pada Tabel 4. Skor
terendah dimiliki oleh provinsi Jawa Tengah sebesar 2.25 (sedang), sedangkan
yang tertinggi dimiliki oleh Bengkulu 2.65 (sedang). Skor rata-rata pada kunci
keamanan pangan ketiga adalah 2.46 (sedang) yang berarti rata-rata ibu rumah
tangga di Indonesia memastikan kematangan daging yang dimasak dengan cara
mencicipi, melihat waktu memasak, atau melihat penampakan (warna dan tekstur).

13
Tabel 6 Skor rata-rata kunci keamanan pangan ketiga (memasak dengan benar)
tiap provinsi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nama Provinsi
Bali
Bengkulu
Gorontalo
NTT
Papua Barat
Sumatera Barat
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Tengah
Lampung
Rata-rata

Skor Rata-rata (B4.8)ª
2.34
2.65
2.45
2.55
2.64
2.34
2.60
2.49
2.45
2.25
2.48
2.37
2.43
2.46

ªB4.8: cara memastikan kematangan daging yang dimasak

Menurut Maimun (2013) dan Nesbitt et al. (2013), praktik paling baik
dalam memastikan kematangan daging yang dimasak ialah menggunakan
termometer. Praktik penggunaan termometer mendapatkan skor sangat baik (5
poin) pada kuesioner yang digunakan, kemudian disusul dengan memastikan
kematangan daging dengan cara memotong daging menggunakan pisau (4 poin)
yang termasuk kategori baik. Standar yang dipakai pada pembuatan kuesioner
mengacu pada standar negara-negara maju seperti Amerika dan Kanada sehingga
pilihan menggunakan termometer untuk menentukan kematangan daging yang
dimasak menjadi pilihan dengan skor tertinggi. Penggunaan termometer makanan
(food thermometer) di tingkat rumah tangga sudah menjadi hal umum bagi
masyarakat Amerika dan Kanada. Menurut survei tentang keamanan pangan yang
dilakukan FDA/USDA, sebanyak 70 % warga Amerika memiliki food
thermometer (Lando dan Chen 2012). Hal tersebut dapat terjadi karena peran aktif
badan pangan dan pertanian Amerika (FDA dan USDA) dalam mengedukasi
warga Amerika akan pentingnya menggunakan termometer makanan dalam
menentukan kematangan masakan (khususnya daging). Penggunaan termometer
makanan sangat penting dikarenakan satu-satunya cara yang dapat diandalkan
untuk memastikan keamanan dan kematangan makanan mengacu pada
tercapainya suhu internal minimum hanya dengan menggunakan termometer
makanan.
Praktik menentukan kematangan daging dengan melihat perubahan
penampakan (warna dan tekstur) dan mencicipi masakan secara langsung adalah
praktik yang kebanyakan ibu rumah tangga Indonesia pilih. Menurut penelitian
terbaru, indikator warna dan tekstur tidak dapat diandalkan untuk menentukan
keamanan dan kematangan daging yang dimasak. Daging dapat berubah menjadi
berwarna cokelat sebelum mencapai suhu dimana patogen yang terdapat pada
daging tersebut mati. Praktik memastikan kematangan masakan menggunakan
indikator suhu lebih baik daripada melihat penampakan, contoh: lebih baik
memastikan masakan (daging) telah mencapai suhu 71 °C dengan tidak
menghiraukan penampakannya (USDA 2011). Penggunaan termometer makanan

