DISTRIBUSI KEKAYAAN DAN KOMODITAS PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM.pdf

DISTRIBUSI KEKAYAAN DAN KOMODITAS PRODUKSI
DALAM EKONOMI ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia
Dosen pengampu : Zein Muttaqin SEI. MA.

Disusun oleh :
Habibur Rachman Nur

14423065

Remo Dwi Jayanto

14423172

Prodi Ekonomi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2016


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah karena izin-Nya jualah sehingga penulis dapat mewujudkan
semua ini. Melalui usaha keras di tengah hambatan dan keterbatasan, penulis mencoba
melakukan yang terbaik untuk menyusun makalah ini dengan judul "DISTRIBUSI KEKAYAAN
DAN KOMODITAS PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM".
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis,
baik dalam hal pengetahuan dan pengalaman.
Karena itu, sebagai penulis saya mengharapkan dengan sangat dan dengan tangan terbuka
segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini
selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada orangorang yang membacanya, terutama kepada penulis sendiri.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala bantuan, petunjuk, saran dorongan dan
izin yang telah diberikan dari berbagai pihak semoga bernilai ibadah dan mendapatkan imbalan
yang berlipat ganda. SemogaAllah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Amin Ya Robbal Alamin.

Yogyakarta, 20 Desember 2016

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama rahmah lil 'alamin mencakup ajaran-ajaran yang bersifat manusiawi
dan universal, yang dapat menyelamatkan manusia dan alam semesta dari kehancuran. Karena
itu, Islam menawarkan nilai-nilai, norma-norma, dan aturan-aturan hidup yang bersifat
manusiawi dan universal itu kepada dunia modern dan diharapkan mampu memberikan
alternatif-alternatif pemecahan terhadap berbagai problematika hidup manusia.
Salah satu ajaran penting dalam Islam adalah adanya tuntunan agar manusia berupaya
menjalani hidup secara seimbang, memperhatikan kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan
hidup di akhirat. Sebagai prasyarat kesejahteraan hidup di dunia adalah bagaimana sumbersumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara maksimal dan benar dalam kerangka Islam. Di
sini, Al-Qur'an turut memberikan landasan bagi perekonomian umat manusia.
Sebagai salah satu aktivitas perekonomian, distribusi menjadi bidang kajian terpenting
dalam perekonomian. Distribusi menjadi posisi penting dari teori mikro Islam sebab pembahasan
dalam bidang distribusi ini tidak berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial
dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikiran ekonomi Islam dan konvensional
sampai saat ini (Sudarsono, 2002: 216).
Ilmu ekonomi mempunyai bidang kajian yang sangat kompleks dan menyangkut banyak
persoalan mendasar tentang begaimana manusia berperilaku dalam memenuhi kebutuhanya.
Bidang-bidang tersebut antara lain modal, produksi, konsumsi, distribusi, etika bisnis, tenaga
kerja, perdagangan, industry, manajemen, dan sebagainya. Oleh beberapa pakar ekonomi islam,

bidang kajian tersebut berusaha ditampilkan korelasinya dengan nilai-nilai islam dengan
mengungkapan bagai mana islam tidak hanya secara normative mensikapi, tetapi juga berupaya
menghadapkanya dengan realitas social ekonomi yang terjadi. Cukup banyak untuk menyebut
nama. Golongan pemerhati isla selalu memulai dengan konsep islamisasi atau integrase noratif
dan deskriptif dengan mengambil korelasi dalam tinjauan ekonomi dengan etika islam sebagai
rabu-rabu dalam menerapkan konsep tersebut. Dapat dilihat, tulisan Mohammad Anas Zarqa
(1992) tentang metodologi ilmu ekonomi islam dengan menawarkan intergrasi normative dan
deskriptif dalam bidang ekonomi. Disamping itu juga tulisan-tulisan lainya yang lebih sectorial
dan teknis dalam pembahasanya.
Distribusi merupakan salah satu kajian yang sangat penting, meskipun dalam berbagai
literatur ekonomi justru ditiadakan pembahasanya secara khusus, berbeda dengan konsumsi dan
produksi. Konsumsi dekat dengan teori permintaan, sedangkan produksi erat kaitannya dengan
teori penawaran, sementara posisi distribusi sebagai mediasi antara konsumsi dan produksi.
Namun sayangnya, pembahasan sering tidak dijelaskan secra eksplisit dan tersendiri. Dua topik

