UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII SMP NEGERI 1 BANDAR HULUAN T.A 2014/2015.

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATE MATI KA SISWA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK PADA
MATERI PECAHAN DI KELAS VII SMP NEGERI 1
BANDAR H ULUAN T.A 2014/2015

Oleh :
Dhenisa Lumongga Lubis
4102111001
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN

2015

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI PECAHAN
DI KELAS VII SMP NEGERI 1 BANDAR HULUAN
T.A 2014/2015
Dhenisa Lumongga Lubis (NIM 4102111001)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan – kesulitan yang
dialami oleh siswa pada materi pecahan serta untuk menggunakan model
pembelajaran investigasi kelompok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII–
A SMP Negeri 1 Bandar Huluan sebanyak 25 siswa. Objek dalam penelitian ini
adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui
model pembelajaran investigasi kelompok pada materi pecahan. Instrumen
penelitian ini melalui Tes Kemampuan Pemecahan Masalah (TKPM) dan
observasi.
Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam memecahkan masalah

maka diberikan tes kemampuan awal dan diperoleh data sebanyak 9 siswa (36%)
yang mencapai kriteria kemampuan pemecahan masalah. Setelah diberikan
perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran investigasi kelompok (siklus
I), maka diberikan TKPM I. Dari hasil TKPM I diperoleh data bahwa sebanyak 19
siswa (76%) yang mencapai kriteria kemampuan pemecahan masalah. Hal ini
menunjukkan bahwa pada siklus I kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa secara keseluruhan belum mencapai 85% maka dilanjutkan tindakan pada
siklus II. Dari hasil TKPM II diperoleh data bahwa sebanyak 22 siswa (88%) yang
mencapai kriteria kemampuan pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara keseluruhan telah
mencapai 85% maka tindakan dihentikan.
Kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal pecahan yaitu (1)
kesulitan pemahaman akan konsep atau langkah - langkah menyelesaikan
penjumlahan dan pengurangan pecahan (2) kekurang telitian dalam melakukan
perhitungan dalam penyelesaian (3) kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal
aplikasi dari pecahan yakni kesulitan menentukan apa yang diketahui dan yang
ditanyakan dalam soal (4) kesulitan dalam menerjemahkan soal ke dalam model
matematika dan kesulitan menyelesaikan model matematika atau langkah-langkah
menyelesaikan pecahan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

investigasi kelompok dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa khususnya pada pokok bahasan pecahan di kelas VII SMP
Negeri 1 Bandar Huluan dimana peningkatan diperoleh setelah siklus II
dilaksanakan.

DAFTAR ISI
Halaman

Lembar Pengesahan
Riwayat Hidup
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran

i
ii
iii

iv
vi
viii
ix
xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
1.2
Identifikasi Masalah
1.3
Batasan Masalah
1.4
Rumusan Masalah
1.5
Tujuan Penelitian
1.6
Manfaat Penelitian
1.7

Definisi Operasional

1
1
7
8
8
8
9
9

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kerangka Teoritis
2.1.1 Pengertian Masalah Matematika
2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
2.1.3 Teori Belajar Vygotsky
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok
2.1.5.1 Langkah – Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Investigasi Kelompok
2.2
Materi Pecahan
2.3
Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis Tindakan

11
11
11
12
14
16
18
23
24
27
28


BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3
Subjek dan Objek Penelitian
3.3.1 Subjek Penelitian
3.3.2 Objek Penelitian
3.4
Prosedur Penelitian
3.5
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

29
29
29
29
29
29

29
33

3.6

Teknik Analisis Data

34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus I
4.1.1.1 Permasalahan I
4.1.1.2 Alternatif Pemecahan Masalah Siklus I
( Rencana Tindakan Siklus I )
4.1.1.3 Pelaksanaan Tindakan Siklus I
4.1.1.4 Observasi I
4.1.1.5 Analisis Data I
4.1.1.5.1 Analisis Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I

