Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Terhadap Strategi Nafkah Dan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam

DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM
RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN
PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM

NADYA APRIELLA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Program
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah dan
Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Nadya Apriella
NIM I34120074

ABSTRAK
NADYA APRIELLA. Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
(PUGAR) Terhadap Strategi Nafkah Dan Pendapatan Rumah tangga Petambak
Garam . Dibawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO.
Penelitian ini bertujuan untuk, pertama, menganalisis program Pemberdayaan
Usaha Garam Rakyat (PUGAR) memberi dampak terhadap usaha garam rakyat dan
pendapatan rumah tangga petambak garam. Kedua, mengidentifikasi strategi nafkah
petambak garam dan menganalisis pengaruhnya terhadap pendapatan rumah tangga
petambak garam. Lokasi penelitian ini dilakukan di Dusun II, Desa Waruduwur.
Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Penelitian menggunakan pendekatan survei
yang dikombinasikan dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan, pertama, berkat PUGAR, pendapatan petambak garam dari semua
golongan penguasaan tanah meningkat signifikan dengan taraf nyata 0.15. Kedua,
kehidupan rumah tangga petambak garam ditopang oleh tiga sumber nafkah yaitu,

usaha garam rakyat dan budidaya bandeng (on farm); buruh panggul atau buruh
harian (off farm); dan buruh pabrik (non farm). Ketiga, rata-rata pendapatan rumah
tangga responden dari tiga sumber nafkah mencapai Rp. 132.784.000 per tahun.
Sektor on farm (garam dan bandeng) memberi sumbangan 19 persen terhadap total
pendapatan rumah tangga. Sementara, sektor off farm dan non farm berturut-turut
memberi sumbangan sebesar 30 persen dan 51 persen.
Kata Kunci: PUGAR, Petambak Garam, Strategi Nafkah, Pendapatan Rumah Tangga

ABSTRACT
NADYA APRIELLA. The Impact of Nation’s Salt Empowerment Program
(PUGAR) to Livelihood Strategies and Income of Salt Farmers. Supervised by
SOERYO ADIWIBOWO.
The objective of this study, first, to analyse the the impact of Nation’s Salt
Empowerment Program (PUGAR) to salt farming and household income of salt
farmers. Second, to indentify the livelihood strategy of the salt farmers. Third, to
analyse the effect of livelihood strategies to the salt farmers income. This reseacrh is
carried in Dusun II, Waruduwur Villange, Mundu Subdistrict, Cirebon District. A
combination of survey method and indeep interview is applied for data collection.
The results shows that, first, the household income of salt farmers respondent from
various land size are increased significantly due to PUGAR at level of significant

0,15. Second, the living condition of salt farmers household are rooted from three of
source income i.e, salt farming and milky fish aquaculture (on farm), of farm daily
labor., and non farm daily labor. Third, the averange income of household farmers
from three source of income mentioned, reach amount of Rp. 132.784.000 annually.
The on farm activitites contributed around 19 percent to the total income. Meanwhile.
The off farm and non farm contributed to total income around 30 percent and 51
percent.
Keywords: PUGAR, Salt Farmer, Livelihood Strategy, Income of household

i

DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM
RAKYAT (PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN
PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK GARAM

NADYA APRIELLA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan ramhamt dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Skripsi yang berjudul “Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam
Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah dan Pendapatan Rumah Tangga
Petambak Garam ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan
pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan saran dan masukkan selama proses penulisan hingga
penyelesaian skripsi ini.
2. Kedua orang tua, Bapak Effendi dan Ibu Yenny Hermiaty, serta Nindy
Abdiella yang selalu mendoakan dan memberikan bantuan moril maupun
materi selama penulisan skripsi ini.
3. Arum Sabarina yang sudah membantu penulis dalam mengambil data
penelitian dan memberikan semangat selama proses penulisan.
4. Ibu Toenah dan rekan-rekan petambak garam di Desa Waruduwur,
Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon serta Dinas Perikanan Kabupaten
Cirebon bidang PUGAR yang sudah membantu penulis selama melakukan
pengambilan data penelitiaan.
5. Tidak lupa terima kasih juga penulis untuk satu perjuangan di Departemen
SKPM 49 terutama Kiciwuhuy, teman sebimbingan Citra Pratiwi, Mahesa
Jenar, Audina Amanda, Deanisa Rahmani, dan semua pihak yang turut
membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bemanfaat bagi semua
pihak


Bogor, Agustus 2016

Nadya Apriella

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
VII
DAFTAR TABEL
VIII
DAFTAR GAMBAR
IX
DAFTAR LAMPIRAN
X
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah

3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS
5
Tinjauan Pustaka
5
Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
5
Strategi Nafkah
7
Rumah Tangga Petambak Garam
9
Pendapatan Rumah tangga Petambak garam
9
Usaha Garam Rakyat
10
Kerangka Pemikiran

15
Hipotesis Penelitian
16
Definisi Operasional
16
PENDEKATAN LAPANG
19
Lokasi dan Waktu Penlitian
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
19
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
22
Kondisi Demografi
23
Kondisi Ekonomi
23
Kondisi Sosial

24
Karakteristik Petambak Garam di Desa Waruduwur
25
Usia Responden
25
Tingkat Pendidikan Responden
26
Jumlah Tanggungan
27
Pengalaman Menambak
27
USAHA GARAM DAN PETAMBAK GARAM DI DESA WARUDUWUR 29
Proses Pembuatan Garam di Desa Waruduwur
29
Kehidupan Petambak Garam di Desa Waruduwur
33
Permasalahan Usaha Garam Rakyat di Desa Waruduwur
35
PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR)
37

Pelaksanaan Usaha Garam Rakyat
37
STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETAMBAK
GARAM
42
Bentuk Strategi Nafkah Rumah Tangga Petambak Garam
43
Sumber Nafkah dan Pendapatan On farm (Usaha Garam Rakyat dan
Budidaya Bandeng)
49
Sumber Nafkah dan Pendapatan Off farm
52
Sumber Nafkah dan Pendapatan Non farm
55

viii

Total Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam
DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT
(PUGAR) TERHADAP STRATEGI NAFKAH DAN PENDAPATAN