signifikan dalam distribusi adalah menyangkut (1) distribusi kekayaan dan (2) distribusi
komoditas produksi.
Terkait dengan dua topik tersebut, Islam mempunyai pandangan tersendiri. Penulis tidak
bermaksud memandang negative terhadap konsep distribusi dalam ekonomi modern
(konvensional), tetapi memandang distribusi dalam konsep ekonomi Islam sebagai pengayaan

dan pengembangan konsep dalam khazanah keilmuan ekonomi. Sementara ini, banyak yang
memandang bahwa konsep distribusi dalam Islam hanya terabatas konsep normatif yang tidak
menyentuh realitas yang terjadi.
Dalam tulisan ini, pembahasan dibatasi pada distribusi kekayaan meliputi kepemilikan
kekayaan, pemerataan kekayaan, proses kepemilikan dan regulasi kepemilikan. Adapun
distribusi komoditas produksi meliputi hak konsumen dan produsen untuk mengetahui pasar dan
harga pasar serta peran peerintah. Pembahasan menggunakan pendekatan cross reference
terhadap distribusi dalam ekonomi modern untuk mengambil tempat distribusi dalam Islam.
Konsep dan kerangka distribusi dalam Islam dianalisis dengan melihat realitas yang terjadi yang
rumusannya lebih familiar dikembangkan oleh ekonomi modern.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep distribusi dalam ekonomi modern (konvensional)?
2. Bagaimana dasar distribusi dalam ekonomi Islam ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui bagaimana konsep distribusi dalam ekonomi modern
2. Agar mengetahui bagaimana dasar distribusi dalam ekonomi Islam

BAB II
Pembahasan
A. Distribusi dalam ekonomi modern

Para ahli ekonomi modern (aliran ekonomi mainstream, yaitu kapitalisme dan sosialisme,
beserta derivasinya masing-masing) menganggap bahwa masalah distribusi merupakan masalah
distribusi fungsional. Secara konsep, distribusi mempunyai dua macam bentuk yaitu, (1)
distribusi fungsional (functional distribution), yang menekankan pada prosoes distribusi pasca
produksi, dan (2) distribusi perseorangan (personal distribution), yang menekankan pada
disrtibusi kekayaan dengan aturan dan batasan-batasan tertentu.
Distribusi fungsional merupakan konsep ekonomi konvensional yang sering disebut
functional distribusi concept. Konsep ini berpandangan bahwa distribusi pendapatan akan merata
melalui input-input yang terdapat pada proses produksi. Input produksi yang lazim dipahami
dalam ilmu ekonomi adalah (1) Modal (capital), terdistribusi dalam bentuk keuntungan (profit),
(2) Tenaga kerja (labour), distribusi dalam bentuk upah atau gaji (wage/salary), (3) sumber daya
energy, (4) Material (bahan baku mentah). Untuk itu produksi 3 dan 4 terdistribusi dalam bentuk
keuntungan dari harga eksplorasi dan pasokan. Pertimbangan konsep ini adalah value of
marginal productivity. Asumsi ditribusi pada konsep ini tejadi pada struktur pasar persaingan
sempurna (perfect market competition), sementara secara praktis hampir tidak pernah ditemukan
dan ditemukan wujud struktur pasar persaingan sempurna, sehingga yang muncul adalah sering
muculnya proses ekploitasi pada fungsi (input) tertentu yang memiliki kekuatan yang lebih
dominan ketimbang yang lain. Sebut saja tenaga kerja, betapa ia dalam struktur pasar sering
dieksploitasi oleh pemilik modal, dan seterusnya.
Paul A. Samueson dan William D. Nordhaus (1985: 1) mengatakan bahwa ilmu ekonomi

