PELAKSANAAN PEMBERIAN UANG PENGHARGAAN MASA KERJA TERHADAP PEKERJA YANG DI PHK DI PT. GOLDEN SARI BANDAR LAMPUNG

(1)

PELAKSANAAN PEMBERIAN UANG PENGHARGAAN MASA KERJA TERHADAP PEKERJA YANG DI PHK DI PT. GOLDEN SARI

BANDAR LAMPUNG

Oleh Melisa Fitriani

Pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dalam suatu perusahaan terkadang tidak berjalan secara optimal, kenyataan tersebut dialami oleh para pekerja yang di-PHK pada PT. Golden Sari, dimana pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja yang di-PHK tidak berjalan dengan baik. Ketentuan mengenai Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung dan (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung.

Penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dan empiris. Dari keseluruhan data yang sudah dikumpulkan dan telah dilakukan pemeriksaan, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan memberikan arti terhadap data dan disajikan dalam bentuk kalimat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peneliti menyimpulkan pertama, pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari masih kurang optimal. Pekerja yang di-PHK tidak langsung diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) melainkan adanya penundaan yang terkadang pekerja tersebut harus menunggu terlalu lama atau bahkan pekerja hanya menerima upah terakhir sebagai upah hasil kerja tanpa diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK). Kedua, faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung adalah pekerja belum dianggap sebagai partner oleh pengusaha, PT.


(2)

pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), sehingga untuk mengetahui apakah memang betul tenaga kerja yang bersangkutan berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) atau tidak sangat sulit. Saran yang penulis kemukakan dalam penelitian ini antara lain: pertama, hendaknya pihak PT. Golden Sari memberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) kepada pekerja yang di-PHK karena hal ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar tenaga kerja. Kedua, PT. Golden Sari harus mempunyai manajemen atau program khusus mengenai pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), sehingga dapat di data secara akurat pekerja yang bersangkutan berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).

Abstract:Provision of gratuity (UPMK) in a company sometimes does not work optimally, the reality is experienced by workers who had been fired at PT. Golden Sari, where the implementation of the provision of gratuity (UPMK) of workers who were laid off are not going well. Provisions regarding gratuity (UPMK) provided for in Article 156 Paragraph (3) of Law No. 13 of 2003 on Manpower. The problem in this study were: (1) How is the implementation of the provision of gratuity to workers laid-off in the PT. Golden Sari Bandar Lampung, and (2) What factors are a barrier to the implementation of the provision of gratuity to workers laid-off in the PT. Golden Sari Bandar Lampung.

The study of law is the kind of normative and empirical legal research. From all the data that has been collected and has been examined, and then analyzed using qualitative descriptive methods, by giving meaning to the data and are presented in the next sentence to be concluded.

Based on the research and discussion conclude the first, the implementation of the provision of gratuity (UPMK) of workers who had been fired at the PT. Golden Sari is still less than optimal. Laid-off workers who are not directly given gratuity (UPMK) but the delays that sometimes workers have to wait too long or even wage workers received only last as wage work without given gratuity (UPMK). Second, factors that become an obstacle in the implementation of the provision of gratuity (UPMK) of workers who had been fired at PT. Golden Sari Bandar Lampung is not considered a partner of workers by employers, PT. Golden Sari not have any management or special program on the provision of gratuity (UPMK), so as to know whether it was true labor is entitled to get gratuity (UPMK) or not is very difficult. The suggestion that the writer suggested in this study include: First, should the PT. Golden Sari give gratuity (UPMK) to workers who had been fired because it is intended to guarantee the basic rights of workers. Second, PT. Golden Sari must have management or special program on the provision of gratuity (UPMK), so that the data can be accurately workers concerned are entitled to a gratuity (UPMK).


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persoalan ketenagakerjaan tidak hanya melindungi pihak yang perekonomiannya yang lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat melainkan juga soal menemukan jalan dan cara yang sebaik-baiknya untuk mencapai adanya keseimbangan antara kepentingan yang berlainan, dengan tidak meninggalkan sifat kepribadian dan kemanusiaan bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya, dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan sebagai imbalan atas jerih payahnya itu untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pengaturan terhadap tenaga kerja diamanatkan dalam Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan:

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Pengaturan terhadap pekerja juga diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak dan Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa:


(4)

(1). Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.

(2). Setiap orang, baik pria maupun wanita dalam melakukan pekerjaan sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

Berdasarkan peraturan tersebut dapat diketahui bahwa, setiap warga negara mempunyai hak dan perlakuan yang adil serta layak dalam suatu hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan tidak diperkenankan bekerja lagi pada perusahaan dimana tenaga kerja tersebut bekerja sehingga tenaga kerja tersebut diberhentikan kerja oleh pihak perusahaan. Faktor penyebab di-PHK seorang pekerja dapat terjadi karena kemungkinan perusahaan dalam keadaan pailit ataupun faktor lain sehingga mengakibatkan pekerja tersebut di-PHK.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa:

“Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.

Ketentuan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa:


(5)

“Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Setiap tenaga kerja yang di-PHK tersebut berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebagai bentuk penghargaan masa kerja. Ketentuan mengenai Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap tenaga kerja tersebut, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar tenaga kerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Mengenai pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap tenaga kerja sebagai implementasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dapat dilihat dari bentuk pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) yang dilaksanakan oleh pihak PT. Golden Sari Bandar Lampung terhadap tenaga kerja yang di-PHK oleh PT. Golden Sari.

PT. Golden Sari merupakan tempat untuk bekerja sekaligus sebagai sumber penghasilan dan penghidupan bagi tenaga kerja beserta keluarganya. Sedangkan bagi pejabat atau penanggung jawab PT. Golden Sari merupakan wadah untuk mengeksploitasi modal guna mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Bagi


(6)

pemerintah daerah Kota Bandar Lampung, PT. Golden Sari sangat penting artinya karena PT. Golden Sari merupakan bagian dari kekuatan ekonomi di bidang perindustrian. Hal ini karena PT. Golden Sari merupakan salah satu perusahaan di Kota Bandar Lampung yang bergerak di bidang industri sari manis.

