IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

  

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

Putu Suarniti Noviantari

  Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmas Denpasar

  

Email: pts.noviantari@yahoo.com

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 dan (2)

mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika setelah diimplementasikan

model pembelajaran 7E. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan

dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi/evaluasi, dan refleksi. Subjek peneliian ini adalah siswa kelas VIIB SMP Negeri 2

Manggis tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 37 orang. Data tentang kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa dikumpulkan melalui tes berbentuk uraian dengan rentangan skor 0-60. Data

tentang tanggapan siswa dikumpulkan melalui angket. Data yang dikumpulkan dianalisis

menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016 mengalami

peningkatan dari refleksi awal ke siklus I, dari siklus I ke siklus II, dan dari siklus II ke siklus III.

Pada refleksi awal rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 23,32

(kategori kurang baik) meningkat menjadi 33,16 (kategori cukup baik) pada siklus I, meningkat

menjadi 40,11 (kategori baik) pada siklus II dan meningkat menjadi 44,03 (kategori baik) pada

siklus III. Selain itu, tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan tergolong

positif.

  Kata-kata kunci: model pembelajaran 7E, pemecahan masalah matematika.

  

ABSTRACT

This under taking research aimed at (1) knowing the enhanchment of the students’

mathematic problem solving in VII B Class of SMP Negeri 2 Manggis in acadmic year 2015/2016

and (2) describing the students’ response towards the mathematics learning after implementing 7E

learning model. This research made use classroom action research which conducted in three

cycles. Each cycle consisted of 4 steps namely : plan, action, observation/evaluation, and reflection.

  

The research subjects were the VIIB students at SMP Negeri 2 Manggis in academic year

2015/2016 with total number of students was 37 people. The data about mathematic problem

solving ability were collected by administering a test in the form of essay. The data about the

students’ response were gathered by questionnaire. The collected data were analyzed descriptively.

The findings of the research revealed that the VII B students’ mathematic problem solving ability at

SMP Negeri 2 Manggis in academic year 2015/2016 was improved from pre-reflection to cycle I,

from cy cle I to cycle II, and from cycle II to cycle III. Besides, the students’ response towards the applied mathematics learning was positive.

  Keywords: 7E learning model, mathematic problem solving

  20 Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

  21 PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah merupakan ilmu yang sangat penting.

  Matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Penguasaan terhadap matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sehari-hari dan meningkatkan daya nalar siswa. Pelajaran Matematika begitu penting, namun masih banyak siswa yang tidak senang bahkan takut mendapat pelajaran matematika. Hal tersebut terjadi karena pelajaran matematika dianggap sulit dan penuh dengan rumus-rumus yang harus dihafal, sehingga pelajaran matematika menjadi tidak bermakna bagi mereka. Seiring dengan perubahan kurikulum, tujuan pembelajaran di sekolah juga mengalami perubahan. Selanjutnya, sesuai dengan tujuan tersebut di atas, diberikan tiga kemampuan yang perlu diperhatikan dalam penilaian yaitu: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan

  Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Suherman et. al. (2003:89) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

  Hudojo (2003) juga menyatakan bahwa suatu keterampilan semacam pemecahan masalah lebih permanen daripada pengetahuan yang hanya diterima dengan informasi saja. Lebih lanjut Hudojo (2003) mengemukakan bahwa, jika seseorang siswa dibiasakan atau dilatih untuk menyelesaikan suatu masalah maka siswa akan mampu mengambil keputusan sebab siswa tersebut menjadi mempunyai pengalaman dalam mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisa informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti hasil yang diperolehnya. Dari sini dapat dilihat betapa pentingnya posisi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika. masalah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam matematika, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran di sekolah belum dijadikan dalam memecahkan masalah untuk sebagai kegiatan utama (Suherman et. al., memperoleh jawaban tersebut. 2003). Pembelajaran matematika di Rendahnya kemampuan pemecahan sekolah, terutama SMP belum mampu masalah juga ditemui di SMP Negeri 2 mengembangkan kemampuan pemecahan Manggis. Berdasarkan hasil wawancara masalah siswa yang ditunjukkan dengan dengan seorang guru matematika kelas rendahnya kemampuan siswa dalam