( Siklus I )
4.1.1.5.2 Analisis Hasil Observasi I
4.1.1.6 Refleksi Siklus I
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II
4.1.2.1 Permasalahan II
4.1.2.2 Alternatif Pemecahan Masalah Siklus II
( Rencana Tindakan Siklus II )
4.1.2.3 Pelaksanaan Tindakan I I
4.1.2.4 Observasi II
4.1.2.5 Analisis Data II
4.1.2.5.1 Analisis Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
(Siklus II)
4.1.2.5.2 Analisis Hasil Observasi II
4.1.2.6 Refleksi II
4.2
Temuan Penelitian
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian

39

39
39
39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran

80
80
81

DAFTAR PUSTAKA

82

44
45

50
51
51
59
62
63
63
64
65
67
67
67
70
74
74
76

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Langkah – Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

18

Tabel 3.1. Teknik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

33

Tabel 3.2. Konversi Kompetensi Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap

35

Tabel 3.3. Kriteria Kemampuan Pemecahan masalah

35

Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Observasi

36

Tabel 4.1. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memahami Masalah pada Tes Awal

39

Tabel 4.2. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Merencanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Awal

40

Tabel 4.3. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Awal

40

Tabel 4.4. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memeriksa Kembali Pemecahan Masalah Pada Tes Awal
Tabel 4.5. Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Memecahkan

40
41

Masalah Pada Tes Awal
Tabel 4.6. Data Kesalahan Siswa Pada Tes Awal

42

Tabel 4.7. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memahami Masalah Pada Tes Siklus I

51

Tabel 4.8. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Merencanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus I

51

Tabel 4.9. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus I

51

Tabel 4.10.Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memeriksa Kembali Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus I

52

Tabel 4.11.Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Memecahkan
Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
Tabel 4.12.Data Kesalahan Siswa Pada TKPM I
Tabel 4.13.Deskripsi Hasil Observasi Guru Melakukan Pembelajaran

52
53

Pada Siklus I
Tabel 4.14.Deskripsi Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran Siklus I

59
61

Tabel 4.15. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memahami Masalah Pada Tes Siklus II

68

Tabel 4.16. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Merencanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus II

68

Tabel 4.17. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Melaksanakan Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus II

68

Tabel 4.18. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek
Memeriksa Kembali Pemecahan Masalah Pada Tes Siklus II

68

Tabel 4.19. Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Memecahkan
Masalah Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II

69

Tabel 4.20. Deskripsi Hasil Observasi Guru Melakukan Pembelajaran
Pada Siklus II

70

Tabel 4.21. Deskripsi Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran Siklus II 72

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas

32

Gambar 4.1 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa Pada Tes Kemampuan Awal

41

Gambar 4.2 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I ( Siklus I )

53

Gambar 4.3 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II

70

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Siklus I

84

Lampiran 2

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Siklus II

94

Lampiran 3

Lembar Aktivitas Siswa I

99

Lampiran 4

Lembar Aktivitas Siswa II

102

Lampiran 5

Lembar Aktivitas Siswa III

107

Lampiran 6

Lembar Validasi Tes Diagnostik

112

Lampiran 7

Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I

115

Lampiran 8

Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 121

Lampiran 9

Kisi – kisi Tes Kemampuan Awal

127

Lampiran 10 Kisi – kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I

128

Lampiran 11 Kisi - kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II

129

Lampiran 12 Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah

130

Lampiran 13 Alternatif Penyelesaian Tes Awal

131

Lampiran 14 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I

134

Lampiran 15 Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah I
Lampiran 16 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II

136
141

Lampiran 17 Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah II

143

Lampiran 18 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika

148

Lampiran 19 Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran
Siklus I
Lampiran 20 Lembar Observasi Siswa Siklus I

149
153

Lampiran 21 Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran
Siklus II

157

Lampiran 22 Lembar Observasi Siswa Siklus II

159

Lampiran 23 Analisis Hasil Evaluasi Tes Awal

161

Lampiran 24 Analisis Hasil Evaluasi Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah I

162

Lampiran 25 Analisis Hasil Evaluasi Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah II

163

Lampiran 26 Deskripsi Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa Pada Tes Awal, Siklus I, dan Siklus II
Lampiran 27 Dokumentasi Penelitian

