Analisis pengelompokan dan hubungan kekerabatan spesies anggrek phalaenopsis berdasarkan kunci determinasi dan marka RAPD

ANALISIS PENGELOMPOKAN DAN HUBUNGAN
KEKERABATAN SPESIES ANGGREK PHALAENOPSIS
BERDASARKAN KUNCI DETERMINASI DAN MARKA RAPD

OLEH:
KRISTINA DFVIATMINI

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN B O W R
BOGOR
2002

ABSTRAK
KRISTINA DWIATMINI. Analisis Pengelompokan dan Hubungan Kekerabatan
Spesies Anggrek Phalaenopsis Berdasarkan Kunci Determinasi dan Marka RAPD.
Dibimbing oleh NURHAYATI A MATTJIK, HAJRIAL ASWIDINNOOR, dan
NURITA L TORUAN-MATIUS.
Bunga anggrek Bulan (salah satu spesiedjenis dari marga Phalaenopsrs)
adalah puspa pesona bangsa Indonesia. Di Indonesia terdapat kira-kira 26 spesies
Phalaenopsls yang endemik dari 70 spesies yang dilaporkan. Tanaman anggrek
merupakan jenis tanaman yang mempunyai keragaman fenotipik yang sangat besar.

Anggrek juga tanaman yang dapat cross fertrl secara intergenerik, sehingga konsep
s p i e s secara biologi pada anggrek menjadi rancu. Sampai saat ini sering terjadi
pergeseran pengelompokan dan perubahan nama pada suatu jenis anggrek. Karena itu
perlu dilakukan penelitian hubungan kekerabatan spesies-spesies Phalaenopsrs dengan
menggunakan teknik molekuler untuk melengkapi sistem klasifikasi yang hanya
mengandalkan karakter morfologi tanaman.
Penelitian dllakukan di Laboratorium Biologi molekuler dan Imunologi, Unit
Penelitian Bioteknologi Perkebunul, Bogor dari bulan September 2001 sarnpai April
2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelompokan spesies-spesies
anggrek Phalaenopsrs berdasarkan penanda morfologi yang dijadikan basis
penyusunan kunci determinasi, mengetahui hubungan kekerabatan berdasarkan
analisis pola pita DNA dan mengetahui seberapa jauh keselarasan,korelasi keduanya
Enam belas primer digunakan untuk mengamplifikasi DNA berdasu Polymerase
Chain Reaction (PCR) dan menghasilkan 300 hgrnen DNA yang polimorfik.
Dendrogram tanaman anggrek Phalaenopsis dari data RAPD menggunakan koefisien
kemiripan DICE, dari data morfologi menggunakan rumus jarak taksonomi (koefisien
DIST) dan korelasi antara matriks kerniripan dan matriks jarak menggunakan fasilitas
MXCOMP pada program NTSYS versi 2.02. Analisis komponen utama (KU) dilakukan
untuk mengetahui pita-pita yang berperan dan posisi relatif pengelompokan secara
terpisah 19 spesies yang diuji.

Hubungan kekerabatan berdasarkan koefisien kemiripan Dice adalah antara
0.24 - 0.66 (jarak genetik antara 0.34 - 0.76). Sedangkan jarak taksonomi
berdasarkan koefisien Dist adalah 1.42 - 0.08. Nilai korelasi ( r ) antara matriks
kemiripan dan matriks jarak adalah kecil yaitu -0.38197, dengan nilai koefisien
determinasi R' = 0.1459. Nilai koefisien determinasi yang sangat kecil menunjukkan
bahwa hanya 15 % data morfologi dapat untuk mengestimasi kemiripan genetiknya.
Hasil analisis komponen utama menunjukkan terdapat 231 pita yang berperan dalam
pengelompokan secara terpisah 19 spesies anggrek Phalaenopsis. Pada pemetaan 2
dimensi (KU-1 dan KU-2) menunjukkan 19 genotipe anggrek tersebut tersebar pada
tiga kuadran yang berbeda dimana P. amabilis terpisah dengan genotipe lainnya.
Terdapat nilai korelasi yang besar yaitu 97.4 % antara pita 0PA38g0 dengan KU-1. Pita
tersebut dirniliki secara bersama oleh P. amabilis dm P. schillerana (seksi
Phalaenopsis), P. celebensis dan P. equestris (seksi Stauroglotis), P. viridis dan P.
h ~ ~ e k -(seki
r . ! Fuscatae). J i b KU-1 dan KU-2 dipetakan dengan KU-3 maka terdapat

enam genotipe anggrek yang mempunyai posisi relatif dekat yaitu P. pantherina, P.
cornucervi, P. manii, P. amboinensis, P. micholitzi, dan P. lueddemmaniana 'pulchra'.
Enam genotipe tersebut mempunyai korelasi antara pita OPA3760dan KU-2 sebesar
80.2 %. Nilai korelasi yang besar (> 0.80) juga ditunjukkan oleh pita-pita OPAl ism,

OPA1610m,dan OPBS1900,kemungkinan merupakan pita spesifik namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan karakter yang disandi. Analisis gabungan antara data
morfologi dan data RAPD menghasilkan pengelompokan terbaik dengan kemiripan
genetik berdasarkan koefisien Dice antara 0.20 - 0.70.

SllJRAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyatan dalam tesis saya
yang berjudul :

"ANALISIS PENGELOMPOKAN DAN HUBUNGAN KEKERABATAN
SPESIES ANGGREK PHALAENOPSIS BERDASARKAN KUNCI
DETERMINASI DAN MARKA RAPD"
merupakan gagasan atau has11 peilelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan
tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2002


&
Krist a Dwiatmini
'

ANALISIS PENGELOMPOKAN DAN HUBUNGAN
KEKERABATAN SPESIES ANGGREK PHALAENOPSIS
BERDASARKAN KUNCI DETERMINASI DAN MARKA RAPD

KRISTINA DWIATMINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2002


: Analisis Pengelompokan dan Hubungan Kekerabatan Spesies

Judul Tesis

Anggrek Phalaenopsis Berdasarkan Kunci Deterrninasi dan
Marka RAPD
Nama Mahasiswa

: Kristina Dwiatrnini

Nomor Pokok

: 99635

Program Studi

: Agronomi

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik. MS
Ketua

Dr. Hairial Aswidinnoor, MSc
Anggota

2.Ketua Program Studi Agrono

2%-

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MS

Tanggal lulus :

2 7 SEP 2002

Dr. ~ d t L.a Toruan Matius, MS APU
Anggota


rogram Pascasajana

frida Manuwoto, MSc

RJWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1966 di Sukoharjo, Jawa Tengah,
sebagai anak kedua dari delapan bersaudara, puteri dari pasangan R. Sastromadyono
dan Ibu Suminah. Pada tahun 1996 menikah dengan Eko Artanto dan dikaruniai dua
orang putera yaitu Yonatan Kristanto Nugroho (4.5 tahun) dan Yohanes Kristanto
Raharjo (1 tahun).
Pada tahun 1979 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Kristen Sukoharjo
dan berturut-turut pada tahun 1982 tamat dari SMP N 2 Sukoharjo dan tahun 1985
tamat dari SMA N Sukoharjo. Selanjutnya melalui program PMDK penulis diterima
sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian dengan program
studi Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fenulis memperoleh gelar sajana pertanian
pada tahun 1990.
Setelah bekerja di swasta selama 3 tahun, pada tahun 1993 penulis diterima
sebagai staf peneliti di Sub Balai Penelitian Hortikultura Cipanas yang selanjutnya
menjadi Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung. Penulis mengkuti program

