Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona Grandis L.F) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur

(1)

MODEL RANTAI NILAI KAYU JATI (

Tectona grandis

L.f)

DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOJONEGORO

PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ASRI GAYATRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

MODEL RANTAI NILAI KAYU JATI (

Tectona grandis

L.f)

DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOJONEGORO

PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ASRI GAYATRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(3)

RINGKASAN

ASRI GAYATRI. Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibawah bimbingan : HERRY PURNOMO dan BUDI KUNCAHYO.

Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan kayu jati. Untuk mengembangkan pengusahaan kayu jati, informasi tentang pasar komoditi kayu jati mempunyai peranan penting untuk menentukan harga jual kayu jati. Oleh karena itu, kelestarian hutan pun harus diperhatikan sebab dapat mempengaruhi pasar. Untuk itu perlu adanya kajian tentang sistem pengusahaan dan bisnis perkayuan di Indonesia yang menguntungkan tanpa merusak kelestarian hutan yang nantinya akan menurunkan harga pasaran kayu jati. Salah satu alternatifnya adalah menelusuri mata rantai nilai kayu jati mulai dari proses produksi kayu jati, pemasaran kayu jati hingga bisnis perkayuan jati.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alur rantai nilai kayu jati, menganalisis nilai tambah yang diperoleh para aktor dalam rantai nilai kayu jati, mengetahui faktor pendorong dan penghambat perkembangan pengusahaan kayu jati, menyusun model rantai nilai kayu jati, serta menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2007. Data yang dikumpulkan berupa data primer melalui metode wawancara atau diskusi dengan para aktor yang terlibat di setiap mata rantai serta pihak yang berkompeten dalam hal ini, dan data sekunder diperoleh melalui pengutipan data administrasi yang tersedia di kantor Perhutani dan di setiap mata rantai. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan perhitungan dan diaplikasikan dalam bentuk tabulasi kemudian akan dibuat model dengan bantuan software STELLA 8.

Dari hasil penelitian diperoleh lima aktor yang terlibat dalam rantai nilai kayu jati di KPH Bojonegoro. Titik awal kelima rantai nilai ini dimulai dari penghasil kayu, yaitu KPH Bojonegoro dan berakhir di penjual produk akhir. Model yang dibuat terdiri dari beberapa submodel, antara lain : sub model tegakan hutan, sub model penjualan kayu perhutani, sub model keuangan perhutani, sub model industri kayu, dan sub model perantara. Pembuatan skenario bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pertambahan kayu jati dengan skenario yang diterapkan, agar dapat dijadikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan bisnis perkayuan. Beberapa skenario yang dibuat adalah : menaikkan daur, menurunkan daur, meningkatkan rendemen, dan penanaman lahan kosong agar dapat meningkatkan volume tebang. Hasil simulasi melalui skenario-skenario yang diterapkan diperoleh nilai tambah terbesar yaitu dengan menerapkan skenario penanaman lahan kosong sebesar 89%. Sedangkan nilai tambah terkecil adalah dengan menerapkan skenario peningkatan daur. Berdasarkan beberapa pertimbangan maka skenario yang paling mungkin diterapkan adalah dengan melakukan penanaman pada lahan kosong.


(4)

SUMMARRY

ASRI GAYATRI. The Value Sequence Model of Teak (Tectona grandis L.f) Wood at Bojonegoro Forest Resort (KPH) Perum Perhutani Unit II East Java. Under the Direction of HERRY PURNOMO and BUDI KUNCAHYO.

Deforestation affects directly to teak timber trading development. To improve teak timber enterprising, market information play important role to define teak wood price. Therefore, we should pay attention to forest sustainability due to its influence to the market. For that reason, it is necessary to study trading system and wood business in Indonesia which is profitable and no destructing forest that may affect its market. One of the alternative studies is to search the value sequence of teak wood trading from production process, marketing, to teak wood business.

The aim of this study is to know the value sequence of teak wood, to analyze the accretion value where the actors obtain in the value sequence of teak wood, to know factors that support and restruct teak wood trading development, to arrange value sequence model of teak wood, and to make scenario of alternative policy for actors in the value sequence of teak wood system.

This study was carried out on February – July 2007. The primary data was collected by interviewing or discussion with the actors who involve in every sequence and who competent in this study, while secondary data was collected by picking up required data from Perhutani and each sequence administration data. The data was processed with calculation and apply it in tabulation then make the model with STELLA 8 software.

From this study resulted five actors involved in the value sequence of teak timber in KPH Bojonegoro. The starting point of the sequence is timber producer i.e KPH Bojonegoro, and finish at final products seller. The model made in this study consists some models; Forest Stand model, Perhutani Timber Trading model, Perhutani Finance model, Wood Industry model, and Mediator sub-model. The scenario was purposed to know the increasing of teak wood accretion value where the scenario is implemented as useful suggestion for wood business development. The scenarios are: extending cycle, cutting cycle, increasing yield, and planting unoccupied land to increase logging volume. The scenario simulation shows that the biggest accretion value (89%) was resulted from planting unoccupied land scenario. While smallest accretion value was resulted from extending cycle scenario. Base on some considerations, the most eligible scenario is planting unoccupied land. Key words: teak, furniture, value sequence, model.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Asri Gayatri E14103002


(6)

Judul : Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Asri Gayatri

NRP : E14103002

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp Dr. Ir. Budi Kuncahyo, M. Si NIP. 131 795 793 NIP. 131 578 798

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kemudahan yang telah diberikan-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis haturkan kepada teladan terbaik umat manusia, Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2007 adalah rantai nilai, dengan judul Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alur rantai nilai kayu jati, menganalisis nilai tambah, mengetahui faktor pendorong dan penghambat perkembangan pengusahaan kayu jati, dan membuat model rantai nilai kayu jati guna menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati agar memperoleh nilai tambah secara proporsional.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia kehutanan. Atas segala kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena sesungguhnya kelebihan hanya datang dari Allah SWT semata dan kekurangan berasal dari diri penulis pribadi.

Bogor, Januari 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs.Undang Sobirin dengan Ibu Yati S Astiza. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1990 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Pameungpeuk I Garut selama enam tahun. Selanjutnya pada tahun 1997, penulis mengikuti pendidikan lanjutan di SLTP Negeri Pameungpeuk I Garut dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis memasuki SMU Negeri Pameungpeuk I Garut hingga tamat pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diberi kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan melalui jalur USMI. Tahun ketiga pendidikan di IPB, penulis memilih Laboratorium Biometrika Hutan. Selama melaksanakan studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga aktif di DKM Al-Hurriyyah (2003-2004) sebagai staff Informasi dan Komunikasi. Tahun yang sama penulis juga aktif di DKM Ibaadurrahmaan sebagai staff Pembinaan Umat (2003-2004), staff Biro Ilmy (2004-2005) dan Bendahara Umum (2005-2006).

Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktik Umum Kehutanan (PUK) di Jawa Tengah, jalur Baturaden – Cilacap dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di KPH Banyumas Barat. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di KPH Bojonegoro. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian di tempat yang sama, dengan judul ” Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo,MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam juga tercurah kepada nabi besar umat Islam Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya serta para pengikutnya yang tetap istiqomah dalam menjalankan amanahnya sebagai khilafah di bumi ini hingga akhir masa.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu atas segala upaya jerih payahnya dan lantunan do’a yang tak pernah putus. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan menempatkan keduanya pada tempat yang mulia disisi-Nya nanti.

2. Kakakku dan My little sister yang big (Astri Marliani) atas kebersamaan yang indah. Semoga Allah selalu membimbing kita menjadi anak yang shalih/ah dan berbakti pada orang tua.

3. Bapakku Ir. Gangga atas segenap curahan ilmunya, atas keshabarannya dan segalanya, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

4. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo,MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, ilmu dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

5. Dr. Ir. I Nyoman Jaya Wistara, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, Msc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan atas masukan, saran serta nasehatnya kepada penulis.

6. Seluruh staf KPH Bojonegoro beserta jajarannya atas segala bantuan dan kerjasamanya. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

7. Keluarga Bapak Guntoro, Hughes, mbak Dian, mbak Rini, mbak Novi, mbak Yanti atas kebersamaan yang sekejap selama penelitian. Semoga kita dipertemukan kembali di tempat yang lebih indah dan dalam keadaan yang lebih baik.

8. Ikhwah fillah atas setiap waktu yang diperjuangkan dan ukhuwah yang tak tergoyahkan. Jazakumullahu Khairan Katsiran.

9. Lingkaran kecilku yang telah memberikan energi dan pencerahan dalam menapaki hidup. 10. Rekan-rekan Manajemen Hutan ’40 atas kebersamaannya selama ini.

11. Keluarga kecil “Wisma Balsem”, yang memberikan banyak motivasi dan semangat. Jazakumullahu Khairan Katsiran atas kebersamaan kita hingga sekarang. Semoga ukhuwah kita tetap terjalin hingga nanti.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dan telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Sesungguhnya Allah akan memudahkan urusan hambaNya yang senantiasa memudahkan kesulitan saudaranya.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jati ... 4

2.2 Konsep Rantai Nilai ... 6

2.3 Industri ... 8

2.4 Sistem, Model dan Simulasi... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Analisis Data ... 14

3.4 Pendekatan Sistem... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Rantai Nilai dengan Pendekatan Sistem... 18

4.2 Evaluasi Model... 27

4.3 Penggunaan Model ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 37

5.2 Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA... 38


(11)

MODEL RANTAI NILAI KAYU JATI (

Tectona grandis

L.f)

DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOJONEGORO

PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ASRI GAYATRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

MODEL RANTAI NILAI KAYU JATI (

Tectona grandis

L.f)

DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOJONEGORO

PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ASRI GAYATRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(13)

RINGKASAN

ASRI GAYATRI. Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibawah bimbingan : HERRY PURNOMO dan BUDI KUNCAHYO.

Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan kayu jati. Untuk mengembangkan pengusahaan kayu jati, informasi tentang pasar komoditi kayu jati mempunyai peranan penting untuk menentukan harga jual kayu jati. Oleh karena itu, kelestarian hutan pun harus diperhatikan sebab dapat mempengaruhi pasar. Untuk itu perlu adanya kajian tentang sistem pengusahaan dan bisnis perkayuan di Indonesia yang menguntungkan tanpa merusak kelestarian hutan yang nantinya akan menurunkan harga pasaran kayu jati. Salah satu alternatifnya adalah menelusuri mata rantai nilai kayu jati mulai dari proses produksi kayu jati, pemasaran kayu jati hingga bisnis perkayuan jati.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alur rantai nilai kayu jati, menganalisis nilai tambah yang diperoleh para aktor dalam rantai nilai kayu jati, mengetahui faktor pendorong dan penghambat perkembangan pengusahaan kayu jati, menyusun model rantai nilai kayu jati, serta menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2007. Data yang dikumpulkan berupa data primer melalui metode wawancara atau diskusi dengan para aktor yang terlibat di setiap mata rantai serta pihak yang berkompeten dalam hal ini, dan data sekunder diperoleh melalui pengutipan data administrasi yang tersedia di kantor Perhutani dan di setiap mata rantai. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan perhitungan dan diaplikasikan dalam bentuk tabulasi kemudian akan dibuat model dengan bantuan software STELLA 8.

Dari hasil penelitian diperoleh lima aktor yang terlibat dalam rantai nilai kayu jati di KPH Bojonegoro. Titik awal kelima rantai nilai ini dimulai dari penghasil kayu, yaitu KPH Bojonegoro dan berakhir di penjual produk akhir. Model yang dibuat terdiri dari beberapa submodel, antara lain : sub model tegakan hutan, sub model penjualan kayu perhutani, sub model keuangan perhutani, sub model industri kayu, dan sub model perantara. Pembuatan skenario bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pertambahan kayu jati dengan skenario yang diterapkan, agar dapat dijadikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan bisnis perkayuan. Beberapa skenario yang dibuat adalah : menaikkan daur, menurunkan daur, meningkatkan rendemen, dan penanaman lahan kosong agar dapat meningkatkan volume tebang. Hasil simulasi melalui skenario-skenario yang diterapkan diperoleh nilai tambah terbesar yaitu dengan menerapkan skenario penanaman lahan kosong sebesar 89%. Sedangkan nilai tambah terkecil adalah dengan menerapkan skenario peningkatan daur. Berdasarkan beberapa pertimbangan maka skenario yang paling mungkin diterapkan adalah dengan melakukan penanaman pada lahan kosong.


(14)

SUMMARRY

ASRI GAYATRI. The Value Sequence Model of Teak (Tectona grandis L.f) Wood at Bojonegoro Forest Resort (KPH) Perum Perhutani Unit II East Java. Under the Direction of HERRY PURNOMO and BUDI KUNCAHYO.

Deforestation affects directly to teak timber trading development. To improve teak timber enterprising, market information play important role to define teak wood price. Therefore, we should pay attention to forest sustainability due to its influence to the market. For that reason, it is necessary to study trading system and wood business in Indonesia which is profitable and no destructing forest that may affect its market. One of the alternative studies is to search the value sequence of teak wood trading from production process, marketing, to teak wood business.

The aim of this study is to know the value sequence of teak wood, to analyze the accretion value where the actors obtain in the value sequence of teak wood, to know factors that support and restruct teak wood trading development, to arrange value sequence model of teak wood, and to make scenario of alternative policy for actors in the value sequence of teak wood system.

This study was carried out on February – July 2007. The primary data was collected by interviewing or discussion with the actors who involve in every sequence and who competent in this study, while secondary data was collected by picking up required data from Perhutani and each sequence administration data. The data was processed with calculation and apply it in tabulation then make the model with STELLA 8 software.

From this study resulted five actors involved in the value sequence of teak timber in KPH Bojonegoro. The starting point of the sequence is timber producer i.e KPH Bojonegoro, and finish at final products seller. The model made in this study consists some models; Forest Stand model, Perhutani Timber Trading model, Perhutani Finance model, Wood Industry model, and Mediator sub-model. The scenario was purposed to know the increasing of teak wood accretion value where the scenario is implemented as useful suggestion for wood business development. The scenarios are: extending cycle, cutting cycle, increasing yield, and planting unoccupied land to increase logging volume. The scenario simulation shows that the biggest accretion value (89%) was resulted from planting unoccupied land scenario. While smallest accretion value was resulted from extending cycle scenario. Base on some considerations, the most eligible scenario is planting unoccupied land. Key words: teak, furniture, value sequence, model.


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Asri Gayatri E14103002


(16)

Judul : Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Asri Gayatri

NRP : E14103002

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp Dr. Ir. Budi Kuncahyo, M. Si NIP. 131 795 793 NIP. 131 578 798

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kemudahan yang telah diberikan-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis haturkan kepada teladan terbaik umat manusia, Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2007 adalah rantai nilai, dengan judul Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui alur rantai nilai kayu jati, menganalisis nilai tambah, mengetahui faktor pendorong dan penghambat perkembangan pengusahaan kayu jati, dan membuat model rantai nilai kayu jati guna menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati agar memperoleh nilai tambah secara proporsional.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia kehutanan. Atas segala kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena sesungguhnya kelebihan hanya datang dari Allah SWT semata dan kekurangan berasal dari diri penulis pribadi.

Bogor, Januari 2009


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs.Undang Sobirin dengan Ibu Yati S Astiza. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1990 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Pameungpeuk I Garut selama enam tahun. Selanjutnya pada tahun 1997, penulis mengikuti pendidikan lanjutan di SLTP Negeri Pameungpeuk I Garut dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis memasuki SMU Negeri Pameungpeuk I Garut hingga tamat pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diberi kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan melalui jalur USMI. Tahun ketiga pendidikan di IPB, penulis memilih Laboratorium Biometrika Hutan. Selama melaksanakan studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga aktif di DKM Al-Hurriyyah (2003-2004) sebagai staff Informasi dan Komunikasi. Tahun yang sama penulis juga aktif di DKM Ibaadurrahmaan sebagai staff Pembinaan Umat (2003-2004), staff Biro Ilmy (2004-2005) dan Bendahara Umum (2005-2006).

Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktik Umum Kehutanan (PUK) di Jawa Tengah, jalur Baturaden – Cilacap dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di KPH Banyumas Barat. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di KPH Bojonegoro. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian di tempat yang sama, dengan judul ” Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo,MS.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam juga tercurah kepada nabi besar umat Islam Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya serta para pengikutnya yang tetap istiqomah dalam menjalankan amanahnya sebagai khilafah di bumi ini hingga akhir masa.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu atas segala upaya jerih payahnya dan lantunan do’a yang tak pernah putus. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan menempatkan keduanya pada tempat yang mulia disisi-Nya nanti.

2. Kakakku dan My little sister yang big (Astri Marliani) atas kebersamaan yang indah. Semoga Allah selalu membimbing kita menjadi anak yang shalih/ah dan berbakti pada orang tua.

3. Bapakku Ir. Gangga atas segenap curahan ilmunya, atas keshabarannya dan segalanya, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

4. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo,MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, ilmu dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

5. Dr. Ir. I Nyoman Jaya Wistara, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, Msc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan atas masukan, saran serta nasehatnya kepada penulis.

6. Seluruh staf KPH Bojonegoro beserta jajarannya atas segala bantuan dan kerjasamanya. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

7. Keluarga Bapak Guntoro, Hughes, mbak Dian, mbak Rini, mbak Novi, mbak Yanti atas kebersamaan yang sekejap selama penelitian. Semoga kita dipertemukan kembali di tempat yang lebih indah dan dalam keadaan yang lebih baik.

8. Ikhwah fillah atas setiap waktu yang diperjuangkan dan ukhuwah yang tak tergoyahkan. Jazakumullahu Khairan Katsiran.

9. Lingkaran kecilku yang telah memberikan energi dan pencerahan dalam menapaki hidup. 10. Rekan-rekan Manajemen Hutan ’40 atas kebersamaannya selama ini.

11. Keluarga kecil “Wisma Balsem”, yang memberikan banyak motivasi dan semangat. Jazakumullahu Khairan Katsiran atas kebersamaan kita hingga sekarang. Semoga ukhuwah kita tetap terjalin hingga nanti.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dan telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Sesungguhnya Allah akan memudahkan urusan hambaNya yang senantiasa memudahkan kesulitan saudaranya.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jati ... 4

2.2 Konsep Rantai Nilai ... 6

2.3 Industri ... 8

2.4 Sistem, Model dan Simulasi... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Analisis Data ... 14

3.4 Pendekatan Sistem... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Rantai Nilai dengan Pendekatan Sistem... 18

4.2 Evaluasi Model... 27

4.3 Penggunaan Model ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 37

5.2 Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA... 38


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Pertambahan nilai kayu jati di setiap aktor dalam rantai nilai ... 22

Tabel 2. Pertambahan nilai per meter kubik jati ... 23

Tabel 3. Luas areal hutan KPH Bojonegoro pada simulasi dasar... 29

Tabel 4. Jumlah pohon pada simulasi dasar ... 30

Tabel 5. Penjualan kayu pada simulasi dasar ... 31

Tabel 6. Keuangan perhutani pada simulasi dasar... 31

Tabel 7. Nilai tambah industri kayu pada simulasi dasar ... 32


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 1. Value chain sederhana dalam Kaplinsky dan Morris (2000)... 7 Gambar 2. Komponen dalam sistem... 16 Gambar 3. Hubungan antar submodel ... 21 Gambar 4. Konseptualisasi model dimodifikasi dari Purnomo (2006) ... 22 Gambar 5. Submodel penjualan kayu perhutani ... 25 Gambar 6. Submodel industri kayu ... 26 Gambar 7. Submodel perantara ... 27 Gambar 8. Rasio kelestarian hutan ... 27 Gambar 9. Analisis sensitifitas model ... 28 Gambar 10. Luas areal hutan KPH Bojonegoro ... 29 Gambar 11. Potensi tegakan hutan KPH Bojonegoro... 30 Gambar 12. Penjualan kayu perhutani ... 31 Gambar 13. Nilai tambah masing-masing aktor ... 33 Gambar 14. Nilai tambah pada skenario menaikkan daur ... 34 Gambar 15. Nilai tambah pada skenario menurunkan daur... 34 Gambar 16. Nilai tambah pada skenario menaikkan rendemen ... 35 Gambar 17. Nilai tambah pada skenario penanaman lahan kosong ... 36


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman Lampiran 1. Submodel tegakan hutan ... 39 Lampiran 2. Submodel keuangan perhutani ... . 40 Lampiran 3. Persamaan model... . 41 Lampiran 4. Biaya pengeluaran perhutani ... . 45 Lampiran 5. Sebaran kayu jati berdasarkan kelas umur ... . 46 Lampiran 6. Nilai tambah hasil simulasi dasar dan penerapan skenario ... 47


(24)

B

BAABBII P

PEENNDDAAHHUULLUUAANN

1.1 Latar Belakang

Hutan bukan hanya sekumpulan pepohonan yang mampu menghasilkan kayu, tetapi lebih dari itu hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, karena hutan sesungguhnya merupakan ekosistem penyangga kehidupan. Hutan tidak hanya menyangga kehidupan masyarakat setempat, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia bahkan masyarakat internasional. Jika hutan dikelola dengan baik, niscaya akan membawa kebaikan bagi kehidupan masyarakat, namun jika terjadi salah pengelolaan maka akan menjadi bencana bagi rakyat Indonesia, bahkan bagi generasi yang akan datang. Oleh karena itu, sudah sepantasnya apabila konstitusi dan undang-undang yang berlaku mengamanatkan agar kekayaan alam, termasuk hutan dikuasai oleh negara, bukan saja karena fungsinya yang strategis, namun lebih dari itu hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Sektor kehutanan menjadi jaring pengaman ekonomi ketika terjadi krisis ekonomi yang parah. Sebagai contoh, selama krisis ekonomi tahun 1997-1998, sejumlah rumah tangga di sekitar hutan memperoleh penghasilan dari sumber daya hutan dengan penyumbang terbesar dari kayu dan rotan. Hal ini berarti bahwa sektor kehutanan digunakan sebagai alternatif mata pencaharian ketika terjadinya kesulitan ekonomi.

Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional yang memberi dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Namun sejalan dengan berkembangnya peradaban, kondisi seperti ini sudah semakin sulit dijumpai di masa sekarang. Kondisi yang justru menonjol dewasa ini adalah hutannya semakin rusak, sementara masyarakat di sekitarnya tidak sejahtera.

Peran sektor kehutanan dalam perekonomian nasional kini meredup seiring dengan makin kompleksnya permasalahan dan kejahatan kehutanan yang menghancurkan sumber daya hutan. Sektor kehutanan saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks mulai dari kegiatan produksi (penanaman dan pemeliharaan)


(25)

sampai dengan pemasaran hasil hutannya dan seluruh kawasan hutan berada dalam tekanan. Permasalahan ini tidak hanya dari segi teknis saja tetapi juga menyangkut berbagai aspek (ekonomi, sosial dan budaya) hingga kebijakan pemerintah. Terjadinya perubahan tatanan bangsa yang menyentuh ke seluruh elemen kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberadaan hutan. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun. Laju kerusakan tersebut semakin parah dan tidak terkendali pada awal era reformasi (1997-2000) dengan laju degradasi sebesar 2,8 juta ha/tahun dengan aktivitas penebangan liar, penyelundupan kayu, dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain yang semakin merajalela tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang lestari.

Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan kayu jati, dimana perkembangan bisnis kayu jati merupakan salah satu aset negara yang berharga. Untuk mengembangkan pengusahaan kayu jati, informasi tentang pasar komoditi kayu jati mempunyai peranan penting untuk menentukan harga jual kayu jati. Oleh karena itu, kelestarian hutan pun harus diperhatikan sebab dapat mempengaruhi pasar.

Masalah biaya produksi dalam pengusahaan kayu jati yang semakin meningkat karena terbatasnya bahan baku menjadi salah satu penyebab sulit berkembangnya bisnis perkayuan. Untuk itu perlu adanya kajian tentang sistem pengusahaan dan bisnis perkayuan di Indonesia yang menguntungkan tanpa merusak kelestarian hutan yang nantinya akan menurunkan harga pasaran kayu jati. Salah satu alternatifnya adalah menelusuri mata rantai nilai pertambahan kayu jati mulai dari proses produksi kayu jati, pemasaran kayu jati hingga bisnis perkayuan jati.

1.2 Tujuan Penelitian

(1) Mengetahui alur rantai nilai kayu jati mulai dari pohon di hutan hingga ke konsumen akhir.

(2) Menganalisis nilai tambah yang diperoleh para aktor yang terlibat dalam rantai nilai kayu jati.

(3) Menyusun model rantai nilai kayu jati.

(4) Menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati secara proporsional.


(26)

1.3 Manfaat Penelitian

(1) Memberikan informasi tentang peluang keberlangsungan Industri Kayu Jati terkait dengan semakin langkanya bahan baku.

(2) Memberikan masukan bagi aktor-aktor rantai nilai dalam menyusun strategi agar industri mebel ini dapat menunjukkan eksistensinya di pasar global mebel.

(3) Memberikan masukan bagi Perhutani agar mampu menyeimbangkan rasio kelestarian hutan terutama kelas perusahaan jati.

(4) Diharapkan mampu menggerakkan rakyat dalam pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk memenuhi kebutuhan kayu.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Jati

Menurut Martawijaya, dkk (1981), jati memiliki nama daerah diantaranya daleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, kulidawa (jw). Sedangkan di negara lain jati dikenal dengan nama giati (Venezuela), teak (Myanmar, India, Thailand, USA, Jerman), kyun (Myanmar), sagwa (India), maisak (Thailand), teck (Perancis) dan teca (Brasil). Dalam tulisan ini selanjutnya disebut dengan nama jati. Jati tersebar di seluruh Jawa, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), Maluku dan Lampung. Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (Fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur, dan awet (mampu bertahan hingga 500 tahun).

Klasifikasi tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn. F

Tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang bebas cabang dapat mencapai 15-20 m. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Menurut Dirjen Kehutanan (1976) dalam Martawijaya, dkk (1981), mengemukakan bahwa pada umur 100 tahun pohon jati mencapai tinggi 25-30 m, tetapi di daerah yang subur dengan kondisi lingkungan yang baik tingginya dapat mencapai 50 m dan diameter 150 cm.

Secara umum, jati memiliki ciri-ciri yaitu warna kayu teras coklat muda, coklat kelabu sampai coklat merah tua atau merah coklat sedangkan kayu gubalnya berwarna putih atau kelabu kekuning-kuningan. Teksturnya agak kasar dan tidak


(28)

merata. Arah seratnya lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu jati licin atau agak licin dan kadang-kadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuh pada kayu jati nampak jelas baik pada bidang transversal maupun radial sehingga menimbulkan gambar yang indah. Kayu jati berbau bahan penyamak yang mudah hilang.

Struktur kayu jati, pada porinya, sebagian besar atau seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar, diameter 20-40 µ, frekuensi 3-7 per mm2. Parenkim kayu ini termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal terletak pada batas lingkaran tumbuh.

Kayu jati termasuk kelas awet II, berdasarkan hasil percobaan laboratoris terhadap Cryptotermes cynocephalus Light dan percobaan kuburan terhadap jamur dan rayap tanah. Jenis kayu ini juga dilaporkan tahan terhadap serangan jamur.

Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan alat tangan. Jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan sampai halus, tetapi bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena kayunya agak rapuh. Kayu jati dapat divernis dan dipelitur dengan baik.

Karena sifat-sifatnya yang baik, jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai jenis keperluan terutama di Pulau Jawa. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok, dan gelagar pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api, mebel, alat-alat yang memerlukan perubahan bentuk yag kecil, kulit dan dek kapal, lantai (papan dan parket) dan sirap. Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang agak rapuh, kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan kekenyalan tinggi seperti tangkai perkakas, alat olah raga, peti pengepak, dan sebagainya. Jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan biasa dipakai untuk papan kapal, terutama kapal yang berlayar di daerah tropis. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dalam industri kimia dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia. Untuk dijadikan venir, jati perlu mendapatkan perlakuan pendahuluan sebelum dikupas. Venir yang dihasilkan


(29)

cukup baik dan mudah direkat. Sedangkan untuk kayu lapis, karena memberikan gambar yang indah, kayu jati banyak dipakai untuk venir muka.

Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang mengandung kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan C-F, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 mm/th, pada ketinggian 0-700 mdpl.

Permudaan alam mudah terjadi dan dapat membentuk tegakan murni setelah mengalami kebakaran. Selain itu, mudah pula tumbuh tunas tunggak, tetapi permudaan semacam ini jarang dilakukan karena akan menghasilkan kayu yang berkualitas rendah. Karena itu, untuk jati umumnya berlaku sistem tebang habis dengan permudaan buatan. Permudaan buatan dilakukan langsung dengan biji yang ditanam pada permulaan musim hujan dengan jarak tanam 3 m x 1 m sampai 3 m x 3 m tergantung pada bonita tanah.

2.2 Konsep Rantai Nilai (Value Chain)

Rantai nilai merupakan suatu alat utama untuk mempelajari semua kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan serta bagaimana kegiatan tersebut berinteraksi. Porter (1980) juga mengusulkan rantai nilai sebagai alat utama untuk mengidentifikasi cara menciptakan nilai bagi pelanggan yang lebih tinggi. Kerangka

value chain (value chain framework) merupakan suatu metoda memecah rantai

(chain), dari raw material sampai dengan end use costumer kedalam

aktivitas-aktivitas strategis yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan sumber-sumber diferensiasi, karena suatu aktivitas biasanya hanya merupakan bagian dari himpunan aktivitas yang lebih besar dari suatu sistem yang menghasilkan nilai. Setiap perusahaan terdiri dari kumpulan aktivitas yang dilaksanakan untuk merancang, memproduksi, memasarkan, menyerahkan dan mendukung produk perusahaan. Rantai nilai memecah perusahaan menjadi sembilan aktivitas menciptakan nilai dalam usaha untuk memahami tingkah laku biaya dalam bisnis spesifik dan sumber potensial untuk membedakan diri dari pesaing. Kesembilan aktivitas menciptakan nilai termasuk lima aktivitas utama dan empat aktivitas pendukung. Aktivitas utama mencakup membawa material kedalam perusahaan (inbound logistic), mengopersikannya (operation), mengirimkan keluar (outbound logistic), memasarkannya (marketing and sales) dan memberikan jasa (service). Aktivitas pendukung terjadi dalam setiap aktivitas utama ini. Aktivitas ini terdiri dari


(30)

infrastruktur perusahaan, manajemen sumberdaya manusia, pengembangan teknologi, dan pengadaan barang/jasa (procurement).

Menurut Kaplinsky dan Morris (2000), Value chain menggambarkan seluruh kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan barang atau jasa. Mulai dari mendesain produk (barang atau jasa) yang akan dihasilkan, proses menghasilkan produk, memasarkan produk dan mendaur ulang produk tersebut. Seperti digambarkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 1. Value Chain Sederhana (Kaplinsky dan Morris, 2000)

Recklies (2001) mengemukakan bahwa analisis rantai nilai menguraikan aktifitas di dalam dan sekitar organisasi dan menghubungkannya pada posisi dan suatu analisa organisasi pesaing yang kuat.

