Keragaman Genetik Gandum (Triticum Aestivum L) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma

KERAGAMAN GENETIK GANDUM (Triticum aestivum L.)
HASIL PERLAKUAN TIGA TEKNIK IRADIASI
SINAR GAMMA

WIJAYA MURTI INDRIATAMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik
Gandum (Triticum aestivum L.) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar
Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Wijaya Murti Indriatama
NIM A253120221

RINGKASAN
WIJAYA MURTI INDRIATAMA. Keragaman Genetik Gandum (Triticum
aestivum L.) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS, SYARIFAH IIS AISYAH dan SOERANTO
HUMAN.
Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang banyak digunakan
untuk menginduksi mutagenesis dalam rangka perbaikan varietas tanaman
khususnya serealia termasuk gandum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi tentang radiosensitivitas tiga galur gandum introduksi
(galur asal) dan pengaruh perbedaan perlakuan teknik iradiasi gamma terhadap
karakter hasil gandum, memperoleh nilai spektrum dan frekuensi mutasi serta
mengukur efektivitas dan efisiensi mutagenik beberapa perlakuan teknik iradiasi
sinar gamma pada gandum, menduga besarnya pengaruh perlakuan teknik iradiasi
terhadap keragaman genetik dan heritabilitas karakter agronomi gandum pada
generasi M2 dan mendapatkan gambaran keragaan genotipe M3 gandum generasi

M3 serta menduga nilai parameter genetiknya sebagai informasi untuk
mengidentifikasi dan menyeleksi gandum pada lingkungan optimum (dataran
tinggi). Penelitian ini menggunakan bahan genetik berupa tiga galur gandum
introduksi yaitu F-44, K-95 dan WL-711.
Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu orientasi dosis iradiasi untuk
menguji radiosensitivitas ketiga galur. Dosis iradiasi yang diaplikasikan yaitu 0 –
1000 Gy dengan rentang antar perlakuan 100 Gy. Hasil pengujian radiosensitivitas
3 galur gandum menunjukkan adanya variasi LD50 antar galur yang diperoleh.
LD50 yang didapat untuk galur F-44, K-95 dan WL-711 secara berturut-turut
adalah 465, 579 dan 497 Gy. Penelitian dilanjutkan dengan menguji pengaruh
aplikasi tiga teknik iradiasi terhadap karakter agronomi tiga galur gandum.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split-plot). Galur (F-44, K95 dan WL-711) digunakan sebagai petak utama, teknik iradiasi akut (acute),
terbagi (fractionated), berulang (intermittent) dan kontrol sebagai anak petak
dengan 3 ulangan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan teknik iradiasi
berpengaruh pada karakter daya tumbuh dan tinggi tanaman tetapi tidak
berpengaruh nyata pada jumlah anakan, jumlah spikelet dan panjang malai.
Interaksi galur dan teknik iradiasi berpengaruh nyata pada karakter jumlah biji per
malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman.
Tahap penelitian yang kedua yaitu mengamati frekuensi mutasi makro dan
mengukur efektivitas dan efisiensi mutagenik tiga teknik iradiasi pada gandum.

Penelitian ini dilakukan dengan menanam gandum generasi M2 hasil aplikasi tiga
teknik iradiasi pada tiga galur gandum. Masing-masing populasi dievaluasi daya
tumbuh dan penurunan pertumbuhan pada fase bibit generasi M1 serta diamati
spektrum dan frekuensi mutasinya (mutasi makro) pada generasi M2 untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi mutageniknya. Penelitian ini mendapatkan
tiga tipe mutasi klorofil yaitu xantha, chlorina dan viridis. Spektrum mutasi malai
yang diperoleh meliputi speltoid, compactoid, super numerary spikelet, club ear,
lax ear dan awnless. Perlakuan iradiasi akut pada dosis 250 Gy menghasilkan
efektivitas dan efisiensi mutagenik tertinggi. Penelitian dilanjutkan dengan
mengukur delapan karakter agronomi antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan

produktif, panjang malai, jumlah spikelet per malai, bobot malai, jumlah biji per
malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman untuk mengamati pengaruh
mikro-mutasi dalam peningkatan keragaman genetik akibat aplikasi tiga teknik
iradiasi. Perlakuan teknik iradiasi sinar gamma menginduksi perluasan nilai
kisaran semua karakter agronomi populasi M2. Teknik iradiasi terbagi mampu
menginduksi nilai rataan yang lebih tinggi dengan kisaran yang lebih luas pada
karakter panjang malai dan jumlah spikelet per malai dibanding teknik iradiasi
yang lain. Teknik iradiasi terbagi dan berulang menghasilkan ragam yang lebih
besar dibanding iradiasi akut pada karakter hasil biji per tanaman. Karakter

agronomi jumlah anakan produktif, bobot malai, bobot biji per malai dan bobot
biji per tanaman pada populasi M2 hasil induksi tiga teknik iradiasi memiliki
heritabilitas yang tinggi. Tiga teknik iradiasi menginduksi perluasan keragaman
genetik semua karakter agronomi populasi M2 yang diamati kecuali tinggi
tanaman.
Penelitian tahap ketiga adalah seleksi populasi gandum generasi M3 pada
lingkungan optimum (dataran tinggi). Materi genetik yang digunakan adalah 180
genotipe gandum generasi M3 (hasil seleksi M2 berdasarkan karakter bobot biji
per tanaman) dan dua varietas nasional pembanding, yaitu Dewata dan Ganesha
serta tiga galur asal (wild type) yaitu F-44, K-95 dan WL-711. Percobaan ini
menggunakan rancangan perbesaran (augmented design). Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa genotipe M3 berpengaruh pada keragaan karakter tinggi
tanaman, jumlah anakan produktif dan bobot biji per tanaman. Kontrol atau
genotipe pembanding berpengaruh pada karakter jumlah anakan dan bobot biji per
tanaman. Perbandingan genotipe M3 dan kontrol menunjukkan perbedaan nyata
pada semua karakter kecuali panjang malai. Nilai keragaman genetik yang luas
ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, bobot malai,
jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman sedangkan
karakter agronomi yang memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu karakter tinggi
tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah biji per malai dan bobot biji per

tanaman. Terjadi peningkatan nilai tengah pada semua populasi hasil mutasi M3
setelah dilakukan seleksi. Kemajuan seleksi yang tertinggi terjadi pada populasi
M3 galur K-95 yang diinduksi dengan iradiasi berulang.
Kata kunci: radiosensitivitas, iradiasi akut, iradiasi terbagi, iradiasi berulang

SUMMARY
WIJAYA MURTI INDRIATAMA. The Genetic Variability on Wheat (Triticum
aestivum L.) Resulted by Three Irradiation Techniques of Gamma Rays
Treatments. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS, SYARIFAH IIS
AISYAH and SOERANTO HUMAN.
Gamma irradiation is one of the physical mutagen that widely used to
induce mutagenesis for improving main crop species, particularly cereals
including wheat. The aim of this research was to determine radio-sensitivity of
three wheat lines and study the effects of gamma irradiation techniques on some
agronomic traits, analyze the mutagenic effectiveness and efficiency of three
gamma irradiation techniques, estimate the effect of gamma irradiation
techniques on genetic variability and heritability of wheat agronomic characters
at M2 generation and evaluate performance of wheat M3 generation and estimate
genetic parameter values as information to do selection process in the optimum
environment.