  VIIB di SMP Negeri 2 Manggis diperoleh menyelesaikan soal esai (uraian) informasi bahwa kemampuan pemecahan matematika. Siswa SMP masih mengalami masalah matematika siswa belum mencapai kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita hasil yang diharapkan. Rendahnya matematika (Aryana, 2006). Siswa kemampuan pemecahan masalah hendaknya dilatih untuk menyelesaikan matematika siswa kelas

  VIIB juga masalah-masalah matematika untuk tercermin dari rata-rata nilai raport meningkatkan kemampuan pemecahan matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri masalah matematika siswa, tidak hanya

  2 Manggis untuk tiga tahun terakhir, seperti terkait dengan solusi akhir melainkan juga pada Tabel 1. Dari tabel terlihat bahwa proses dalam penemuan solusi tersebut. kemampuan pemecahan masalah Davis dan McKillip (1980) mengemukakan matematika siswa kelas VIIB masih bahwa jawaban akhir dalam suatu tergolong rendah dibandingkan dengan pemecahan masalah memang penting, tetapi aspek lain. yang lebih penting adalah cara (proses) Tabel 1. Rata-rata Nilai Raport Matematika Siswa Kelas VIIB SMPN 2 Manggis.

  Nilai Rata-rata Tahun Aspek Semester Rata-rata

  Ajaran Pemahaman Penalaran dan Pemecahan Konsep Komunikasi Masalah I 55,4 59,6 57,7 57,6 2013/2014

  II 59,4 59,6 56 58,3

  I

  66 66 62,4 64,8 2014/2015

  II 67,3 66,8 64 66,0 2015/2016 I 68,6 65,7 64,7 66,3 Rata-rata 63,94 63,54 61,04

  (Sumber : Arsip SMP Negeri 2 Manggis)

  Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017 ISSN 2087-9016

  23 Selain itu, peneliti juga memberikan tes awal kepada 37 orang siswa di kelas tersebut yang berupa tes kemampuan pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebelum diberikan tindakan. Dilihat dari tes awal yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada tes awal sebesar 38,9 yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal sekolah yaitu 60,0.

  Terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri

  2 Manggis sebagai berikut. 1). Siswa kurang menguasai konsep matematika yang sudah pernah diajarkan. Hal tersebut disebabkan karena cara belajar siswa yang masih menghafalkan rumus-rumus dan mengacu pada keterampilan menyelesaikan soal objektif tanpa didukung penguasaan konsep yang mantap, serta kurang diperhatikannya pengetahuan awal siswa bersikap pasif dalam mengikuti pembelajaran. Dalam memecahkan masalah yang diberikan siswa cenderung terpaku pada contoh-contoh penyelesaian yang diberikan oleh guru dan hanya menunggu penyelesaian yang diberikan oleh guru tanpa adanya usaha untuk bertanya pada teman ataupun guru yang mengajar apabila ada yang tidak dimengerti. Jawaban akhir dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai tanpa memperhatikan proses karena hanya berfokus pada jawaban. Siswa sering kali salah dalam memilih tekhnik penyelesaian yang sesuai. Hal tersebut akan berdampak pada kemampuan pemecahan masalah siswa.

  Berbagai usaha sudah dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan di atas, salah satunya dengan melakukan tanya jawab/diskusi dalam kelas. Namun usaha tersebut belum mampu merangsang siswa untuk mau terlibat aktif dalam pembelajaran, karena siswa yang menjawab pertanyaan guru cenderung didominasi oleh beberapa orang siswa saja, sementara siswa yang lain hanya mendengarkan dan mencatat jawaban dari temannya tersebut.