Porter (1980) berpendapat bahwa suatu perusahaan dapat mencapai keunggulan kompetitifnya dengan mengembangkan salah satu dari dua strategi umum yaitu low cost strategy dan differentiation strategy. Fokus utama dari low -

cost strategy adalah mencapai kos yang lebih rendah secara relatif dibanding

kompetitor (cost leadership). Cost leadership dapat dicapai dengan beberapa pendekatan antara lain: economic of scale in production, experience curve effects,

high cost control dan cost minimization dalam area research and development, sales

or advertizing. Fokus utama differentiation strategy adalah menciptakan suatu

produk yang unik bagi konsumen atau memiliki atribut yang berbeda secara signifikan dengan produk pesaing dan atribut tersebut penting dan bernilai bagi konsumen. Keunikan produk dapat dicapai dengan berbagai cara antara lain brand

royalty, superior customer service, dealer network product design atau technology.

Perusahaan akan dapat mengembangkan cost leadership atau differentiation

tergantung pada bagaimana perusahaan mengelola value chain yang dimiliki.

Competitive advantage akan dicapai bila perusahaan dapat memberikan customer

value yang lebih tinggi dari kompetitor untuk biaya yang sama atau customer value


(31)

yang sama untuk biaya yang lebih rendah dari kompetitor. Konsep ini memandang perusahaan sebagai sebuah ”rantai” dari aktivitas dasar yang menambah nilai suatu produk atau jasa, sehingga memperluas batas dari nilai tersebut.

2.3 Industri

Porter (1980) mendefinisikan industri sebagai kelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang dapat saling menggantikan (close substitution). Pada kenyataannya, seringkali terjadi kontroversi mengenai definisi yang tepat, yang berkisar tentang seberapa erat sifat saling menggantikan ini seharusnya dalam artian produk, proses, atau batas-batas pasar secara geografis.

Menurut Kotler dan Armstrong (1997), Industri adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan substitusi dekat satu sama lain. Sedangkan perusahaan adalah organisasi yang dikembangkan oleh seorang atau sekumpulan orang dengan tujuan untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin dan mempertahankan kelestarian perusahaan. Sedangkan menurut Drucker (1982), hanya ada satu definisi yang syah untuk tujuan perusahaan yaitu untuk menciptakan pelanggan. Keuntungan bukanlah tujuan perusahaan, tetapi justru keuntungan sebagai faktor penghambat. Keuntungan bukanlah alasan untuk keputusan perusahaan tetapi ujian untuk kebenaran keputusan itu.

2.4 Sistem, Model, dan Simulasi

Manetsch dan Park, (1979) dalam Eriyatno (2003), Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Sedangkan sub-sistem adalah suatu unsur atau komponen fungsional dari suatu sistem, yang berperan dalam pengoperasian sistem tersebut.

Menurut Soerianegara (1978), secara garis besar sistem dibedakan menjadi dua yaitu sistem alam (natural) dan sistem buatan manusia (man made). Sistem alam ialah sistem yang terjadi sendiri secara alam, sedangkan sistem buatan adalah sistem yang dibentuk oleh usaha manusia.


(32)

Soerianegara (1978), mengemukakan bahwa simulasi adalah eksperimentasi yang menggunakan model dari suatu sistem. Simulasi dalam analisis sistem meliputi tiga kegiatan berikut :

1. Membuat model yang menggambarkan keadaan sistem dan proses-proses yang terjadi didalamnya.

2. Memanipulasi atau melakukan percobaan-percobaan terhadap model tersebut yang akan menghasilkan data eksperimen.

3. Menggunakan model dan data untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan persoalan mengenai sistem sebenarnya (real world) yang diteliti.

Menurut Purnomo (2004), analisis sistem lebih mendasarkan pada kemampuan kita untuk memahami fenomena dari jumlah data yang tersedia. Analisis sistem adalah sebuah pemahaman yang berbasis pada proses, sehingga sangat penting untuk berusaha memahami proses-proses yang terjadi. Membuat analogi-analogi terkadang merupakan cara yang penting untuk memahami sesuatu. Keyakinan akan adanya isomorfisme antar beragam sistem menjadikan pemahaman terhadap sesuatu menjadi mungkin, bahkan pada suatu sistem yang kita buta sekali akan perilakunya.

Analisis sistem berguna untuk mendekati masalah yang secara intuitif dapat digolongkan kedalam organized complexities atau kompleksitas yang terorganisasi dan tidak mungkin diselesaikan dengan pendekatan analitis dengan matematika. Sistem kompleks artinya sistem tersebut kompleks tetapi kita yakin ada sebuah pola pada sistem tersebut. Disebut intuitif, karena apakah sebuah sistem terorganisasi atau tidak lebih merupakan keyakinan kita daripada sesuatu yang dapat tersaji secara empiris .

Pemodelan (modelling) adalah kegiatan membuat model untuk tujuan tertentu. Model adalah abstraksi dari sebuah sistem. Sistem adalah sesuatu yang terdapat di dunia nyata. Sehingga pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah dunia nyata kedalam dunia tak nyata atau maya tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya.

Pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Sebuah pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni, karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan persepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya.


(33)

Menurut Patten (1971), dasar dari analisis sistem adalah asumsi bahwa proses alami terorganisasi dalam suatu hierarki yang kompleks. Proses sistem terbentuk dari hasil aksi dan interkasi proses – proses yang sederhana. Tidak ada sistem yang terpisahkan, setiap sistem berinteraksi satu sama lainnya.

Menurut Grant et al (1997), analisis sistem adalah studi yang dibentuk dari satu atau beberapa sistem, atau sifat-sifat umum dari sistem. Holisme adalah filosofi untuk mempelajari perilaku total (atau atribut-atribut total lain) dari beberapa sistem yang kompleks. Analisis sistem adalah pendekatan filosofis dan kumpulan- kumpulan teknik, termasuk simulasi yang dikembangkan secara eksplisit untuk menunjukan masalah yang berkaitan dengan sistem kompleks. Analisis sistem menekankan pada pendekatan holistik untuk memecahkan masalah dan menggunakan model matematika untuk mengidentifikasi dan mensimulasikan karakteristik yang penting dari sistem kompleks.

Thornley (1998) mengemukakan bahwa ada tiga alasan dalam pembuatan model yaitu :

1. Membuat prediksi. Sependek apapun model selalu diperlukan untuk membuat prediksi.

2. Mengerti cara kerja suatu sistem dan respon sistem ketika sistem dioperasikan. 3. Model menyediakan sebuah metode dalam mempelajari suatu kompleksitas.

Grant et al (1997) mengklasifikasikan model menjadi lima macam, yaitu: 1. Fisik versus Abstrak. Model fisik biasanya berupa tiruan fisik pada skala yang

dikurangi dari objek yang ditelaah. Model fisik tetap abstrak dari dunia nyata sesuai dengan definisi dari model. Sedangkan model abstrak menggunakan simbol daripada peralatan untuk mewakili sistem yang sedang dipelajari. Simbol yang digunakan dapat berupa tulisan, deskripsi verbal, atau sebuah proses pemikiran.

2. Dinamik versus Statik. Model statik menjelaskan hubungan atau satu set hubungan yang tidak berubah menurut waktu. Model dinamik menjelaskan hubungan yang bervariasi menurut waktu.

3. Empiris versus Mekanis. Model empiris atau korelasi adalah model yang dikembangkan terutama untuk menjelaskan dan merangkum satu set hubungan, tanpa memperhatikan penyajian proses atau mekanisme yang sesuai dengan yang


(34)

beroperasi di sistem yang sebenarnya dan hasil dari model ini adalah prediksi. Sedangkan model mekanis atau eksplanatori adalah model yang dikembangkan terutama untuk menyajikan dinamika internal dari system of interest sewajarnya. 4. Deterministik versus Stokastik. Sebuah model dikatakan deterministik jika tidak terdiri dari variable - variabel acak. Model ini memprediksi di bawah satu set spesifik kondisi yang selalu persis sama. Sedangkan model dikatakan stokastik jika terdiri dari satu set atau lebih variable - variabel acak. Model ini memprediksi di bawah satu set kondisi yang tidak selalu persis sama.

5. Simulasi versus Analitis. Model yang dapat dipecahkan dengan didekati bentuk matematik adalah model analisis. Contoh model analitis adalah model regresi, model standar teori statisik distribusi, dan lain-lain. Model simulasi adalah model yang tidak memiliki solusi analisis general dan harus dipecahkan secara numerik dengan menggunakan satu set operasi aritmetik spesifik untuk situasi tertentu lainnya yang dapat mewakili.

Tahapan analisis sistem menurut Grant et al. (1997), yaitu formulasi model konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model, dan penggunaan model.

1). Formulasi model konseptual.

Tujuan tahapan ini adalah untuk menentukan suatu konsep dan tujuan model sistem yang akan dianalisis. Penyusunan model konseptual ini didasarkan pada kenyataan nyata di alam dengan segala sistem yang terkait antara yang satu dengan yang lainnya serta saling mempengaruhi sehingga dapat mendekati keadaan yang sebenarnya. Kenyataan yang ada di alam dimasukkan dalam simulasi dengan memperhatikan komponen-komponen yang terkait sesuai dengan konsep dan tujuan melakukan pemodelan simulasi. Tahapan ini terdiri dari enam langkah sebagai berikut :

1. Penentuan tujuan model 2. Pembatasan model

3. Kategorisasi komponen-komponen dalam sistem.

Setiap komponen yang masuk dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan ke dalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya sebagai berikut :


(35)

b. driving variable, variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain namun tidak dapat dipengaruhi oleh sistem.

c. konstanta. Adalah nilai numerik yang menggambarkan karakteristik sebuah sistem yang tidak berubah atau suatu nilai yang tidak mengalami perubahan pada setiap kondisi simulasi.

d. auxiliary variable, variable yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi

sistem.

e. material transfer, menggambarkan transfer materi selama periode tertentu.

Material transfer terletak diantara dua state, source dan state, source dan sink.

f. information transfer, menggambarkan penggunaan informasi tentang state

dari sistem untuk mengendalikan perubahan state.

g. source dan sink berturut-turut menggambarkan asal (awal) dimulainya proses

dan akhir dari masing-masing transfer materi. 4. Pengidentifikasian hubungan antar komponen.