PETAMBAK GARAM
Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap
Strategi Nafkah
Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap
Pendapatan
Uji T
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

57

59
59
61
66
67
67
68
69
72
85

DAFTAR TABEL
1 Populasi dan sampel golongan petambak garam menurut luas lahan
garapan
2 Metode pengumpulan data
3 Data mata pencaharian masyarakat Desa Waruduwur Tahun 2014
4 Tingkat pendidikan di Desa Waruduwur Tahun 2014
5 Jumlah dan presentase usia responden menurut golongan luas lahan
garapan
6 Jumlah dan presentase tingkat pendidikan responden menurut golongan
luas lahan garapan
7 Jumlah dan presentasse jumlah tanggungan responden dalam rumah
tangga menurut golongan luas lahan garapan
8 Jumlah dan presentase pengalaman menambak responden menurut
golongan luas lahan garapan
9 Jumlah dan presentase pemanfaatan lahan tambak di luar garam
menurut golongan luas lahan garapan
10 Jumlah dan presentase status penguasaan lahan petambak garam
menurut golongan luas lahan garapan
11 Kegiatan PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur Tahun 2012-2015
12 Jumlah sumber nafkah dan jenis pekerjaan menurut golongan luas lahan
garapan
13 Jenis pekerjaan dan status penguasaan lahan menurut golongan luas
lahan garapan
14 Rata-rata produksi usaha garam rakyat dan budidaya bandeng menurut
golongan luas lahan garapan
15 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor on farm (usaha
garam rakyat dan budidaya bandeng) menurut golongan luas lahan
garapan

19!
20!
24!
25!
25!
26!
27!
28!
33!
34!
41!
46!
48!
50!

52!

ix

16 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor off farm menurut
golongan luas lahan garapan
17 Jumlah rumah tangga petambak garam di sektor non farm menurut luas
lahan garapan
18 Jumlah dan presentase total pendapatan rumah tangga petambak garam
menurut jenis sumber nafkah dan golongan luas lahan garapan
19 Jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan
usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR
20 Rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut
golongan luas lahan garapan
21 Pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut
golongan luas lahan garapan, (x 1000 Rp/musim panen)
22 R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah
PUGAR menurut golongan luas lahan garapan
23 Jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber
nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan
garapan
24 Hasil uji beda terhadapt R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah
PUGAR

53!
55!
57!
60!
61!
62!
63!

65!
66!

DAFTAR GAMBAR
1 Skema tata letak dan aliran proses pembuatan oleh PT. Garam
2 Bagan proses produksi garam (garam mentah atau garam bahan
baku/krosok)
3 Skema hubungan bisnis penggarap dan pemilik dengan pembeli garam
4 Kerangka pemikiran
5 Bagan proses pembuatan usaha garam rakyat
6 Pola lahan tambak garam rakyat di Dusun II, Desa Waruduwur
7 Organisasi pelaksana PUGAR
8 Jumlah sumber nafkah rumah tangga petambak garam di luar usaha
garam rakyat menurut golongan luas lahan garapan
9 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor off farm menurut
golongan luas lahan garapan
10 Pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor non farm
menurut golongan luas lahan garapan tahun 2015-2016
11 Jumlah dan presentase sumber nafkah rumah tangga petambak garam
sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan

13!
14!
15!
16!
29!
31!
38!
44!
54!
56!
59!

x

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Pelaksanaan penelitian Tahun 2015-2016
Peta lokasi
Kerangka Sampling
Hasil Uji T
Dokumentasi Penelitian

73!
74!
75!
82!
83!

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Garam merupakan suatu komoditas strategis, dimana penggunaan garam
tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga tetapi diperlukan juga
sebagai bahan dasar bagi berbagai industri seperti industri kimia, perminyakan,
farmasi, dan sebagainya. Sebagai salah satu kebutuhan pokok untuk hidup
manusia, garam tidak dapat digantikan oleh komiditi lainnya, sehingga kebutuhan
garam akan secara terus-menerus dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan manusia terhadap garam tiap tahun mengalami peningkatan,
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan industri yang terus berkembang.
Data dari Kementerian Perdagangan Tahun 2016 memperkirakan kebutuhan
garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari hanya 2,7 juta ton
pada tahun 2007 meningkat menjadi 3,75 juta ton pada tahun 2015. Dari jumlah
tersebut, 647,6 ribu ton (17,3) merupakan kebutuhan garam konsumsi dan 3,1 juta
ton (82,7%) merupakan garam industri.
Permasalahan timbul karena untuk memenuhi kebutuhan garam nasional,
Indonesia masih tergantung dari impor. Garam untuk kebutuhan industri
sepenuhnya di impor karena rata-rata kadar NaCl yang dibutuhkan industri adalah
diatas 95%, sementara produksi garam dalam negeri belum semuanya memenuhi
kualitas garam industri. Kualitas garam khususnya garam rakyat tidak seragam
serta masih tercampur dengan lumpur/kotoran, sehingga harus dicuci. Pencucian
garam ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga produk garam dalam
negeri dipasarkan dalam kondisi garam bahan baku belum dicuci dari ladang
dengan kadar 95-97% untuk garam PT Garam dan kadar NaCl dibawah 95%
untuk garam rakyat (Kemendag, 2011).
Melihat keadaan pegaraman di Indonesia, dapat dikatakan bahwa produksi
dalam negeri terutama usaha garam rakyat hanya mampu memenuhi kebutuhan
nasional pada garam konsumsi saja sementara kebutuh garam industri masih
tergantung dengan impor. Menghadapi permasalahan tersebut, sudah seharusnya
pemerintah memiliki suatu terobosan untuk produksi dalam negeri agar dapat
menghasilkan kualitas garam yang tinggi sehingga, dapat menarik produsen
garam dalam negeri untuk menggunakannya terutama kebutuhan garam industri
yang memiliki kontribusi lebih besar dibanding kebutuhan garam konsumsi.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. PER.4/MEN/2011,
pemerintah berupaya mendorong produksi garam nasional untuk produksi dari
garam rakyat dengan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)
dengan mengintensifkan potensi lahan garam yang ada, diharapkan program ini
mampu mendukung swasembada garam nasional. PUGAR dijadikan salah satu
program Prioritas Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh KKP sebagai
prioritas Nasional ke empat
difokuskan pada peningkatan kesempatan dan
kesejahteraan bagi petambak garam.
Menurut Apriliana (2013) kesejahteraan petambak garam sangat
ditentukan oleh efisiensi ekonomi rumah tangga terlibat dalam usaha tersebut dan
dapat dilihat melalui bagaimana rumah tangga tersebut dapat mencukupi
kebutuhannya atau dari pengeluaran rumah tangganya. Melihat keadaan petambak

