Kajian kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L.f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

i

KAJIAN KELESTARIAN PRODUKSI HASIL
HUTAN KAYU JATI ( Tectona grandis L. f)
KPH JATIROGO PERUM PERHUTANI
UNIT II JAWA TIMUR

DESI ANGGRAINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ii

RINGKASAN
DESI ANGGRAINI (E14102010). Kajian Kelestarian Produksi Hasil Hutan
Kayu Jati (Tectona grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. Dibawah bimbingan AHMAD HADJIB

Pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara lestari
atau biasa disebut prinsip kelestarian hasil merupakan syarat terbentuknya hutan
normal. Hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur
normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen tersebut merupakan
syarat terbentuknya hutan normal. Jika syarat-syarat hutan normal tersebut tidak
terpenuhi maka akan terjadi overcutting atau undercutting. Saat ini pengelolaan
hutan jati di Pulau Jawa tidak sesuai dengan konsep hutan normal yang ideal
dimana struktur hutannya (kelas umur) tidak ideal dikhawatirkan akan
mempengaruhi kesinambungan produksi dimasa depan. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk grafik kelas umur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik, yang berarti
bahwa semakin tua tegakan, luas kelas umur cenderung berkurang. Penelitian ini
bermaksud untuk mengkaji kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona
grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada sebelum
penjarahan dan setelah terjadi penjarahan.
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi stuktur kelas hutan produktif
dua jangka ke depan dan menilai tingkat kelestarian hutan (kelestarian
sumberdaya hutan dan kelestarian hasil) dua jangka ke depan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data hasil risalah jangka
1979-1988, jangka 1988-1997, jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela
(risalah kilat) 2003-2007. Untuk dapat memprediksi struktur kelas hutan produktif

dan produksi kayu jati jangka ke depan serta menilai tingkat kelestarian hutannya
diperlukan model proyeksi. Model proyeksi yang digunakan dalam pengujian ini
memiliki tiga faktor koreksi yaitu : faktor koreksi tingkat kelestarian (FK.1),
faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2) dan faktor koreksi
penambahan miskin riap (FK.3). Perhitungan besarnya variabel FK1, FK2, FK3
menggunakan data hasil risalah hutan selama tiga jangka (1979-1988, 1988-1997,
1998-2007) dan data hasil risalah sela jangka 2003-2007. Asumsi yang digunakan
untuk memprediksi struktur tegakan hutan dan tebangan A.2 dua jangka ke depan
yaitu : (1) rata-rata bonita, (2) rata-rata Kepadatan Bidang Dasar (KBD), (3)
asumsi JPP, (4) aturan selama periode proyeksi mengikuti aturan yang berlaku
saat ini seperti pada seperti pada sistem perencanaan Perhutani, maka perhitungan
etat dan rencana tebangan diulang/direvisi setiap 10 tahun. Etat massa/etat volume
dihitung berdasarkan potensi pada Umur Tebang Rata-rata (UTR) untuk semua
kelas umur dibagi dengan daur, dengan asumsi tingkat kelestarian semua kelas
umur sama yaitu 100 % dan struktur hutan adalah hutan normal, yaitu masingmasing KU memiliki luasan yang relatif sama. Sedangkan rencana tebangan A.2
disusun berdasarkan potensi riil tebangan dalam jangka yang bersangkutan. (5)
tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap etat
tebangan misalnya perubahan daur. Walaupun pada kenyataannya perubahan
(pengurangan) daur yang mengakibatkan peningkatan etat tebangan hanya akan
berpengaruh terhadap luas tebangan apabila potensi riil tebangan pada suatu


iii

jangka melebihi etat tebangan sebelum perubahan. Sedangkan apabila potensi
nyata tebangan suatu jangka jauh di bawah etat tebangan maka perubahan daur
atau penambahan etat tidak akan mempengaruhi luas tebangan. (6) Umur Tebang
Minimum (UTM). Untuk melihat apakah kelestarian hutan dapat diwujudkan di
KPH Jatirogo selama dua jangka ke depan, maka dilakukan pendekatan dengan
menggunakan dua indikator yaitu kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian
hasil (sustained yield). Dalam hal ini kelestarian hutan dapat diwujudkan apabila
kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil terwujud. Kelestarian
sumberdaya hutan hutan terwujud apabila ada indikasi bahwa potensi hutan tidak
mengalami penurunan di masa yang akan datang dan keamanan hutan cukup
terjaga, sedangkan kelestarian hasil terwujud apabila ada indikasi bahwa tebangan
dapat direalisasikan secara kontinyu di masa yang akan datang.
Luas hutan produktif meningkat dari setiap jangkanya, dari jangka 20042013 sampai jangka 2014-2023 terjadi peningkatan luas hutan produktif sebesar
117 Ha, dari jangka 2014-2023 sampai jangka 2024-2033 terjadi peningkatan luas
hutan produktif sebesar 296 Ha. Dan sebaliknya terjadi penurunan Tanah Kosong
(TK)/Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) dari setiap jangka, jangka 20142023 terjadi penurunan luas Tanah Kosong (TK)/Tanaman Jati Bertumbuhan
Kurang (TJBK)sebesar 117 Ha dari jangka sebelumnya yaitu jangka 2004-2013,

jangka 2024-2033 terjadi penurunan luas Tanah Kosong (TK)/Tanaman Jati
Bertumbuhan Kurang (TJBK) sebesar 296 Ha dari jangka sebelumnya yaitu
jangka 2014-2023. Jumlah etat luas maupun etat volume relatif stabil, pada
kisaran 134,45 Ha-144,08 Ha untuk etat luas dan 13.427 m3-114.541 m3 untuk
etat massa/volume. Peningkatan etat luas dari setiap jangka, ini menunjukan jatah
tebangan dua jangka ke depan lebih banyak dari jangka sekarang. Rencana
tebangan A.2 yang dibuat berdasarkan potensi riil pada masing-masing jangka
terlihat berfluktuasi dari jangka ke jangka. Luas tebangan per tahun terjadi
penurunan pada jangka 2014-2023 bila dibandingkan dengan jangka 2004-2013
yaitu sebesar 65,95 Ha/tahun dan meningkat kembali pada jangka 2024-2033,
begitu juga volume tebangannya yang menurun pada jangka 2014-2023 dan
meningkat kembali pada jangka 2023-2033. Terjadinya peningkatan luas tebangan
dan volume tebangan pada jangka 2023-2033 disebabkan adanya penebangan
pada JPP, yang dilakukan pada umur 21 tahun.
Dengan tingkat kelestarian (FK.1), penambahan KU I (FK.2) dan
penambahan miskin riap (FK.3) pada masa sebelum dan saat penjarahan maka
kelestarian sumber daya hutan dapat diwujudkan. Hal ini diindikasikan oleh
potensi sumber daya hutan yang tidak mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Berdasarkan prediksi kondisi rata-rata dari tiga jangka sebelumnya maka selama
dua jangka ke depan (2014-2033) kelestarian hasil hutan (sustained yield) dapat

dicapai.