Magister Sains pada Program Studi Agronomi/Pemuliaan Tanaman sejak tahun 1999.
Penulis memperoleh bantuan dana penelitian dan beasiswa dari PAATP pada akhir

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kasih atas berkat
dan karunia-Nya yang selalu dilimpahkan sehingga penulis &pat menyelesaikan &is
ini.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nurhayati A
Mattjik, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc
serta Dr. Nurita L Toruan-Matius, MS APU sebagai anggota komisi pembimbing, atas
segala bimbingan dan bantuannya dari awal penelitian hingga selesainya penulisan
tesis. Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan dana proyek PAATP, Badan
Litbang Pertanian.
Kepada mereka yang telah banyak berperan, penulis juga ingin berterima kasih
kepada Dr. M. Kosim Kardin, MSc atas saran, petunjuk dan sebagian material
tanaman yang digunakan dalam penelitian, juga kepada Bapak Ir. Rizal Jafaarer atas
material tanaman dan bantuan identifikasinya, Bapak Tolhas Hutabarat, Dipl. Kim.,
mbak Nanik dan mbak Umi atas bantuan dan kerjasama di laboratorium. Kepada
rekan-rekan mahasiswa program studi agronomi angkatan 99 talc lupa diucapkan

terima kasih atas dorongan dan semua bantuan yang diberikan selama masa
perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis.
Kesuksesan dan keberhasilan studi ini tidak terlepas dari pengertian, bantuan
serta doa seluruh keluarga. Atas semua ini, dengan sepenuh hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak dan Ibu mertua (almarhurnah), ayah dan ibu dan terutarna
kepada suarni dan anak-anak yang telah turut berkorban dalam banyak hal. Semoga
Tuhan melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat.
Bogor, September 2002

Kristina Dwiatmini

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
FENDAHULUAN


Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA

Genus Phalaenopsis dan Sejarah Klasifikasi
Penanda Morfologi clan Penanda Molekuler RAPD
Kaitan antara Penanda Morfologi dan Molekuler
BAHAN DAN METODE
Bahan Tanaman
Bahan Kimia dan Peralatan
Metode Penelitian
Pelaksanaan Percobaan
Analisis Data

Tahapan Percobaan Untuk Analisis RAPD
Analisis Polimorfisme dengan RAPD
Pengelompokan Berdasarkan Kunci Determinasi
Pengelompokan Gabungan Data RAPD dan Data Biner Fenotipik
Korelasi antara Matriks Tingkat Kemiripan Genetik dan

Matriks Jarak Taksonomi

xii
...

Xlll

PEMBAHASAN

Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Analisis Marka RAPD
Pengelompokan Berdasarkan Kunci Determinasi
Pengelompokan Berdasarkan Gabungan Data RAPD dan Fenotipik
Keselarasan Pengelompokan Berdasar RAPD dan Karakter Fenotipik
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halarnan
1

Kriteria goodness offir

2

Kuantitas DNA hasil ekstraksi pada 2 1 spesies anggrek
Phalaenopsis dibandingkan dengan besamya pita DNA lamda

3

Jenis primer, susunan basa nukleotida, persentase kandungan
GIC dan jumlah pita yang diseleksi

4

Jenis primer, susunan basa nukleotida, kandungan G/C, dan
jumlah pita hasil amplifikasi

5

Matriks perkiraan kesamaan koefisien DICE pada 19 spesies
Phalaenopsis

6

Katagorial nilai karakter pembeda fenotipe pada 1Y
spesies dalam genus Phalaenopsis

7

Matriks perkiraan jarak genetik koefisien DIST pada 18 spesies
Phalaenopsis

8

Matriks perkiraan kemiripan genetik koefisien DICE pada 18
spesies Phalaenopsis dengan data gabungan

22

DAFTAR GAMBAR
Malaman
Bagan alir analisis data

23

Kuantitas DNA total 20 spesies Phalaenopsis dari bahan daun

24

Kualitas DNA total 20 spesies Phalaenopsis didigesti EcoHl

26

Tujuh belas primer hasil seleksi menggunakan DNA cetakan
P. violaceae 'Borneo'
Profil pita DNA 19 spesies Phalaenopsis hasil amplfikasi
~nenggunakanprimer OPA 11
Dendogram 19 spesies Phalaenopsis menggunakan 16 primer,
dengan h g s i DICE dan metode UPGMA pada Program
NTSYS 2.02.
Pemetaan 19 genotipe Phalaenopsis berdasar 2 dan 3 KU
Pengelompokan spesies Phalaenopsis berdasar kunci
determinasi cara non katagorial
Dendogram 18 spesies anggrek dalam genus Phalaenopsis
berbasis karakter fenotipik dengan prosedur STAND dan
h g s i SlMMINT diolah dengan progran NTSYS versi 2.02.
Dendrogram 18 spesies anggrek Phalaenopsis hail analisis
klaster berdasarkan data biner gabungan RAPD dm fenotipik
dangan metode UPGMA pada program NTSYS 2.02.
Diagram hubungan antara matiks taksonomi berdasarkan
fenotipe dengan matiks kemiripan genetik berdasarkan
RAPD dari 18 genotipe anggrek Phalaenopsis.

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Daftar Sgesies Anggrek Phalaenopsis yang digunakan untuk
penelitian.

69

Komposisi pereaksi dan buffer untuk analisis DNA tanaman
anggrek.

70

Data biner 19 spesies Phalaenopsis menggunakan 16 primer
acak dekamer.

71

Nilai kategorial fenotipik 18 spesies anggrek dalarn genus
Plzalaenopsis.

77

Transformasi nilai katagorial karakter fenotipik menjadi data
biner.

78

Nilai komponen utarna dari pita-pita hasil arnplifikasi

81

Teladan analisis pengelompokan berdasarkan data fenotip
menggunakan rumus Average Taxonomic Distance.

86

Teladan analisis pengelompokan berdasarkan pola pita DNA
menggunakan koefisien DICE (rumus Nei dan Li, 1978)

88

Teladan analisis korelasi antara matriks koefisien kemiripan
dengan matriks rata-rata jarak taksonomi dengan korelasi rank
sperman

91

Profil pita DNA 19 spesies Phalaenopsis menggucakan
primer; OPA 1, OPA 2, OPA 3, OPA 4, OPA 7, OPA 11,
OPA 13 dan OPA 16

92

Profil pita DNA 19 spesies Phalaenopsis menggunakan
primer; OPB 5, OPB 7, OPB 10, OPB 17, OPC 6, OPC 9,
OPD 5 dan OPN 16

93

12

Variasi tonjolan bibir (kalus) beberapa Phalaenopsis

13

Variasi bentuk bibir beberapa Phalaenopsis

14

Variasi bentuk bibir dan detail bunga beberapa Phalaenopsis

15

Foto bunga beberapa spesies Phalaenopsis

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia menggunakan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blurne)
sebagai bunga Nasional dengan sebutan puspa pesona. Salah satu pertimbangan
anggrek bulan dipilih sebagai bunga Nasional disebabkan Indonesia merupakan
wilayah penyebaran marga Phalaenopsis yang terkaya di dunia. Dari 70 spesies
Phalaenopsis, 26 spesies di antaranya terdapat di Indonesia (Anonim 1997). Sejarah
mencatat bahwa selain Phalaenopsis amabilis, pada tahun 1865 Phalaenopsis
sumatrana mendapat

"

First Class Certificate" dari Royal Horticultural Society

London (Rivai 1995).
Keindahan bunga anggrek bulan (marga Phulaenopsis) sangat digemari oleh
pasar luar negeri. Sebagai contoh, pada tahun 1993 Phalaenopsis telah mencapai
peringkat ke-14 dengan penjualan sebesar US $ 12,8 juta di pasar lelang Belanda
(Abidin 1997). Anggrek Phalaenopsis yang tersebar di pasaran tersebut berupa spesies
maupun hibrida. Statistika hibrida anggrek menunjukkan jurnlah silangan anggrek
marga Phalaenopsis (13.064 silangan) menempati peringkat kedua setelah marga
Paphiopedilum (Irawati 1997).
Program pemuliaan Phalaenopsis mengalami kemajuan yang pesat, baik yang
dilakukan para pecinta maupun kaurn profesional. Spesies yang digunakan dalam
persilangan tersebut harus diidentifikasi dengan tepat untuk diregristrasikan hibrida
hasil silangannya Namun sering terjadi perbedaan nama pada spesies yang sama,
sehingga diperlukan identifikasi tetua yang lebih akurat.