  Usaha-usaha yang dilakukan guru sudah menampakkan hasil, akan tetapi yang diperoleh lebih optimal. Untuk itu perlu adanya perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dicoba diterapkan adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya, mampu menumbuhkembangkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep yang diajarkan dan dapat memecahkan masalah matematika. Sebagai alternatif, dapat diterapkan model pembelajaran 7E. Model pembelajaran

  7E adalah model pembelajaran yang merupakan pengembangan dari model pembelajaran 5E (Einsenkraft, 2003). Model pembelajaran

  7E ini sesuai dengan pandangan kontruktivis dalam pembelajaran yang mana siswa sendirilah yang aktif dalam pembelajaran terlebih dahulu, membangun pengetahuan sesuai dengan cara berfikirnya, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Model pembelajaran 7E terdiri dari 7 fase yaitu elicit (menggali),

  engagement (pengikutsertaan), eksplorasi,

METODE PENELITIAN

  eksplanasi, elaborasi, evaluasi dan extend (perluasan). Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk mau terlibat aktif berinteraksi dengan anggota kelompoknya masing-masing. Siswa juga akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya sehingga apabila terdapat perbedaan persepsi mengenai konsep yang dibahas akan dapat diketahui dan dapat diperbaiki untuk memperoleh konsep yang benar. Dengan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya siswa dituntut memiliki tanggungjawab dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan tertantang dalam mengerjakannya. Ketertarikan siswa sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemecahan masalah. Selain itu, dengan diberikan secara teratur soal-soal latihan pengembangan dari konsep yang sudah diperoleh dan dengan langkah-langkah seperti yang diungkapkan oleh Polya akan menuntun siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan.

  Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom

  action research ) yang berlangsung dalam

  kegiatan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Manggis. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis semester I tahun ajaran 2015/2016. Siswa kelas VIIB diambil sebagai subjek penelitian karena di kelas ini ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang diuraikan pada latar belakang.

  Objek penelitian dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, (2) tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran 7E.

  Berdasarkan prosedur penelitian tindakan, dalam hal ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu refleksi awal dan pelaksanaan penelitian. Berikut ini akan diuraikan masing-masing secara lebih mendetail.

  Sebelum merumuskan rancangan penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan observasi ke lapangan, dalam hal ini adalah observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VIIB SMP Negeri 2 pembelajaran matematika di kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis. Berdasarkan hasil temuan di lapangan (hasil observasi dan wawancara) dapat diindikasi beberapa permasalahan sebagai berikut. 1). Siswa kurang menguasai konsep matematika yang sudah pernah diajarkan. Hal tersebut disebabkan karena cara belajar siswa yang masih menghafalkan rumus-rumus dan kurang diperhatikannya pengetahuan awal siswa. 2). Siswa cenderung bersikap pasif dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas sehingga usaha untuk menemukan sendiri pemecahan suatu masalah masih kurang.

  Selain observasi dan wawancara dilakukan juga diskusi dengan guru bersangkutan untuk mendapatkan suatu kesepakatan mengenai tindakan yang akan dilakukan terkait dengan permasalahan yang dihadapi kelas tersebut. Dari diskusi tersebut didapatkan kesepakatan bahwa untuk memecahkan masalah di atas akan dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran 7E sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

a. Refleksi Awal

  b. Pelaksanaan Penelitian

  Pelaksanaan penelitian ini terdiri berikut.

  1. Persiapan

  Dalam tahap persiapan dilakukan beberapa kegaiatan, yaitu sebagai berikut.

  1). Menyamakan persepsi dengan guru matematika kelas

  VIIB mengenai implementasi model pembelajaran 7E; 2). Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan model pembelajaran 7E; 3). Menyiapkan LKS yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. 4). Menyusun instrumen penelitian yang berupa tes bentuk uraian untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa serta pedoman pemberian skornya, dan menyusun angket tanggapan siswa terhadap implementasi model pembelajaran

  7E; 5). Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok yang kemampuan akademiknya bersifat heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa.

  Dalam penelitian ini dilaksanakan suatu tindakan yang terbagi menjadi tiga siklus. Tindakan yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut.

