PEMENUHAN HAK ATAS UANG PESANGON BAGI PEKERJA/BURUH YANG DI PHK DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL TANJUNG KARANG

(1)

ABSTRAK

PEMENUHAN HAK ATAS UANG PESANGON BAGI PEKERJA/BURUH YANG DI PHK DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TANJUNG KARANG

Oleh

I Wayan Samudra Kusuma Wijaya

Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. oleh sebab itu, pemerintah harus lebih intensif dalam mengawasi masalah ketenagakerjaan ini agar dapat mengurangi perbedaan pendapat antar kedua belah pihak sesuai dengan fungsi pemerintah yang terdapat pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi dasar gugatan pihak pekerja/buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang dan bagaimana prosedur penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris, sedangkan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang telah dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan penelitian bahwa, dasar gugatan pihak pekerja/buruh yang di PHK di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang adalah hak-hak pekerja/buruh yang dimiliki oleh pekerja/buruh setelah di PHK seperti hak atas uang pesangon, hak uang penghargaan masa kerja, hak ganti kerugian. Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang adalah sidang pertama yaitu pembacaan putusan gugatan, sidang kedua yaitu jawaban dari tergugat, sidang ketiga yaitu replik, sidang keempat yaitu duplik, sidang kelima yaitu pembuktian dari penggugat, sidang keenam yaitu pembuktian dari tergugat, sidang ketujuh yaitu kesimpulan, dan sidang kedelapan yaitu putusan hakim. Namun sebulum dipengadilan sengketa ketenagakerjaan terlebih dahulu diselesaikan melalui bipartit, mediasi atau konsiliasi dan/atau arbitrase.


(2)

ABSTRACT

THE RIGHTSSETTLEMENT OF SEPARATION PAY FOR TERMINATED WORKERS/LABORS IN INDUSTRIAL

RELATIONS COURT OF TANJUNG KARANG By

I Wayan Samudra Kusuma Wijaya

The Idustrial Relations Disputes is a difference of opinion resulting in a dispute between employers or an association of employers and workers/labors or trade union due to a disagreement on rights, conflicting interests, a dispute on termination of employment, and a dispute among trade unions within one enterprise. Therefore, the government should be more intens in supervising such worksissue in order to reduce the difference of opinion between the two parties. The objective of this research were formulated as follows: to find out the claims of those terminated workers/labours in the settlement of industrial relations disputes in Industrial Relations Court of Tanjung Karang; to find out the procedure of settlement in fulfilling the separation pay, long service pay, and recompense pay for the determined workers in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang.

This research employed both normative and empiric approach while the data was collected from primary and secondary data sources which have been analyzed qualitatively.

According to the finding of this research, the base claim of the terminated workers/labours in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang was the rights owned by the workers/labours after termination, such as: rights for separation pay, long service pay, and recompense pay. The procedure of the industrial relations disputes settlement in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang were as follows: the first court is reading the cases, the second court is replies from the accused party, the third court is replic, the fourth court is duplic, the fifth court is evidence from the accused party, the seventh court is conclusion, and the eight court is judge decision. However, before taking cases to the Court, the disputes should be taken at through bipartite negotiation, mediation or conciliation, and/or arbitration.


(3)

PEMENUHAN HAK ATAS UANG PESANGON BAGI PEKERJA/BURUH YANG DI PHK DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TANJUNG KARANG

Oleh:

I WAYAN SAMUDRA KUSUMA WIJAYA 1112011181

JURNAL ILMIAH

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Wirata Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 20 Desember 1992, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak I Nyoman Tambun dan Ibu Nengah Suwartini. Jenjang pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Wirata Agung lulus tahun 2004, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Seputih Mataram lulus tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seputih Mataram dan lulus tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Administrasi Negara. Pada tahun 2013 mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Retno Kecamatan Sendang Agung Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melakukan penelitian di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang sebagai objek penelitian skripsi.


(8)

PERSEMBAHAN

Om svastiastu,

Teriring doa dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta Leluhur yang selalu membimbing dan melindungi

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya yang selalu

memberikan dukungan dan do’a pada keberhasilanku

Serta adik-adikku tersayang, Gebi dan Bagus.

Almamater tercinta Universitas Lampung


(9)

MOTO

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya.