164
165

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Suatu bangsa dikatakan cerdas apabila penduduk dalam suatu bangsa
tersebut mampu memajukan negaranya dan ikut berpartisipasi aktif dalam dunia
pendidikan. Pendidikan memegang peranan yang paling penting untuk kemajuan
dan perkembangan berkualitas suatu bangsa, karena dengan pendidikan manusia
dapat memaksimalkan kemampuan maupun potensi dirinya baik sebagai pribadi
maupun sebagai warga masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1)
(dalam Prayitno, 2010:51) yang menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Matematika adalah salah satu pelajaran yang sangat penting untuk
dipelajari oleh siswa dalam dunia pendidikan. Matematika diberikan pada setiap
jenjang pendidikan untuk menyiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan
dunia yang semakin maju dan berkembang pesat. Cockrof (dalam Abdurrahman,
2009:253) mengemukakan bahwa:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Berdasarkan

kutipan

di

atas

dapat

disimpulkan

bahwa

selain

mengembangkan kemampuan berpikir, bernalar, mengkomunikasikan gagasan,
matematika juga dapat menjadi modal atau alat untuk mempelajari mata pelajaran
lainnya, seperti fisika, kimia, biologi dan bahkan ilmu sosial. Penguasaan

matematika akan memberikan dasar pengetahuan untuk bidang-bidang yang
sangat penting, seperti penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Oleh karena peranan matematika yang sangat besar, seharusnya
matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan menarik, sehingga
dapat meningkatkan keinginan dan semangat siswa dalam mempelajarinya.
Keinginan dan semangat yang meningkat ini akan dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa dan berbagai aspek yang perlu dikembangkan dalam
proses pembelajaran matematika.
Akan tetapi, kenyataan yang sering ditemukan di lapangan adalah bahwa
hasil belajar siswa pada bidang studi matematika masih rendah. Rendahnya
prestasi belajar pada matematika dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya
adalah kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari matematika. Kesulitan
dalam belajar matematika mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah siswa
rendah. Seperti diungkapkan oleh Widianti (http://newspaper.pikiran-rakyat.com,
diakses pada 04 Februari 2014):
Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyentuh kepada
substansi pemecahan masalah. Kebanyakan mengajarkan prosedur atau
langkah pengerjaan soal. Bahkan, siswa cenderung menghafalkan
konsep-konsep matematika dengan mengulang-ulang menyebutkan
definisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku yang
dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini
tentu saja dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsepkonsep matematika yang dipelajari siswa, sehingga kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah sangat kurang.
Kebanyakan guru mengajar dengan model yang kurang sesuai dengan
materi yang diajarkan karena masih didominasi oleh pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional yang dilakukan tidak mampu menolongnya keluar
dari masalah karena siswa hanya dapat memecahkan masalah apabila informasi
yang dimiliki dapat secara langsung dimanfaatkan untuk menjawab soal. Dalam
menjawab suatu persoalan siswa sering tertuju pada satu jawaban yang paling
benar dan menyelesaikan soal dengan tertuju pada contoh soal tanpa mampu
memikirkan kemungkinan jawaban dalam memecahkan masalah tersebut.

Tujuan siswa belajar matematika bukan sekedar untuk mendapatkan nilai
tinggi dalam ujian, namun tujuan yang paling utama adalah siswa mampu
memecahkan masalah matematika, sehingga nantinya mereka mampu berfikir
kritis, logis dan sistematis dalam memecahkan masalah kehidupan yang
dihadapinya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lerner (dalam
Abdurrahman, 2009:225), yang mengemukakan agar kurikulum dalam pengajaran
matematika mencakup 10 keterampilan dasar yaitu :
1) pemecahan masalah; 2) penerapan matematika dalam situasi
kehidupan sehari-hari; 3) ketajaman perhatian terhadap kelayakan hasil;
4) perkiraan; 5) keterampilan perhitungan yang sesuai; 6) geometri; 7)
pengukuran; 8) membaca, menginterpretasikan, membuat tabel, chart dan
grafik; 9) menggunakan matematika untuk meramalkan; dan 10) melek
computer (computer literacy).
Dengan demikian berfikir logis serta terampil memecahkan masalah
merupakan hal yang sangat perlu dimiliki oleh siswa agar menjadi manusia yang
siap untuk menyongsong masa depan.
Mempelajari matematika tidak terlepas dengan bilangan. Salah satu dari
klasifikasi bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan ini sudah diajarkan sejak
SD. Namun siswa kesulitan dalam memahami konsep pada pecahan, hal ini
didukung hasil penelitian The National Assesment of Education Progress tahun
2009 yang menunjukkan bahwa siswa mengalami kesukaran pada konsep
bilangan pecahan. Misalnya pada anak usia 13-17 tahun berhasil menjumlahkan
bilangan pecahan dengan penyebut sama, tetapi hanya 1/3 anak usia 13 tahun dan
2/3 anak usia 17 tahun dapat menjumlahkan