iv

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
”Kajian Kelestarian Produksi Hasil Hutan kayu Jati (Tectona grandis L. f)
KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” ini dengan baik.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sedikit banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ayah (Thamrin Chaniago), Ibu (Elidawati) dan Adik-adikku (Yulia Fitri dan
Nurmala Sari) yang telah menjadi semangat penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
2. Tante Tin, Tante Epi, Pak Etek Rul, Uni Nini, aa Mul yang telah membantu
penulis dalam hal keuangan.
3. Ir. Ahmad Hadjib, MS, atas kesabarannya dalam membimbing dan
mengarahkan penulis selama proses penyelesaian skripsi.

4. Staf Pegawai KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
5. Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji dan Ir. Siswoyo, M.Si. selaku dosen penguji
yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji saya
6. Keluarga besarku di Cilacap, di Yogyakarta, di Jakarta dan di Payakumbuh
7. Teman satu bimbingan (Ivon Melisa, Sutjie Dwi Utami) dan sahabatsahabatku (Ari, Cempaka, Ida, Vivi, Radna, Wawid) yang telah membantu
penulis baik secara moril maupun materil.
8. Anak-anak puri naon (Dodi, Getri, Ucup, Agung, Edwin), anak-anak kosan
Nadiya (Ni epil, Mila, Inne, Dini, Linda, Sri) yang telah membantu saya
keluar dari keterpurukan, Memoy Munajah THH’39 atas semangatnya selama
ini, Kang Adjat atas nasehatnya selama ini, semoga persahabatan dan
persaudaraan kita dapat tetap kokoh hingga akhir nanti.
9. Seseorang yang telah banyak membantu dan menjaga saya selama satu tahun
ini Hari Nugraha (Pacul) KSH 39

v

10. Teman-teman MNH’39, THH’39, KSH’39, BDH’39 serta pihak lainnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis

harapkan untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian yang sebaikbaiknya. Semoga skripsi ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, September 2006

Desi Anggraini

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dumai pada tanggal 23 Desember 1983 dari ayah
Thamrin Chaniago dan ibu Elidawati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negri 1 Suliki Kabupaten 50 Kota dan
pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi
Forest Management Study Club (FMSC), Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB dan KSBMR Fakultas Kehutanan IPB.
Penulis juga pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan

Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum pengelolaan hutan bersama
mahasiswa Universitas Gajah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005.
Selanjutnya penulis mengikuti Pratek Kerja Lapang (PKL) di PT. Musi Hutan
Persada Sumatera Selatan selama dua bulan.
Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kehutanan, penulis membuat
skripsi yang berjudul “Kajian Kelestarian Produksi Hutan Kayu Jati (Tectona
grandis L. f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ” di bawah
bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS.

7

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ...................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
PENDAHULUAN

Latar Belakang ..................................................................................... 1
Maksud Penelitian ................................................................................ 3
Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) ........................... 4
Etat ....................................................................................................... 5
Konsep Hutan Normal ......................................................................... 6
Pembagian Kelas Hutan ....................................................................... 8
Pengaturan Hasil Hutan ....................................................................... 9
Bentuk Tebangan ................................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 13
Alat dan Bahan ..................................................................................... 13
Pengumpulan Data ............................................................................... 13
Analisis Data ........................................................................................ 13
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak KPH Jatirogo ............................................................................. 17
Bagian Hutan di KPH Jatirogo ............................................................. 17
Keadaan Lapangan KPH Jatirogo ........................................................ 17

Sosial Ekonomi Masyarakat Desa di Sekitar KPH Jatirogo ................ 19
Pembagian Wilayah Kerja ................................................................... 20
Gangguan Keamanan Hutan ................................................................ 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Hutan ....................................................................................... 25
Faktor Koreksi dan Asumsi .................................................................. 30
Prediksi Struktur Kelas Hutan dan Tebangan A.2 ............................... 39
Trend Kelas Hutan produktif ............................................................... 50
Trend Etat Tebangan ............................................................................ 51
Trend Produksi Tebangan A.2 ............................................................. 52
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 53
Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54

8

DAFTAR TABEL
No


Halaman
Teks

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Gangguan Keamanan Hutan ............................................................. 21
Pendapatan KPH Jatirogo Dalam Tujuh Tahun ................................ 24
Luas Hutan Produktif Pada Empat Jangka ........................................ 25
Potensi Tebangan A.2 KPH Jatirogo ................................................ 28
Perubahan Kelas Umur Pada Tiga Jangka ........................................ 31
Persen Perubahan Per Kelas Umur dengan Mempertimbangkan
Hasil Risalah Kilat ............................................................................ 32
Perhitungan FK.1 .............................................................................. 33
Koreksi Struktur Kelas Umur Jangka Lalu dengan Angka
Kerusakan Masing-masing Kelas Umur ........................................... 34
Penambahan Miskin Riap ................................................................. 35
Rata-rata Bonita ................................................................................ 36
Rata-rata KBD ................................................................................... 37
Struktur Kelas Hutan Produktif......................................................... 39
Kelas-kelas Hutan Awal Jangka 2004-2013 ..................................... 40
Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2014-2023 ........ 41
Perhitungan Estimasi Luas Miskin Riap Awal Jangka 2014-2023 ... 42
Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2014-2023 ................. 43
Perhitungan Etat dan Massa kayu Awal Jangka 2014-2023 ............. 43
Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2014-2023 ............................. 44
Perhitungan Estimasi Luas Tanaman Awal Jangka 2024-2033 ........ 45
Perhitungan Estimasi Luas Miskin Riap Awal Jangka 2024-2033 ... 46
Estimasi Susunan Kelas Hutan Awal Jangka 2024-2033 ................. 47
Perhitungan Etat dan Massa kayu Awal Jangka 2024-2033 ............. 47
Estimasi Tebangan A.2 Awal Jangka 2024-2033 ............................. 48
Proyeksi Struktur Kelas Hutan Produktif
Dua Jangka Ke Depan ....................................................................... 49