Sesuatu yang belum dikerjakan sering kali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik


(10)

SANWACANA

Suksma penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Leluhur yang selalu memberikan kerahayuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dam bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Kedua Orang Tuaku Bapak I Nyoman Tambun dan Ibu Nengah Suwartini, serta paman saya Wayan Ginada yang selalu tulus mendoakan dalam setiap untaian doanya untuk keberhasilan anak-anaknya

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

4. Bapak H.S. Tisnanta, S.H., M.H., dan Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., dan Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku dosen pembahas yang memberikan kritik serta saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini

6. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmunya kepada penulis


(11)

7. Bapak Y. Yogi Tarus Ayamin, Janta Nababan, Parmonangan, yang senantiasa memberikan segala informasi yang penulis butuhkan dalam penyelesaikan skripsi ini

8. Adik-Adikku tersayang Gebi dan Bagus, serta Kak Agus, Kande, Wiadek, Endra yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis

9. Kekasihku Ni Made Jenitia Arini yang selalu sabar dan tetap mendukung dan memberi semangat untukku

10.Teman-teman seperjuangan I Gusti Ngurah Yoga, I Made Dopiada, dan I Putu Budhi Yasa atas semangat dan dukungannya yang tiada henti

11.Iis Priyatun, Ado, Ryan, Gilbert, Eka, Agus, Arif, dan semua teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2011

12.Agus, Putu Yudi, Windari, Wisnu, Gede, Ngakan, Cenut, Juna, Dewok, Otong, Dwik, Krisna, Jawak, Tenggil, Bli Gede, Komang dan Bang Wawan teman penghilang jenuh yang efektif

13.Bu warsiti, mbak desti, memet dan teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Jaya, Sade, Gita, Habiba, Jenny, Bli putu, Tagor, Hermawan, harry, Irvan

Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Maret 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

SANWACANA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha ... 11

2.2 Hak dan Kewajiban pekerja/buruh dan Pengusaha ... 11

2.2.1 Hak Pekerja/buruh ... 11

2.2.2 Kewajiban Pekerja/Buruh ... 12

2.2.3 Kewajiban Pengusaha/Majikan ... 13

2.3 Hak-Hak Pekerja/Buruh yang diPHK ... 14

2.4 Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) ... 17

2.4.1 Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial ... 17

2.4.2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ... 18

2.4.3 Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) ... 19

2.5 Pengadilan Hubungan Industrial ... 20

2.5.1 Tahap Pengadilan Hubungan Industrial ... 21

2.5.2 Tahapan Mahkamah Agung ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Langkah-langkah Penelitian ... 27

3.3 Sumber Data ... 28

3.3.1 Data Primer ... 28

3.3.2 Data Sekunder ... 28

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29


(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang ... 32 4.2 Dasar Gugatan Pihak Pekerja/Buruh Yang Di PHK Dalam Proses

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang... ... 37 4.2.1 Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pihak Perusahaan Dapat Saja Melakukan PHK Dalam Berbagai Kondisi.. ... 38 4.2.2 Analisis Kasus Sengketa Hubungan Industrial yang Diselesaikan

Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang. ... 47 4.3 Prosedur Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan

Hubungan Industrial Tanjung Karang... 51

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan terhadap hak yang dilanggar, dan atau tuntutan terhadap kewajiban atau tanggung jawab.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan, atau habis kontrak.1 Beberapa hak-hak pekerja yang diPHK diantaranya: uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang ganti kerugian. Uang pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja yang jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang penghargaan masa kerja adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan

1

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, Hlm 195.


(15)

2 dengan lamanya masa kerja. Uang ganti kerugian adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari hak-hak yang belum diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.2 Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah pokok, segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara teratur, harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja, penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 10% dari upah berupa uang, penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja berupa uang.

Sebelum terjadi hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja, dibuat suatu perjanjian yang merupakan dasar kesepakatan untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak (pengusaha dan pekerja).3 Berdasarkan Pasal 1 Angka 21 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa

2

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, Hlm. 135.

3


(16)

3 pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.4 Perjanian Kerja Bersama (PKB) mencakup dan memberi kejelasan tentang :

1. Memperjelas hak dan kewajiban pengusaha, serikat pekerja, dan pekerja; 2. Menetapkan syarat-syarat dan kondisi kerja;

3. Meningkatkan serta memperteguh hubungan kerja;

4. Menetapkan cara-cara penyelesaian perbedaan pendapat antara serikat pekerja dan pengusaha;

5. Memelihara serta meningkatkan disiplin kerja.

Peraturan Perusahaan (PP) adalah aturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha untuk memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. PP sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai: hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat kerja, tata tertib perusahaan, jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan, dan kesepakatan kerja bersama.5 Setiap PP disamping tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Disetujui secara tertulis oleh tenaga kerja/pekerja;

2. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan itu diberikan dengan cuma-cuma oleh dan atas nama majikan/pengusaha kepada tenaga kerja;

4

H. S. Trisnanta, et.al, Hukum Tenaga Kerja, Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2013, Hlm. 49.

5

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, Hlm, 66.