5. Menyatakan komponen dan hubungannya dalam model yang lazim.

6. Menentukan pola perilaku dari model sesuai dengan pengetahuan dan teori yang ada.

7. Menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model. 2). Spesifikasi model kuantitatif.

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif dari sistem yang diinginkan. Pembuatan model kuantitatif ini dilakukan dengan memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai vaiabel dan menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen peyusun model sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat dioperasikan oleh program simulasi.

3). Evaluasi model.

Evaluasi model berguna untuk mengetahui keterandalan model sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Langkah-langkah dalam evaluasi model meliputi :

1. Mengevaluasi kewajaran model dan kelogisan model.

2. Analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kewajaran perilaku model jika dilakukan perubahan salah satu parameter dalam model secara ekstrim.


(36)

4). Penggunaan Model.

Tujuan tahapan ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah diidentifikasi pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan perencanaan dan simulasi beberapa skenario.

Untuk pemodelan yang lebih fleksibel, Purnomo (2004) menyarankan agar dilakukan dengan fase-fase sebagai berikut :

a) Identifikasi isu, tujuan dan batasan.

b) Konseptualisasi model dengan menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran (flow), diagram case, diagram klas dan diagram sekuens.

c) Spesifikasi model, yaitu merumuskan makna diagram, kuantifikasi dan atau kualifikasi komponen model (jika perlu).

d) Evaluasi model, yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa (jika ada dan perlu).

e) Penggunaan model, yaitu membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan pengembangan perencanaan dan agenda bersama.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2007.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder untuk proses simulasi dalam membuat model.

Data primer diperoleh dari hasil penelusuran secara langsung terhadap saluran pemasaran kayu jati yang terdapat di lokasi penelitian ; wawancara atau diskusi dengan para aktor yang terlibat di setiap mata rantai serta pihak yang berkompeten dalam hal ini. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengutipan data administrasi yang tersedia di kantor Perhutani dan di setiap mata rantai.

Jenis data yang diperlukan adalah : 1. Saluran pemasaran kayu jati. 2. Kapasitas produksi industri mebel. 3. Biaya produksi di setiap mata rantai.

4. Volume penjualan dan harga penjualan di setiap mata rantai. 5. Modal dan investasi permanen setiap mata rantai.

6. Data penunjang lain pendukung topik penelitian. 3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Software STELLA 8.0 untuk membuat model simulasi, alat tulis, serta program Microsoft excel untuk pengolahan data.

3.3 Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel. Sub-variabel dan variabel dalam rantai


(38)

nilai akan dianalisis untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai pengusahaan kayu jati. Kemudian akan dibuat model dengan bantuan software

STELLA 8. Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rendemen bahan baku menjadi barang setengah jadi dianggap tetap yaitu sebesar 65% dan rendemen barang setengah jadi menjadi barang jadi sebesar 35%. 2. Suku bunga diabaikan.

3. Intensitas pengelolaan, jenis dan intensitas gangguan dianggap tetap seperti pada saat pengambilan data. Jika ada perubahan maka hasil penelitian akan berubah. 4. Metode penelitian dan analisis data dapat diterapkan pada semua KPH,

sedangkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini hanya berlaku untuk KPH Bojonegoro.

3.4 Pendekatan Sistem

Tahapan pengembangan model yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan atas tahapan yang disarankan dalam Purnomo (2004), yaitu :

3.4.1 Identifikasi isu, tujuan dan batasan

Identifikasi isu atau masalah dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Isu yang diangkat dalam pemodelan harus dinyatakan secara eksplisit. Setelah isu ditentukan, berikutnya adalah menentukan tujuan pemodelan. Tujuan pemodelan harus dinyatakan secara eksplisit, sebagaimana halnya isu yang diangkat. Berikutnya adalah menentukan batasan terhadap pemodelan yang dilakukan. Batasan berarti kejelasan apa yang termasuk dan tidak termasuk dalam pemodelan. Batasan dapat berupa batas daerah atau ruang, batas waktu, atau dapat juga batas isu.

3.4.2 Konseptualisasi model

Konseptulisasi model bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang model yang akan dibuat. Konseptualisasi model terdiri dari : 1) Kategorisasi atau pengelompokan komponen-komponen dalam sistem.

Setiap komponen dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan ke dalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya yaitu :

a. State variable, yang menyatakan titik akumulasi dari materi dalam sebuah


(39)

b. Driving variable atau peubah penggerak adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain tetapi tidak dapat dipengaruhi oleh variabel lain dalam sistem.

c. Konstanta adalah nilai numerik yang menggambarkan karakteristik sebuah sistem yang tidak berubah atau suatu nilai yang tidak mengalami perubahan pada setiap kondisi simulasi.

d. Auxiliary variable, variable yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi

variabel lain dalam sistem. Variabel ini muncul sebagai pembantu dalam menentukan laju aliran transfer materi atau nilai bagi peubah lainnya.

e. Material transfer, menggambarkan transfer materi selama periode

tertentu. Material transfer terletak diantara dua state, source dan state,

source dan sink.

f. Information transfer, menggambarkan penggunaan informasi tentang

state dari sistem untuk mengendalikan perubahan state.

g. Source dan sink berturut-turut menggambarkan titik asal (awal)

dimulainya proses dan akhir dari masing-masing transfer materi. 2) Pengidentifikasian hubungan antar komponen.

3) Menyatakan komponen dan hubungannya dalam model yang lazim.

4) Menentukan pola perilaku dari model sesuai dengan pengetahuan dan teori yang ada.

5) Menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model.

Driv ing v ariable Auxiliary v ariable 1 Constant

Material transf er 1

State v ariable 1

Material transf er 2 Material transf er 3 State v ariable 2

Auxiliary v ariable 2

Sector 1

source sink


(40)

3.4.3 Spesifikasi model

Dalam fase ini dilakukan perumusan makna sebenarnya dari setiap hubungan yang ada dalam model konseptual. Fase ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

i. Memilih struktur umum kuantitatif untuk model. ii. Memilih Basic Time Unit untuk simulasi.

iii. Mengidentifikasi bentuk-bentuk fungsional dari persamaan model. iv. Menduga parameter-parameter dari persamaan model.

v. Memasukan persamaan model ke dalam simulasi. vi. Menjalankan baseline simulation.

vii. Menetapkan persamaan model.

Akhir dari fase ini akan didapat sebuah model yang dapat dijalankan dengan komputer untuk pemodelan dengan bantuan software STELLA 8.

3.4.4 Evaluasi model

Pada fase ini dilakukan beberapa tahap, yaitu :

3.4.5 Pengamatan kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa (jika ada).

3.4.6 Mengamati kesesuaian antara perilaku model dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model.

3.4.7 Membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat dari sistem atau dunia nyata.

3.4.5 Penggunaan model

Kegiatan pertama adalah membuat daftar panjang (long list) dari semua skenario yang mungkin, yang dapat dibuat dari model yang dikembangkan, dalam hal ini adalah model rantai nilai kayu jati (Tectona grandis L.f) di KPH Bojonegoro. Langkah kedua adalah menganalisis hasil skenario tersebut. Langkah terakhir adalah merumuskan skenario tersebut menjadi opsi atau pilihan kebijakan.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan Rantai Nilai dengan Pendekatan Sistem 4.1.1 Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan

Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan kayu jati, dimana perkembangan bisnis kayu jati merupakan salah satu aset negara yang berharga. Akibat kerusakan hutan tersebut telah mengakibatkan menurunnya jumlah produksi hasil hutan kayu yang merupakan bahan baku bagi industri-industri pengolah hasil hutan (kayu) yang diantaranya adalah industri mebel yang secara siginifikan mengakibatkan pula meningkatnya harga bahan baku akibat kelangkaan bahan baku, sementara jumlah permintaan akan bahan baku tersebut tetap atau bahkan boleh jadi semakin meningkat.

Peningkatan harga kayu sebagai bahan baku bagi industri mebel tentu sangat berpengaruh terhadap biaya produksi yang semakin meningkat pula. Maka tidaklah mengherankan bila hal ini merupakan salah satu penyebab sulit berkembangnya industri mebel.

Industri mebel merupakan bagian dari sekian banyak industri yang tidak terlepas dari permasalahan di atas, dan diantaranya adalah sentral industri mebel yang ada di Kabupaten Bojonegoro khususnya sentral industri mebel yang memanfaatkan bahan baku kayu jati (Tectona grandis) yang terletak di Desa Sukorejo. Industri-industri tersebut hampir seluruhnya menggunakan bahan baku dari jenis kayu jati yang diperoleh dari hasil pembelian di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dalam proses produksinya (pengolahan bahan baku sampai menjadi produk jadi), tidak sedikit perusahaan industri mebel yang menggunakan jasa lain dalam pengolahaannya, seperti misalnya dalam pengolahan bahan baku jati dari bentuk log/gelondongan menjadi bahan baku setengah jadi/kayu gergajian (sawn timber), bagi industri mebel yang tidak memiliki mesin penggergajian sendiri umumnya di-jasakan lagi kepada penguasaha ”penggergajian”

(sawmill). Sedangkan sistem pemasaran yang dilakukan oleh para pengrajin industri


(42)

pula yang menjualnya melalui perusahaan pengumpul untuk kemudian dipasarkan ke konsumen lokal (dalam negeri) maupun luar negeri.

Dengan proses seperti tersebut, pergerakan kayu jati (sebagai bahan baku industri mebel) dari mulai petak tebangan di KPH Bojonegoro – sawmill – industri mebel/pengolah – broker – sampai dengan ke tangan konsumen/pembeli/pemakai hasil industri, merupakan perjalanan yang cukup panjang.

Dari perjalanan (pergerakan) kayu jati tersebut, dari mulai bahan baku (logs) sampai dengan produk jadi (mebelair) telah mengalami proses (pengolahan) dan perubahan bentuk dari bentuk logs menjagi bahan setengah jadi (sawn timber), dari

sawn timber menjadi produk jadi (mebelair). Dari hasil proses yang mengubah

bentuk dari bentuk logs ke bentuk berikutnya, maka nilai jual dari kayu jati tersebut telah mengalami perubahan nilai jual, yang kemudian disebut sebagai Nilai Tambah.

