Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi Di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

MODEL USAHATANI BERKELANJUTAN BERBASISSISTEM
PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN SAYURANDATARAN
TINGGI DI KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

Oleh :
Sudiono
P062120134

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Model Usahatani
Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman
Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
.
Bogor, Februari2017

Sudiono
P062120134

RINGKASAN
SUDIONO. Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama
Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung. Dibimbing oleh SURJONO HADI SUTJAHJO, NURHENI
WIJAYANTO, PURNAMA HIDAYAT, dan RACHMAN KURNIAWAN.
Kebutuhan sayuran yang tersedia dengan cukup, nilai gizi, cita rasa dan
keamanan pangan merupakan tuntutan konsumen.Tuntutan tersebut memerlukan
ketentuan cara berproduksi sayur yang baik mengacu pada ketentuan Good
Agriculutral Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (IndoGAP). Tanaman sayuran dalam budidayanya menghadapi kendala produksi
seperti hama, penyakit dan gulma yang berdampak kurang maksimalnya produksi

yang dihasilkan. Konsep GAP dan pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan
konsep yang saling melengkapi yang pada akhirnya bermuara pada keberlanjutan
usahatani berwawasan lingkungan.
Tujuan utama penelitian ini adalahmenyusun model strategi kebijakan
usahataniberkelanjutan berbasis sistem PHT pada tanaman sayuran dataran tinggi
di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, dengan tujuan antara adalah (1)
menganalisis kondisi saat ini berupa karakteristik lingkungan (biofisik, kimia,
sosial, ekonomi), jenis dan intensitas serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT) pada tanaman sayuran, dan indek keanekaragaman vegetasi,
2)menganalisis status berkelanjutan usahatani berbasis sistem PHTdan GAP pada
tanaman sayuran dataran tinggi, (3) menganalisis sistem dinamik usahatani
berkelanjutan berbasis sistem PHT dan GAP, dan (4) merumuskan arahan
kebijakan dan strategi usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dataran tinggi
berbasis sistem PHT.
Metode penelitian dilakukan secara eksploratif berorientasi pada tujuan
dengan tahapan, yaitu studi literatur (desk study) yang dilanjutkan survei
lapangan, analisis laboratorium, dan wawancara.Analisis keanekaragaman
vegetasiberdasarkan Indeks Shannon, intensitashama dan penyakit.Status
keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah penelitian dianalisis dengan teknik
Multi Dimensional Scaling (MDS) untuk dimensi-dimensi ekologi, ekonomi,

sosial, teknologi dan kelembagaan. Model sistem dinamik usahatani padatahapan
pengembangan model, yaitu analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi
sistem, simulasi model, dan pengujian model dengan alat bantuPowersim.
Formulasi dan strategi kebijakan menguggunakan teknik A’WOT merupakan
kombinasi AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Stengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats).
Hasil penelitian karakteristik lingkungan berupa kesuburan tanah dengan
kriteria rendah sampai sedang, residu pestisida di bawah batas maksimum yang
diperbolehkan, danindeks keanekaragaman pada tipologi polikultur agroforestri
lebih besar dibandingkan dengan dengan tipologi polikultur pertanian dengan nilai
perbandingan 0.74:0.64 keduanya termasuk kategori keanekaragaman yang
sedikit atau rendah (lebih kecil dari 1 (H’ < 1)). Intensitas serangan hama pada
lokasi polikultur pertanian pada kisaran 7.2% sampai 81.67% dan kejadian
penyakit 0.65% sampai 100%, sedangkan lokasi polikultur agroforestri pada
kisaran serangan hama 8.83% sampai 26.67% dan kejadian penyakit 0.65%

sampai 26.67%. Intensitas serangan hama dan kejadian penyakit lokasi polikultur
agroforestri lebih rendahdibandingkan polikultur pertanian.
Ada 20 atribut dari 63 atribut yang sensitif terhadap status keberlanjutan.
Indeks keberlanjutan usahatani tanaman sayuran termasuk kriteria kurang

berkelanjutandengan indeks gabungan sebesar 48.13. Indeks keberlanjutan yang
paling tinggi adalah dimensi sosial dan ekonomi masing-masing sebesar 60.90
dan 51.39 termasuk kriteria cukup berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi,
teknologi dan kelembagaan masing-masing sebesar 48.54;38.36; dan 40.61
termasuk kriteria kurang berkelanjutan.
Hasil simulasi dengan menggunakan sistem dinamik untuk menentukan
rumah tangga petani, pendapatan petani, dan luas lahan sayuran di Kabupaten
Tanggamus berdasarkan kondisi saat ini dengan 3 (tiga) skenario,yaitu skenario
saat ini (tanpa intervensi), pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 104.929
KK yang meningkat pada tahun 2030 menjadi 128.613 KK pendapatan petani
pada akhir periode simulasi menjadi Rp434.526.807 dari luas lahan seluas 4.029
ha, skenario pesimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.753 KK
yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 116.252 KK dengan
pendapatan pada skenario ini menjadi Rp470.170.405 dari luas lahan 4.243 ha,
dan skenario optimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.111 KK
yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 107.892 KK dengan
pendapatan petani secara total menjadi Rp508.916.172 pada lahan seluas 4.464
ha.
Hasil analisis A’WOT faktor kekuatan utama adalah beberapa jenis sayuran
yang dapat dibudidayakan dengan baik di Kabupaten Tanggamus,tersedianya