(17)

4 3. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan oleh atau atas nama pengusaha serta ditandatangani oleh pengusaha, diserahkan kepada Departemen Tenaga Kerja untuk dibaca oleh umum;

4. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan tersebut ditempelkan ditempat yang mudah dibaca oleh para tenaga kerjanya/karyawan.

Tidak terpenuhinya kewajiban oleh pengusaha kepada pekerja untuk memberikan hak-haknya membuat terjadinya perselisihan antara pekerja dan pengusaha yang disebut Perselisihan Hubungan Industrial. Mekanisme yang harus ditempuh dalam perselisihan perburuhan adalah sebagai berikut:6 bipartit, mediasi atau konsiliasi dan/atau arbitrase, Pengadilan Hubungan Industrial. Semua jenis perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara bipartit. Apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, Persetujuan Bersama (PB) tersebut dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Akan tetapi, apabila perundingan tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak mencatat perselisihannya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada kabupaten/kota. Salah satu persyaratan mutlak dalam pencatatan tersebut adalah bukti atau risalah perundingan bipartit, apabila bukti perundingan tidak ada maka pencatatannya ditolak. Selanjutnya diberi waktu 30 hari untuk melakukan perundingan bipartit, jika perundingan menghasilkan kesepakatan (damai) akan dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI. Jika tidak menemui kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, kepada para pihak ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui konsiliator atau

6


(18)

5 arbitrase. Jika para pihak tidak memilih atau justru memilih mediasi, perselisihan tersebut akan diselesaikan dalam forum mediasi.

Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang berperan sebagai perantara untuk mempertemukan kedua pihak yang berselisih. Proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, pilihan para pihak yang berselisih, yang membantu pihak-pihak yang berselisih untuk mencari jalan penyelesaian perselisihan yang terjadi secara (win win solution). Hasil mediasi disini berupa perjanjian para pihak yang berselisih, sedangkan mediator disini berperan sebagai saksi dalam perjanjian perdamaian. Pelaksanaan perjanjian perdamaian mediasi ini dilakukan oleh para pihak berdasarkan para pihak. Apabila negosiasi gagal menghasilkan penyelesaian maka mediator tampil menengahi/memperantarai para pihak yang berselisih. Disini mediator menetapkan suatu putusan yang bersifat anjuran.7 Mediator adalah PNS yang diangkat oleh menteri untuk menangani dan menyelesaikan keempat jenis perselisihan dengan wilayah kewenangan pada kabupaten/kota. Mediator dalam menjalankan tugasnya selalu menggunakan penyelesaian perselisihan secara musyawarah. Apabila tidak berhasil menyelesaikan perselisihan tersebut, mediator wajib mengeluarkan anjuran tertulis, dan apabila anjuran mediator diterima oleh para pihak, dibuat Persetujuan Bersama (PB) yang selanjutnya dicatat di Pengadilan Hubungan Industrial. Akan tetapi, apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu pihak, pihak yang keberatan wajib mencatatkan perselisihannya ke Pengadilan Hubungan Industrial.

7

Aloysius Uwiyono, et.al, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Hlm. 131.


(19)

6 Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, pilihan para pihak yang berselisih, yang membantu pihak-pihak berselisih untuk mencari jalan penyelesaian perselisihan yang terjadi secara

win win solution. Hasil konsiliasi disini berupa perjanjian/kesepakatan yang dicapai para pihak melalui perantaraan konsiliator. Jika tidak tercapai kesepakatan, makakonsiliator mengeluarkan putusan yang bersifat anjuran ( non-binding recommendation) Konsiliator bukan PNS, melainkan masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh menteri, dan mempunyai wewenang yang sama dengan mediator. Jenis persellisihan yang dapat ditanganinya hanya perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Khusus perselisihan hak hanya boleh ditangani oleh mediator.

Arbitrase adalah proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berselisih. Keputusan yang dinuat oleh arbiter ini adalah bersifat final dan mengikat pihak-pihak yang berselisih berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yang berselisih sebelum perkara ini diselesaikan oleh arbiter. Dasar putusannya adalah secara win win solution. Arbiter bukan PNS, melainkan masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional. Arbiter tidak berhak menangani perselisihan hak dan perselisihan PHK, tetapi berhak menangani perselisihan antar-serikat pekerja/serrikat buruh. Arbiter mengedepankan penyelesaian secara musyawarah. Apabila dapat diselesaikan secara musyawarah, dibuat Persetujuan Bersama (PB) dan selanjutnya PB tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)


(20)

7 setempat. Apabila tidak tercapai kesepakatan, arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat final. Apabila putusan ternyata melampaui kewenangan, atau ada bukti-bukti baru, atau pemalsuan data, pihak yang dirugikan atau yang dikalahkan dapat mengajukan pemeriksaan kembali ke Mahkamah Agung.