Pemerintah daerah Kota Bandar Lampung mempunyai kepentingan dan bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberhasilan PT. Golden Sari. Pemerintah daerah Kota Bandar Lampung mempunyai peranan sebagai pengayom, pembimbing, pelindung dan pendamai bagi seluruh pihak dalam masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak yang terkait pada khususnya. Dengan demikian, hubungan industrial yang didasarkan atas keserasian, keselarasan dan keseimbangan dari pihak-pihak yang terkait akan berjalan dengan baik.

Tenaga kerja PT. Golden Sari terkadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pejabat atau penanggungjawab PT. Golden Sari meskipun memberatkan bagi tenaga kerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja seringkali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil, begitu pula dengan tenaga kerja yang sudah di-PHK terkadang dalam pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) masih sering mengalami hambatan.


(7)

Pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) berarti membahas mengenai hak dan kewajiban, dalam hal ini berkaitan dengan tenaga kerja artinya berbicara tentang hak-hak tenaga kerja setelah melaksanakan kewajibannya.

Perjanjian kerja yang digunakan di PT. Golden Sari menggunakan perjanjian kerja secara lisan, tetapi pada golongan tertentu banyak juga yang tertulis. Hal tersebut memang tidak menyalahi peraturan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, tetapi perjanjian kerja tersebut akan lebih baik bila dibuat secara tertulis sebab selama ini ternyata bentuk perjanjian kerja secara lisan telah menempatkan tenaga kerja dalam kondisi yang sangat lemah. Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan perjanjian kerja wajib membuat perjanjian secara tertulis dengan tenaga kerja.

Berdasarkan data pra penelitian menunjukkan bahwa sampai akhir Desember 2011 jumlah seluruh pekerja di PT. Golden Sari tersebut sebanyak 43 orang tenaga kerja laki-laki dan 166 tenaga kerja perempuan. Penempatan kerja mereka dibagi dalam beberapa bagian, diantaranya: bagian pengolahan zat kimia, bagian sarana, bagian dapur dan bagian buruh pabrik. Secara keseluruhan upah kerja mereka sekitar Rp. 950.000,00 (sembilan ratus lima puluh ribu rupiah).

Pihak PT. Golden Sari memanfaatkan tenaga kerja buruh selain memperoleh tenaga yang murah, mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut. Keadaan


(8)

dan kondisi yang demikian menjadi tidak efektif bagi pihak tenaga kerja dan pihak PT. Golden Sari untuk menyelenggarakan perjanjian perburuhan, dan terbentuknya perjanjian hal tersebut tidak menjamin adanya kepastian hukum akibatnya tidak dapat diharapkan sebagaimana yang telah dicantumkan didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Apalagi tenaga kerja yang di-PHK tersebut tidak mempunyai organisasi serikat pekerja yang dapat menyalurkan aspirasi para tenaga kerja sehingga nasibnya menjadi manifestasi dari hukum primitif, kalaupun sudah ada tentunya kebebasan mereka dibatasi.

Kenyataan tersebut dialami oleh para tenaga kerja yang sudah di-PHK pada PT. Golden Sari, dimana pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap para tenaga kerja yang di-PHK tidak berjalan dengan baik, walaupun para tenaga kerja yang di-PHK sudah bekerja selama masa kerja 4 tahun dan sudah sepatutnya memperoleh Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) namun realisasi dilapangan tidak demikian, para tenaga kerja yang di-PHK jarang yang diberikan tunjangan ataupun Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).

Ketentuan dalam Pasal 156 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”.


(9)

Sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap tenaga kerja yang di-PHK maka pejabat yang sekaligus menjadi penanggungjawab pada PT. Golden Sari harus memberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pelaksanaan Pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja Terhadap Pekerja Yang di-PHK Di PT. Golden Sari Bandar Lampung”.

1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung?

b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai ketenagakerjaan dan lingkup


(10)

substansi yaitu pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung. b. Untuk mengetahui hambatan yang timbul dalam pelaksanaan pemberian

uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung dan cara penyelesaiannya.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

1). Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum ketenegakerjaan.

2). Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.


(11)

b. Kegunaan Praktis

1). Bagi pekerja, dapat memberikan dorongan moral dan membangkitkan kesadaran akan hak dan kewajiban sehingga dapat tercipta iklim kerjasama yang sehat antara pekerja dengan pengusaha.

2). Bagi pengusaha, dapat memberikan pemahaman tentang kewajiban pengusaha dalam memperlakukan pekerja sebagaimana mestinya dengan seadil-adilnya menurut batas-batas yang dibenarkan Undang-Undang.

3). Bagi Pemerintah, dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak pemerintah untuk lebih bersikap aktif dalam merespon permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di dunia industri yang semakin pesat.

4). Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan sehingga dapat mendidik kita menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpikir dan bertindak kritis terhadap segala ketimpangan yang terjadi di lingkungannya sehingga tercapai perdamaian dalam masyarakat.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tenaga Kerja. Pada tahun1997 undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang No. 25 Tahun Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan UU No. 25 Tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes dari masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana jamsostek. Keberadaan UU No. 25 Tahun 1997 mengalami penangguhan dan yang terakhir diganti oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 4279 yang selanjutnya disingkat dengan UU No. 13 Tahun 2003).

Apabila ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri atas dua kata, yaitu hukum dan ketenagakerjaan. Hukum dan ketenagakerjaan merupakan dua konsep hukum. Konsep hukum sangat dibutuhkan apabila kita mempelajari


(13)

hukum. Konsep hukum sangat dibutuhkan apabila kita mempelajari hukum. Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu defisi. Istilah dan arti tersebut diupayakan agar digunakan secara konsisten. Konsep yuridis (legal concept) yaitu konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau system aturan hukum.

Hukum dapat diartikan sebagai norma hukum, yakni norma dibuat oleh pemegang kekuasaan yang berwenang. Norma hukum dapat berbentuk norma hukum yang tertulis maupun norma hukum yang tidak tertulis. Adapun pengertian tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal, serta orang yang belum bekerja atau pengangguran.