1 1
 dengan benar.
3 2

Salah satu kelemahan siswa dalam mempelajari pecahan adalah
ketidakmampuan dalam mengoperasikan pecahan, misalnya pada pelajaran
penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Dengan
demikian siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada
pokok bahasan lain yang dikaitkan dengan topik tersebut.

Kesulitan siswa dalam melakukan operasi hitung pecahan juga terjadi di
SMP Negeri 1 Bandar Huluan, seperti yang dinyatakan oleh Bapak Zakaria
sebagai guru matematika kelas VII (hasil wawancara 09 Juli 2014) menyatakan:
Nilai rata-rata siswa pada materi pecahan adalah 60 dan yang mengalami
ketuntasan belajar hanya 43,75%. Siswa sering melakukan kesalahan
dalam mengoperasikan pecahan. Dalam melakukan operasi penjumlahan
dan pengurangan pecahan seringkali mengerjakannya dengan cara
menambah/mengurang pembilang dengan pembilang dan penyebut
dengan penyebut.
Hal ini juga diperkuat dari hasil tes diagnostik mengenai materi pecahan yang
dilakukan peneliti pada hari Rabu, 09 Juli di kelas VII-A. Berdasarkan hasil tes
yang diberikan terhadap 25 orang siswa kelas VII-A SMP Negeri 1 Bandar
Huluan, diperoleh gambaran tingkat kemampuan siswa sebagai berikut:56% siswa
yang sudah mampu memahami masalah, 16% yang sudah mampu merencanakan
pemecahan masalah, 36% yang sudah mampu melaksanakan pemecahan masalah,
dan hanya 12% yang sudah mampu memeriksa kembali. Sedangkan secara
penguasaan siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah pada
tingkat kemampuan sangat tinggi terdapat 1 orang (4%) siswa, 3 orang (12%)
siswa yang memiliki kemampuan tinggi, 5 orang (20%) siswa yang memiliki
kemampuan sedang, 11 orang (44%) siswa yang memiliki kemampuan rendah,
dan 5 orang (20%) siswa yang memiliki kemampuan sangat rendah.
Materi pecahan secara teoritis merupakan topik yang lebih sulit
dibandingkan dengan materi bilangan bulat. Selain materinya memang sulit,
dalam menyajikan materi guru jarang menggunakan media-media lain yang dapat
menarik minat siswa terhadap pembelajaran matematika.
Setelah menusuri, ditemukan berbagai penyebab tingkat kemampuan
pemecahan masalah siswa kelas VII-A SMP Negeri 1 Bandar Huluan masih
rendah yaitu pembelajaran matematika selama ini kurang relevan dengan tujuan
dan karakteristik pembelajaran matematika, guru tidak melatih siswa dalam
pemecahan masalah dan siswa kurang mampu menerapkan konsep dalam
pemecahan masalah matematika.