  Siklus I

  Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk pelaksanaan tes. Materi yang dibahas pada siklus I adalah bilangan bulat dan lambangnya, penjumlahan bilangan bulat, pengurangan bilangan bulat dan perkalian bilangan bulat. Dalam siklus I ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.

  1. Perencanaan Tindakan

  Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan pada siklus ini adalah seperti yang dilakukan pada tahap persiapan di atas.

  2. Pelaksanaan Tindakan

  Pada tahap ini, guru (praktisi) melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan, yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran 7E sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Pelaksanaan Penelitian

  3. Observasi dan Evaluasi

  Seperti yang telah diuraikan di atas, peneliti melakukan observasi kelas terhadap proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai hambatan yang dialami serta hasil yang dicapai dari penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran 7E yang telah disepakati dengan guru. Kemudian atas dasar hasil observasi kelas yang dilakukan beberapa kali selama kegiatan siklus I, peneliti bersama guru melakukan evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai dari penerapan tindakan yang telah direncanakan, sehingga dapat dirumuskan kembali penyempurnaan tindakan yang telah dilakukan.

  Pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan. Acuan yang digunakan dalam refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi pembelajaran pada siklus I. Pada tahap ini peneliti bersama guru yang bersangkutan mengadakan pertemuan untuk mengkaji hasil tindakan dan hambatan-hambatan serta kekurangan-kekurangan dari tindakan yang telah dilakukan pada siklus I. Hasil refleksi ini digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki serta menyempurnakan perencanaan pelaksanaan pada siklus II.

  Siklus II

  Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan kegiatan pada siklus I, hanya saja pada siklus ini tindakan yang dilakukan adalah yang dilakukan pada siklus I. Dengan demikian, pada siklus II ini akan dapat ditemui berbagai penyempurnaan dari siklus I. Selanjutnya, hasil refleksi pada akhir dari siklus II akan digunakan sebagai dasar untuk menyempurnakan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus III.

  Siklus III

  Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus III pada dasarnya sama dengan kegiatan pada siklus II, hanya saja pada siklus ini tindakan yang dilakukan adalah merupakan penyempurnaan dari tindakan yang dilakukan pada siklus II. Dengan dilaksanakannya tindakan pada siklus III maka tindakan yang dilaksanakan telah mengalami penyempurnaan sebanyak 2 kali dan diharapkan telah mampu mencapai tujuan dari penelitian ini, yaitu semua permasalahan yang dirumuskan di atas telah terpecahkan. Pada akhir siklus III ini akan dilakukan suatu refleksi yang merupakan refleksi akhir untuk merumuskan hasil dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini.

4. Refleksi

  Data mengenai kemampuan siswa memecahkan masalah dikumpulkan dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang dilakukan pada digunakan dalam penelitian ini adalah tes esai (uraian). Teknik pemberian skor dalam penelitian ini disesuaikan dengan langkah- langkah pemecahan masalah menurut Polya dan langkah-langkah tersebut dimodifikasi dari Sutawidjaja (1998). Apabila siswa menyelesaikan satu permasalahan dengan benar maka skor totalnya adalah 12. Siswa diberikan 5 soal sehingga rentang skor yang mungkin diperoleh adalah 0-60.

  Data mengenai tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran 7E dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner atau angket tanggapan siswa yang disebarkan kepada siswa pada akhir siklus

  III Analisis data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dilakukan secara deskriptif berdasarkan rata-rata skor ( X ), mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI). Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ( X ) dihitung dengan rumus berikut.