Radiosensitivity test was needed to determine optimal doses of gamma
irradiation which is able to optimally increase genetic variability of population in
the M2 where selection is started. Three introduced breeding lines of wheat (F-44,
K-95 and WL-711) were treated by 0-1000 Gy doses of gamma rays. The result
showed that there was different response of 3 wheat lines. Radiosensitivity curve
calculated from the survival rate data found for line F-44, K-95 and WL-711 was
465, 579 and 497 Gy as LD50, respectively. The next experiment was conducted by
using irradiation techniques applications. It was carried out in split-plot design
comprising three wheat lines as main-plot, three irradiation treatments (acute,
fractionated and intermittent irradiation) and control were arranged as sub-plot
with three replications. The effect of irradiation techniques treatments were
significant on germination percentage and plant height, but not significant on
number of tiller, number of spikelet and spike lenght. The interaction of lines and
irradiation techniques had significant effect on number of grain per ear, grain
weight per ear and grain weight per plant.
The second research was to identify mutagenic effectiveness and efficiency
of three gamma irradiation techniques by using biological damages like lethality
and seedling injury observed in M1 generation in relation with the frequency and
spectrum of mutations in M2 generation. Three types of chlorophyll mutants
(xantha, chlorina and viridis) were screened in M2 progeny. There are six types

of spike mutation were found in this research (speltoid, compactoid, super
numerary spikelet, club ear, lax ear and awnless). The acute irradiation technique
at 250 Gy dose has the highest of mutagenic effectiveness and efficiency of
gamma irradiation application than the others. The next research was
observation of gamma irradiation techniques effect on micro-mutation to increase
genetic variability at M2 mutated population. The observations were done by
measuring eight agronomic characters (plant height, number of productive tillers,
spike lenght, number of spikelet, spike weight, number of grain per spike, weight
of kernel per spike and weight of grain per plant.). The used of gamma irradiation
techniques decreased mean but increased range values of agronomic traits in M2
populations. Fractionated irradiation induced higher mean and wider range on

spike length and number of spikelet per spike than other irradiation techniques.
Fractionated and intermittent irradiation resulted greater variability of grain
weight per plant than acute irradiation. The number of tillers, spike weight, grain
weight per spike and grain weight per plant on M2 population resulted from
induction of three gamma irradiation techniques have high estimated heritability
and broad sense of genetic variability coefficient values. The three gamma
irradiation techniques increased genetic variability of agronomic traits on M2
populations except plant height.

The last research was selection of M3 mutated population on the high
altitude region (optimum environment). Augmented design was used as
experimental design on this research. The results of variance analysis showed
there are differences between M3 wheat mutant genotypes on the character of
plant height, number of productive tillers and grain weight per plant. Five
genotypes as control have different performances on plant height and grain
weight per plant characters. The comparations of lines and control genotypes
showed differences in all characters except spike length. The mean of M3
populations increased on the weight per plant characters after selection process.
The highest genetic gain was found on the M3 population from K-95 line that
induced by intermittent irradiation.
Keywords:

radiosensitivity, acute
intermittent irradiation

irradiation,

fractionated


irradiation,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KERAGAMAN GENETIK GANDUM (Triticum aestivum L.)
HASIL PERLAKUAN TIGA TEKNIK IRADIASI
SINAR GAMMA

WIJAYA MURTI INDRIATAMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc
Anggota

Prof Dr Ir Soeranto Human, MSc
Anggota

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan
Oktober 2015 ini ialah Keragaman Genetik Gandum (Triticum aestivum L.) Hasil
Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma.
Terima kasih setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr Ir
Trikoesoemaningtyas, MSc, Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MAgrSc dan Prof (R) Dr Ir
Soeranto Human, MSc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
nasehat, masukan dan arahan baik seputar akademis, penelitian maupun motivasi
dalam bekerja. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Desta Wirnas, SP,
MSi sebagai dosen penguji luar komisi serta Dr Dewi Sukma, SP, MSi sebagai
perwakilan dari program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah
memberikan banyak koreksi dan saran dalam penulisan tesis ini. Ucapan terima
kasih penulis juga sampaikan kepada KEMENRISTEK yang telah memberikan
biaya pendidikan dan penelitian melalui Program Beasiswa Pascasarjana tahun
2012 dan PAIR-BATAN yang telah memberikan bantuan biaya penelitian melalui
program DIPA tahun 2014 dan 2015. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Sujarno SP, Haerul Hartono SP beserta staf Kebun
Percobaan Pacet, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian, Cipanas yang telah menyediakan lahan dan
membantu dalam pengelolaan percobaan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada atasan penulis Dr Hendig Winarno, Dr Sobrizal dan Ir Ita Dwimahyani
yang telah banyak memberikan masukan dalam proses studi, rekan kerja penulis
Sihono SP, Carkum SP, Parno SP, Marina Yuniawati SP, Tardi Suseno serta
teman-teman teknisi lapangan Bidang Pertanian yang telah banyak membantu
dalam pelaksanan penelitian dan membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih yang besar penulis sampaikan kepada ayahanda Slamet Muljana,
ibunda Sukarti, ibu mertua Siti Mahfudzotin, kakak Yoga Mukti Herman Sutanto
dan Nurun Nisa’, adik Mustika Dewi Puji Lestari, Niki Haryanto, Mukholifatin
Ajizah dan Niswah Nur Sabrina, istri tercinta Fipi Ekasari dan anak tersayang
Adzkia Hasna Zhafira serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
PBT S2-S3 angkatan 2012, FORSCA-AGH dan semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

Bogor, Agustus 2016
Wijaya Murti Indriatama
A253120221

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Pengelompokan Gandum
Program Pemuliaan Gandum
Induksi Mutasi dalam Pemuliaan Gandum
Penggunaan Sinar Gamma dalam Induksi Mutasi
Teknik Iradiasi Gamma

