PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BAGI SISWA YANG DIBERI MODEL PBI DAN CORE BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 AMPEL KABUPATEN BOYOLALI Cici Indarwati

  JMP Online Vol 2, No. 1, 11-22.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2018 Kresna BIP.

  

ISSN 2550-0481

  VII SMP NEGERI 1 AMPEL KABUPATEN BOYOLALI 1) 2) 3) Cici Indarwati , Kris wandani , Tri Nova Hasti Yunianta

  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dik irim : 31 Dese mber 2017 Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Revisi pertama :02 Januari 2018 perbedaan k emampuan pemecahan masalah matematika Diterima : 03 Januari 2018 bagi siswa yang diberik an model pembelajaran PBI dan Tersedia online : 20 Januari 2018 CORE. Jenis penelitian yang digunak an adalah Quasi

  Ek speriment dengan desain penelitian Non -equivalent Kata Kunci : Model Pembelajaran PBI, Control Grup. Tes k emampuan pemecahan masalah dalam Model Pembelajaran CORE, Kema mpuan bentuk tes uraian. Penelitian dilak sanak an di SMP Negeri 1 Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ampel dengan populasi siswa k elas VII SMP Negeri 1 Ampel dari 7 k elas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini 3 menggunakan simple random sampling dan diperoleh k elas trinova.yunianta@staff.uk sw.edu

  VII E sebagai k elas ek sperimen yang diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunak an model pembelajaran PBI dan kelas VII F sebagai k elas k ontrol yang diberi perlak uan berupa pemebelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CORE. Uji hipotesis menggunakan uji-t. Keseluruhan uji menggunak an SPSS 16 dengan taraf signifik an sebesar 5%. Hasil pengujian hipotesis menyimpulk an bahwa pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan Model pembelajaran PBI lebih baik daripada k emampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajark an dengan Model pembelajaran CORE.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Menurut Ardiani (2016), matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama (Muchlis, 2012). Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SMP yang meliputi 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep, atau algoritma secara luwes, aktual, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat-sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap percaya diri dalam pemecahan masalah.

  Pujiadi dalam Purnomo dan Mawarsari (2014: 2) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah tujuan utama dalam pembelajaran matematika, sehingga kemampuan memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin. Hal ini didukung oleh Sinambela dalam Dwijayanti dan Kurniasih (2014: 2) yang menjelaskan tentang tugas utama guru matematika adalah mengerahkan segala kemampuan yang ada pada guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, sebab inti pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah.

  Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari- hari belum menjadi prioritas dalam pembelajaran matematika di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VII VII SMP Negeri 1 Ampel menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa yang masih relatif rendah terhadap bentuk soal cerita. Hal ini memicu kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  Kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Opasana dkk (2016), Model Pembelajaran PBI berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dimana kemampuan pemecahan masalah siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBI lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

  Menurut Duch dalam Rusmiyati dan Yulianto (2009) menyatakan bahwa PBI merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kepada siswa sebelum mereka membangun pengetahuannya. Lebih lanjut, Nurhadi dalam Meiyastuti (2009: 7) menyatakan bahwa PBI adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah kehidupan nyata sebagai konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Kelebihan Model PBI diantaranya 1) realistic dengan kehidupan siswa; 2) konsep sesuai de ngan kehidupan siswa; 3) memupuk sifat inquiry siswa; 4) retensi konsep jadi kuat; 5) memupuk kemampuan problem solving (Aminah, 2012: 20). Berdasarkan kelebihan model pembelajaran PBI ini tampaklah bahwa Model Pembelajaran PBI dapat memupuk dan mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah atau kemampuan problem solving.

  Selain Model Pembelajaran PBI, terdapat Model Pembelajaran CORE yang juga dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan penelitian Satriani, dkk (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran CORE dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

  Menurut Tresnawati dalam Satriani dkk (2015), CORE adalah sebuah model yang mencakup empat proses yaitu Connecting (menghubungkan informasi lama dengan informasi baru), Organizing (mengorganisasikan pengetahuan), Reflecting (menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh) dan Extending (memerluas pengetahuan). Menurut Humaira (2014) model CORE ini menggabungkan empat unsur penting konstruktivis, yaitu terhubung ke pengetahuan siswa, mengatur konten (pengetahuan) baru siswa, memberikan kesempatan bagi siswa untuk merefleksikannya, dan memberi kesempatan siswa untuk memperluas pengetahuan. Keunggulan model pembelajaran CORE diantaranya 1) melatih siswa dalam bekerjasama dan berdiskusi dalam kelompok; 2) siswa mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan tujuan bersama; dan 3) siswa lebih kreatif karena lebih aktif dalam proses pembelajaran (Beladina dalam Muizaddin dan Santoso, 2016: 3).

  Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diberi Model Pembelajaran PBI dan CORE bagi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali.

  Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika bagi siswa yang diberi model PBI dan CORE bagi siswa kelas VII SMP N egeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali?.

  Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika bagi siswa yang diberikan model pembelajaran PBI dan CORE bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali.

  KAJIAN PUSTAKA Masalah Matematika

  Menurut Hudojo dalam Haryani (2011: 2), suatu soal atau pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab, dapat terjadi bagi seseorang soal itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain soal tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin dan orang tersebut tertantang untuk memecahkannya. Suherman dalam Nirmalitasari (2012: 2) menjelaskan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.

  Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikanya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan masalah. Masalah dalam pembelajaran matematika disebut masalah matematika. Menurut Anggo (2011: 4), Masalah matematika adalah suatu entitas yang tidak diketahui dan perlu dicari pemecahannya, berkaitan dengan pelajaran matematika di sekolah.

  Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

  Kirkley dalam Widjajanti (2009: 3) mengemukakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu proses banyak langkah dengan si pemecah masalah harus menemukan hubungan antara pengalaman (skema) masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya dan kemudian bertindak untuk menyelesaikannya. Sedangkan Sutrisno dalam Habibah (2016: 2) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian pemecahan masalah dengan menerapkan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki.

  Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam menyelesaikan suatu masalah terutama pada pembelajaran matematika. Johnson dan Rising dalam Haryani (2011: 2) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses mental yang kompleks yang memerlukan visualisasi, imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi, dan penyatuan ide. Lebih lanjut, menurut Tarigan (2012: 29), pemecahan masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan siswa untuk menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat didalam suatu cerita, teks, dan tugas-tugas dalam pelajaran matematika (Suprika, 2014: 13).

  Model Pembelajaran PBI

  Menurut Arends dalam Dwijayanti dan Kurniasih (2014: 3), problem based

  

instruction (PBI) adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham

  konstruktivisme yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah siswa yang autentik. Lebih lanjut, Darmana dkk (2013: 3) menyatakan bahwa problem based instruction merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

  Langkah- langkah PBI menurut Prasetyo (2011: 23) meliputi 1) orientasi siswa pada masalah; 2) mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan has il karja; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model Pembelajaran PBI mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran PBI ini dikemukakan oleh Ibrahim dalam Mayanti (2013: 2) seba gai berikut: 1) membantu siswa mengembangkan keterampilan penyelidikan dan penyelesaian masalah oleh mereka sendiri; 2) membantu siswa memperoleh pengalaman tentang peran intelektual orang dewasa; 3) meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam kemampuan berpikir. Kekurangan dari model pembelajaran PBI ini dikemukakan oleh Fauzi dalam Sari (2014: 46) sebagai berikut: 1) untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai; 2) membutuhkan banyak dana dan waktu; 3) tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini; 4) persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; 5) sulitnya mencari problem yang relevan; 6) sering terjadi miss-konsepsi; 7) konsumsi waktu.

  Model Pembelajaran CORE

  Tresnawati dalam Satriani dkk (2015: 4) menyatakan bahwa CORE adalah sebuah model yang mencakup empat proses yaitu Connecting (menghubungkan informasi lama dengan informasi baru), Organizing (mengorganisasikan pengetahuan),

  

Reflecting (menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh), dan Extending

  (memerluas pengetahuan). Sependapat dengan Tresnawati dalam Satriani dkk, Riyanti (2016: 19) menyatakan bahwa CORE adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan cara mengintegrasikan ketiga aspek tersebut, dan menganggap bahwa suatu pembelajaran akan efektif jika memperhatikan empat hal, yaitu connecting, organizing, reflecting dan extending.

  Model Pembelajaran CORE mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Khafidhoh (2014: 20), kelebihan CORE adalah: 1) siswa aktif dalam belajar; 2) melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi; 3) melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah; 4) memberikan siswa pembelajaran yang bermakna. Kekurangan dari model pembelajaran CORE menurut Artasari dkk (2013: 3) yaitu: 1) membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini; 2) menuntut siswa untuk terus berpikir; 3) memerlukan banyak waktu; 4) tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran CORE.

  METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) yaitu eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen, namun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan pembandingan dalam rangka menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan (Stouffer dan Campbell dalam Hastjarjo, 2008). Pelaksanaan penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan 2 model untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kelompok yang diberi perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model pembelajaran PBI, dan yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model pembelajaran CORE. Variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran PBI dan model pembelajaran CORE. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika.

  Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Ampel semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 yang terletak di Jalan Candi- Ampel Kelurahan Candi, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah 57352. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Agustus 2017 semester I tahun ajaran 2017/2018. Waktu penelitian dilaksanakan pada jam efektif saat mata pelajaran matematika berlangsung.

  Subjek Penelitian

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester ganjil SMP Negeri 1 Ampel tahun pelajaran 2017/2018 yang terdiri dari 7 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling karena obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kelas yaitu kelas VII E dan kelas VII F SMP N 1 Ampel, dimana kelas

  VII E berjumlah 32 sebagi kelas eksperimen dan kelas VII F berjumlah 34 sebagai kelas kontrol.

  Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan tiga cara yaitu wawancara, tes, dan dokumentasi. Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada guru matematika yang digunakan untuk mengetahui hal- hal yang lebih mendetail dari guru. hasil dari wawancara juga dijadikan sebagai latar belakang dalam penelitian, tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol, Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal cerita. Adapun hasil dari posttest digunakan untuk mengetahui kondisi akhir dari masing- masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dengan menggunakan arsip-arsip peninggalan tertulis termasuk buku, hasil tes, dan lain- lain yang termasuk dalam penyelidikan. pada penelitian ini, teknik dokumentasi dilalukan untuk mengumpulkan data nilai hasil posttest siswa.

  Instrumen Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini terdapat dua instrumen pengumpulan data yaitu tes dan non tes. Jenis tes tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian. Tes uraian digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberikan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sedangkan instrumen non tes berupa lembar observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan peneliti dalam penerapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran PBI dan model pembelajaran CORE.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisis Deskriptif Data Setelah Pe mbe rian Perlakuan

  Rekapitulasi data perolehan kemampuan akhir untuk setiap kelas sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil data kemampuan akhir dari 30 siswa kelas ekpserimen dan 33 siswa kelas kontrol menunjukkan bahwa bahwa nilai minimum untuk kelas eksperimen 31, nilai maksimum adalah 91, nilai rata-rata adalah 68,83 dan standar deviasinya adalah 14,770. Nilai minimum untuk kelas kontrol 18, nilai maksimum adalah 85, nilai rata-rata adalah 56,61 dan standar deviasinya adalah 17,741.

  Tabel 1. Statistika Deskriptif Nilai Posttest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

  Kelas_Eksperimen

  30

  31

  91 68.83 14.770 Kelas_Kontrol

  33

  18

  85 56.61 17.741 Valid N (listwise)

  30 Sumber : Data Primer, (2017) Hasil pengkategorian untuk nilai posttest pada setiap kelas sampel dapat dilihat dalam Tabel 2. Siswa yang memiliki kriteria kemampuan pemecahan masalah kategori istimewa sebanyak 7 siswa di kelas eksperimen dan kategori amat kurang sebanyak 1 siswa dikelas kontrol.

  Tabel 2. Hasil Pengkategorian Skor Posttest Kelas Kelas Rentang Jumlah

  

No Kategori Eksperime n Kontrol Prosentase

Skor Siswa Jumlah Sis wa Prisentase

  1 Istimewa 7 23% 5 15% 2 70 - 79 Amat baik 11 37% 3 9% 3 55 - 69 Baik 7 23% 12 37% 4 40 - 54 Cukup 3 10% 9 27% 5 25 - 39 Kurang 2 7% 3 9%

  6 Amat kurang 1 3% Jumlah 30 100% 33 100%

  Sumber : Data Primer, (2017)

  Analisis Inferensial Data Ke mampuan Akhir

  Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil posttest pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji Kolmogorov-smirnor digunakan untuk menguji normalitas data dengan menggunakan SPSS versi 16. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai signifikan dari kelas eksperimen adalah 0,299 dan kelas kontrol adalah 0,958. Nilai signifikan dari keduanya > 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa distribusi pengukuran untuk posttest adalah normal.