  N

  X X n i i

    1 Keterangan:

  X = skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah. i

  X = skor kemampuan pemecahan masalah masing-masing siswa. N = banyak siswa

  Rumus untuk mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI) adalah sebagai berikut. MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

  Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditentukan dengan menghitung rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes uraian yang diberikan terdiri dari 5 butir soal. Tiap butir memiliki skor maksimal 12 dan minimal 0, sehingga skor tertinggi ideal adalah 60 dan skor terendah ideal adalah 0. Dengan demikian dapat dihitung MI dan SDI, yaitu sebagai berikut. MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = ½ (60 + 0) = 30 SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = 1/6 (60 + 0) = 10 Dengan demikian penggolongan peningkatan kemampuan pemecahan masalah di atas menjadi:

  Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa No Kriteria Kategori

  1 45 ≤

  X Sangat baik

  2 35 ≤ X < 45

  Baik

  3 25 ≤ X < 35

  Rumus untuk mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI) adalah sebagai berikut. MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) Angket tanggapan siswa dalam penelitian ini terdiri dari 10 butir pernyataan. Tiap butir memiliki skor maksimal 5 dan minimal 1. Dengan demikian skor tertinggi ideal adalah 50 dan skor terendah ideal adalah 10. Sehingga dapat ditentukan mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI), yaitu: MI = ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = ½ (50 + 10) = 30 SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) = 1/6 (50 + 10) = 10 Berdasarkan MI dan SDI dari skor tanggapan siswa, penggolongan pendapat siswa di atas menjadi:

  Keterangan:

  3 25 ≤ P < 35 Cukup positif

  2 35 ≤ P < 45 Positif

  Sangat positif

  1 45 ≤ P

  Tabel 3. Kriteria Penggolongan No Kriteria Kategori

   1

  Cukup baik

  P = n x n i i

  Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan dilakukan melalui analisis deskriptif terhadap pendapat siswa yang tertuang dalam angket. Data tentang tanggapan siswa dianalisis berdasarkan skor rata-rata pendapat siswa ( P ), mean ideal (MI), dan standar deviasi ideal (SDI). Rata-rata tanggapan siswa ( P ) dihitung dengan rumus sebagai berikut.

  I dibandingkan dengan rata-rata skor siswa pada tes awal. Jika rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat dari rata-rata skor pada tes awal dan berada pada kategori minimal baik maka penelitian tindakan dikatakan berhasil.

  (Nurkancana & Sunartana, 1992) Untuk melihat seberapa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, maka rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus

  5 X < 15 Sangat kurang baik

  X < 25 Kurang baik

  4 15 ≤

  P = rata-rata skor tanggapan siswa i x = skor tanggapan masing-masing siswa

  4 15 ≤ P < 25 Kurang positif

  5 P < 15 Sangat kurang positif

  (Nurkancana & Sunartana, 1992) Skor rata-rata tanggapan siswa yang diperoleh dari perhitungan dibandingkan dengan kriteria penggolongan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan dapat ditentukan tanggapan siswa selama proses belajar mengajar. Kriteria keberhasilan untuk tanggapan siswa adalah jika dari analisis diperoleh kategori tanggapan siswa minimal positif.

  Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah apabila dari analisis data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diperoleh rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika pada tes awal dan berada pada kategori minimal baik dan dari analisis data tanggapan siswa diperoleh kategori tanggapan siswa minimal positif.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Terdapat dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu pemahaman konsep matematika dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Ringkasan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa selama penelitian disajikan dalam Tabel 4 berikut.

  Tabel

  Refleksi Awal 863 23,32 Kurang Baik

  Siklus I 1227 33,16 Cukup Baik Siklus II 1484 40,11 Baik

  Siklus III 1629 44,03 Baik

  Data mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan di akhir siklus III dengan menggunakan angket yang terdiri dari 10 pernyataan . Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata skor tanggapan siswa sebesar 38,92. Jika dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan maka skor rata-rata tersebut menunjukkan tanggapan siswa yang positif terhadap pembelajaran yang diterapkan.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Tahapan Total Skor Rata-rata Skor Kategori

  Pembahasan

  Berdasarkan analisis data dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus I belum memenuhi kriteria yang ditetapkan walaupun sudah mengalami peningkatan dari hasil tes awal. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebelum tindakan belum memenuhi kriteria, yaitu sebesar 23,32 dan berada pada kategori kurang baik.