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum serta mempunyai kewenanangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara perselisihan hubungan industrial yang diajukan padanya.8 Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) berwenang menangani ke empat jenis perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, sedangkan tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.

Penyelesaian sengketa perselisihan yang terjadi dalam hubungan industrial dilakukan melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana diatur dalam Bab II Undang-Undang PPHI. Pengadilan baru dapat menyelesaikan sengketa perselisihan apabila upaya perselisihan melalui bipartit, mediasi, atau konsiliasi tidak tercapai.

Tertera pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, terjadinya Perselisihan Hubungan Industrial disebabkan karena perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

8

Mohammad Saleh, Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, 2012, Hlm. 77.


(21)

8 hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Praktik pengajuan gugatan ketika berperkara pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang mengatur bahwa: Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Isi dari gugatan adalah identitas dari para pihak, penggugat juga wajib melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Jika tidak demikian halnya, ketentuan undang-undang mengamanatkan hakim PHI wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat, kebanyakan yang melakukan gugatan adalah pekerja terhadap perusahaan karena perselisihan hak, perselisihan kepentingan.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup

Dari pemaparan latar belakang penelitian di atas, terdapat beberapa masalah mengenai pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK.

Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:

1. Apa yang menjadi dasar gugatan pihak pekerja atau buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang?

2. Bagaimana prosedur penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang ?


(22)

9 Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya membahas dasar gugatan pihak pekerja atau buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang dan prosedur penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dasar-dasar gugatan pihak pekerja atau buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.

2. Mengetahui prosedur penyelesaian pemenuhan hak atas uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.

1.3.2 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Berguna untuk mengembangkan kemempuan berkarya ilmiah dan daya nalar dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang telah dipelajari yaitu ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara (HAN) pada khususnya.


(23)

10

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam memperluas pengetahuan dibidang ilmu hukum dan mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum administrasi negara, serta diharapkan berguna bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat umum untuk menambah pengetahuan mengenai prosedur penyelesaian dan faktor penghambat pemenuhan hak uang pesangon dan penghargaan masa kerja bagi pekerja yang di PHK.


(24)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha

Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. Pengusaha juga orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. Dan pengusaha juga diartikan perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

2.2 Hak dan Kewajiban pekerja/buruh dan Pengusaha 2.2.1 Hak Pekerja/buruh

Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir, bahkan dari dalam kandungan sekalipun. Hak-hak pekerja/buruh selalu melekat pada setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji. Karena pekerjaannya


(25)

12 dibawah perintah orang pemberi kerja maka seorang pekerja perlu memperoleh jaminan perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dari orang yang membayar gajinya. Hak pekerja/buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika si pekerja/buruh mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan suatu pekerjaan.1 Beberapa hak-hak pekerja sebagai berikut: Hak atas upah, Hak untuk mendapatkan cuti tahunan dan dapat dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku, Hak untuk mendapatkan kesamaan derajat dimuka hukum, Hak utuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, dan Hak untuk mengemukakan pendapat. Hak–hak pekerja ini hanya ada sewaktu seseorang menjadi pekerja, hak ini melekat pada mereka yang bekerja. Ketika si pekerja sudah tidak menjadi pekerja/buruh lagi, hak-hak yang pernah ada padanya secara otomatis menjadi hilang.

2.2.2 Kewajiban Pekerja/Buruh

Timbulnya kewajiban bagi seorang adalah ketika seorang melakukan suatu kesepakatan dan didalamnya termuat hak dan kewajiban, ketika hak itu sudah menjadi keharusan yang diperoleh, begitu juga dengan kewajiban. Kewajiban adalah keharusan yang wajib dan harus ditaati tanpa kecuali, karena saling keterikatannya antara hak dan kewajiban itulah yang mendasari mengapa setiap kita menuntut hak, kitapun jangan sampai lalai terhadap kewajiban.

1


(26)

13 Kewajiban sebagai pekerja telah terbagi dalam tiga bagian penting, yaitu:

1) Kewajiban ketaatan adalah kewajiban yang dibebankan kepada pekerja/buruh untuk mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan atau telah disepakati oleh pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha; 2) Kewajiban konfidensialitas adalah merupakan salah satu bentuk

kewajiban yang diberikan kepada pekerja, dalam artian pekerja mempunyai kewajiban dalam hal untuk dapat menjaga rahasia perusahaan;

3) Kewajiban loyalitas, loyalitas pekerja terhadap organisasi memiliki makna kesediaan pekerja untuk melanggengkan hubungan dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan ppribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan pekerja/buruh untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pekerja terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pekerja merasakan adanya keamanan dan kepuasan didalam organisasi tempat si pekerja bergabung untuk bekerja.