Sejarah klasifikasi dari genus Phalaenopsis menunjukkan beberapa kal i
perubahan nama suatu spesies. Sebagai contoh spesies yang pertama kali ditemukan di
Ambon pada tahun 1750, yaitu Phalaenopsls amabills (L.) Blume. Rumphius
memberi nama Angraecum album-majus yang diterbitkan dalam "Herbarium
Arnboinense 6:99". Dalan waktu yang hampir bersamaan pada tahun 1752 Peter
Osbeck membawa spesimen jenis ini dari Jawa Barat dan diidentifikasi oleh Linnaeus
sebagai Epidendrum amabile yang diterbitkan dalam "Spesies Plantar~rn~~,
tanpa
mengetahui publikasi yang terdahulu oleh Rumphius. Tahun 1814 Roxburgh juga
mengidentifikasi jenis ini sebagai Cymbidium amabile, dan pada tahun 1825 Blurne
memasukkan tumbuhan ini ke &lam marga Phalaenopsis dan diberi nama
Phalaenopsis arnabilis (L.) Blume (Sweet 1980; Puspitaningtyas dan Mursidawati
1999). Perubahan nama atau pemindahan pengelompokan suatu spesies sering terjadi.

Sebagai contoh Phalaenopsis serpentilingua (masuk genus Phalaenopsis) namanya
diganti menjadi Paraphafaenopsis serpentilingua, terrnasuk genus Paraphafaenopsis
(Hawkes 1970). Pemindahan dalarn genus tersebut didasarkan bentuk daunnya yang
berbeda (Hawkes 1970) dan secara genetik Phalaenopsis tidak kompatibel dengan
Paraphalaenopsis (Yam 1994).

Secara taksonomi fakta suatu spesies ditunjukkan oleh satu set karakter yang
diberikan oleh sifat-sifat morfc!oginya. Sifat-sifat tersebut merupakan produk dari
sekuen yang berbeda dari reaksi biokimia, dimana setiap tahapan dari proses tersebut
dikontrol oleh enzim yang spesifik. Produksi dari enzimenzim ini dikendalikan
langsung secara genetik, sehingga jika satu set gen spesifik tidak ada maka sekuen

enzim yang spesifik akan hilang dan sifat khusus tersebut tidak terekspresi. Menurut
.

Griesbach (1981) ilmu genetika &pat membantu klarifikasi permasalahan yang timbul
dalam taksonomi. Sebagai contoh permasalahan pada Phalaenopsis digambarkan
sebagai berikut. Pada tahun 1859 di Palembang, Sumatera; Gersen menemukan satu
Phalaenopsis baru, yang oleh Teijsmann dan Binnendijk pada tahun 1862

diidentifikasi sebagai P. zebrina var. Garsenii. Bentuk lain dari Phalaenopsis ini
ditemukan oleh Lobb dan diklasifikasikan oleh Teijsmann dan Bennedijk sebagai P.
zebrina var. lilacina. Beberapa dekade kemudian P. zebrina disetujui sinonim dengan
P. sumatrana, selanjutnya Reichenbach menyatakan kedua tanarnan tersebut sebagai

varietas dari P. sumatrana. Kemudian pada tahun 1882 ditemukan bentuk lain dan
diidentifikasi oleh Reichenbach sebagai P. violacea var. schroederana. Pada saat ini
disetujui bahwa ketiga takson tersebut merclpakan intermediate d a i P. violacea clan P.
sumatrana. Namun Phalaenopsis x Gersenii yang diyakini sebagai hibrid alam antara
P. violacea dan P. smatrana ternyata menunjukkan beberapa inkonsistensi,

tergantung ekotipe dari tetuanya dan terjadinya introgresi. Pada P. sumatrana var.
gersenii sangat sedikit terjadi rekombinasi genetik selama meiosis, kemudian

segregasi terjadi pada generasi yang sudah sangat lanjut.
Perubahan pengelompokan spesies anggrek dalam genus Phalaenopsis juga
dilaporkan oleh Arends (1970) yang melakukan pengamatan sitogenetika pada delapan
hibrida interspesifik. Berdasarkan hasil pengamatan homologi genomnya, Arends
menyetujui pengelompokan yang telah dilakukan oleh Sweet pada tahun 1968 -1969,
dan merevisi pengelompokan yang dilakukan oleh BenthamhtHooker pada tahun

1883, Rolfe pada tahun 1886, dan Pfitzer pada tahun 1889 dikutip oleh Arends
( 1970).

Anggrek merupakan jenis tanaman yang sangat dipengaruhi lingkungan,
sehingga keragaman karakter fenotipik yang nampak sering rnembingungkan dalam
pengelompokan hubungan kekerabatannya. Berdasarkan kunci determinasi terkini
yang disusun oleh Sweet (1980) dicoba disusun pengelompokan antar spesies dalarn
genus Phalaenopsis. Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan studi hubungan
kekerabatan beberapa spesies anggrek Phalaenopsis menggunakan marka Randomly
Amplrfied Polymorphic DNA (RAPD). Diharapkan dapat diketahui sejauh mana

keselarasan antara penanda morfologi berdasarkan kunci determinasi berbasis
fenotipik dengan penanda RAPD berbasis DNA, sehingga aplikasi RAPD dapat
digunakan untuk studi taksonomi dan genetik genus Phalaenopsis tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: (I) mengelompokan spesies anggrek
Phalaenopsis berdasarkan karakter fenotipik yang dijadikan basis penyusunan kunci

determinasi, (2) mempelajari hubungan kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis
berdasar analisis berbasis DNA dengan t e h k RAPD, ,dan (3) menetapkan
hubunganJkorelasi keduanya.
Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis gabungan berdasarkan data
katagorial fenotipik clan data RAPD. Selanjutnya dengan menggunakan data pola pita

DNA (RAPD) dilakukan analisis komponen utama untuk mengetahui pita-pita
berperan dalam pengelompokan dan posisi relatif antar genotipe.

Hipotesis
Nilai korelasi ( r ) antara penanda morfologi berdasarkan kunci determinasi
dengan penanda molekuler berdasarkan RAPD adalah kecil. Hal tersebut diduga
disebabkan keragaman pengaruh lingkungan (fenotipik) lebih hesar dari genotipiknya.