  Hasil analisis tindakan siklus I menunjukkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan dari refleksi awal, yaitu 23,32 (kategori kurang baik) menjadi 33,16 (kategori cukup baik). Rata-rata skor pemahaman konsep matematika siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan karena adanya beberapa kekurangan sebagai berikut . Pertama, ada beberapa siswa dalam satu kelompok yang belum begitu akrab karena kelas yang baru terbentuk sehingga dalam berdiskusi mereka masih terlihat canggung dan belum melaksanakan diskusi kelompok secara optimal. Siswa juga belum terbiasa dengan cara penyajian masalah kesulitan dalam memahaminya. Kedua, siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah yang diberikan melalui tahap-tahap pemecahan masalah yang diharapkan.

  Ketiga, dalam mengemukakan

  tanggapan/jawaban dan pertanyaan serta dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok masih didominasi oleh beberapa orang siswa saja, sementara siswa yang lain masih terlihat takut dan ragu-ragu dalam mengemukakan gagasan mereka. Keempat, sebagian besar siswa belum terbiasa menarik kesimpulan untuk mendapatkan konsep dari materi yang telah dipelajari. Siswa masih kesulitan dalam membuat kesimpulan yang sistematis dan sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan kondisi yang terjadi pada siklus I, pada siklus II dilakukan beberapa perbaikan. Melalui pertemuan yang dilaksanakan antara peneliti bersama guru (praktisi), dicari solusi atau alternatif pemecahan masalah dari kekurangan yang muncul sebagai berikut. Pertama, guru (praktisi) memberikan bimbingan yang lebih intensif dengan mendatangi setiap kelompok sesering mungkin serta memotivasi setiap kelompok tentang pentingnya kerjasama antar anggota kelompok dalam diskusi. masalah-masalah sebagai tugas rumah secara teratur. Selain itu, guru (praktisi) selalu mengingatkan bahwa pada dasarnya prosedur pemecahan masalah merupakan satu kesatuan yang utuh, sebab ketidakmampuan dalam salah satu langkah akan berpengaruh pada hasil secara keseluruhan. Ketiga, guru (praktisi) mengarahkan agar siswa yang memiliki kemampuan yang lebih baik untuk membantu menjelaskan pada temannya yang kurang mengerti sehingga siswa tersebut dapat belajar untuk menyampaikan pendapat. Presentasi hasil kerja kelompok dilakukan oleh perwakilan kelompok yang ditunjuk secara acak oleh guru (praktisi).

  Keempat, guru (praktisi) mengarahkan

  siswa dalam membuat simpulan dengan memberikan pertanyaan pancingan yang mengarah pada simpulan yang diharapkan. Dalam diskusi kelas, guru (praktisi) menunjuk siswa secara acak untuk menyimpulkan konsep-konsep yang telah dipelajari. Guru (praktisi) menegaskan dan mengklarifikasi jawaban siswa agar terjadi persamaan persepsi tentang konsep yang terkandung dalam pokok bahasan yang sedang dibahas.

  Berdasarkan perbaikan tindakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pada siklus II rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan dari 33,16 (kategori cukup baik) menjadi 40,11 (kategori baik). Berdasarkan hasil refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus

  II masih ada beberapa kekurangan dalam proses pelaksanaannya sehingga masih dipandang perlu untuk melaksanakan siklus