2.2.3 Kewajiban Pengusaha/Majikan

Ada beberapa kewajiban pengusaha diantaranya: Pertama, Kewajiban umum dari majikan sebagai akibat dari timbulnya hubungan kerja adalah membayar upah.2 Sedangkan kewajiban tambahan adalah memberikan surat keterangan kepada buruh yang dengan karena kemauannya sendiri hendak berhenti bekerja di perusahaan. Demikian pula dengan kewajiban pokok lainnya yaitu mengatur

2

H. Zainal Asikin, et.al, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, Hlm 85.


(27)

14 pekerja, mengatur tempat kerja, mengadakan buku upah, mengadakan buku pembayaran upah. Kedua, kewajiban memberikan surat keterangan, surat keterangan ini pada umumnya dibutuhkan oleh pekerja/buruh yang berhenti bekerja pada suatu perusahaan sebagai tanda pengalamanbekerja. Surat keterangan biasanya berisi: nama pekerja/buruh, tanggal mulai bekerja dan tanggal berhentinya, jenis pekerjaan yang dilakukannya atau keahlian yang dimiliki pekerja/buruh tersebut.3 Dan kewajiban lainnya tidak kalah pentingnya dari seorang pengusaha adalah bertindak sebagai pengusaha yang baik.

2.3 Hak-Hak Pekerja/Buruh yang di PHK

Setiap pekerja/buruh memiliki hak-hak pada saat mereka di PHK oleh pengusaha baik yang tertera dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun menurut Undang-Undang terkait. Pekerja/buruh mempunyai hak-haknya diantaranya: Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Ganti Kerugian. Uang Pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya PHK yang jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang Penghargaan Masa Kerja adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan dengan lamanya masa kerja. Uang Ganti Kerugian adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari hak-hak yang belum diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.4

3

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, Hlm. 82. 4

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, Hlm. 135.


(28)

15 Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah pokok, Segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara teratur, Harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja, Penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 10% dari upah berupa uang, Penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja berupa uang.5 Alasan yang menyebabkan pekerja/buruh yang diPHK tidak mendapatkan haknya diantaranya:

1) bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebt tidak mendapatkan uang pesangon sesuai dengan ketentuan Pasal 154 Ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 Ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.

2) Pekerja melakukan kesalahan berat, misalnya:

a. Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan.

b. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.

5


(29)

16 c. Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya dilingkungan kerja.

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian dilingkungan kerja.

e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi temen sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.

f. Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

h. Dengan cerobah atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. j. Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang

diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pekerja yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak yang besarnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan atau perjanjian kerja bersama.


(30)

17

2.4 Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)

Perselisihan Hubungan Industrial berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 bahwa, Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan menganai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

2.4.1 Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), terdapat beberapa jenis perselisihan hubungan industrial yang meliputi:

1) Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undanga, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

2) Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

3) Perselisihan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Contohnya ketidak sepakatan alasan PHK dan perbedaan hitungan pesangon.


(31)

18 4) Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat buruh hanya dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perrusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelakssanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

2.4.2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:

Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, maka Perjanjian Bersama (PB) tersebut dicatat di Pengadilan

MA KASASI

PENGADILAN PHI

ARBITER

KONSILIASI MEDIASI

BIPARTIT

HAK KEPENTINGAN PHK ANTAR

SP/SB PERSELISIHAN


(32)

19 Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mencatat perselisihannya ke instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan pada kabupaten/kota. Salah satu persyaratan yang mutlak dalam pencatatan tersebut adalah bukti atau risalah perundingan Bipartit, apabila bukti perundingan tidak ada, maka pencatatannya ditolak selanjutnya diberi waktu 30 hari untuk melakukan perundingan Bipartit, jika perundingan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI, jika tidak memenuhi kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui konsiliator atau arbitrase, jika para pihak tidak memilih atau justru memilih mediasi maka perselisihan tersebut akan diselesaiakan dalam forum mediasi.