2
garam yang seharusnya dapat memperoleh penghasilan yang layak dari usaha
garam, ironisnya kehidupan petambak garam di berbagai daerah di Indonesia
dihadapkan pada situasi sulit dan terpuruk. Banyak petambak garam tidak dapat
bertahan dengan pilihan usahanya, bahkan ada yang meninggalkan usahanya dan
berpindah menekuni mata pencaharian lain. Padahal bagi masyarakat pesisir,
membuat garam termasuk salah satu sumber nafkah sangat penting yang
diandalkan pada musim kemarau.
Penelitian Haryatno (2012) menunjukan bahwa penurunan jumlah petambak
garam di Desa Kuwu dapat menjadi pertanda bahwa semakin ditinggalnya profesi
petambak garam di lingkungan masyarakat Desa Kuwu. Pendapatan yang tidak
menentu disertai dengan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, menuntut
petambak garam untuk beralih pada mata pencaharian lain.
Petambak garam pun harus mencari alternatif sumber nafkah yang lain
agar tetap dapat melangsungkan kehidupannya dan keluarga. Strategi nafkah
adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam
rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatika eksistensi
infrastruktur sosial, strukturs sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Menurut de Haan dikutip Purnomo (2006), jika keberlanjutan nafkah terancam,
rumah tangga akan melakukan coping strategy. Coping strategy merupakan
strategi nafkah yang dilakukan dalam keadaan sulit dan melakukan stregi nafkah
yang baru. Strategi nafkah yang baru dilakukan dengan menggunakan sumbersumber nafkah (livelihoods) rumah tangga, strategi nafkah yang baru dapat
bersifat sementara atau dilakukan seterusnya. Memiliki matapencaharian yang
bergantung pada satu musim, mengharuskan petambak garam melakukan coping
strategy berdasarkan sumber nafkah lainnya yang sesuai kemampuannya agar
tetap dapat melangsungkan kehidupannya dan keluargnya.
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu darah potensial akan garam di
Indonesia dan merupakan salah satu sentral garam di Jawa Barat. Di tahun 2014,
Kabupaten Cirebon termasuk kedalam lima kabupaten yang menyumbang besar
dari total produksi garam nasional dengan persentase 12,6 persen (Kemendag
2016). Selain itu, Kabupaten Cirebon juga mendapatkan bantuan PUGAR sejak
tahung 2011 dimana hampir kurang lebih setengah petambak mendapatkan
bantuan dari program tersebut. Meskipun begitu, kualitas garam yang dihasilkan
Kabupaten Cirebon masih dapat dikatakan kalah saing dibandingkan garam
poduksi sentra lain seperti, di Madura dan Jawa Tengah. Penyebab rendahnya
kualitas garam di Cirebon yakni petambak garam masih menggunakan cara
tradisional. Selain itu, proses panen garam yang dipercepat dari waktu ideal
membuat kualitas garam menjadi rendah. Hal ini terjadi karena petambak garam
membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga.
Dengan adanya PUGAR, sudah seharusnya petambak garam terasa terbantu
dengan bantua yang diberikan Selain, membantu meningkatkan produksi garam,
program ini juga menyediakan kesempatan kerja petambak garam dan pelaku
usaha garam lainnya serta membantu meningkatkan kesejahteraan petambak
garam. Berdasarkan hal tersebut, muncul ketertarikan bagi peneliti untuk
menganalisis lebih mendalam mengenai seperti seperti apa strategi nafkah yang
dilakukan rumah tangga petambak garam dan pendapatannya serta dampak
program PUGAR itu sendiri terhadap strategi nafkah dan pendapatan petambak
garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

3

Perumusan Masalah
Dusun II, Desa Waruduwur, merupakan salah satu desa penghasil garam
yang ada di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Hampir sebagian penduduk
di Desa bermata pencaharian sebagai petambak garam. Desa Waruduwur
merupakan desa penerima program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
(PUGAR) sejak tahun 2012. Program PUGAR merupakan upaya yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan produksi garam nasional agar dapat mencapai
swasembada garam nasional. Dalam jangka panjang program ini dapat
meningkatkan sejahteraan petambak garam. Petambak garam memiliki sumber
matapencaharian yang tergantung dengan cuaca sehingga petambak akan mencari
alternatif sumber nafkah yang lain yang sesuai kemampuannya agar tetap dapat
melangsungan kehidupannya dan keluarganya.
Merujuk konsep Ellis (2000), strategi nafkah dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga sumber nafkah yaitu, sumber nafkah di on farm, off farm dan non
farm. Sumber nafkah di on farm yaitu, produksi usaha garam rakyat merupakan
sumber utama mata pencaharian petambak garam di Dusun II Desa Waruduwur,
Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Sumber nafkah di
off farm adalah di luar produksi usaha garam rakyat dan sumber nafkah di non
farm adalah di luar kegiatan pertanian (dalam arti luas). Strategi nafkah yang
dilakukan dapat didukung dengan modal-modal nafkah (livehood assets) yang
dimilikinya. Selain kepala keluarga dalam hal ini kepala keluarga yang bekerja
sebagai petambak garam, anggota rumah tangga dapat membantu pendapatan
yang diterima keluarga dengan bekerja. Pekerjaan tersebut bisa saja berada
dibidang garam maupun di luar garam. Oleh sebab itu, penelitian ini membahas
tiga rumusan sebagai berikut:
1. Sejauh mana program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)
memberi dampak terhadap usaha garam rakyat dan pendapataan rumah
tangga petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu,
Kabupaten Cirebon?
2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga
petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu,
Kabupaten Cirebon?
3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga
petambak garam terhadap pendapatan yang diterima di Dusun II, Desa
Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis dampak program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
(PUGAR) terhadap usaha garam rakyat dan pendapatan rumah tangga
petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu,
Kabupaten Cirebon.