  III. Dari hasil observasi tindakan yang dilakukan pada siklus II ditemui beberapa kekurangan yaitu sebagai berikut. Pertama, beberapa kelompok kurang serius mengerjakan LKS sehingga waktu pengerjaan LKS cenderung melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Kedua, dalam mempertanggungjawabkan pekerjaannya beberapa siswa kurang memahami apa yang dikerjakannya. Ini dapat dilihat dari jika ada kelompok lain yang bertanya masih ada beberapa siswa yang belum bisa menanggapi pertanyaan temannya tersebut dengan benar. Ketiga, masih ditemui beberapa siswa yang belum berpartisipasi secara optimal dalam proses pembelajaran. Beberapa siswa masih enggan untuk menjawab pertanyaan guru (praktisi) dan menyelesaikan masalah yang diberikan sehingga cenderung menunggu petunjuk dari guru (praktisi). Selain itu, siswa kurang memperhatikan tahap pemecahan masalah untuk indikator IV (memeriksa kembali). Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ditemui pada siklus II, peneliti bersama dengan guru mendiskusikan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus III. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, perbaikan tindakan yang diambil untuk dilaksanakan pada siklus III adalah sebagai berikut. Pertama, memperketat waktu pengerjaan LKS sehingga siswa akan termotivasi dan lebih serius mengerjakan LKS. Kedua, presentasi hasil kerja kelompok dilakukan oleh perwakilan kelompok yang ditunjuk secara acak oleh guru (praktisi) dan guru (praktisi) juga memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan hasil yang mereka peroleh.

  Ketiga,

  guru (praktisi) memotivasi siswa, yaitu dengan menegaskan bahwa penilaian kelompok tidak hanya ditinjau dari pengerjaan LKS saja tetapi juga dari aktivitas siswa selama berdiskusi sehingga setiap siswa bertanggungjawab terhadap kemajuan yang akan dicapai kelompoknya. Guru (praktisi) memberikan penghargaan menjawab dengan benar. Hal ini diharapkan dapat memicu rasa percaya diri siswa. Guru (praktisi) juga senantiasa mengingatkan siswa bahwa masing-masing tahap penyelesaian masalah memiliki kedudukan yang sama penting, sehingga setiap tahapan harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.

  Penyempurnaan yang dilakukan pada siklus III mampu meningkatkan rata- rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pada siklus ini rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mencapai 44,03 dan berada pada kategori baik . Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kemampuan siswa dalam memecahan masalah mengalami peningkatan dari refleksi awal dan dari siklus ke siklus. Rata-rata tanggapan siswa terhadap matematika setelah diimplementasikan model pembelajaran

  7E sebesar 38,92. Berdasarkan kriteria penggolongan tanggapan siswa secara umum tergolong positif.

  PENUTUP Simpulan

  Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Implemenatsi model pembelajaran 7E dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Manggis tahun ajaran 2015/2016. Pada siklus I rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah 33,16 (kategori cukup baik), meningkat menjadi 40,11 (kategori baik) pada siklus II, dan menjadi 44,03 (kategori baik) pada siklus III.

DAFTAR PUSTAKA

2. Siswa kelas VIIB SMP Negeri 2

  Teacher Matematic (NCTM). Depdiknas. (2006). Peraturan

  ”5E Model Expanding Aproposed 7E

  Eisenkraft, A. (2003). The Science Teacher

  www. lubisgrafura.wordpress.com. (diakses tanggal 8 Mei 2014)

  Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) . http://

  Jakarta: Cemerlang. Dasna, I W. dan F. Fajaroh. (2007).

  Pemerintahan RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan .

  Manggis tahun ajaran 2015/2016 secara klasikal memberikan tanggapan yang positif terhadap implementasi model pembelajaran 7E. Secara rinci, 5,41% siswa memberikan tanggapan sangat positif terhadap pembelajaran yang diterapkan, 86,49% memberikan tanggapan positif, dan 8,11% memberikan tanggapan cukup positif.

  Saran-saran

  Dafis, E. J. dan W. D. McKillip. (1980).

  Pendidikan Matematika Konsentrasi Sains. Program Pasca Sarjana. IKIP Negeri Surabaya.

  Budiningarti, H. (1998). Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pembelajaran Fisika SMU. Tesis (tidak diterbitkan).

  diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Pendidikan MIPA. IKIP Negeri Singaraja.

  Pembelajaran TANDUR Disertai Strategi Polya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 4 Sukasada . Skripsi (tidak

  Aryana. (2006). Penerapan Kerangka

  1. Diharapkan kepada guru kelas VIIB untuk tetap mengimplementasikan model pembelajaran 7E sebagai salah 2. Kepada pembaca yang berminat melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai model pembelajaran 7E, dapat melakukan penelitian dengan tempat dan subjek yang berbeda.