9

10

DAFTAR GAMBAR
No

Halaman
Teks

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Grafik Volume Tegakan Persediaan Normal
(Normal Growing Stock)................................................................... 7
Hubungan Luas dengan Kelas Umur Pada Konsep Hutan Normal .. 14
Alur Pikir Analisis ............................................................................ 16
Besarnya Kerugian Akibat Gangguan Keamanan Hutan .................. 22
Grafik Perbandingan Kelas Hutan Produktif Empat Jangka ............. 26
Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Empat Jangka .............. 27
Grafik Perbandingan Etat Luas dan Etat Volume Empat Jangka ..... 27
Grafik Rencana dan Realisasi Tebangan A.2 KPH Jatirogo ....... .......29
Grafik Perbandingan Tingkat Koreksi .............................................. 34
Proyeksi Hutan Produktif Non JPP Selama
Dua Jangka Ke Depan ....................................................................... 50
Proyeksi Hutan Produktif JPP Selama Dua
Jangka Ke Depan .............................................................................. 50
Etat Tebangan Dua Jangka Ke Depan............................................... 51
Rencana Tebang Non JPP dan JPP ................................................... 52

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumberdaya alam yang dalam penggunaannya dapat
dipulihkan kembali (renewable). Pemanfaatan dan pengelolaan hutan bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan aspek
kelestariannya. Kelestarian sumberdaya hutan yang dimaksud adalah penyediaan
hasil hutan yang teratur dan kontinyu yang dapat dimanfaatkan sesuai kapasitas
atau kemampuan maksimum sumberdaya hutan tersebut.
Pada sumberdaya alam yang dapat dipulihkan terutama hutan, di dalam
pendayagunaannya memerlukan pengelolaan yang tepat, yang sejauh mungkin
mencegah atau mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menjamin
kelestarian sumberdaya hutan untuk kepentingan generasi yang akan datang.
Salah satu hutan yang telah dikelola dan diusahakan secara lestari oleh
Perum Perhutani adalah jati (Tectona grandis L. f) di Pulau Jawa. Sampai saat ini
produk hutan jati berupa kayu jati masih banyak diminati oleh konsumen karena
sifat-sifatnya yang baik seperti keawetan dan keindahannya. Kayu jati merupakan
kayu yang sangat disukai untuk bahan bangunan, alat rumah tangga dan keperluan
lainnya. Nilai kayu jati yang tinggi tersebut diperoleh melalui daur yang panjang.
Daur yang digunakan Perum Perhutani berkisar antara 40-90 tahun. Dalam waktu
yang panjang tersebut berbagai tantangan dan gangguan yang dihadapi Perum
Perhutani seperti tingkat pencurian kayu yang tinggi, terjadinya kebakaran dan
pembakaran hutan berulang-ulang, bibrikan, penggembalaan, penyerobotan lahan,
serangan hama dan penyakit serta gangguan lainnya, dapat menyebabkan
penurunan pertumbuhan dan kesehatan jati. Untuk mewujudkan pengelolaan
hutan yang berazaskan kelestarian perlu dilakukan upaya penanganan yang serius
dan terencana yang mencerminkan adanya usaha untuk mempertahankan
sumberdaya hutan secara gigih.
Pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara lestari
atau biasa disebut prinsip kelestarian hasil merupakan syarat terbentuknya hutan
normal. Hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur
normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen tersebut merupakan
syarat terbentuknya hutan normal. Jika syarat-syarat hutan normal tersebut tidak

12

terpenuhi maka akan terjadi overcutting atau undercutting. Saat ini pengelolaan
hutan jati di Pulau Jawa tidak sesuai dengan konsep hutan normal yang ideal
dimana struktur hutannya (kelas umur) tidak ideal dikhawatirkan akan
mempengaruhi kesinambungan produksi dimasa depan. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk grafik kelas umur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik, yang berarti
bahwa semakin tua tegakan, luas kelas umur cenderung berkurang. Sehingga
kemantapan potensi hutan yang mampu berproduksi dan berfungsi secara
maksimal sesuai dengan kemampuan ekologisnya, serta kemantapan sistem
pengusahaan hutan yang mampu menghasilkan barang dan jasa bagi kemanfaatan
umum dan perusahaan atau negara secara berimbang kurang terjamin.
Pengelolaan hutan yang diinginkan saat ini yaitu mendapatkan susunan
kelas umur yang masing-masing luas kelas umurnya proporsional dan berurutan
sehingga produk tahunannya kurang lebih sama (susunan kelas umur yang
normal). Tegakannya tertata penuh dan erat kaitannya dengan pengelolaan hutan
yang lestari (sustained yield forest management). Untuk itu perlu adanya
pengaturan hasil hutan yang mencakup tiga kegiatan, yaitu perhitungan etat,
pemisahan hasil tebangan akhir dan penjarangan, dan penyusunan rencana
tebangan. Metode pengaturan hasil yang digunakan untuk mengelola hutan jati di
Pulau Jawa sekarang ini adalah metode umur tebang rata-rata. Sebagaimna
tercantum dalam SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Penaksiran
potensi produksi dilakukan pada umur tebang rata-rata bukan pada akhir daur.
Umur tebang rata-rata sama dengan umur rata-rata kelas perusahaan ditambah
dengan setengah daur. Cara perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa
rata-rata dari kelas hutan yang ada akan mencapai umur tebang setelah jangka
waktu setengah daur. Perhitungan etat dilakukan pada Tebangan A.2 (kelas-kelas
hutan produktif).
Pada saat pengelolaan hutan jati di bawah kendali pemerintahan Hindia
Belanda kondisi hutan relatif normal, kelas-kelas hutan umur tua masih
mendominasi. Sesuai dengan Instruksi Pengaturan Hasil Hutan tahun 1938,
penaksiran volume untuk menghitung etat dilakukan pada akhir daur. Akan tetapi
setelah masa penjajahan Jepang dan era kemerdekaan, potensi hutan tanaman di
Pulau jawa merosot, kelas-kelas hutan umur muda semakin mendominasi

13

sehingga kurang memungkinkan untuk dilakukan tebangan pada akhir daur.
Menyikapi kondisi penurunan potensi hutan tersebut, lahirlah konsep perhitungan
etat dengan pendekatan umur tebang rata-rata (UTR) sebagaiman tercantum dalam
SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974.
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo merupakan salah satu unit
usaha pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, dengan daya dukung potensi
sumberdaya hutan, kinerja pengusahaan, dinamika lingkungan dan faktor-faktor
lainnya diharapkan dapat menjadi suatu unit bisnis strategis yang mampu
mempertahankan keberlangsungan produksi dan pengusahaanya dengan tetap
memprioritaskan kelestarian hutannya.

Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah melakukan kajian kelestarian potensi dan
produksi hasil hutan kayu jati untuk dua jangka waktu ke depan dalam rangka
mengetahui prospek pengelolaan hutan di KPH Jatirogo.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi stuktur kelas hutan produktif
dua jangka ke depan dan menilai tingkat kelestarian hutan (kelestarian
sumberdaya hutan dan kelestarian hasil) dua jangka ke depan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan
dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai produksi kayu untuk
mewujudkan konsep kelestarian di KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur.

14

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006 di KPH Jatirogo Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur.

Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : alat tulis,
kalkulator, microsof office, dan microsof excel, sedangkan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data hasil risalah jangka 1979-1988, jangka 19881997, jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela (risalah kilat) 2003-2007.

Pengumpulan Data
Penelitian ini memanfaatkan data yang telah ada di perusahaan (data
sekunder), sehingga kemantapan hasil penelitian ini sangat tergantung dari
keakuratan data perusahaan yang dianalisis. Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data hasil risalah jangka 1979-1988, jangka 1988-1997,
jangka 1998-2007 dan data hasil risalah sela (risalah kilat) 2003-2007.

Analisis Data
Pengelolan hutan yang masih dianut sampai saat ini untuk hutan tanaman
adalah untuk mendapatkan susunan kelas umur yang masing-masing luasnya sama
sehingga hasil tahunannya kurang lebih sama. Selain itu terpeliharanya kelanjutan
fungsi ekologis dari ekosistem dan fungsi sosial ekonomi dan budaya masyarakat
khususnya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
Di dalam pengelolaan hutan tanaman agar pengelolan itu efisien dan
terencana dengan baik maka harus ada keadaan hutan yang ideal untuk dijadikan
standar. Keadaan hutan yang normal ini sering disebut keadan hutan yang ideal.
Hutan noramal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur
normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen merupakan syarat
utama terbentuknya hutan normal.

15

Luas

KU
Gambar 2. Hubungan Luas dengan Kelas Umur Pada Konsep Hutan Normal
Gambar 2. di atas menunjukan konsep hutan normal di mana masingmasing kelas umur memiliki luasan yang sama dan berurutan sehingga hasil setiap
tahunnya sama.
Kenyataan saat ini konsep hutan normal sulit dicapai karena ada berbagai
tantangan dan rintangan dalam pengelolaannya. Pengaturan hasil yang
dipergunakan oleh Perum Perhutani adalah Metode Umur Tebang rata-rata (UTR)
sesuai dengan SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Umur tebang ratarata besarnya sama dengan umur rata-rata kelas perusahaan ditambah dengan
setengah daur.

UTR = umur rata-rata kelas perusahaan + ½ daur
Etat didefinisikan sebagai suatu angka yang mengambarkan besarnya tebangan
yang boleh dilakukan selama jangka waktu tertentu. Besarnya etat tersebut harus
dihitung sedemikian rupa sehingga asas kelestarian perusahaan dapat terwujud.
Dalam pengusahaan hutan dikenal dua macam etat, yaitu etat luas dan etat
volume. Etat luas adalah angka yang menggambarkan luas hutan yang boleh
ditebang selama jangka waktu tertentu (kontrol luas tanaman tiap tahunnya)
sehingga kelestarian dapat terwujud. Sedangkan etat volume adalah angka yang
menggambarkan besarnya volume kayu yang boleh diambil dari hutan selama
jangka waktu tertentu (kontrol kelestarian hasil) sehingga asas kelestarian tidak
terganggu.
Etat Luas =

L
D

Etat Volume =

V1 + V 2
D

16

Dimana : L

= luas areal produktif

D

= daur

V1

= volume kayu tegakan kelas umur pada UTR

V2

= volume kayu hutan miskin riap

Untuk dapat memprediksi struktur kelas hutan produktif dan produksi
kayu jati jangka ke depan serta menilai tingkat kelestarian hutannya diperlukan
model proyeksi. Model proyeksi yang digunakan dalam pengujian ini memiliki
tiga komponen atau variabel (Faktor Koreksi) yaitu : faktor koreksi tingkat
kelestarian (FK.1), faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2) dan
faktor koreksi penambahan miskin riap (FK.3). Perhitungan besarnya variabel
FK1, FK2, FK3 menggunakan data hasil risalah hutan selama tiga jangka (19791988, 1988-1997, 1998-2007) dan data hasil risalah sela jangka 2003-2007.
Asumsi yang digunakan untuk memprediksi struktur tegakan hutan dan
tebangan A.2 dua jangka ke depan yaitu rata-rata bonita, rata-rata Kepadatan
Bidang Dasar (KBD), asumsi JPP, aturan selama periode proyeksi mengikuti
aturan yang berlaku saat ini, tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh
signifikan terhadap etat tebangan, umur tebang minimum. Dari faktor-faktor
koreksi dan asumsi-asumsi tersebut dapat diprediksi kelas-kelas hutan produktif
untuk jangka ke depan.
Untuk melihat apakah kelestarian hutan dapat diwujudkan di KPH Jatirogo
selama dua jangka ke depan, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan
dua indikator yaitu kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil (sustained
yield). Dalam hal ini kelestarian hutan dapat diwujudkan apabila kelestarian
sumberdaya hutan dan kelestarian hasil terwujud. Kelestarian sumberdaya hutan
hutan terwujud apabila ada indikasi bahwa potensi hutan tidak mengalami
penurunan di masa yang akan datang dan keamanan hutan cukup terjaga,
sedangkan kelestarian hasil terwujud apabila ada indikasi bahwa tebangan dapat
direalisasikan secara kontinyu di masa yang akan datang.

17

Alur Pikir
Struktur Kelas Hutan
Produktif Jangka Lalu

Realisasi Kegiatan
Pengelolaan
(Tebangan/Tanaman)

Massa Kayu+Etat
Jangka Lalu

Faktor Koreksi & asumsi :
- Kerusakan hutan
- Penambahan MR
- Penambahan KU I
- Rata-rata Bonita & KBD
- Kebijakan JPP
- Trend Produksi

Prediksi Struktur Kelas Hutan
Produktif Dua Jangka Kedepan

Prediksi Produksi Tebang A2 Dua
Jangka kedepan

Kesimpulan Analisis
Lestari

Gambar 3. Alur Pikir Analisis

18

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak KPH Jatirogo

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo dengan luas wilayah :
18.763,7 Ha, secara administratif ketata prajaan sebagian besar berada di Daerah
Kabupaten Tuban dan sebagian kecil berada di Kabupaten Bojonegoro, dengan
batas hutan sebagai berikut :
Bagian Utara

: Laut Jawa

Bagian Timur

: KPH Parengan, KPH Tuban

Bagian Selatan

: KPH Parengan

Bagian Barat

: KPH Kebonharjo, KPH Cepu

Letak geografis kawasan hutan KPH Jatirogo berada pada 109o43’28” s/d
110o24’35” BT, 6o51’22” s/d 7o7’17” LS. Adapun kantor KPH Jatirogo
berkedudukan di Jatirogo

Bagian Hutan di KPH Jatirogo

Bagian Hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai kesatuan
produksi dan kesatuan eksploitasi. Dengan demikian diharapkan dapat
menghasilkan kayu setiap tahun secara terus menerus dalam jumlah yang
memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik dan sesuai dengan azas kelestarian
hutan. KPH Jatirogo wilayah hutannya seluas 18.763,7 Ha, terbagi dalam tiga
Bagian Hutan yaitu : Bagian Hutan Bangilan dengan luas 5.826,7 Ha, Bagian
Hutan Ngijo dengan luas 6.539,3 Ha, Bagian Hutan Bancar dengan luas 6.397,7
Ha.