Hukum ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Terdapat beberapa pendapat atau batasan tentang pengertian hukum perburuhan. Molenaar memberikan batasan pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha. Menurut Mr. MG Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu. Iman Soepomo memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah suatu


(14)

himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengertian hukum perburuhan mengandung tiga unsur yaitu:

a. Adanya peraturan

b. Bekerja pada orang lain, dan c. Upah.

Peraturan mencakup aturan hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis. Hukum yang tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-undangan berdasarkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Hukum yang tidak tertulis misalnya hukum kebiasaan. Bekerja pada orang lain dapat diartikan orang tersebut bekerja di luar hubungan kerja (swapekerja/wiraswasta) dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja pada orang lain di dalam hubungan kerja meliputi mereka yang bekerja kepada Negara dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja kepada Negara disebut pegawai negeri atau pegawai pemerintahan. Mereka menjalankan tugas Negara berdasarkan surat keputusan pengangkatan pegawai negeri, baik sipil maupun ABRI/TNI. Adapun mereka yang bekerja kepada orang lain adalah mereka yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian pemborongan.

Selanjutnya penerimaan upah bagi buruh merupakan konsekuensi buruh yang telah menyerahkan tenaganya untuk bekerja. upah merupakan hak buruh setelah mereka melakukan pekerjaannya. Kebalikan penerimaan upah dalam hubungan


(15)

kerja adalah adanya kewajiban majikan atau pemberi kerja untuk memberi pekerjaan. Adanya kewajiban pemberian upah berarti dapat ditafsirkan adanya kewajiban untuk memberikan pekerjaan.

2.2.Pengertian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dalam Hukum Ketenagakerjaan

Uang penghargaan masa kerja (UPMK) adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan.

Ketentuan mengenai Uang penghargaan masa kerja diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa:

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(3) Perhitungan Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;


(16)

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Uang penghargaan masa kerja yang diberikan kepada Pekerja yang diberhentikan atau mencapai usia maksimum kerja merupakan bentuk Jaminan sosial buruh. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK, besarnya kompensasi dan batas maksimal yang diakui oleh PT. Jamsostek dapat dikatan cukup. Namun untuk saat ini kompensasi ataupun batas maksimal upah yang diakui untuk pembayaran premi Jamsostek sudah saatnya dilakukan revisi penyesuaian.

Berkaitan dengan hal diatas, pemberian Uang penghargaan masa kerja bermaksud untuk memberikan jaminan sosial dari pelaksanaannya dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan terhadap pekerja. Oleh karena itu, untuk menjamin terlaksananya secara baik sehingga tercapai tujuan untuk


(17)

memberikan jaminan sosial pekerja, diperlukan pengawas ketenagakerjaan maupun oleh masyarakat akan kesadaran dan itikad baik semua pihak.

Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa: “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Berdasarkan Pasal tersebut maka untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, pemerintah telah mengadakan peraturan-peraturan yang bertujuan melindungi pihak yang lemah yaitu ketenagakerjaan.

Menurut Asri Wijayanti (2009: 2), hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan tenaga kerja. Pada tahun 1997 Undang-Undang ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes dari masyarakat, hal ini dikaitkan dengan masalah menara jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana Jamsostek. Keberadaan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 mengalami penagguhan dan yang terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut MR. Soetikno dalam G. Karta Sapoetra dan RG Widianingsih (1982: 6) bahwa hukum ketenagakerjaan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain dan


(18)

mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hukum ketenagakerjaan merupakan bagian dari hukum privat dan hukum publik. Dikatakan bersifat privat karena hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan orang-perorang, dalam hal ini antara pekerja dengan pengusaha/majikan. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum publik yang oleh pemerintah ditetapkan dengan suatu Undang-Undang. Dengan demikian hukum ketenagakerjaan pada dasarnya harus mempunyai unsur-unsur tertentu:

1. Adanya serangkaian peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis; 2. Peraturan tersebut mengenai suatu kejadian;

3. Adanya orang (pekerja) yang bekerja pada pihak lain (majikan); 4. Adanya upah (termasuk Uang penghargaan masa kerja di dalamnya).

Tujuan pokok hukum ketenagakerjaan adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan dan pelaksanaan itu diselenggarakan dengan jalan melindungi pekerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan (Iman Soepomo, 1987: 7).

2.2.1. Jaminan Hak terhadap pekerja diatur dalam UndangUndang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

l. Penyandang cacat

Didalam masalah perlindungan terhadap pekerja, yang perlu diperhatikan secara tersendiri adalah penyandang cacat. Di dalam Pasal 67 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 mengatur soal penyandang cacat yang intinya bahwa


(19)

pengusaha dapat memberikan pekerjaan penyandang cacat dengan memperhatikan atau mematuhi aturan sebagai berikut:

a. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. b. Pemberian perlindungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2. Pekerja Anak

Bagi pekerja anak diatur dalam Pasal 68, 69 dan 72 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa:

a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak, hai ini diatur dalam Pasal 6$ Undang-Undang No. 13 Tahun 2003;

b. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun s.d. 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial, hal tersebut diatur dalam Pasal 69 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003;

c. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa, hal tersebut diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

3. Pekerja Perempuan

Mengenai pekerja perempuan diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sebagai berikut:


(20)

a. Pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00;

b. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00;

c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 wajib:

1). memberikan makanan dan minuman bergizi;

2). menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

d. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00;

e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dan Ayat (4) diatur dengan keputusan menteri.

4. Waktu Kerja

Didalam aturan tentang ketenagakerjaan maka waktu kerja merupakan masalah penting karena disini terletak memuat tentang efisiensi kerja maupun kemampuan tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 77 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang memberikan rincian waktu kerja meliputi : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6


(21)

b. 8 (delapan) jam l (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Apabila pengusaha mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus membayar atas lembur, maka wajib bagi pengusaha memiliki persetujuan dari pekerja dan waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam waktu 1 (satu) minggu. Disamping membayar uang lembur, maka pengusaha wajib memberikan waktu istirahat kepada pekerja. Waktu istirahat sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 79 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:

“Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja”.