TINJAUAN PUSTAKA

Genus Phalaenopsis dan Sejarah Klasifikasi
Hamparan daratan negara Indonesia hanyalah 1,3 % dari luas permukaan bumi,
namun diperkirakan tidak kurang dari 30 % dari sekitar 17.000 jenis anggrek
menghuni bumi nusantara. Jadi di Indonesia terjadi konsentrasi jumlah jenis tanaman
anggrek; serta beberapa kelompok tetumbuhan khas lainnya yang sangat besar, dan
sering disebut sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia (Rivai 1995). Irawati
(1999) melaporkan di Jawa terhpat 700 jenis anggrek, sedang di Surnatera dan
Kalimantan tidak kurang dari 2000 jenis. Irian Jaya dilaporkan menyimpan berbagai
jenis anggrek unik dan khas seperti anggrek macan (Grammatoplyllum scriptum) dan
jenis-jenis lainya (Anonim 1992), selain jenis anggrek yang terdapat di kepulauan
Indonesia lainnya yang belum teridentifikasi. Identifikasi jenis-jenis anggrek yang ada
di Indonesia harus dilakukan secepatnya sebelurn berlomba dengan kerusakan
habitatnya. Oleh karena itu melalui program Flora Malesiana dilakukan revisi jenisjenis tumbuhan di dunia yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2 135.
Genus Phalaenopsis, oleh Bentham, Pfitzer dan Schlecher disepakati masuk
ke dalam sub tribe Sarcanthinae, yang merupakan anggrek native tertua di dunia
(Sweet 1980). Genus dalam sub-tribe Sarcantlzinae dibagi menjadi dua grexes
berdasarkan ada tidaknya pangkal column (column-foot). Baru-baru ini Holtum (1972)
menggunakan tingkat percabangan dari polinia sebagai dasar skema filogenetik dari
sub tribe Sarcanthinae. Namun demikian tidak ada dua karakter morfologi yang
signifikan dalam mengevaluasi suatu hubungan kekerabatan.

Phalaenopsis merupakan anggrek mono@al

yang dicirikan sebagai tanaman

epifit atau litofit (menempel atau menempel pada batu). Akarnya agak pipih,
berdaging dan mengandung klorofil. Berbatang pendek yang seluruhnya terbungkus
oleh pangkal pelepah daun. Daunnya berwarna hijau atau hijau muda mengkilat,
berbentuk lonjong yang biasanya makin melebar pada ujungnya, tanpa tangkai daun.
Susunan bunga bermacam-macam bentuknya ada yang tunggal, tandan atau malai.
Marga Phalaenopsis dapat berbunga serentak atau bergantian. Jumlah bunganya dapat
sedikit (satu kuntum) hingga banyak (30 kuntum). Ke!opak mahkotanya tidak
berlekatan. Seringkali ukuran kelopak dan mahkota hampir sama atau mahkotanya
sedikit lebih besar dan lebar. Ukuran bunganya bervariasi dari yang kecil (2-3 cm)
hingga besar (9-10 cm). Marga Phalaenopsis umumnya memiliki warna yang
mencolok dengan variasi warna putih, merah jambu, ungu, kuning yang dihiasi dengan
pola garis-garis, bintik-bintik atau totol-tot01 berwarna merah hati, coklat, merah
jambu yang menimbulkan kesan warna kontras. Perhiasan bunga (kelopak dan
mahkotanya) sering kali mempunyai p l a clan warna yang sama (Puspitaningtyas dan
Mursidawati 1999).
Sejarah klasifikasi Phalaenopsis menunjukkan beberapa kali revisi. Revisi
pertama disampaikan oleh Reichenbach di Hamburger Garten-und Blumenzeitung,

pada tahun 1860, yang mana dua t d u n kemudian diperluas pada Xenia Orchidaceae,
meliputi sebelas spesies yang sampai saat ini masih akurat. Reichenbach membagi
spesies ke dalam dua kelompok berdasarkan ada tidalcnya apendiks pada ujung lidah
bunga (Sweet 1980). Sedangkan revisi klasifikasi genus Phalaenopsis terkini disusun

kembali oleh Sweet (1980) melalui beberapa kali tahapan dengan data terbaru
(material segar) dan spesimen yang berasal dari berbagai herbarium di seluruh dunia.
Genus Phalaenopsis merupakan satu dari 90 genus dalam sub tribe
Sarcanthinae, dengan jumlah kromosom 2n

=

38 (de Vogel 1990). Pengelompokan

sub tribe Sarcanthinae ke dalam genus-genus didasarkan pada bentuk bagian-bagian
atau struktur bunganya yang khas. Genus Arachnis karena bentuk bunganya seperti
kalajengking, Renanthera (ren = ginjal dan anthera) karena bentuk anternya seperti
ginjal. Genus Phalaenopsis (phalaina = ngengat dan opsis

=

penampilan) karena

bentuknya seperti ngengat, Rhynchostilis (rhynchos = paruh dan stylis

=

column)

karena bentuk column berparuh (Sidran 1985 dikutip Kartikaningrum 2002). Namun
Sweet (1980) menyatakan, jika satu kriteria tertentu digunakan untuk mengevaluasi
pengelompolcan, maka beberapa genus yang berkerabat dekat dapat menjadi terpisah.
Persamaan dari genus-genus yang tergolong dalam sub tribe Sarcanthinae adalah
pertumbuhannya monopodial, pada umumnya polinarium terdapat stipe dan viscidium,
bunga muncul di bagian lateral dari batang tanaman (de Vogel 1990).

Penanda Morfologi dan Penanda Molekuler RAPD
Terdapat tiga tipe penanda genetik yang sering digunakan untuk analisis
genomik yaitu penanda morfologi, penanda berdasar protein dan penanda berdasar
DNA (Liu, 1998). Penanda morfologi antara lain dengan mengamati warns, bentuk,
dan tanda khusus pada bunga, daun, batang dan sebagainya yang diwariskan ke

ketumamya Penanda molekuler oleh Walton (1993) diartikan s e w karakter kirnia

atau karakter molekuler yang dapat didcur dengan pewarisan sederhana d m mengikuti

pewarisan Mendel. Penan& molekuler berperan penting dalam program pemuliaan
tanaman sebagai sumber genetik dalam bentuk sidik jari Vinger printing) dan sebagi
alat seleksi berdasar penanda yang terpaut dengan karakter fenotipik yang dituju.
Beberapa teknik yang digunakan sebagai penanda antara lain RFLP
(Restrrctron Fragment Length Polymorphism), PCR (Polymerase Chain Reaction),
SSR (Srmple Sequence Repeat), AFLP (Ampllfed Fragment Length Polymorphism)

dan W D (Randomly Ampllfed Polymorphic DNA). Penanda molekuler melalui

teknik RAPD dihasilkan melalui arnplifikasi DNA yang berdasar pada PCR. Hasil
reaksi PCR berupa potongan-potongan DNA yang dengan mudah dapat dipisahkan
melalui teknik elektroforesis yang hasilnya berupa pita-pita DNA dalam berbagai

ukuran (William et al. 1990). Potongm-potongan DNA hasil amplifikasi, masingmasing dapat diperlakukan sebagi karakter untuk keperluan analisis.
Teknik RAPD telah banyak diaplikasikan sebagai infonnasi genetik, antara
lain analisis kekerabatan pada Chicory (Koch dan Jung 1997), keragaman genetik
pada anggrek Cymbidium (Obara-Okeyo dan Kako 1998), keragaman genetik kapas
(Tatineni et al. 1994), atlaiisis sidik jari dalam pemuliaan anggrek Phalaenopsis (Chen
et al. 1995), identifikasi ketahanan terhadap penyakit blas pada padi (Tasliah et al.
2000), analisis reevaluasi talcsonomi pada tanaman jintan (Duc et al. 1999), analisis

keragaman dan jarak genetik pada table beet dan sugar beet (Wang 1999), analisis
plasma nutfah mawar (Jan dan Byrne 1999), analisis keragaman genetik pada kelapa
(Hayati et al. 2000), pemetaan genom pada jeruk (Cai et al. 1994), identifikasi mutan

lemon (Deng et al. 1995), dan analisis kekerabatan anggrek sub tribe Sarcanthinae
(Kartikaningrum 2002). Selain itu teknik RAPD juga banyak digunakan untuk tujuan
tertentu antara lain sebagai proteksi hak paten, pemetaan genetik, diversitas genetik,
variabilitas genetik, karakterisasi galur tangkar dalam (inbreed line), taksonomi dan
evolusi, variasi populasi genetik (Rajapakse dan Ballard 1997).