Keadaan Lapangan KPH Jatirogo

Topografi lapangan wilayah hutan KPH Jatirogo secara umum adalah
datar sampai miring terutama bagi daerah sebelah timur laut dengan kemiringan
berkisar antara 0-8 %. Tanah-tanah di wilayah KPH Jatirogo secara umum baik
untuk kelas perusahaan jati, dan dengan kemiringan tersebut cocok dengan sistem
tebang habis. Bagian Hutan Bancar dan Ngijo disamping lapangannya berombak
juga terdapat daerah yang miring dan sebagian bergelombang. Daerah tersebut

19

berbukit-bukit

dan

keadaan

tanahnya

berbatu,

mengakibatkan

tegakan

pertumbuhannya kurang begitu baik, demikian pula untuk bagian hutan Bangilan
keadaannya tidak jauh berbeda.
Menurut pembagian wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai), kawasan hutan
KPH Jatirogo termasuk ke dalam DAS Solo. Sungai yang termasuk besar di KPH
Jatirogo adalah Kali Kening, yang merupakan cabang dari Bengawan Solo
melintasi Bagian Hutan Bangilan sampai pada pertemuan Kali Solo di
Bojonegoro.
Berdasarkan penelitian tanah yang dilakukan di KPH Jatirogo, macam
tanah di KPH Jatirogo adalah Grumusol, Mediteran dan Litosol.
Wilayah hutan KPH Jatirogo terletak pada daerah dengan musim hujan
dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan
terdapat beberapa stasiun hujan sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat
diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Type iklim
(Schmidt dan Ferguson) kawasan hutan KPH Jatirogo berdasarkan buku RPKH
Jangka Perusahaan tahun 1998-2007 adalah termasuk pada type iklim D. Jatirogo
yang beriklim D sangat tepat ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan Jati.
Infrastruktur yang tersedia di KPH Jatirogo untuk menjalankan kegiatan
pengelolaan hutan adalah sebagai berikut ;
1. Jalan Lori
Jalan-jalan lori berpangkalan di TPK Bancar dan TPK Wotsogoso serta TPN
Sokogancar.

Namun

jalan

lori

tersebut

tidak

dapat

bertahan

terus

penggunaannya disebabkan lokasi tebangan semakin jauh, sedangkan untuk
tetap memperpanjang jalan lori terbentur kepada keadaan lapangan yang
bergelombang sehingga biaya investasinya sangat tinggi. Dengan demikin jalan
lori tidak ada penambahan. Untuk saat ini jalan-jalan lori yang ada sudah tidak
berfungsi lagi sebagai prasarana angkutan, bahkan ada kecenderungan jalan lori
ini diubah menjadi jalan mobil.
2. Jalan Mobil
Seluruh jalan mobil yang ada di KPH Jatirogo secara umum merupakan jalan
propinsi dan daerah. Jalan mobil tesebut adalah jalan yang pernah digunakan
oleh Jawatan Kehutanan dan pada waktu itu hanya dilalui atau dilewati

20

kendaraan ringan seperti cikar, gerobak dll, sehingga kualitas jalan kurang
sempurna. Karena saat ini kemajuan teknologi serta alat komunikasi begitu
pesat maka penggunaan jalan mobil saat ini juga meningkat. Panjang jalan
mobil yang ada pada kawasan hutan ini adalah 1.649,11 Hm, yang terdiri dari
jalan yang sudah diperkeras 1.291,54 Hm dan jalan yang belum diperkeras
357,57 Hm.
3. Tempat Penimbunan Kayu (TPK)
Guna mempermudah pemasaran produk hasil hutan berupa kayu, KPH Jatirogo
memiliki beberapa TPK yaitu TPK Wotsogo dengan luas 7,7680 Ha, TPK
Bancar dengan luas 32,318 Ha, TPK Sokongancar dengan luas 13,3978 Ha.

Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Di Sekitar KPH Jatirogo
Pembangunan Desa Hutan

Keadaan tingkat sosial ekonomi penduduk masyarakat desa, khususnya
masyarakat desa yang berada di sekitar hutan erat hubungannya dengan tingkat
dan bentuk interaksi (baik positif maupun negatif) masyarakat terhadap alam
lingkungannya termasuk hutan itu sendiri.
Gambaran

pengembangan

atau

peningkatatn

kehidupan

ekonomi

masyarakat pedesaaan tercermin dari program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang
dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1994.
Kependudukan

Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk wilayah kerja KPH
Jatirogo adalah 326.041 orang, terdiri dari 159.583 orang laki-laki dan 166.508
orang perempuan. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja guna pekerjaan di
hutan seperti tebangan, tanaman dan lain-lain cukup tersedia, namun pada daerahdaerah tertentu mulai dirasakan adanya kendala dalam mencari tenaga kerja,
khususnya pesanggem. Hal ini disebabkan lapangan pekerjaan bidang tanaman
kehutanan kurang diminati oleh masyarakat, lebih-lebih angkatan muda disamping
adanya lapangan pekerjaan di sektor lain.