2.4.3 Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)

Dilakukan dengan menggunakan cara yang pertama diluar pengadilan (nonlitigasi) dan yang kedua melalui PHI (litigasi). Di luar pengadilan (nonlitigasi) diantaranya: Perundingan secara bipartit, perundingan secara tripartite. Tripartite merupakan perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang netral yaitu mediator, konsiliator dan arbiter. Upaya penyelesaian secara tripartit ini baru dapat dilakukan apabila usaha bipartit telah dilakukan.6

Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial apabila pada tahap mediasi atau konsiliasi tidak

6

H. Mohammad Saleh, Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial indonesia, bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012, Hlm. 63.


(33)

20 tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

2.5 Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang, memeriksa dan memutus:

1) Tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

2) Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; 3) Tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;

4) Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari:7 1) Hakim;

2) Hakim Ad-Hoc; 3) Panitera Muda; dan 4) Panitera Pengganti.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA) terdiri dari:

1) Hakim Agung;

2) Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; 3) Panitera.

7


(34)

21 Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI (Pasal 57 UU PPHI). Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) melalui Pengadilan Hubungan Industrial tidak membuka kesempatan untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihan PHK dapat langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

2.5.1 Tahap Pengadilan Hubungan Industrial

Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Dalam pengajuan gugatan dimaksud harus melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pihak penggugat apabila gugatan penggugat tidak melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi atau arbitrase. Penggugat dapat sewaktu waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan Pengadilan apabila disetujui Tergugat.

Tugas dan Wewenang Pengadilan Hubungan Industrial adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama untuk:


(35)

22 1) Perselisihan Hak;

2) Perselisihan kepentingan;

3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja;

4) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Proses persidangan yang dilakukan pada Pengadilan Hubungan Industrial mengacu pada proses Hukum Acara Perdata yang berlaku. Majelis Hakim dalam mengambil putusannya mempertimbangkan hukum perjanjian yang ada, kebiasaan, dan keadilan yang dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum, dimana putusan pengadilan harus memuat:

1) Kepala putusan berbunyi “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang

maha esa”;

2) Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat kediaman para pihak yang berselisih;

3) Ringkaasan permohonan/penggugat dan jawaban termohon/tergugat yang jelas;

4) Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan, hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;

5) Aturan hukum yang menjadi dasar pertimbangan; 6) Amar putusan tentang sengketa;

7) Hari, Tanggal putusan, Nama hakim, Hakim Ad hoc yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan dalam waktu selambat-lambatnya 50 hari terhitung sejak sidang pertama. Putusan dimaksud


(36)

23 dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan dibuat panitera pengganti, pemberitahuan putusan harus sudah disampaikan kepada pihak yang hadir dan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani panitera muda. Selanjutnya selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan diterbitkan salinan putusan harus sudah dikirimkan kepada para pihak. Apabila perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja maka pengadilan wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan.

2.5.2 Tahapan Mahkamah Agung

Pemutusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada mahkamah agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung:

1) Bagi pihak yang hadir terhitung sejak putusan dibacakan oleh sidang majelis hakim;

2) Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan;

3) Permohonan kasasi harus disampaikan secara tertulis melalui Sub. Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri setempat dan dalam waktu selambat lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah disampaikan oleh Sub. Kepaniteraan Pengadilan kepada Ketua Mahkamah Agung.


(37)

24 Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung tanggal penerimaan permohonan kasasi.

Secara singkat prosedur pengajuan gugatan dan persidangan di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) sebagai berikut:8

1) Gugatan diajukan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) yang daerah hukumnya meliputi tempat domisili pekerja.

2) Gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Jika risalah tidak disertakan Pengadilan wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat.

3) Gugatan harus mencantumkan pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan beserta identitas para pihak dan dokumen yang menguatkan gugatan.

4) Apabila perselisihan tersebut menyangkut perselisihan hak/kepentingan yang diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, pengadilan hubungan industrial memutuskan terlebih dahulu perkara perselisihan hak atau kepentingan (Pasal 87 UU PPHI).

5) Apabila proses beracaranya adalah proses cepat sesuai permohonan tertulis salah satu pihak maka dalam tujuh hari kerja setelah permohonan diterima, Ketua PN (Pengadilan Negeri) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau ditolaknya permohonan tersebut. Bila permohonan dikabulkan ketua PN dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah keluar

8

Libertus Jehani, Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006, Hlm. 25


(38)

25 penetapan menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa prosedur pemeriksaan. Tenggat waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja (Pasal 98 dan Pasal 99 UU PPHI).

6) Apabila dengan proses acara biasa, maka dalam waktu paling lama tujuh hari kerja setelah penetapan majelis hakim, Ketua majelis akan melakukan sidang pertama.

7) Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah serta hak-hak lainnya selama menunggu penyelesaian PHK, hakim Ketua sidang segera menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja yang bersangkutan.