adalah bidang studi tentang bagaimana manusia melakukan berbagai cara dalam
mengorganisasikan kegiatan konsumsi dan produksi. Pada definisi tersebut masalah perilaku
tidak menjadi fokus utamanya, hanya tekanannya pada organisai terhadap kegiatan konsumsi dan
produksi. Definisi lain juga dikemukakan bahwa kegiatan yang menjadi focus ekonomi adalah
produksi dan pertukaran (bukan konsumsi). Karena itu, definisi yang lengkap dari dua definisi
yang pertama harus mencakup kegiatan produksi, distribusi (pertukaran) dan konsumsi.
Hal ini sejalan dengan teori dalam ekonomi modern, bahwa distribusi merupakan teori
yang menetapkan harga jasa produksi. Ia berusaha menemukan nilai jasa dari berbagai faktor
produksi dan hanya sebagai perpanjang dari teori umum tentang penetapan harga (M. Abdulah
Mannan, 1995: 113). Konsumen akan melakukan permintaan bila harga murah, sementara
produsen akan melakukan penawaran bila harga mahal. Perubahan harga ini mengakibatkan
kesenjangan antara konsumsi dan produksi, yang berimbas kepada kelangkaan komoditas. Hal
inilah yang oleh ahli ekonomi Neo Klasik dirumuskan sebgai persoalan pokok yang dihadapi
oleh para ahli ekonomi dunia, disamping adanya kelangkaan sumber-sumber pemuas kebutuhan.

Beberapa penulis ekonomi menyebutkan bahwa apa yang telah dilakukan pakar ekonomi Neo
Klasik sebagai Marginal Revolution, sebab telah ditemukan suatu analisis baru yaitu pendekatan
marginal. Analisis marginal ini pada intinya merupakan mengaplikasikan kalkulus difernsial
terhadap tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-harga dipasar. Sejak
terjadinya marginal revolution tersebut pembahasan ekonomi makin bersifat mikro. Konsep

marginal sendiri telah cukup lama dikembangkan oleh Heidrinch Gossen (1819-1858) yang
menjelaskan kepuasan atau faedah (utility) dari pengkonsumsian sejenis barang (Deliarnov,
1995: 92-93).
Sumber-sumber tersebut (pemuas kebutuhan) mengandung beberapa alternative
penggunaanya untuk mencapai suatu tujuan. Jadi persoalan pokok ekonomi adalah hubungan
antara beberapa tujuan dengan sumber-sumber yang dapat dipergunakan dalam berbagai
alternatife. Sedangkan yang menajdi perhatian ilmu ekonomi adalah perilaku (behavior) yang
juga berkaitan dengan pencapaian tujuan diatas yang mengandung persoalan pemilihan sumbersumber yang diperlukan (choice).
Ada beberapa elemen masalah yang menjadi perhatian para ahli ekonomi, yaitu :
1. Kegiatan yang dilakukan oleh perorangan dan masyarakat dalam produksi,
distribusi atau pertukaran, dan konsumsi.
2. Pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa kebutuhan hidup
3. Keharusan untuk memilih alternative, baik dalam menentukan berbagi tujuan,
maupun dalam menggunakan sumber-sumber, ynag mengandung berbagai tujuan,
maupun dalam menggunakan sumber-seumber, yang mengandung berbagai
alternative.
4. Terdapatnya sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang dianggap terbatas.
Distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi
proses produksi bagi setiap proyek dalm bentuk uang maupun nilai, kemudian hasil tersebut
didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu

empat komponen berikut (Yusuf Qardhawi, 1997: 347):
1. Upah, yaitu upah (wages) bagi para pekerja, dan sering kali dalam upah, para
pekerja diperalat desakan kebutuhanya dan diberi upah standar
2. Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital) yang
diharuskan pada pemilik proyek.
3. Ongkos, yaitu ongkos (cost) untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek.
4. Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek
pengalaman proyek dan menejemen proyek, dan ia bertanggungjawab
sepenuhnya.
Akibat dari perbedaan komposisi andil dalm produksi yang dimiliki oleh masing-masing
individu, berbeda pula pendapatan yang didapat ioleh masing-masing individu. Islam menolak

butir kedua dari empat unsur tersebut diatas, yaitu unsur bunga. Unsur ini dalam pandangan
ekonomi islam sebagai bentuk riba yang diharamkan.
Sementara dalam ekonomi sosialis, produksi berbeda dalam kekuasaan pemerintah dan
mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi dikuasai oleh negara. Baginya prinsip
distribusi pendapatan adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh rakyat yang diawakili oleh
negara dan ditentukan oleh pasar. Ia mengencam kapitalis bahwa dalam masyarakat kapitalis,
kekayaan dan kemewahaan hanya dikuasai oleh sekelomnpok orang, sedangkan mayoritas
masyarakat adalah kaum miskin proletar, yang hanya memuaskan kaum kaya dengan kucuran

