1
BAB I PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan
sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat
dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja dengan orang tua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas
luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa
remaja yaitu semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan
remaja tentang seksual Santrock, 2003. Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan
dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka muncul pada diri remaja yaitu dorongan-dorongan ingin berkenalan dan bergaul
dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian diwujudkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka Sarwono, 2005. Adanya rasa cinta membuat
remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik antara remaja dengan pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang
sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akan
Universitas Sumatera Utara
2 mengarah pada perilaku seksual pranikah dalam pacaran Rahman dan
Hirmaningsih dalam Mayasari, 2000. Sarwono 2005 menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Kasus mengenai perilaku seksual
pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai–nilai moral yang semakin jauh sehingga
masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal perilaku seksual pranikah merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu.
Hasil Baseline survei Lentera-Sahaja PKBI Yogyakarta memperlihatkan, perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman, necking berciuman sampai ke daerah dada, petting hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan
masih menggunakan celana dalam alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung, sampai hubungan seksual Potret remaja, 2002.
Penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja CMR Medan, Sumatra Utara, diperoleh ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating
berkencan, kissingberciuman, necking berciuman sampai ke daerah dada, petting hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang
dengan masih menggunakan celana dalam dan alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung dan coitus hubungan seksual secara langsung. Data yang
diperoleh bahwa hampir 10 remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Yogyakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka
sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM
Universitas Sumatera Utara
3 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun dimana 15
diantaranya dilakukan oleh remaja belum menikah. Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain yaitu informasi tentang seks yang terbatas,
melemahnya nilai-nilai keyakinan terhadap agama serta lemahnya hubungan dengan orang tuadalam Amrillah, 2005.
Penelitian sahabat remaja dalam, “Potret remaja dalam data, 2002 menunjukkan bahwa 3,6 remaja di kota Medan, 8,5 remaja di kota
Yogyakarta, 3,4 remaja di kota Surabaya dan 31,1 remaja di kota Kupang telah terlibat melakukan hubungan seks pranikah. Angka-angka tersebut sekaligus
menunjukkan seberapa besar remaja terancam penyakit menular HIV, atau AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak kalah pentingnya adalah tanggung
jawab moral yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri tapi juga keluarga, pendidik, dan masyarakat.
Pakar seksologi Nugraha dalam, “Kurang Kesadaran Remaja Tentang HIVAIDS”, 2004 menyatakan bahwa 6-20 remaja di Jakarta pernah
melakukan seks pranikah. Hal senada juga ditambahkan oleh Situmorang dalam, “Kesehatan Reproduksi Remaja Penting dan Perlu”,2003 yang menyatakan
bahwa 27 remaja laki-laki dan 9 remaja perempuan di Medan yang berusia 15-24 tahun mengatakan bahwa mereka sudah pernah melakukan hubungan
seksual pranikah. Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum
nikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi fakta menunjukkan
kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan
Universitas Sumatera Utara
4 atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan perilaku seksual dan
hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, lingkungan keluarga yang negatif bagi remaja, agama atau keimanan yang kurang kuat serta
terinspirasi dari film dan media massa Kosmopolitan dalam Mayasari, 2000. Sarwono 2005 mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual pada remaja yaitu yang pertama, hubungan keluarga dimana kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap
anak, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya konflik dalam keluarga dapat memicu munculnya perilaku seksual pranikah. Kedua, Pengaruh penyebaran
informasi dan rangsangan melalui media dan teknologi yang canggih sering kali diimitási oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Ketiga, Adanya
kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat juga memicu perilaku seksual pranikah pada remaja. Keempat, Perubahan-perubahan
hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Kelima, Perbedaan
jenis kelamin, dimana remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih agresif, terbuka, serta sulit menahan diri dibandingkan remaja
perempuan. Keenam, Norma-norma agama dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang
berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol sosial akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar batas ketentuan
agama. Faturrochman dalam Rahmawati, 2002 juga menyatakan bahwa sumber
utama dari faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah adalah
Universitas Sumatera Utara
5 adanya kontrol sosial berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat. Individu
yang rajin beribadah akan semakin sering menerima pesan-pesan yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga individu akan cenderung kurang
permisif dalam sikap dan perilaku seksual. Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi dalam Sinuhaji 2006 yang
mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana
remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang
selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.
Menurut Daradjat 1978, keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan,
perkataan, bahkan perasaannya, pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan cepat bertindak menimbang
dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak boleh oleh agamanya. Mangunwijaya 1982 membedakan antara istilah religi atau agama
dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk
pada aspek yang telah dihayati oleh individu. Hal ini selaras dengan pendapat Dister 1990 yang mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti
adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri individu. Orang-orang yang mempunyai nilai religiusitas yang tinggi akan selalu
mencoba patuh terhadap ajaran-ajaran agama, menjalankan ritual agama,
Universitas Sumatera Utara
6 meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya merasakan
pengalaman-pengalaman beragama. Pola pergaulan bebas bertentangan dengan agama, oleh karena itulah orang yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi
akan takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Makin tinggi religiusitas remaja, makin dapat pula remaja mengatur perilaku seksual sejalan dengan nilai
dan norma yang ada Jalaludin, 1996.