8) Apabila pengusaha mengabaikan putusan sela tersebut maka hakim ketua sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebutpun tidak dapat diadakan upaya perlawanan atau upaya hukum (Pasal 96 UUPPHI).

9) Selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama Majelis Hakim memberikan putusannya.

10)Putusan Majelis Hakim tentang perselisihan kepentingan dan perselisihan antar pekerja dalam satu perusahaan bersifat final. Sedangkan putusan Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan PHK mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila dalam waktu 14 hari kerja tidak diajukan permohonan kasasi oleh pihak yang hadir atau 14 hari kerja setelah putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir.


(39)

1

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.1

Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya: asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.2

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 134.

2

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Peresada,2006, hlm. 24.


(40)

27 Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan atau aturan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut.

3.2 Langkah-langkah Penelitian

I. Input Proses Output

Upaya Hukum yang dapat dilakukan

II. Input Proses Output Perjanjian Kerja Bersama

(PKB), Peraturan Perusahaan (PP), Undang-Undang terkait pemenuhan hak pekerja yang di PHK

Analisis Peraturan Perundang-undangan dan pelaksanaan terbentuknya PKB dan PP

Adanya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha

Adanya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha Analisis pengawasan pemenuhan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha Diketahui hak-hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pekerja dan pengusaha Kesimpulan yang diperoleh dari kedua output rumusan masalah penelitian


(41)

28

3.3 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari para responden dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dan observasi.3 Penelitian skripsi ini dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan baku primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 4

a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang meliputi :

1) Undang-Undang Dasar 1945;

2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; 3) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh;

4) Kepmenakertrans Nomor. Per-17/Men/VIII/2005 Tentang Komponen Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak;

3

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung: Rajawali Pers, 2008, hlm 15. 4


(42)

29 5) PP No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah;

6) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu dalam menganalisa serta memahami permasalahan dalam penelitian dan diperoleh dengan cara studi pada buku-buku, literatur-literatur, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan pokok masalah.

b. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan internet.

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti. Studi kepustakaan dilakukan untuk


(43)

30 memperoleh data yang bersifat sekunder ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain :5

a) Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang-undangan baik pada tingkat pusat maupun daerah;

b) Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan dengan penelitian (baik dalam bentuk surat kabar, majalah, jurnal, maupun tulisan-tulisan lainnya);

c) Bahan hukum tersier yang memberikan informasi mengenai kedua bahan hukum diatas berupa kamus, ensiklopedia, bibliografi, dan sebagainya.

2) Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan teknik wawancara langsung dengan informan yaitu pak yogi, janta, sinegar yang semuanya adalah hakim ad hoc pada pengadilan hubungan Industrial Tanjung Karang. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.6

3) Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

5

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 51. 6


(44)

31 a) Seleksi data dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan penelitian kembali terhadap data-data yang diperoleh mengenai kelengkapan, kejelasan, dan hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas

b) Editing, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah data yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah maka akan dilakukan perbaikan.

c) Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian diklasifikasi sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah penelitian.

d) Sistemasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum.

Data kemudian dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran, serta data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cara menginterpretasikan data dan memaparkannya dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya.


(45)

1

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Asikin H. Zainal. et.al. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Asyhadie Zaeni. 2007. Hukum Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Asyhadie Zaeni. 2008. Hukum Kerja: hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Bambang, R. Joni. 2013. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka Setia. Husni, lalu. 2000 Pengantar Hukum Ketenegakerjaan Indonesia. Jakarta: PT

RajaGrafika Persada.

______. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ______. 2007. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada.

______. 2012 Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Jehani Libertus. 2006. Hak-hak pekerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Johan Bahder. 2004. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang: Mandar Maju. Muazd, Farid. 2006. Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternatif

Penyelasaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Luar Pengadilan. Jakarta: Ind Hill Co.


(46)

2 Muhammad Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Saleh, H. Mohammad. et.al. 2012. Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Soedjono, Wiwoho. 1983 Hukum Perjanjian Kerja. Cet. I. Bina Aksara.

Soekanto Soerjono. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Peresada.

Sunggono Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Bandung: Rajawali Pers. 2008.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan.Jakarta: Sinar Grafika.

Trisnanta, H.S. et.al. 2013. Hukum Tenega Kerja. Bandarlampung: PKKPUU. Uwiyono, Aloysius. et.al. 2014. Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali

Pers.

Waluyo Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Perundang-undangan

Undang-Undang ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003.

Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. No. 2 Tahun 2004.

Sumber lain


(47)

66

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap pekerja/buruh memiliki hak-hak pada saat mereka di PHK oleh pengusaha baik yang tertera dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun menurut undang-undang terkait. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/ majikan. Akibat adanya pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh yang di PHK mempunyai hak-haknya diantaranya: Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang ganti kerugian.