Pelaksanan hak pekerja tentang waktu istirahat dan cuti biasanya diatur dalam perjanjian kerja bersama, hal tersebut diatur dalam Pasal 79 Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Hak lain yang perlu diperhatikan adalah hak untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Di dalam Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, bagi pekerja perempuan ada hak-hak yang meliputi :

a. Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak waj ib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid, hal tersebut terdapat dalam Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003;


(22)

b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada Ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, hal tersebut terdapat dalam Pasal 81 Ayat (2) UU No 13 Tahun 2003;

c. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan, hal tersebut terdapat dalam Pasal 82 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003;

d. Pekerja yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, hal tersebut terdapat dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003;

e. Pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja, hal tersebut terdapat dalam Pasal 83 UU No. 13 Tahun 2003.

Di dalam Undang-Undang Ketenegakerjaan tersebut, mengerjakan pekerjaan adalah tidak seharusnya melakukan pekerjaan tanpa waktu istirahat dan pekerja berhak menolak karena didalam hari-hari libur pekerja tidak wajib bekerja. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu:

“Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi”.

Akan tetapi, jika pengusaha terpaksa harus mengerjakan pekerja pada hari libur resmi karena sesuatu kepentingan dari jenis dan sifat pekerjaan harus dijalankan dan dilaksanakan secara terus-menerus atau keadaan karena kesepakatan antara


(23)

pengusaha dengan pekerja maka, bekerja pada hari libur harus dibayar sesuai dengan aturan pembayaran lembur upah kerja. Hal ini sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu:

“Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja untuk bekerja pada hari-hari resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha”.

2.2.2. Bentuk lain dari Jaminan Hak terhadap Pekerja

1. Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK).

Jamsostek adalah suatu jaminan hak sosial bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia, hal ini sebagaimna dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992.

Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 3 tahun 1992, ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yaitu:

a. Jaminan kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi


(24)

hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. Jaminan kecelakaan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja dan keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.

b. Jaminan kematian

Pekerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yag ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

c. Jaminan hari tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi pekerja terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayar sekaligus atau secara bertahap. Jenis jaminan social tersebut berupa pemberian uang pesangon yang diberikan kepada pekerja yang diberhentikan atau mencapai usia maksimum kerja.

d. Jaminan pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan upaya


(25)

kesehatan dibidang penyembuhan. Upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit jika dibebankan kepada perseorangan, maka selayaknya upaya penanggulangan diupayakan melalui Program Jamsostek. Pengusaha berkewajiban pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. Adapun standar pelayanan program ini maliputi pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda dengan program lain dalam jaminan sosial, program ini tidak memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai, tetapi berbentuk pelayanan kesehatan.

2. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 38 Undang-Undang No. 39 tahun 1999, menerangkan bahwa: a. Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan,

berhak atas pkerjaan yang layak;

b. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil;

c. Setiap orang baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.

d. Setiap orang, baik pria maupun perempuan yang melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.


(26)

Berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 bahwa setiap orang mempunyai hak untuk bebas memilih pekerjaan sesuai dengan bakat, kecakapan, kemampuannya dan berhak atas syarat kerja serta upah yang adil tanpa adanya diskriminasi.

2.3. Upah kerja

Pada dasarnya peraturan perundang-undangan dalam bidang ketenagakerjaan berlaku terhadap semua pekerja tanpa membedakan statusnya baik sebagai pekerja tetap maupun pekerja harian lepas. Kenyataan menunjukkan di sektor-sektor industri masih banyak dipekerjakan pekerja harian lepas. Pekerja harian lepas belum mendapatkan perlindungan sebagaimana layaknya sehingga perlu adanya suatu peraturan yang memberikan perlindungan terhadap pekerja harian lepas. Pekerja berdasarkan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yaitu: Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Upah kerja adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja yang telah atau akan dilakukan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 157 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa:


(27)

“Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

a. upah pokok;

b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh”.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari. Upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota. Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

2.4. Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.


(28)

Bentuk perjanjian kerja tersebut dapat dibuat secara tertulis atau lisan, hal ini diatur dalam Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Tetapi, pada prinsipnya perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis lebih menjamin kepastian hukum. Namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan untuk perjanjian kerja secara lisan asalkan perjanjian tersebut disepakti kedua belah pihak yaitu pekerja dengan pengusaha dan sesuai dengan ketentuan yang ada pada undang-undang.

Oleh karena itu, perjanjian kerja yang dibuat secara lisan untuk masa sekarang dimana perkembangan dunia usaha semakin komplek perlu ditinggalkan dan sebaliknya, perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis demi kepastian hokum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kerja serta adanya administrasi yang baik bagi perusahaan.

Menurut jenisnya perjanjian kerja dapat dibedakan atas perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, hal ini diatur dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu adalah perjanjian kerja yang jangka waktu bertakunya ditentukan dalam perjanjian kerja tersebut sedangkan, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah perjajian kerja yang jangka waktu berlakunya tidak disebutkan dalam perjanjian kerja, tidak menyebutkan untuk berapa lama tenaga kerja harus melakukan pekerjaan tersebut (Manulang 2001 : 69). Pada umumnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk suatu pekerjaan yang sudah dapat diperkirakan pada suatu saat akan selesai dan tidak


(29)

akan dilanjutkan walaupun ada kemungkinan perpanjangan karena waktu yang diperkirakan ternyata tidak cukup.

Pekerja yang mengadakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana jangka waktu berlakunya ditentukan menurut perjanjian disebut pekerja kontrak. Sedangkan, pekerja yang mengadakan perjanjian kerja untuk waktu dimana jangka waktu berlakunya ditentukan menurut kebiasaan disebut pekerja musiman. Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis karena berkaitan dengan jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu sebaliknya perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dibuat secara tidak tertulis atau lisan, hal ini diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh ada masa percobaan.