4
2. Mengidentifikasi bentuk strategi nafkah yang ditempuh petambak garam di
Dusun II, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
3. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang ditempuh petambak garam
terhadap pendapatan rumah tangga petambak garam di Dusun II, Desa
Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran
dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan
oleh masing-masing rumah tangga dalam bertahan hidup, sehingga menjadi
referensi bagi rumah tangga lainnya untuk membangun strategi
penghidupannya dengan menggunakan potensi yang dimiliki masing-maing.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan terkait dengan
pemberdayaan rumah tangga petambak garam dan usaha garam rakyat

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014) kegiatan
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) merupakan bagian dari Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM
Mandiri KP) yang diperuntukan bagi peningkatan kesempatan kerja, kesejahteraan
petambak garam rakyat, dan pelaku usaha lainnya dalam rangka mendukung
swasembada garam nasional yang prinsp bottom-up (menggunakan mekanisme
tugas pembantuan/TP).
Kegiatan PUGAR sudah dilaksanakan dari tahun 2011 hingga tahun 2014 di
40 Kabupaten/Kota pada 10 propinsi dengan jumlah penerima Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) sebanyak 3.500 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR)
yang terdiri 31.432 petambak garam. Menurut Apriliana (2013) menjelaskan
fokus program PUGAR terarah pada peningkatan kesempatan kerja dan
kesejahteraan bagi petambak garam dan terdapat empat isu strategis yang
menyebabkan pelaksanaan PUGAR yaitu: a) isu kelembagaan yang menyebabkan
rendahnya kuantitas dan kualitas garam rakyat, b) isu permodalan yang
menyebabkan para petambak garam terutama dalam kategori kecil dan penggarap
terjerat pada bakul, tengkulak dan juragan c) isu regulasi yang menyebabkan
lemahnya keberpihakan dan proteksi pemerintah pada sektor garam rakyat,
sehingga usaha garam rakyat menjadi tidak prospektif dan marketable dan d) isu
tata niaga garam rakyat yang sangat liberalistik dengan tidak adanya penetapan
standar kualitas dan harga dasar garam rakyat, sehingga terjadi deviasi harga yang
sangat tinggi di tingkat produsen petambak garam dan pelaku pasar, serta
terjadinya penguasaan kartel pedagangan garam di tingkat lokal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014) menjelaskan tujuan dan
sasaran adanya program PUGAR tahun 2011 hingga tahun 2014 adalah a)
meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat, b) meningkatkan
pendapatan petambak dan peranan koperasi, c) menguatkan usaha KUGAR
dengan kemitraan/jejaring usaha, d) mengoptimalkan sarana dan prasarana
produksi dan pengolahan garam rakyat. Sasaran program PUGAR yaitu, petambak
garam rakyat (pelaku usaha produksi) dengan cara evaporasi atau perebusan yang
tergabung dalam KUGAR di Kab/Kota sasaran.
Kegiatan PUGAR hingga tahun 2014 telah berhasil mencapai target yang
sudah ditetapkan dengan total produksi 5.117.996,37 ton. Keberhasilan juga
ditunjukan dengan tercapainya swasembada garam konsumsi sebanyak 2,02 juta
ton pada tahun 2012 sementara kebutuhan garam konsumsi sebesaar 1,4 juta ton.
Keberhasilan adanya kegiatan PUGAR dilanjutkan dengan Pengembangan Usaha
Garam Rakyat (PUGaR) pada tahun 2015.
Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil No.
07/ PER-DJKP3K/2015 tentang Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR)
Tahun 2015 menjelaskan kegiatan PUGaR selanjutnya diharapkan secara bertahap
dapat memenuhi pasokan garam untuk kebutuhan garam industri. Untuk mencapai
hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan road map