Isu utama yang diangkat dalam pemodelan ini adalah mengetahui alur rantai nilai kayu jati karena pada dasarnya rantai nilai kayu jati melibatkan banyak aktor. Aktor yang terlibat dalam rantai ini menikmati nilai tambah yang berbeda-beda. Hal ini karena perbedaan peran yang diambil oleh masing-masing aktor (pengusaha). KPH Bojonegoro sebagai aktor yang berperan sebagai produsen logs jati mendapatkan nilai keuntungan yang berbeda dengan industri sawmill yang berperan sebagai aktor pengolah logs jati menjadi sawn timber, begitu pula dengan industri mebel sebagai pengolah sawn timber menjadi produk jadi (mebelair) mendapatkan nilai keuntungan yang berbeda pula dengan perusahaan pengumpul/penjual produk mebel (broker), penjual/shoroom dan atau exportir. Oleh karena perbedaan nilai keuntungan berbeda-beda yang diperoleh oleh masing-masing aktor tersebut, maka perlu dilakukan analisa rantai nilai.

Tujuan pemodelan ini adalah membuat model rantai nilai KPH Bojonegoro yang mampu memberikan solusi alternatif melalui skenario-skenario yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para produsen kayu. Diharapkan dengan skenario tersebut dapat dijadikan pertimbangan oleh semua pihak dalam menentukan kebijakan sektor kehutanan di masa yang akan datang. Model rantai nilai yang dikembangkan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan interaksi antara komponen-komponen biaya dan pendapatan di setiap mata rantai. Artinya


(43)

model yang diabngun tidak akan mengamati hal-hal di luar rantai yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan produsen mebel.

4.1.2 Konseptualisasi Model

Model konseptual yang dikembangkan dideskripsikan melalui aliran dan stok. Model yang dibuat dalam model rantai nilai ini terdiri dari lima sub model yaitu : sub model tegakan hutan, sub model penjualan kayu perhutani, sub model keuangan perhutani, sub model industri kayu, dan sub model perantara. Diantara sub model tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dalam pemodelan ini satuan waktu yang digunakan adalah tahun. Fase ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang model yang dibuat.

Sub model keuangan perhutani dipengaruhi oleh sub model tegakan hutan dan sub model penjualan kayu perhutani. Dalam sub model tegakan hutan terdapat komponen luas areal berhutan dan komponen jumlah pohon tiap Kelas Umur (KU) yang mempengaruhi komponen volume tebang dan komponen volume penjualan yang berada dalam sub model penjualan kayu perhutani sehingga berpengaruh juga terhadap pendapatan perhutani. Jumlah luas penanaman dan luas tebangan tiap tahunnya dihitung berdasarkan pada etat luas. Sedangkan etat luas dipengaruhi oleh luas areal berhutan dan daur. Jadi, semakin besar luas areal berhutan maka akan semakin besar volume tebang dan semakin besar pula volume penjualan sehingga menambah keuangan perhutani.

Sub model tegakan hutan dipengaruhi oleh sub model keuangan perhutani. Tinggi rendahnya pendapatan perhutani berpengaruh terhadap biaya-biaya produksi perhutani. Semakin tinggi pendapatan perhutani maka semakin besar kegiatan produksi yang akan dilakukan perhutani. Kegiatan produksi perhutani adalah menciptakan tegakan hutan tanaman.

Sub model penjualan kayu perhutani dipengaruhi oleh sub model tegakan hutan. Tinggi rendahnya angka penjualan kayu ditentukan oleh kondisi tegakan hutan. Semakin rusak kondisi tegakan hutan maka semakin sedikit jumlah pohon yang ada pada tegakan. Dimana jumlah pohon yang ada pada tegakan akan mempengaruhi jumlah tebangan yang akan dihasilkan, sehingga akan mempengaruhi angka penjualan.


(44)

Sub model industri kayu dipengaruhi oleh sub model penjualan kayu perhutani. Adanya penjualan kayu mempengaruhi keberlanjutan produksi industri kayu. Untuk memenuhi permintaan pasar, industri kayu menggunakan kayu yang dijual oleh perhutani sebagai bahan baku. Jadi, angka penjualan kayu menentukan keberlangsungan industri kayu. Sub model industri kayu juga dipengaruhi oleh sub model perantara. Untuk memasarkan hasil produksinya, industri kayu (mebel) menggunakan jasa perantara. Begitu pula dengan sub model perantara dipengaruhi oleh sub model industri kayu, karena perantara (broker) tidak akan berproduksi apabila tidak ada input dari industri kayu. Hubungan antar submodel disajikan pada

Gambar 3.

Sub Keuangan Perhutani

Sub Tegakan Hutan

Sub penjualan Kay u Perhutani

Sub Perantara

Sub Industri kay u

Gambar 3. Hubungan antar sub model

Permintaan kayu jati yang terus meningkat menyebabkan produksi hasil hutan kayu harus ditingkatkan. Permintaan kayu menentukan besarnya kebutuhan kayu yang harus dipenuhi oleh penghasil kayu, dalam hal ini adalah KPH Bojonegoro sebagai penghasil kayu yang diperoleh dari kegiatan pemanenan. Maka dari itu KPH Bojonegoro dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan kayu dengan menciptakan hutan tanaman melalui kegiatan penanaman. Semakin banyak penanaman maka akan semakin banyak stok kayu jati. Melalui kegiatan pemanenan akan tercipta kegiatan penjualan kayu yang artinya memberi lampu hijau pada industri pengolahan kayu jati. Melalui hasil pengolahan, log jati mengalami


(45)

pertambahan nilai. Aktor selanjutnya adalah broker yang berperan dalam memindahkan kayu hasil olahan berupa mebel dari industri pengolahan kepada pengumpul (showroom) untuk selanjutnya produk tersebut dijual kepada konsumen. Karena terbentur syarat Ekolabel dan produk mebel negara lain menimbulkan ketatnya persaingan sehingga produk mebel negara kita sulit menembus pasar ekspor. Konseptualisasi model yang dikembangkan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Konseptualisasi model yang dikembangkan (Purnomo, 2006)

4.1.3 Nilai Tambah Kayu Jati KPH Bojonegoro

Dari hasil pengolahan data diperoleh pertambahan nilai kayu jati KPH Bojonegoro dengan nilai yang berbeda pada setiap aktor, seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertambahan nilai kayu jati di setiap aktor dalam rantai nilai (Rp 1000,-/m3)

Aktor Nilai Output Nilai Input Nilai Output bersih

Perhutani 2.500,00 1.873,22 626,79

Penggergajian 200,00 55,33 144,67

Pengrajin mebel 8.024,77 5.697,61 2.327,16

Perantara/broker 3.439,19 250,00 3.189,19


(46)

Yang dimaksud dengan nilai output pada aktor ”perhutani, penggergajian, dan pengrajin mebel” pada tabel diatas adalah harga produk akhir di setiap aktor sesuai dengan pertambahan nilainya pada kayu jati, dan nilai inputnya adalah biaya produksi yang dikeluarkan oleh tiap aktor. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai output pada aktor ”perantara/broker” dan ”showroom/penjual” adalah selisih antara harga produk akhir/penjualan dengan harga biaya pembelian produk dari aktor sebelumnya, dan nilai inputnya adalah biaya produksi selain biaya pembelian produk dari aktor sebelumnya. Sedangkan nilai output bersih pada masing-masing aktor adalah pengurangan nilai output oleh nilai input. Nilai output bersih ini menunjukkan besarnya nilai tambah yang dinikmati oleh masing-masing aktor. Hasil pengolahan data untuk mendapatkan nilai tambah pada kayu jati dan nilai tambah pada produk disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertambahan nilai per meter kubik jati (Rp 1000/m3)

Pertambahan nilai (bahan) Pertambahan nilai (produk) Aktor Faktor konversi (%) Produk tinggal (m3) Nilai output (Rp) Input biaya

(Rp) Rp % Rp %

Perhutani 100 1 2.500,00 1.873,22 626,79 20,56 626,79 5,70 Penggergajian 65 0,65 130,00 35,96 94,04 3,09 144,67 1,32 Pengrajin mebel 35 0,2275 1.825,64 1.296,21 529,43 17,37 2327,16 21,15 Perantara/broker 100 0,2275 782,42 56,88 725,54 23,80 3189,19 28,99 Pengumpul/showroom 100 0,2275 1.117,74 45,50 1.072,24 35,18 4.713,13 42,84 Jumlah 6.355,79 3.307,76 3.048,03 100,00 11000,93 100,00

Pertambahan nilai pada bahan merupakan hasil perkalian antara nilai output bersih pada Tabel 1 dengan produk tinggal. Produk tinggal adalah bahan baku dari aktor sebelumnya dikurangi limbah yang dihasilkan aktor. Produk tinggal adalah sama dengan rendemen. Sedangkan pertambahan nilai pada produk merupakan hasil perkalian antara nilai output bersih pada Tabel 1 dengan produk utuh (dikali 1). Dari tabel di atas didapatkan nilai yang dihasilkan untuk membuat produk furnitur 0,2275 m3 yang nilainya mencapai Rp 6.355.790,- membutuhkan kayu bulat sebagai bahan baku sebanyak 1 m3 dan membutuhkan biaya sebesar Rp 3.307.760,-. Total pertambahan nilai bahan per meter kubik sampai produk akhir adalah sebesar Rp 3.048.030,- , sedangkan pertambahan nilai yang dihasilkan dari produk sebesar Rp 11.000.930,-/m3.


(47)

Dari total pertambahan nilai bahan per m3, perhutani memperoleh pertambahan nilai sebesar 20,56% atau sebesar Rp 626.790,-, industri kayu yang terdiri dari penggergajian dan pengrajin mebel memperoleh 20,46% atau sebesar Rp 623.470,-, broker memperoleh 23,80% atau sebesar Rp 725.540,- dan pengumpul memperoleh 35,18% atau sebesar Rp 1.072.240,- dari pertambahan nilai jati yang diproduksi. Disini dapat dilihat bahwa pengumpul menikmati nilai tambah terbesar, sedangkan industri pengolah kayu jati (penggergajian dan pengrajin mebel) menikmati nilai tambah terkecil.