Sebaliknya, pada perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu biasanya ada masa percobaan selama 3 (tiga) bulan yang diberitahukan secara tertulis apabila tidak diberitahukan secara tertulis maka dianggap tidak ada masa percobaan, hal ini diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

Berakhirnya perjanjian kerja dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 Ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yaitu: 1. Pekerja meninggal dunia;

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian;

3. Adanya persetujuan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;


(30)

4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan daiam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dengan terjadinya perjanjian kerja, akan menimbulkan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang berisikan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya, sebaliknya kewajiban pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lainnya.

2.4.1. Hak Pekerja l. Imbalan kerja

Pengupahan atau upah adalah hak dari pekerja yang diterima olehnya dan dinyatakan dalam bentuk uang. Upah merupakan imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja. Hal tersebut terkait erat bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak kemudian ditetapkan oleh pemerintah untuk melindungi pekerja, dengan cara menetapkan upah minimum, hal ini diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

2. Uang penghargaan masa kerja

Uang penghargaan masa kerja adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi


(31)

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan.

Ketentuan mengenai Uang penghargaan masa kerja diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pekerja berhak mendapatkan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”.

3. Fasilitas

Fasilitas berbagai tunjangan, bantuan yang menurut perjanjian akan diberikan oleh pihak pengusaha.

Di dalam meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya maka pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kemampuan dari pengusaha tetapi harus memperhatikan kebutuhan yang nyata yang diperlukan oleh pekerja. Hal tersebut berkait erat dengan Pasal 100 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yaitu:

a. Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya, Penyediaan pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan;

b. Fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan;


(32)

c. Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Fasilitas yang berupa tunjangan yang diberikan kepada pekerja pada umumnya berupa Tunjangan Keagamaan. Tunjangan Keagamaan berupa Tunjangan Hari Raya untuk berbagai umat agama seperti Lebaran, Natal, Nyepi dan Waisak.

Pembayaran THR diberikan pengusaha kepada pekerja paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan, besarnya THR sebesar satu kali upah perbulan. Hal ini sebagaimana dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Tenaga kerja RI No. PER-04/MEN/1994 yang menyatakan bahwa:

a). Pemberian THR sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (2) disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan, masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain;

b). Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam Ayat (l) wajib dibayarkan pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan;

c). Mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja;

Menurut Pasal 11 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Oleh karena itu, pelatihan kerja sangat penting untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta


(33)

keahlian pekerja untuk mencapai produktivitas baik bagi pekerja maupun untuk tercapainya produktivitas usaha-usaha perusahaan. Dalam hal perusahaan menyelenggarakan latihan kerja agar mengikutsertakan pekerja harian lepas yang dipekerjakan, hal ini diatur dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.06/MEN/1985;

d). Mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan moral agama. Kesehatan pekerja adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik didalam maupun diluar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman dan sehat, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 31 Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Oleh karena itu, setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas 3 (tiga) aspek keselamatan yaitu kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nifai agama. Maka untuk melindungi keselamatan pekerja diselenggarakan dalam keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungannya oleh tJndang-Undang Ketenagakerjaan. Kemudian, oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan diperintahkan clan diarahkan agar setiap perusahaan wajib menerapkan sistem managemennya tentang kesehatan dan keselamatan kerja untuk para pekerjanya, hal ini diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang No 13 Tahun 2003.


(34)

e). Mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.

Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, hal ini diatur dalam Pasal 104 Ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Hal tersebut merupakan realitas bersama yang diharapkan oleh Pasal 28 UUD 1445 yang membuat ketentuan bahwa : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Serikat pekerja keberadaannya untuk menjalankan dan melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan, pengawasan, menyalurkan aspirasi demokrasi, mengembangkan ketrampilan dan keahlian serta memperjuangkan kesejahteraan anggotanya didalamnya. Sedangkan, pengertian serikat pekerja diatur dalam Pasal l angka 17 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa:

“Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya”.

Berdasarkan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No ! 3 Tahun 2003, pekerja mempunyai hak untuk membentuk serikat pekerja tanpa ada intimidasi dari pihak pengusaha terhadap pekerja yang mempunyai kehendak untuk membentuk serikat pekerja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28 Undang-Undang No 21 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa:


(35)

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara:

l. Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;

2. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja; 3. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

4. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja.

2.4.2. Kewajiban pekerja

1. Melakukan pekerjaan

Dalam Pasal 52 Ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa: Perjanjian kerja dibuat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Peraturan Perundang-undangan. Menurut Iman Soepomo (1983:94) bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan adalah perbuatan untuk kepentingan majikan, baik langsung maupun tidak langsung dan bertujuan secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi baik mutu maupun jumlahnya. Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa pekerjaan yang akan dilakukan adalah pekerjaan yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja. Jika macam dan jenis pekerjaan ini tidak ditetapkan dalam perjanjian maka yang berlaku adalah kebiasaan, artinya pekerjaan yang harus dilakukan pekerja adalah pekerjaan yang bisa dilakukan didalam perusahaan itu oleh pekerja lain sebelum dia.


(36)

Pekerjaan yang diperjanjikan oleh pekerja harus dikerjakan oleh pekerja berarti melakukan pekerjaan itu bersifat kepribadian (personality). Perjanjian kerja yang sifatnya kepribadian maksudnya kerja dengan pekerja tidak dapat dipisahkan. Pekerjaan tersebut menimbulkan ketidakmungkinan pekerja digantikan oleh orang lain, pekerja tidak dapat menyuruh salah seorang keluarganya untuk menggantikan dan masuk kerja apabila pekerja berhalangan.

Ketentuan ini bagi pekerja yang mendapat upah secara harian atau borongan akan menimbulkan konsekuensi tidak mendapatkan upah selama pekerja tidak bekerja. Padahal, upah adalah faktor utama sehingga pekerja bekerja untuk menghidupi seluruh keluarganya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang mendapat upah secara harian atau borongan yang pekerjaannya yang tidak memerlukan keahlian/pendidikan tertentu seyogyanya dapat digantikan oleh salah seorang keluarga apabiia pekerja berhalangan agar upah yang menjadi tujuan utamanya tetap ia dapatkan.