  

Tabel 3. Uji Normalitas Nilai Posttest

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

  Kelas_Eksperimen Kelas_Kontrol N

  30

  33

  a

  Normal Parameters Mean

  68.83

  56.61 Std. Deviation 14.770 17.741 Most Extreme Absolute .178 .089 Differences

  Positive .089 .089 Negative -.178 -.083

  Kolmogorov-Smirnov Z .974 .509 Asymp. Sig. (2-tailed) .299 .958 a. Test distribution is Normal.

  Sumber : Data Primer, (2017) Uji normalitas menyimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka uji beda rerata yang digunakan adalah uji

  Independent Sample T-Test dan untuk menentukan jenis uji yang digunakan maka

  dilakukan uji homogenitas. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji homogenitas tampak bahwa nilai signifikan sebesar 0,255 (lebih dari 0,05) yang berarti bahwa variansi kedua kelompok sampel adalah sama atau bersifat homogen. Oleh karena itu, analisis uji t-test menggunakan asumsi equal variance assumed, diperoleh signifikasi sebesar 0,04 kurang dari 0,05 dengan nilai rata-rata kelas eksperimen (68,83) lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol (56,61) sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan bagi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBI dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CORE terhadap hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  

Tabel 4. Uji Homogenitas dan Idependent Sample T-Test

Levene's Test for Equality of

  Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference

  Sig. (2- Mean Std. Error F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper Nilai Equal variances 1.322 .255 2.956

  61 .004 12.22727 4.13603 3.95677 20.49778 assumed Equal variances

  2.982 60.555 .004 12.22727 4.09990 4.02779 20.42676 not assumed

  Sumber : Data Primer, (2017)

  Pembahasan

  Kedua kelompok diberikan posttest setelah kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran PBI dan kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran CORE. Hasil pengolahan data diperoleh uji normalitas kelas kontrol maupun kelas eksperimen dengan nilai signifika n 0,299 dan 0,958 > 0,05 yang artinya data dari kedua sampel berdistribusi normal. Berdasarkan uji homogenitas diperoleh nilai signifikan 0,255 > 0,05 yang artinya kedua kelas homogen. Perhitungan uji beda rata

  • – rata dilakukan dengan menggunakan uji-t pada hasil posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji-t diperoleh nilai t sebesar 2.956 dengan nilai signifikan sebesar 0,004 < 0,05. Hal ini berarti terdapat perbedaan nilai rata
  • – rata antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model permbelajaran PBI dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran CORE. Terlihat dari rata-rata kedua kelas dimana kelas eksperimen rata- ratanya 68,83 dan kelas kontrol rata – ratanya 56,61.

  Namun, jika dilihat dari indikator ketercap aian pada langkah- langkah pemecahan masalah baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, hanya ada beberapa siswa yang sampai pada tahap memeriksa kembali apa yang telah dilakukan. Selain itu, sebagian besar siswa tidak mencari dan menuliskan informasi yang diketahui dan ditanyakan atau langsung melakukan perhitungan tanpa membuat perencanaan terlebih dahulu, sehingga menyelesaian soal tidak secara bertahap. Hal ini sejalan dengan Polya dalam Awaliyah (2015: 16-17) yang menyatakan bahwa langkah- langkah dalam pemecahan masalah yaitu: 1) memahami masalah; 2) merencanakan cara penyelesaian; 3) melaksanakan rencana; 4) melihat kembali. Adanya pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran PBI dan model pembelajaran CORE ini dapat mengetahui perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika, dimana siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBI lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CORE.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Bersadarkan hasil analisis data dan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran PBI dan CORE dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan model pembelajaran PBI dan model pembelajaran CORE memiliki perbedaan. hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai kelas eksperimen adalah 68,83 dan kelas kontrol 56,61 dengan signifikan 0,04. Kemampan pemecahan masalah matematika pada materi himpunan dengan model pembelajaran PBI lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan model CORE.

  Saran

  Berdasarkan hasil ini maka disarankan bagi guru untuk dapat memiliki model pembelajaran yang inovatif agar kemampuan pemecahan masalah siswa semakin baik. Model pembelajaran PBI (Problem Based Instruction) dapat dijadikan salah satu alternative model pembelajaran dalam pembelajaran matematika. Adapun bagi peniliti lain diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini, baik sebagai penelitian lanjutan maupun penelitian lain dari model pembelajaran PBI dan model pembelajaran CORE sehingga model pembelajaran baru tersebut dapat berkembang di tanah air.

DAFTAR PUSTAKA

  Aminah, Siti. 2012. Pengaruh Model Problem Based Instruction Terhadap Pemahaman Konsep Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Bangkinang. Skripsi.

  Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Anggo, Mustamin. 2011. Pelibatan Metakognisi Dalam Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal. Unhalu Kendari.

  Ardiani, T. E, dkk. 2016. Keefektifan Implementasi Pembelajaran CRH Berbantuan Kartu Masalah Dalam Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematik Siswa SMP Kelas VII. Jurnal. Universitas Negeri Semarang.

  Artasari, Pt. Yulia, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing

  Reflecting Extending (CORE) Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS. Jurnal. Universitas Pendidikan Ganesha.

  Awaliyah, Ghaida. 2015. Pengaruh Kemampuan Pemecahan Masalah Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Sd Se-Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

  Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Dwijayanti , A. & Kurniasih, AW. 2014. Komparasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Antara Model PBI Dan CORE Materi Lingkaran. Jurnal.

  Universitas Negeri Semarang. Habibah, Umi. 2016. Eksperimen Model PBL Dan MEA Terhadap Kemampuan

  Pemecahan Masalah Siswa Kelas VII SMP N 6 Purworejo. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Haryani, Desti. 2011. Pembelajaran Matematika De ngan Pemecahan Masalah Untuk

  Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal. Universitas Palangkaraya. Hastjarjo, Dicky. 2008. QuasiExperimentation: Design & Analysis Issues for Field Settings. Ringkasan Buku. Humaira, Fadhilah Al. 2014. Penerapan Model Pembelajaran CORE Pada

  Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang. Jurnal. Universitas Negeri Padang. Khafidhoh, Siti. 2014. Penerapan Model Connecting, Organizing, Reflecting,

  Extending (CORE) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masa lah

  Matematika Siswa Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Kelas IX MTs Negeri Mojokerto. Skripsi. Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya. Maiyastuti, Benedicta. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

  (Problem Based Instruction) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 22 Semarang Pada Konsep Sistem Pencernaan Pada Manusia. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Mayanti, Febri. 2013. Pengaruh Model Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Kemampuan Belajar IPS Geografi Siswa Di SMPN 7 Padang. Jurnal.

  Universitas Negeri Padang. Muchlis, Effie Efrida. 2012. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

  Indonesia (PMRI) Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas II SD Kartika 1.10 Padang. Jurnal. Universitas Bengkulu. Muizaddin, Reza dan Santoso, Budi. 2016. Model Pembelajaran CORE Sebagai

  Sarana Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal. Universitas Pendidikan Indonesia. Nirmalitasari, Octa S. 2012. Profil Kemampuan Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berbentuk Open-Start Pada Materi Bangun Datar. Jurnal.

  Universitas Negeri Surabaya. Opasana, I Ketut Andita, dkk. 2016. Pengaruh PBI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal. Universitas Pendidikan Ganesha.

  Prasetyo, Herry. 2011. Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenang. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

  Purnomo, Eko Andy dan Mawarsari, Venissa Dian. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Semarang.

  Riyanti, Mirna Dewi. 2016. Komparasi Model Pembela jaran Auditory Intellectualy Ripitition (AIR) dan Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) Dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa Mapel Al-

  Qur’an Khadits Kelas X MA NU Ibtida’ul Falah Samirejo Dawe Kudus, Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Sekolah Tinggi Agama Islam Kudus.

  Rusmiyati, A dan Yulianto, A. 2009. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction. Jurnal.Universitas Negeri Semarang.

  Sari, Chindy Permata. 2014. Studi Perbandingan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scaffolding dan PBI dengan Memperhatikan Cara Berpikir Divergen dan Konvergen pada Siswa Kelas X IPS SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi. Universitas Lampung. Satriani, Gusti Ayu Nyoman Dewi, dkk. 2015. Pengaruh Penerapan Model CORE

  Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Kovariabel Penalaran Sistematis Pada Siswa Kelas III Gugus Raden Ajeng Kartini Kecamatan Denpasar Barat. Jurnal. Universitas Pendidikan Ganesha.

  Suprika, Gustia. 2014. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Co-Op Co-Op Dengan Strategi Belajar Aktif Index Card Match (Icm) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp Negeri 23 Pekanbaru. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

  Tarigan, Devy Eganinta. 2012. Keefektifan Pembelajaran Matematika Mengacu Pada Missouri Mathematics Project Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah.

  Tesis. Universitas Sebelas Maret. Widjajanti, Djamilah Bondan. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

  Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya. Jurnal. Universitas Negeri Yogyakarta.