6
pengembangan pergaraman nasional yang berorientasi pada peningkatan
produktivitas lahan dan kualitas garam rakyat di sektor hulu (on farm), dengan
mengimplementasikan teknologi tepat guna seperti teknologi ulir filter dan
geoisolator, serta dukungan sarana dan prasarana dari Kementerian/Lembaga
terkait. Dengan upaya tersebut diharapkan mampu mempertahankan swasembada
garam konsumsi dan mengurangi impor garam industri.
Sasaran dari kegiatan PUGaR Tahun 2015 yaitu, petambak garam rakyat du
44 Kabupaten/Kota di 9 provinsi. Tujuan dari PUGaR Tahun 2015 tidak berbeda
jauh dengan kegiatan PUGAR sebelumnya yaitu, meningkatkan produktivitas
lahan dan kualitas garam rakyat serta meningkatkan kesejahteraan petambak
garam.
Menurut hasil penelitian Wardiansyah (2015) menunjukkan program
PUGAR di Kabupaten Brebes pada tahun 2011 hingga 2014 telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam program PUGAR yaitu meningkatkan
produksi, harga, dan pendapatan rata-rata petambak garam tetapi dari segi kualitas
garam, bantuan PUGAR belum mapu meningkatkan kualitas garam secara
keselruhan yang rata-rata masih berada di KP 2-3. Manfaat adanya program
PUGAR bagi petambak garam di Kabupaten Brebes yaitu mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang cara penggaraman yang baik dan benar. Selain itu,
meringakan tenaga petambak garam dalam proses memproduksi garam karena hal
itu dipermudah dengan adnaya bantuan peralatan dan perlengkapan serta dengan
adanya penerapan teknologi baru.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Amanda dan Buchori (2015),
petatambak garam penerima program PUGAR di Kecamaatan Kaliori, Kabupaten
Rembang dinilai cukup berhasil tetapi ada atau tidaknya bantuan program tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberdayaan petambak garam.
Kegiatan usaha garam di Kabupaten Rembang salah satunya di Kecamatan Kaliori
telah ada sejak masa kolonial Belanda tetap berjalan hingga tahun-tahun sebelum
para petani garam belum menerima/mengenal program dari pemerintah, dan
meskipun petani garam menghadapi permasalahan setiap waktunya. Tetap
berjalannya kegiatan usaha garam ini menunjukkan bahwa petani garam mampu
menjaga keberlanjutan usaha tradisional yang ada di daerah mereka, dimana
adanya keberlanjutan juga merupakan salah satu aspek yang menunjukkan
keberdayaan seseorang. Sebenarnya program PUGAR hanya sebatas pengenalan
teknologi baru agar petambak mampu memperoleh hasil produksi yang meningkat
sehingga dapat berpengaruh langsung kepada pendapatan petambak garam.
Kurniawan et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan terdapat faktor
penghambat dari implementasi program PUGAR di Kabupaten Sumenep yaitu,
sebagian besar kelompok usaha garam rakyat (KUGAR) tidak mengetahui
mengenai program PUGAR dan proses pemberian dana bantuan karena pada
tahun 2011-2012 pelaksanaan sosialisasi hanya dilaksanakan tiga kali dan satu
bulan dan tidak semua KUGAR mengikuti sosialisasi tersebut. Sosialisasi tersebut
hanya di hadiri oleh ketua kelompok, tim pendamping PUGAR Dinas kelautan
dan Perikanan Kabupaten Sumenep dan kepala desa yang mengikuti sosialisasi
yang diadakan. Hambatan lainnya yaitu, lambannya proses penyaluan bantuan
PUGAR sehingga bantuan PUGAR yang diberikan pemerintah datang setelah
para petambak garam panen. Akibatnya para petambak tidak membutuhkan
bantuan tersebut.

7
Strategi Nafkah
Menurut Dharmawan (2007) dalam sosiologi nafkah pengertian strategi
nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan)
daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood
strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa
Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar daripada sekedar “aktivitas
mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka
strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual
maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup ataupun
memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang
dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan
kehidupan mereka dengan tetap memperhatika eksistensi infrastruktur sosial,
strukturs sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Crow (1989) dikutip Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah
meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar
masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi
nafkah. Secara jelas dalam bidang pertanian digambarkan dengan adanya pola
intensifikasi dan diversifikasi. Strategi nafkah juga dapat ditinjau dari sisi
ekonomi produksi melalui usaha cost minimization dan profit maximization.
Selain adanya pilihan, strategi nafkah mengharuskan adanya sumber daya
manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam
strategi nafkah. Pola relasi patron-klien dianggap sebagai sebuah lembaga yang
mampu memberikan jaminan keamanan subsistensi rumah tangga petani.
Merujuk pada Scoones (1998) dikutip Turasih (2011), dalam penerapan
strategi nafkah, rumah tangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang
dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Terdapat tiga klasifikasi strategi
nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani,
yaitu:
a. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
b. Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain
pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga
kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja– selain pertanian dan
memperoleh pendapatan. Menurut Sajogyo (1982) dikutip oleh Widodo
(2011) menjelaskan bawah tiap rumah tangga pada masing-masing lapisan
memiliki alasan yang berbeda untuk melakukan strategi nafkah ganda. Pada
rumah tangga lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi
modal dan lebih bersifat ekspansi usaha sedangkan pada lapisan menengah,
pola nafkah ganda merupakan upaya konsolidasi untuk mengembangkan
ekonomi rumah tangga. Sebaliknya pada lapisan bawah, pola nafkah ganda
merupakan strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan sebagai
upaya untuk keluar dari kemiskinan.
c. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen
maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. Menurut hasil penelitian