1
1
3
3
4
4
4
6
6
7
8
10
11

3 RADIOSENSITIVITAS DAN PENGARUH APLIKASI TEKNIK IRADIASI
SINAR GAMMA TERHADAP KARAKTER HASIL TIGA GALUR
GANDUM
12
Pendahuluan
13
Bahan dan Metoda
14
Analisis Data
15
Hasil dan Pembahasan
15
Simpulan
23
4 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MUTAGENIK TEKNIK IRADIASI SINAR
GAMMA PADA TIGA GALUR GANDUM
24
Pendahuluan
25
Bahan dan Metoda
26
Analisis Data
27
Hasil dan Pembahasan
27
Simpulan
34
5 PENDUGAAN RAGAM GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER
AGRONOMI GANDUM HASIL TIGA PERLAKUAN TEKNIK IRADIASI
SINAR GAMMA
35
Pendahuluan
36
Bahan dan Metoda
37
Analisis Data
38

Hasil dan Pembahasan
Simpulan

39
45

6 SELEKSI POPULASI GANDUM GENERASI M3 PADA LINGKUNGAN
DATARAN TINGGI
Pendahuluan
Bahan dan Metoda
Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

46
47
48
49
49
55

7 PEMBAHASAN UMUM

56

8 SIMPULAN DAN SARAN

61

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

70

RIWAYAT HIDUP

72

DAFTAR TABEL
1 Nilai LD20, LD50 dan LD100 pada tiga galur gandum
2 Hasil sidik ragam karakter agronomi tiga galur gandum pada aplikasi
beberapa teknik iradiasi sinar gamma
3 Respon daya tumbuh (%) dan tinggi tanaman (cm) tiga galur gandum
terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma
4 Rerata Jumlah anakan, jumlah malai, jumlah spikelet dan panjang malai
3 galur gandum setelah diaplikasikan teknik iradiasi sinar gamma
5 Respon rerata jumlah biji tiap malai tiga galur gandum terhadap
perlakuan teknik iradiasi sinar gamma
6 Respon bobot biji per malai (g) dan bobot biji per tanaman (g) tiga
galur gandum terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma
7 Respon daya tumbuh (%) dan tinggi bibit M1 (cm) tiga galur gandum
terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma
8 Spektrum dan frekuensi mutasi kombinasi perlakuan tiga galur gandum
dengan tiga teknik iradiasi pada generasi M2
9 Uji bertanda Wilcoxon terhadap hasil mutasi tiga teknik iradiasi
10 Uji Bertanda Wilcoxon terhadap hasil mutasi tiga teknik iradiasi pada
galur F-44
11 Penurunan daya tumbuh, penurunan tinggi dan frekuensi mutasi pada
kombinasi perlakuan tiga galur gandum dengan tiga teknik iradiasi pada
generasi M2
12 Efektivitas dan efisiensi mutagenik kombinasi perlakuan tiga galur
gandum dengan tiga teknik iradiasi pada generasi M2
13 Rataan, standar deviasi dan kisaran karakter tinggi tanaman (cm),
jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah spikelet per malai
gandum generasi M2
14 Rataan, standar deviasi dan kisaran karakter bobot malai, jumlah biji
per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman gandum
generasi M2
15 Hasil uji homogenitas ragam karakter agronomi gandum generasi M2
hasil perlakuan tiga teknik iradiasi pada tiga galur gandum
16 Komponen ragam dan koefisien keragaman genetik karakter tinggi
tanaman (cm), jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah
spikelet per malai gandum generasi M2
17 Komponen ragam dan koefisien keragaman genetik karakter bobot
malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per
tanaman gandum generasi M2
18 Sidik ragam rancangan perbesaran (augmented design)
19 Kuadrat tengah karakter agronomi gandum di dataran tinggi
20 Keragaan karakter agronomi genotipe pembanding gandum di dataran
tinggi
21 Keragaan karakter agronomi galur asal dan populasi genotipe M3
gandum
22 Kisaran nilai tengah karakter agronomi varietas pembanding gandum
dan populasi genotipe M3 gandum

20
21
22
23
23
24
32
33
35
36
36
37
44
45
47
47
48
55
56
56
57
59

23 Nilai ragam fenotipe, ragam genotipe, standar deviasi ragam genotipe,
koefisien keragaman genetik dan heritabilitas arti luas karakter
agronomi gandum pada dataran tinggi
24 Nilai tengah karakter bobot biji per tanaman (g) populasi dasar M2,
populasi progeni M3, M3 terseleksi berdasarkan bobot biji per tanaman,
deferensial seleksi (S) dan Respon seleksi (R) pada lingkungan dataran
tinggi

60

60

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram Alir Penelitian
2 Daya tumbuh tiga galur gandum dalam uji radiosensitivitas dengan
dosis iradiasi 0-1000 Gy
3 Kurva radiosensitivitas tiga galur gandum terhadap iradiasi sinar
gamma berdasar data laju kelangsungan hidup tiga minggu setelah
tanam
4 Abnormalitas morfologi tiga galur gandum akibat perlakuan teknik
iradiasi
5 Spektrum mutasi klorofil bibit gandum generasi M2
6 Spektrum mutasi malai gandum pada generasi M2

5
18
19
24
33
35

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata kondisi lingkungan selama penelitian 2014 dan 2015
2 Aktivitas sumber iradiasi sinar gamma dan laju dosis pada bulan
Februari 2013 dan 2014