modal.
C. Distribusi dalam Ekonomi Islam
Distribusi dalam ekonomi islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat
mendasar dan penting, yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan. Nilai kebebasan mengacu pada 2
hal, yaitu keimanan kepada Allah (tauhid) dan keyakinan kepada manusia. Nilai keadilan yang
bermakna bahwa keadilan tidak selalu berarti persamaan (Yusuf Qardhawi, 1997: 347). Keadilan
adalah pilar penyangga kebebasan ekonomi yang merupakan prinsip primer, yang memuat
prinsip (1) perbedaan pendapatan, (2) pemerataan kesempatan, (3) memnuhi hak para pekerja,
(4) kesetiakawanan sosial, (5) mendekatkan jurang perbedaan antar manusia.
Berdasarkan nilai kebebasan dan keadilan yang bermuara pada ke-tauhid-an
memunculkan dua analisis yang terkait dengan kajian penulis tentang distribusi, yaitu distribusi
kekayaan dan distribusi komoditas produksi.
1. Distribusi Kekayaan
a. Kepemilikan dan proses kepemilikan kekayaan
Islam mengakui kepemilikan pribadi, namun hakiki kepemilikan di dunia adalah milik
Allah. Pandangan yang transcendental merupakan ciri khas kepemilikan dalam Islam. Secara
normatif deduktif, banyak sekali ayat maupun matan hadits yang menjelaskan hakikat
kepemilikan adalah milik Allah. Penulis tidak akan mengkajinya karena cukup mafhum untuk
disebutkan. Ahmad Sakr (Mohamed Ahmed Sakr dalam Ausaf Ahmad & Kazim Raza Awan,
1992: 117-118) membedakan tiga kategori kepemilikan dalam islam yaitu (1) kepemilikan

pribadi, (2) kepemilikan publik, dan (3) sektor kepemilikan sukarela (voluntary).
Kepemilikan pribadi menunjukan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk
mendapatkan yang diinginkan tetapi batasn yang paling minimal dan maksimal yang bisa
didapatkan adalah batasan halal dan haramnya sesuatu yang diinginkan. Kepemilikan pribadi
juga harus mempertimbangkan lingkungan sosial sebagai wujud kepekaan dan kepedulian
kepada sesama demi pemerataan. Kepemilikan publik dalam literatur muammalah disebut
sebagai milk al-‘amm yang setiap orang berhak untuk memperoleh manfaat dari fasilitas yang

tersedia. Ketersediaan ruang publik adalah tanggungjawab pemerintah sebagai pengelola,
sedangkan hakikat kepemilikannya adalah milik rakyat yang secara inheren menggunakan
fasilitas public tersebut.
Sektor kepemilikan sukrela sring dikerucutkan pada wakaf, yang hakikatnya adalah
memutus kepemilikan pemilik dengan harta yang dimiliki untuk dimanfaatkan untuk
kepentingan public. Tidak ada otoritas manapun yang dapat merubah hakikat benda tersebut.
Unsur transendensi terhadapa Allah menjadikan wakaf juga disebut dengan beyond ownership.
b. Pemerataan Kekayaan
Secara teknis operasional, banyak instrument yang digunakan sebegai intermediary
institution untuk mencapai pemerataan, sebut saja zakat, infaq, sadakah, wakaf, waris, dan lain
sebagainya. Kepemilikan harta yang terkait dengan institusi intermediary merupakan
kepemilikan yang bersifat perorangan lawan dari fungsional meskipun relative. Dalam islam

yang terpenting adalah kesadaran seseorang untuk merealisasikan nilai sentral tentang keadilan
atas dorongan spiritualnya dan adanya manajemen serta control yang professional dan intensif.
c. Pemerataan Kepemilikan
Manajemen terkait dengan pengaturan dan pengelolaan dalam kerangka ekonomi.
Control terkait dengan pemerintah sebagai fasilitator dengan membentuk institusi-institusi terkait
dan menciptakan perangkat hukum (Afzalurrahman, 1995: 285). Tindakan hukum mencangkup
pertama, tindakan positif aktif yang dipakai untuk mencegah pemusatan kekayaan dan
penyebarannya di masyarakat. Kedua, prohibitive measures (tindakan pelarangan), dan ketiga,
legal measures (tindakan hukum). Hal- hal tersebut tidak mungkin terwujud jika simultanitas
kerja dan kinerja serta niat baik bisa mendukung upaya tersebut dari lembaga- lembaga negara
yang terkait.
2. Distribusi Komoditas Produksi
a) Hak konsumen dan produsen untuk mengetahui pasar dan harga pasar
Beberapa hadits melarang menghambat interaksi langsung antara produsen dan
konsumen (Bukhori, tt.: 381), seperti:
‫حدثنا عبد ه بن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عن عبد ه بن ع ر رضي ه عن ا أ رسو ه صلى ه عليه‬
‫ا تلقوا السلع حتي ي بط ب ا الي السوق‬
‫ا يبيع بعض م علي بيع بعض‬
‫سلم قا‬
Inti hadits tersebut adalah (1) janganlah kamu menawarkan suatu produk, sementara ada
pedagang lain yang juga menawarkan produknya yang sama dengan milikmu (dengan cara yang
tidak fair), (2) jangan menghambat pelaku pasar untuk mengetahui informasi yang beredar di
(terutama informasi tentang harga).