14
di tingkat rumah tangga di Indonesia mungkin masih menjadi hal yang tabu,
namun tidak ada salahnya BPOM atau pihak terkait lainnya memulai memberikan
KIE tentang pentingnya penggunaan termometer memasak dalam kehidupan
sehari-hari.
Menyimpan Pangan dengan Benar
Skor rata-rata kunci keamanan pangan keempat terinci pada Tabel 5. Skor
terendah pada pertanyaan B4.10 dimiliki oleh provinsi Bengkulu 3.90 (baik),
sedangkan skor tertinggi dimiliki oleh provinsi Sulawesi Tengah sebesar 4.82
(sangat baik). Skor rata-rata pada pertanyaan B4.10 adalah 4.54 (sangat baik). Hal
tersebut berarti rata-rata ibu rumah tangga di Indonesia menyimpan daging
mentah, telur, dan ikan segar di dalam kulkas sebelum menggunakannya untuk
memasak. Skor terendah pada pertanyaan B4.11 dimiliki oleh provinsi Bengkulu
dan NTT sebesar 3.46 (baik), sedangkan skor tertinggi dimiliki oleh provinsi Jawa
Timur sebesar 3.79 (baik). Skor rata-rata pada pertanyaan B4.11 adalah 3.61
(baik). Hal ini berarti rata-rata ibu rumah tangga di Indonesia menyimpan daging
mentah atau ikan segar di freezer. Skor terendah pada pertanyaan B4.12 dimiliki
oleh provinsi Papua Barat sebesar 3.23 (baik), sedangkan skor tertinggi dimiliki
oleh provinsi Sulawesi Tengah dan Sumatera Utara sebesar 4.56 (sangat baik).
Skor rata-rata pada pertanyaan B4.12 adalah 4.07 yang berarti rata-rata ibu rumah
tangga di Indonesia menyimpan masakan dalam jumlah besar yang mengandung
daging atau ikan di dalam kulkas dengan segera apabila hendak dikonsumsi untuk
esok hari.
Kunci keamanan pangan keempat, yaitu menyimpan pangan dengan benar
atau menjaga pangan pada suhu yang aman dijelaskan oleh WHO (2006) bahwa
kunci keamanan pangan keempat tersebut memiliki 5 informasi inti. Lima
informasi inti tersebut adalah larangan meninggalkan pangan matang pada suhu
ruang lebih dari 2 jam, menyimpan pangan matang dan makanan mudah rusak
dalam lemari es dengan segera (dianjurkan dibawah 5 °C, menjaga masakan tetap
hangat (lebih baik diatas 60 °C) sebelum disajikan, larangan menyimpan makanan
terlalu lama bahkan di dalam lemari es, dan larangan mencairkan makanan beku
pada suhu ruang. Kelima informasi utama tersebut disebabkan mikroorganisme
dapat memperbanyak diri (berlipat ganda) sangat cepat jika makanan disimpan
pada suhu ruang. Menjaga makanan dibawah 5 °C atau diatas 60 °C dapat
memperlambat atau bahkan menghentikan tumbuhnya mikroorganisme, maka dari
itu akan sangat baik menyimpan makanan pada lemari es atau freezer sesuai
dengan informasi yang telah ditetapkan WHO (WHO 2006).
Tabel 7 Skor rata-rata kunci keamanan pangan keempat (menyimpan pangan
dengan benar) tiap provinsi
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Nama Provinsi
Bali
Bengkulu
Gorontalo
NTT
Papua Barat

B4.10.
4.74
3.90
4.62
4.52
4.22

Skor Rata-rata ª
B4.11.
3.68
3.46
3.54
3.46
3.70

B4.12.
4.32
3.40
4.27
3.89
3.23

15
No.

Nama Provinsi

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Sumatera Barat
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Tengah
Lampung
Rata-rata

B4.10.

Skor Rata-rata ª
B4.11.

B4.12.

4.50
4.82
4.72
4.72
4.60
4.60
4.70
4.38

3.60
3.54
3.63
3.64
3.63
3.79
3.49
3.74

4.05
4.56
4.56
4.00
3.92
4.29
4.17
4.28

4.54

3.61

4.07

ªB4.10: tempat menyimpan daging, telur, atau ikan segar sebelum dimasak, B4.11: bagian kulkas
untuk menyimpan daging mentah atau ikan segar, B4.12: tempat menyimpan makanan untuk
konsumsi esok hari

Menggunakan Air dan Bahan Baku yang Aman
Skor rata-rata kunci keamanan pangan kelima terinci pada Tabel 6. Skor
terendah dimiliki oleh provinsi Bengkulu sebesar 4.54 (sangat baik), sedangkan
skor tertinggi dimiliki oleh provinsi Bali, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan
Banten dengan skor 5.00 (sangat baik). Skor rata-rata kunci keamanan pangan
kelima ialah 4.94 (sangat baik) yang berarti rata-rata ibu rumah tangga di
Indonesia menggunakan air bersih dalam menyiapkan makanan sehari-hari.
Menurut WHO (2006), informasi utama mengenai penggunaan air dan
bahan baku yang aman adalah menggunakan air yang aman (sudah diolah
sehingga aman dikonsumsi), memilih bahan baku yang segar dan utuh, memilih
pangan olahan yang aman seperti susu pasteurisasi, sayur dan buah dicuci hingga
bersih sebelum dikonsumsi dalam kondisi mentah, dan larangan mengkonsumsi
pangan yang sudah masuk tanggal kadaluarsa