21

Mata Pencaharian

Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani, di
samping ada yang sebagai buruh, pegawai/ABRI, pedagang, industri/ kerajinan
dll.
Pembagian Wilayah Kerja

KPH Jatirogo dalam melaksanakan kegiatan pengelolaannya terbagi ke
dalam beberapa wilayah kerja BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan
RPH (Resort Pemangkuan Hutan).
1. BKPH Bangilan
a. RPH Kebonduren

b. RPH Karanggeneng

c. RPH Kejuron

d. RPH Nglateng

2. BKPH Bate
a. RPH Kaligede

b. RPH Sukomedalem

c. RPH Guwaran

d. RPH Bate

3. BKPH Sekaran
a. RPH Bangsri

b. RPH Sadang

c. RPH Demit

d. RPH Ngijo

4. BKPH Bahoro
a. RPH Banjarwaru

b. RPH Tuwiwiyan

c. RPH Tawun

d. RPH Bakalan

5. BKPH Bancar
a. RPH Sukoharjo

b. RPH Jatisari

c. RPH Siding

d. RPH Sekaran

6. BKPH Ngulahan
a. RPH Dikir

c. RPH Gandu

b. RPH Ngelo

Gangguan Keamanan Hutan

Pengamanan hutan diartikan sebagai usaha untuk melindungi hutan dari
segala

bentuk

kekuatan

yang

merusak/menganggu

keamanan

kerusakan/gangguan hutan tersebut umumnya disebabkan oleh :
1. Pencurian dan perencekan kayu jati

hutan,

22

2. Kebakaran hutan
3. Penggembalaan
4. Bibrikan
5. Sengketa tanah
Urutan kerawanan hutan dari penyebab kerusakan pada suatu daerah berbeda-beda
dan tergantung pada kondisi setempat. Perbandingan gangguan keamanan hutan
dalam enam tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Gangguan Keamanan Hutan
No
1
1

2

3

4

5

6

Uraian
2
Pencurian pohon
a. Jumlah (pohon)
b. Kerugian (x Rp. 1000)
Bibrikan
a. Luas (ha)
b. Kerugian (X Rp.1000)
Perusakan Hutan
a. Luas (ha)
b. Jumlah pohon (batang)
c. Kerugian (x Rp. 1000)
Penggembalaaan
a. Luas (ha)
b. Kerugian (X Rp.1000)
Kebakaran
a. Luas (ha)
b. Jumlah pohon (batang)
c. Kerugian (x Rp. 1000)
Bencana alam
a. Luas (ha)
b. Jumlah pohon (batang)
c. Kerugian (x Rp. 1000)
Jumlah Kerugian(x
Rp.1000)

Realisasi (Tahun)
2002
2003
5
6

2000
3

2001
4

2004
7

2005
8

2006*
9

6.326
2.178.041

28.052
15.181.534

10.102
3.322.147

4.122
661.880

3.747
606.990

4.322
851.170

1.259
170.535

15
6.080

40
16.120

0
100

5
2.000

0
0

0
0

0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
123
341

0
28
73

22
2.532

88
11.157

9
1.260

0
0

73
11.763

19
2.393

9
1.650

92
0
19.548

55
0
10.175

138
0
51.543

200
0
34.640

185
0
28.600

106
0
19.996

0
0
0

0
28
28

0
26
0

0
26
0

0
38
0

0
1
968

0
132
75

10
324
0

2.206.229

15.218.986

3.375.050

698.520

648.321

873.975

172.258

Sumber : Data Laporan Gangguan Keamanan Hutan Tahun 2000-2006 KPH
Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
Catatan * : Rincian Gangguan Keamanan Hutan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei
Pada tahun 2000-2002 terjadi penjarahan secara besar-besaran di Perum
Perhutani yang dilakukan oleh masyarakat khususnya di KPH Jatirogo yang
merupakan penghasil jati yang diandalkan pada Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur ini. Dari Tabel 1. di atas KPH Jatirogo mengalami kerugian yang terbesar
pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 15.218.986.000, kerugian terbesar dari
pencurian kayu yaitu sebesar Rp 15.181.534.000 atau sebesar 99,75% dari total

23

kerugian pada tahun 2001. Pada tahun 2000 KPH Jatirogo juga mengalami
kerugian yang besar yaitu sebesar Rp 2.026.229.000, begitu juga pada tahun 2002
yaitu sebesar Rp 3.375.050.000. Besarnya kerugian akibat gangguan keamanan
hutan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Biaya (x Rp 1000)

Grafik Kerugian Gangguan Keamanan
16,000,000
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0

Biaya

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Tahun

Gambar 4. Besarnya Kerugian Akibat Gangguan Keamanan Hutan
Tindakan yang akan datang yang dilakukan KPH Jatirogo dalam
menghadapi gangguan keamanan yaitu :
1. Pencurian dan Perencekan
a. Aktif dan tertib dalam pembuatan huruf A (reporting dan recording)
b. Melaksanakan patroli terus menerus selama 24 jam, diperlukan tenaga polter
enam (6) orang per RPH, untuk RPH yang sangat rawan, dimungkinkan
ditambah sesuai kebutuhan
c. Pembangunan Masyarakat Desa Sekitar Hutan (PMDH) perlu ditingkatkan
d. Penyuluhan secara shock terapi dengan cara : mengadakan patroli gabungan
(show of force) bersama instansi terkait dan melaksanakan penggeledahan
secara terpadu dengan instansi terkait pada desa-desa yang penduduknya patut
diduga sering mencuri kayu
e. Koordinasi dengan instansi terkait perlu ditingkatkan
f. Terhadap alur yang tidak digunakan lalu lintas umum maupun angkutan hasil
hutan, agar dibuatkan palang pintu dan terkunci. Hal ini dimaksudkan agar
tidak digunakan untuk lalu lintas pencurian kayu
g. Perlu disediakan dana yang memadai dalam menunjang kegiatan pengamanan

24

h. Ditingkatkannya pengamanan hutan dengan sistem Patroli Tunggal Mandiri
(PTM), serta melengkapi sarana dan prasarananya sebagaimana yang tertuang
pada SK Direksi Perum Perhutani No. 1563/KPTS/Dir/1996 Tanggal 17
Oktober 1996.
2. Penggembalaan
a. Lapangan penggembalaaan hanya dijinkan pada kelas hutan tua (KU IV keatas)
b. Pembelian pupuk kandang dari masyarakat sekitar hutan guna merangsang
masyarakat ternaknya untuk dikandangi
c. Penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT) di lahan hutan dan diusahakan
untuk dikembangkan ke tanah-tanah milik masyarakat
d. Dibuat model ”Kandang Bersama” sebagai percontohan dengan harapan dapat
ditiru oleh masyarakat
e. Koordinasi dengan instansi terkait
f. Memperketat penjagaan pada jalur-jalur jalan ternak
g. Diaktifkan tindakan represif dan preventif terhadap penggembalaan dan
disertai membuat laporan huruf A secara tertib.
3. Kebakaran
a. Perlu dibuat pos-pos pengamanan kebakaran hutan pada tempat-tempat yang
strategis
b. Mengadakan koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat (key person) guna
menciptakan otomatisasi pemadaman kebakaran hutan secara dini

oleh

masyarakat
c. Mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
d. Perlu kelengkapan sarana dan prasarana serta alat komunikasi yang memadai
e. Rekuisi tenaga Satgas Damkar yang memadai.
4. Bibrikan
a. Yang sudah terjadi segera ditutup dan direboisasi
b. Pada daerah rawan bibrikan agar lebih sering diadakan pengawasan
c. Pada daerah rawan bibrikan dapat ditanami dengan jenis tanaman bambu yang
rapat.