Faktor yang menyebabkan ketidakmampuan siswa memecahkan masalah
matematika yang paling dominan adalah cara mengajar guru. Guru-guru masih
mengajar dengan cara lama, dimana guru ataupun peneliti menyampaikan materi
dengan metode ceramah, kemudian siswa mencatat materi dan mengerjakan soalsoal rutin. Terbiasanya siswa mengerjakan soal-soal rutin membuat siswa tidak
dapat memecahkan suatu masalah apabila diberikan soal-soal yang berbentuk non
rutin. Mereka tidak terbiasa untuk memecahkan suatu masalah secara bebas dan
mencari solusi penyelesaiannya dengan cara mereka sendiri. Mereka hanya bisa
mengerjakan soal-soal yang bentuknya sama dengan contoh soal yang diberikan
guru. Apabila soalnya berbeda mereka mulai kebingungan karena mereka tidak
memahami langkah-langkah dalam memecahkan suatu masalah (Anggraini,dkk
(2010)).
Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem
pembelajaran yang bermakna, yaitu pembelajaran yang mengaitkan materi dengan
kehidupan nyata dan melibatkan peran siswa secara aktif. Karena pembelajaran
yang bermakna membuat siswa selalu ingat pada pelajaran tersebut.
Menurut Aunurrahman (2009:176) keberhasilan proses pembelajaran
merupakan muara dari seluruh aktifitas yang dilakukan guru dan siswa. Artinya,
apapun bentuk kegiatan-kegiatan guru, mulai dari merancang pembelajaran,
memilih dan menentukan materi, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran,
memilih dan menentukan tehnik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai
keberhasilan belajar siswa.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
menerapkan model – model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan
intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran.
Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar
secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan
prestasi yang optimal. Winataputra dalam Aunurrahman (2009:149) menyatakan
belajar bersama dapat membantu siswa mengembangkan berbagi dimensi
kemampuannya yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar.

Joice, dkk (dalam Aunurrahman, 2009:148) mendeskripsikan empat
kategori model mengajar, yaitu kelompok model sosial (social family), kelompok
pengolahan informasi (informasi proceeding family), kelompok model personal
(personal family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems
family). Adapun yang temasuk dalam kelompok model social yaitu, Group
Investigation (Investigasi Kelompok), Role Playing (Bermain Peran) dan
Jurisprodential Inquiri (Model Penelitian Yurisprudensi).
Model investigasi kelompok merupakan salah satu pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Model investigasi
kelompok dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki
oleh Sharan dan kawan – kawannya dari Universitas Tel aviv (dalam Kunandar,
2007:372). Model investigasi kelompok melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Menurut Killen (dalam Aunurrahman, 2009:152) memaparkan beberapa
ciri essensial investigasi kelompok sebagai pendekatan pembelajaran adalah: (a)
Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi
terhadap guru; (b) Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab
pertanyaan yang telah dirumuskan; (c) Kegiatan belajar siswa akan selalu
mempersaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya
dan mencapai beberapa kesimpulan; (d) Siswa akan menggunakan pendekatan
yang beragam di dalam belajar; (e) Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan
di antara seluruh siswa.
Model investigasi kelompok dikembangkan untuk membangun semua
aspek kemampuan siswa baik di bidang kognitif, psikomotor, dan afektif
(Wiranata, 2013). Model investigasi kelompok ideal diterapkan dalam
pembelajaran sains. Topik-topik materi yang ada mengarah pada metode ilmiah
yang dimulai dari identifikasi masalah, merumuskan masalah, studi pustaka,
menyusun hipotesis, melaksanakan penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian
sehingga mampu mengembangkan pengalaman belajar siswa.

Istikomah dkk (dalam Wiranata, 2013) penelitiannya membuktikan bahwa
model investigasi kelompok dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Sikap
ilmiah juga berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Model ini
mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan
aktivitas dan pengalaman belajar sains. Siswa memilih topik, melakukan
penyelidikan, menarik kesimpulan, dan mengkritisi hasil penyelidikannya
sehingga siswa terlatih untuk tekun, teliti, jujur, terbuka, dan bersikap ingin tahu
untuk memperoleh data yang akurat.
Manfaat dari model investigasi kelompok ini dapat melatih siswa
menerima pendapat orang lain, bekerja sama dengan teman yang berbeda latar
belakangnya, membantu memudahkan menerima materi pelajaran, meningkatkan
kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah dan meningkatkan keterampilan
proses sains siswa. Komunikasi yang terjadi antara anggota – anggota kelompok
dalam menyampaikan pengetahuan serta pengalamannya dapat meningkatkan
pengetahuan, hubungan sosial setiap anggota kelompok, dan hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan tujuan pembelajaran matematika yang sangat penting, dan salah satu
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa
adalah model pembelajaran investigasi kelompok. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran
Investigasi Kelompok pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP Negeri 1
Bandar Huluan.”