Setiap agama memiliki hukum dan nilai-nilai yang mengatur tentang kehidupan. Keyakinan seseorang terhadap hukum dan nilai-nilai agama tersebut
dapat menjadi benteng moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Individu akan menggunakan pertimbangan-
pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama, dimanapun individu tersebut berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap memegang prinsip
moral yang telah tertanam Drajat, 1991. Benteng moral inilah yang akan diterapkan oleh individu tersebut dalam setiap aspek kehidupannya termasuk
perilaku seksualnya. Dapat dikatakan apabila remaja dapat mengubah cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama serta kemudian mengamalkannya dalam
perilaku terutama perilaku seksualnya, diharapkan dapat menghindari perilaku seksual pranikah.
Remaja juga sedang mengalami perbahan pada aspek religius. Menurut teori Piaget bahwa perkembangan kognitif remaja sudah mencapai taraf formal
operasional, Taraf ini sudah menjadikan remaja untuk berpikir secara abstrak, teoritik dan kritis sehingga pada masa remaja ada kecenderungan untuk mengubah
cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama sesuai dengan taraf perkembangan intelektualnya. Ide dan dasar keyakinan tentang agama yang diterima remaja dari
Universitas Sumatera Utara
7 masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis
terhadap ajaran agama mulai timbul dan membuat remaja mengalami keraguan terhadap ajaran agamanya Rahmawati, 2002.
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama islam, dimana
jumlah umat Islam Indonesia terbesar dibandingkan dengan jumlah umat Islam di negara lain, maka cukup beralasan untuk melihat bagaimana islam menyikapi
perilaku seksual pranikah. Al-qur’an sebagai sumber hukum islam menyebutkan bahwa :
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”Al Isra :32.
Perilaku seksual pranikah yang biasa disebut zina dalam islam secara nyata dilarang keras, bahkan perbuatan tersebut disetarakan dengan perbuatan keji
dan terkutuk. Islam, sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai pada
permasalahan yang sangat detail. Tujuan syariat islam adalah menjaga kehidupan di dunia agar tidak terjadi kerusakan moral dan ketidakteraturan tatanan sosial,
selain itu juga agar manusia hidup dengan aman, tenteram, damai, selamat dunia dan akhirat. Hubungan suami istri yang sah sajalah yang membolehkan terjadinya
kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan dan juga seks yang di ajarkan dalam islam.
Islam bukan hanya agama, tetapi juga suatu landasan hidup, cara hidup dengan seperangkat aturan moral, etika dan nilai-nilai spiritual. Menjadi remaja
menurut Furter dalam Monks, 1994 berarti juga mengerti nilai-nilai, tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankanya. Sejalan dengan
Universitas Sumatera Utara
8 taraf perkembangan intelektualnya diharapkan remaja sudah dapat
menginternalisasikan penilaian moral, menjadikannya sebagai nilai pribadi sendiri, termasuk nilai dan ajaran agama. Nilai dan ajaran agama tersebut
kemudian diamalkan dalam kehiupan sehari-hari termasuk perilaku seksualnya. Perilaku seksual yang sehat menurut Islam adalah perilaku seksual yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan bukan perzinahan, dan dengan cara-cara yang halal yang bisa mendatangkan kasih
sayang dan kebahagiaan bagi keduanya. Allah SWT menciptakan seks sebagai
sarana melanjutkan generasi dan memperluas hubungan sosial. Dalam Islam, menjaga kehormatan seks penting, sebab dari proses itu pelestarian keturunan dan
pembentukan masyarakat yang sehat dan kuat akan terealisir Ikhsanuddin, 2002. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dikaji dalam
penelitian ini adalah melihat apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama Islam.
1.B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama islam.
1.C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pada ilmu Psikologi
khususnya pada bidang Psikologi perkembangan, untuk memperkaya teori-teori
Universitas Sumatera Utara
9 Psikologi yang berkaitan dengan hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual
pranikah pada remaja. 2.
Manfaat praktis a.
Bagi remaja diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam mengarahkan perilaku remaja khususnya perilaku seksual kearah yang
lebih konstruktif dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan norma- norma yang berlaku di masyarakat. Remaja menjadikan agama sebagai
pedoman hidup dalam menentukan tindakan. b.
Bagi orang tua hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berarti terhadap pentingnya menanamkan nilai-nilai
agama sejak dini pada anak sehingga remaja dapat tumbuh dan
berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang c.
Bagi guru dan pihak sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berarti akan pentingnya
pendidikan seksual di sekolah agar remaja mendapat informasi yang benar mengenai seksualitas. Selain itu juga sebagai masukan yang berarti akan
pentingnya pendidikan agama di sekolah untuk tetap dipertahankan atau lebih ditingkatkan lagi.
I.D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi: BAB I Pendahuluan : berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
10 BAB II Landasan Teori : berisi mengenai teori-teori yang mendasari masalah
objek penelitian.Hubungan antar variabel dan hipotesa. BAB III Metode Penelitian : berisi mengenai identifikasi variabel, definisi
operasional, variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur,
prosedur penelitian dan metode analisa data. BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data : berisi uraian mengenai gambaran subjek
penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian. BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan saran berisi: uraian mengenai kesimpulan
hasil penelitian, hasil diskusi dan saran metodologis dan praktis.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II LANDASAN TEORI