Pada pertambahan nilai yang dihasilkan dari produk, pengumpul pun memperoleh persentase nilai tambah produk terbesar yaitu sebesar 42,84% atau sebesar Rp 4.713.130,- dari total pertambahan produk sebesar Rp 11.000.930,-/m3. 4.1.4 Spesifikasi model

Model rantai nilai kayu jati KPH Bojonegoro menggunakan software

STELLA 8.0 terdiri dari beberapa submodel, antara lain : (1) Tegakan Hutan

Sub model tegakan hutan menggambarkan perubahan potensi tegakan tiap kelas umur di KPH Bojonegoro. Sub model ini terdiri dari state variable luas tegakan tiap kelas umur yang mengalami perubahan karena adanya gangguan hutan dan state

variable jumlah pohon tiap kelas umur yang mengalami penambahan karena adanya

jumlah pohon yang ditanam dan jumlah pohon upgrowth dan pengurangan jumlah pohon oleh penjarangan, tebangan, dan mortality. Jumlah pohon tiap kelas umur didekati dengan rumus dalam Sopari (2007) :

N = (L KUi x 10.000) : (0,5 x JT2 x 1,73)

Dimana :

N = Jumlah Pohon (Pohon) L KUi = Luas KU ke i (Ha) JT = Jarak Tanam (m)

Gambar sub model tegakan hutan tertera pada Lampiran 1.

(2) Penjualan Kayu Perhutani.

Submodel ini menggambarkan aliran kayu jati yang berasal dari areal hutan KPH Bojonegoro. Sebagian besar kayu yang dipasarkan berasal dari tebangan A. Penjualan kayu perhutani dilakukan melalui :


(48)

(a) Penjualan dengan perjanjian (kontrak).

Dilaksanakan oleh Direksi yang melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Unit.

(b) Penjualan langsung kepada pembeli, terdiri :

ƒ Penjualan langsung oleh Direksi, dengan menerbitkan Surat Perintah Alokasi Penjualan (SPAP).

ƒ Penjualan langsung oleh Kepala Unit dengan menerbitkan Surat Perintah Penjualan (SPP).

ƒ Penjualan langsung oleh KBM dengan menerbitkan Surat ljin Pembelian (SIP).

(c) Penjualan lelang

Penjualan melaui lelang ini merupakan cara penjualan yang utama, yang terdiri dari : Lelang besar, dilaksanakan oleh Unit dengan perantaraan Kantor Lelang Negara setempat ; dan Lelang kecil, dilaksanakan oleh KBM tanpa perantaraan Kantor Lelang Negara.

(d) Penjualan lain-lain

Yaitu penjualan secara retruksi bagi rakyat sekitar hutan untuk hasil hutan yang diolah langsung oleh Perum Perhutani, dilakukan oleh KBM.

Dalam submodel ini stok kayu perhutani mengalokasikan kayu jati untuk penjualan sebesar 60% dan untuk kebutuhan Industri Penggergajian Kayu Jati (IPKJ) sebesar 40%. Submodel penjualan kayu perhutani ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :

output bersih perhutani biay a produksi

v olume tebang

harga jual IPKJ

penjualan

Hasil penjualan jati

stok kay u PHT v olume per Ha

masuk PHT etat luas

Penjualan kay u perhutani

back


(49)

(3) Keuangan Perhutani

Sub model keuangan perhutani menggambarkan perubahan pendapatan perusahaan tiap tahun. Pendapatan perusahaan sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan perusahaan. Perubahan pendapatan perusahaan dapat menggambarkan tingkat kemajuan suatu perusahaan. Gambar submodel keuangan perhutani tertera pada Lampiran 2.

(4) Industri Kayu

Submodel ini menggambarkan aktifitas yang dilakukan oleh industri pengolahan hasil hutan kayu untuk menghasilkan produk furnitur. Industri kayu terdiri dari industri penggergajian dan industri mebel. Disini juga digambarkan proses kayu gergajian yang berasal dari industri penggergajian yang akan digunakan sebagai bahan baku oleh industri mebel. Dalam submodel ini rendemen gergajian sebesar 65% dan rendemen mebel sebesar 35%. Dalam simulasi model selama 10 tahun diasumsikan bahwa besarnya rendemen adalah tetap. Submodel industri kayu dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

output bersih mebel

output bersih gerg input mebel

tk prod mebel

output mebel

input gerg output gerg tk prod gerg

limbah sawmill penjualan

masuk mebel

jml ky diolah utk mebel limbah mebel

jml prod mebel

konsumsi mebel

jml ky gerg

kons gergajian rendemen mebel

masuk sawmill jml ky digergaji

rendemen gergajian Graph 5

Graph 8

Graph 11

Industri Kay u

back

Gambar 6. Submodel industri kayu (5) Perantara/Broker

Submodel ini menggambarkan peran perantara/broker dalam rantai nilai kayu. Log jati yang berasal dari KPH Bojonegoro setelah diolah menjadi produk furniture


(1)

Lampiran 5. Sebaran Kayu Jati KPH Bojonegoro Berdasarkan Kelas Umur (KU)

Kelas Umur (Ha) No. Bagian Hutan

(BH)

KU-I KU-II KU-III KU-IV KU-V KU-VI KU-VII KU-VIII KU-IX Total (Ha)

1 Clangap 726,0 54,3 279,7 28,8 - - 2,9 - - 1.091,7

2 Dander 1.232,8 573,4 942,2 164,4 94,6 36,6 8,6 49,2 - 3.101,8

3 Ngorogunung 1.380,6 1.335,0 491,8 441,4 476,4 72,3 121,5 220,3 5,3 4.544,6 4 Temayang 1.076,6 1.224,8 3.120,7 1.718,4 522,5 180,3 343,8 75,7 - 8.262,8

5 Cereme 952,6 928,8 1.006,7 325,5 135,2 31,8 - 46,4 1,0 3.428,0

6 Deling 1.092,3 609,6 295,2 394,7 308,7 156,3 120,4 70,8 - 3.048,0


(2)

Lampiran 6. Nilai Tambah Hasil Simulasi Dasar dan Penerapan Skenario

Simulasi Dasar

Broker Gergajian Mebel Perhutani Showroom

.0 5.968.113.486.43 1.719.026.425.80 45.141.674.198.14 34.056.826.762.50 4.409.974.745.36 .5 8.952.170.229.64 1.256.293.636.60 3.227.420.603.12 46.388.274.825.00 6.614.962.118.04 1.0 13.428.255.344.46 2.003.274.079.44 64.718.636.040.43 52.707.552.782.34 9.922.443.177.05 1.5 11.616.905.256.26 2.121.113.473.86 6.753.694.946.05 56.024.986.541.58 14.883.664.765.58 2.0 16.816.195.862.85 2.256.826.530.88 79.761.029.361.29 57.845.616.394.53 16.025.827.797.06 2.5 14.804.865.494.86 2.312.180.070.37 24.654.342.932.53 58.921.846.480.73 20.438.783.352.38 3.0 21.145.903.380.23 2.351.597.175.99 85.731.584.721.51 59.629.769.188.93 21.159.043.391.80 3.5 20.704.200.951.63 2.376.715.479.98 35.423.961.927.72 60.157.327.044.11 26.204.710.474.00 4.0 26.752.170.185.93 2.396.580.003.23 86.376.756.643.60 60.598.393.352.71 28.401.160.048.12 4.5 26.259.469.174.19 2.413.493.564.65 41.842.341.290.86 60.999.812.241.69 33.968.366.808.23 5.0 30.991.168.925.61 2.429.200.512.94 85.106.816.834.38 61.384.918.408.46 36.387.902.208.72 5.5 29.958.215.230.69 2.444.408.975.36 46.332.356.420.98 61.765.296.739.41 41.094.030.434.59 6.0 33.462.268.447.17 2.459.513.020.00 83.449.525.073.10 62.146.661.875.32 42.683.821.577.25 6.5 32.098.246.448.54 2.474.694.983.60 49.939.113.609.62 62.531.797.762.19 46.067.941.737.93 7.0 34.765.416.710.17 2.490.046.288.10 81.930.322.248.46 62.922.027.205.90 46.752.094.951.26 7.5 33.343.230.901.06 2.505.609.085.17 53.060.077.657.65 63.317.946.439.68 49.065.004.304.67 8.0 35.483.762.555.05 2.521.402.119.64 80.689.226.394.54 63.719.792.207.94 49.170.573.552.40 8.5 34.162.948.639.49 2.537.432.293.90 55.852.799.934.22 64.127.625.118.06 50.805.045.682.24 9.0 35.959.810.398.59 2.553.700.808.62 79.739.527.214.44 64.541.421.135.05 50.646.302.315.10 9.5 34.803.288.699.56 2.570.206.127.44 58.392.113.132.19 64.961.117.156.46 51.894.672.638.54 Final 36.355.580.184.20 2.586.945.479.06 79.058.482.696.55 65.386.633.635.35 51.664.277.622.33


(3)

Daur naik 10%

Broker Gergajian Mebel Perhutani Showroom

.0 5.968.113.486.43 1.719.026.425.80 45.141.674.198.14 34.056.828.587.40 4.409.974.745.36 .5 8.952.170.229.64 1.256.293.636.60 3.227.420.603.12 43.719.113.189.67 6.614.962.118.04 1.0 13.428.255.344.46 1.868.554.829.35 64.718.636.040.43 48.671.651.127.30 9.922.443.177.05 1.5 11.616.905.256.26 1.953.682.058.03 6.753.694.946.05 51.272.951.793.79 14.883.664.765.58 2.0 16.816.195.862.85 2.062.057.236.61 76.223.298.699.13 52.702.154.251.35 16.025.827.797.06 2.5 14.804.865.494.86 2.105.014.669.99 21.773.760.315.57 53.548.718.495.80 20.438.783.352.38 3.0 20.678.185.280.46 2.136.177.388.42 80.208.956.092.76 54.107.270.786.71 21.159.043.391.80 3.5 19.855.645.316.03 2.155.978.934.79 31.013.221.145.16 54.525.026.025.08 25.859.102.936.10 4.0 25.290.405.572.76 2.171.732.884.43 80.046.067.878.02 54.875.498.669.01 27.601.339.227.38 4.5 24.426.706.002.89 2.185.180.653.49 36.711.102.838.09 55.195.357.931.89 32.488.325.290.70 5.0 28.686.875.978.38 2.197.704.184.62 78.462.180.067.68 55.502.855.134.61 34.293.611.073.23 5.5 27.433.719.685.79 2.209.852.605.44 40.802.194.788.35 55.807.037.147.04 38.344.190.418.04 6.0 30.635.368.612.40 2.221.934.691.68 76.655.485.414.11 56.112.352.885.66 39.443.494.414.25 6.5 29.171.336.070.27 2.234.091.859.18 44.123.814.081.38 56.420.956.350.23 42.358.917.596.50 7.0 31.647.001.430.13 2.246.394.752.12 75.029.405.453.59 56.733.857.940.50 42.734.822.256.19 7.5 30.187.711.129.52 2.258.875.348.27 46.999.409.250.02 57.051.499.922.70 44.752.100.006.83 8.0 32.195.486.676.16 2.271.547.360.50 73.684.363.588.17 57.374.043.980.43 44.682.436.100.81 8.5 30.862.280.763.47 2.284.415.257.45 49.561.768.524.49 57.701.514.816.63 46.131.195.147.73 9.0 32.555.109.017.63 2.297.479.082.84 72.622.233.975.21 58.033.871.789.50 45.870.438.510.70 9.5 31.392.026.398.32 2.310.736.773.61 51.877.312.349.13 58.371.044.573.53 46.990.929.477.11 Final 32.854.526.493.52 2.324.185.335.70 71.817.694.080.26 58.712.950.840.58 46.691.746.769.21