8
Khalifi (2013), kasus petambak garam di Desa Gersik Putih melakukan
suatu strategi untuk bertahan hidup dengan melakukan merantau ke Jakarta
dan daerah lainnya seperti Gili Genting. Bagi mereka yang merantau ke
Jakarta, rata-rata mereka menjadi penjaga toko sedangkan mereka yang
merantau ke Gili Genting menjadi kuli bangunan dan bekerja serabutan
tetapi mereka merantau tidak untuk permanen, petambak akan kembali
pulang jika masa panen garam telah tiba.
Strategi nafkah tiap rumah tangga tentu memiliki perbedaan, hal ini
disesuaikan dengan kemampuan dan kultur sosial dimana mereka tinggal. Untuk
melakukan usaha mempertahankan kelangsungan hidup, individu atau rumah
tangga memelukan aset-aset yang dapat dijelaskan sebagai modal. Merujuk pda
Ellis (2000) terdapat lima tipe modal atau yang biasa disebut sebagai livelihood
assets. Modal tersebut merupakan modal yang digunakan rumah tangga untuk
malakukan rekayasa strategi nafkah, yaitu :
1. Modal Alam (Natural Capital) terdiri dari tanah, air dan sumber daya hayati
yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk bertahan hidup.
2. Modal Fisik (Physical Capital) merupakan aset fisik yang terdiri dari
teknologi dan infrastuktur seperti jalanan, saluran irigasi, dan sebagainya.
Modal fisik diperlukan untuk menunjang manusia untuk melakukan strategi
nafkah agar dapat bertahan hidup.
3. Modal Manusia (Human Capital) merupakan aset atau modal utama yang
dimiliki oleh manusia untuk melakukan strategi nafkah untuk bertahan
hidup. Modal manusia dapat berupa tenaga kerja, ketrampilan, pendidikan,
dan kesehatan.
4. Modal Finasial (Financial Capital) merupakan asset berupa uang atau
materi lainnya, yang dapat diakses untuk dapat digunakan dalam bertahan
seperti keperluan konsumsi dan produksi.
5. Modal Sosial (Social Capital) merupakan jaringan sosial yang mengatur
hubungan manusia dalam satu kelompok sosial yang akan menimbulkan
rasa saling percaya dan saling dukung. Hal ini diperlukan untuk
kelangsungan hidup.
Dharmawan (2001) dikutip Turasih (2011) menjelaskan, sumber nafkah
rumah tangga sangat beragam (mutiple source of livelihood), karena rumah tangga
tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan tumah tangga. Merujuk pada Ellis (2000),
menjelaskan bahawa terdapat tiga sumber nafkah (income source) yaitu, farm
income, off-farm income, dan non-farm income. Berikut penjelasannya:
a. Farm income: pendapatan yang bersumber dari hasil pertanian yang
dilakukan di lahan garapan milik sendiri ataupun hasil sewa dari orang lain.
Pertanian yang dimaksud adalah pertanian secara luas termasuk peternakan,
perikanan, dan perkebunan.
b. Off farm income: pendapatan yang bersumber dari hasil pertanian tetapi di
luar kegiatan bertani. Kegiatan yang dimaksud adalah seperti upah tenaga
kerja pertnaian, kontrak upah tenaga kerja non upah, berternak dan lain-lain.
c. Non farm income: pendapatan yang bersumber di luar kegiatan pertanian.
Seperti upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian, membuka usaha di luar
kegiatan pertanian, pendapatan dari menyewakan tanah, kiriman dari buruh
migran yang pergi kekota maupun ke luar negeri, dll.

9

Rumah Tangga Petambak Garam
Shanin 1996 dikutip Widiyanto, et al. (2010) mencirikan petani dengan
beberapa karakteristik, yaitu: a) ciri-ciri ekonomi petani ditentukan oleh
keterkaitan petani dengan lahan dan karakteristik produksi pertanian yang khas, b)
usahatani keluarga adalah unit dasar dari kepemilikan petani, produksi, konsumsi,
dan kehidupan sosial, c) dalam kegiatan ekonomi usahatani, tidak terlalu
memperhatikan spesialisasi kerja, d) budaya tradisional petani sangat berkaitan
denga kehidupan masyarakat desa, dan e) didominasi oleh pihak luar melalui:
landtenure, penyalahagunaan dalam kekuatan pasar. Petambak garam berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. PER.4/MEN/2011,
adalah orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan usaha produksi
garam sebagai penggarap penyewa lahan, penggarap bagi hasil dan/atau pemilik
lahan tambak garam dengan luasan tertentu yang mengerjakan lahan tambaknya
sendiri.
Rumah tangga petani menurut Sensus Pertanian (1993) dikutip Turasih
(2011) adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah
tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayukayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan,
melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas,
atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.
Menurut Badan Pusat Statistsik (2016) mengartikan rumah tangga adalah
seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
disik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumah tangga
biasanya terdiri dari ibu, bapak dan anak.
Pendapatan Rumah tangga Petambak garam
Menurut Badan Pusat Statistik (2009) dalam Apriliana (2013), pendapatan
rumah tangga adalah semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga, baik
yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota
rumah tangga. Pendapatan itu sendiri dapat berasal dari:
1. Pendapatan dari upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah
tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh sebagai imbalan bagi pekerjaan
yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut
baik uang maupun barang dan jasa.
2. Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang merupakan
pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi
dengan ongkos produksinya.
3. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan di luar upah atau gaji yang
menyangkut usaha lain dari: (a) perkiraan sewa rumah milik sendiri, (b)
bunga, deviden, royalti, paten, sewa atau kontrak, lahan, rumah, gedung,
bangunan, peralatan dan sebagainya, (c) buah hasil usaha (hasil usaha
sampingan yang dijual), (d) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, serta (e)
kiriman dari keluarga atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa
dan sebagainya.
Tohar (2000) dikutip Avianti (2012) menyatakan bahwa secara umum ada
dua segi pengertian dari pendapatan, yaitu dalam arti riil dan dalam arti jumlah