79
80

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gandum (Triticum aestivum L.) termasuk tiga besar komoditas pangan
utama dan telah menjadi bahan makanan pokok bagi lebih dari 20% penduduk
dunia saat ini (Hawkesford et al. 2013). Gandum umum digunakan sebagai bahan
pembuatan roti, mie, sereal, kue, biskuit dan tepung campuran untuk berbagai
macam produk makanan olahan (Mergoum et al. 2009). Kebutuhan gandum dan
produk turunannya terus meningkat seiring peningkatan populasi dan
kesejahteraan masyarakat.
Permintaan gandum di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun dan semua kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara impor. Data
Kementerian Pertanian (2015) menyebutkan impor gandum Indonesia tahun 2012
mencapai 7,437 juta ton dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 9,854 juta ton.
Ketergantungan terhadap impor ini membahayakan ketahanan pangan dan
memperbesar pengeluaran devisa negara (Budiarti et al. 2004). Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini ialah melakukan penanaman
gandum di dalam negeri (Setyowati et al. 2009).
Program pengembangan gandum di Indonesia telah dilakukan sejak tahun
1985, namun masih terbatas pada wilayah dataran tinggi (>1000 m.dpl) yang
bersuhu rendah sekitar 15–25oC. Budidaya gandum terkendala persaingan lahan
dengan komoditas lain yang secara ekonomi memiliki nilai lebih tinggi yaitu
sayuran dan komoditas hortikultura lain pada wilayah tersebut. Laju peningkatan
produksi gandum Indonesia masih terlalu rendah untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat saat ini (Danakusuma 1985). Varietas gandum yang telah
dilepas di Indonesia merupakan hasil introduksi yang diuji daya adaptasinya di
beberapa lokasi percobaan yang mewakili agroekosistem tropis.Varietas tersebut
umumnya beradaptasi spesifik untuk dataran tinggi (Dahlan et al. 2003, Sari et al.
2016).
Penanaman gandum di daerah tropis seperti di Indonesia, banyak mengalami
kendala terutama oleh cekaman suhu dan kelembaban tinggi (Curtis 2002).
Tingginya suhu melebihi batas toleransi dalam periode tertentu dapat
menyebabkan kerusakan yang bersifat tidak balik (irreversible). Cekaman ini
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Secara
akumulatif, cekaman ini menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil
(Wahid et al. 2007). Upaya penelitian gandum di Indonesia untuk mengatasi
masalah tersebut lebih difokuskan pada perakitan varietas gandum yang mampu
beradaptasi baik pada lingkungan tropis (Aminasih 2009) khususnya tahan
terhadap cekaman suhu tinggi (Nur et al. 2013).
Program pemuliaan perakitan varietas gandum saat ini terkendala dengan
keragaman plasma nutfah gandum dalam negeri yang sangat terbatas dan sebagian
besar berasal dari hasil introduksi (Azwar et al. 1998). Langkah pemecahan yang
ditempuh yaitu dengan melakukan peningkatan keragaman genetik gandum
melalui berbagai metode. Natawijaya (2012) melakukan persilangan beberapa
galur gandum hasil introduksi untuk mendapatkan segregan trangresif berdaya
hasil tinggi. Nur (2013) meningkatkan keragaman genetik gandum melalui

2
induksi mutasi menggunakan mutagen fisik sinar gamma untuk memperoleh
mutan gandum tahan suhu tinggi. Sari (2015) mempergunakan EMS (Ethil Methil
Sulfonat) untuk menginduksi mutasi gandum secara kimiawi dalam rangka
meningkatkan ragam genetik populasi dan memperoleh mutan berdaya hasil tinggi
pada lingkungan dataran rendah.
Induksi mutasi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalam
pemuliaan gandum roti (Gaul 1961, Sakin et al. 2004, Rahimi & Bahrani 2011).
Induksi mutasi merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan sengaja,
mengaplikasikan mutagen baik fisik maupun kimia untuk merubah genetik
tanaman secara spontan. Proses ini meniru kejadian mutasi di alam yang dapat
muncul karena adanya kesalahan dalam proses pembelahan sel, pengaruh bahan
kimia alam dan sinar kosmis matahari. Laju mutasi di alam sangatlah kecil hanya
sekitar 10-5 sampai 10-7 (IAEA 1977). Melalui induksi mutasi, peluang terjadinya
perubahan genetik dapat diperbesar 103 kali dibanding mutasi alam (Van Harten
1998).
Penggunaan mutasi induksi dalam pemuliaan tanaman telah terbukti mampu
menghasilkan banyak varietas unggul baru di berbagai negara.Berdasarkan data
base IAEA (2013), mutan unggul yang terdaftar berjumlah 3218 meliputi 1589
serealia, 492 kacang-kacangan, 642 bunga, 110 tanaman penghasil minyak dan
378 jenis tanaman yang lain. Varietas gandum unggul yang telah dihasilkan
melalui teknik ini mencapai 283 jenis. Di Indonesia, perakitan varietas mutan
unggul yang dilakukan oleh BATAN telah menghasilkan 20 varietas padi, 6
varietas kedelai, 1 varietas kacang hijau, dan 1 varietas kapas (Wahyudi et al.
2013). BATAN kembali menghasilkan 3 varietas sorgum dan bekerjasama dengan
Balitsereal - Kementerian Pertanian dalam Konsorsium Gandum Nasional telah
mengajukan galur mutan harapan CBD-17 yang kemudian dilepas sebagai varietas
gandum baru dengan nama Ganesha pada tahun 2013.
Induksi mutasi efektif untuk meningkatkan keragaman sumber daya genetik
yang digunakan dalam perbaikan varietas tanaman (Gnanamurthy et al. 2012).
Efektifitas mutagenik merupakan ukuran frekuensi induksi mutasi dalam tiap unit
dosis mutagen yang diaplikasikan sedangkan efisiensi mutagenik merupakan
proporsi mutasi dalam hubungannya dengan efek biologis yang tidak diinginkan
seperti abnormalitas kromosom, letalitas dan sterilitas akibat aplikasi mutagen
(Konzak et al. 1965). Pemilihan mutagen tergantung tidak hanya efektivitas tetapi
juga efisiensinya (Sellammal & Maheswaran 2013).
Perlakuan mutasi dapat menggunakan mutagen kimia maupun fisik.
Walaupun mutagen kimia memiliki efektivitas tinggi (Shah et al. 2008), mutagen
fisik terutama sinar gamma lebih banyak digunakan dalam perakitan varietas.
Menurut Chahal dan Gosal (2002), hal ini dikarenakan aplikasi yang dilakukan
sederhana, memiliki penetrasi baik, dapat diulang untuk memperoleh hasil yang
sama, penanganan limbah lebih mudah dan frekuensi mutasi yang dihasilkan
tinggi (Kon et al. 2007). Selain itu, ketersedian iradiator khususnya sinar gamma
di banyak negara cukup menunjang semakin berkembangnya induksi mutasi
dengan mutagen fisik. Dalam penggunaan mutagen fisik, optimasi dosis perlu
dilakukan untuk memperoleh dosis efektif yang menimbulkan dampak kerusakan
fisiologi kecil tetapi menghasilkan perubahan genetik luas (Chemma & Atta
2003).