Uang pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya PHK yang jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang penghargaan masa kerja adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan dengan lamanya masa kerja. Uang ganti kerugian adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari hak-hak yang belum


(48)

67 diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.

Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah pokok, segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara teratur, harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja, penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 10% dari upah berupa uang, penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja berupa uang.

2. Tahapan-Tahapan Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan hubungan Industrial Tanjung Karang.

Sebelum dibawa kepengadilan perselisihan hubungan industrial ini diselesaiankan terlebih dahulu oleh melalui bipartit, dinas ketenagakerjaan melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase jika semua langkah sudah terpenuhi namun belum juga menemukan kesepakatan maka barulah dibawa kepengadilan.

Tahapan-tahapan pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang sebagai berikut:


(49)

68 b. sidang kedua: jawaban tergugat

c. sidang ketiga: replik d. sidang keempat: duplik

e. sidang kelima: pembuktian (penggugat) f. sidang keenam: pembuktian (tergugat) g. sidang ketujuh: kesimpulan


(50)

69

5.2 Saran

Setiap pekerja memiliki hak, baik itu hak pekerja yang masih bekerja pada perusahaan maupun pekerja yang telah di PHK oleh perusahaan yang diatur pada undang-undang. Pemerintah harus lebih intensif dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan agar tidak ada lagi pekerja yang mengeluh mengenai hak mereka baik disaat pekerja masih bekerja dan di PHK oleh perusahaan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Asikin H. Zainal. et.al. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Asyhadie Zaeni. 2007. Hukum Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Asyhadie Zaeni. 2008. Hukum Kerja: hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Bambang, R. Joni. 2013. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka Setia. Husni, lalu. 2000 Pengantar Hukum Ketenegakerjaan Indonesia. Jakarta: PT

RajaGrafika Persada.

______. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ______. 2007. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada.

______. 2012 Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Jehani Libertus. 2006. Hak-hak pekerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Johan Bahder. 2004. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang: Mandar Maju. Muazd, Farid. 2006. Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternatif

Penyelasaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Luar Pengadilan. Jakarta: Ind Hill Co.


(2)

Muhammad Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Saleh, H. Mohammad. et.al. 2012. Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Soedjono, Wiwoho. 1983 Hukum Perjanjian Kerja. Cet. I. Bina Aksara.

Soekanto Soerjono. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Peresada.

Sunggono Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Bandung: Rajawali Pers. 2008.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan.Jakarta: Sinar Grafika.

Trisnanta, H.S. et.al. 2013. Hukum Tenega Kerja. Bandarlampung: PKKPUU. Uwiyono, Aloysius. et.al. 2014. Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali

Pers.

Waluyo Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Perundang-undangan

Undang-Undang ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003.

Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. No. 2 Tahun 2004.

Sumber lain


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap pekerja/buruh memiliki hak-hak pada saat mereka di PHK oleh pengusaha baik yang tertera dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun menurut undang-undang terkait. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/ majikan. Akibat adanya pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh yang di PHK mempunyai hak-haknya diantaranya: Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang ganti kerugian.

Uang pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya PHK yang jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang penghargaan masa kerja adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan dengan lamanya masa kerja. Uang ganti kerugian adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari hak-hak yang belum


(4)

diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.

Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah pokok, segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara teratur, harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja, penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 10% dari upah berupa uang, penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja berupa uang.

2. Tahapan-Tahapan Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan hubungan Industrial Tanjung Karang.

Sebelum dibawa kepengadilan perselisihan hubungan industrial ini diselesaiankan terlebih dahulu oleh melalui bipartit, dinas ketenagakerjaan melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase jika semua langkah sudah terpenuhi namun belum juga menemukan kesepakatan maka barulah dibawa kepengadilan.

Tahapan-tahapan pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang sebagai berikut:


(5)

b. sidang kedua: jawaban tergugat c. sidang ketiga: replik

d. sidang keempat: duplik

e. sidang kelima: pembuktian (penggugat) f. sidang keenam: pembuktian (tergugat) g. sidang ketujuh: kesimpulan


(6)

5.2 Saran

Setiap pekerja memiliki hak, baik itu hak pekerja yang masih bekerja pada perusahaan maupun pekerja yang telah di PHK oleh perusahaan yang diatur pada undang-undang. Pemerintah harus lebih intensif dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan agar tidak ada lagi pekerja yang mengeluh mengenai hak mereka baik disaat pekerja masih bekerja dan di PHK oleh perusahaan.