10
luar. Pendapatan dalam arti riil adalah nilai jumlah produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh masyarakat selama jangka waktu tertentu sedangkan pendapatan
dalam arti jumlah uang merupakan penerimaan yang diterimanya, bisa dalam
bentuk upah dari bekerja atau uang hasil penjualan, dan lain sebagainya.
Menurut Mangkuprawira (1964) dikutip Sulaksmi (2007), ukuran
pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga
adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Dari beberapa studi
menunjukkan bahwa penyumbang dalam beberapa kegiatan baik dalam pekerjaan
rumah tangga maupun dalam mencari nafkah dari anggota keluarga seperti istri
dan anak-anak selain kepala keluarga (bapak).
Hasil penelitian Soepadmo (1997) dikutip Sulaksmi (2007) menunjukan
bahwa tingkat kepuasan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Betapapun tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh kepala keluarga, pada
akhirnya kesejahteraan mereka akan banyak ditentukan oleh distribusi pendapatan
per kapita. Besarnya pendapatan per kapita disamping ditentukan oleh besarnya
total pendapatan yang diterima oleh anggota keluarga, juga akan ditentukan oleh
banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga yang
bersangkutan. Banyaknya anggota keluarga mempengaruhi tinggi rendahnya
pendapatan per kapita dan besarnya konsumsi keluarga.
Menurut Mulaydi (2007) dikutip Hasan (2011) Besar kecilnya pendapatan
yang diterima petani garam tergantung dalam pengelolaan faktor produksinya,
penerimaan, dan pengeluarannya. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani garam yaitu, iklim, tenaga kerja, modal, dan jenis peralatan
yang digunakan untuk memasak garam. Pada umumnya para petani garam masih
mengalami keterbatasan teknologi penggaraman. Di samping itu, ketergantungan
terhadap, musim yang sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat petani garam dapat
berproduksi, terutama pada musim hujan turun, yang terjadi setiap saat. Akibatnya,
selain hasil produksi garam terbatas, dengan kesederhanaan peralatan masak yang
dimiliki, pada musim tertentu ada produksi garam yang gagal panen. Kondisi ini
merugikan petani garam karena pendapatan riil rata-rata pendapatan perbulan
menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim panen akan
habis dikonsumsi pada saat gagal panen.
Usaha Garam Rakyat
Secara fisik, garam merupakan padatan berwarnan putih berbentuk kristal
yang memiliki Natrium Chlorida hingga diatas 80 persen. Menurut Permenpertin
No 88/M/IND/PER/10/2014 garam dikelompokkan kan menjadi dua jenis garam
yaitu 1) garam konsumsi dan 2) garam industri. Pertama, garam konsumsi adalah
garam yang digunakan konsumsi atau dapat diolah menjadi garam rumah tangga
dan garam diet untuk konsumsi masrayakat. Garam konsumsi dibagi menjadi
bagian yaitu, 1) Garam rumah tangga, adalah garam konsumsi beryodium dengan
kandungan NacCl minimal 94%, dan 2) Garam Diet, adalah garam konsumsi
beryodium berbentuk cairan/padat dengan kadar NaCl maksimal 60%. Kedua,
garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku/penolong pada
proses produksi. Garam industri digunakan untuk:
1. Industri Kimia (kadar NaCl min. 96%)
2. Industri Aneka Pangan (Kadar NaCl min 97%)
3. Indsutri Farmasi (kadar NaCl min. 99,8%)

11
4. Industri Perminyakan (kadar NaCl min. 95%)
5. Industri Penyamakan kulit (kadar min. 85%)
6. Water Treatment (kadar min. 85%)
Kemendag (2016) menjelaskan areal untuk proses pembuatan garam
terutama untuk garam yang berasal dari air laut dengan menggunakan tenaga
matahari secara umum harus dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria
yang digunakan dalam memilih lokasi tersebut antara lain letak permukaan air laut,
topografi, sifat fisik tanah dan sebagainya. Faktor-faktor-faktor desain lokasi areal
pengaraman yang menentukan adalah “air laut” sebagai bahan baku, “tanah”
sebagai faktor sarana utama dan “iklim” sebagai faktor sumber tenaga serta tenaga
manusia sebagai faktor tambahan. Selanjutnya, menurut Dradjid (2007) dikutip
Efendy dan Sidik (2013) terdapat faktor-faktor teknis tambahan selain air laut,
keadaan cuaca, kondisi tanah/lahan tambak yaitu pengaruh air dan teknik
pungutan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi produksi pembuatan garam,
berikut penjelasannya:
1. Air Laut
Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya termasuk kontaminasi
dengan air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk
pemekatan (penguapan).
2. Keadaan Cuaca
a. Panjang kemarau berpangaruh langsug kepada “kesempatan” yang
dierikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar
matahari.
b. Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun
rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang
kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
c. Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat
mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar
penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap.
3. Tanah
a. Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran)
air laut ke dalam tanah yang di meinihan ataupun di meja
b. Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan
penguapannya apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam,
maka tidak akan dihasilkan garam.
c. Jenis tanah mepengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity)
yang terbawa oleh garam yang dihasilkan.
4. Pengaruh air
a. Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam
kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban
udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan
massa).
b. Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan
mempengaruhi mutu hasil.
c. Pada kristalisasi garam konstrasi air garam harus antara 25-29° Be. Bila
konsentrasi air tua belum mencapain 25° Be maka gips (Kalsium
Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29
Be magnesium akan banyak mengendap.

12
5. Cara pungutan garam
Segi ini meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal
pengerjaan tanah meja (pengerasan dan pengeringan). Demikian pula
kemungkinan dibuatkan alas meja dari kristal garam yang dikeraskan, makin
keras alas meja makin baik. Pungutan garam ada dua sistem yaitu:
a. Sistem Portugis
Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam
yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 dipunggut.
b. Sistem Maduris
Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10 15 hari garam diambil di atas dasar tanah
6. Air Bittern
Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung
garam-garam magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk
mengurangi kadar Mg dalam hasil garam, meskipun masih dapat
menghasilkan kristal NacCl. Sebaiknya kristalisasi garam di meja terjadi
antara 25-29° Be, sisa bittern ≥ 29° Be dibuang
Garam sendiri dapat diperoleh dari beberapa tempat yaitu, garam dari air
tambang, garam dari laut dan garam dari air danau garam. Menurut KKP (2003)
garam dapat diperoleh dengan tiga cara yaitu, menambang (shaft mining) batu
garam, membor sumur (drilling well) dan penguapan dengan bantuan energi
matahari (solar evaporation) dari air laut atau air asin (brinel) dana garam.
Kemendag (2016) menjelaskan teknologi yang digunakan untuk pembuatan garam
didasarkan oleh dimana garam tersebut berasal, garam yang diperoleh dari
tambang diperoleh dengan cara menambang (shaft mining) batu garam, membor
sumur (drilling well) sedangkan garam yang berasal dari air laut dan air danau
garam diperoleh denga cara penguapan dengan bantuan energi matahari (solar
evaporation).
Menurut KKP (2003) proses produksi garam di Indonesia secara umum
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, garam yang diproduksi oleh PT Garam
(Persero) dan garam yang berasal dari rakyat atau usaha garam rakyat.
a. Produksi garam oleh PT. Garam
PT. Garam (Persero) merupakan satu-satunya BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) yang bergerak di bidang garam dan perusahan peninggalan
Pemerintah Belanda. Aareal pembuatan garamnya berupa satu kesatuan
lahan yang cukup luas (minimal 1000 hektar) sedang areal yang dimiliki
oleh rakyat atau swasta berupa petak-petak yang relatif sempit umumnya
berkisar antara 0.5 hingga tiga hektar. Dilihat dari mutu garam, yang
dihasilkan PT. Garam menghasilkan bentuk kristal yang besar, bewarna
putih dan kandungan NaCl sekitar 95 hingga 97 persen. Dalam berproduksi,
PT Garam memiliki areal lahan produksi tersendiri yang dikelola oleh
petambak garam yang menjadi pegawai dari PT Garam. Dari beberapa lahan
yang dimiliki, sebagaimana ada yang disewakan untuk dikelola oleh rakyat
yang kemudian termasuk ke dalam garam rakyat. Skema tata letak dan
aliran proses pembuatan garam oleh PT. Garam dapat dilihat pada Gambar 1.