(4)

Daur turun 50%

Broker Gergajian Mebel Perhutani Showroom

.0 5.968.113.486.43 1.719.026.425.80 45.141.674.198.14 34.056.806.688.60 4.409.974.745.36 .5 8.952.170.229.64 1.256.293.636.60 3.227.420.603.12 75.749.052.813.60 6.614.962.118.04 1.0 13.428.255.344.46 3.485.185.830.38 64.718.636.040.43 97.342.695.699.22 9.922.443.177.05 1.5 11.616.905.256.26 3.974.983.780.54 6.753.694.946.05 108.904.428.162.57 14.883.664.765.58 2.0 16.816.195.862.85 4.426.664.198.73 118.676.066.645.00 115.467.548.551.64 16.025.827.797.06 2.5 14.804.865.494.86 4.636.314.773.70 56.659.147.478.67 119.548.672.382.92 20.438.783.352.38 3.0 26.290.802.477.64 4.785.854.753.74 147.062.923.769.33 122.406.087.570.11 21.159.043.391.80 3.5 30.080.407.572.19 4.889.814.768.02 85.030.307.611.75 124.668.931.467.03 30.006.393.390.82 4.0 42.950.676.986.39 4.976.036.834.96 157.515.819.763.41 126.651.778.830.34 37.230.293.754.65 4.5 46.672.305.370.90 5.052.902.388.83 100.379.735.177.64 128.511.935.247.91 50.352.378.623.45 5.0 56.759.567.962.89 5.126.094.489.88 160.784.809.853.28 130.328.083.294.97 59.663.416.885.62 5.5 58.362.546.846.16 5.198.054.386.66 110.387.944.107.99 132.139.605.034.39 71.772.643.688.58 6.0 65.429.775.003.14 5.270.112.529.62 161.953.840.385.69 133.966.242.645.87 79.011.734.632.03 6.5 65.433.363.908.45 5.342.907.156.95 118.345.294.316.89 135.817.928.038.55 87.853.415.668.50 7.0 70.487.596.090.25 5.416.767.723.20 162.868.228.711.03 137.699.696.809.81 92.276.908.110.47 7.5 69.775.510.144.96 5.491.859.688.07 125.451.734.771.52 139.614.144.112.95 98.223.341.402.93 8.0 73.686.176.973.07 5.568.269.488.48 164.098.317.628.02 141.562.650.981.55 100.670.381.554.31 8.5 72.828.086.372.86 5.646.043.557.12 132.135.469.544.89 143.545.994.877.08 104.783.582.261.68 9.0 76.101.736.203.19 5.725.208.633.28 165.783.412.483.51 145.564.650.095.04 106.206.119.961.44 9.5 75.364.148.161.88 5.805.781.456.77 138.565.320.620.79 147.618.927.180.72 109.336.363.100.22 Final 78.256.692.064.81 5.887.773.194.72 167.931.353.108.71 149.709.011.715.20 110.356.464.096.18


(5)

Rendemen naik 10%

Broker Gergajian Mebel Perhutani Showroom

.0 4.932.325.195.40 1.528.488.243.98 36.073.518.474.58 34.056.826.762.50 3.644.607.227.57 .5 7.398.487.793.09 1.223.939.687.61 7.264.468.015.28 46.388.274.825.00 5.466.910.841.35 1.0 11.097.731.689.64 1.838.047.843.88 48.311.053.268.77 52.707.552.782.34 8.200.366.262.03 1.5 10.241.379.046.33 1.999.252.568.59 17.357.887.723.54 56.024.986.541.58 12.300.549.393.04 2.0 14.072.507.081.93 2.116.004.332.06 57.489.051.922.77 57.845.616.394.53 13.717.862.520.49 2.5 13.885.502.947.43 2.174.441.952.35 36.945.211.930.59 58.921.846.480.73 17.257.426.693.73 3.0 18.227.843.113.60 2.211.094.407.78 61.863.523.065.39 59.629.769.188.93 18.889.027.173.67 3.5 19.807.979.049.57 2.235.559.742.68 47.595.368.888.41 60.157.327.044.11 22.913.481.289.29 4.0 23.709.605.800.04 2.254.359.555.27 62.673.455.429.19 60.598.393.352.71 26.093.306.715.96 4.5 25.265.316.608.92 2.270.406.937.95 53.049.015.807.79 60.999.812.241.69 30.566.220.142.07 5.0 27.907.244.583.03 2.285.223.582.71 62.388.982.359.27 61.384.918.408.47 33.952.226.942.25 5.5 28.844.297.089.26 2.299.553.431.15 56.134.326.795.03 61.765.296.739.41 37.597.410.988.93 6.0 30.397.919.419.87 2.313.768.122.35 62.082.206.651.56 62.146.661.875.33 40.112.412.413.83 6.5 30.862.080.779.83 2.328.050.050.36 58.145.962.087.81 62.531.797.762.21 42.517.919.989.31 7.0 31.751.089.018.11 2.342.487.801.99 62.032.490.968.18 62.922.027.205.94 44.063.653.159.04 7.5 31.985.854.959.46 2.357.123.086.80 59.636.702.597.06 63.317.946.439.76 45.493.428.143.54 8.0 32.529.773.182.43 2.371.974.349.83 62.245.157.762.04 63.719.792.208.11 46.381.789.527.47 8.5 32.687.424.240.02 2.387.048.539.60 60.854.653.347.35 64.127.625.118.35 47.227.883.760.83 9.0 33.065.749.311.44 2.402.346.991.20 62.662.188.513.15 64.541.421.135.55 47.767.422.828.29 9.5 33.214.538.219.12 2.417.868.359.90 61.922.739.243.53 64.961.117.157.27 48.316.745.358.85 Final 33.515.889.792.14 2.433.610.081.81 63.226.509.470.42 65.386.633.636.64 48.701.350.130.86


(6)

Lahan kosong 89%

Broker Gergajian Mebel Perhutani Showroom

.0 5.968.113.486.43 1.719.026.425.80 45.141.674.198.14 34.056.826.762.50 4.409.974.745.36 .5 8.952.170.229.64 1.256.293.636.60 3.227.420.603.12 46.388.274.825.00 6.614.962.118.04 1.0 13.428.255.344.46 2.003.274.079.44 64.718.636.040.43 57.164.174.354.53 9.922.443.177.05 1.5 11.616.905.256.26 2.346.050.134.76 6.753.694.946.05 67.199.965.133.84 14.883.664.765.58 2.0 16.816.195.862.85 2.760.295.337.83 79.761.029.361.29 76.903.495.077.56 16.025.827.797.06 2.5 14.804.865.494.86 3.138.528.825.03 30.561.184.915.22 86.478.824.701.32 20.438.783.352.38 3.0 21.145.903.380.23 3.519.987.188.47 96.421.183.675.53 96.028.129.034.68 21.159.043.391.80 3.5 21.485.135.729.20 3.899.263.755.54 55.285.105.231.16 105.602.648.266.12 26.204.710.474.00 4.0 28.946.360.914.14 4.280.400.387.29 113.509.815.260.36 115.228.162.762.30 28.978.210.510.49 4.5 30.884.238.371.83 4.663.610.088.94 79.417.286.074.65 124.917.730.279.65 35.878.229.455.32 5.0 38.654.611.693.73 5.049.494.570.03 131.069.927.971.84 134.678.054.272.87 40.760.180.640.54 5.5 41.433.193.164.09 5.438.230.171.70 103.167.502.919.02 144.512.667.745.40 48.942.861.746.88 6.0 49.098.100.128.81 5.829.947.736.88 149.240.604.332.75 154.423.524.852.67 55.087.359.321.96 6.5 52.379.423.683.22 6.224.710.669.64 126.748.498.098.63 164.411.796.343.07 63.823.382.134.04 7.0 59.835.776.587.25 6.622.560.990.23 168.065.567.432.97 174.478.266.839.91 70.616.038.118.16 7.5 63.498.150.749.82 7.023.526.987.36 150.281.972.254.41 184.623.532.886.32 79.522.034.797.67 8.0 70.758.904.862.28 7.427.631.153.84 187.533.996.828.76 194.848.101.031.27 86.681.244.673.39 8.5 74.752.922.812.39 7.834.893.000.69 173.841.550.724.29 205.152.435.112.22 95.625.985.904.49 9.0 81.856.786.899.32 8.245.330.685.96 207.617.109.625.25 215.536.975.732.54 103.049.627.190.84 9.5 86.151.888.600.45 8.658.961.559.29 197.479.368.612.03 226.002.136.094.61 112.010.654.520.35 Final 93.136.440.597.90 9.075.801.804.96 228.283.727.477.33 236.646.729.608.67 119.664.916.484.94


Dokumen yang terkait

Kajian kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L.f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 15 55

Model simulasi rasio kelestarian hutan produksi kelas perusahaan jati (Tecfona grandis l.f) di kesatuan pemangkuan hutan Sumedang perum perhutani unit III Jawa Barat dan Banten

0 35 81

Kajian Kelestarian Hasil Hutan Kayu Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L.f.) KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 11 69

Model Simulasi Rasio Kelestarian Hutan Produksi Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 81

Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) (Kasus di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

5 55 75

Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro perum perhutani unit II Jawa Timur

0 10 100

Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 9 79

Penyusunan tabel volume lokal pohon dan sortimen jati (Tectona grandis L.f ) di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

2 14 117

Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah

1 6 33

. Penyusunan Tabel Volume Lokal Kayu Pertukangan Jenis Jati Plus Perhutani (Tectona Grandis L.F.) Di Kph Ngawi Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur

0 5 29