25

5. Sengketa Tanah
a. Terhadap tanah-tanah yang disengketakan segera diupayakan penyelesaian bila
perlu melalui jalur hukum
b. Diadakan inventarisasi terhadap tanah-tanah hutan yang dipinjam pakaikan
kepada pihak ke dua dan perijinan yang dikeluarkan untuk keperluan lain
diluar kehutanan (eksplorasi minyak, galian batu, dll) agar dikemudian hari
tidak menimbulkan masalah.
Pendapatan KPH Jatirogo melebihi dari biaya kerugian yang dialami oleh
KPH Jatirogo sehingga KPH Jatirogo tidak mengalami defisit dalam hal
keuangan. Tabel di bawah ini menunjukan pendapatan yang diterima KPH
Jatirogo dalam tujuh tahun terakhir.
Tabel 2. Pendapatan KPH Jatirogo dalam tujuh tahun
No

Uraian

Satuan

1

2

3

1

2
3
4

5
6
7

Pendapatan
-Dalam Negeri
-Luar Negeri
Jumlah
Harga Pokok Penjualan
Laba Kotor
Biaya Usaha
-Biaya Adm & Umum
-Biaya Pemasaran
Jumlah Biaya Usaha
Laba Usaha
Pendapatan Di Luar
Usaha Pokok
Laba Sebelum Pajak

2000

2001

2002

4

5

6

Tahun
2003

2004

2005

2006

7

8

9

10

Juta Rp.
Juta Rp.
Juta Rp.
Juta Rp.
Juta Rp.

31.261
0
31.261
16.141
15.120

18.523
0
18.523
7.917
10.606

29.085
0
29.085
14.576
14.509

24.589
0
24.589
13.257
11.332

19.988
0
19.988
10.960
9.028

28.588
0
28.588
8.448
20.140

6.423
0
6.423
3.974
2.449

Juta Rp.
Juta Rp.
Juta Rp.
Juta Rp.

5.206
601
5.807
9.313

4.159
413
4.572
6.034

6.768
746
7.514
6.995

6.129
477
6.606
4.726

5.957
280
6.237
2.791

5.595
348
5.943
14.197

2.137
0
2.137
312

Juta Rp.
Juta Rp.

159
9.472

154
6.188

145
7.140

155
4.881

211
3.002

281
14.478

24
336

Sumber : Data Laporan Pendapatan Tahun 2000-2006 KPH Jatirogo Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur
Catatan : Rincian Pendapatan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei

26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Hutan
Ikhtisar Kelas Hutan Produktif

Untuk memperoleh gambaran tentang perbandingan potensi kelas hutan
produktif KPH Jatirogo dilakukan penelaahan pada empat jangka yang diambil
dari Buku RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan). Buku RPKH
diperbaharui , setiap jangka 10 tahun tapi pada akhir jangka 1979-1988 yaitu pada
tahun 1988 dilakukan penyusunan kembali RPKH karena adanya penyusutan luas
hutan produktif nyata sehingga dilakukan kembali risalah pada awal jangka 1988
dengan tujuan untuk memperoleh data potensi yang lebih akurat. Begitu juga
halnya pada awal jangka 2003 dilakukan kembali risalah hutan karena pada tahun
2000-2002 terjadi penjarahan hutan secara besar-besaran yang menyebabkan
terjadinya penurunan luas hutan produktif secara dratis, risalah tersebut
dinamakan dengan risalah sela (risalah kilat) hutan. Perbandingan potensi kelas
hutan produktif pada empat jangka, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Luas hutan produktif pada empat jangka
Kelas-kelas Hutan
KU I
KU II
KU III
KU IV
KU V
KU VI
KU VII
KU VIII
KU IX
KU X
MR
MT
Jumlah

1979 - 1988
Luas (Ha)
3.531,6
1.713,1
1.702,5
1.339,2
1.414,4
712,0
845,4
966,2
850,6
85,0
2.839,9
0,0
15.999,9

Jangka Perusahaan
1988 - 1997
1998 - 2007
Luas (Ha)
Luas (Ha)
3.698,2
3.736,8
3.114,7
2.106,6
1.407,7
1.753,7
1.395,4
821,7
862,7
562,2
880,3
413,4
531,2
605,3
443,0
286,4
439,7
87,8
516,9
116,8
1.303,2
1.496,3
0,0
47,1
14.593,0
12.034,1

2003 - 2007
Luas (Ha)
5.830,0
2.244,4
1.038,0
341,0
200,6
115,2
133,9
254,6
54,1
0,0
543,9
0,0
10.755,7

Sumber : RPKH 1979-1988, RPKH 1988-1997, RPKH 1998-2007, dan RPKH
Sela 2003-2007
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas hutan produktif dari jangka ke
jangka cenderung menurun, yang berarti terjadi penurunan potensi hutan.
Penurunan potensi hutan ini terjadi selama jangka 1998-2007. Luas hutan
produktif pada awal jangka 1998-2007 dibandingkan dengan awal jangka 1988-

27

1997 turun sebesar 17,54 % dan bila dibandingkan dengan awal jangka 1979-1988
luas hutan produktif selama dua jangka telah mengalami penurunan sebesar
24,78%. Namun pada awal jangka 2003-2007 terjadi penurunan luas hutan
produktif secara dratis dari awal jangka 1979-1988 yaitu sebesar 32,78%.
Penurunan luas hutan produktif tersebut terjadi diduga karena adanya kerusakan
hutan atau gangguan keamanan hutan terutama pencurian kayu secara besarbesaran yang terjadi pada awal tahun 2000-2002 yang menyebabkan kerugian
besar pada Perum Perhutani khususnya KPH Jatirogo. Ini dapat dilihat dengan
terjadinya peningkatan kelas umur muda dan terjadinya penurunan kelas umur tua
pada setiap jangka, pada jangka 1979-1988 KU I sebesar 3.531,6, jangka 19881997 KU I sebesar 3.698,2, jangka 1998-2007 KU I sebesar 3.736,8 dan jangka
2003-2007 sebesar 5.830,0. Pada tabel di atas terlihat kelas hutan masak tebang
hanya ditemui pada jangka 1998-2007 sedangkan pada jangka 1979-1988, jangka
1988-1997 dan jangka 2003-2007 tidak ditemui kelas hutan masak tebang.
Penurunan kelas hutan produktif pada empat jangka dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
Luas Kelas Hutan Produktif Pada Empat Jangka
KU I
KU II
KU III
KU IV
KU V
KU VI
KU VII
KU VIII
KU IX
KU X
MR
MT