13

Sumber : KKP (2003)
Gambar 1 Skema tata letak dan aliran proses pembuatan oleh PT.
Garam
a.

Produksi usaha garam rakyat
Di Indonesia, garam diproduksi dengan cara menguapkan air laut pada
sebidang tanah pantai dengan bantuan angin dan sinar matahari sebagai
sumber energi penguapan (solar evaporation). Produksi garam biasanya
masih dilakukan secara tradisional di beberapa daerah pantai di Indoenesia.
Mutu garam, yang dihasilkan garam rakyat menghasilkan bentuk kristal
yang kecil, dan rapuh, warna garam terlihat putih buram dan kandungan
NaCl sekitar 88 hingga 92.5 persen. Wijaya et al. (2014) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa sistem produksi usaha garam rakyat
mengandalkan tenaga kerja sebagari sumberdaya utama untuk proses
produksi. Proses produksi garam dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu
pertama, proses persiapan lahan diantarnya adalah mengeringkan lahan,
memperbaiki meja garam, saluran tambak dan alat-alat produksi, kedua,
proses pemasukan air laut ke meja garam, ketiga, proses pasca panen
diantaranya, menggaruk garam dari meja garam ke pinggir tambak,
mengangkut garam dari pinggir ke gudang penyimpanan, memasukkan
garam ke dalam karung, mengangkut karung ke pinggir jalan dan ataas truk
pengangkut. Bagan proses produksi garam oleh garam rakyat terlihat dalam
Gambar 2.

14

Sumber : KKP (2003)
Gambar 2 Bagan proses produksi garam (garam mentah atau garam
bahan baku/krosok)
KKP (2003) menjelaskan dalam kelembagaan Usaha Garam Rakyat terdapat
hubungan antara penggarap dan pemilik lahan. Hubungan antara penggarap dan
pemilik lahan pada umunya menganut dua sistem yaitu: (a) sistem mengupah
penggarap, yaitu tenaga penggarap dibayar secara harian atau borongan untuk
pekerjaan tidak tetap. (b) sistem sewa, yaitu penggarap menyewa lahan dari
pemilik, kemudian dengan modal dan tenaganya mengolah lahan garam dan
hasilnya menjadi milik penggarap. Penyewa menyewa lahan dari pemiliki,
kemudian dengan modal dan tenaga orang lain mengolah lahan garam, hasilnya
menjadi milik penyewa. Dalam sistem bagi hasil seluruh biaya peralatan dan
pemeliharaan besar menjadi tanggungan pemilik dengan rincian: pembagian hasil
sesuai kesepakatan, pada umunya pembagian hasil dilakukan dengan
perbandingan 1:1 biaya pemeliharaan besar, peralatan besar, pemeliharaan rutin
dan solar menjadi tanggungan pemilik, sedangkan keranjang, sorkot pengais
tanggungan penggarap, pembagian hasil sesuai kesepakatan, yaitu sekitar 2:3;
biaya pemeliharaan besar, peralatan besar menjadi tanggungan pemilik,
sedangkan pemeliharaan rutin dan solar serta keranjang, sorkot pengais
tanggungan penggarap, pembagian hasil sesuai kesepakatan yaitu 1:1.
Selain hubungan penggarap dengan pemilik lahan, terdapat hubungan
penggarap-pemilik dengan pembeli garam. Hubungan tersebut berlangsung dalam
pembeli garam setelah di produksi. Sistem penentuan harga garam dapat dilihat
dari (1) harga garam curai diladang atau dalam karung di ladang; (2) harga garam
curai atau dalam karung di pinggir jalan raya; (3) harga garam curai atau dalam
karung di atas truk di pinggir jalan raya; (4) harga garam atau dalam karung di
muka gudang pembeli. Sistem pembayaran yang terjadi pada umumnya dilakukan
sebagai berikut: (1) uang muka pada awal pembuatan garam (kredit atau ijon); (2)
tunai setelah garam ditimbang dan masuk gudang pembeli; (3) pelunasan dalam
jangka tertentu. Secara skematis hubungan bisnis antara penggarap dan pemilik
dengan pembeli garam dapat dilihat pada Gambar 3 (KKP 2003).

15

Sumber : KKP (2003)
Gambar 3 Skema hubungan bisnis penggarap dan pemilik dengan pembeli
garam
Kerangka Pemikiran
Petambak garam merupakan pekerjaan musiman yang hanya dapat
dilakukan di musim kemarau. Di luar musim kemarau, petambak akan mencari
pekerjaan di luas usaha garam untuk dapat bertahan dan menafkahi untuk
memenuhi keperluan sehari-hari keluarga dan dirinya sendiri sehingga
diperlukannya strategi nafkah. Merujuk konsep Ellis (2000), strategi nafkah dalam
p