Hadits tersebut menunjukan bagaimana Islam mendorong keadilan pasar agar penjual
(produsen) dan pembeli (konsumen) bertemu membuat kesepakatan dalam mekanisme
pertukaran atau distribusi. Distribusi disni bisa berartipertukaran atau penyaluran. Karena
konteks distribusi berbeda dengan makelar, meskipun dalam beberapa kasus sering dimaknai
sama, tetapi sesungguhnya berbeda. Bertemunya dua belah pihak, terlepas dari teknis bertemu
langsung melalui berbagai media, berimplikasi pada pengetahuan kedua belah pihak untuk
menyepakati harga pertukaran. Inilah hakikat pertukaran atau distribusi dalam Islam dengan
menghindari penipuan. Dalam istilah ekonomi sering disebut assymetric information atau dalam
bahasa fiqh disebut tadlis yang maknanya unknown to one party (satu pihak tidak mengetahui
informasi yang lengkap). Informasi dapat berupa 4 hal, yaitu: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3)
harta, dan (4) waktu penyerahan (Adiwarman A. Karim, 2004:29).
b) Peran pemerintah
Dalam Islam dikenal institusi hibah, yang perannya sama persis dengan pemerintah di
negara manapun. Tugasnya dalam bidang ekonomi adalah melakukan pengawasa terhadap
mekanisme ekonomi yang dilakukan oleh masyarkat ketika melakukan pertukaran. Lalu lintas
distribusi yang berjalan sangat cepat membutuhkan kawalan yang sangat serius dari pemerintah.
D.

Implikasi Distribusi dalam kerangka perbandingan ekonomi dan implementasiya

Diyakini bahwa seluruh teori ekonomi yang dikembangkan maupun aliran ekonomi yang
muncul jelas tertuju pada pencapaian kepentingan niai-nilai universal yang sejatinya merambah
kesemua level, tanpa sekat waktu teritorial. Namun, tabiat manusia sendiri, baik secara individu
maupun kelompok, secara sadar maupun tidak, dikendalikan oleh apa yang disebut dalam ilmu
ekonomi sebagai want (keinginan) yang lebih jauh radikal ketimbang need (kebutuan).
Kapitalitas memandang distribusi diberikan bebas kepada manusia yang bertitik tolak
maksimalisasi faktor produksi untuk menghasilkan barang yang bisa dinikmati oleh masyarakat,
sehingga apa yang dibutukan dan diinginkan oleh masyarakat (user) tersedia, tanpa mengabaikan
bagaimana mekanisme produksi berlangsung dan bagaimana penyebarab hasil produksi sampai
kepada masyarakat (konsumen).
Sementara sosialisasi memandang distribusi yang dikendalikan oleh negara ditunjukan
untuk kemakmuran rakyat. Keberadaan segelintir orang yang berkuasa menyebabkan kekayaan
yang dkendalikan oleh negara pun hanya dinikmati oleh penguasa. Sosialisasi pun bertitik tolak
dari eksploitasi faktor paroduksi. Keduanya menggunakan kerangka distribusi fungsional.
Sedangkan ekonomi islam secara nilai sama dengan kedua aliran tersebut, hanya saja
ekonomi islam dengan bertituk tolak dari distribusi perorangan ke arah distribusi fungsional.
Ekonomi islam berupaya memaksimalisasi dan optimalisasi secara operasional dan institusi
intermediary untuk mendukung keberadaan sumber daya manusia (modal ke arah sumber daya
manusia) sehingga secara simultan dapat menciptakan produk (produksi) dari distributor