1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
1. Siswa tidak tertarik belajar matematika.
2. Rendahnya prestasi siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang.
4. Guru jarang mengajarkan siswa menyelesaikan masalah.

5. Model pembelajaran yang masih berpusat pada guru.

1.3.Batasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup masalah, serta keterbatasan waktu,
maka perlu adanya pembatasan masalah yaitu pembelajaran matematika pada
materi pecahan di kelas VII SMP Negeri 1 Bandar Huluan dengan model
investigasi kelompok sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dan untuk mengetahui kesulitan – kesulitan yang
dihadapi siswa dalam mengerjakan soal – soal pecahan.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apa saja kesulitan – kesulitan yang dialami oleh siswa pada materi pecahan
dalam pembelajaran dengan model investigasi kelompok?
2. Apakah model pembelajaran investigasi kelompok dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi pecahan di kelas
VII SMP Negeri 1 Bandar Huluan ?

1.5.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan yang dialami oleh siswa pada materi
pecahan dalam pembelajaran dengan model investigasi kelompok.
2. Untuk mengetahui model pembelajaran investigasi kelompok dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi
pecahan di kelas VII SMP Negeri 1 Bandar Huluan.

1.6.Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka diperoleh manfaat
penelitian sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi guru maupun calon guru agar dapat menerapkannya
dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa.
2. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang kecenderungan kendala belajar
siswa sehingga dapat dirancang suatu pendekatan pembelajaran guna
meningkatkan mutu pendidikan.
3. Siswa menemukan pembelajaran yang menarik dan bermakna sehingga dapat
mencapai prestasi belajar matematika yang lebih baik.
4. Sebagai bahan perbandingan atau referensi bagi peneliti lain dalam mengkaji
penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok dalam pembelajaran
matematika.

1.7.Definisi Operasional
1. Model pembelajaran investigasi kelompok adalah proses penyelidikan yang
dilakukan oleh siswa, dan selanjutnya siswa tersebut mengomunikasikan hasil
perolehannya, lalu dapat membandingkannya dengan perolehan siswa yang
lain, sehingga siswa lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuan
tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa,
sehingga memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa.
2. Pemecahan masalah adalah penerapan dari konsep dan keterampilan, serta
pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik, dimana dalam pemecahan
masalah akan melibatkan beberapa kombinasi konsep, keterampilan dan
pemahaman dalam situasi yang baru maupun berbeda
3. Bilangan pecahan adalah adalah bilangan yang disajikan/ditampilkan dalam
bentuk

a
; a, b bilangan bulat, b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a, dimana a
b

disebut pembilang dan b disebut penyebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada BAB IV
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian, kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal
pecahan yaitu (1) kesulitan pemahaman akan konsep atau langkah - langkah
menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan (2) kurang ketelitian
dalam melakukan perhitungan dalam penyelesaian (3) kesulitan siswa dalam
menyelesaikan soal aplikasi dari pecahan yakni kesulitan menentukan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dalam soal (4) kesulitan dalam menerjemahkan
soal ke dalam model matematika dan kesulitan menyelesaikan model
matematika atau langkah – langkah menyelesaikan pecahan.
Kesulitan – kesulitan tersebut dapat diatasi dengan model pembelajaran
investigasi kelompok yang dalam pembelajarannya lebih menekankan pada
langkah – langkah pemecahan masalah, memberikan soal –soal yang bervariasi
baik saat pembelajaran berlangsung maupun tugas rumah untuk latihan mandiri
serta penggunaan media pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam
pemahaman konsep pecahan.
2. Dengan model pembelajaran investigasi kelompok, kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada materi pecahan kelas VII SMP Negeri 1
Bandar Huluan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang
mencapai ketuntasan pada siklus I setelah dilakukan pembelajaran dengan
model investigasi kelompok, banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan
belajar adalah 19 dari 25 orang (76%) dengan rata-rata kelas 2,86. Hasil
analisis data pada akhir siklus II dengan memaksimalkan model investigasi
kelompok beserta perbaikan dari siklus I, banyaknya siswa yang mencapai
ketuntasan belajar adalah 22 dari 25 orang (88%) dan rata-rata kelas 3,276.
Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar klasikal maka pembelajaran ini telah
mencapai target ketuntasan belajar klasikal.