3
Perumusan Masalah
Induksi mutasi dibutuhkan untuk meningkatkan keragaman genetik dan
mendapatkan mutan yang memiliki beberapa sifat yang diinginkan dengan
mengaplikasikan mutagen baik fisik maupun kimia (Albokari et al. 2012). Induksi
mutasi pada gandum lebih sulit dilakukan karena secara alami memiliki susunan
kromosom heksaploid. Genom heksaploid mengandung kromosom komplemen
yang diturunkan dari 3 tetua yang mewariskan genom A, B dan D. Karena bersifat
allopolyploid dimana terdapat 3 salinan masing-masing gen fungsional
(homoeolog) dalam satu individu, sering kali perubahan genom tunggal tidak
menghasilkan fenotipe yang terukur (Slade et al. 2012). Hal ini menyebabkan
gandum dianggap mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan genetik yang
disebabkan oleh mutasi (Stadler 1929, Bathia & Swaminathan 1963, Uauy et. al.
2009) namun penggunaan induksi mutasi dalam perakitan varietas gandum telah
berhasil di Tiongkok. Sumber data IAEA (2013) menyebutkan bahwa lebih dari
60% varietas mutan gandum yang terdaftar berasal dari Tiongkok. Hal ini
menunjukkan bahwa perakitan varietas unggul gandum dapat dilakukan melalui
mutasi induksi. Optimalisasi teknik mutasi dapat dilakukan dengan melihat respon
toleransi galur gandum yang digunakan terhadap mutasi (radiosensitivitas) serta
efektivitas dan efisiensi mutagen yang digunakan.
Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisika yang banyak dipilih
dalam induksi mutasi. Aplikasi yang sering digunakan cenderung sama yaitu
iradiasi akut dengan dosis menyesuaikan radiosensitivitas masing-masing
tanaman yang digunakan sebagai objek penelitian. Metode ini dipercaya
memberikan frekuensi mutasi terbesar walaupun tanpa data empiris karena hampir
semua induksi mutasi dilakukan dengan menggunakan iradiasi akut (Kodym et al.
2012). Iradiasi akut pada gandum untuk menginduksi munculnya keragaman
genetik baru umumnya dilakukan pada dosis 200-300 Gy.
Selain iradiasi akut, aplikasi mutagen fisika dapat dilakukan dengan teknik
iradiasi alternatif yang lain seperti kronik, berulang dan terbagi. Alternatif teknik
tersebut jarang digunakan karena alasan teknis dalam aplikasi iradiasi. Namun
belum diketahui secara pasti apakah teknik alternatif tersebut mampu memberikan
tingkat efektifitas dan efisiensi induksi mutasi yang lebih baik dibanding iradiasi
akut terutama pada gandum yang bersifat heksaploid. Oleh karena itu, eksplorasi
berbagai teknik iradiasi perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan
efisiensinya terkait dengan pengaruhnya terhadap peningkatan keragaman genetik
dalam populasi gandum.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan informasi radiosensitivitas tiga galur gandum terhadap
perlakuan iradiasi pada stadia kecambah melalui penghitungan LD50.
2. Mengamati pengaruh perlakuan tiga teknik iradiasi terhadap pertumbuhan
dan penampilan karakter hasil gandum.
3. Menentukan efektivitas dan efisiensi mutagenik tiga teknik iradiasi pada
gandum.

4
4. Melakukan pendugaan keragaman genetik dan heritabilitas karakter
agronomi gandum pada populasi hasil induksi teknik iradiasi sinar gamma.
5. Memperoleh informasi keragaan genotipe M3 gandum generasi M3 serta
menduga nilai parameter genetiknya sebagai informasi untuk
mengidentifikasi dan menyeleksi gandum di lingkungan optimum (dataran
tinggi).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam
pemuliaan mutasi gandum, menunjukkan tahapan baku proses induksi mutasi
pada varietas tanaman menggunakan mutagen fisik sinar gamma, memperoleh
suatu nilai radiosensitivitas yang digunakan sebagai acuan dasar penentuan dosis
dalam aplikasi mutagen untuk mendapatkan keragaman populasi yang maksimum,
dapat mengetahui pengaruh penggunaan teknik iradiasi pada keragaman genetik
dan heritabilitas tanaman gandum serta memperoleh mutan putatif yang memiliki
berproduksi tinggi di lingkungan tropis.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
1. Terdapat perbedaan tingkat radiosensitivitas tiga galur gandum asal (wild
type).
2. Perlakuan teknik iradiasi mempengaruhi pertumbuhan dan penampilan
karakter hasil gandum.
3. Salah satu teknik iradiasi yang diaplikasikan mempunyai efektivitas dan
efisiensi lebih tinggi dibanding iradiasi akut dalam menginduksi
keragaman genetik gandum.
4. Terdapat satu atau lebih karakter yang memiliki keragaman genetik luas
dan heritabilitas tinggi sebagai informasi untuk proses seleksi.
5. Diperoleh genotipe gandum hasil induksi tiga teknik iradiasi sinar gamma
yang berpotensi hasil tinggi pada lingkungan dataran tinggi.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian awal dari upaya perakitan varietas
gandum adaptif dataran rendah tropis tahan suhu tinggi melalui induksi mutasi
yang dilakukan oleh PAIR-BATAN. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap
percobaan untuk mencapai tujuan dan menjawab hipotesis penelitian yang
diajukan. Percobaan pertama dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas dan
pengaruh perbedaan perlakuan teknik iradiasi sinar gamma pada tiga galur
gandum hasil introduksi. Percobaan ini dilakukan dengan meradiasi benih 3 galur
gandum menggunakan metode akut dengan dosis 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600,
700, 800, 900 dan 1000 Gy. Radiosensitivitas gandum penting diketahui untuk
menentukan LD20 dan LD50 sebagai acuan besaran dosis dan teknik iradiasi yang
akan diaplikasikan dalam rangka peningkatan keragaman genetik. Perlakuan