Ruang lingkup pekerjaan harus diketahui oleh pekerja sebelumnya sehingga pengusaha tidak dapat memperluas pekerjaan dengan memberikan upah yang telah ditentukan baik dalam perjanjian kerja maupun dalam peraturan perusahaan atau perjanjian ketenagakerjaan.

2. Mematuhi perintah dari pengusaha

Pekerja dalam melakukan pekerjaan harus sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Petunjuk atau perintah dari pengusaha diatur dalam perjanjian kerja. Apabila pekerja bekerja menurut kemauannya sendiri dengan


(37)

tidak mengindahkan petunjuk yang telah diberikan pengusaha berarti menyalahi perjanjian.

Dalam melakukan pekerjaannya pekerja wajib taat terhadap peraturan. Peraturan perusahaan dibuat oleh pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yaitu :

“Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”.

Oleh karena itu, pekerja harus menaati peraturan-peraturan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan peraturan-peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan tata tertib dalam perusahaan yang diberikan kepada pekerja sesuai dengan perjanjian kerja. Peraturan tata tertib perusahaan ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat adanya kepemimpinan dari pengusaha terhadap pekerja.

3. Membayar denda atas kelalaiannya.

Tanggung jawab pekerja atas kerugian yang timbul disebabkan oleh kesengajaan dan kelalaian dari pihak pekerja yang dapat mengakibatkan kerugian pada pihak pengasaha dapat dikenakan denda, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 95 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa:

“Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda”.

Setiap pelanggaran atas suatu perbuatan sudah dikenakan denda tidak boleh dituntut ganti rugi. Denda ini diberikan pekerja apabila terjadi pelanggaran


(38)

terhadap kewajiban pekerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara buruh dan pengusaha. Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari pekerja apabila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh pekerja karena kesengajaan atau kelalaiannya.

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yang dimaksud pengusaha adalah :

1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2. Orang perseorangan, pesekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Di dalam perjanjian kerja selain ada hak dan kewajiban pekerja terdapat hak dan kewajiban pengusaha.

2.4.3. Hak Seorang Pengusaha

Pengusaha berhak membuat peraturan perusahaan. Pembuatan peraturan perusahaan ini berdasarkan Pasal 1 bagian a Peraturan Menteri Nomor 02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan yang menyatakan bahwa :

“Peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan”.


(39)

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa :

“Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”.

Jadi, peraturan perusahaan merupakan peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang berisi syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan hanya dibuat secara sepihak oleh pengusaha yang mempunyai pekerja lebih dari 25 (dua puluh lima) orang. Dalam pembuatan peraturan perusahaan pekerja tidak ikut serta menentukan isinya, oleh karena itu ada yang menyatakan bahwa peraturan perusahaan adalah peraturan yang berisi terpisah dari perjanjian kerja.

2.4.4. Kewajiban Pengusaha a. Membayar upah

Secara umum adalah pembayaran yang diterima pekerja selama ia melakukan pekerjaan. Bagi pengusaha upah adalah biaya produksi yang harus ditekan serendah-rendahnya agar harga barangnya nanti tidak terlalu rugi atau keuntungannya menjadi lebih tinggi.

Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa : Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau Peraturan Perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan


(40)

keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Imbalan adalah termasuk juga sebutan honoranium yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja secara teatur dan terus-menerus. Jadi, yang dimaksud dengan upah adalah imbalan yang berupa atau dapat dinilai dengan uang karena telah atau akan melakukan pekerjaan atau jasa.

Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja pada saat terjadinya perjanjian kerja sampai perjanjian kerja berakhir. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan. Upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh pekerja laki-laki sama besarnya dengan upah atau tunjangan lainnya yang diterima oleh pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya artinya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan uraian jabatan (job discription) yang sama pada suatu pekerjaan.

b. Memberikan Surat Keterangan

Kewajiban memberikan surat keterangan dapat dikatakan sebagai kewajiban tambahan dari seorang pengusaha. Pihak pengusaha memberi Surat Keterangan (referensi) tentang pekerjaaan pekerja sewaktu hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha berakhir. Dalam hal ini pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atau kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja waktu tertentu untuk pertama kali, hal ini diatur dalam Pasal 154 huruf b Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.


(41)

Pengunduran diri pekerja ini secara otomatis seorang pekerja berhenti bekerja pada suatu perusahaan dan meminta sebagai tanda pengalaman bekerjanya. Seorang pengusaha yang menolak memberikan surat keterangan yang meminta atau dengan sengaja menuliskan keterangan palsu bertanggung jawab atas kerugian yang di derita pekerja.

3. Memberikan waktu istirahat mingguan dan hari libur

Pengusaha wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa sehingga pekerja tidak harus melakukan pekerjaan pada hari minggu dan hari-hari yang dipersamakan dengan hari minggu menurut kebiasaan setempat untuk pekerjaan yang diperjanjikan. Biasanya istirahat mingguan 1 (satu) hari saja setiap kerja seminggu, namun untuk waktu kerja 5 (lima) hari maka istirahat mingguan adalah 2 (dua) hari pada umumnya jatuh pada hari sabtu dan minggu. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari unuk 5 (lima) had kerja dalam 1 (satu) minggu. Pada umumnya dalam istirahat mingguan pekerja tidak mendapat upah, kecuali kalau di perjanjikan atau dalam peraturan perusahaan atau diatur dalam perjanjian ketenagakerjaan.

Mengenai hari libur resmi, kalau pada waktu istirahat mingguan dan hari libur resmi pekerja disuruh bekerja maka hal ini disebut kerja lembur. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara


(42)

terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha, hal ini diatur dalam Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi maka bagi pekerja yang pada hari libur resmi memperoleh upah kerja lembur.

4. Memberikan Uang penghargaan masa kerja

Pemberian Uang penghargaan masa kerja dilaksanakan oleh pengusaha terhadap pekerja yang diberhentikan atau mencapai usia maksimum kerja dalam perusahaan tersebut. Dalam rangka mencari keseimbangan antara kepentingan pekerja yang diberhentikan atau mencapai usia maksimum kerja, pengusaha dan pemerintah merupakan tujuan diciptakannya hubungan industrial, karena ketiga komponen ini mempunyai kepentingan masing-masing. Berdasarkan kepentingan tersebut diharapkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Uang penghargaan masa kerja adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan.