  Berdasarkan hasil penelitian ini, disampaikan saran-saran sebagai berikut.

  ”Improving Story-Problem Solving In Elementary Scholl matemathics”. Problem Solving In Scholl Matemathics. National Council Of

  Model Emphasizes” Transfer Of Learning And The Importance Of Eliciting Prior Understanding .

  diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Pendidikan MIPA. IKIP Negeri Singaraja.

  Masalah dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Program Pascasarjana . Singaraja: IKIP Negeri

  A. (1998). Pemecahan

  Sutawidjaja,

  Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

  Pendidikan Dasar Dan Menengah. Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan

  Belajar Mengajar Matematika Kontemporer. Jakarta: Dirjen

  Boston: Allyn and Bacon. Suherman, E. et. al. (2003). Strategi

  Slavin, R. (1997). Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition.

  Dalam Matematika. Makalah Dalam Seminar Akademik HMJ Pendidikan Matematika. Universitas Pendidikan Ganesha . 14 Oktober 2006.

  Sariyasa. (2006). Pemecahan Masalah

  (1992). Evaluasi Hasil Belajar . Surabaya: Usaha Nasional.

  Nurkancana, I W. dan Sunartana, P.P.N.

  II SD No 5 Penerukan . Skripsi (tidak

   Its about time.com/html/ap/einsenkraftst pdf. (diakses tanggal 12 Januari 2014)

  Media Manipulasi Sebagai Sarana Pembelajaran Matematika Berwawasan Lingkungan Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah Bagi Siswa kelas

  Merthakari, N K. (2005). Penggunaan

  University Of Illinois At Urbana- Campaign

  Univied Treatment . London:

  McDonald, R. P. (1999). Test Theory: A

  Action Research Planner . Geelong Victoria: Deakin University.

  Universitas Negeri Malang. Kemmis, S & Taggart, R. MC. (1998). The

  Kurikulum dan Pembelajaran Matematika . Edisi Revisi. Malang:

  H. (2003). Pengembangan

  Hudojo,

  ISSN:1694-609x. International Journal Of Instruction. (diakses tanggal 8 Mei 2014)

  Of Mathematics teacher Candidates Towards Applying 7E Intructional Model On Computer Aided Instruction Environments. Vol.1,No,1

  Ersoy, M. & K. Yenilmez. (2008). Opinions

  Singaraja (tidak diterbitkan).

Dokumen yang terkait

INSTRUMEN OBSERVASI KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK (5M) DI SMA

0 6 22

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA

1 3 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TALKING STICK PADA SISWA KELAS VIII 6 SMP NEGERI 4 DENPASAR TAHUN AJARAN 2015/2016

1 2 9

POLITIK HUKUM PENGUATAN FUNGSI NEGARA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT (Studi Tentang Konsep Dan Praktik Negara Kesejahteraan Menurut UUD 1945) LEGAL POLICY OF STRENGTHENING STATE FUNCTIONS FOR PEOPLE’S WELFARE (Concepts And Practices Study Of Welfare State Bas

0 0 24

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENYIMPANGAN PADA PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN THE ROLE OF SUPERVISORY JUDGE TO PREVENT THE DISCRETION IN COURT DECISION IMPLEMENTATION

0 1 22

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E” BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSA

0 1 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN INSPIRATOR CERITAKEPAHLAWANAN PADA SISWA KELAS VIII CSMP PGRI 7 DENPASAR

0 0 12

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN TANDUR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJARSISWA KELAS II SD NEGERI 1 SINGAPADU TENGAH PADA PEMBELAJARAN BANGUN DATAR

0 0 12

PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) BERBASIS PELESTARIAN JALAK BALI TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DAN HASIL PETA KOGNITIF SISWA

0 0 10

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH GEOMETRI ANALITIKA BIDANG

0 0 11