perorangan yang diatur oeleh negara atau istitusi (yang difasilitasi oleh negara) sehingga
distribusi yang dimunculkan adalah bukan distribusi produk tetapi distribusi yang bisa
menciptakan produk. Sehingga kedudukan konsumsi dapat hanya sebagai suplemen kelengkapan
sebagai optimalisai dari distribusi yang menciptakan produksi dan untuk kesejahteraan
konsumen.
Dalam bentuk kerangka dapat dilihat bahwa islam mendorong individu memaksimalkan
pengamalan ajaran islam yang bisa dibentuk dalam sebuah institusi seperti zakat dan wakaf
berusaha melakukan distribusi kekayaan sehingga masing-masing individu memiliki kekayaan
yang dijadikan modal untuk melakukan proses produksi sehingga dapat menghasilkan produk
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Yang terpenting dari kerangka ini dalah kemandirian
yang bertitik tolak dari aksi social yang di derivasi dalam implementasi ajaran dalam bentuk
institusi yang mapan dan kokoh.
Singkatnya alur berikut dapat menjelaskan:
Ajaran (1)
Individu (2)
Kolektif (3)
Institusi social (4)
Menghimpun kekayaan (5)
Distribusi kekayaan (6)
Individu/kolektif menerima kekayaan sebagai modal (7)
Produksi (8)
Proses produksi (9)
Distibusi pasca produksi (10)
Konsumsi (11)

Sebagai langkah tersebut (boleh jadi berbeda prespektif), menurut penulisan sebagai
model distibusi (kekayaan dan komoditas pasca produksi ) dalam islam. Sehingga dari bagian
diatas dapat menunjukan proses antara distribusi kekayaan dan distribusi komoditas pasca
produksi secara simultan sebagai suatu keutuhan untuk mewujudakan kemandiriaan sebagai
manusia.

BAB III
Kesimpulan


Distribusi dalam ekonomi modern

Distribusi fungsional merupakan konsep ekonomi konvensional yang sering disebut
functional distribusi concept. Konsep ini berpandangan bahwa distribusi pendapatan akan merata
melalui input-input yang terdapat pada proses produksi. Input produksi yang lazim dipahami
dalam ilmu ekonomi adalah (1) Modal (capital), terdistribusi dalam bentuk keuntungan (profit),
(2) Tenaga kerja (labour), distribusi dalam bentuk upah atau gaji (wage/salary), (3) sumber daya
energy, (4) Material (bahan baku mentah).


Distribusi dalam Ekonomi Islam

Distribusi dalam ekonomi islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat
mendasar dan penting, yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan. Nilai kebebasan mengacu pada 2
hal, yaitu keimanan kepada Allah (tauhid) dan keyakinan kepada manusia. Keadilan adalah pilar
penyangga kebebasan ekonomi yang merupakan prinsip primer, yang memuat prinsip (1)
perbedaan pendapatan, (2) pemerataan kesempatan, (3) memnuhi hak para pekerja, (4)
kesetiakawanan sosial, (5) mendekatkan jurang perbedaan antar manusia.

Daftar Pustaka

Sudarsono, Heri, Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Ekonisia, 2002.
Afzalurrahman, Mudammad sebagi pedagang, Terj. Dewi Nurjulianti, dkk., Jakarta: Yayasan
Swarna Bhumi, 1995.
Bukhari, Shahih Bukhari, Mesir: Maktabah al-Mu’ashirah, t. t., Juz 7.
Deliarnov, Perkembangan Pmikiran Ekonomi, Jakarta: Rajawali Press, 1995.
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. M. Natangin, Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995.
Mohammed Ahmed Sakr, “Islamic Concept Of Ownership and Its Economic Implications”,
Ausaf Ahmed & Kazim Raza Awan, Lectures on Islamic Economics,, Jeddah: IRTI-IDB, 1992.
Mohammad Anas Zarqa, “Merthodology of Islamic Economics” dalam Ausaf Ahmad dan Kazim
Raza Awan (ed.), Lectures on Islamic Economics, Jeddah : IRTI-IDB, 1992.
Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Economics, New York: McGraw Hill Book
Company, 1985, Edisi 12.
Robert L. Heilbroner, Tokoh-tokoh Besar Pemikir Ekonomi, pent. Boentaran, Jakarta: UI Press,
1986.
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif prespektif Islam, Terj. Moh.
Mahgfur Wahid, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Terj. Didin Hafidhuddin,
Jakarta: Robbani Press, 1997.