Ketentuan mengenai Uang penghargaan masa kerja diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa:


(43)

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

2.5. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Menurut Pasal 1 butir 23 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat kerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan.

Setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi baik di perusahaan swasta maupun perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada


(44)

awalnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih (bipartit) melalui perundingan bipartit. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perselisihan Hubungan Industrial yaitu :

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerjadengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan yaitu Pengadilan Hubungan Industrial.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, jenis perselisihan hubungan industrial meliputi:

1. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhi hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;

2. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;


(45)

4. Perselisihan antar serikat pekerjaadalah perselisihan antara serikat pekerjadengan serikat pekerjalain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham, mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerja.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial ada 3 (tiga) cara yaitu :

a. Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerjanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. b. Konsiliasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerjahanya daiam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

c. Arbitrase hubungan industrial adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjahanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak yang bersifat final.

Dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi, arbitrase maupun


(46)

mediasi. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial, hal ini diatur dalam Pasal l angka 17 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial yang berada pada lingkungan peradilan umum dibatasi proses clan tahapannya dengan tidak membuka kesempatan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan, putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjadalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Dengan menggunakan metode maka akan menemukan jalan yang baik untuk memecahkan suatu masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah tersebut dan langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang akan diterapkan, dalam hal ini mencakup teknik mencari, mengumpulkan dan menelaah, serta mengolah data tersebut.

3.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalarn penelitian ini di lakukan dengan dua cara yaitu pendekatan masalah normatif dan ernpiris.

1. Pendekatan normatif yaitu pendekatan mengkaji hukum yang di konsepkan sebagai norna atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan prilaku setiap orang. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan, kodifikasi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan seterusnya dan norma hukum tertulis buatan pihak-pihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum, dan Rancangan Undang-Undang).


(48)

2. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai prilaku nyata (actual behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.

3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselihan Hubungan Industrial


(49)

7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum yang ditulis.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misalnya kamus hukum, indeks majalah hukum, jurnal penelitian hukum dan bahan-bahan di luar bidang hukum seperti majalah surat kabar, serta bahan-bahan hasil pencarian dan melalui internet yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, rnencatat memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku-buku, peraturan hukum, yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Lapangan

Dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui pembicaraan secara langsung atau lisan menggunakan daftar


(50)

pertanyaan yang telah dipersiapkan, tanggapan serta informasi yang diperlukan yaitu kepada:

a). Baihaqi Ibrahim (Branch Manager/Pengusaha PT. Golden Sari Bandar Lampung)

b). Retno Dwi Astrini (Karyawan Staff PT. Golden Sari Bandar Lampung). c). Desi Ulfa Sari (Karyawan pengolahan bahan kimia PT. Golden Sari Bandar

Lampung).

2. Prosedur Pengolahan Data

a) Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok masalah.

b) Evaluasi yaitu menentukan nilai terhadap data-data yang telah terkumpul. c) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang

ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

d) Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis

e) Penyusunan data yaitu menyusun data secara sistematis menurut data urutan pokok bahasan yang telah ditentukan dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.


(51)

3.4. Analisis Data

Data yang telah diolah, dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan.


(52)

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung masih kurang optimal karena adanya beberapa hambatan dalam pelaksanannya. PT. Golden Sari Bandar Lampung memberhentikan pekerja yang sudah memiliki masa kerja cukup lama dan berhak memperoleh Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) akan tetapi pekerja yang di-PHK tersebut tidak langsung diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) melainkan adanya penundaan yang terkadang pekerja tersebut harus menunggu terlalu lama atau bahkan sebagian pekerja yang di-PHK hanya menerima upah terakhir sebagai upah hasil kerja tanpa diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).

b. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung adalah pekerja belum dianggap sebagai partner oleh pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya sehingga belum dilaksanakannya secara maksimal pelaksanaan pemberian Uang Penghargaan


(53)

Masa Kerja (UPMK). Selain itu PT. Golden Sari Bandar Lampung belum mempunyai manajemen atau program khusus mengenai pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), sehingga untuk mengetahui apakah memang betul pekerja yang di-PHK berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) atau tidak sangat sulit.

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang penulis kemukakan dalam skripsi ini adalah:

a. Hendaknya pihak PT. Golden Sari Bandar Lampung memberikan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) kepada pekerja yang diberhentikan atau di-PHK yang sudah mencukupi masa kerjanya untuk memperoleh Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) karena hal ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan tentang pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).

b. PT. Golden Sari Bandar Lampung harus mempunyai manajemen atau program khusus mengenai pemberian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), sehingga dapat di data secara akurat pekerja yang di-PHK berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK). Setiap pekerja tersebut berhak mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebagai bentuk penghargaan masa kerjanya yang cukup lama di PT. Golden Sari Bandar Lampung.


(54)

Oleh Melisa Fitriani

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(55)

(Skripsi)

Oleh Melisa Fitriani

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(56)

Tabel 1 ... 50

Tabel 2 ... 51

Tabel 3 ... 52

Tabel 4 ... 52

Tabel 5 ... 58

Tabel 6 ... 60

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup... 7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ... 10

2.2. Pengertian Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dalam Hukum Ketenagakerjaan ... 13

2.2.1. Jaminan Hak terhadap pekerja diatur dalam UndangUndang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ... 17

2.2.2. Bentuk lain dari Jaminan Hak terhadap Pekerja... 21

2.3. Upah Kerja... 24

2.4. Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha... 26

2.4.1. Hak Pekerja... 28

2.4.2. Kewajiban Pekerja... 33

2.4.3. Hak Seorang Pengusaha ... 37

2.4.4. Kewajiban Pengusaha... 38

2.5. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ... 42

III.METODE PENELITAN 3.1. Pendekatan Masalah ... 45

3.2. Sumber Data... 46

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47

1. Prosedur Pengumpulan Data ... 47

2. Prosedur Pengolahan Data ... 48


(57)

terhadap Pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung .. 56 4.3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberian

uang penghargaan masa kerja terhadap pekerja yang di-PHK di PT. Golden Sari Bandar Lampung... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 66 5.2. Saran ... 67


(58)

A. BUKU/LITERATUR

Abdussalam, H.R. 2009.Hukum Ketenagakerjaan. Restu Agung. Jakarta.