5
teknik iradiasi yangg di
digunakan meliputi akut (acute), terbagi (frac
(fractionated) dan
berulang (intermittent
tent yaitu iradiasi berulang dengan dosis iradi
adiasi kedua lebih
kecil dari dosis pertam
tama diaplikasikan setelah 24 jam dari iradiasi
si pe
pertama).
Percobaan ke
kedua dan ketiga yaitu penentuan efektivita
vitas dan efisiensi
mutagenik serta pendu
ndugaan parameter genetik dan heritabilitas ka
karakter agronomi
populasi M2 gandum
ndum hasil induksi teknik iradiasi sinar gamma
ma yang berbeda.
Banyaknya mutasi ya
yang muncul baik mutasi klorofil, malai maupun
aupun jenis yang
lain digunakan sebag
agai ukuran efektivitas dan efisiensi perlakuan
kuan teknik iradiasi
sedangkan nilai ker
keragaman genetik dan heritabilitas dimanf
anfaatkan dalam
pelaksanaan seleksi
ksi karakter yang diinginkan. Percobaann keempat yaitu
pendugaan parameter
ter genetik komponen hasil dan kemajuann sseleksi populasi
gandum generasi M33. Melalui percobaan ini diharapkan dapatt m
mengidentifikasi
genotipe gandum hasi
hasil induksi teknik iradiasi siner gamma ya
yang berproduksi
tinggi di dataran tingg
nggi. Keseluruhan kegiatan penelitian dapat dil
dilihat pada bagan
alir (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Pengelompokan Gandum
Gandum termasuk famili Poaceae dalam kelompok besar tanaman
monokotil, merupakan tanaman pangan serealia penting yang ditanam luas pada
berbagai kondisi iklim sebagai sumber energi dan protein bagi penduduk dunia
(Varsney et al. 2006). Gandum telah banyak dibudidayakan di Asia Barat Selatan
sebagai pusat asal plasma nutfah lebih dari 12.000 tahun yang lalu dan kerabat
spesies liarnya banyak ditemukan di Lebanon, Suriah, utara Israel, Irak dan Timur
Turki (Salamini et al. 2002).
Gandum adalah salah satu spesies tanaman budidaya yang paling banyak
dipelajari, terutama pada wilayah sitogenetika. Banyak sumber penelitian genetika
dan sitogenetika disusun bertahun-tahun dengan pemisahan isolasi galur
aneuploidy, mengawali konsep rekayasa kromosom yang mengambil manfaat dan
dampak dari kerja gen Ph sebagai pengatur sistem berpasangan dan rekombinasi
kromosom homolog. Gandum memiliki sistem model sitogenetika tanaman
poliploid yang mudah dimanipulasi jumlah kromosomnya (Feldman et al. 2012).
Beberapa penelitian tentang proses evolusi tanaman gandum menunjukkan bahwa
spesies dari genus Triticum (berbagai macam jenis gandum dan kerabat liarnya)
berbentuk sebuah rangkaian poliploid dengan jumlah kromosom dasar x = 7,
terdapat spesies diploid (2n = 2x = 14), tetraploid (2n = 4x = 28) dan hexaploid
(2n = 6x = 42) (Peng et al. 2011).
Gandum heksaploid dan tetraploid terbentuk melalui dua proses evolusi.
Spesies progeni awal (tetua) tidak diketahui, tetapi diperkirakan merupakan
spesies diploid. Melalui evolusi divergen, progeni awal berubah menjadi banyak
spesies diploid termasuk T. monococcum, T. tauschii, barley (Hordeum vulgare)
dan rye (Secale cereal). Proses evolusi kedua merupakan evolusi konvergen
melalui persilangan alami dan penggandaan kromosom secara spontan,
terbentuklah spesies poliploid misalnya T. monococcum (donor genom A)
bersilang dengan species Triticum yang tidak diketahui jenisnya (donor genom B)
terbentuk T. dicoccoides sebagai tetua gandum durum dengan konstitusi genetik
AABB. Persilangan kedua terjadi antara T. dicoccoides dan T. tauschii (donor
genom D) membentuk gandum roti (common wheat) dengan konstitusi genetik
AABBDD (Baenziger et al. 1994). Varietas gandum modern yang banyak
ditanam adalah spesies hexaploid (T. aestivum), allopolyploid segmental yang
terdiri dari 3 genom berbeda namun tetap berkaitan secara genetik (homoeolog)
yaitu genom A, B dan D (Gill & Friebe 2002).
Gandum memiliki genom yang sangat besar (1,6 x 1010 bp) dengan
kandungan DNA repetitif yang tinggi (83%). Bila dibandingkan dengan rerata
kromosom padi, rerata kandungan DNA kromosom gandum 25 kali lipat lebih
besar. Tiga kromosom gandum membawa kandungan DNA yang sama besarnya
dengan seluruh genom haploid tanaman jagung (Varsney et al. 2006). Sebagai
spesies poliploid, gandum memiliki banyak gen yang ditunjukkan oleh dua (pada
tetraploid) atau tiga (pada heksaploid) salinan homoeolog dengan bagian kira-kira
93-96% identitas sekuen. Duplikasi gen membatasi penggunaan langsung seleksi
genetik fenotipik sebagai dampak penampilan gen tunggal seringkali tertutup oleh

7
munculnya kelebihan fungsi gen homoeolog pada genom gandum yang lain (Uauy
et al. 2009). Delesi dan insersi gen sebagai proses mutasi alami dalam genom
gandum yang dinamis berperan meningkatkan keragaman genetik baik
memunculkan kembali sifat gen tunggal maupun sifat yang baru (Dubcovsky &
Dvorak 2007).
Gandum dikelompokkan berdasarkan 3 karakter utama yaitu waktu
penanaman (agronomi), warna kernel dan kualitas endosperm (Acquaah 2007).
Pengelompokkan gandum berdasarkan atas waktu penanaman merupakan hasil
penyesuaian respon vernalisasi dalam siklus hidup gandum. Berdasarkan hal itu
gandum digolongkan menjadi dua yaitu gandum musim semi (spring wheat) atau
gandum musim dingin (winter wheat). Gandum musim dingin ditanam saat
musim gugur, mengalami pertumbuhan awal dan dorman ketika musim dingin.
Gandum mulai tumbuh kembali ketika musim semi dan dipanen saat musim
panas. Gandum musim dingim mampu bertahan pada suhu lebih rendah -40ºC jika
terlindung oleh salju. Gandum musim semi ditanam pada awal musim semi dan
dipanen pada bulan Juli-Agustus. Gandum musim semi agak toleran suhu rendah
dan rusak ketika terjadi frost yang bersuhu -2 sampai -1ºC. Gandum yang ditanam
di Indonesia merupakan jenis spring wheat karena dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya tidak memerlukan vernalisasi atau keperluan suhu rendah saat
fase juvenile yang biasanya dipenuhi saat musim dingin pada daerah bergaris
lintang tinggi (Handoko 2007).
Berdasarkan warna, terdapat dua warna biji gandum yaitu merah dan
putih. Merah dikondisikan oleh 3 gen dominan dan putih merupakan resesif dari
ketiga gen tersebut (Acquaah 2007). Dalam pemrosesan makanan dan nilai
kualitasnya, kekerasan biji gandum menjadi yang paling utama. Kekerasan
tersebut tergantung pada kekuatan adesi antara matriks protein dengan butiran
tepung pada endosperm. Berdasarkan kriteria kualitas endosperm ini tanaman
gandum dikelompokkan menjadi 2 yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum
lunak (soft wheat). Gandum yang ditanam di daerah beriklim kering umumnya
adalah tipe gandum keras yang menghasilkan tepung kasar saat penggilingan dan
cocok untuk pembuatan roti karena kandungan protein gluten tinggi membuatnya
lebih liat dan elastis. Pada daerah basah (humid), gandum yang ditanam
merupakan tipe gandum lunak untuk menghasilkan terigu sebagai bahan cakes,
crackers, coockies dan terigu untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam
penggilingan, gandum lunak memiliki jumlah kompleks pati-protein yang terbatas
sehingga menghasilkan hasil jumlah tepung yang lebih banyak (Ravindran &
Ameerah 2009).
Program Pemuliaan Gandum
Penelitian dan perakitan varietas gandum yang adaptif terhadap iklim
tropis mulai dilakukan oleh CYMMIT pada awal tahun 1980-an setelah revolusi
hijau dengan melibatkan banyak institusi riset dari negara berkembang. Penelitian
ini dilatar belakangi oleh diperlukannya peningkatan produksi gandum untuk
memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang semakin bertambah sehingga
perluasan tanam sampai pada wilayah tropis menjadi salah satu alternatif yang
dapat ditempuh. Metode pemuliaan tanaman yang umum dilakukan untuk
mendapatkan varietas gandum yang mampu berproduksi baik dalam segi kuantitas