Kaitan antara Penanda Morfologi dan Molekuler

Penanda morfolop baik karakter vegetatif maupun generatif ada yang mudah
dibedakan, namun sering pula sulit karena sangat dlpengaruhi lingkungan terutama
untuk karakter kuantitatif. Pada anggrek tanah Spathoglotis aurea dan S. plicata yang
tersebar di Jawa, kedua spesies tersebut sangat mudah dibedakan berdasarkan karakter

warna pelepah, warna helaian daun, jarak antar tulang daun, bentuk bulk warna
bunga, bentuk bibir, perbuluan dm bentuk kalus (Chilanawati 1994). Namun untuk
jenis anggrek lainnya yang mempunyai keragaman sangat besar, sangat sukar untuk
membedakan dan mengelompokan fenotipe-fenotipe tersebut secara akurat. Oleh
karena itu saat ini mulai banyak penelitian yang membandingkan antara kaitan
karakter morfologs dengan penanda molekuler (isozim, DNA).
Penanda DNA secara genetik terpaut dengan suatu karakter yang diinginkan,
yang digunakan untuk kloning gen, diagnosa medis, dan karakter introgresi pacia
tanaman dan hewan dalam program pemuliaan (Williams et al. 1990). Perbedaan
(polimorfisme) DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR oleh suatu primer
oliginukleotida, berlaku seperti penanda fenotipe genetika Mendel. Penanda DNA ini

disebut penanda RAPD yang berlaku sebagai penanda dominan, yakni dalam populasi
yang bersegregasi tidak dapat membedakan .individu homosigot dan heterosigot,
karena memberikan hasil pita DNA yang sama.
Dalam pemuliaan, penanda molekuler berperan sebagai penentu identitas atau
sidik jari dan sebagai penanda dalam seleksi terpaut dengan sifat fenotipik tertentu.
Chen et al. (1995) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa primer OPQ103so pb
merupakan penanda warm bunga merah berdasarkan analisis Fl hasil persilangan D.
pulcherima dan Phalaenopsis equestris. Penanda dalam seleksi terhadap karakter

terpaut dilakukan dengan cara skoring tidak langsung terhadap ada tidaknya fenotip
tanaman yang diinginkan atau komponen fenotip yang didasarkan pada pola pita dari

penanda molekuler yang terpaut. Pelaksanaannya meliputi pengujian DNA tanaman
secara individu berdasar ada tidahya pita dengan berat molekul yang sesuai pada
agarose hasil elektroforesis. Pola pita penanda molekuler pada lokus yang diberikan
merupakan indikasi ada tidaknya segrnen kromosomal spesifik yang membawa gen
atau ale1 yang diinginkan (McCouch dan Tasley 1991).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi Molekuler dan Imunologi,
Unit Bioteknologi Perkebunan (UPBP), Bogor dari bulan September 2001 sampai
bulan April 2002.

Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 spesies anggrek
Phalaenopsis yaitu Phalaenopsis violacea 'Borneo', P. sumatrana, P. kunstleri, P.
parrtherina, P. cornu-cervi, P. micholitzii, P. gigantea, P. lueddemanniana 'pulchra',

P. amboinensis 'Ambon', P. parishii, P. celebensis, P. amabilis, P. javanica, P.
speciosa Tetraspis', P. venosa, P. viridis. P. schillerana, P. manii dan P. equestris

(Lampiran 1).

Bahan Kimia dan Peralatan
Bahan kimia yang digunakan adalah cetyl trimethyl ammonium bromide
(CTAB) 10 %, Tris-HC1 1 M pH 8, NaCl 5 M, larutan etilendiamin tetra asetat
(EDTA) 0.5 M pH 8, bufer ekstraksi Orozco-Castillo (Lampiran 2), klorofonn :
isoamilalkohol (24:1), larutan tris-HC1 : EDTA (TE) (Lampiran 2), polivinil
polipirolidon (PVPP), nitrogen cair, etanol 70 %, etanol absolut, isopropanol dingin,
merkaptoetanol, air bebas ion, enzim restriksi EcoRZ, loading bufer (Lampiran 2),
agarose, larutan tris-HC1 : asam asetat : EDTA (TAE) (Lampiran 2) 50X, etidium

bromida, 16 primer, larutan bufer primer, enzim taq DNA polimerase (taq GeneAmp
dari Applied Biosystem), larutan stok dNTPs, larutan ion M$+, dan penanda DNA
yang dipotong enzim HindZZZ.
Alat yang digunakan adalah PCR Thermolyne-Arnplitron 11, alat elektroforesis,
kamera polaroid 665, scanner, transimulafor T 2201, serztrifuRe high sonic Sorvall
RC-55 Du-pont, sentrifuge high sonic MR 1812, inkubator, neraca analitik (4 desimal)
Sartorius, oven, microvawe National, Penangas air, pipet mikro Eppendorf berbagai
ukuran, pipet mohr, pipet tetes, erlenrneyer, gelas piala, tabung Eppendorf berbagai
ukuran, tips Eppendorfberbagai ukuran, mortar,fieezer dan pipet tetes.

Metode Penelitian
Isolasi DNA tanaman anggrek genus Phalanopsis dilakukan menurut metode
Orozco-Castillo et al. (1994) yang dimodifikasi khususnya penambahan antioksidan
polivinilplipirolidon (PVPP) pada waktu penggerusan dan merkaptoetanol yang
ditambahkan dalam bufer ekstraksi (Toruan-Matius et al. 1997). Pereaksi yang
digunakan disajikan dalam Lampiran 2.

Pelaksanaan Percobaan
Sebanyak 0,3 g daun muda tanaman anggrek setiap genotipe yang tercantum
dalam Lampiran 1, digerus ke dalam mortar dingin dengan nitrogen cair dan
penambahan 0,05 g PVPP sampai berupa serbuk halus. Selanjutnya serbuk halus
tersebut dimasukkan ke dalam tabung Eppendo~fvolume 2 ml yang berisi buffer

Orozco-Castillo et al. (1994) yang sebelumnya telah diinkubasikan pada suhu 65°C
selama 30 menit dan diberi 25 p1 merkaptoetanol. Campuran dikocok selama 5 menit
dan diinkubasikan pada suhu 65°C selama 30 menit. Kemudian larutan dibiarkan pada
suhu kamar selama 5 menit. Untuk mendegradasi protein, ditambahkan 1 ml larutan
kloroform : isoamilalkohol (24 : 1) dan dikocok dengan vorteks selama 5 menit,
diikuti dengan sentrihgasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Cairan
bagian atas dipindahkan dengan menggunakan pipet ke dalam tabung Eppendorf yang
lain. Pemberian larutan kloroform : isoamilalkohol (24 : 1) dapat diulang kembali
dilanjutkan dengan proses sentrifugasi untuk mendapatkan DNA yang murni.
Tahap untuk mendapatkan DNA yang mumi adalah dengan menambahkan 1
ml isopropanol dingin ke dalarn tabung Eppendorfyang berisi larutan DNA, kemudian
dikocok perlahan sampai terlihat benang-benang halus, lalu disimpan dalam lemari es

pada suhu 4OC selama 30 menit. Selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan

kecepatan 11000 rpm untuk mengendapkan DNA. Cairan dibuang kemudian peletnya
dicuci dengan alkohol 70% dan dikeringkan 5 menit dengan cara membalikkan
tabung. Pelet DNA dilarutkan dengan 500 p1 larutan TE, dikocok perlahan hingga
larut dan disimpan difieezer pada suhu -20°C.
Penetapan kuantitas (konsentrasi) dan kualitas DNA dilakukan dengan cara
elektroforesis msnurut Sambrook et al. (1989). Besarnya kuantitas DNA dibandingkan
dengan besarnya pita DNA lambda yang telah diketahui konsentrasinya yaitu 250,
500, dan 1000 nglpl. Uji kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan sebanyak 4
p1 DNA wntoh, kemudian ke dalamnya ditambahkan 2.5 pl larutan bufer 10X