Bahry, Sainul. 2009. Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum (Kamus Umum). Reality Publisher. Surabaya.

Kartasapoetra. G dan Rience. G. Widianingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan. Armico. Bandung.

Manulang. 2001. Hukum Perjanjian Kontrak Kerja. CV. Novindo Pustaka Mandiri. Jakarta

Milles Mattew. B. Dan Huberman Michael. 1982. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya. Bandung.

Poerwadarminta. W.J.S. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Sutedi, Andrian. 2009.Hukum Perburuhan. Sinar Grafika. Jakarta.

Soepomo, Iman. 1999.Pengantar Hukum Perburuhan. Djambatan. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Sinar Grafika. Jakarta.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan.


(59)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselihan Hubungan Industrial.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja.


(60)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji bagi Allah

yang telah menolong penulis menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolonganNYA mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PELAKSANAAN PEMBERIAN UANG PENGHARGAAN MASA KERJA TERHADAP PEKERJA YANG DI-PHK DI PT. GOLDEN SARI BANDAR LAMPUNG. Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembimbing


(61)

3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H selaku Pembimbing Pertama yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi. 4. Bapak A. Nurul Fajri Osman, S.H., M.H. sebagai Pembahas Pertama dan

Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik selama

penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Baihaqi Ibrahim selaku Branch Manager PT. Golden Sari Bandar Lampung dan beberapa pekerja pada PT. Golden Sari Bandar Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung serta seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

8. Kedua orang tuaku yang sangat kucintai: Papaku Drs. Hi. A. Sapawi Sulaiman dan Mamaku Hj. Melyana, S.Pd terimakasih atas segala pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus serta doa demi keberhasilan anak bungsumu.


(62)

besarku terimakasih atas dukungan dan do’a yang selama ini telah diberikan.

10. Ajo dan Papa-Mama Ajo, serta Uni terimakasih untuk selalu memotivasiku untuk menjadi orang yang sukses, terimakasih pula atas segala kebaikan dan ketulusan yang kalian berikan kepadaku.

11. Sahabat-sahabatku: Fina, Ipeh, Intan, Ana, yang selalu memberikan semangat di saat putus asa dan membuat tertawa dikala duka, setelah 3,5 tahun dalam kebersamaan untuk meraih kesuksesan dan segala impian , serta teman-temanku: Ipen, Dincul, Bocil, Eci, Darmen, Oho, Yudi, Sultan, Andi, Fery, Rifky, Yoga, Acil, Soleh, Acil, Aci, Cindy, Tari dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis


(1)

9. Saudara-saudaraku: Ahi Indra, Atu Linda, Abang Manto, Mahkota, Mbak Tina, Abi Oming, Kanjeng-Kiyai, Indi, Aira, beserta seluruh keluarga besarku terimakasih atas dukungan dan do’a yang selama ini telah diberikan.

10. Ajo dan Papa-Mama Ajo, serta Uni terimakasih untuk selalu memotivasiku untuk menjadi orang yang sukses, terimakasih pula atas segala kebaikan dan ketulusan yang kalian berikan kepadaku.

11. Sahabat-sahabatku: Fina, Ipeh, Intan, Ana, yang selalu memberikan semangat di saat putus asa dan membuat tertawa dikala duka, setelah 3,5 tahun dalam kebersamaan untuk meraih kesuksesan dan segala impian , serta teman-temanku: Ipen, Dincul, Bocil, Eci, Darmen, Oho, Yudi, Sultan, Andi, Fery, Rifky, Yoga, Acil, Soleh, Acil, Aci, Cindy, Tari dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis


(2)

MOTTO

“Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui mengapa didirikan, jangan pernah mengabaikan tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan yang kemudian akan

didapatkan”

“Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita kaya, tetapi menggunakannya dengan baik adalah sumber dari semua

kekayaan” (Melisa)

“Tugas kita bukanlah hanya untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk

keberhasilan dan kesuksesan” (Mario Teguh)


(3)

RIWAYAT HIDUP

Melisa Fitriani dilahirkan di Bandar Lampung 9 Mei 1991, yang merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs.

Hi. A. Sapawi Sulaiman dan Ibu Hj. Melyana, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2003, penulis menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Kartika II-2 (Persit) Bandar Lampung pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2009. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2009.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan. Selain itu, pada Tahun 2012 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tanggal 17 Januari sampai 27 Februari 2012 yang dilaksanakan di Kelurahan Toba Kabupaten Lampung Timur.


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Elman Eddy Patra, S.H., M.H.

...

Sekretaris/Anggota : Satria Prayoga, S.H., M.H.

...

Penguji Utama : A. Nurul Fajri Osman, S.H., M.H.

……...

...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S.

NIP 19621109 198703 1 003


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan segala hormat dan rasa baktiku serta sebuah ketulusan dan doa, aku persembahkan

sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku

Kakak-kakakku tercinta M. Indra Gunawan Kesuma, Melinda Sari, dan Tri Sumanto Prasetya yang selalu memotivasi dan menyayangi adik bungsu, serta selalu menuntunku dan

mengingatkanku agar membuat bangga Papa, Mama dan keluarga

Guru-guru dan para Dosen yang kuhormati

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat untuk meraih impian menjadi Sarjana Hukum


(6)

Judul Skripsi :PELAKSANAAN PEMBERIAN UANG PENGHARGAAN MASA KERJA TERHADAP PEKERJA YANG DI-PHK DI PT. GOLDEN SARI BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Melisa Fitriani

No. Pokok Mahasiswa : 0912011342

Bagian : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Elman Eddy Patra, S.H., M.H.

Nurmayani, S.H., M.H.

NIP 19600714 198603 1 002 NIP 19611219 198803 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

Nurmayani, S.H., M.H.