8
maupun kualitas pada iklim tropis yaitu ekplorasi plasma nutfah, persilangan luas
(intra dan interspesies), penerapan shuttle breeding dan uji multilokasi.
Karakteristik tanaman yang menjadi fokus perakitan gandum adaptif iklim tropis
antara lain mampu beradaptasi luas dengan potensial produksi yang tinggi,
fotoperiod insensitif, toleran suhu tinggi, mampu membentuk banyak anakan,
berat biomassa tinggi, memiliki kelas pematangan berbeda menyesuaikan
lingkungan tanam, bertajuk agak pendek (semidwarf) dengan jerami yang kuat
agar tahan rebah, memiliki tepung yang berkualitas dan baik untuk pembuatan roti
serta tahan terhadap penyakit karat daun, Helminthosporium spp., Fusarium spp.
dan Alternaria triticina (Curtis 1988). Sampai saat ini, dengan terjadinya
perubahan iklim global, isu kestabilan produksi dan berbagai cekaman abiotik
mempengaruhi arah pemuliaan gandum dunia, namun secara umum teknik
perakitan yang dilakukan hampir sama dengan memperhatikan variasi karakter
terkait faktor fisiologis pada tanaman agar memiliki daya adaptasi yang baik
terhadap cekaman lingkungan dan ketersediaan variasi karakter pendukung
tersebut dalam koleksi plasma nutfah yang ada.
Isu utama dalam program pemuliaan tanaman serealia seperti gandum
adalah variasi karakter kunci terkait hasil yang sangat terbatas. Plasma nutfah elit
pemuliaan juga masih sedikit. Penambahan variasi karakter dapat ditingkatkan
melalui pembentukan varietas gandum sintetik dan persilangan interspesifik (wide
crossing). Perakitan varietas baru dapat dilakukan dengan persilangan gandum
roti (common wheat) dengan kerabat liarnya serta beberapa materi genetik sebagai
jembatan dalam persilangan (bridge materials) melalui langkah konvensional dan
teknik kultur jaringan (Hawkesford et al. 2013). Pembentukan variasi baru dapat
juga dilakukan menggunakan mutagenesis, lebih dari 1000 kultivar gandum yang
diperoleh dari mutagenesis telah dilepas secara komersial (Parry et al. 2009).
Penambahan variasi melalui transformasi genetik dengan sifat tertentu (ketahanan
hama, toleran kekeringan, kualitas hasil) juga dapat menjadi salah satu pilihan
yang dapat digunakan (Patnaik & Khurana 2001).
Induksi Mutasi dalam Pemuliaan Gandum
Gandum poliploid memiliki keragaman yang besarnya bergantung pada
proporsi variabilitas tetua gandum tetraploid pembentuknya, kemudian terus
menyempit (bottleneck) seiring dengan proses domestifikasinya oleh manusia
(Dubcovsky & Dvorak 2007). Variasi yang baru dapat terbentuk dalam genom
gandum yang dinamis melalui delesi dan insersi gen pada elemen repetitif dalam
wilayah sekuen yang mengkode dan mengatur kerja gen. Mutasi ini dapat
diekspresikan sebagai perbedaan dosis gen kuantitatif. Sinergi antara laju mutasi
yang tinggi dan efek penyeimbang poliploidi membuat tanaman gandum dapat
mengakumulasi keragaman yang terbentuk dengan genom yang dinamis (Uauy et
al. 2009).
Pada level sekuen DNA, mutasi mungkin terjadi dengan peluang yang
sama antara satu nukleotida dengan yang lain. Peluang kejadian mutasi tergolong
kecil tetapi memiliki potensi yang besar karena sumber perubahan berbasis pada
masing-masing lokus. Tiap mutasi pada lokus autosom hanya memiliki peluang
setengah (heterozigot) untuk bertahan pada generasi selanjutnya dan kebanyakan
hilang dalam beberapa generasi. Sebagian kecil mutasi akan bertahan dan