(Lampiran 2), 4 unit 0.3 p1 EcoRI dan 18.2 p1 aquades steril, kemudian campurn
dikocok perlahan-iahan dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 120 menit dalam
penangas air. Setelah masa inkubasi berakhir, ke dalam campuran ditambahkan 5 p1
loading buffer.

Kuantitas dan kualitas DNA dapat ditentukan dengan cara

elektroforesis menggunakan gel agarose 1 % (blv).
Pembuatan gel agarose dilakukan dengan melarutkan 0.3 g bubuk agarose
dalam 30 ml larutan Tris Asetat (TAE) lX, dan dipanaskan dalarn microwave selama
2 menit dan ke dalamnya ditambahkan pewarna DNA yaitu 1.5 p1 etidium bromida.

Campuran tersebut dikocok perlahan dan dituangkan ke dalam cetakan elektroforesis
yang telah diberi sisir. Gel didiamkan selama 60 menit supaya padat, kemudian
cetakan diletakkan ke dalam bak elektroforesis dan direndam dengan larutan TAE lX,
kemudian ke &lam l a .tersebut ditambahkan 12 p1 etidium bromida.
Elektroforesis dijalankan pada tegangan 50 volt selama 60 menit. Untuk
menetapkan konsentrasi clan kualitas DNA, hasil elektroforesis diamati di bawah UV
transluminator. Konsentrasi DNA ditetapkan berdasarkan ketebalan pita DNA contoh
dibandingkan dengan pita marker DNA lamda yang telah diketahui konsentrasinya.
Sedangkan kua!itas DNA dapat diketahui dari mampu terpotongnya DNA yang
ditunjukkan dengan garis putih tebal (smear) pa& sumur elektroforesis.

Seleksi primer RAPD untuk amplifikasi DNA
Untuk memperoleh tingkat polimorfisme yang tinggi maka dilakukan tabapan
seleksi primer. Seleksi primer dilakukan menggunakan 17 primer dekamer a& dari

OperonTechnology (Almaeda, USA) menggunakan contoh DNA spesies Phalaenopsis
violacea 'Borneo'. Dari 17 primer tersebut terpilih 9 primer, sedangkan 4 primer

mengadopsi dari hasil seleksi yang telah dilakukan pada anggrek sub tribe
Sarcanthinae (Kartikaningrum 2002), 1 primer mengadopsi hasil penelitian pada
anggrek Vanda (Kardin et al. 1999), 2 primer mengadopsl hasil penelitian
Trichoderma. Berdasarkan informasi dan tahapan seleksi terpilih 16 primer untuk

amplifikasi selanjutnya.

Amplifikasi DNA

Amplifikasi DNA dilakukan menurut metode Williams et al. (1990). Reaksi
amplifikasi dilakukan dalam 25pl campuran larutan (Lampiran 2) yang terdiri atas 10

X bufer reaksi (50 m M KCl; 10 m M Tris-HC1 pH 9.0; 0.1 % Triton X-loo), 0.2 rnM
dNTP, 2.5 m M MgC12, 1 unit Taq DNA polimerase (GenAmp, Applied Biosystem),

H20, 50 ng DNA cetakan dan 0.3 p M primer yang dipipet ke dalam tabung
Eppendorf Untuk menghlndari penguapan yang dapat menyebabkan perubahan

konsentrasi selama proses PCR dalam alat Themal Cyler, ke dalam tabung Eppendorf
ditambahkan 25 p1 minyak mineral. Tabung berisi campuran larutan PCR dan DNA
genomik dimasukkan ke dalam blok-blok mesin PCR. Selanjutnya mesin PCR
tersebut diprograrn 1 siklus dengan profil : denaturasi awal pada suhu 94°C selama 2
menit, diikuti 45 siklus berikutnya dengan profil : denaturasi pada suhu 94°C selamal
menit, penempelan pada suhu 36°C selama 1 menit dan p e p j a n g a n pada suhu 72°C

selama 2 menit, kemudian reaksi diakhiri dengan post extention pada suhu 72°C
selama 4 menit.
Produk amplifikasi dipisahkan menggunakan elektroforosis pada 1,4% agarose
dengan buffer TAE. Gel diwarnai dengan etidium bromida menurut Sambrook et al.
(1989). Hasil elektroforesis divisualisasikan di atas UV transimulator dan
didokumentasikan dengan film Polaroid 665 atau dengan menggunakan scanner.

Analisis Data
Data molekuler

Hasil analisis RAPD diperoleh &lam bentuk pita-pita hasil pemotretan gel
dengan ukuran tertentu dari masing-masing genotipe anggrek. Analisis data
berdasarkan ada (1) tidaknya (0)pita yang sarna yang dimiliki secara bersama pada
masing-masing genotipe tanaman yang dibandingkan. Untuk menentukan tingkat
kesarnaan pasangan genotipe yang terdapat pada lajur yang berbeda ditentukan
berdasarkan rumus Nei dan Li (1979) yaitu :

keterangan : S
a dan b

=
=

flab

=

%

=

nb

=

koefisien persamaan
dua individu yang dibandingkan
jumlah pita DNA yang sarna posisinya baik pada
individu a maupun b
jumlah pita DNA pada individu a
jumlah pita DNA pada individu b

Pengelompokan data matriks dan pembuatan dendogram dilakukan dengan
metode UPGMA, fungsi SIMQUAL program NTSYS versi 2.02 (Rohlf 1993). Data
matriks dihitung melalui koefisien Drce (S), yang pada prinsipnya sama dengan rumus
Nei dan Li tersebut di atas. Untuk menghitung koefisien jarak, data h m
dikonversikan dengan rurnus d

= 1 -

S, di mana d adalah jarak dan. S adalah nilai

matriks persamaan (koefisien persamaan). Tingkat kepercayaan dari dendrogram yang
terbentuk dinilai dengan anslisis nilai kofenetik (Rohlf 1993).
Matriks kemiripan genetik dari data RAPD dianalisis lanjut berdasarkan
Principal Component (komponen utama) yang diturunkan dari matriks varian-

kovarian.