7.000,0
6.000,0

Luas (Ha)

5.000,0
4.000,0
3.000,0
2.000,0
1.000,0
0,0
1979 - 1988

1988 - 1997

1998 - 2007

2003 - 2007

Jangka

Gambar 5. Grafik Perbandingan Kelas Hutan Produktif Empat Jangka

28

Gambar berikut menunjukan luas hutan produktif setiap jangka dari jangka 19791988, jangka 1988-1997, jangka 1998-2007 dan jangka 2003-2007.
Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Setiap
Jangka

Luas (Ha)

18.000
16.000

15.999,9
14.593,0

14.000
12.000

12.034,1
10.755,7

10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0
1979 - 1988

1988 - 1997

Luas total hutan
produktif

1998 - 2007

2003 - 2007

Jangka

Gambar 6. Grafik Perbandingan Luas Hutan Produktif Empat Jangka
Etat

Etat adalah batasan luas dan volume tebangan per tahun yang
diperkenankan, dihitung berdasarkan pengujian sesuai ketentuan SK Dirjen
Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Untuk gambaran perbandingan etat KPH
Jatirogo dari jangka ke jangka dapat dilihat pada grafik berikut :
Perbandingan Etat Luas dengan Etat Volume Setiap
Jangka KPH Jatirogo
250
200,0
200

168,4
150,1

134,5

150
100
50

22,714

21,862

16,527

11,06

1979 - 1988

1988 - 1997

1998 - 2007

2003 - 2007

0

Jangka

Etat Luas (Ha/tahun)
Etat Volume (m3/tahun) x 1000

Gambar 7. Grafik Perbandingan Etat Luas dan Etat Volume Empat Jangka

29

Grafik di atas menunjukan terjadinya penurunan etat dari jangka ke jangka
baik etat luas maupun etat volume. Penurunan dratis terjadi pada jangka 20032007 dengan etat luas sebesar 134,7 Ha/Thn dan etat volume sebesar 11.060
m3/Thn bila dibandingkan dengan jangka 1979-1988 yaitu etat luas sebesar 200,0
Ha/Thn dan etat volume sebesar 22.714 m3/Thn. Ini juga menunjukan adanya
penurunan potensi yang disebabkan adanya gangguan keamanan hutan terutama
pencurian kayu yang saat ini masih menjadi kendala bagi Perum Perhutani di
Pulau Jawa. Pencurian kayu disebabkan nilai kayu jati yang sangat tinggi dan
sangat diminati oleh masyarakat pada umumnya.

Potensi Tebangan A.2

Tebangan A.2 adalah tebang habis biasa pada hutan produktif yang
dilaksanakan pada jangka berjalan. Penebangan di KPH Jatirogo dilakukan pada
bulan Maret – Desember. Potensi tebangan A.2 KPH Jatirogo dalam beberapa
tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Potensi tebangan A.2 KPH Jatirogo
No

Tahun

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006

Rencana (RPKH)
(M3)
15.768
18.526
20.531
20.379
20.603
20.658
20.541
20.562
20.713
19.977
26.314
21.301
11.024
11.472
8.000
6.282
4.357
3.869
6.366

Realisasi Lapangan
(M3)
18.526
17.727
21.673
16.970
13.267
16.877
19.160
21.540
20.447
20.563
19.733
18.159
10.021
8.682
5.301
5.537
4.829
4.790
1.106

Sumber : RPKH 1979-1988, RPKH 1988-1997, RPKH 1998-2007, dan RPKH
Sela 2003-2007
Catatan : Realisasi Tebangan Tahun 2006 Bulan Januari-Mei

30

Dari tabel di atas dapat dilihat potensi tebangan A.2 baik rencana dan
realisasi penebangannya. Penebangan di lapangan (realisasi) dilakukan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan tetapi pada tabel di atas dapat dilihat adanya
penebangan di lapangan (realisasi) melebihi dari rencana yang ditetapkan yaitu
pada tahun 1988, 1990, 1995, 1997, 2004, 2005. Tapi ada juga realisasi
penebangan kurang dari yang direncanakan yaitu pada tahun 1989, 1991, 1992,
1993, 1994, 1996, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2006. Penebangan bisa
melebihi atau kurang dari yang direncanakan antara lain disebabkan pengukuran
(risalah) yang dilakukan sebelum penebangan kurang teliti atau kemungkinan
adanya perubahan yang tidak diduga atau adanya gangguan keamanan hutan
(pencurian kayu) sehingga jatah penebangan menjadi berkurang. Pada tahun 2000
penebangan yang dilakukan harus sesuai dengan RKAP (Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan) dan adanya Jatah Produksi Tebang (JPT), JPT tidak boleh
melebihi dari RKAP. Perbandingan antara realisasi penebangan dengan rencana
penebangan tiap tahunnya di KPH Jatirogo dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Grafik Rencana Dan Realisasi Tebangan A2 per tahun KPH
Jatirogo
30000
y = -913,87x + 24783

Volume (m3)

25000
20000
15000
10000
y = -972,43x + 23667
5000

RPKH
Realisasi Lapangan
Linear (Realisasi Lapangan)
Linear (RPKH)

20
06

20
04

20
02

20
00

19
98

19
96

19
94

19
92

19
90

19
88

0

Tahun

Gambar 8. Grafik Rencana dan Realisasi Tebangan A.2 KPH Jatirogo
s

31

Faktor Koreksi dan Asumsi

Dalam melakukan prediksi struktur kelas hutan dan produksi tebangan A.2
Jati untuk satu jangka ke depan, diperlukan beberapa faktor koreksi (komponen
model proyeksi) maupun angka asumsi.

Faktor Koreksi

Dalam uji kelestarian ini, proses prediksi struktur kelas hutan dan
tebangan A.2 menggunakan tiga macam faktor koreksi (komponen model
proyeksi) yaitu :
1. Faktor koreksi tingkat kelestarian kelas hutan (FK.1)
2. Faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I (FK.2)
3. Faktor koreksi penambahan miskin riap (FK.3)

1. Faktor Koreksi Tingkat Kelestarian Kelas Hutan (FK.1)

Faktor Koreksi tingkat kelestarian kelas hutan (FK.1) adalah angka koreksi
kelas hutan produktif untuk jangka yang akan datang yang diakibatkan oleh
pencurian/penjarahan, kegagalan tanaman, dll untuk digunakan sebagai angka
koreksi dalam memprediksi struktur kelas hut