sarana infrastruktur yang baik, yaitu jalan dan akses untuk proses produksi dan
pemasaran, dan tersedianya sarana produksi (benih) yang cukup baik kualitas
maupun kuantitas. Sedangkan faktor kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu
lembaga pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang,
tahap implementasi teknologi PHT danGAP masih menemui banyak kendala, dan
jumlah rumah tangga yang menekuni profesi sebagai petani masih dominan.
Faktor peluang yang ada, yaitu tersedianya teknologi PHT dan GAP,kampanye
pemanfaatan produk dalam negeri dan mengurangi impor bahan pangan semakin
kuat, dan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan petani
sayuran sangat tinggi. Ancaman yang perlu diperhatikan, yaitu belum ada
landasan operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, lembaga
pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang, dan pada
tahap implementasi teknologi, dan GAP masih menemui banyak kendala.Enam
strategi yang menjadi prioritas dengan urutan, yaitupenyusunan regulasi dan
standarisasi operasional yang mengatur implementasi PHT dan GAP, memperkuat
kelembagaan petani, permodalan, dan asuransi pertanian; penyusunan legalitas
operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, intensifikasi pertanian dalam
rangka meningkatkan kuantitas, kualitas, aman, dan berwawasan lingkungan
dalam rangka ketahanan dan kemandirian pangan, optimalisasi alih teknologi
melalui sosialisasi atau penyuluhan teknologi PHT dan GAP tanaman sayuran,dan

pengembangan teknologi pengendalian berbasis sistem PHT yang murah dan
alternatif sarana produksi yang efektif dan efisien.
Kata kunci: AHP, keanekaragaman, multidimensional scaling (MDS), organisme
pengganggu tanaman, sistem dinamik.

SUMMARY
SUDIONO. The Sustainable agribusiness model based on integrated pest
management system for vegetables in highland of Tanggamus District in
Lampung Province.Supervised by SURJONO HADI SUTJAHJO, NURHENI
WIJAYANTO, PURNAMA HIDAYAT, and RACHMAN KURNIAWAN
Consumers demand sufficient vegetable availability with high nutrient and
good taste. This demand requires a good vegetable production technique referring
to a Good Agriculture Practice (GAP), which is relevant for Indonesia conditions
(Indo-GAP). Vegetable and its cultivation face production issues including pests,
diseases, and weeds that reduce maximum production. The GAP concept and
Integrated Pest Management (IPM) are mutually completing concepts that lead to
agribusiness sustainability with environmental insight.
The main objective of this research was to make a sustainable agribusiness
strategy model based on integrated pest management system for vegetables in
highland of Tanggamus District in Lampung Province with the following

objectives(1) to analyze the current conditions in the characteristics of
environmental (biophysical, chemical, social, economic), the intensity of pests
and diseases on crops of vegetables, and the diversity of vegetation index, (2) to
analyze the sustainability of agribusiness based on integrated pest management
system for vegetables in highland; (3) to build a sustainable agribusiness model
based on a dynamic system; and (4) to formulate policies and strategies for
sustainable vegetable agribusiness in highland based on integrated pest
management.
This was an explorative research method oriented to objectives with the
following steps: desk studies, which were followed by field surveys, laboratory
analysis, and interviews. Shannon Index base analysis the vegetation
biodiversity.Sustainability statuses in research locations were analyzed by using
Multi-Dimensional Scaling (MDS) technique. The dynamic agribusiness model
system was built with steps including need analysis, problem formulation, system
identification, model simulation, and model testing with Powersim software. The
policy and strategy formulations were conducted by using A’WOT technique; a
combination of AHP (Analytical Hierarchy Process) analysis and SWOT
(Stengths, Weaknesses, Opportunities,and Threats) analysis.
The results of the study were the environmental characteristics of the level
of soil fertility between low to moderate, pesticide residues below the maximum

allowed, anddiversity index on the polyculture of agroforestry is greater than the
polycultureof agriculture typology with a ratio of 0.74:0.64; but both include the
category of biodiversity that little or low (less than 1 (H '