Skor komponen utama untuk setiap pengamatan dihitung melalui

persamaan Yij = ali xij + azi xzj + .... + +i xpj, dimana Yij adalah skor komponen ke-i
untuk pengarnatan ke-j,

aij

menunjukkan besarnya kontribusi peubah ke-i terhadap

komponen utarna ke-j dan xij adalah peubah ke-i dengan komponen utama ke-j.
Analisis komponen utama dilakukan untuk menentukan pita yang berperan dalam
pengelompokkan dan posisi relatif genotipe-genotipe tersebut. Dari pita-pita yang
berperan dapat dicari pita yang spesifik untuk genotipe tertentu yang memiliki korelasi
yang besar antara setiap pita (peubah ke-i) dengan komponen utama ke-j dengan
rumus menurut Dillon dan Goldstein (1984) sebagai berikut:

keterangan : ri
aq
h.
-{
s;

: korelasi pita ke-i pada komponen utama ke-j
: unsur ke-i dari vektor ciri ke-j
: akarciri ke-j
: simpangan baku variabel xi

Data fenotipik
Berdasarkan kunci determinasi terkini yang disusun oleh Sweet (1980), dibuat
dendrogram yamg menunjukkan pengelompokan spesies-spesies yang terrnasuk dalam
genus Plzalaenopsis. Pembuatan dendrogram dilakukan dengan dua cara. Cara pertama
yaitu langsung menggunakan kunci tersebut untuk mengelompokan spesies-spesies
yang diuji menurut seksi dan sub seksinya. Sedangkan cara kedua yaitu dengan
mencari karakter fenotipik pernbedanya dan memberikan nilai katagorial / skor
karakter tersebut. Penentuan katagori nilai berdasarkan pada beberapa acuan antara
lain Bechtel et al (1981), Cameron dan Chase (1999), dan Tatineni et a1 (1996) yang
dimodifikasi. Kemudian data katagorial nilai karakter fenotipik tersebut, ditranformasi
dengan prosedur standardisasi STAND pada program NTSYS (Numerical Taxonomy
and Multivariate Analysis System) versi 2.02, yang pada prinsispnya adalah nilai
observasi setiap karakter dikurangi nilai rata-rata karakter tersebut dibagi standar
deviasi (Beer et al. 1993; Autrique et al. 1996; Tatineni et al. 1996; Rohlf 1993).
Analisis data yang sudah ditransforrnasi, menggunakan fhngsi SIMMZNT pada
program NTSYS berdasar koefisien DIST I rata-rata jarak taksonomi :

keterangan : i dan j
k
X
n
E

: dua genotipe yang dibandingkan
: karakter morfologi
: nilai pengamatan
: jumlah genotipe
: jarak taksonomi

Data fenotipik juga diterjemahkan dalam bentuk data biner (Lamadji 1980)
untuk keperluan analisis gabungan. Transformasi data katagorial menjadi data biner

didasarkan suatu asumsi bahwa karakter tesebut dikendalikan ale1 ganda (multiple
alel). Artinya jika gen A bermutasi menjadi a1 atau a2 atau a3 dan seterusnya dengan

urutan dominansi tertentu, maka fenotipik dari sel somatik yang terdiri dua seri alel
tersebut ditentukan oleh gen yang doininan. Berarti biia suatu karakter morfoiogi telah
berperan, maka peranan karakter lain tidak terlihat. Dalam penelitian ini deskripsi
karakter pembeda merupakan sub karakter, sehingga banyaknya sub karakter tersebut
dianggap sebagai gen yang bermutasi (anggota alel). Sub karakter yang tampak pada
genotipe tersebut ditandai dengan nilai 1 dan yang tidak nampak nilainya 0.
Selanjutnya data tersebut digabung dengan data RAPD. Analisis gerombol dilakukan
seperti pada data genotipik yaitu dengan mctode U P G M , fungsi SIMQUAL dengan
koefisien DICE pada program NTSYS (Rohlf 1993).

Tingkat kepercayaan dari

dendrograrn dinilai berdasarkan analisis nilai kofenetik (Rohlf 1993).

Keselarasan antara penanda RAPD dengan fenotipik

Keselarasan antara penanda molekuler dan penanda fenotipik dapat ditinjau
berdasarkan matriks rata-rata jarak taksonomi dan matriks kemiripan genetik. Kedua
matriks tersebut dibandingkan dengan uji korelasi product-moment dari Pearson fungsi

MXCOMP pada program NTSYS (Rohlf 1993). Korelasi antara pasangan dua matriks
diuji dengan statistik Z Mantel (Mantel 1967 dikutip Beer et at. 1993) yang dihitung
sebagai :
=

Cj zkXjkYjk

keterangan : Xjk :elemen baris matriks ke j dan kolom ke k dari ,X
Yjk : elemen baris matriks ke j dan kolom ke k dari Yjk
k 0.05, maka JJO diterima
Jika probabilitas I 0.05, rnaka & ditolak
2. Jika t hitung < t (n-2; d2), maka HOditerima
Jika t hitung > t (n-2; d2), maka JJO ditolak.

qk

Keselarasan pengelompokan ditentukan dari lcriteria goodness of$t Berdasarkan nilai
korelasi menmt Rohlf (1993) yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria goodness offit berdasarkan nilai korelasi
Level
0.9 5 r
0.8 5 r < 0.9
0.75 r < 0.8
r < 0.7

-- -

Kriteria g d i ~ e s osffit
Sangat baik
Eaik
Lemah
Sangat lemah

Analisis data tersebut dapat digambarkan seperti tercanturn pada bagan alir
berikut (Gambar 1).

A

B

Feaotipe/Kunci Determinasi

Genotipe
C D E

F

+
0
1
O
1

0
1
I
1

1
0
l
0

+

Cara I
Non Katagorial Nilai

Cara I1
Katagorial Nilai

+

0
1
O
1

1
0
l
0

C

Dendrv
48 s p i e s

1
1
l
0

Phalaenopsis

2 3 3 4 4 5
3 5 5 0 1 1

+
+

Koefisien kemiipan DICE
(rumus Nei & Li, 1979)
S=2na/(n.+nb)

Standardisasi dengan transformasi Z

Uatrikkemiripan

Koefisien DIST
(rumus rata-tata jarak taksonomi)

+

S

E = [ml&- x ~ ) ~ ] ' ~

I

+

.)

Analisis kompwen utama
Y8=alixlj+az,x2j+... +a,,&,

+
Pemetaan bedasarkan dua dan
tiga komponen utama

D=hPm

Korelasi

4
-

Matrikjarak

4
Nilai r

I
I
I
, btagsbungan

+

Matrik Kemiripan
Fenotipe DICE
(musN k & Li, 1979)
S=Znal(n.+nb)

C
Gambar 1. Bagan alir analisis data

Dendogram

HASIL

Tahapan Percobaan untuk Analisis RAPD
Analisis RAPD terdiri atas beberapa tahapan percobaan yaitu : isoiasi DNA
genom dilanjutkan dengan pemurnian dan penetapan kuantitas dan kualitas DNA,
seleksi primer dekamer acak dan analisis polimorfisme.

isolasi, pemurnian, perretapan kuantitas dan kualitas DNA
Konsentrasi DNA yang diperoleh yaitu antara antara 75 ngp1 sarnpai 700
ng/pl (Gambar 2, Tabel 2).

Gambar 2. Kuantitas DNA total 20 spesies Phalaenopsis dengan bahan daun (1)
DNA h 250 ng/pl, (2) DNA h 500 ndpl, (3) DNA h 1000 ng/pl, (4) P.
violacea 'Borneo' (5) P. sumatrana, (6) P. kuntsleri, (7) P. pantherzna,
(8) P. cornu-cervi, (9) P. floresensis, (10) P. micholitzii, (1 1) P. gigantea,
(12) P. lueddemanniana 'Pulchra', (13) P. arnboinensis 'Ambon', (14) P.
parishii, (15) P. celebensis, (16) P. amabilis, (17) P. javanica, (18) P.
speciosa 'Tetraspis', (19) P. zebrinae, (20) P. venosa, (21) P. viridis, (22)
P. schillerana, (23) P. manii.