5.2. Saran
Adapun saran – saran yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Kepada guru matematika khususnya guru matematika SMP Negeri 1 Bandar
Huluan, agar selalu memperhatikan kesulitan yang dialami siswa dalam
belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemecahan
masalah. Untuk itu hendaknya guru matematika dapat menggunakan model
pembelajaran investigasi kelompok sebagai alternatif dalam kegiatan
pembelajaran khususnya pada materi pecahan karena model ini dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Kepada siswa SMP Negeri 1 Bandar Huluan disarankan lebih berani dan aktif
saat berlangsung proses pembelajaran, aktif dalam menemukan solusi-solusi
permasalahan dan berani untuk mengungkapkan ide-ide secara terbuka.
3.

Kepada peneliti lanjutan, agar melanjutkan hasil perangkat penelitian ini
untuk dijadikan pertimbangan dalam menerapkan model pembelajaran
investigasi kelompok pada materi pecahan ataupun materi yang lain serta
dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2009), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
Al-Khowarizmi, (2009), Kemampuan Pemecahan Masalah, (http://lela-alkhowarizmi.blogspot.com)(diakses pada tanggal 2 Maret 2014)
Amustofa, (2009), Strategi Pemecahan Masalah dalam Matematika,
http://amustofa70.wordpress.com(diakses pada tanggal 20 Februari 2014)
Anggraini, L., Rusdy A., Ratu I., (2010), Penerapan Model Pembelajaran
Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-4 Smp Negeri 27 Palembang,
http://3_Lela_Anggraini_33-44_2(diakses pada tanggal 22 April 2014)
Arikunto, S., Suhardjono, Supardi, (2010), Penelitian Tindakan Kelas, Bumi
Aksara, Jakarta.
Aunurrahman, (2009), Belajar dan Pembelajaran, Alfabeta, Bandung.
Eko, R., (2011), Model Pembelajaran Group Investigation, http://raseko.blogspot.com/2011/06/17/model-pembelajarn-group-investigation.html
(diakses pada tanggal 15 Februari 2014)
Hamdani, (2010), Strategi Belajar Mengajar, Penerbit CV Pustaka Setia,
Bandung.
Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
IKIP Malang, Malang.
Isjoni, (2009), Pembelajaran Kooperatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kunandar, (2007), Guru Profesional Implemantasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Penerbit
Rajagrafindo Persanda, Jakarta.
Prayitno, dkk, (2010), Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa,
Penerbit Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Medan.
Prayudi, (2011), Zona Perkembangan Proksimal, http://www.prayudi.wordpress.
com(diakses pada tanggal 02 Juni 2014)

Robert,
(2010),
Pengertian
Pemecahan
Masalah
Matematika,
http://robertmath4edu.wordpress.com (diakses tanggal 19 Desember 2013)
Rochmad,
(2008),
Teori
Belajar
Vygotsky,
unesblogspot.com(diakses tanggal 20 Mei 2014)

http://rochmad-

Trianto, (2009), Mendesign Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Vilila, (2010), Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation,
http://www.vilila.com/2010/03/pembelajaran-kooperatif-metode-group.html
(diakses pada tanggal 30 Januari 2014)
Widianti,
Lilis,
(2009),
Problem
Solving
dalam
Matematika,
http://newspaper.pikiran-rakyat.com (diakses tanggal 4 Februari 2014)
Wiranata, K., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi
Kelompok (Group Investigation) Terhadap Keterampilan Proses Dan Hasil
Belajar Sains Siswa SMP, http://e-JournalprogrampascasarjanaUniversitas
Pendidikan Ganesha.pdf (diakses pada tanggal 12 Mei 2014)