9
menyebar dalam populasi melalui proses dispersif. Jika alel yang termutasi
bertahan, fiksasinya pada generasi awal disebut sebagai “substitusi alel”. Peluang
substitusi alel terjadi pada suatu populasi setara dengan laju mutasi per lokus tiap
generasi. Peningkatan atau penurunan peluang fiksasi dalam seleksi mengikuti
apakah mutan baru tersebut baik atau tidak. Namun mayoritas mutan cenderung
merugikan daripada menguntungkan (Falconer & Mackay 1996).
Induksi mutasi memiliki proses yang sama dengan kejadian mutasi di alam
(IAEA 1977). Namun frekuensi dan spektrumnya dapat ditingkatkan dan waktu
yang dibutuhkan dapat dipercepat sehingga karakter tertentu yang diharapkan
dapat diperoleh. Induksi mutasi merupakan cara yang efektif untuk memperluas
keragaman genetik (Sobrizal 2007). Teknik ini membuka kemungkinan
menciptakan keragaman genetik baru yang sulit diperoleh dengan teknik
konvensional (Din & Khan 2003). Induksi mutasi dikenal juga sebagai metode
yang berguna untuk mengubah suatu sifat atau karakter target tanpa merubah latar
belakang genetik tanaman. Pemilihan mutagen dan metode perlakuan yang tepat
diharapkan tidak hanya menginduksi laju mutasi yang tinggi namun juga memiliki
pengaruh yang rendah terhadap latar belakang genetik tanaman.
Menciptakan dan mengeksploitasi keragaman genetik adalah syarat utama
keberhasilan pemuliaan tanaman (Van Bueren et al. 2011). Pengetahuan tentang
keragaman genetik dan segala sesuatu yang terkait dengan karakter komponen
hasil dalam populasi bersegregasi menjadi sebuah kebutuhan dalam proses
seleksi. Variabilitas suatu karakter mengekspresikan keragaman konstitusi genetik
yang terkandung dalam masing-masing individu dalam populasi. Oleh karena itu,
variabilitas dapat dipisahkan menurut komponen genotipik dan fenotipik.
Komponen genotipik merupakan bagian yang diturunkan dari total variabilitas,
berhubungan hasil dan karakter komponen terkait mempengaruhi strategi seleksi
yang dipilih oleh pemulia. Variabilitas genetik yang rendah membuat
berkurangnya pilihan genotipe tanaman unggul dalam proses seleksi pada
populasi bersegregasi. Kemungkinan atau peluang untuk mendapatkan perbaikan
pada tanaman budidaya tergantung pada kekuatan variabilitas genetik populasi
yang diseleksi. Penilaian variabilitas genetik karakter kuantitatif penyusun
komponen hasil menjadi yang utama dalam mendefinisikan suatu populasi baik
atau tidak untuk diseleksi (Sakin et al. 2005).
Pemuliaan mutasi digunakan untuk mendapatkan materi yang lebih
beragam dan bernilai. Jika variabilitas genetik yang diharapkan atau satu karakter
spesifik tidak didapatkan pada suatu populasi tanaman budidaya, pemuliaan
mutasi merupakan langkah yang masuk akal untuk ditempuh. Berbagai mutagen
kimia maupun mutagen fisika telah digunakan untuk menginduksi untuk
mendapatkan mutan. Kisaran dan frekuensi mutan hasil induksi yang diinginkan
dapat berbeda dengan penggunaan mutagen dan genotipe yang berbeda. Mutan
yang diinduksi pada gandum tidak hanya berpotensi sebagai bahan persilangan
namun juga untuk pelepasan langsung sebagai varietas. Variabilitas genetik
dihasilkan pada generasi M2 dan M3 gandum setelah perlakuan mutagen
mengikuti seleksi tipe mutan yang diinginkan (Sakin et al. 2004).
Proses pemuliaan mutasi tanaman penyerbuk sendiri seperti pada gandum
dapat didasarkan pada seleksi populasi bersegregasi hasil induksi mutasi, sampai
masing-masing kelompok galur mutan terpilih menjadi homozigot. Pemilihan
tetua gandum dalam menyusun program pemuliaan tanaman adalah suatu hal

10
kritis karena berhasil tidaknya program tergantung pada segregan keturunan hasil
perluasan keragaman genetik baik persilangan antar tetua maupun induksi mutasi,
khususnya ketika bertujuan untuk memperbaiki karakter kuantitatif seperti hasil.
Untuk membantu pemulia dalam proses identifikasi galur yang lebih baik,
beberapa metode analisis divergen berdasar karakter kuantitatif diajukan untuk
menyesuaikan banyak tujuan (Sakin et al. 2005).
Penggunaan Sinar Gamma dalam Induksi Mutasi
Tipe perlakuan mutagenik adalah faktor yang penting untuk mendapatkan
hasil sukses dalam pemuliaan mutasi. Mutagen fisik seperti iradiasi pengion (sinar
gamma dan sinar-X), telah banyak digunakan untuk menginduksi mutasi dan
banyak varietas mutan yang dihasilkan serta dilepas (Human 2003).
Iradiasi pengion menurut tipenya dikelompokkan ke dalam radiasi dengan
transfer energi linier (Linier Energy Transfer atau LET) rendah seperti sinar
gamma dan sinar-X serta iradiasi dengan LET tinggi seperti partikel ion. LET
rendah memberikan energi rendah per unit panjang jalur partikel dan transfer
energi terjadi pada area yang terkena iradiasi. Iradiasi dengan LET tinggi
memberikan energi yang relatif tinggi per unit panjang jalur partikel dan transfer
energi terjadi pada wilayah yang sangat terbatas. Perbedaan ini menyebabkan
perbedaan tipe kerusakan yang ditimbulkan pada DNA kromosom (Sachs et al.
2000).
Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dan foton diserap oleh
benda melalui proses sebagain energi foton ditransformasi menjadi energi kinetik
elektron. Elektron berbelok kehilangan energi berinteraksi dengan atom dan
molekul memancarkan elektron sekunder. Beberapa elektron sekunder mencapai
energi yang cukup untuk mengionisasi langsung partikel di sekitarnya. Ionisasi
langsung partikel yang terjadi pasca iradiasi gamma tidak sepadat ionisasi pada
iradiasi sinar alpha, fast neutron maupun ion beam. Hal ini menyebabkan sinar
gamma memiliki linier energy transfer (LET) yang lebih rendah. Dampak
sekunder berupa reaksi kimia timbul sebagai akibat proses ionisasi langsung
partikel berinteraksi dengan larutan air dan oksigen yang terkandung dalam materi
yang diiradiasi membentuk elektron terhidrasi, radikal bebas, radikal peroksida
dan radikal H2O. Semua tipe radikal tersebut berkontribusi menimbulkan
perubahan struktur kimia pada materi setelah terjadi ionisasi langsung pada taraf
molekul dengan menghasilkan sistem teriradiasi. Iradiasi dengan LET rendah
membentuk jarak yang lebih jauh dari reaksi satu dengan yang lain antara radikal
dan larutan molekul, menyebabkan proses mutagenesis yang terjadi lebih acak
serta memiliki spektrum yang lebih luas (IAEA 1977).
Mutasi titik merupakan tipe mutasi yang dihasilkan mutagen kimia dan
mutasi insersi adalah tipe mutasi yang dihasilkan melalui transposon dan T-DNA,
berguna untuk mendapatkan mutasi pada gen tertentu namun seringkali gen-gen
berkombinasi berfungsi lebih dalam genom tanaman. Generasi mutan ganda yang
didapat dengan menyilangkan mutan untuk masing-masing gen akan menjelaskan
fungsi lebih dua gen tersebut, tetapi hal ini sulit dilakukan karena adanya pautan
genetik yan tinggi. T-DNA atau EMS mengubah hanya satu gen per mutasi, tetapi
suatu delesi yang besar hasil perlakuan iradiasi sinar gamma dapat berguna karena
mampu menghapus beberapa pengulangan gen secara simultan. Sinar gamma

11
yang menginduksi delesi kecil maupun besar dapat digunakan untuk menganalisia
fungsi gen dalam genom. Penggunaan induksi iradiasi adalah untuk membentuk
mutagenesis sistem yang mengatur karakteristik kerusakan DNA dan frekuensi
mutasi mel