Tabel 2. Kuantitas DNA hasil ekstrabi pada 2 1 spesies anggrek PhaIaenopsis
dibandingkan dengan besarnya pita DNA lamda
Spesies Tanaman Anggrek Phalaenopsis

Konsentrasi DNA (nglpl)

P. violacea 'Borneo'
P. sumatrana
P. krrnstleri
P. pantherina
P. cornri-cervi
P. jloresetds*'
P. micholitzii
8. P. giganlea
9. P.l~~eddemmlnia~a
'Pulchra'
10. P. amboinensis'Ambon'
11. P. p i s h i i
12. P. celebetts.;~
13 . P. amabilis
14. P. javanica
15. P. speciosa 'Tetraspis'
16. P. zebrinae8'
17 . P. venom
18. P. viridis
19. P. schillerana
20. P. manii
2 1. P. equestris

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keterangan :

*)

spesies tidak disertakan dalam penelitian selanjutnya

Hasil penetapan kualitas DNA total hasil ekstraksi menunjukkan bahwa
seluruh DNA contoh yang dianalisis terpotong dengan baik yang ditunjukkan dengan

DNA yang smear (Garnbar 3). Uji restriksi merupakan salah satu uji kualitas DNA
secara enzimatis untuk mengetahui tingkat kemurnian DNA (Paterson et al. 1993) dan
kemampuannya diamplifikasi selanjutnya yang juga merupakan kerja enzimatis.

Gambar 3. Kualitas DNA total 20 spesies Phalaenopsis dengan digesti EcoRl lajur
(I) P. violacea 'Borneo', (2) P. sumatrana, (3) P. kunstleri, (4) P.
pantherina, (5) P. cornu-cervi, (6) P. jloresensis, (7) P. micholitzii, (8) P.
gigantea, (9) P. lueddemanniana 'Pulchra7, (10) P. amboinensis
'Ambon', (1 1) P. parishii, (12) P. celebensis, (13) P. amabilis, (14) P.
javanica, (15) P. speciosa 'Tetraspis', (16) P. zebrinae, (17) P. venosa,
(18) P. viridis, (19) P. schillerana, (20) P. manii.

Seleksi primer acak dekamer

Seleksi primer dilakukan antara lain dengan mengadopsi hasil penelitian pada
anggrek sub tribe Sarcanthinae (Kartikaningrum 2002). Empat belas primer yang
digunakan pada amplifikasi anggrek sub tribe Sarcanthinae, dipilih 4 primer yang
menunjukkan tingkat polimorfisme yang tinggi clan jurnlah pita yang banyak, yaitu
OPA-2, OPA-13, OPA-4, dan OPN-16. Satu primer yaitu OPD-5 mengadopsi hasil
penelitian dari anggrek genus Vanda (Kardin et al. 1999). Sedangkan berdasarkan
seleksi 17 primer pada penelitian ini dengan menggunakan spesies P. violacea

'Borneo'(Gambar 4), dipilih 9 primer yang menunjukkan polirnorfisme yang tinggi,

jurnlah pita yang banyak dan meaghasilkan pita-pita yang tajam, yaitu OPA- 1,OPA-3,
OPA-7, OPA-11, OPA-16, OPB-5, OPB-7, OPB- 10, dan OPB- 17. Dua primer

lainnya yaitu OPC-6 clan OPC-9 merigadopsi dan penelitian pa& Triclmderma.

Gambar 4. Tujuh belas primer hasil seleksi menggunakan DNA cetakan P. violuceue
'Borneo'; * : primer terpilih, lajur (1) OPA 1, (2) OPA 3, (3) OPA 7, (4)
OPA 8, (5) OPA 9, (6) OPA 11, (7) OPA 12, (8) OPA 14, (9) OPA 16, (10)
OPB 7, (1 1) OPB 2, (12) OPB 3, (13) OPB 5, (14) OPB 10, (15) OPB 16,
(16) OPB 17, (17) OPB 19.
Seluruh primer yang diseleksi dapat mengamplifikasi DNA genom tanaman P.
violacea 'Borneo'. Hasil amplifikasi primer juga menunjukkan keragaman jumlah

dan ketajaman pita DNA yang terbentuk. Jumlah pita yang dihasilkan per primer
dalam seleksi ini berkisar antara 1 sampai 8 pita. Jumlah pita yang dihasilkan
menunjukkan jurnlah sekuen komplemen dengan primer-primer yang digunakan.
Menurut Williams et al. (1990) syarat terjadinya amplifikasi DNA dengan primer acak

tunggal adalah kedua utas DNA mempunyai sekuen komplemen dengan primer yang
digunakan. Ketajaman pita dapat ditentukan oleh banyaknya fiagmen DNA yang
teramplifikasi, makin banyak maka resolusi pita DNA yang dihasilkan makin jelas dan
sebaliknya makin sedikit menghasilkan pita yang kabur. Menurut Weising et at.
(1995) pada genom tanaman lebih kurang 90 % dari DNA genom merupakan urutan

yang berulang. Selain itu adanya kompetisi situs penempelan primer pada DNA
genom menyebabkan suatu fragmen a k a . diamplifikasi dalam jurnlah banyak dan
fragmen lain dalam jumlah yang sedikit.
Tabel 3. Jenis primer, susunan basa nukleotida, persentase kandungan GIC dan jumlah
pita dari primer yang diseleksi
Jenis Primer
OPA- 1*
OPA-3*
OPA-7*
OPA-8
OPA-9
OPA- 11*
OPA-12
OPA- 14
OPA- 16*
OPB-7*
OPB-2
OPB-3
OPB-5*
OPB- lo*
OPB- 16
OPB-17*
OPB- 19
OPD-5#
OPA-2#
OPA- 13#
OPA-4#
OPN- 16#
OPG6#
OX-9#

Susunan Basa Nukle~tida

5'

...................3'

CAG GCC CTT C
AGT CAG CCA C
GAA ACG GGT G
GTG ACG TAG G
GGGTAACGCC
CAA TCG CCG T
TCG GCG ATA G
TCT GTG CTG G
AGC CAG CGA A
GGT GAC GCA G
TGA TCC CTG G
CAT CCC CCT G
GAT GAC CGC C
GGA GGG TGT T
TTT GCC CGG A
CCA CAG CAG T
ACC CCC GAA G
TGA CCG GAC A
TGC CGA GCT G
CAG CAC CCA C
AAT CGG GCT G
AAG CGA CCT G
GAA CGG ACT C
CTC ACC GTC C

Pexsentase
Kanduagan WC
70
60
60
60
70
60
60
60
60
70
60
70
60
60
60
60
70
60
70
70
60
60
60
70

Keterangan : * primer terseleksi; # primer h i 1 adopsi

Jumlah Pita DNA

Analisis Polimorfime dengan RAPD
Enarn belas primer yang digunakan pada amplifikasi 19 genotipe Phalaenopsis

-

menghasilkan 13 24 pita (Tabel 4), dengan total pita yang dihasilkan 300 pita dengan
ukuran fragrnen berkisar antara 250 pb

- 3000 pb.

Seluruh pita yang dihasiikan

menunjukkan polimorfisme. Salah satu contoh profil pita hasil amplifikasi dengan
primer OPA 11 disajikan pada Gambar 5.

Tabel 4. Jenis primer, susunan basa nukleotida, persentase kandungan G/C dan jumlah
pita hasil amplifikasi 19 spesies Phalaenopsis
Jenis Primer

OPA-1
OPA-2
OPA-3
OPA-4
OPA-7
OPA-11
OPA- 13
OPA-16
OPB-5
OPB-7
OPB- 10
OPB- 17
OPC-6
OPC-9
OPD-5
OPN-16

Susun